Laporan Seminar Akhir K3.docx

  • Uploaded by: Mohammad Aji
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Seminar Akhir K3.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,287
  • Pages: 37
BAB I PENDAHULUAN

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.1 Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS. 1 Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik, peralatan listrik maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam: 1 1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat-obatan) 2. Bahan beracun, korosif dan kaustik 3. Bahaya radiasi 4. Luka bakar 5. Syok akibat aliran listrik 6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam 7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

BAB II PEMBAHASAN Hasil Observasi Pelaksanaan Kesehatan Kerja Di Bagian Beresiko Tinggi Di RSU Anutapura Palu 1. Instalasi Gawat Darurat (IGD) Prinsip utama IGD: 2 1. Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki kemampuan : a. Melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat b. Melakukan resusitasi dan stabilitasi (life saving). 2. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus dapat memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu. 3. Berbagai nama untuk instalasi/unit pelayanan gawat darurat di rumah sakit diseragamkan menjadi INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD). 4. Rumah Sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus gawat darurat. 5. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 (lima) menit setelah sampai di IGD. 6. Organisasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) didasarkan pada organisasi multidisiplin, multiprofesi dan

terintegrasi, dengan struktur organisasi

fungsional yang terdiri dari unsur pimpinan dan unsur pelaksana, yang bertanggung

jawab dalam pelaksanaan pelayanan

terhadap pasien

gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat (IGD), dengan wewenang penuh yang dipimpin oleh dokter. Persyaratan fisik bangunan IGD: 2 1. Luas bangunan IGD disesuaikan dengan beban kerja RS dengan memperhitungkan kemungkinan penanganan korban massal / bencana.

2. Lokasi gedung harus berada dibagian depan RS, mudah dijangkau oleh masyarakat dengan tanda-tanda yang jelas dari dalam dan luar Rumah Sakit. 3. Harus mempunyai pintu masuk dan keluar yang berbeda dengan pintu utama (alur masuk kendaraan/pasien tidak sama dengan alur keluar) kecuali pada klasifikasi IGD level I dan II. 4. Ambulans/kendaraan yang membawa pasien harus dapat sampai di depan pintu yang areanya terlindung dari panas dan hujan (catatan: untuk lantai IGD yang tidak sama tinggi dengan jalan ambulans harus membuat ramp). 5. Pintu IGD harus dapat dilalui oleh brankar. 6. Memiliki area khusus parkir ambulans yang bisa menampung lebih dari 2 ambulans (sesuai dengan beban RS). 7. Susunan ruang harus sedemikian rupa sehingga arus pasien dapat lancar dan tidak ada “cross infection” , dapat menampung korban bencana sesuai dengan kemampuan RS, mudah dibersihkan dan memudahkan kontrol kegiatan oleh perawat kepala jaga. 8. Area dekontaminasi ditempatkan di depan/diluar IGD atau terpisah dengan IGD. 9. Ruang triase harus dapat memuat minimal 2 (dua) brankar. 10. Mempunyai ruang tunggu untuk keluarga pasien. 11. Apotik 24 jam tersedia dekat IGD. 12. Memiliki ruang untuk istirahat petugas (dokter dan perawat). Berdasarkan hasil penelitian, upaya pencegahan bahaya atau kecelakaan kerja yang terjadi di IGD antara lain: 2 a. Tersedianya alat pemadam kebakaran b. Pelatihan penanggulangan bahaya kebakaran c. Bed-bed pasien dilengkapi dengan pengaman d. Pemeriksaan kesehatan secara berkala

e. Pemantauan aspek-aspek lingkungan kerja seperti pengecekkan suhu kelembaban, pencahayaan ruangan, kebersihan ruangan-ruangan (toilet, tempat cuci alat-alat).

Tabel 1. Daftar tilik hasil observasi di IGD No.

Yang di Nilai

Ya

1.

Pertukaran udara baik

2.

Periode pembersihan AC tiap 3 bulan

3.

Penerangan ruangan cukup



4.

Kebersihan ruangan baik



5.

Sterilisasi ruangan cukup



6.

Kepadatan hunian sesuai



7.

Ada sumber air yang digunakan



8.

Ada tempat cuci tangan, sabun cair, dan larutan antiseptik



9.

Ada SOP memakai APD



10.

Ada SOP penanganan kasus non bedah



11.

Ada SOP penanganan kasus bedah



12.

Ada SOP cuci tangan aseptik



√ √

Tidak

13.

Ada SOP penanganan sampah medik



14.

Ada SOP penanganan sampah tajam



15.

Ada SOP pembersihan ceceran darah



16.

Ada SOP penanganan kecelakaan kerja



17.

Semua SOP dilaksanakan



Masalah : Tempat penyimpanan sampah medik (sampah tajam dan BHP) dan tempat pencucian alat berada didekat dengan tempat tidur pasien



Tempat penyimpanan sampah medik (sampah tajam dan BHP) dan tempat pencucian alat berada didekat dengan tempat tidur pasien

Pada gambar di atas dapat di lihat bahwa masalah yang terdapat pada Instalasi Gawat Darurat (IGD): 1. Tempat penyimpanan sampah medik (sampah tajam dan BHP) dan tempat pencucian alat berada didekat dengan tempat tidur pasien Tabel 2. Pemecahan masalah di Instalasi Gawat Darurat (IGD) No 1.

Penyakit akibat Masalah kerja/penyakit hubungan kerja Hepatitis, HIV Tempat akibat kontak penyimpanan dengan cairan sampah medik tubuh atau darah . (sampah tajam dan BHP)

dan

pencucian berada

tempat alat didekat

dengan tempat tidur pasien

2.

Tidak adanya SOP penanganan sampah medik dan tajam, SOP pembersihan ceceran darah , SOP penanganan kecelakaan kerja.

Hepatitis, HIV akibat kontaminasi dengan bahan tajam , bahaya kerja

Akibat Dapat menjadi media pemaparan atau penularan bagi para pasien, petugas maupun pengunjung oleh agent (komponen penyebab) penyakit yang terdapat di dalam lingkungan rumah sakit. Produktivitas pekerja menurun dan meningkatka n kesakitan pada pekerja

Pencegahan / pemecahan masalah dipisahkan seperti disekat atau dijauhkan tempat penyimpanan sampah medik (sampah tajam dan BHP) dan tempat pencucian alat dari tempat tidur pasien

Membuat ,melaksanakan serta melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan SOP

2. Kamar Bedah Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Pada hakekatnya rumah sakit

berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Untuk optimalisasi hasil serta kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya upaya kesehatan sebagai asas pokok program pembangunan nasional.3 Dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 10 ayat (2) menyebutkan, bangunan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bahwa persyaratan minimal bangunan rumah sakit diantaranya adalah harus memiliki ruang operasi. 3 Ruang operasi rumah sakit merupakan suatu unit khusus di rumah sakit yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan tindakan pembedahan secara elektif maupun akut, yang membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya. Ruang operasi yang memenuhi standar pelayanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.3,4 Kamar bedah ◦

Digunakan sebagai ruang untuk melakukan tindakan operasi dan atau pembedahan.



Luas ruangan harus cukup untuk memungkinkan petugas bergerak sekeliling peralatan bedah.



Kamar bedah harus dirancang dengan faktor keselamatan yang tinggi.



Di kamar bedah, pasien dipindahkan dari stretcher khusus Ruang Operasi ke meja operasi/bedah.



Di kamar ini pasien bedah dilakukan pembiusan (anestesi).



Setelah pasien bedah tidak sadar, selanjutnya proses bedah dimulai oleh Dokter Ahli Bedah dibantu petugas medik lainnya.

Syarat umum kamar bedah:3,4 1. Kamar operasi umum menyediakan lingkungan yang sterile untuk melakukan tindakan bedah dengan pembiusan lokal, regional atau total.

2. Area yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pembedahan umum minimal 42 m2, dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 7m x 6m x 3m. 3. Mempunyai peralatan kesehatan utama minimal yang berada di kamar ini antara lain : 1) 1 (satu) meja operasi (operation table) 2) 1 (satu) set lampu operasi (Operation Lamp), terdiri dari lampu utama dan lampu satelit. 3) 3) 2 (dua) set Peralatan Pendant (digantung), masing-masing untuk pendan anestesi dan pendan bedah. 4) 1 (satu) mesin anestesi 5) Film Viewer 6) 6) Jam dinding. 7) Instrument Trolley untuk peralatan bedah. 8) Tempat sampah klinis. 9) Tempat linen kotor.

Persyaratan Umum Ruang Operasi Sebagai bagian penting dari Rumah Sakit, beberapa komponen yang digunakan pada ruang operasi memerlukan beberapa persyaratan khusus, antara lain:3 (a) Komponen penutup lantai. 1) Lantai tidak boleh licin, tahan terhadap goresan/ gesekan peralatan dan tahan terhadap api. 2) Lantai mudah dibersihkan, tidak menyerap, tahan terhadap bahan kimia dan anti bakteri. 3) Penutup lantai harus dari bahan anti statik, yaitu vinil anti statik. 4) Tahanan listrik dari bahan penutup lantai ini bisa berubah dengan bertambahnya umur pemakaian dan akibat pembersihan, oleh karena itu

tingkat tahanan listrik lantai ruang operasi harus diukur tiap bulan, dan harus memenuhi persyaratan yang berlaku. 5) Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan pemvakuman basah. 6) Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata. 7) Hubungan/ pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan bahan

yang tidak siku, tetapi

melengkung untuk

memudahkan

pembersihan lantai (Hospital plint). 8) Tinggi plint, maksimum 15 cm. (b) Komponen dinding. Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut : 3 1) Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca, tahan bahan kimia, tidak berjamur dan anti bakteri. 2) Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-pori) sehingga dinding tidak menyimpan debu. 3) Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata. 4) Hubungan/ pertemuan antara dinding dengan dinding harus tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan dan juga untuk melancarkan arus aliran udara. (c) Komponen langit-langit. Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut : 3 1) Harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air, tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, tidak berjamur serta anti bakteri. 2) Memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga tidak menyimpan debu. 3) Berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan. 4) Selain lampu operasi yang menggantung, langit-langit juga bisa dipergunakan untuk tempat pemasangan pendan bedah, dan bermacam gantungan seperti diffuser air conditioning dan lampu fluorescent.

5) Kebutuhan peralatan yang dipasang dilangit-langit, sangat beragam. Bagaimanapun peralatan yang digantung tidak boleh sistem geser, kerena menyebabkan jatuhnya debu pengangkut mikro-organisme setiap kali digerakkan.

Scrub Station Scrub station atau scrub up, adalah bak cuci tangan bagi Dokter ahli bedah dan petugas medik yang akan mengikuti langsung pembedahan di dalam ruang operasi. Bagi petugas medik yang tidak terlibat tidak perlu mencuci tangannya di scrub station. Scrub station sebaiknya berada disamping atau di depan ruang operasi. Beberapa persyaratan dari scrub station yang harus dipenuhi, antara lain:3 a) Terdapat kran siku atau kran dengkul, minimal untuk 2 (dua) orang. b) Aliran air pada setiap kran cukup. c) Dilengkapi dengan ultra violet (UV), water sterilizer. d) Dilengkapi dengan tempat cairan desinfektan. e) Dilengkapi sikat kuku.

Tabel 3. Daftar tilik hasil observasi di Kamar Operasi KAMAR BEDAH NO

YANG DI NILAI

YA



a) Pertukaran udara ruangan baik b) pembersihan AC setiap 2 bulan



c) Penerangan ruangan cukup



d) Kebersihan ruangan baik

√ √

e) Kepadatan hunian sesuai standar f) Sterilisasi ruangan cukup



g) Ada kotak P3K



h) Ada SOP pemasangan dan perawatan infuse/transfusi



i) Ada SOP pemasangan dan perawatan kateter tetap



j) Ada SOP pemasangan sungkup anastesi



k) Ada SOP pemakaian gaun operasi steril dan alat



pelindung diri l)

Ada SOP tekhnik operasi

TIDAK



m) Ada SOP perawatan luka operasi



n) Ada SOP penanganan sampah medik



o) Ada SOP penanganan sampah tajam

v

Tempat pembuangan jarum suntik bekas pakai tidak pada wadah khusus

Masalah : 1. lalu lintas kamar operasi tidak teratur dan simpang siur . 2. Kareta dorong pasien sulit bergerak karena lantai banyak yang rusak

Masalah : • ukuran kamar operasi < 6 x 6 m2 • Pintu dibiarkan terbuka selama pembedahan. • suhu udara > 26 C

Pada gambar di atas dapat di lihat bahwa masalah yang terdapat pada kamar bedah: 1) Tempat pembuangan jarum bekas pakai tidak pada wadah khusus. 2) Lalu lintas kamar operasi tidak teratur dan simpang siur . 3) Kareta dorong pasien sulit bergerak karena lantai banyak yang rusak 4) ukuran kamar operasi < 6 x 6 m2 5) Pintu dibiarkan terbuka selama pembedahan. 6) suhu udara > 26 C Tabel 4. Pemecahan masalah di Kamar Bedah No 1.

Penyakit akibat Masalah kerja/penyakit hubungan kerja lalu lintas kamar Resiko operasi tidak teratur ergonomic dan simpang siur menyebabkan kesalahan posisi kerja statis, angkut

Akibat Produktivitas pekerja menurun dan meningkatkan kesakitan pada pekerja

Pencegahan / pemecahan masalah Dibuat ruangan tunggu khusus untuk pasien yang akan menunggu untuk dioperasi.

angkat pasien, menarik dan mendorong Hepatitis, HIV akibat tertusuk jarum

2.

Tempat pembuangan jarum bekas pakai tidak menggunakan wadah khusus (bahaya mekanik)

3.

Kareta dorong pasien sulit bergerak karena lantai banyak yang rusak

4.

ukuran kamar operasi < 6 x 6 m2

5

Pintu dibiarkan Bahaya kimia Perubahan dilakukan terbuka selama dan limbah RS standar suhu sosialisasi pembedahan. kamar op dan kembali terpapar bahan mengenai aturan anestesi pintu kamar diruang bersih operasi harus selalu ditutup dan dilakukan follow up

Kecelakaan pada pekerja

Resiko ergonomic dan bahaya psikososial

Produktivitas pekerja menurun dan meningkatkan kesakitan pada pekerja

Meningkatkan kecacatan/kes akitan pada pekerja

Menyediakan wadahtempat pembuangan jarum bekas pakai yang tebal, tahan bocor, tahan tusukan dan berisi cairan disinfektan. melakukan perbaikan pada lantai yang rusak

Produktivitas 1.Ruang operasi pekerja ditambah menurun dan 2.Kurangi jadwal meningkatkan operasi sesuai kesakitan pada kapasitas ruang pekerja operasi.

3. Ruang Isolasi Penyakit Menular (Pipit) Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan/ penyebaran kuman patogen dari sumber infeksi (petugas, pasien dan pengunjung) ke orang lain.5 Sesuai Rekomendasi WHO dan CDC tentang kewaspadaan isolasi untuk penyakit infeksi airbone yang berbahaya. Kewaspadaan yang perlu dilakukan: 5



Kewaspadaan standar Perhatikan kebersihan tangan sblm dan sesudah kontak dng pasien maupun alat-alat yg terkontaminasi sekret pernapasan.



Kewaspadaan kontak a. Gunakan sarung tangan dan gaun pelindung selama kontak dengan pasien. b. Gunakan peralatan terpisah u/ setiap pasien, seperti: stetoskop, termometer, tensimeter, dll.



Perlindungan mata Gunakan kacamata pelindung atau pelindung muka. Apabila berada pd jarak 1 meter dari pasien.



Kewaspadaan air bone Tempatkan pasien di ruang isolasi airbone, gunakan masker N95 bila memasuki ruang isolasi.

Prinsip Ruang Isolasi Prinsip ruang isolasi:5 1. Setiap pasien dengan penyakit Infeksi menular dan dianggap berbahaya dirawat di ruang terpisah dari pasien lainnya yang mengidap penyakit bukan infeksi. 2. Penggunaan Alat pelindung diri diterapkan kepada setiap pengunjung dan petugas kesehatan terhadap pasien yang dirawat di kamar isolasi. 3. Pasien yang rentan infeksi seperti pasien luka bakar, pasien dengan penurunan sistem imun dikarenakan pengobatan atau penyakitnya, dirawat di ruang (terpisah) isolasi rumah sakit. 4. Pasien yang tidak termasuk kriteria diatas dirawat diruang rawat inap biasa. 5. Pasien yang dirawat dirung isolasi, dapat di dipindahkaa keruang rawat inap biasa apabila telah dinyatakan bebas dari penyakit atau menurut petunjuk dokter penanggung jawab pasien.

Lama Isolasi Lama isolasi tergantung pada jenis penyakit, kuman penyebab dan fasilitas laboratorium, yaitu: 5 1. Sampai biakan kuman negative (misalnya pada difteri, antraks) 2. Sampai penyakit sembuh (misalnya herpes, limfogranuloma venerum, khusus untuk luka atau penyakit kulit sampai tidak mengeluarkan bahan menular) 3. Selama pasien dirawat di ruang rawat (misalnya hepatitis virusAdan B, leptospirosis) 4. Sampai 24 jam setelah dimulainya pemberian antibiotika yang efektif (misalnya pada sifilis, konjungtivitis gonore pada neonatus). Syarat Kamar Isolasi Syarat kamar isolasi:5 a) Lingkungan harus tenang b) Sirkulasi udara harus baik c) Penerangan harus cukup baik d) Bentuk ruangan sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk observasi pasien dan pembersihannya e) Tersedianya WC dan kamar mandi f) Kebersihan lingkungan harus dijaga g) Bebas dari serangga h) Tempat sampah harus ditutup i) Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci dengan memakai disinfektan. Syarat petugas yang bekerja di kamar isolasi:5 a) Cuci tangan sebelum meninggalkan kamar isolasi b) Lepaskan barier nursing sebelum keluar kamar isolasi c) Berbicara seperlunya d) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien

e) Pergunakan barier nursing seperti pakaian khusus, topi, masker, sarung tangan dan sendal khusus f) Cuci tangan sebelum masuk kamar isolasi g) Kuku harus pendek h) Tidak memakai perhiasan i) Pakaian harus rapi dan bersih j) Mengetahui prinsip aseptik/antisptik k) Harus sehat Tabel 5. Faktor resiko di Rumah sakit

Tabel 6. Daftar tilik hasil observasi di ruang isolasi penyakit sangat menular

Check List Pertukaran udara ruangan baik

Tidak baik

Periode pembersihan AC setiap 2 minggu

Tidak ada

Penerangan ruangan

Baik

Kebersihan ruangan

Baik

Kepadatan hunian sesuai standar

Tidak sesuai

Sterilisasi ruangan sesuai standar

Tidak sesuai

Ada tempat cuci tangan dengan sabun antiseptik

Ada

Kotak P3K

Tidak ada

SOP cuci tangan asepsis

Ada

SOP cuci tangan alternative

Ada

SOP managemen kecelakaan kerja

Tidak Ada

SOP pemakaian dan pelepasan pakaian pelindung diri

Ada

SOP pemasangan dan perawatan infus/transfusi darah

Ada

SOP pemasangan dan perawatan kateter tetap

A da

SOP memandikan dan membersihkan penderita

Ada

SOP perawatan penderita penyakit sangat menular

Ada

SOP dilaksanakan dengan baik

Tidak selalu

Tampak APD yang disediakan (masker N95) hanya digunakan oleh kepala ruangan perawat dan dokter, sedangkan petugas lain dan dokter muda hanya menggunakan masker biasa

Tampak mahasiswa hanya menggunakan masker biasa

Tampak baju pelindung tergantung dan jumlahnya tidak sesuai dengan petugas

Masih ada pasien dan pengunjung yang tidak menggunakan masker di ruang isolasi .

Ruangan isolasi terletak dekat dengan bagian- bagian RS dan diapit dengan perumah serta bangunan yang lain sehingga karakteristik pertukaran udara tidak terjamin .

Pada gambar di atas dapat di lihat bahwa masalah yang terdapat pada ruang isolasi penyakit sangat menular: 1) Tampak APD yang disediakan (masker N95) hanya digunakan oleh kepala ruangan perawat dan dokter, sedangkan petugas lain dan dokter muda hanya menggunakan masker biasa . 2) Tampak mahasiswa hanya menggunakan masker biasa 3) Tampak baju pelindung tergantung dan jumlahnya tidak sesuai dengan petugas 4) Masih ada pasien dan pengunjung yang tidak menggunakan masker di ruang isolasi

5) Ruangan isolasi terletak dekat dengan bagian- bagian RS dan diapit dengan perumah serta bangunan yang lain sehingga karakteristik pertukaran udara tidak terjamin . Tabel 7. Pemecahan masalah di ruang isolasi penyakit sangat menular (pipit) Penyakit akibat kerja/penyakit hubungan kerja TB paru akibat inhalasi droplet, HIV akibat tertusuk jarum misalnya; pada saat memasang infus.

Akibat

Pencegahan / pemecahan masalah Memperbanyak jumlah APD dalam hal ini jas dan boot sesuai dengan jumlah petugas di ruang isolasi.

No

Masalah

1.

APD yang disediakan hanya digunakan oleh kepala ruangan perawat dan dokter, sedangkan petugas lain dan dokter muda hanya menggunakan masker biasa. baju pelindung jumlahnya tidak sesuai dengan petugas

2.

Masih ada pasien TB paru akibat dan pengunjung inhalasi droplet yang tidak menggunakan masker di ruang isolasi

3.

Tidak terdapat kotak Resiko Produktivitas Menyediakan P3K kecelakaan kerja pekerja kotak P3K menurun dan beserta isinya meningkatka n kesakitan pada pekerja.

4.

Ruangan isolasi Resiko terletak dekat psikososial dan dengan bagian- bahaya biologis bagian RS dan diapit dengan perumah serta bangunan yang lain

Produktivitas pekerja menurun dan meningkatka n kesakitan pada pekerja.

Angka kesakitan bertambah sehingga memperberat beban kerja.

Produktivitas pekerja menurun dan meningkatka n kesakitan pada pekerja.

Setiap pasien/pengunju ng harus menggunakan masker

penggunaan ventilasi mekanis ( HEPA) pintu kamar pasien harus selalu ditutup dan pasien harus berada di dalam

5.

Tidak adanya SOP Resiko Produktivitas penanganan kecelakaan kerja pekerja kecelakaan kerja. menurun dan meningkatka n kesakitan pada pekerja

kamar. Membuat ,melaksanakan serta melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan SOP

4. Kamar Bersalin Upaya pelayanan ponek:6 1. Stabilisasi di UGD dan persiapan untuk pengobatan definitif 2. Penanganan kasus gawat darurat oleh tim PONEK RS di ruang tindakan 3. Penanganan operatif cepat dan tepat meliputi laparotomi dan SC 4. Perawatan intensif ibu dan bayi 5. Pelayanan asuhan ANC resiko tinggi Kriteria khusus ruangan KB: 6 1. Lokasi berdekatan dengan kamar operasi dan IGD 2. Luas minimal: 6 m2 per orang. Berarti bagi 1 pasien, 1 penunggu dan 2 penolong diperlukan 4 x 4 m2 = 16 m2. 3. Ruangan bersalin tidak boleh merupakan tempat lalu lalang orang. 4. Bila kamar operasi juga ada dalam lokasi yang sama, upayakan tidak ada keharusan melintas pada ruang bersalin. 5. Kamar bersalin harus dekat dengan ruang jaga perawat. 6. Ruang post partum harus cukup luas, standar: 8 m2 per tempat tidur (bed) dalam kamar dengan multibed atau standar 1 bed minimal 10 m2. 7. Jumlah tempat tidur per ruangan maksimal 4 8. Tiap ruangan harus mempunyai jendela sehingga cahaya dan udara cukup. 9. Harus ada fasilitas untuk cuci tangan pada tiap ruangan. 10. ruang isolasi bagi kasus infeksi perlu disediakan seperti pada kamar bersalin.

11. Ruang tunggu bagi keluarga pasien minimal 15 m2, berisi meja, kursikursi serta telepon.

Tabel 8. Daftar tilik hasil observasi di kamar bersalin No.

Yang di Nilai

Ya



1.

Pertukaran udara baik

2.

Periode pembersihan AC tiap 2 bulan



3.

Penerangan ruangan cukup



4.

Kebersihan ruangan baik



5.

Sterilisasi ruangan cukup



6.

Kepadatan hunian sesuai



7.

Ada sumber air yang digunakan



8.

Ada tempat cuci tangan, sabun cair, dan larutan antiseptik

Tidak



9.

Ada SOP memakai APD



10.

Ada SOP penanganan kasus non bedah



11.

Ada SOP penanganan kasus bedah



12.

Ada SOP cuci tangan aseptik



13.

Ada SOP penanganan sampah medik



14.

Ada SOP penanganan sampah tajam



15.

Ada SOP pembersihan ceceran darah



16.

Ada SOP penanganan kecelakaan kerja

17.

Semua SOP dilaksanakan



Tempat pencucian alat kebidanan di campur dengan tempat penyimpanan alat kebersihan (kain pel)

Sirkulasi udara di ruangan kamar bersalin menggunakan AC yang dinyalakan 24 jam tanpa adanya sirkulasi udara langsung dari luar, Exhaust Fan sudah ada tapi belum dipasang di ruangan tersebut.



Pada gambar di atas dapat di lihat bahwa masalah yang terdapat pada kamar bersalin: 1) Tempat pencucian alat kebidanan di campur dengan tempat penyimpanan alat kebersihan (kain pel). 2) Sirkulasi udara di ruangan kamar bersalin menggunakan AC yang dinyalakan 24 jam tanpa adanya sirkulasi udara langsung dari luar, Exhaust Fan sudah ada tapi belum dipasang di ruangan tersebut. Tabel 9. Pemecahan masalah di kamar bersalin No

Masalah

1.

Tempat alat

pencucian

kebidanan di

campur

dengan

tempat penyimpanan alat kebersihan (kain pel)

Penyakit akibat kerja/penyakit hubungan kerja Alat menjadi tidak steril dan menyebabkan resiko psikososial (beban kerja) karena bidan kembali mencuci alat tersebut Resiko psikososial dan ergonomis. Karena kerja menjadi tidak nyaman.

Akibat Produktivitas pekerja menurun dan meningkatka n kesakitan pada pekerja.

Pencegahan / pemecahan masalah Dipisahkan antara ruangan pencucian alat kebidanan dengan ruangan tempat penyimpanan alat kebersihan (kain pel)

2.

Sirkulasi udara di ruangan kamar bersalin menggunakan AC yang dinyalakan 24 jam tanpa adanya sirkulasi udara langsung dari luar, Exhaust Fan sudah ada tapi belum dipasang di ruangan tersebut

Produktivitas pekerja menurun dan meningkatka n kesakitan pada pekerja.

Exhaust Fan dipasang agar sirkulasi udara diruangan tersebut bagus

3.

Tidak ada SOP Resiko Produktivitas pembersihan ceceran kecelakaan kerja pekerja darah dan infeksi menurun dan meningkatka n kesakitan pada pekerja.

Membuat SOP pembersihan ceceran darah

5. Laboratorium Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja (PAK), pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.7 Menurut WHO dari 35 juta pekerja kesehatan, terdapat: 7  3 juta terpajan patogen darah  Lebih dari 90% terjadi di negara berkembang Persyaratan umum konstruksi ruang laboratorium: 7 1. Dinding terbuat dari tembok permanen warna terang, menggunakan cat yang tidak luntur. Permukaan dinding harus rata agar mudah dibersihkan, tidak tembus cairan serta tahan terhadap desinfektan. 2. Langit-langit tingginya antara 2,70-3,30 m dari lantai, terbuat dari bahan yang kuat, warna terang dan mudah dibersihkan. 3. pintu harus kuat rapat dapat mencegah masuknya serangga dan binatang lainnya, lebar minimal 1,20 m dan tinggi minimal 2,10 m. 4. Jendela tinggi minimal 1,00 m dari lantai. 5. Semua stop kontak dan saklar dipasang minimal 1,40 m dari lantai. 6. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, berwarna terang dan tahan terhadap perusakan oleh bahan kimia, kedap air, permukaan rata dan tidak licin. 7. Ruang penerimaan terdiri dari ruang tunggu pasien dan ruang pengambilan spesimen. Masing-masing sekurang-kurangnya mempunyai luas 6 m2. Jenis-jenis kecelakaan yang dapat terjadi di laboratorium: 7 1. Terluka, disebabkan oleh pecahan kaca dan/atau tertusuk benda-benda tajam. 2. Terbakar, disebabkan tersentuh api atau benda panas lain, dan oleh bahan kimia. 3. Terkena Cairan tubuh pasien, secara tidak sengaja dan/atau kecerobohan masuk ke dalam tubuh.

4. Terkena zat Korosif Tabel 10. Perlengkapan Keselamatan dan Keamanan Laboratorium7 No. 1

Alat bantu Pipet

2

Alat Pemadaman Kebakaran

3

Disinfektan

4

Klem Tabung

5

Wadah Khusus Jarum

6

Emergency Shower

7

Perlengkapan PPPK

8

Sarung tangan

9

Masker

10

Jas lab lengan panjang kancing Belakang

11

Wastafel dilengkapi dengan sabun (skin disinfektan) dan air mengalir

LABORATORIUM NO YANG DI NILAI

YA

a) Pertukaran udara ruangan baik



b) pembersihan AC setiap 3 bulan



c) Penerangan ruangan cukup

√ √

d) Kebersihan ruangan baik e) Kepadatan hunian sesuai standar

TIDAK



f) Ada kotak P3K



g) Ada sumber air yang layak pakai



h) Ada SOP cuci tangan aseptik



i) Ada SOP pemakaian alat pelindung diri



j) Ada SOP pengambilan contoh darah



k) Ada SOP pengambilan contoh duh tubuh



penderita laki-laki dan perempuan l)

Ada SOP pengambilan contoh nanah

m) Ada SOP pengambilan contoh urine

√ √

sewaktu dan 24 jam n) Ada SOP pengmbilan contoh sputum



o) Ada SOP pembuangan bahan pemeriksaan

v

1. sampel yang harus dikirim segera dan sampel yang tidak memerlukan pemeriksaan cepat berdekatan sehingga petugas terkadang bingung. 2. Tidak ada tempat khusus untuk sampel cito dan biasa.

Tempat penyimpanan sampah medik (sampah tajam ) berada dekat dengan pasien, reagen dan sampel.

Tempat pembuangan sampah medik disatukan dengan sampah RT

Pada gambar di atas dapat di lihat bahwa masalah yang terdapat pada laboratorium: 1) Sampel yang harus dikirim segera dan sampel yang tidak memerlukan pemeriksaan cepat berdekatan sehingga petugas terkadang bingung. 2) Tidak ada tempat khusus untuk sampel cito dan biasa. 3) Tempat penyimpanan sampah medik (sampah tajam ) berada dekat dengan pasien, reagen dan sampel. 4) Tempat penyimpanan sampah medik disatukan dengan sampah RT.

Tabel 11. Pemecahan masalah di laboratorium No 1.

2.

3.

Penyakit akibat Masalah kerja/penyakit hubungan kerja sampel yang harus Resiko dikirim segera dan psikososial sampel yang tidak (beban kerja) memerlukan pemeriksaan cepat berdekatan sehingga petugas terkadang bingung Tempat penyimpanan sampah medik (sampah tajam ) berada dekat dengan pasien, reagen dan sampel.

Dapat menjadi media pemaparan atau penularan bagi para pasien, petugas maupun pengunjung oleh agent (komponen penyebab) penyakit yang terdapat di dalam lingkungan rumah sakit Tempat Resiko infeksi penyimpanan sebagai bahan sampah medik penularan, disatukan dengan resiko sampah RT kecelakaan kerja

Akibat Produktivitas pekerja menurun

Pencegahan / pemecahan masalah Pemberian label atau tempat khusus untuk sampel cito dan biasa.

Produktivitas pekerja menurun dan meningkatka n kesakitan pada pekerja

tempat sampah medik harus berada dibawah dan jauh dari jangkauan reagen, pasien dan sampel agar tidak terdapat kontaminasi.

meningkatka n kesakitan pada pekerja

dilakukan sosialisasi kembali mengenai aturan pemisahan sampah medik dan sampah RT dan dilakukkan follow up.

6. Radiologi Pelayanan radiologi merupakan pelayanan kesehatan yang menggunakan sinar peng-ion ataupun bahan radioaktif sehingga penggunaan bahan tersebut mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, yaitu dapat sangat berguna bagi

penegakan diagnosa dan terapi penyakit, tapi di sisi lain akan sangat berbahaya bila penggunaannya tidak tepat dan tidak terkontrol.8 Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi dewasa ini telah memungkinkan berbagai penyakit dapat dideteksi dengan menggunakan fasilitas radiologi diagnostik yaitu pelayanan yang menggunakan radiasi pengion dan non pengion. 8 Pelayanan radiologi diagnostik meliputi: 8 1. Pelayanan Radiodiagnostik; adalah pelayanan untuk melakukan diagnosis dengan menggunakan radiasi pengion, meliputi antara lain pelayanan Xray

konvensional,

Computed

Tomography

Scan/CT

Scan

dan

mammografi. 2. Pelayanan

Imejing Diagnostik; adalah pelayanan untuk melakukan

diagnosis dengan menggunakan radiasi non pengion, antara lain pemeriksaan dengan Magnetic Resonance Imaging/MRI, USG. 3. Pelayanan

Radiologi Intervensional; pelayanan untuk melakukan

diagnosis dan terapi intervensi dengan menggunakan peralatan radiologi X-ray (Angiografi, CT). Pelayanan ini memakai radiasi pengion dan radiasi non pengion. Pendekatan yang dipakai dalam menetapkan jenis dan luas ruangan adalah: 8 •

Fungsi ruangan/jenis kegiatan



Proteksi terhadap bahaya radiasi bagi petugas, pasien, lingkungan



Efisiensi Persyaratan ruangan : 8

a. Letak unit/instalasi radiologi hendaknya mudah dijangkau dari ruangan gawat darurat, perawatan intensive care, kamar bedah dan ruangan lainnya. b. Di setiap instalasi radiologi dilengkapi dengan alat pemadam kebakaran dan alarm sesuai dengan kebutuhan. c. Suhu ruang pemeriksaan 20-24 °C dan kelembaban 40 - 60 %.

d. Suhu untuk alat sesuai dengan kebutuhan alat tersebut.

Persyaratan ruangan, meliputi jenis, kelengkapan dan ukuran/luas ruangan yang dibutuhkan sebagai berikut : 8 1. Ketebalan dinding Bata merah dengan ketebalan 25 cm dan kerapatan jenis 2,2 g/cm3, atau beton dengan ketebalan 20 atau setara dengan 2 mm timah hitam (Pb), sehingga tingkat Radiasi di sekitar ruangan Pesawat Sinar-X tidak melampaui Nilai Batas Dosis 1 mSv/tahun (satu milisievert per tahun). 2. Pintu dan ventilasi -

Pintu ruangan Pesawat Sinar-X dilapisi dengan timah hitam

-

Ventilasi setinggi 2 (dua) meter dari lantai sebelah luar agar orang di luar tidak terkena paparan radiasi.

-

Di atas pintu masuk ruang pemeriksaan dipasang lampu merah yang menyala pada saat pesawat dihidupkan sebagai tanda sedang dilakukan penyinaran (lampu peringatan tanda bahaya radiasi).

3. Ruangan dilengkapi dengan sistem pengaturan udara sesuai dengan kebutuhan. 4. Pada tiap-tiap sambungan Pb, dibuat tumpang tindih/overlapping 5. Jenis dan ukuran ruangan : a. Ruang penyinaran/ Ruang X-ray - Ukuran ruangan : sesuai kebutuhan/besarnya alat. - Ruang X-ray tanpa fluoroskopi, minimal: Alat dengan kekuatan s/d 125 KV : 4m (p) x 3m (l) x 2,8m (t) Alat dengan kekuatan >125 KV : 6,5m (p) x 4m (l) x 2,8m (t) - Ruang X-ray dengan fluoroskopi : 7.5m (p) x 5,7m (l) x 2,8m (t) b. Ruang CT Scan - Ukuran : 6m (p) x 4m (l) x 3m (t) - Dilengkapi dengan : Ruang operator Ruang mesin c. Ruang Panoramic-cephalometri

Ukuran : 3 m (p) x 2 m x 2,8 m (t) d. Ruang Ultra SonoGrafi/USG Ukuran : 4m (p) x 3m (l) x 2.7m (t) Dinding : Terbuat dari batu bata, tanpa Pb Perlengkapan : meja/tempat tidur pemeriksaan, Kursi pasien

APD UNTUK PETUGAS

APD untuk petugas sudah memenuhi standar, dimana menurut Kepmenkes No.1014 perlengkapan proteksi radiasi terdiri dari surveimeter, Digital Pocket Dosimeter, Film badge/TLD.

Terdapat kabel telanjang.

Tabel 12. Daftar tilik hasil observasi di bagian Radiologi No.

Yang di Nilai

Ya

1.

Identifikasi pasien



2.

Waktu tunggu hasil ekspertisi



3.

Persentase banyaknya foto yang tidak terbaca

4.

Penggunaan APD



5.

Proteksi radiasi dari segi peralatan



6.

Proteksi radiasi dari segi bangunan: dinding menggunakan PB



No

Masalah

1.

terdapat telanjang

Tidak



Penyakit akibat kerja/penyakit Akibat hubungan kerja kabel Resiko meningkatka kecelakaan kerja n kesakitan pada pekerja

Pencegahan / pemecahan masalah kabel tersebut dilepaskan. Sehingga menghindari dari sengatan listrik.

DAFTAR PUSTAKA 1. Keselamatan dan kesehatan kerja. International labour organization, Jakarta; 2013 [serial online], Available from:URL; http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilojakarta/documents/publication/wcms_237650.pdf (diakses 18 Juni 2016). 2. Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

856/Menkes/SK/IX/2009 Tentang Standar Instalasi Gawat Darurat ( IGD ) Rumah

Sakit.

[serial

online],

Available

from:URL;

http://sardjitohospital.co.id/sardjitowp/wpcontent/uploads/2015/12/kepme nkes-856-thn-2009-standar-IGD.pdf (diakses 18 Juni 2016). 3. Pedoman teknis bangunan rumah sakit ruang operasi. Direktorat bina pelayanan penunjang medik dan sarana kesehatan, direktorat bina upaya kesehatan, Kementerian kesehatan RI; Tahun 2012 [serial online], Available from:URL; http://aspak.buk.depkes.go.id/beranda/download/4.PEDOMAN-TEKNIS-RUANG-OPERASI-.pdf (diakses 19 Juni 2016). 4. Pedomana teknis prasarana rumah sakit sistem instalasi tata udara. Direktorat bina pelayanan penunjang medik dan sarana kesehatan, direktorat bina upaya kesehatan, Kementerian kesehatan RI; Tahun 2012 [serial online], Available from:URL; (diakses 19 Juni 2016). http://aspak.buk.depkes.go.id/beranda/download/11.-PEDOMANTEKNIS-TATA-UDARA-RS.pdf 5. https://galihendradita.wordpress.com/2015/07/05/standar-ruang-isolasirumah-sakit/ 6. Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

1051/Menkes/SK/IX/2008 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) 24 jam di Rumah Sakit

[serial

online],

Available

from:URL;

https://agus34drajat.files.wordpress.com/2010/10/kmk-no-1051_pedomanpelayanan-obstetri-neonatal-emergensi-komprehensif.pdf (diakses 16 Juni 2016).

7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2013 Tentang cara penyelenggaraan laboratorium klinik yang baik [serial online],

Available

from:

URL;

http://labcito.co.id/wp-

content/uploads/2015/ref/ref/PMK_No_43_ttg_Penyelenggaraan_Laborato rium_Klinik_Yang_Baik.pdf (diakses 20 Juni 2016). 8. Keputusan

Menteri

1014/Menkes/SK/XI/2008

Kesehatan Tentang

Republik Standar

Indonesia Pelayanan

Nomor Radiologi

Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan [serial online], Available from:URL;http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream/123456789/80 8/4/BK2008-G33.pdf (diakses 16 Juni 2016).

Related Documents

Laporan Akhir
August 2019 66
Laporan Akhir
May 2020 42
Laporan Akhir 3.docx
December 2019 32

More Documents from "Lingga Endar"