Lapsus Kulkel Rev 1.docx

  • Uploaded by: IGusti Ngurah Agung
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapsus Kulkel Rev 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,534
  • Pages: 25
LAPORAN KASUS ERITEMA NODOSUM LEPROSUM

Penyusun: I Gede Pradika Abdi Putra

17710158

Pembimbing: dr. Kurniati, Sp.KK

SMF KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA RSUD IBNU SINA KABUPATEN GRESIK

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat dan rahmatnya lah penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus “Eritema Nodosum Leprosum” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian di bidang ilmu Kulit dan Kelamin dalam menyelesaikan Pendidikan dokter muda di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Laporan kasus ini dibuat selain tugas, juga semoga dapat membantu teman sejawat yang ingin mengetahui tentang “Eritema Nodosum Leprosum” dan juga membantu penulis dalam mempelajari lebih dalam tentang “Eritema Nodosum Leprosum”. Selain itu penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. 2. Direktur RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik, atas kesempatan yang diberikan sehingga saya dapat menimba ilmu dirumah sakit ini. 3. dr. Wind Faidati, Sp.KK selaku Kepala Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin di RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik. 4. dr. Kurniati, Sp.KK selaku dokter pembimbing saya dan teman-teman saya. 5. Kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan moril, materil, maupun spiritual. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu penulis mengharap kritik dan saran yang membangun. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat untuk dokter muda yang melaksanakan kepanitraan klinik pada khususnya, serta masyarakat pada umumnya, Aamiin.

Gresik, November 2018

ii

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Judul......................................................................................

i

Kata Pengantar ....................................................................................

ii

Daftar Isi...............................................................................................

iii

BAB I Laporan kasus ...........................................................................

1

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1. Definisi ....................................................................................

8

2.2. Etiologi ....................................................................................

9

2.3. Patogenesis ..............................................................................

10

2.4. Histopatologi ...........................................................................

10

2.5. Gejala klinis ............................................................................

11

2.6. Penatalaksanaan ......................................................................

12

2.7. Prognosis .................................................................................

17

BAB III Pembahasan............................................................................

18

DAFTAR PUSTAKA

iii

BAB I LAPORAN KASUS 1.1. IDENTITAS PASIEN Nama

: Djuarni

Umur

: 43 tahun

Alamat

: Dahanrejo RT 2 RW 1, Kec.Kebomas, Kab.Gresik

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Tanggal pemeriksaan

: 2 November 2018

No. RM

: 686333

1.2. ANAMNESA Keluhan utama

: Benjolan merah pada tangan, wajah, bahu sejak 3 minggu yang lalu.

Riwayat penyakit sekarang

: Benjolan merah pada tangan, wajah, bahu sejak 3 minggu yang lalu. Benjolan muncul bersamaan. Benjolan mulai muncul setelah pasien selesai melakukan terapi obat kusta merah selama 11 bulan. Benjolan terasa panas dan terasa nyeri saat ditekan. Tidak ada gatal. Tidak ada demam

Riwayat penyakit dahulu

: Setahun

yang

lalu,

pasien

pernah

mengalami keluhan berupa adanya bercakbercak berwarna putih yang mati rasa pada bagian tubuhnya, bercak berjumlah lebih

1

dari 5, yaitu di sekitar lengan kanan dan kiri, bahu kanan dan kiri serta pada kaki pasien kanan dan kiri . Selain bercak-bercak tersebut, pasien juga mengeluhkan adanya rasa nyeri pada tangan kanan dan kiri terutama pada jari kelingking dan jari manis pasien. Kedua tangan pasien juga terasa tidak sekuat biasanya. Pasien juga merasa jika kakinya juga kadang terasa nyeri. Kemudian pasien mendapatkan terapi obat kusta merah di RSUD Ibnu Sina Gresik dan sudah menyelesaikan program pengobatan tersebut. Riwayat diabetes mellitus dan hipertensi disangkal. Riwayat penyakit keluarga

: Riwayat keluarga sakit serupa disangkal

Riwayat pengobatan

: Pasien belum pernah berobat sebelumnya

Riwayat sosial

: Pasien merupakan ibu rumah tangga. Tidak ada yang sakit seperti ini di sekitar pasien.

1.3. PEMERIKSAAN FISIK Status generalis Keadaan umum

: cukup

Kesadaran

: compos mentis

2

GCS

: 4-5-6

Tanda vital

:

Tekanan darah

: 130/80 mmHg

Nadi

: 88 kali / menit

Respiration rate

: 14 kali / menit

Suhu

: 360C

Kepala / Leher Mata

: isokor, anemis (-/-), icterus (-/-), madarosis (-/-), lagoftalmus (-/-)

Telinga

: tak tampak kelainan, penebalan cuping telinga (-/-)

Hidung

: tak tampak kelainan, saddle nose (-), penebalan cuping hidung (-)

Mulut

: sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (–)

Wajah

: Leonine fascies (-)

Leher

: pembesaran kelenjar getah bening (-/-) peningkatan JVP (-/-) pembesaran nervus auricularis magnus (-/-)

Thorax Simetris, retraksi dada (-) Jantung

: S1 S2 tunggal, reguler, Gallop (-)

Paru

: vesikuler pada kedua lapang paru

Abdomen Flat, soefl, bising usus (+) normal, organomegaly (–)

3

Ekstremitas Superior

: Akral hangat kering merah (+/+) Pembesaran nervus ulnaris (-/-) Kekuatan otot (5/5)

Inferior

: Akral hangat kering merah (+/+) Pembesaran nervus peroneus communis (-/-) Pembesaran nervus tibialis posterior (-/-) Kekuatan otot (5/5)

Status dermatologis 

Regio zygomatica dextra

:

Tampak nodula eritematus soliter berbatas tegas diameter 2 cm, permukaan rata, lunak, nyeri tekan, terasa panas. 

Regio buccalis dextra et sinistra: Tampak nodula eritematus multiple berbatas tegas diameter 1 – 4 cm, permukaan rata, lunak, nyeri tekan, terasa panas.



Regio mentalis Tampak nodula eritematus multiple berbatas tegas diameter 1 – 2 cm, permukaan rata, lunak, tidak nyeri, terasa panas.



Regio antebracii dextra et sinistra Tampak nodula eritematus multiple berbatas tegas tersebar, diameter 1 cm – 4 cm, permukaan rata, lunak, nyeri tekan, terasa panas.

4

Gambar I. Area predileksi lesi (A)

(B)

(C)

(D)

Gambar I. Area predileksi lesi : (A) pada wajah kanan dan kiri tampak nodula eritematus multiple berbatas tegas diameter 1-3 cm, permukaan rata, lunak, nyeri tekan, terasa panas. (B) dan (C) pada lengan bawah kiri tampak nodula eritematus multiple berbatas tegas diameter 1 – 4 cm, permukaan rata, lunak, nyeri tekan, terasa panas. (D) pada lengan bawah kanan tampak nodula eritematus multiple berbatas tegas diameter 1 – 4 cm, permukaan rata, lunak, nyeri tekan, terasa panas (sumber: file pribadi 2/11/2018)

5

1.4. DIAGNOSIS Morbus Hansen + Reaksi tipe 2 (Eritema Nodosum Leprosum) 1.5. DIAGNOSA BANDING a. Eritema nodosum 1.6. RENCANA (EDUKASI, DIAGNOSTIK, TERAPI) a. Planning diagnostic a. Pemeriksaan lab : Darah lengkap b. Medikamentosa a. Prednison 5 mg 3-3-3 b. Neurodex 3 x 1 tab c. Non medikamentosa a. Istirahat yang cukup b. Asupan gizi yang cukup d. KIE a. Menjelaskan pada pasien dan keluarga mengenai penyakit ini. b. Memberi edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya keteraturan pengobatan dan menyelesaikan pengobatan sesuai waktu yang ditentukan. c. Memberi edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai cara perawatan. d. Memberi edukasi pada pasien untuk tidak meminum obat lain tanpa sepengetahuan dokter kulit.

6

e. Follow up Kontrol tanggal 9 November 2018 Pasien mengeluh masih ada benjolan-benjolan berwarna merah pada tanga, bahu dan wajah pasien. Keluhan dirasa belum membaik. S Pasien juga masih merasa nyeri dan panas pada benjolan-benjolan merah tersebut. Tidak ada benjolan baru yang timbul. Tidak ada benjolan yang menghilang. Tanda Vital : -

TD : 120/70 mmHg

-

Nadi : 89 x/menit

-

RR : 20 x/menit

-

Suhu : 360C

Status dermatologis : 

Regio zygomatica dextra

:

Tampak nodula eritematus soliter berbatas tegas diameter 2 O cm, permukaan rata, lunak, nyeri tekan, terasa panas. 

Regio buccalis dextra et sinistra: Tampak nodula eritematus multiple berbatas tegas diameter 1 – 4 cm, permukaan rata, lunak, nyeri tekan, terasa panas.



Regio mentalis Tampak nodula eritematus multiple berbatas tegas diameter 1 – 2 cm, permukaan rata, lunak, tidak nyeri, terasa panas.



Regio antebracii dextra et sinistra

7

Tampak nodula eritematus multiple berbatas tegas tersebar, diameter 1 cm – 4 cm, permukaan rata, lunak, nyeri tekan, terasa panas. A Morbus Hansen + Reaksi tipe 2 (Eritema Nodosum Leprosum) a. Planning diagnostic a. Pemeriksaan lab : Darah lengkap b. Medikamentosa a. Prednison 5 mg 4-4-4 b. Neurodex 3 x 1 tab c. Non medikamentosa a. Istirahat yang cukup b. Asupan gizi yang cukup d. KIE P

a. Menjelaskan pada pasien dan keluarga bahwa pengobatan memerlukan waktu yang cukup lama, jadi harus telaten dan bersabar. b. Memberi edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya keteraturan pengobatan dan menyelesaikan pengobatan sesuai waktu yang ditentukan. c. Memberi edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai cara perawatan. d. Memberi edukasi pada pasien untuk tidak meminum obat lain tanpa sepengetahuan dokter kulit.

8

Gambar II. Area predileksi lesi (Kontrol tanggal 9 November 2018) (A)

(B)

(C)

(D)

Gambar II. Area predileksi lesi (kontrol tannggal 9 November 2018) (A) pada wajah kanan dan kiri tampak nodula eritematus multiple berbatas tegas diameter 1-3 cm, permukaan rata, lunak, nyeri tekan, terasa panas. (B) dan (C) pada lengan bawah kiri tampak nodula eritematus multiple berbatas tegas diameter 1 – 4 cm, permukaan rata, lunak, nyeri tekan, terasa panas. (D) pada lengan bawah kanan tampak nodula eritematus multiple berbatas tegas diameter 1 – 4 cm, permukaan rata, lunak, nyeri tekan, terasa panas (sumber: file pribadi 9/11/2018)

1.7. PROGNOSIS Dubia ad bonam

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI Morbus Hansen atau kusta merupakan suatu penyakit kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Penyakit ini menyerang saraf tepi, kulit dan berbagai organ tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat. Cardinal sign yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit ini adalah adanya lesi yang mati rasa pada kulit, adanya penebalan saraf tepi disertai gangguan fungsi saraf dan ditemukannya bakteri tahan asam pada kerokan kulit1. Pada tahun 1982, sekelompok ahli WHO mengembangkan metode klasifikasi kusta untuk mempermudah pengobatan pasien. Dalam klasifikasi ini, pasien kusta dikelompokkan menjadi tipe Paucibacillary (PB) dan Multibacillary (MB). Klasifikasi ini berdasar pada gambaran gejala klinis dan pemeriksaan BTA melalui skin smear. Pada kelompok PB, jumlah lesi adalah satu sampai lima lesi, penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf hanya mengenai satu saraf tepi dan hasil pemeriksaan bateriologis (BTA) adalah negatif. Pada MB, didapatkan jumlah lesi lebih dari lima dan penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi lebih dari satu saraf dan hasil pemeriksaan bakteriologis adalah positif1. Reaksi kusta merupakan berbagai gejala dan tanda peradangan akut lesi kusta. Reaksi ini dibagi menjadi reaksi tipe 1 dan reaksi tipe 2. Reaksi tipe 2 dikenal dengan nama eritema nodosum leprosum (ENL)1.

10

Eritema nodosum leprosum (ENL), dapat terjadi pada pasien yang mengidap kusta tipe MB. Eritema nodosum leprosum biasanya berhubungan dengan pasien yang menjalani multi-drug therapy, namun kadang dapat muncul pada pasien yang belum mendapat pengobatan2. ENL terjadi pada pasien tipe MB dan merupakan suatu reaksi humoral berupa reaksi antigen (Mycobacterium leprae) dan antibodi pasien yang kemudian mengaktifkan sistem komplemen sehingga terbentuk suatu kompleks imun. Kompleks imun ini kemudian akan menimbulkan suatu respon inflamasi dan akan terdegradasi dalam beberapa hari. Kompleks imun ini akan beredar bersama aliran darah dan dapat mengendap di berbagai organ terutama pada organ yang memiliki konsentrasi Mycobacterium leprae yang tinggi dan akan menimbulkan gejala klinis berupa ENL (pada kulit), neuritis (pada saraf), limfadenitis (pada limfonodus), artritis (pada tulang), nefritis (pada ginjal), dan orkitis (pada testis). Gejala pada kulit dapat berupa nodus, eritema, dan nyeri dengan tempat predileksi pada lengan dan tungai. Gejala ini umunya dapat hilang dalam beberapa hari atau mungkin akan diikuti dengan pembentukan nodus baru, sedangkan nodus lama akan menjadi keunguan3. 2.2. ETIOLOGI Timbulnya reaksi ENL diperantrai oleh adanya reaksi immunologi antigen-antibodi yang sesuai dengan reaksi hipersensitivitas tipe III menurut Comb and Gell. Pada saat reaksi ENL terjadi peningkatan antigen yang berasal dari sejumlah besar bakteri Mycobaterium leprae yang mati dan bereaksi

11

dengan antibodi yang ada di dalam tubuh, juga terdapat penurunan fungsi sel T supresor dan peningkatan kadar Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α)4. 2.3. PATOGENESIS Eritema nodosum leprosum (ENL) adalah suatu komplikasi immunologi kusta yang serius, menyebabkan peradangan pada kulit, saraf dan organ lainnya. Penyebab dan faktor resiko ENL merupakan komplikasi reaksi kekebalan pada kusta. Hal ini sebagian disebabkan oleh deposisi antigen Mycobaterium leprae dan antibodi komplek. Komplek ini kemudian beredar di darah dan dapat mengendap pada pembuluh darah kecil dan menyebabkan vaskulitis serta pelepasan enzim-enzim yang dapat merusak jaringan di organ atau jaringan yang diserang oleh Mycobacterium leprae. Selain itu, sistem kekebalan tubuh mengaktifkan sel makrofag dan sel T yang menyerang dan membunuh bakteri. Peradangan ini ditandai dengan adanya nodul kemerahan di kulit yang teraba panas dan nyeri, neuritis, atralgia, dan gejala sistemik berupa malaise dan semam, secara histopatologi ditandai dengan adanya infiltrasi netrofil di sekitar lesi dengan tanda peradangan kronis4. 2.4. HISTOPATOLOGIS Secara histologi, nampak adanya vaskulitis dengan infiltrat neutrofilik dan limfositik dan granuloma yang membentuk histiosit yang diisi oleh Mycobacterium leprae. Nampak adanya pembengkakan pada endothelial sel dan adanya edema pada dinding pembuluh darah. Pada bentuk ulserasi, yang disebut necrotizing ENL atau ENL necroticans, menunjukkan gejala histologi yang sama namun dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi, berupa infiltrat

12

yang lebih banyak, granuloma yang lebih besar dan edema serta vasculitis yang lebih parah2. Banyak studi sudah dilakukan untuk mengetahui signifikansi suatu substans terhadap reaksi ENL. Adenosine deaminase merupakan enzim yang ditemukan pada sel tubuh yang secara aktif terlibat dalam metabolisme nukleotida., dan juga memiliki peran dalam fungsi imunitas selular. Aktivitas lymphocyte adenosine deaminase (L-ADA) nampak lebih tinggi pada pasien kusta bila dibandingkan dengan kontrol yang sehat, dan 10 kali lipat lebih aktif pada pasien kusta dengan reaksi, termasuk reaksi ENL, dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami reaksi2. 2.5. GEJALA KLINIS Gejala klinis yang muncul pada eritema nodosum leprosum berupa papul, plak, atau nodul yang nyeri dengan warna merah-keunguan. Lesi ini muncul pada kulit yang normal diantara lesi kusta yang sudah muncul sebelumnya. Kadang lesi ini dapat berbentuk ulserasi, erythema multiformelike, pustular, vesikular atau hemorrhagic. Lesi ini sering muncul pada wajah dan pada ekstremitas ekstensor serta lesi ini tersebar secara simetris bilateral. Meskipun lesi ini berlangsung selama 7 – 10 hari, kekambuhan dapat terjadi selama beberapa minggu, bulan, bahkan tahun. Kekambuhan yang berulangulang dapat berujung pada hilangnya elastisitas pada kulit2. Manifestasi ekstrakutan dari eritema nodosum leprosum ini dapat berupa demam, nyeri neuropati, epididymo-orchitis, immune complex glomerulonephritis, synovitis, large joint arthritis, limfadenopati, myositis,

13

malaise, penurunan berat badan, hepatosplenomegaly, leukositosis, epistaksis, iritis, proteinuria, rhinitis, insomnia, dan depresi. Keparahan gejala yang muncul tergantung pada jumlah bakteri yang ada. Kemandulan atau gynecomastia dapat muncul akibat dari kerusakan testicular dan kebutaan dapat terjadi akibat iritis bila pasien tidak diterapi dengan adekuat2. 2.6. PENATALAKSANAAN e. Nonmedikamentosa5 1. Istirahat dan immobilisasi 2. Perbaikan gizi dan keadaan umum 3. Menobati penyakit penyerta dan menghilangkan faktor pencetus f. Medikamentosa5 1. Penanganan reaksi Prinsip pengobatan reaksi ringan 

Berobat jalan, istirahat dirumah



Pemberian antipiretik / analgesik bila perlu



Menghindari / menghilangkan faktor pencetus

Prinsip pengobatan reaksi berat 

Immobilisasi local organ tubuh yang mengalami neuritis



Pemberian antipiretik / analgesik bila perlu



Menghindari / menghilangkan faktor pencetus



Memberikan obat anti reaksi : prednisone, lamprene, thalidomide

2. Pengobatan untuk reaksi tipe 25 Prinsip tatalaksana reaksi tipe 2 adalah sebagai berikut :

14



Identifikasi tingkat keparahan reaksi tipe 2 o Reaksi ringan (hanya beberapa lesi ENL, tanpa keterlibatan organ lain, tetapi pasien merasa tidak nyaman) o Reaksi sedang (demam ringan dan lesi ENL dalam jumlah sedikit-sedang, ditemukan leukositosis dan keterlibatan beberapa organ lain kecuali saraf, mata, dan testis) o Reaksi berat (demam tinggi, lesi ENL luas dengan atau lesi pustular / nekrotik, neuritis, gangguan fungsi saraf, iridosiklitis, orkitis, dan / atau nyeri tulang hebat), harus dirawat inap untuk diobservasi dan ditatalaksana lebih lanjut.



Mencari dan mengatasi faktor presipitasi



Melanjutkan terapi MDT. Pemberian MDT bila terjadi reaksi harus tetap dilanjutkan, dan bila MDT belum diberikan saat terjadi reaksi, harus segera diberikan bersamaan dengan terapi spesifik ENL, terutama pada pasien LL/BL



Penatalaksanaan manifestasi ENL reaksi tipe 2 : neuritis, iridosiklitis akut, epididimo-orkitis akut

Tatalaksana reaksi tipe 2 sesuai dengan tingkat keparahan gejalanya, yaitu : 

Terapi reaksi tipe 2 ringan Reaksi tipe 2 ringan dapat diterapi dengan obat analgetik dan obat anti inflamasi, misalnya seperti aspirin dan OAINS lainnya.

15

Aspirin dapat diberikan dengan dosis 600mg setiap 6 jam setelah makan. 

Terapi reaksi tipe 2 sedang Terapi reaksi tipe 2 sedang dengan antimalaria (klorokuin), antimonial (stibophen) dan kolkisin



Terapi reaksi tipe 2 berat Reaksi tipe 2 berat terdiri atas reaksi tipe 2 episode pertama ENL berat dan reaksi tipe 2 episode ulangan atau ENL kronik. o Terapi reaksi tipe 2 episode pertama ENL berat 1. Pilihan pertama : Prednison Pemberian prednisolone jangka pendek, tetapi dengan dosis awal tinggi 40-60 mg sampai ada perbaikan klinis kemudian taper 5-10 mg setiap minggu selama 6-8 minggu atau lebih. Dosis rumatan 5-10 mg diperlukan selama beberapa minggu untuk mencegah rekurensi ENL. 2. Pilihan kedua : kombinasi prednisolone dan klofazimin Kombinasi prednisolone (dengan dosis diatas) dan klofazimin diberikan dengan dosis : -

300 mg/hari selama 1 bulan

-

200 mg/hari selama 3-6 bulan

-

100 mg/hari selama gejala masih ada

16

3. Pilihan ketiga : Thalidomide Thalidomide diberikan sebagai pilihan terakhir, dengan dosis awal 400 mg atau 4 x 100 mg selama 3-7 hari atau sampai reaksi terkontrol, diikuti penurunan dosis selama 34 minggu atau diturunkan perlahan-lahan jika rekurensi terjadi, yaitu : -

100 mg pagi hari + 200 mg malam hari selama 4 minggu

-

1 x 200 mg malam hari selama 4 minggu

-

1 x 100 mg malam hari selama 4 minggu

-

50 mg setiap hari atau 100 mg selang sehari, malam hari, selama 8-12 minggu.

o Terapi reaksi tipe 2 episode ulangan atau ENL kronik 1. Pilihan pertama : prednisolone + klofazimin Prednisolone -

Prednisolone 30 mg/hari selama 2 minggu, kemudian dilanjutkan

-

25 mg/hari selama 2 minggu

-

20 mg/hari selama 2 minggu

-

15 mg/hari selama 2 minggu

-

10 mg/hari selama 2 minggu

-

5 mg/hari selama 2 minggu, kemudian dihentikan

17

Ditambah -

Klofazimin 300 mg selama 3 bulan, kemudian dilanjutkan

-

200 mg selama 3 bulan, kemudian dilanjutkan

-

100 mg selama gejala atau tanda masih ada

2. Pilihan kedua : Thalidomide Thalidomide merupakan suatu agen imunomodulator dan ketersediaannya terbatas di Indonesia6. Dosis thalidomide -

2 x 200 mg selama 3-7 hari, kemudian dilanjutkan

-

100 mg pagi hari + 200 mg malam hari selama 4 minggu

-

200 mg malam hari selama 4 minggu

-

100 mg malam hari selama 4 minggu

-

100 mg setiap malam atau selang sehari, malam hari selama 8-12 minggu atau lebih

Bila terjadi relaps atau perburukan reaksi, dosis dinaikkan segera hingga 200 mg, kemudian secara bertahap diturunkan menjadi 100 mg selang sehari atau 50 mg/hari selama beberapa bulan. 3. Terapi lainnya Obat-obatan lain yang dapat diberikan pada ENL derajat sedang sampai berat berupa nonsteroidal antiinflamatory

18

drugs (NSAIDS), yaitu colchicine, aspirin, chloroquine, dan levamisole2. 2.7. PROGNOSIS Prognosis pasien dengan ENL akan baik jika didiagnosis dengan cepat dan mendapatkan terapi yang adekuat. Rekurensi dapat terjadi apabila terapi yang diberikan inadekuat5.

19

BAB III PEMBAHASAN Eritema nodosum leprosum (ENL) merupakan salah satu reaksi kusta berupa komplikasi immunologi yang serius, yang menyebabkan peradangan pada kulit, saraf dan organ lainnya. Penyebab dan faktor resiko ENL merupakan komplikasi reaksi kekebalan pada kusta. Hal ini disebabkan oleh adanya deposisi antigen Mycobacterium leprae komplek yang berada pada pembuluh darah kecil dan menyebabkan suatu peradangan pada pembuluh darah tersebut (vaskulitis) yang termanifestasi sebagai suatu nodul kemerahan, yang teraba nyeri, terasa panas pada kulit serta dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan atau malaise. Pada kasus ini, pasien mengeluhkan munculnya benjolan-benjolan merah pada tangan, bahu dan wajah sejak 3 minggu yang lalu4. Eritema nodosum leprosum merupakan reaksi kusta tipe 2 yang merupakan reaksi hipersensitivitas tipe III menurut Comb dan Gell. Antigen dalam reaksi berasal dari produk kuman yang telah mati dan bereaksi dengan antibodi membentuk kompleks antigen-antibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen sehingga akan terjadi ENL4. Diagnosis ENL ditegakkan berdasarkan dari hasil anamnesis, gambaran klinis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis, dengan keluhan utama munculnya benjolan-benjolan merah yang terasa nyeri dan panas. Pasien memiliki riwayat diagnosis kusta tipe MB satu tahun yang lalu. Dan pasien sudah menyelesaikan program pengobatan kusta tersebut. Pada gambaran klinis, yang ditemukan nodul

20

eritematus berbatas tegas multiple tersebar pada tangan dan wajah, diameter 1 – 4 cm, permukaan rata, lunak, nyeri tekan dan terasa panas3,4. Karakteristik reaksi kusta tipe 2 adalah hanya terjadi pada kusta tibe MB yang biasanya muncul setelah mendapat pengobatan yang lama, umumnya 6 bulan. Penyakit ini adalah tipe granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa, dan lesi kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar4. Diagnosis banding pada kasus ini adalah eritema nodosum. Eritema nodosum adalah salah satu tuberculosis kutis berupa eritema dan nodus yang nyeri berupa demam dan malaise dengan tempat predileksi ekstensor tungkai bawah. Berdasarkan gambaran klinis dan tempat predileksinya, diagnosis banding ini dapat disingkirkan. Terapi pilihan untuk eritema nodosum leprosum (ENL) adalah thalidomide. Thalidomide merupakan suatu agen immunomodulator yang mekanisme kerjanya pada pasien ENL belum sepenuhnya diketahui. Karena terbatasnya ketersediaan thalidomide, maka untuk terapi digunakan kortikosteroid sistemik. Reaksi kusta membutuhkan penanganan secepatnya karena dapat menyebabkan deformitas yang irreversible. Pada kasus ini, diberikan prednisone dosis 45mg/hari4,5,6. Prognosis pada ENL akan baik jika didiagnosis dengan cepat dengan pengobatan yang tepat. Eritema nodosum leprosum ringan dapat menghilang dengan segera, tetapi ENL yang berat dapat menetap selama bertahun-tahun, lesi pada wajah juga dapat berakibat pada mata dengan komplikasi kebutaan.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Hazlianda, Cut Putri. 2014. Reaksi Kusta Tipe 2 Pada Penderita Kusta Multibasiler (MB) Yang Telah Menyelesaikan Terapi MDT-MB. Medan : Departemen Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. 2. Meyerson, Mitchell S. 1996. Erythema Nodosum Leprosum. International Journal of Dermatology, Vol. 35, No.6, Hal. 389 – 392. 3. Kemenkes RI. 2012. Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta : Kementrian kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. 4. Hamzah, M. Syafei. 2016. Hubungan Transforming Growth Factor β Dengan Eritema Nodosum Leprosum Berulang Berdasarkan Immunoglobulin-M anti Phenolic-Glycolipid-1 dan kortisol. Sumatra barat : Universitas Andalas. 5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin Di Indonesia. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). 6. U.S

Food

&

Drug

Administration.

(https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/1998/20785lbl.pdf) diakses pada 11:39 PM, 9 November 2018.

22

Related Documents

Lapsus Kulkel Rev 1.docx
December 2019 18
Lapsus Depresi.docx
December 2019 38
Lapsus Snhl.docx
November 2019 33
Lapsus Paraparese.docx
November 2019 41
Tugas Kulkel Gek.docx
November 2019 18
Lapsus Tulunagung.doc
December 2019 42

More Documents from "Yulia Manawean"