HERNIA PERINEAL PADA ANJING Hernia Perineal merupakan proses masuknya organ-organ abdominal secara tidak normal ke dalam daerah sekitar anus (perineum) pada anjing atau kucing. Hernia perineal terjadi ketika otot-otot yang mengelilingi bagian posterior dari pelvis (otot diafragma pelvis), rektum dan anus mengalami kelemahan dan pemisahan (Bellenger 2003). Organ-organ sepeti rektum, kantung kemih dan kelenjar prostat akan masuk ke bagian celah otot pelvis dan terperangkap pada bagian yang mengalami hernia sehingga membentuk penonjolan. Hernia Perineal biasa disebut dengan Rupture of the Pelvic Diaphragm (RPD) dan biasa terjadi secara unilateral dan bilateral. Menurut Pekcan et.al (2009) setidaknya sebanyak 59% kejadian hernia perineal adalah unilateral dan 41% sisanya adalah hernia perineal bilateral. Etiologi dan Kausa Penyakit Penderita hernia perineal sebagian besar terjadi pada anjing jantan umur 7– 9 tahun yang tidak dikastrasi dan jarang terjadi pada anjing betina dan kucing walaupun kadang ada juga kasus pada kucing. Ras anjing yang sering terkena hernia ini adalah German Sheeperd, Boxer, Doberman, Pekingese, Dachshund dan anjing Mongrel. Hernia perineal biasanya terjadi karena adanya trauma pada anjing, ketidakseimbangan hormonal, penyakit pada kelenjar prostat, dilatasi rektum, infeksi pada saluran urinari, konstipasi, diare, tenesmus, retrofleksio dari VU dan atropi muscular. Retrofleksio dari vesika urinaria merupakan kasus darurat pada hernia perineal karena kantung VU akan terjepit dan terputar sehingga dapat mengakibatkan obstruksi dari uretra. Patogenesa Penyakit Anjing yang mengalami hernia perineal akan mengalami penonjolan pada bagian dibawah anus yang sangat terlihat pada saat anjing mengejan. Proses pengejanan yang terus-menerus akan mengakibatkan kelemahan otot difragma pelvis dan berakibat pada masuknya organ-organ abdominal pada bagian tersebut. Organ-organ ini dapat berupa lemak, rektum, kelenjar prostat, kandung kemih dan segmen dari usus kecil. Perubahan konsentrasi hormon seperti penurunan testosteron dan peningkatan estrogen diketahui dapat mengakibatkan kelemahan otot yang berakibat pada terbentuknya hernia. Konstipasi dan pembesaran kelenjar prostat merupakan faktor yang penting dalam penyebab terjadinya hernia perineal. Hipertropi prostat akan berpengaruh pada ketidakseimbangan hormonal sehingga berimplikasi pada terjadinya hernia. Hernia perineal terjadi saat otot-otot yang mengelilingi pelvis (diaragma pelvis) mengalami kelemahan, atropi dan pemisahan. Anatomi bagian pelvis anjing dapat dilihat pada Gambar 1. Hernia perineal dorsal terjadi jika isi abdomen atau viscera keluar melalui M. coccigeus dan M. levator ani. Hernia perineal kaudal atau medial terjadi saat hernia keluar diantara M sphincter ani external, M.levator ani dan M.obturatorius internal. Hernia perineal ventral terjadi bila hernia keluar antara M.ischiocarvernosus, M. ischiourethralis dan M.bulbocavernosus. Hernia
perineal lateral atau hernia di daerah ischiadicus terjadi saat hernia antara ligament sacrotuberosa dan M. coccigeus
Gambar 1 : Struktur anatomi bagian pelvis anjing. Sciatin N= Nervus sciatic; Ext anal s= otot spinchter anal external; Anal sac= kantong kelenjar perineal; Caud glut vv= pembuluh darah gluteal kaudal; int obt M = otot obturator internal; Pud N=Nervus pudendal; int.pud. A= arteri pudenda internal; Med.coc.M= otot koksideal medial; Lat.coc.m= otot koksideal lateral (Pekcan et.al 2009) Gejala Klinis Gejala dan tanda klinis yang terdeteksi antara lain hewan mengalami kesulitan dalam urinasi, konstipasi dan terdapat pembengkakan di daerah sekitar anus. Hernia dapat terjadi secara bilteral maupun unilateral. Anjing terlihat sering mengejan seolah ingin buang air besar dan terlihat mengalami konstipasi atau kesusahan dalam mengejan.
Gambar 2 : A-D , anjing yang mengalami hernia perineal (Shaughnessy dan Monnet 2015).
Jika kelenjar prostat atau VU yang terperangkap di dalam hernia, anjing akan mengalami sakit di bagian abdominal dan terlihat berulang kali mencoba untuk urinasi. Jika VU terperangkap dalam waktu yang cukup lama, maka dapat mengakibatkan terjadinya gagal ginjal karena obstruksi dari saluran urinari dan mengakibatkan kesakitan yang parah pada anjing (Brissot et.al 2004) Beberapa anjing juga memperlihatkan gejala prostatitis. Gejala klinis lain yang terlihat adalah lethargi, depresi, anor eksia, dan perubahan pada daerah ekor. Diagnosa Anamnesa, gejala klinis dan pemeriksaan klinis diperlukan untuk menegakkan suatu diagnosa. Untuk mendiagnosa hernia perineal dapat dilakukan palpasi rektal untuk memastikan isi dari hernia. Hal ini akan membantu untuk menemukan sumber lesi seperti massa, kelainan pada prostat, isi dari hernia, dan untuk menentukan hernia bilateral dan unilateral. Pada beberapa pasien diperlukan obat analgesik dan obat sedatif untuk melakukan palpasi rektal. Perhitungan darah lengkap, pemeriksaan biokimiawi darah, dan urinalisis dibutuhkan untuk menentukan penyakit sistemik yang mungkin terjadi bersamaan. Pemeriksaan USG dan Radiografi diperlukan untuk membantu menentukan isi hernia, posisi dan ukuran kandung kemih, posisi dan ukuran usus besar, penyakit pada prostat dan ada atau tidaknya kanker.
B Gambar 3 : (A) dan (B) Gambaran radiografi anjing yang mengalami hernia perineal (Shaughnessy dan Monnet 2015). Prognosa Prognosisnya baik untuk sebagian besar kasus, namun dalam 10-15% kasus kekambuhan hernia dapat terjadi dalam satu tahun. Pencegahan dan Terapi Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi aktivitas yang berlebihan pada anjing dan mengurangi resiko terjadinya trauma pada anjing. Tidak ada hal yang dapat dilakukan untuk mencegah hernia perineal terbentuk. Hernia sangat jarang terjadi pada anjing yang sudah dikastrasi. Jadi salah satu tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan mensteril hewan. Terapi yang biasa diberikan pada anjing yang mengalami hernia perinealis adalah dengan melakukan terapi medis seperti tindakan pembedahan dan manajement medis. Tindakan pembedahan pada umumnya tidak dapat mengobati hernia secara permanent. Manajemen medis terdiri dari kombinasi enema, pelunakan feses, terapi cairan, manajemen makanan yang baik, dan pemberian analgesik (Grand et.al 2003)
Proses pembedahan biasanya ditujukan untuk memperbaiki otot diafragma pelvis dan biasanya dilakukan penjahitan atau penempelan kolon dan kandung kemih bagian ke dinding perut. Hal ini dilakukan untuk membantu mencegah masuknya kembali usus besar atau kandung kemih ke daerah perineal. Untuk melakukan perbaikan hernia perineal dengan baik dan benar, dokter hewan diharuskan memahami pengetahuan yang akurat mengenai anatomi di daerah perineal agar dapat meminimalisir kerusakan pada otot-otot, pembuluh syaraf dan pembuluh darah yang penting di daerah tersebut. Kasus hernia perineal umumnya diikuti dengan terjepit atau masuknya organ-organ abdomen (rektum dan atau vesica urinaria) ke kantung hernia sehingga harus diperhatikan pada saat melakukan pemisahan otot-otot dan fascia pada daerah diafragma pelvis. Setelah melakukan operasi hernia, biasanya hewan dikastrasi untuk mengurangi resiko terjadinya kembali hernia perineal. Beberapa jenis metode operasi hernia yang pernah dilakukan pada beberapa kasus adalah sebagai berikut : 1.
Transposisi Otot Semitendinosus
Gambar 4. Penanganan hernia perianal (herniorrhaphy) pada anjing dengan transposisi otot semitendinosus. (A) anjing diposisikan sternal rekumbensi; (B) identifikasi otot semitendinesus dan selanjutnya diinsisi; (C) Otot semitendinosus di dislokasi dan diposisikan diantara otot coccygeal, otot obturator internal dan fascia pelvis. Selanjutnya otot dijahit menggunakan jahitan sederhana (Sprada et.al 2017) 2.
Transposisi Otot Obturator Internal
Gambar 5. Prosedur operasi Herniorrhaphy menggunakan otot obturator pada anjing yang mengalami hernia. (A) Dibuat sayatan dorsoventral diatas bagian yang mengalai hernia, paralel dengan anus dan diidentifikasi posisi kantong hernia. (B) Otot obturator dijahit ke arah levator ani dan otot coccygeal menggunakan jahitan matrass (Shaughnessy dan Monnet 2015). 3.
Penjahitan Polypropylene mesh
Gambar 6. Anjing yang mengalami hernia perineal dan prolapsus rektal. (A) dan (B) anjing diposisikan sternal rekumbensi. Massa hernia terdapat pada bagian kanan di bagian perineal dan prolapsus. (C) kantung hernia diinsisi dan isi dari hernia direposisi. Terdapat Vesika urinaria dan prostat pada kantung hernia. (D) sebuah polypropylene mesh dijahitkan pada daerah bekas sayatan menggunakan jahitan simpel interrupted (Shaughnessy dan Monnet 2015).
DAFTAR PUSTAKA Bellenger C.R. & Canfield R.B. 2003. Perineal Hernia. In: Slatter D.H. (Ed). Textbook of small animal surgery. 3rd edition. Philadelphia: Saunders, pp.487-497. Brissot H.N., Dupré, G.P. & Bouvy B.M. 2004. Use of laparotomy in a staged approach for resolution of bilateral or complicated perineal hernia in 41 dogs. Veterinary Surgery. 33(4): 412-421. Grand J.G., Bureau S. & Monnet E. 2013. Effects of urinary bladder retroflexion and surgical technique on postop-erative complication rates and long-term outcome in dogs with perineal hernia: 41 cases (2002–2009). Journal of the American Veterinary Medical Association. 243(10): 1442-1447. Pekcan Z, Besalti O, Sirin YS, Caliskan M. 2009. Clinical and Surgical Evaluation of Perineal Hernia in Dogs: 41 Cases. Research Article. 16 (4): 573-578.
Shaughnessy M. & Monnet E. 2015. Internal obturator muscle transposition for treatment of perineal hernia in dogs: 34 cases (1998-2012). Journal of the American Veterinary Medical Association. 5(3): 321-326 Sprada AG, Huppes RR, Feranti JP, Minto BW. 2017. Perineal Hernia in Dogs: Which Technique Should We Use?. Acta Scientiae Veterinariae,. 45(Suppl 1): 244.