Laporan Praktikum Kesmavet Kel. 3.docx

  • Uploaded by: Serly Apong
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Praktikum Kesmavet Kel. 3.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,375
  • Pages: 20
LAPORAN PRAKTIKUM KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER “ HIGENE DAN SANITASI RUMAH POTONG HEWAN”

KELOMPOK 3 MELLY CH. OUTANG

1609010003

IMANNUEL J. BORITHNABAN

1609010015

YOLANDA H. L. KABOSU

1609010021

MARIA SERLYANTI APONG

1609010023

ANJELIKA MASNENO

1609010041

PEDRO CH. Y. NOPE

1509010037

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2019

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Bali merupakan salah satu bangsa sapi asli di Indonesia yang merupakan hasil domestikasi langsung dari Banteng liar (Martojo, 2003). Beberapa kelebihan dimiliki sapi Bali terutama kemampuan adaptasinya dalam lingkungan dengan ketersediaan pakan berkualitas rendah dan fertilitasnya yang sangat baik. Salah satu tahap yang sangat menentukan kualitas dan keamanan daging dalam mata rantai penyediaan daging adalah tahap di rumah pemotongan hewan (RPH). Di RPH ini hewan disembelih dan terjadi perubahan (konversi) dari otot (hewan hidup) ke daging, serta dapat terjadi pencemaran mikroorganisme terhadap daging, terutama pada tahap eviserasi (pengeluaran jeroan).Rumah potong hewan sendiri adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan desain tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan selain unggas bagi konsumsi masyarakat luas (Rohyati, E., dkk, 2017). RPH yang baik harus berada jauh dari pemukiman penduduk dan memiliki saluran pembuangan serta pengelolaan limbah yang sesuai dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 13/ Permentan / OT.140 /1/2010 tentang persyaratan rumah potong hewan ruminansia dan unit penanganan daging (meat cutting plant) telah ditetapkan persyaratan teknis RPH. RPH merupakan unit pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging yang aman, sehat, utuh dan halal serta berfungsi sebagai sarana untuk melaksanakan : Pemotongan hewan secara benar (sesuai dengan persyaratan kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan syariah agama), tempat melaksanakan pemeriksaan hewan sebelum dipotong (ante-mortem inspection), pemeriksaan karkas dan jeroan (post-mortem inspection) untuk mencegah penularan penyakit zoonosis ke manusia, tempat pemantauan dan surveilans penyakit hewan dan zoonosis yang ditemukan pada pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem guna pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit hewan menular dan zoonosis di daerah asal hewan, melaksanakan seleksi dan pengendalian pemotongan hewan besar betina bertanduk yang masih produktif (Asdar, 2014).

1.2 Tujuan Mengetahui proses penjaminan hygene dan sanitasi di RPH sapi Oeba dan pengangkutan bahan pangan asal hewan

1.3 Waktu Dan Tempat Praktikum Waktu Hari/tanggal

: Sabtu, 16 maret 2019

Pukul

: 01.00- Selesai

Tempat Rumah Potong Hewan (RPH) Sapi Oeba, Kupang

1.4 Materi Dan Metode Materi

: - Alat Tulis - Alat Dokumentasi (Kamera)

Metode : - Melakukan pengamatan mengenai higiene dan sanitasi RPH Sapi - Melakukan wawancara kepada narasumber.

BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 HASIL Fasilitas yang ada pada Rumah Potong Hewan (RPH) Sapi Oeba adalah :

NO 1



Kantor



Kantin



Toilet/Wc



Kandang istirahat hewan



Gudang penyimpanan pakan



Tempat penyimpanan air



Tempat penyembelihan hewan



Kendaraan pengangkut

GAMBAR

KETERANGAN Kandang Istirahat dan fasilitas area penurunan sapi

2

Bak penampungan air

Tempat pemotongan sapi dan ruang

3

pemisahan karkas dan jeroan

4

Alat timbangan daging

5

Pengangkutan daging dengan mobil pick up dan motor

Tempat pembuangan limbah

6

3.2 PEMBAHASAN Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang ada di kota Kupang (RPH Oeba) merupakan Unit Palaksana Teknis Daerah (UPTD) yang berada di bawah Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Pemerintah Kota Kupang. Lokasi RPH berjarak sekitar 10 meter dari pemukiman terdekat dan 70 km dari Pasar Hewan Lili. Kebanyakan hewan yang masuk di RPH sapi Oeba berasal dari Pasar Hewan Lili atau dari para peternak. Jumlah

hewan yang masuk ke RPH sapi Oeba itu tidak menentu, biasanya menjelang hari raya besar banyak sapi yang masuk. Kegiatan penciptaan nilai tambah (value addition activities) lebih banyak terjadi di RPH yang merubah ternak hidup menjadi daging dalam kondisi ASUH, sehingga penjaminan hygiene dan sanitasi dalam teknis pemotongan hewan perlu diperhatikan.

Fasilitas Rumah Potong Hewan (RPH) Sapi Oeba Fasilitas merupakan segala sesuatu yang dapat memudahkan dan melancarkan pelaksanaan suatu usaha. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan fasilitas yang tersedia pada RPH Sapi Oeba adalah sebagai berikut : 1. Kantor, Kantin dan Toilet/WC Dalam PERMENTAN Nomor 13/permentan/ot.140/1/2010 BAB II Pasal 8 disebutkan bahwa minimal bangunan dan tata letak dalam kompleks RPH paling kurang meliputi beberapa bangunan termasuk kantor administrasi dan kantor Dokter Hewan, Kantin, kamar mandi dan WC. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan sudah terdapat bangunan kantor administrasi, Kantin dan juga WC di RPH Sapi Oeba sehingga memudahkan dan melancarkan pelaksanaan teknis RPH sendiri.

Kantor Administrasi

Kantin

WC

2. Kandang Penampungan Sapi Terdapat kandang penampungan dengan kapasitas tampung kurang lebih sekitar 150 ekor sapi dengan lama penampungan 7 hari. Kandang ini berfungsi untuk menampung sapi sebelum disembelih. Perkandangan merupakan segala aspek fisik yang berkaitan dengan kandang dan sarana maupun prasarana yang bersifat sebagai penunjang kelengkapan dalam suatu peternakan (syarif dan Sumoprastowo 1985). Operasional penampungan hewan sementara seperti di Rumah Potong Hewan Oeba tidak memenuhi syarat SNI 01-6159-1999 karena kesejahteraan hewan selama dikandang istirahat tidak terpenuhi. Hewan ditampung dalam kandang yang kapasitas atau daya tampungnya tidak dapat menampung kapasitas pemotongan hewan maksimal setiap hari, tidak tersedianya air minum karena pada kenyataannya tempat air minum tidak di pakai dan hewan cenderung minum air dari aliran air yang melewati kandang. Fasilitas area penurunan sapi sudah terdapat di RPH Oeba sesuai UU No. 13 tahun 2010, hanya saja keutuhan dari lantai penurunan tersebut sudah mulai hancur yang dapat menyebabkan cedera pada hewan. Higienitas dari tempat tersebut kurang baik karena banyak sekali terdapat kotoran sapi dan bekas tanah pada permukaannya.

Area Penurunan Sapi Dan Kandang Penampungan Sapi 3. Ruang Pemotongan Ruang pemotongan dan pemisahan karkas menjadi satu ruangan dengan kondisi yang dinilai kurang baik, ini memungkinkan terkontaminasinya karkas sehingga tidak higenis lagi. Selain itu penerangan pada ruang pemotongan sudah cukup baik. Sanitasi termasuk saluran air sekitar RPH tersedia tetapi dengan kondisi kurang baik. Sumber air utama

adalah sumur dan PDAM yang ditampung ke dalam bak sebelum diambil para pekerja RPH menggunakan ember.

Ruang Pemotongan

Bak Penampungan Air

Menurut syarat SNI 01-6159-1999, bangunan utama RPH harus terdiri dari daerah kotor dan bersih yang terpisah satu sama lain. Daerah kotor merupakan daerah yang digunakan sebagai tempat pemingsanan, pemotongan, pengeluaran darah, tempat penyelesaian proses penyembelihan (pemisahan kepala, kaki sampai karpus dan tarsus, pengulitan, pengeluaran isi dada dan perut), dan tempat pemeriksaan postmortem. Daerah bersih merupakan ruang yang dipakai sebagai tempat pemisahan karkas dari tulang (deboning), tempat pemisahan karkas, penimbangan karkas dan tempat keluar karkas. Selain daerah kotor dan bersih yang harus terpisah, SNI 01-6159-1999 juga mensyaratkan bangunan utama di bangun searah dengan alur proses serta memiliki ruang yang cukup sehingga seluruh kegiatan pemotongan hewan dapat berjalan baik dan higienis. Di RPH Oeba, operasional kegiatan bersih dan kotor menjadi bercampur, hal tersebut dikarenakan RPH Oeba memiliki bangunan utama yang menyimpang dari syarat SNI 01-6159-1999 diatas karena bangunan utamanya dibangun dengan disain satu ruangan dengan tanpa pemisahan ruang kotor dan bersih. Bangunan yang dibangun tidak searah dengan alur proses pemotongan artinya pintu tempat keluarnya karkas dengan pintu masuknya semua pekerja dan hewan potong adalah satu. Operasional seperti seperti yang pada RPH Oeba tersebut, akan menyebabkan terjadinya kontaminasi karena kulit, cairan rumen, darah, dan pekerja dengan pakaiannya merupakan sumber kontaminasi

bagi karkas sehingga karkas yang dihasilkan dan dipasarkan menjadi tidak aman dan tidak sehat untuk dikonsumsi. Lokasi RPH harus sesuai dengan RUTR rencana umum tata ruang wilayah dan kabupaten harus jauh dari pemukiman dan padat penduduk sehingga limbah/kotoran dari RPH tidak menggangu masyarakat di sekitar RPH. Kalau ada sedikit penduduk harus memiliki ijin secara tertulis bahwa RPH tersebut dibangun tidak mengganggu masyarakat sekitarnya. Tetapi letak RPH (sapi) Oeba tidak sesuai dengan persyaratan RPH yang harus jauh dari pemukiman penduduk agar tidak menimbulkan ancaman biologis bagi masyarakat. RPH/TPH bisa menjadi sumber kontaminasi mikroorganisme patogen ternak yang berasal dari suatu daerah endemis penyakit atau dalam keadaan infeksi sub klinis sehingga kemungkinan akan terjadi penularan. Menurut Permentan No. 13 tahun 2010 pasal 22 harus memiliki kapasitas sesuai dengan volume limbah yang dihasilkan, didesain agar mudah diawasi, dirawat tidak menimbulkan bau dan memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan. Selain itu harus sesuai dengan rekomendasi upaya pengelolaan lingkungan dari Dinas yang membidangi fungsi kesehatan lingkungan. RPH Oeba memiliki desain penanganan limbah yang tidak terarah sehingga mengotori lingkungan.

Proses Pemotongan Prosedur standar penanganan dan pengamatan terhadap sapi yang akan dipotong adalah sebagai berikut : Ternak yang datang di RPH diturunkan di tempat penurunan ternak, kemudian digiring ke kandang penampungan dan diikat. RPH Oeba, selain berfungsi sebagai tempat ternak yang diistirahatkan menjelang dipotong juga berfungsi sebagai tempat penampungan ternak yang akan dipotong, sehingga lama penampungan ternak dapat mencapai satu minggu. Ternak yang baru sampai di RPH dan akan dipotong setelah diperiksa oleh petugas (Dokter Hewan) setiap hari (Seharusnya) namun berdasarkan pengakuan dari narasumber bahwa pemeriksaan antemortem dan postmortem nyatanya hanya dilakukan beberapa kali saja dalam seminggu dikarenakan kurangnya petugas berwenang dan padatnya tugas yang ada sehingga pemeriksaan tersebut dijadikan sebagai kontrol saja.

Jika ada hewan yang sakit seperti cacat maka langsung dipotong. Sapi yang akan dipotong digiring dari tempat penampungan ke tempat pemotongan. Selanjutnya ternak dipotong sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh MUI. Sebelum dilakukan pemotongan, selalu melakukan pembacaan doa khusus. Penentuan mengenai apakah ternak sudah mati atau belum sesudah disembelih dilakukan oleh Juru Bantai dengan indikator ternak sudah tidak bergerak lagi. Hewan yang dipotong biasa didapatkan adanya sapi betina yang bunting. Padahal dokter hewan atau petugas kesehatan hewan di RPH bertugas untuk melakukan pemeriksaan pada hewan sebelum dilakukan penyembelihan (antemortem). Pemotongan sapi betina bunting tidak dibenarkan dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2009, akan tetapi di beberapa RPH di Jawa dan Nusa Tenggara terlihat adanya pemotongan sapi betina produktif. Hal tersebut diakibatkan kurangnya pasokan sapi lokal jantan dan lemahnya pengawasan dan pengendalian terhadap pemotongan sapi betina produktif. Proses pengulitan, pemisahan karkas, pengeluaran jeroan di RPH Oeba, semua dilakukan dilantai. Hal ini akan menjadi sumber kontaminasi terhadap karkas yang menyebabkan daging dan karkas menjadi tidak aman, sehat dan halal untuk dikonsumsi. Pemeriksaan jeroan kadang dilakukan dan kadang tidak dilakukan. Untuk pemeriksaan jeroan sendiri dilihat dari kedaan hewan tersebut. Pencucian karkas dilakukan menggunakan air yang berasal dari bak penampungan dan air tersebut berasal dari mata air Oeba. Sanitasi air tersebut kurang baik karena pada bak air terdapat banyak lumut dan merupakan baik air terbuka yang memungkinkan debu dan mikroorganisme berkembang dengan baik pada baik air tersebut.Higienitas daging juga kurang baik karena daging yang dicuci dari sisa darah diletakan begitu saja di atas lantai semen kasar yang dilalui orang-orang. Higienitas para pencuci juga kurang baik, karena menggunakan sandal seadanya bahkan tidak menggunakan sandal, tangan bekas darah dengan bebas dimasukan ke dalam bak air untuk mencuci daging, tanpa menggunakan sarung tangan. Sebelum dan setelah mencuci daging, tidak terlihat adanya pencucian tangan terlebih dahulu oleh petugas. Proses Pemotongan Hewan harus mengikuti kaidah hygiene dan sanitasi yang tercantum dalam Permentan No. 13 tahun 2010 BAB IV Pasal 35 yaitu harus mampu

mampu menjamin proses pembersihan dan sanitasi bangunan, lingkungan produksi, peralatan dan baju kerja karyawan dapat diterapkan secara efektif. Pada setiap pintu masuk bangunan utama, harus memiliki fasilitas untuk mencuci sepatu boot yang dilengkapi dengan sikat sepatu, dan fasilitas untuk menyuci hamakan sepatu boot yang dilengkapi dengan desinfektan (foot dipping). Pada RPH Oeba, Sanitasi bangunan dan air tidak sesuai dengan persyaratan ini. Peralatan hanya dicuci dengan air biasa dan pakaian juru sembelih bukanlah baju kerja khusus melainkan pakaian rumah biasa bahkan ada yang tidak menggunakan pakian (baju). Hanya beberapa yang menggunakan sepatu boot sedangkan lainnya menggunakan sandal bahkan tidak memakai alas kaki. Hal ini dapat menyebabkan daging yang dikonsumsi oleh konsumen membawa bibit penyakit. Peralatan seperti pisau, parang, sarana pencuci tangan, sabun dan lap untuk tangan, lemari dan ruang ganti pakaian karyawan, perlengkapan standar untuk karyawan pada proses pemotongan dan penanganan daging seperti pakaian kerja khusus, apron plastik, penutup kepala, penutup hidung dan sepatu boot yang semuanya merupakan peralatan yang disyaratkan oleh SNI 016159-1999 harus tersedia pada suatu RPH sehingga daging kualitas ASUH dapat di capai (BSN, 1999). Akan tetapi pada kenyataanya operasional pemotongan dan penanganan karkas di RPH Oeba dilakukan dengan menggunakan peralatan seperti pisau dan parang dibawa oleh masing-masing operator penyembelihan dan tidak diketahui secara pasti kebersihan alat tersebut. Sebelum dan sesudah pemotongan sapi semua alat yang digunakan (pisau dan parang) hanya dibersihkan dengan air tanpa menggunakan desinfektan. Menurut Permentan No. 13 Tahun 2010 pasal 35, RPH harus memiliki fasilitas cuci tangan yang dilengkapi dengan air hangat, sabun dan desinfektan serta didesain tidak dioperasikan menggunakan tangan atau tidak kontak langsung dengan telapak tangan. Pada RPH Oeba, karyawan tidak mencuci tangan dengan sabun atau desinfektan melainkan hanya dengan air yang ada, serta operasi pemotongan dilakukan dengan kontak langsung tangan. Karyawan yang tidak hygienis tersebut menyebabkan daging yang berasal dari RPH menjadi tidak higienis pula untuk dikonsumsi. Menurut Permentan No. 13 Tahun 2010 pasal 35, peralatan seperti pisau harus disucihamakan dengan air bertemperatur kurang dari 82oC yang memenuhi persyaratan

baku mutu air bersih dan metodesterilisasi yang efektif. Yang terjadi di RPH Oeba, pisau dibersihkan dengan air biasa yang tersedia tanpa sterilisasi yang efektif. Walaupun begitu, pisau tersebut cukup tajam untuk memotong hewan dan menyembelih hewan sekali babat. Menurut Permentan No. 13 Tahun 2010 pasal 35, lingkungan harus dilakukan proses pembersihan dan desinfeksi secara menyeluruh serta menjaga lingkungan dari sampah, kotoran dan sisapakan. Pada RPH Oeba, lingkungan setelah pemotongan hanya dibersihkan dengan air yang tersedia tanpa desinfektan. Pada selokan terdapat banyak sampah dan sisapakan, walaupun terlihat terdapat beberapa tempat sampah. Menurut Permentan No. 13 Tahun 2010, setelah pemotongan, harus dilakukan pemeriksaan post-mortem, namun pada RPH Oeba, setelah pemotongan, dilakukan pencucian dengan air yang tersedia lalu dimasukan ke mobil pengangkut tanpa ada pemeriksaan dari dokter hewan yang ada.

4. Alat Transportasi Daging Transportasi daging keluar RPH ditanggung/dilaksanakan sendiri oleh pemilik sapi dan pedagang pengecer daging. Alat angkut biasa memang sering dibersihkan, tetapi dibersihkan 2 atau 3 kali setelah pemakaian. Pembersihan biasa dlakukan dengan menggunakan deterjen.

Alat Angkut Karkas

Tempat Pembuangan Limbah

Menurut Permentan No. 13 tahun 2010 pasal 22 harus memiliki kapasitas sesuai dengan volume limbah yang dihasilkan, didesain agar mudah diawasi, dirawat tidak menimbulkan bau dan memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan. Selain itu harus sesuai dengan rekomendasi upaya pengelolaan lingkungan dari Dinas yang membidangi fungsi kesehatan lingkungan. RPH Oeba memiliki desain penanganan limbah yang kurang terarah sehingga mengotori lingkungan sekitar.

Tempat pebuangan limbah

Distribusi Hasil Olahan RPH Menurut Permentan RI No 95 tahun 2012, cara yang baik dalam pengangkutan produk Hewan dilakukan dengan penjaminan kebersihan alat angkut; penjaminan kesehatan dan kebersihan personel; pencegahan tercemarnya produk Hewan dari bahaya biologis, kimiawi, dan fisik; pemisahan produk Hewan yang Halal dari produk Hewan atau produk lain yang tidak Halal; penjaminan suhu ruang alat angkut produk Hewan yang dapat menghambat perkembangbiakan mikroorganisme; dan pemisahan produk Hewan dari Hewan dalam pengangkutannya. Di RPH Oeba, karkas dan daging dikemas menggunakan karung-karung, plastik dan kadang juga didistribusikan tanpa adanya perlakuan pengemasan terlebih dahulu. Seharusnya karkas ataupun daging dikemas dengan pengemasan yang terbuat dari bahan yang aman, sehat dan halal. Distribusi hasil olahan RPH Oeba dilakukan dengan menggunakan sepeda motor dan mobil-mobil bak terbuka maupun mobil bak tertutup. Karkas dan daging disimpan di mobil dengan menggunakan alas seperti terpal dan ada

yang tanpa menggunakan alas. Hal ini akan menyebabkan kemungkinan kontaminasi terhadap karkas dan daging sangat besar. Distribusi karkas dan daging dengan cara seperti ini akan menyebabkan masa simpan daging menjadi pendek atau pembusukkan daging dipercepat. Distribusi dilakukan dengan menggunakan mobil yang sama selama ± 3 kali, sehingga mobil yang digunakan tanpa alas hanya dibersihkan dengan air. Berdasarkan persyaratan SNI 01- 6159-1999, seharusnya distribusi hasil olahan RPH dilakukan dengan menggunakan kendaraan boks khusus pengangkut daging yaitu boks yang tertutup, lapisan dalam boks pada kendaraan pengangkut daging terbuat dari bahan tidak toksik, mudah dibersihkan dan didisinfeksi, tidak korosif, mudah dirawat serta mempunyei sifat insulasi yang baik, dilengkapi dengan alat pendingin yang dapat memperthankan suhu bagian dalam daging segar +7°C dan suhu bagian dalam jeroan +3°C. Suhu ruangan dalam Boks pengangkut daging beku maksimum -18°C, dibagian dalam boks dilengkapi alat penggantung karkas dan kendaraan pengangkut terpisah dari pengangkut daging babi. Pengangkutan daging dan karkas yang menggunakan kendaraan seperti inilah yang akan menjaga daging dan karkas tetap segar, bersih, aman untuk dikonsumsi manusia. Jadi distribusi karkas dan daging di RPH Oeba belum dilakukan dengan baik. Hal ini dikarenakan distribusi dilakukan tanpa menggunakan kendaraan boks khusus pengangkut daging, menggunakan mobil bak terbuka serta tanpa menggunakan alas. Sehingga hal tersebut dapat mempercepat perkembangbiakan mikroorganisme serta kontaminasi terhadap karkas dan daging sangat besar.

Gambar mobil bak tertutup tanpa alas sebagai salah satu alat transportasi yang digunakan dalam distribusi karkas dan daging

Gambar mobil bak terbuka dengan menggunakan alas (terpal) sebagai salah satu alat transportasi yang digunakan dalam distribusi karkas dan daging

Gambar salah satu alat transportasi (motor) yang digunakan dalam distribusi karkas dan daging

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN Rumah Pemotongan Hewan (RPH) RPH yang ada di kota Kupang (RPH Oeba) merupakan UPTD (Unit Palaksana Teknis Daerah) yang berada di bawah Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Pemerintah Kota Kupang. Menurut syarat SNI 01-6159-1999, bangunan utama RPH harus terdiri dari daerah kotor dan bersih yang terpisah satu sama lain. Daerah kotor merupakan daerah yang digunakan sebagai tempat pemingsanan, pemotongan, pengeluaran darah, tempat penyelesaian proses penyembelihan (pemisahan kepala, kaki sampai karpus dan tarsus, pengulitan, pengeluaran isi dada dan perut), dan tempat pemeriksaan postmortem. Daerah bersih merupakan ruang yang dipakai sebagai tempat pemisahan karkas dari tulang (deboning), tempat pemisahan karkas, penimbangan karkas dan tempat keluar karkas. Selain daerah kotor dan bersih yang harus terpisah, SNI 01-6159-1999 juga mensyaratkan bangunan utama di bangun searah dengan alur proses serta memiliki ruang yang cukup sehingga seluruh kegiatan pemotongan hewan dapat berjalan baik dan higienis.

4.2 SARAN Sebaiknya RPH sapi Oeba lebih memperhatikan hygene dan sanitasinya baik higiene personal maupun sanitasi area RPH, agar daging yang berasal dari RPH terjamin mutu dan kualitasnya sehingga baik untuk dikonsumsi masyarakat serta lebih mempehatikan tempat pembuangan limbah sehingga lebih tersalur dengan baik karna hal ini akan berdampak pada lingkungan sekitar.

DAFTAR PUSTAKA Asdar, Z. 2014. Analisis Proses Pengelolaan Pemotongan Sapi Dan Kebau Di Rumah Potong Hewan Tamangapa Kecamatan Manggala Makassar. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin : Makassar. Badan Standardisasi Nasional-BSN, 1999. SNI 01-6159-1999. SNI Rumah Potong Hewan (RPH),Rumah Potong Unggas (RPU) dan HACCP.Jakarta Handiwirawan, E dan Subandriyo. 2004. Potensi Dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Bali. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan : Bogor. Kartasudjana R. Proses Pemotongan Ternak Di RPH. Modul Budi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional; 2011 Kementerian

Pertanian

Republik

Indonesia

Nomor

13/permentan/OT.140/1/2010/

Tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan

Daging

(meat cutting plant). Jakarta. Lestari, P.T.B.A., 1994. Rumah Pemotongan Hewan Ruminansia Indonesia. P.T. Bina

Aneka

Lestari. Jakarta. Martojo H. 2003. A Simple Selection Program for Smallholder Bali Cattle Farmers.In : Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia. K. Entwistle and D.R. Lindsay (Eds). ACIAR Proc. No. 110. Canberra. Manual Kesmavet, 1993. Pedoman Pembinaan Kesmavet. Direktorat Bina Kesehatan Direktorat

Jenderal

Peternakan,

Departemen

Pertanian.

Jakarta.

Hewan asi

dan

Pengembangan Sapi Lokal.; 2013:1–14. Rohyati, E., dkk. 2017. Kajian Kelayakan Operasional Rumah Pemotongan Hewan (Rph) Oeba Pemerintah Kota Kupang Nusa Tenggara Timur Dalam Menghasilkan Daging Dengan Kualitas Asuh. Politeknik Pertanian Negeri Kupang : Kupang. Tawaf R, Rachmawan O, Firmansyah C. Pemotongan Sapi Betina Umur Produktif Dan Kondisi RPH Di Pulau Jawa Dan Nusa Tenggara. In: Workshop Nasional: Konserv Lawrie R.A. 2003. Ilmu Daging. Penerjemah Aminuddin Parkkasi. UI Press. Jakarta

Tolistiawaty, I., Widjaja, J., Isnawati, R dan Lobo, LT. 2015. Gambaran Rumah Potong Hewan/Tempat Pemotongan Hewan di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Jurnal Vektor Penyakit, 9(2), 45–52 .

LAMPIRAN Kuisioner NO

Pertanyaan

Jawaban

1.

Jenis alat angkut hewan apa yang biasa digunakan ?

Mobil pick up/ Truck

2.

Apakah alat angkut hewan hidup sama dengan karkas ?

Tidak

3.

Apakah alat angkut yang digunakan sering dibersihkan ?

Ya

4.

Seberapa sering alat angkut tersebut dibersikan ?

Pembersihan dilakukan setelah 3x pengangkutan

5.

Apakah saat dibersikan menggunakan deterjen atau hanya

Air mengalir biasa

menggunakan air biasa ?

6.

Dari mana asal hewan ?

Dari pasar hewan Lili

7.

Apakah sebelum dilakukan pemotongan , hewan-hewan

Ya

tersebut terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan ?

8.

Siapa yang melakukan pemeriksaan tersebut ?

Dokter hewan

9.

Jika hewan sakit, dimanakah hewan di tempatkan atau apakah

Tidak

diisolasikan ke tempat Khusus ?

10.

Hewan yang di temukan sakit, apakah tetap dilakukan

Ya

pemotongan ?

11.

Apakah sebelum dan setelah dilakukan pemotongan, peralatan dan ruang pemotongan dibersihkan ?

Ya

12.

Dimanakah tempat pembuangan limbah hasil pemotongan ?

Tempat penampungan

13.

Dari mana sumber air yang digunakan ?

Sumur dan PDAM

14.

Apakah sebelum melakukan pemotongan, anda mencuci

Ya

tangan terlebih dahulu ?

15

Apakah sebelum dilakukan pemotongan ada doa khusus ?

Ya

16.

Apakah setelah dilakukan pemotongan dilanjutkan

Tidak

pemeriksaan kaskas dan jeroan ?

Related Documents


More Documents from "anggel"