Review Journal Stunting.docx

  • Uploaded by: Dina Aulia
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Review Journal Stunting.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,094
  • Pages: 7
LITERATUR RIVIEW PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI SEBAGAI FAKTOR RESIKO KEJADIAN STUNTING PADA ANAK USIA 2-3 TAHUN Dinna Auliana Email : [email protected] Sarjana terapan kebidanan fakultas kedokteran Universitas islam sultan agung Semarang 2019

ABSTRAK Pendahuluan Stunting adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang kronis, dimana anak dengan tinggi badan Z-skor di bawah minus dua standar deviasi dari median populasi rujukan World Health Organization (WHO) mempertimbangkan secara singkat untuk usia mereka (kerdil). Dan anak-anak di bawah minus tiga standar devisiasi dianggap sangat kerdil. Metode Cara yang digunakan dalam mencari artikel menggunakan bahasa indonesia yang relevan dengan topik. Pencarian dilakukan dengan menggunakan google scholar. Keywords yang digunakan adalah “faktor resiko stunting pada anak” . Artikel yang diperoleh di review untuk memilih artikel yang sesuai dengan kriteria dan didapatkan 2 artikel yang teridiri dari jurnal nasional 1 dan jurnal nasional terakreditasi 1. Hasil literatur review kedua penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan pemberian MP-ASI terlalu dini pada anak dapat meningkatkan terjadinya stunting dan retannya anak terhadap suatu penyakit karena sistem pencernaan pada anak yang belum berkerja secara sempurna. Kesimpulan MP ASI dini yang diberikan pada umur anak <6 bulan memiliki faktor resiko terjadinya stunting dan infeksi terhadap penyakit pada sistem pencernaan pada anak.

PENDAHULUAN Stunting adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang kronis, dimana anak dengan tinggi badan Z-skor di bawah minus dua standar deviasi dari median populasi rujukan World Health Organization (WHO) mempertimbangkan secara singkat untuk usia mereka (kerdil). Dan anak-anak di bawah minus tiga standar devisiasi dianggap sangat kerdil (Ababa E, 2011). Pada tahun 2017 dimana pada balita didunia mengalami stunting yaitu 22,2% atau sekitar 150,8 juta. Setengah stunting pada balita di dunia berasal dari Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%). Namun angka telah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6% (Buletin, 2018). Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan WHO, Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%. Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) selama tiga tahun terakhir prevalensi balita pendek mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017. Kondisi gizi masyarakat yang buruk dapat menghambat pertumbuhan ekonomi yaitu sekitar 8% yang secara langsung disebabkan karena kerugian yang bisa berakibat terjadinya penurunan produktivitas, dimana kualitas pendidikan yang sangat rendah dan pengetahuan yang kurang. Menurut Global Nutrition Report, pada setiap tahunnya terdapat 3 juta anak balita di dunia mengalami gizi buruk dan secara global gizi buruk merugikan, karena akibatnya biaya yang dikeluarkan untuk perawatan kesehatan dan kehilangan produktivitas mencapai miliaran dolar. Pada keadaan gizi buruk sebenarnya dapat dicegah, melalui berbagai penelitian ilmiah telah menyampaikan berbagai bukti bahwa dengan perbaikan gizi pada seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) mulai dari masa kehamilan sampai sampai anak berusia dua tahun, dimana dapat membantu jutaan anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal sehingga dapat memberikan dampak perbaikan ekonomi dalam jangka panjang. Perlunya perhatian khusus apabila anak mengalami stunting karena pada keadaan stunting dapat

menyebabkan

terlambatnya

pertumbuhan

fisik,

perkembangan

mental

dan

menyebabkan menurunya status kesehatan pada anak. Anak yang mengalami stunting memiliki kemungkinan lebih besar tumbuh menjadi individu dewasa yang tidak sehat dan miskin. Stunting pada anak dapat meningkatkan rentannya anak terhadap penyakit menular

dan tidak menular, serta adanya risiko terjadi overweight dan obesitas. Keadaan overweight dan obesitas dalam jangka panjang dapat menimbulkan risiko penyakit degeneratif. Kasus stunting pada anak dapat dijadikan prediktor rendahnya kualitas sumber daya manusia suatu negara. Kemampuan kognitif yang buruk, rendahnya produktivitas, serta adanya peningkatan risiko penyakit mengakibatkan kerugian jangka panjang bagi ekonomi Indonesia yang disebabkan karena anak mengalami stunting. Untuk mencegah hal tersebut, pemerintah mencanangkan program intervensi pencegahan stunting terintegrasi yang melibatkan lintas kementerian dan lembaga. Pada tahun 2018, ditetapkan 100 kabupaten di 34 provinsi sebagai lokasi prioritas penurunan stunting. Jumlah ini akan bertambah sebanyak 60 kabupaten pada tahun berikutnya. Dengan adanya kerjasama lintas sektor ini diharapkan dapat menekan angka stunting di Indonesia sehingga dapat tercapai target Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2025 yaitu penurunan angka stunting hingga 40% (Buletin, 2018). WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif 6 bulan pertama kehidupan dan dilanjutkan dengan pengenalan MP-ASI dengan terus memberikan ASI sampai usia 2 tahun. Menurut penelitian Teshome, anak yang diberi MP-ASI terlalu dini (<4 bulan) berisiko menderita kejadian stunting. WHO merekomendasikan pemberian makanan pendamping ASI di usia 6 bulan, dengan frekuensi makan 2-3 kali sehari usia 6-8 bulan, meningkat menjadi 34 kali sehari antara 9-12 bulan dan 12-24 bulan dengan tambahan makanan selingan atau tambahan makanan ringan (snacks) bergizi (seperti sepotong buah atau roti) yang ditawarkan 1-2 kali per hari, sesuai yang diinginkan, sedangkan untuk anak yang tidak lagi menyusui diperlukan frekuensi makan yang lebih sering.

METODE Cara yang digunakan dalam mencari artikel menggunakan bahasa indonesia yang relevan dengan topik. Pencarian dilakukan dengan menggunakan google scholar. Keywords yang digunakan adalah “faktor resiko stunting pada anak” . Artikel yang diperoleh di review untuk memilih artikel yang sesuai dengan kriteria dan didapatkan 2 artikel yang teridiri dari jurnal nasional 1 dan jurnal nasional terakreditasi 1. Artikel pertama merupakan penelitian yang dilakukan oleh Noverian dkk (2018) di wilayah kerja Puskesmas Rowosari Kota Semarang metode yang digunakan adalah analitik observasional dengan desain penelitian case control. Sampel terdiri dari 104 anak dengan rata-rata umur 2-3 tahun. Sampel diambil dengan cara consecutive sampling yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi. Pada penelitian ini data diperoleh dengan pengisian kuesioner dan pengukuran tinggi badan dan berat badan anak. Uji statistik menggunakan uji komparatif Chi-square. Jika tidak terpenuhinya syarat Uji Chi Square adalah menggunakan Uji Fisher. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa didapatkan hubungan bermakna pada pemberian MP-ASI dini (p=0,000). Hubungan tidak bermakna didapatkan pada jenis MP-ASI (p=0,680), konsistensi MP-ASI (p=0,290), pendapatan orang tua (p=1,000). Kesimpulan Pada penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan pada variabel pemberian MP-ASI dini terhadap stunting. Selain itu terdapat hubungan yang tidak signifikan pada variabel jenis MP-ASI, konsistensi MP-ASI, dan pendapatan orang tua. Artikel yang kedua merupakan penelitian yang dilakukan Dwi puji dkk (2016) di Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul Yogyakarta. Metode yang digunanakan adalah observasional dengan desain studi cross sectional. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 190 rata-rata umur anak 6-23 bulan Pemilihan subjek penelitian menggunakan teknik probability proportional to size (PPS). Untuk mengetahui status stunting pada anak dilakukan pengukuran panjang badan menurut umur (PB/U) dan digunakan analisis besarnya risiko pemberian MP-ASI terhadap kejadian stunting. Hasil analisis bivariat menunjukan waktu pertama kali pemberian MP-ASI berhubungan signifi kan dengan kejadian stunting (OR=2,867, 95%CI:1,453-5,656). Asupan energi dan protein tidak berhubungan dengan kejadian stunting (p>0,005). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifi kan antara waktu pertama pemberian MP-ASI yang terlalu dini terhadap kejadian stunting. Asupan energi dan protein yang kurang tidak berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta.

HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil literatur review yang telah dipaparkan menjeleasakan tentang MP-ASI dini pada anak sebagi faktor resiko terjadinya stunting sehingga dapat diguanakan sebagai dasar review jurnal penelitian. Dari kedua jurnal yang disajikan menggunakan metode Penelitian analitik observasional dengan desain penelitian case control. Penilaian data diperoleh dengan pengisian kuesioner dan pengukuran tinggi badan dan berat badan anak. Untuk mengetahui status stunting pada anak dilakukan pengukuran panjang badan menurut umur (PB/U) dan digunakan analisis besarnya risiko pemberian MP-ASI terhadap kejadian stunting.

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang kurang dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal. Makanan pendamping ASI (MP ASI) adalah makanan tambahan yang diberikan kepada bayi setelah usia 6 bulan sampai usia 24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain ASI. ASI pun harus tetap diberikan kepada bayi, paling tidak sampai usia 24 bulan (Depkes,2006). Menurut petunjuk WHO pada usia 6 bulan sistem pencernaan bayi termasuk pankreas telah berkembang dengan baik sehingga bayi telah mampu mengolah, mencerna dan menyerap berbagai jenis/varietas bahan makanan seperti protein, lemak dan karbohidrat. Di Negara berkembang, Makanan Pendamping ASI tidak memberikan zat besi yang cukup, seng dan vitamin B6, oleh sebab itu WHO juga menganjurkan Makanan Pendamping ASI dari makanan hewani seperti daging, unggas, ikan atau telur di konsumsi sesering mungkin, diet vegetarian tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi anak. Faktor resiko terjadinya stunting pada anak salah satunya adalah anak yang diberikan MPASI kurang dari 6 bulan memiliki risiko terjadinya stunting 6,54 kali dibandingkan dengan anak yang diberikan MP-ASI sesuai dengan umur yang seharusnya (Wanda dkk,2014). Pemberian MP-ASI pada umur <4 bulan berpengaruh terhadap kejadian stunting, karena anak hanya membutuhkan ASI saja hingga usia 6 bulan, namun >6 bulan ASI saja tidak cukup untuk membantu tumbuh kembang yang optimal (Teshome dkk,2009). Pemberian MP-ASI yang terlalu dini (<6 bulan) pada anak dapat menyebabkan anak sangat mudah terkena penyakit infeksi karena sistem pencernaan bayi pada umur <6 bulan belum siap mengolah makanan selain ASI. Penyakit infeksi yang paling sering diderita oleh balita yaitu diare dan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) balita yang menderita penyakit infeksi dapat menganggu proses pertumbuhan karena terhambatnya proses absorbsi zat gizi dari makanan yang dikonsumsi akibat dari virus yang ada didalam sistem pencernaan anak (Ni’mah dkk,2015). Pemberian MP ASI sebelum bayi berusia 4 bulan mengakibatakan kenaikan berat badan yang lebih rendah dan kurang gizi

dibandingkan dengan bayi yang tetap diberi ASI

eksklusif sampai usia 6 bulan. Masih dijumpai kebiasaan yang salah dalam pemberian ASI

dan

MP ASI. MP ASI yang diberikan terlalu dini dapat

berdampak pada status gizi

(Haileslassie, et al., 2013) Dampak yang ditimbulkan stunting menurut WHO (2017) dapat dibagi menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang. Dampak Jangka Pendek : a. Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian b. Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal dan c. Peningkatan biaya kesehatan. Dampak Jangka Panjang : a. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan pada umumnya) b. Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya c. Menurunnya kesehatan reproduksi d. Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah; dan e. Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan berdasarkan analisa yang telah dilakukan oleh penulis, dapat disimpulkan bahwa MP ASI dini yang diberikan pada umur anak <6 bulan memiliki faktor resiko terjadinya stunting dan infeksi terhadap penyakit pada sistem pencernaan pada anak, karena pada anak usia tersebut sistem pencernaan yang belum berkerja secara sempurna, sehingga pertumbuhan anak terhambat. Saran yang dapat diberikan untuk pelaksanaan litertaur review selanjutnya adalah sebaiknya database yang digunakan lebih banyak sehingga bisa mendapatkan artikel yang lebih banyak dan baik dan batasan tahun dalam pencarian artikel adalah lima tahun terakhir agar literatur review lebih update.

DAFTAR PUSTAKA Central Statistical Agency Addis Ababa E, Ethiopia De mographic and Health Survey 2011, ICF International, Calverton, MD, USA, 2011. Haileslassie, K, Mulugeta A, Girma M.., 2013. Feeding practices, nutritional status and associated factors of lactating women in Samre Woreda, South Eastern Zone of Tigray, Ethiopia. Nutrition Journal 2013. 12:28 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan United Nations Children’s Fund. 2017. Laporan Baseline SDG tentang Anak-Anak di Indonesia. Jakarta: BAPPENAS dan UNICEF. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Rencana aksi nasional pangan dan gizi 2006-2010. Jakarta; 2007. Ni’mah, K dan S. R. Nadhiroh. 2015. Faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita. Media Gizi Indonesia.10(1): 13-19. Susanty M, Kartika M, Hadju V, Alharini S. Hubungan pola pemberian ASI dan MP-ASI dengan gizi buruk pada anak 6-24 bulan di Kelurahan Pannampu Makassar. Media Gizi Masyarakat Indonesia. 2012; 1(2): 97-103. Teshome B, Makau W, Getahun Z, Taye G. Magnitude and determinants of stunting in children under-fi ve years of age in food surplus of Ethiopia: the case of West Gojam Zone. Ethiop J Heal Dev. 2009;23(2):98–106. Trihono, Atmarita, Tjandrarini DH, Irawati A, Utami NH, Tejayanti T, et al. Pendek (stunting) di Indonesia, masalah dan solusinya. Jakarta: Lembaga Penerbit Balitbangkes; 2015. Wanda L, Ani M, Rahfi ludin M. Faktor risiko stunting pada anak umur 6-24 bulan di Kecamatan Penanggalan kota SubulussalamProvinsi Aceh. J Gizi Indones. 2014;3(1):37– 45. WHO. Infant and Young Child Feeding Counselling : An Integrated Course : 2006. WHO. WHO / UNICEF joint monitoring programme (JMP) for water supply and sanitation[Internet]. 2010 [cited 2015 Apr 19]. Available from: http://www.wssinfo.org/ WHO. 2014. WHO Global Nutrition Target: Stunting Policy Brief. Geneva. WHO. 2017. Stunted Growth and Development. Geneva. WHO. Child Malnutrition. http://www.who.int/gho/child-malnutrition/en/ WHO. Child Stunting Data Visualizations Dashboard. http://apps.who.int/gho/data/node.sdg. 2-2-viz-1?lang=en

Related Documents


More Documents from "Wahyu Ramadhani"