Laporan Kesmavet Telur Asin.pdf

  • Uploaded by: VennaOktaviaAnggraini
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kesmavet Telur Asin.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 3,266
  • Pages: 19
LAPORAN KEGIATAN PPDH ROTASI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER yang dilaksanakan di LABORATORIUM KESMAVET FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

PENGUJIAN BAHAN PANGAN ASAL HEWAN (TELUR ASIN)

\\\

Oleh : Sandra Rini Sulistyaningtyas S.KH NIM. 170130100111034

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018

DAFTAR ISI DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii DAFTAR TABEL….............................................................................................iii BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1 Latar belakang .................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2 1.3 Tujuan .............................................................................................................. 2 1.4 Manfaat ............................................................................................................ 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3 2.1 Telur ................................................................................................................. 3 2.2 Telur Asin ........................................................................................................ 4 BAB 3 METODOLOGI ....................................................................................... 6 3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................................... 6 3.2 Peserta dan Pembimbing .................................................................................. 6 3.3 Metode Kegiatan .............................................................................................. 6 3.4 Metode dan Prosedur Pengujian....................................................................... 6 3.4.1 Uji Organoletik.............................................................................................. 6 3.4.2 Uji Mikrobiologi ........................................................................................... 6 3.4.2.1 Uji TPC ...................................................................................................... 6 3.4.2.2 Uji Salmonella sp. ...................................................................................... 7 3.4.2.3 Uji Staphylococcus. .................................................................................... 7 3.4.2.4 Uji Koliform (MPN) .................................................................................. 8 3.4.2.5 Uji E. Coli. ................................................................................................. 8 3.4.3 Uji Cemaran Yeast dan Mold ........................................................................ 9 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN…............................................................10 BAB 5 PENUTUP….............................................................................................14 DAFTAR PUSTAKA….......................................................................................15

ii

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Standar Mutu Telur Asin (SNI 01 4277 1996) ................................ 4 Tabel 4.1 Hasil Uji ........................................................................................... 9

iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Bahan pangan asal hewan merupakan sumber protein terbesar yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia, maka bukanlah suatu hal yang ganjil bila konsumsi pangan asal hewan juga akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan dan pertambahan populasi masyarakat di Indonesia. Beberapa contoh produk pangan asal hewan diantaranya daging, susu, telur. Pengolahan produk telur diantaranya dengan pengawetan. Prinsip dalam pengawetan telur segar adalah mencegah penguapan air dan terlepasnya gas-gas lai dari dalam isi telur, serta mencegah masuk dan tumbuhnya mikroba di dalam telur selama mungkin. Pengawetan telur yang sering dijumpai di masyarakat adalah telur asin. Telur asin adalah diawetkan dengan cara diasinkan (diberikan garam berlebih untuk menonaktifkan enzim enzim pembusuk. Telur bebek umumnya berukuran besar dan kerabang berwarna putih sampai hijau kebiruan. Telur asin meskipun telah mengalami pengawetan dan memiliki daya simpan lebih lama disbanding telur mentah namun penggunaannya tetap perlu mendapatkan pengawasan untuk menjaga mutu dan keamanannya. Telur yang telah diasinkan tetap memiliki potensi menyebarkan penyakit atau disebut dengan istilah food born disease. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu tindakan untuk mempertahankan kualitas dari telur tersebut, sehingga aman dikonsumsi masyarakat. satu tugas dokter hewan dalam menjaga kesehatan masyarakat veteriner adalah dengan melakukan pengawasan dan tindakan terhadap terciptanya keamanan produk pangan asal hewan, termasuk telur asin. Pemeriksaan tersebut bertujuan agar dapat mengetahui tingkat kelayakan dan keamanan sebuah produk asal hewan ataupun olahannya untuk dikonsumsi oleh manusia. Oleh karena itu dalam kegiatan PPDH ini dilakukan pengujian beberapa produk telur yaitu telur asin sebagai salah satu upaya menjaga keamanan produk pangan asal hewan.

1

1.2 Rumusan Masalah Apakah telur asin yang di uji memiliki mutu dan kualitas yang baik sehingga dapat diiketahui apakah masih aman untuk dikonsumsi masyarakat sesuai dengan standar SNI-01-4277-1996 1.3

Tujuan Mengetahui mutu dan kualitas telur asin sehingga dapat diiketahui apakah telur asin tersebut masih aman untuk dikonsumsi masyarakat sesuai dengan standar SNI-01-4277-1996

1.4

Manfaat 1.

Mampu menguji dan memutuskan mutu dan kualitas telur asin sehingga telur asin dinyatakan aman, sehat, utuh dan halal untuk konsumsi masyarakat

2.

Mengetahui dan memahami prosedur pengujian produk pangan asal hewan khususnya telur asin

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telur Menurut SNI 3926:2008, telur ayam konsumsi adalah telur yang tidak mengalami

proses,fortifikasi,

pendinginan

pengawetan

dan

proses

pengeraman.Telur ayam ras merupakan telur yang paling umum dikonsumsi dan sangat bernutrisi tinggi. Telur ayam ras banyak mengandung berbagai jenis protein berkualitas tinggi. Pada albumen mengandung lima jenis protein yaitu ovalbumin,

ovomukoid,

ovomucin,

ovokonalbumin,

dan

ovoglobulin,

sedangkan pada yolk terdiri dari dua macam, yaitu ovovitelin dan ovolitelin. Ovovitelin adalah senyawa protein yang mengandung fosfor (P), sedangkan ovolitelin sedikit mengandung fosfor tapi banyak mengandung belerang (S) (Sudaryani, 2003) Pengawetan telur utuh bertujuan untuk mempertahankan mutu telur segar. Prinsip pengawetan telur segar adalah mencegah penguapan air dan terlepasnya gas-gas dari dalam isi telur, serta mencegah masuk dan tumbuhnya mikroorganisme di dalam telur selama mungkin. Pengawetan dapat dilakukan dengan cara menutup pori-pori kulit telur atau mengatur kelembaban dan kecepatan aliran udara dalam ruangan penyimpanan. Penutupan pori-pori kulit telur dapat dilakukan dengan menggunakan larutan kapur, parafin, minyak nabati (minyak sayur), air kaca (water glass), dicelupkan dalam air. Sebelum dilakukan prosedur pengawetan, perlu diperhatikan kebersihan kulit telur. Pembersihan kulit telur dapat dilakukan dengan cara merendam telur dalam air bersih, dapat diberi sedikit detergen atau Natrium hidroksida (soda api). Kemudian dicuci bersih sehingga kotoran yang menempel hilang atau denga mencuci telur dengan air mengalir hangat suam-suam kuku (sekitar 60oC) (Koswara, 2009)

3

2.2 Telur Asin Menurut Standar nasional definisi telur asin adalah telur itik / bebek yang telah diasinkan dengan proses tertentu dan belum dimasak. Garam merupakan faktor utama dalam proses pengasinan telur berfungsi sebagai bahan pengawet untuk mencegah pembusukan telur, sehingga meningkatkan daya simpannya. Semakin tinggi kadar garam yang diberikan dalam proses pengasinan telur maka semakin meningkatkan daya simpannya. Namun, tingginya kadar garam yang digunakan akan menyebabkan banyaknya jumlah garam yang masuk ke dalam isi telur. Hal ini ditandai semakin asinnya telur yang diberikan jumlah garam yang tinggi dalam proses pengasinan. Penambahan garam dalam jumlah tertentu pada suatu bahan pangan dapat mengawetkan bahan pangan tersebut. Hal ini disebabkan adanya kenaikan tekanan osmotik yang menyebabkan plasmolisis sel mikroba (sel mengalami dehidrasi atau keluarnya cairan dari sel) dan sel menjadi peka terhadap CO2. Penambahan garam juga akan mengurangi oksigen terlarut, menghambat kerja enzim, dan menurunkan aktivitas air (aw atau kandungan air bebas dalam bahan pangan). Pengasinan merupakan proses penetrasi garam ke dalam bahan yang diasin dengan cara difusi setelah garam mengion menjadi Na+ dan Cl-. Laju difusi tergantung perbedaan tekanan osmosis antara isi telur dan kandungan garam dalam adonan. Makin besar perbedaannya, makin cepat laju difusi yang terjadi. Laju difusi mendapat hambatan dari lapisan kapur pada kulit dan lemak pada kuning telur (Koswara,2009). Tabel 2.1 Mutu Telur asin menurut standar nasional SNI-01-4277-1996 No

Jenis Uji

1

Keadaan -Bau Normal -Warna Normal -Penampakan Normal Garam Min 2,0 Cemaran Mikroba:  Salmonella  Negatif  Staphyloccocus aurous  < 10 koloni/g  TPC  Maks 1x105 koloni/g  Yeast dan Mold  Negatif

2 3

Standar (SNI-01-4277-1996)

4

Kualitas telur ditentukan oleh dua faktor, yakni kualitas luarnya berupa kulit cangkang dan isi telur. Kualitas luar ini bisa berupa bentuk, warna, tekstur, keutuhan, dan kebersihan kulit cangkang. Sedangkan yang berkaitan dengan isi telur meliputi kekentalan putih telur, warna dan posisi telur, serta ada tidaknya noda-noda pada putih dan kuning telur. Dalam kondisi baru, kualitas telur tidak banyak mempengaruhi kualitas bagian dalamnya. Jika telur tersebut dikonsumsi langsung, kualitas telur bagian luar tidak menjadi masalah. Tetapi jika telur tersebut akan disimpan atau diawetkan, maka kualitas kulit telur yang rendah sangat berpengaruh terhadap awetnya telur. Kualitas isi telur tanpa perlakuan khusus tidak dapat dipertahankan dalam waktu yang lama. Dalam suhu yang tidak sesuai, telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari dua minggu. Kerusakan ini biasanya ditandai dengan kocaknya isi telur dan bila dipecah isinya tidak mengumpul lagi

5

BAB 3 METODOLOGI 3.1

Waktu dan Tempat Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) rotasi Kesehatan Masyarakat Veteriner (KESMAVET) dilakukan mulai tanggal 13 sampai 24 Agustus 2018 yang bertempat di Laboratorium Kesehatan Masyarakat (Kesmavet) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang.

3.2

Peserta Dan Pembimbing Peserta

koasistensi

rotasi

Kesehatan

Masyarakat

Veteriner

(KESMAVET) adalah mahasiswa PPDH FKH Universitas Brawijaya. Nama

: Sandra Rini Sulistyaningtyas, S.KH

NIM

: 170130100111034

yang berada dibawah bimbingan drh. Fidi Nur Aini, M.Si 3.3

Metode kegiatan Metode

yang

digunakan

dalam

koasistensi

di

Laboratorium

KESMAVET adalah pengujian terhadap sampel telur asin didapatkan dari pasar Blauran Salatiga dan melaksanakan diskusi dengan dokter hewan pembimbing koasistensi. 3.4

Metode dan Prosedur Pengujian

3.4.1

Uji Organoleptik

Alat dan bahan: cawan petri dan sampel telur asin. Prosedur pada pengujian ini adalah produk sampel telur asin yang telah dikupas ditaruh pada cawan petri. Setelah itu diamati warna kemudian dicium baunya dan dicatat. Interpretasi: telur dianggap memiliki kualitas baik jika tidak ditemukan perubahan warna, bau, dan konsistensi (SNI 01-2891-1992) 3.4.2 3.4.2.1

Pemeriksaan Mikrobiologi Telur Pemeriksaan Mikrobiologi Metode TPC

Alat dan bahan: sampel telur asin, cawan petri, pipet ukur steril 1 ml, tabung reaksi, gunting, pinset, pembakar bunsen, inkubator, autoclave, colony counter, gelas piala, stirrer, Vortex, kertas tissue, buffer

6

pepton water (BPW) 0,1%, plate count agar (PCA), dan alkohol 70% Prosedur :Siapkan 1 gram sampel telur asin. Dibuat pengenceran 1:10 dengan cara mengambil 1 gram sampel tersebut ke dalam 9 ml BPW 0,1% lalu dihomogenkan. Dibuat pengenceran 1:100 (10-2) dengan cara pipet 1 ml larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam 9 ml pengencer steril lalu homogenkan. Kemudian dilanjutkan dengan pengenceran 1:1000 (10-3) dengan cara memindahkan 1 ml dari pengenceran 10-1 ke dalam 9 ml larutan BPW 0,1%. Dilakukan untuk pengenceran selanjutnya dengan cara sama. Untuk telur pengenceran cukup sampai 10-6. Selanjutnya, diambil 1 ml dan dipupuk pengenceren ke 10-4, 10-5, 10-6 kedalam cawan petri dengan menggunakan pipet. Kemudian dituang media PCA cair steril sebanyak 10-20 ml ke dalam cawan petri. Selanjutnya cawan petri digerak gerakan secara melingkar agar media merata. Dibiarkan media memadat kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-36 jam. Dihitung koloni yang tumbuh dengan menggunakan colony counter 3.4.2.2 Uji Salmonella Alat dan bahan: koloni bakteri Salmonella pada media PCA, kawat ose, bunsen, cawan petri, inkubator, sampel telur asin, dan media Salmonella Shigella Agar (SSA) Prosedur: Diambil sampel dari pengenceran 10-1 dengan kawat ose kemudian diinokulasikan di cawan petri yang telah terisi media Salmonella Shigella Agar (SSA). Diinkubasi cawan petri dalam inkubator pada suhu 34-36ºC selama 24-36 jam dengan meletakkan cawan pada posisi terbalik. Dilihat adanya koloni setelah diinkubasi selama 24-36 jam. Hasil menunjukan positif apabila koloni yang tumbuh berwarna hitam. 3.4.2.3 Uji Staphylococcus Alat dan bahan: koloni bakteri Staphylococcus pada media PCA, kawat ose, bunsen, cawan petri, inkubator, dan media Manitol Salt Agar (MSA)

7

Prosedur: Diambil sampel dari pengenceran 10-1 dengan kawat ose kemudian diinokulasikan di cawan petri yang telah terisi media Manitol Salt Agar (MSA). Diinkubasi cawan petri dalam inkubator pada suhu 34-36ºC selama 24-36 jam dengan meletakkan cawan pada posisi terbalik. Dilihat adanya koloni setelah diinkubasi selama 24-36 jam. Hasil menunjukan postif apabila koloni yang tumbuh berwarna kuning. 3.4.4.4 Perhitungan Jumlah Koliform (Total Koliform) dengan Metode Most Probable Number (MPN) Alat dan bahan: cawan petri, pipet ukur steril 1 ml, tabung reaksi, tabung durham, lactose broth, pembakar bunsen, inkubator, autoclave, EMBA (Eosin Methylene Blue Agar) sampel telur asin. Prosedur:Siapkan lima seri tabung yang masing-masing terdiri dari 3 tabung steril, tiap tabung berisi 9 ml media lactose broth (LB). Masukan tabung durham pada masing masing tabung. Selanjutnya masukan sampel ke dalam tabung seri pertama masing masing 1 gram. Kemudian pupuklah pengenceran 10-1 dari metode TPC kedalam tabung seri ke dua, lakukan hal yang sama dengan memupuk pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, masing masing pada tabung seri ke 3, 4 dan 5. Semua tabung diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam, setalah diinkubasi diamatai adanya pertumbuhan bakteri koliform dengan melihat terbentuknya gas pada tabung durham. Dari jumlah tabung yang terdapat pertumbuhan bakteri koliform dapat diperkirakan jumlah bakteri yang terdapat pada sampel menggunakan metode MPN menggunakan tabel Mc.Crady. 3.4.2.5 Uji E.coli Untuk mengkonfirmasi adanya pertumbuhan bakteri E.coli maka dilakukan penanaman pada media EMBA langkah pertama adalah mengambil 1-2 ose inokulum bakteri pada tabung yang positif terdapat produksi gas dari uji MPN. Kemudian di tanam pada EMBA dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Hasil kolini bakteri E.coli tumbuh berwarna kehijauan dengan kilat metalik.

8

3.4.3 Uji Cemaran Yeast dan Mold Alat dan bahan: timbangan, cawan petri, media Saboraud’s Dextrose Agar (SDA), dan sampel telur asin Prosedur: sampel diinokulasikan di atas media SDA yang telah ditambahkan antibiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri. kemudian media SDA disimpan pada suhu ruang. Diperiksa adanya pertumbuhan kapang setelah 3 hari.

9

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel Asal Kemasan Tgl Pembelian

: Telur Asin : Pasar Blauran Salatiga : Plastik : 7 Agustus 2018

Tabel 4.1 Hasil Uji NO Pengujian 1.

Standart Hasil

Hasil

Bau

Normal

Normal

Rasa

Normal

Normal

Warna

Normal

Normal

Konsistensi

Normal

Normal

Pemeriksaan Organoleptik

2.

pH

3.

Pengujian Mikrobiologi

4.

8 (pH indikator)

Total Plate Count (TPC)

1 x 105 koloni/g

3,2 x 106

Salmonella sp

Negatif

Negatif

E.colli

Negatif

Negatif

Uji Yeast and Mold

Negatif

Negatif

Pemeriksaan telur asin dimulai dari pemeriksaan fisik telur asin, telur asin berwarna biru kehjijauan khas pada telur bebek, bentuk oval, dan tidak terdapat bercak ataupun kotoran pada cangkang. Setelah pemeriksaan fisik, telur dibelah menggunakan pisau untuk melihat keadaan dalam telur asin. Telur asin memiliki bau khas seperti telur rebus, memiliki rasa yang normal, yaitu seperti telur rebus dan asin. Rasa asin muncul karena penambahan garam. Garam sekaligus sebagai bahan pengawet karena garam mampu menyerap air dari dalam telur. Garam akan masuk kedalam telur melalui pori-pori kulit telur menuju ke putih telur, lalu ke kuning telur. Garam akan menarik air yang dikandung telur. Warna kuning telur berwarna kuning, dan pada putih telur berwarna putih cream seperti pada telur rebus. Konsistensinya kenyal. Menurut Prihantari (2010), lama perendaman telur

10

berpengaruh terhadap kemasiran kuning telur, karena kemasiran kuning telur dipengaruhi oleh garam Tekstur kenyal pada putih telur disebabkan karena putih telur mengalami koagulasi pada saat proses pemanasan. Koagulasi terjadi pada suhu 60oC. Pada saat pemeriksaan pH menunjukan hasil pH 8 (pH indikator). Menurut penelitian yang dilakukan sebelumnya, mengatakan rataan nilai pH putih adalah 7,74- 7,85 semakin lama telur asin disimpan pH putih semakin naik. Interaksi antara perlakuan dan lama simpan memberikan pengaruh yang sangat nyata. Peningkatan pH terjadi karena CO2 yang berada dalam putih telur selama penyimpanan

berkurang

(Wulandari,2004).

Pengasinan

pada

telur

asin

meningkatkan pH, karena berkaitan dengan proses penguapan CO2 dan H2O yang berjalan lebih cepat, sehingga akan mempengaruhi kecepatan perubahan nilai pH (Lukman, 2008). Sedangkan untuk kuning telur menurut Lukman (2008), perubahan pH pada proses pengasinan tidak terlalu tinggi. Proses pembuatan telur asin menggunakan metode basah maupun kering dapat menunjukkan perubahan nilai pH kuning yang relatif lebih lambat, namun ada pula yang tidak menunjukkan adanya perbedaan. Pemeriksaan

mikrobiologi

dilakukan

untuk

melihat

cemaran

mikroorganisme yang berada pada telur asin. Uji yang dilakukan diantaranya adalah uji salmonella dengan media SSA, uji E.coli dengan media EMBA, uji TPC dengan menggunakan media PCA serta uji pertumbuhan yeast dan mold dengan menggunakan media SDA. Pada uji salmonella dan E.coli, tidak terdapat pertumbuhan koloni baik pada media SSA maupun pada media EMBA. Hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat bateri salmonella dan E.coli pada telur asin. Tidak adanya pertumbuhan bakteri berkaitan dengan penambahan garam. Garam sekaligus sebagai bahan pengawet karena garam mampu menyerap air dari dalam telur. Garam akan masuk kedalam telur melalui pori-pori kulit telur menuju ke putih telur, lalu ke kuning telur. Garam akan menarik air yang dikandung telur. Garam memilik ion chlor yang berperan sebagai penghambat pertumbuhan bakteri dalam telur, sehingga menyebabkan telur menjadi awet karena bakteri yang terkandung dalam telur mati. (Ristanto,2013). Pada pemeriksaan TPC, terdapat pertumbuhan koloni pada media PCA, pada pengenceran 104 terdapat koloni sebanya 71 koloni, pada pengenceran 105

11

terdapat 32 koloni, dan pada pengenceran 106 terdapat 17 koloni. Sehingga angka TPC adalah 3,2 x 106, angka ini lebih tinggi jika dibandigkan dengan angka batas cemaran mikroba telur asin pada SNI 7388-2009 yaitu sebesar 1x 105. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah cemaran pada saat proses pembuatan, cemaran pada saat penyimpanan, dan adanya kontaminasi pada saat pengujian, karena tidak dilakukan uji kontaminasi pada media sebelum penanaman sampel. Adanya pertumbuhan bakteri pada telur asin dimungkinkan karena adanya kontaminasi pada saat penyajian dan penyimpanan di toko. Produk diperjual belikan tanpa menggunakan kemasan khusus. Masa simpan sampel di warung yang relatif lama juga berpengaruh terhadap jumlah cemaran. Menurut Surono (2004) total mikroba dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan. Semakin lama penyimpanan maka populasi total mikroba semakin banyak. Pemeriksaan pertumbuhan yeast dan mold pada sampel telur asin ini menunjukan hasil negatif, tidak ada pertumubuhan jamur pada media SSA yang disimpan pada inkubator dan yang disimpan pada suhu ruang. Hal ini sesuai dengan standar SNI telur asin SNI 01-4277 -1996 yaitu hasil pemeriksaan yeast dan mold adlah negatif. Dari semua uji yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa telur masih layak konsumsi, namun meskipun telur asin sudah diawetkan menggunakan garam, untuk penyimpanan disarankan agar tidak disimpan dalam waktu yang lama, karena dapat memicu pertumbuhan bakteri yang dapat berasal dari tempat penyimpanan dan faktor lainnya. Analisa bahaya pada telur asin terdapat pada bahan baku dan proses pembuatannya. Bahan baku yang pertama adalah telur bebek, yang dapat mengandung bahaya fisik berupa benda asing ( kotoran dan debu) yang disebabkan oleh sanitasi ligkungan, pekerja dan sarana pengolahan yang kurang optimal serta kesalahan penyimpanan. Selain menyebabkan telur mengandung bahaya biologis berupa bakteri Salmonella dan Staphylococcus aureus. Hal ini apabila tidak dilakukan tindakan pengendalian akan mempengaruhi kualitas produk akhir telur asin yang diproduksi. Sebagai tindakan pengendalian dilakukan proses sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan diopltimalkan selanjutnya proses sortasi telur secara manual dengn menggunakan telur yang berkualitas baik (utuh, tidak retak, segar, dan baru) dan sedikit/tidak ada benda asing (kotoran, debu, kerikil dan

12

pasir), apabila terjadi penyimpangan mengganti telur yang akan digunakan dengan telur yang baru. Kemudian proses penyimpanan bahan baku stelah proses sortasi pada suhu ruang (tidak lembab) dalam jangka waktu yang lama, proses sanitasi dengan pencucian dan pengamplasan apabila telur akan digunakan dalam proses produksi dan setelah dilakukan proses produksi (setelah diperam ) dan pada saat tahapan proses produksi perebusan memperhatikan suhu dan waktu perebusan serta proses sortasi telur secara manual dengan dilakukan sortasi telur yang utuh dan tidak retak, sehingga tidak memungkinkan terjadinya kontaminasi silang antara telur satu dengan yang lain ataupun dengan lingkungan, pekerja, dan sarana pengolahan. Bahan baku tambahan yang pertama adalah garam, garam dapat mengandung bahaya fisik berupa warna tidak putih bersih, benda aing, bahan kimia berupa tinta yang ada pada plastik kemasan, pekerja dan sarana pengolahan kurang optimal. Hal ini apabila tidak dilakukan tindakan pengendalian dilakukan proses sanitasi lingkungan, pekerja dan sarana pengolahan dioptimalkan selanjutnya proses sortasi secara manual dengan menggunakan garam yang berkualitas baik. Bahan baku tambahan yang kedua ada;ah air, air dapat mengandung bahaya fisik berupa warna tidak jernih dan terdapat benda asing, bahaya kimia berupa kapus, sedangkan bahaya biologis berupa E.coli dan Koliform yang disebabkan oleh sanitasi lingkungan pada saat proses produksi kurang optimal. Bahan baku tambahan yang ketiga adalah abu, serbuka bata, dan pasir. Selanjutnya pada tahapan proses produksi, dalam tahapan proses produksi yang akan dilakukan hendaklah tidak menimbulkan bahaya baik secara fisik, kimia, maupun biologi, dikarenakan apabila pada tahapan proses produksi terdapat bahaya akan mempengaruhi kualitas produk akhir dan kesehatan konsumen.

13

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Sampel yang didapatkan di salah satu penjual pasar Blauran menujukkan bahwa tidak ada penyimpangan pada uji organoleptik. Namun angka TPC lebih tinggi jika dibandingkan standar SNI, hal dapat terjadi karena beberapa hal yaitu akibat kesalahan dalam penyimpanan sehingga terdapat kontainasi pada isi telur asin. 5.2 Saran 1. Perlu dilakukan penyuluhan kepada penjual agar dapat menyimpan telur asin dengan baik. Hal ini bertujuan agar kualitas telur dapat terjaga. 2. Perlu dilakukan penyuluhan kepada konsumen agar dapat memilih telur asin yang memiliki kualitas baik.

14

DAFTAR PUSTAKA Badan Standarisasi Nasional.Telur Asin. SNI-01-4277-1996. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional Badan Standarisasi Nasional.Pengujian makanan dan minum. SNI 01-2891-1992. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional Badan Standarisasi Nasional. 2008. Metode Pengujian Cemaran Mikroba Dalam Daging, Telur, Dan Susu, Serta Hasil Olahannya. SNI 2897:2008. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional Buckle, K.A., R.A. Edwards., G.H. Fleet dan M. Wooton. 2000. Ilmu Pangan. Penerbit University Press: Jakarta Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Telur (Teori dan Praktek). Ebookpangan.com Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Jakarta: Penebar Swadaya Suprapti ML. 2002. Pengawetan Telur. Yogyakarta: Kanisius

15

LAMPIRAN 1. Dokumentasi kegiatan

Sampel Telur Asin

Sampel Telur Asin

Uji TPC

Uji SSA

2. Uji Mikrobiologi Media PCA SSA EMBA

100 101 Negatif Negatif

TPC : 3,2 x 106

102 -

103 -

104 71

105 32

106 16

Related Documents

Makalah Laporan Telur Asin
October 2019 30
Tat Telur
May 2020 18
Telur Emas
November 2019 34
Aneka Telur
October 2019 26

More Documents from ""

Darah.docx
November 2019 18
Daging Sapi.docx
November 2019 38