Laporan Pkl 4.docx

  • Uploaded by: linda
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pkl 4.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,172
  • Pages: 39
LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTEK KERJA LAPANGAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA JI. Kolonel Sutarto 132 Surakarta Tanggal 23 Februari s/d 21 Maret 2015

LABORATORIUM PATOLOGI ANATOMI

Disusun OIeh: 1. DINAR BAYU PRASETYA

(04110058 N)

2. QURATUL DEWI ISKAWATI

(04110062 N)

3. NITA ASTUTIK SETYORINI

(04110066 N)

4. YULITA ERDINA PUTRI

(04110067 N)

5. KARINA LIU BIMAWA

(04110071 N)

6. MARIO P.S. LEHANG

(04110073 N)

7. SALMIAH

(04110076 N)

8. LIA KRISTINA SARI

(04110078 N)

9. SILVYA MARIA B.

(04110081 N)

PROGRAM D-IV ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA 2015

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN D-IV ANALIS KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA JI. Kolonel Sutarto 132 Surakarta Tanggal 23 Februari s/d 21 Maret 2015

Disusun Oleh: 1. DINAR BAYU PRASETYA

(04110058 N)

2. QURATUL DEWI ISKAWATI (04110062 N) 3. NITA ASTUTIK SETYORINI

(04110066 N)

4. YULITA ERDINA PUTRI

(04110067 N)

5. KARINA LIU BIMAWA

(04110071 N)

6. MARIO P.S. LEHANG

(04110073 N)

7. SALMIAH

(04110076 N)

8. LIA KRISTINA SARI

(04110078 N)

9. SILVYA MARIA B.

(04110081 N)

Disetujui oleh: Dosen Pembimbing

Kepala SubInstalasi Laboratorium Patologi Anatomi RSUD Dr. Moewardi

Drs. Edy Prasetya

dr. Oyong, SpPA.

Mengetahui Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Setia Budi Surakarta

Ratno Agung Samsumaharto, S.Si,. M.Sc. NIS. 01.04.076 ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan Rabmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dan laporannya di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta dari tanggal 23 Februari s/d 21 Maret 2015. Laporan ini disusun bertujuan untuk memenuhi persyaratan bagi mahasiswa yang telah menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan (PKL). Adapun maksud dilaksanakan Praktek Kerja Lapangan adalah agar dapat menerapkan dan menambah ilmu yang diperoleh di bangku kuliah. Dalam menyusun laporan ini penulis menyadari bahwa sangat banyak bantuan dan berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Lapangan dengan baik. Atas tersusunnya laporan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat: 1. Endang Agustin, dr., M.Kes., selaku Direktur Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. 2. Dr. Suharto, dr., Sp.U., selaku Wakil Umum Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. 3. Purwoko, dr., Sp.An., KAKV., selaku Wakil Dir. Pelayanan Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. 4. Syarudin Hamzah, Drs., SE., MM., selaku Wakil Dir. Keuangan Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. 5. Ibu Dr. Rina A Sidharta, S.PK selaku Kepala Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi. 6. Bapak dr. Oyong, SpPA selaku Kepala Sub Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi. 7. Ibu Uni Saraswati, A.Md., Tinuk Eka Rahmawati, A.Md. dan Erna Sri Widiyastuti, A.Md selaku Analis di Laboratorium Patologi Anatomi 8. Seluruh staf yang berada di laboratorium RSUD Dr. Moewardi.

iii

9. Bapak Ratno Agung Samsumaharto, S.Si,. M.Sc. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Setia Budi Surakarta. 10. Bapak Drs. Edy Prasetya selaku pembimbing Praktek Kerja Lapangan serta ketua Progdi jurusan D-IV Analis Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Setia Budi Surakarta. 11. Dan semua pihak terlibat dan terkait yang telah membantu selesainya PKL ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dan kesempumaan, oleh karena itu segala saran dan knitik yang bersifat membangun sangat Penulis harapkan. Akhir kata semoga laporan Praktek Kerja Lapangan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Surakarta, Maret 2015

Penulis

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................

i

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................

ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii DAFTAR ISI .......................................................................................................

v

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................

1

A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan ..........................................

1

B. Waktu Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan .....................................

2

C. Tujuan Praktek Kerja Lapangan .........................................................

2

D. Manfaat Praktek Kerja Lapangan .......................................................

2

BAB II PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN ..........................

3

A. Sejarah RSIID Dr. Moewardi Surakarta ...........................................

3

B. Falsafah, Visi, Misi, Motto dan Penghargaan ................................... 12 1. Falsafah ....................................................................................... 12 2. Visi ............................................................................................... 14 3. Misi .............................................................................................. 14 4. Motto ........................................................................................... 14 5. Penghargaan ................................................................................. 14 C. Fasilitas Penunjang Pelayanan dan Pelayanan Unggulan .................. 15 D. Struktur Organisasi RSUD Dr. Moewardi Surakarta ......................... 16 E. Struktur Organisasi Laboratorium Patologi Anatomi RSUD Dr. Moewardi Surakarta .................................................................... 17 F. Gugus Kendali Mutu Kontrol Kualitas Laboratorium ........................ 17 BAB III PELAKSANAAN ................................................................................. 18 A. Pendahuluan ....................................................................................... 18 B. Hakekat Pengolahan Bahan Pemeriksaan .......................................... 18 C. Penanganan Bahan Pemeriksaan pada Fase Pra Analitik ................... 19 1. Kelengkapan Identitas Pasien dan Keterangan Klinik yang Relevan .......................................................................................... 19 2. Penanganan Bahan Pemeriksaan .................................................... 20

v

D. Penanganan Bahan Pemeriksaan pada Fase Analitik ........................ 21 1. Tahap Penerimaan Spesimen .......................................................... 21 2. Tahap Pembuatan Preparat Histopatologi ...................................... 22 3. Tahap Pembuatan Preparat Sitologi ............................................... 26 4. Pembuatan Preparat FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsi) ....... 28 5. Pengecatan Kwik Diff ................................................................... 28 BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................... 29 BAB V PENUTUP .............................................................................................. 30 A. Kesimpulan ........................................................................................ 30 B. Saran ................................................................................................... 31 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... P-1 LAMPIRAN

vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Dewasa ini, kemajuan IPTEK semakin berkembang dengan sangat pesat. Tak terkecuali dalam dunia dan bidang kesehatan. Progress dalam bidang kesehatan saat ini adalah dengan ketersediaan alat-alat yang mumpuni dan canggih untuk menunjang pemeriksaaan yang dilakukan, sehingga lebih efektif dan efisiensi waktu pada saat melakukan pemeriksaan. Karena tuntutan profesi dan juga situasai dan kondisi saat mi, dibutuhkan presedur keija yang lebih mudah, cepat dan tepat. Baik itu pemeriksaan yang dilakukan dirumah sakit, laboratorium klinik swasta maupun lainnya. Keadaan seperti ini menuntut semua tenaga kesehatan khususnya Analis Kesehatan untuk bekerja secara profesional, karena pengetahuan, ketrampilan dan keahlian merupakan modal yang paling utama agar selalu dapat memberikan pelayanan kesehatan yang memuaskan dengan sifat profesionalismenya. Sesuai dengan Kurikulum Program Studi D-IV Analis Kesehatan Universitas Setia Budi Surakarta sebagai salah satu institusi pendidikan, Program Studi D-IV Analis Kesehatan yang berupaya menghasilkan tenaga kerja yang mempunyai kualitas, agar dapat meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat terutama di bidang kesehatan dan berupaya membantu Pernerintah dalam rangka meningkatkan Indonesia menjadi negara yang sehat dan dengan kualitas sumber daya manusia Indonesia agar menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur, beriman, terampil dan profesional sehingga mencapai kemakmuran dan kesejahteraan khususnya dalam hal kesehatan. Karena berprinsip pada di dalam j iwa yang sehat terdapat raga yang kuat. Atas dasar pemikiran tersebut, untuk meningkatkan kualitas lulusan Sarjana Sains Terapan (Sst,), maka dilakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Instansi atau lembaga kesehatan, yang bertujuan agar dapat menerapkan dan

1

2

menambah wawasan yang diperoleh selama kuliah di institusi disamping melatih soft skill praktikan pada saat melakukan kegiatan ini.

B. Waktu Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan Praktek Kerja Lapangan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dilaksanakan pada tanggal 23 Februari-21 Maret 2015

C. Tujuan Praktek Kerja Lapangan 1.

Meningkatkan kemampuan profesional mahasiswa sesuai kompetensi dibidangnya, terutama di bidang kesehatan khususnya laboratorium.

2.

Melatih pengembangan sikap, perilaku serta keterampilan mahasiwa dalam melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasien.

3.

Mempersiapkan dan memberikan bekal pembelajaran kepada mahasiswa untuk menjadi tenaga kesehatan yang pro fesional dalam menghadapi segala kondisi lingkungan kerja maupun masyarakatnya.

4.

Memberikan pengenalan dan pembelajaran kepada mahasiswa tentang tekhnologi laboratorium di bidang kesehatan.

D. Manfaat Praktek Kerja Lapangan 1. Menjalin Kerjasama dan relasi antara Universitas Setia Budi Surakarta Program Studi D-IV Analis Kesehatan dengan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta untuk membentuk tenaga Analis Kesehatan yang berkompeten, profesional, dan bertanggungjawab. 2. Mengembangkan keterampilan, jiwa dan sikap profesionalisme mahasiswa D-IV Analis Kesehatan Universitas Setia Budi dalam dunia kerja. 3. Memberikan

pengalaman

mendapatgambaran kedepannya.

dan

kerja

nyata

menghadapi

kepada kondisi

mahasiswa lingkungan

agar kerja

BAB II TINJAUAN LAHAN

A. Sejarah RSUD Dr. Moewardi Surakarta 1. Perkembangan pada masa Kolonial Khusus di wilayah Karesidenan Surakarta, selain Rumah Sakit zending Jebres yang didirikan pada tahun 1912 oleh Gereja Gereformeerd Deift dan Gereja-gereja Zuid Holland ten Noorden, terdapat dua rumah sakit lain yang melakukan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Rumah sakit tersebut adalah: 1. Ziekenzorg, yang berkedudukan di Mangkubumen dengan nama Partikelir Inslandscziekenhuis der verregniging ziekenzorg. Tidak diketahui secara pasti kapan rumah sakit swasta pribumi ini didirikan, namun yang jelas pada tahun 1907 rumah sakit yang dikelola oleh Vereeniging voor zieken verpleging in Nederlandsch-Indie (VZNI) ini sudah mendapatkan subsidi dan pemerintah kolonial. 2. Panti Rogo yang merupakan rumah sakit milik pemerintah keraton Kasunanan Surakarta. Panti Rogo ini pada masa awalnya merupakan tempat perawatan yang dikhususkan untuk kerabat Keraton Surakarta, seiring dengan seringnya terjadi wabah penyakit yang dialami oleh masyarakat di Surakarta maka rumah sakit ini kemudian menerima pasien dan kalangan umum. Diperkirakan rumah sakit ini didirkan pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwono X. 2. Perkembangan pada masa Pendudukan Jepang Pada tanggal 8 Desember 1941 pasukan Jepang menyerang Pearl Harbour. Selama 6 bulan sejak jatuhnya Pearl Harbour itu, Jepang melakukan gerakan yang ofensif. Sejak saat itu pula serangan diarahkan ke kepulauan Indonesia. Pada bulan Januari 1942 terjadi pertempuran seru di Laut Jawa yang membawa keunggulan armada Jepang. Setelah berhasil menaklukan Tarakan, Balikpapan, Manado, Kendari, dan Pontianak, akhirnya pada tanggal 1 Maret 1942 pasukan Jepang mendarat di Teluk

3

4

Banten dan Indramayu. Satu minggu kemudian tepatnya pada tanggal 7 Maret 1942 Semarang, Surakarta dan Yogyakarta sudah diduduki oleh Jepang. Setelah dilakukan penyerahan kekuasaan dan pasukan Belanda kepada Jepang di Kalijati pada tanggal 8 Maret 1942, maka semua rumah sakit zending kemudian diokupasi oleh Jepang. Jepang menganggap bahwa semua dokter yang menjadi top manajer disemua rumah sakit zending, yang notabene orang Belanda, tidak lain merupakan mata-mata Sekutu. Oleh karena itu mereka kemudian ditangkap dan dipindahkan ke kamp-kamp konsentrasi dan tidak boleh berhubungan dengan karyawan rumah sakit yang dipimpinnya. Setahun kemudian mereka dipulangkan ke Belanda sebagai tawanan perang. Ketika terjadi pendudukan tentara Jepang atas Indonesia itu, secara umum kesehatan masyarakat Indonesia tidak terkecuali di Surakarta dapat dikatakan mengalami kemunduran dibandingkan pada masa penjajahan Belanda. Penurunan kualitas kesehatan masyarakat tersebut disebabkan karena beberapa hal: pertama,, rusaknya prasarana kesehatan akibat peperangan,

kedua

beralihnya

fungsi

lembaga

kesehatan,

ketiga

memburuknya kesehatan akibat kekurangan pangan. Semua fasilitas kesehatan, baik milik pemerintah maupun swasta, diambil alih oleh Eiseikyu (dinas kesehatan) untuk keperluan suksesnya perang. Pada masa ini obat sulit sekali ditemukan karena kebanyakan dipakai untuk keperluan perang oleh tentara Jepang. Keadaan fasilitas rumah sakit juga sangat menyedihkan karena sebagian rumah sakit tidak mempunyai kasur dan merawat pasiennya. Seperti terjadi pada bidang-bidang lainnya, pada bidang kesehatan pada masa ini juga terjadi perubahan organisasional. Dinas kesehatan diganti nama menjadi Eiseikyoku yang merupakan bagian dan Departemen Dalam Negeri (Naimubu) dibawah perintah kantor kepala pemerintahan militer (Gunseikanbu). Disamping dokter-dokter Jepang, di kantor Eiseikyokujuga dipekerjakan dokter Indonesia. Sementara dokter-dokter

5

Belanda ditahan atau diusir dan dipulangkan oleh pemerintahan pendudukan Jepang. Struktur lembaga kesehatan di daerah masih tetap dipertahankan, yang berubah adalah pada tingkat karesidenan, disamping dokter karesidenan (pribumi) selalu ada dokter Jepang yang bertindak sebagai pengawas. Demikian juga halnya yang terjadi pada rumah sakit-rumah sakit yang ada di

Surakarta. Setelah dokter-dokter

Belanda

ditahan,

dokterdokter Indonesia kemudian memegang peranan di dalam rumah sakit sementara direktumya dipegang oleh dokter Jepang. Selain itu juga terjadi perubahan fiingsi lembaga rumah sakit, demikian halnya juga terjadi pada rumah sakit yang ada di Surakarta.Rumah sakit Ziekenzorg beralih fungsi sebagai interneringkamp (tempat tahanan), setelah itu rumah sakit ini dipindah ke Jebres menempati bangunan gedung rumah sakit zending ziekenhuis. Sementara rumah sakit zending ziekenhuis pindah ke belakang, tempat dibangun Rehabilitasi Centrum (R.C.) Prof. dr. Soeharso. Biasanya alasan pemerintah militer Jepang dalam melakukan pengambilalihan rumah sakit-rumah sakit itu karena mereka menganggap bahwa lembaga tersebut didirikan dengan menggunakan uang subsidi dan pemerintah.

3. Perkembangan pada masa Pasca Kemerdekaan Periode pasca kemerdekaan terutama pada masa clash II, Rumah sakit Ziekenzorgdigunakan sebagai “Rumah Sakit Tentara Surakarta” sampai dengan tanggal 19 Desember 1948. Rumah sakit ini dalam jangka waktu

tersebut

dijadikan

sebagai

markas

bagi

tentara

dalam

mempertahankan kemerdekaan dan tentara Belanda yang menduduki wilayah Surakarta pada masa agresi militer Belanda II. Sesuai dengan Surat Keputusan Komandan Kesehatan Tentara Jawa pada tanggal 26 November 1948 Nomor: 246/Sek/MBKD/48, Rumah Sakit Tentara Surakarta dibubarkan dan meniadakannya terhitung sejak tanggal 19 Desember 1948. Oleh karena itu semua anggota tentara yang berada di

6

rumah sakit itu kemudian didemobilisasi serta membebaskan mereka dan tugasnya. Dalam surat keputusan itu juga diinstruksikan kepada kepala Rumah Sakit Tentara Surakarta untuk menyerahkan lembaga pelayanan kesehatan itu kepada Palang Merah Indonesia (PMI) Daerah Surakarta. Dalam perkembangan selanjutnya, PMI Daerah Surakarta juga tidak sanggup untuk melanjutkan operasional rumah sakit mi, sebagai dampaknya pada tanggal 1 Februari 1949 rumah sakit ini diserahkan kembali kepada pemilik semula yaitu partikelir Inslandscziekenhuis der vereeniging ziekenzorg yang pada waktu itu berganti nama menjadi Perhimpunan Bale Kusolo. Sejak saat itu rumah sakit ini bernama rumah sakit Bale Kusolo dengan dipimpin oleh direktur dr. R. Soemamo. Sementara itu rumah sakit milik Keraton Kasunanan (Rumah Sakit Pantirogo) pada periode ini seiring dengan berubahnya orientasi masyarakat pemakainya, berganti nama menjadi Rumah Sakit Kadipolo. Rumah Sakit Kadipolo nasibnya serupa dengan Rumah Sakit Zending Jebres yang kesulitan memenuhi biaya operasionalnya, oleh karena itu kedua rumah sakit ini diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia untuk keperluan peijuangan pada masa revolusi. Periode pasca kemerdekaan menjadi masa menentukan bagi rumah sakit-rumah sakit swasta di Jawa untuk menentukan nasibnya. Tidak adanya hubungan lagi dengan gereja dan yayasan pendukung di Belanda serta belum kuatnya koordinasi yang dilakukan oleh Geraja Kristen Djawa, telah menjadikan nasib rumah sakit zending di Yogyakarta dan di Jawa Tengah berjalan sendiri-sendiri. Oleh karena itulah setelah Jepang angkat kaki dan Indonesia maka rumah sakit zending yang ada di Jawa Tengah dan Yogyakarta mempunyai nasib yang berbeda. Pada tanggal 25 September 1945 diadakan sebuah pertemuan antara para dokter Indonesia dengan para kepala bagian untuk menentukan kedudukan rumah sakit sepeninggal pendudukan Jepang. Hasil rapat tersebut memutuskan bahwa rumah sakit zending di Yogyakarta hams kembali pada asas semula yaitu rumah sakit Kristen dan dikelola oleh

7

pihak swasta. Sehari kemudian putusan tersebut disetujui oleh seluruh karyawan rumah sakit zending Yogyakarta dan dr. Samallo menjadi direktur yang berasal dan pribumi pertama di lembaga tersebut dan nama rumah sakit diubah menjadi Roemah Sakit Oemoem Poesat (RSUP). Kemandirian rumah sakit zending Yogyakarta juga tidak terlepas dari bantuan Parkindo (Partai Kristen Indonesia). Sebelum kepindahannya kembali ke Jakarta, Inspektur Kementerian Kesehatan RI dr. Soemakno beberapa kali menawarkan kepada RSUP agar semua pegawainya mau masuk menjadi pegawai negeri agar gajinya dapat disesuaikan dengan peraturan gaji pegawai dan status RSUP menjadi milik Negara Republik Indonesia. Namun semua karyawan RSUP Yogyakarta menolak usulan Kementerian Kesehatan tersebut dan tetap ingin menjadi rumah sakit Kristen yang dikelola pihak swasta. Eksistensi RSUP Yogyakarta pada saat itu tidak dapat dilepaskan dari Kesultanan Yogyakarta karena Sultan Hamengku Buwono IX akhimya memberi bantuan sebesar f 8000 pada awal tahun 1949. Selain itu juga mendapat bantuan dan Dinas Kesehatan Belanda sebesarfl0.000 pada pertengahan tahun 1949. Dipihak lain tawaran yang sama juga dilakukan Kementerian Kesehatan RI terhadap pimpinan dan pegawai rumah-rumah sakit zending yang ada di Jawa Tengah. Berbeda dengan rumah sakit zending di Yogyakarta, pimpinan dan pegawai rumah sakit zending di Jawa Tengah ini mau menerima tawaran dari Kementerian Kesehatan RI untuk menjadi pegawai negeri. Alasan Kementerian Kesehatan RI dalam melakukan nasionalisasi terhadap rumah sakit zending pada waktu itu selain faktor ekonomi, yaitu minimnya dana yang dipunyai oleh pengelola rumah sakit juga faktor sosial yaitu pentingnya keberadaan sebuah rumah sakit dalam suatu daerah. Setelah dikelola oleh pemerintah RI kesembilan rumah sakit Zending Gereformeerd di Jawa Tengah ini kemudian dijadikan sebagai rumah sakit setempat. Kesembilan rumah sakit tersebut masing-masing

di

Blora,

Kiaten,

Jebres-Surakarta,

Wonosobo,

Purwokerto, Magelang, Purbalingga, Purworej o, dan Kebumen.

8

Sementara itu dengan alasan yang sama yaitu masalah biaya, pada tahun 1948 pengelolaan Rumah Sakit Kadipolo diserahkan kepada pemerintah swatantra Jawa Tengah, namun dengan syarat bahwa keluarga kraton dan pegawai kraton yang dirawat di rumah sakit tersebut mendapat keringanan pembiayaan. Pada saat itu kemudian muncul suatu rencana untuk mendirikan suatu Rumah Sakit Pusat di Surakarta. Sesudah melalui diskusi dan kajian yang matang akhimya nama Bale Kusolo dinilai layak untuk dijadikan nama sekaligus identitas bagi rumah sakit di Surakarta. Pengambilalihan Rumah Sakit Bale Kusolo oleh pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tanggal 2 Maret 1950, No. 384/Sekr./D/7, terhitung mulai tanggal 1 Januari 1950, Rumah Sakit Bale Kusolo diambil alih dan dikelola oleh Pemerintah RI. Surat keputusan ini sekaligus menetapkan nama Rumah Sakit Bale Kusolo diganti dengan nama Rumah Sakit Pusat Surakarta dengan dr. Toha sebagai direktur pertamanya. (Selanjutnya tanggal 1 Januari 1950 ditetapkan sebagai han jadi RSUD Dr.Moewardi Surakarta). Sejak saat itu di Surakarta terdapat 3 rumah sakit yang semuanya dikelola oleh pemerintah yaitu: 1. Rumah Sakit “Pusat” Surakarta yang berlokasi di Mangkubumen 2. Rumah Sakit “Surakarta” yang berlokasi di Jebres 3. Rumah Sakit “Kadipolo” yang berlokasi di Kadipolo. Keberadaan ketiga rumah sakit pemerintah di Surakarta itu disatu sisi menimbulkan pertentangan di kalangan masyarakat. Hal tersebut disebabkan oleh adanya dua rumah sakit di wilayah yang sama namun keduanya menggunakan nama Surakarta yaitu Rumah Sakit Pusat Surakarta dan Rumah Sakit Surakarta. Untuk mengakhiri polemik dan permasalahan yang ada di tengah-tengah masyarakat Surakarta, maka Inspektur Kepala Jawatan Kesehatan Propinsi Jawa Tengah mengirim surat usulan kepada Gubemur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah pada tanggal 15 September 1953 dengan nomor surat: K.23429/KK tentang

9

pergantian nama Rumah Sakit di Surakarta. Dalam surat tersebut diusulkan adanya pergantian nama rumah sakit yaitu: 1. Rumah Sakit Pusat Surakarta menjadi Rumah Sakit Umum Mangkubumen 2. Rumah Sakit Surakarta menjadi Rumah Sakit Umum Jebres Penggantian nama itu kemudian dikukuhkan dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tanggal 9 Juli 1954 Nomor 4475 l/R.S. Seiringdengan penerapan UU No. 1/195 7 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah yang menganut sistem otonomi nil. Undang-undang ini membagi daerah di Indonesia menjadi dua jenis daerah berotonomi yaitu daerah otonom biasa yang disebut daerah swatantra dan daerah otonom khusus yang disebut dengan daerah istimewa. Sehubungan dengan hal itu maka terjadi perubahan pengelolaan ketiga rumah sakit yang ada di Surakarta. Jika pada awalnya ketiganya dikelola oleh pemenintah pusat secara langsung, maka sejak tahun 1957 pengelolaan ketiga rumah sakit itu diserahkan kepada Pemerintah daerah Swatantra Tingkat I Jawa Tengah di Semarang. Namun perubahan pengelolaan rumah sakit ini tidak mengurangi hak, tugas, serta kewajibannya untuk melayani pelayanan kesehatan pada masyarakat.Selain itu, pemberlakuan undang-undang tersebut juga telah menempatkan masing-masing rumah sakit untuk berdini sendiri serta bertanggung jawab kepada pemerintah daerah swatantra tingkat I Jawa Tengah. Disamping tugas tetap pelayanan kesehatan kepada masyarakat, ketiga rumah sakit itu juga menyelenggarakan pendidikan bagi tenaga para medis. Keadaan ini dipandang oleh para pengelola ketiga rumah sakit dan juga tokoh masyarakat di Surakarta kurang efektif dan efisien.Atas dasar pemikiran itu ditambah dengan tujuan untuk mencapai keseragaman serta efisiensi kerja dalam bidang medis-teknis, tata usaha, pendidikan dan juga penghematan uang negara, maka dipandang perlu untuk dilakukan reorganisasi lembaga-lembaga kesehatan yang ada di Surakarta. Tujuan

10

utama dilakukannya reorganisasi ini adalah mempersatukan ketiga rumah sakit itu kedalam satu unit dibawah sath orang pimpinan beserta stafnya. Dengan memperhatikan usulan dan Kepala Dinas Kesehatan Rakyat Daerah Swatantra Tingkat I Jawa Tengah tertanggal 19 Februari 1960 No. K.693/UNH, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah memalui surat No. H. 149/2/3 tertanggal 1 Maret 1960 memutuskan untuk menyatukan ketiga rumah sakit tersebut kedalam suatu unit organisasi dibawah seorang direktur dengan nama Rumah Sakit “Surakarta”. Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, ketiga rurnah sakit itu kemudian diserahkan kepada pemerintah daerah tingkat I Jawa Tengah. Proses penyatuan ketiga rumah sakit ini diserahkan sepenuhnya kepada kepala Dinas Kesehatan Rakyat daerah Swatantra Tingkat I Jawa Tengah dan akhimya selesai dilakukan pada tanggal 1 Juli 1960 yang untuk

selanjutnya

dipusatkan

di

Mangkubumen.

Sementara

itu

masingmasing rumah sakit kemudian menjadi bagian-bagian dan Rumah Sakit Surakarta, yaitu komplek Mangkubumen, Kadipolo, dan Jebres. Untuk selanjutnya, mulai tanggal 1 Juli 1960 Rumah Sakit Surakarta dipimpin oleh seorang dokter yaitu dr. Mas Ariyotedjo, sebagai direktur pertamanya. Dengan

selesainya

penyatuan

ketiga

rumah

sakit

itu,

berangsurangsur pula pembagian unit-unit dilaksanakan dengan teratur. Untuk mencukupi kebutuhan tenaga medis dan non medis maka dilakukan mutasi diantara ketiga kompleks dan disesuaikan dengan tugas dan keahlian dan pana staf tersebut. Mulai tanggal 1 Juli 1960 Rumah Sakit Surakarta terdiriatas tiga “rumah sakit” yaitu Rumah Sakit Mangkubumen, Rumah Sakit Kadipolo, dan Rumah Sakit Jebres. Dengan tujuan melakukan kesatupaduan diantara ketiganya dalam rangka untuk meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan kepada masyarakat, maka diadakan spesialisasi di masing-masing unit pelaksana fungsional yang ada di Rumah Sakit Surakarta.

11

Berikut ini adalah identifikasi masing-masing rumah sakit: 1. Rumah Sakit Kadipolo disebut juga Rumah Sakit Komplek A, khusus untuk pelayanan penyakit dalam. Rumah sakit ini terletak di Kampung Panularan, Kalurahan Panularan, Kecamatan Laweyan, Surakarta. Rumah sakit ini memiliki luas tanah 24.096 m2, dan luas bangunan 5.931 m2. 2. Rumah Sakit Mangkubumen disebut juga Rumah Sakit Komplek B, untuk pelayanan radiologi, kulit dan kelamin, gigi, mata, THT, chirurgie, neurologi dan lain-lain. Rumah sakit ini terletak di Kampung Mangkubumen, Kalurahan Mangkubumen, Kecamatan Banjarsari, Surakarta. Rumah sakit ini merniliki luas tanah 41.740 m2, diperinci menjadi 2 bagian yaitu: Recth van opstaal (RVO) vervonding 569 dengan luas tanah 32.500 m2. Recth van opstaal (RVO) vervonding 570 dengan luas tanah 9.240 m2. 3. Rumah Sakit Jebres disebut juga Rumah Sakit Komplek C, khusus untuk pelayanan kebidanan dan penyakit kandungan, kanak-kanak dan keluarga berencana. Rumah sakit yang terletak di Kampung Jebres, Kalurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Surakarta ini mempunyai luas tanah 49.622 m2 dan luas bangunan 15.868 m2. Khusus untuk Rumah Sakit Jebres (Komplek C) sesuai dengan keputusanGubemur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah tanggal 12 Agustus 1973 Nomor: Hukum G 171/1973 diberi nama Komplek Rumah Sakit Dr. Moewardi. Mengingat Rumah Sakit Kadipolo (Komplek A) pada perkembangannya dinilai tidak efisien dan tidak memenubi syarat lagi untuk digunakan sebagai rumah sakit, maka pada bulan September 1976 atas pendapat dan dr. R. Hinlan Sapamo Widagdo, selaku Direktur Rumah Sakit Umum “Surakarta” dengan persetujuan dan Inspektur Kesehatan Rakyat Propinsi Dati I Jawa Tengah di Semarang, maka Rumah Sakit Kadipolo berserta peralatan dan perlengkapan medisnya kemudian dipindahkan ke Rumah Sakit Mangkubumen.Sementara itu pemindahan pasien dan Rumah Sakit Kadipolo ke Rumah Sakit Mangkubumen baru

12

selesai dikerjakan pada pertengahan bulan Januari 1977. Dengan selesainya kepindahan pasien ini maka sejak saat itu Rumah Sakit Kadipolo tidak berfungsi lagi sebagai lembaga pelayanan kesehatan, untuk selanjutnyagedung bekas rumah sakit ini digunakan sebagai Kampus Sekolah PendidikanKeperawatan (SPK). Sebagai penghargaan atas jasa pahiawan Dr. Moewardi, yang semula hanya digunakan namanya untuk RS Kompleks Jebres, maka dengan Keputusan Gubernur Kepala daerah Tingkat I Jawa Tengah tanggal 24 Oktober 1988 Nomor: 445/29684 telah ditetapkan pemberian nama yang semula RSUD Kelas B Propinsi Dati I Jawa Tengah di Surakarta (Kompleks Mangkubumen dan Jebres) menjadi RSIJD Dr. Moewardi Surakarta. Pergantian nama ini diresmikan pada tanggal 10 November 1988 bersamaan denganhari pahiawan. B. Falsafah, Visi, Misi, Motto dan Penghargaan 1. Falsafah Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi (RSDM) Surakarta adalah rumah sakit milik Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Tengah yang terletak di Daerah Tingkat II Surakarta dan merupakan Rumah Sakit tipe A. RSDM juga menjadi rumah sakit pendidikan (teaching hospital) bagi calon dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I (PPDS I). disamping itu RSDM sebagai Rumah Sakit rujukan wilayah Eks Karisidenan Surakarta dan sekitarnya, juga Jawa Timur bagian Barat dan Jawa Tengah Bagian Timur. RSDM mempunyai ketenagaan dengan jumlah tenaga sebanyak 1.612 orang yang terdiri dan tenaga medis sebanyak 165 orang, PPDS 162 orang, paramedic perawat 597 orang, Paramedis Non Perawat 196 orang dan non medis 492 orang. I.

Identitas • Nama Rumah Sakit

: RSUD Dr.Moewardi Surakarta

• Pemilik

: Pemerintah Propinsi Jawa Tengah

• Alamat

: JI.Kol.Soetarto No. 132 Surakarta 57126

13

• Telepon

: 634634 (hunting 20 saluran) Fax.637412

• Kelas

: A Pendidikan

• Jumlah Tempat Tidur : 704 • Dasar Hukum/Landasan Operasional: 1) Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tanggal 22 Februari 1979 No. 51/Menkes/SK.1 111979 tentang penetapan Rumah Sakit Surakarta Sebagai Rumah Sakit Tipe B 2) SKB 3 Menteri, Menteri Kesehatan No.554/Menkes/SKB/X/1 981, Menteri P dan K No.0430/V/1981, dan Menteri Dalam Negeri No.3241A11981, Tentang Penetapan Rumah Sakit Surakarta sebagai Rumah Sakit Pendidikan. 3) Berdasarkan Surat Keputusan Menteri kesehatan tanggal 6 September 2007 Nomor 101 1/MENKES/SKJIX/2007 tentang PENINGKATAN

KELAS

RUMAH

SAKIT

UMTJM

DAERAH Dr.MOEWARDI SURAKARTA MILIK JAWA TENGAH dan kelas B Pendidikan menjadi kelas A. juga sebagai Rumah Sakit Pusat Rujukan daerah Jawa Tengah bagian tenggara dan Jawa Timur Bagian Barat. 4) Perda No.14/1999, Tentang Perubahan RSDM menjadi RS Unit Swadana. 5) Perda No.5/2003, Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit. 6) Perda No.6/2006, tentang pembentukan, kedudukan, tugas pokok, fungsi dan susunan Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah dan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jawa Tengah. 7) Keputusan Gubemur Jawa Tengah Nomor 059/75/2008 tanggal 21 Oktober 2008 tentang penetapan Status Pola pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah (PPK-BLUD) pada rumah sakit umum daerah provinsi Jawa Tengah Dr.Moewardi Surakarta.

14

2. Visi Visi RSUD Dr.Moewardi adalah “Rumah Sakit Terkemuka Kelas Dunia” 3. Misi a. Menyediakan Pelayanan Kesehatan berbasis pada keunggulan sumber daya manusia, kecanggihan dan kecukupan alat serta profesionalisme manajemen pelayanan. b. Menyediakan wahana pendidikan dan penelitian kesehatan yang unggul berbasis pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan yang bersinergi dengan mutu pelayanan. 4. Motto Kami senang melayani anda dengan cepat, tepat, nyaman, dan mudah. 5. Penghargaan a. Juara I Penampilan Kerja RS Pendidikan Tk.Propinsi Jawa Tengah 1995. b. Juara I Penampilan Kerja RS Pendidikan Tk.Propinsi Jawa Tengah 1996. c. Juara I Penampilan Kerja RS Pendidikan Tk.Propinsi Jawa Tengah 1997. d. Akreditasi Nasional RS Sayang Bayi, dari Kepala BKKBN, Menteri UPW, Menkes 1993 e. Akreditasi Internasional RS Sayang Bayi, dan WHO 1994 f. Akreditasi Rumah Sakit Umum, dan komite Gabungan Akreditasi RS 1997. g. Akreditasi Penuh 12 Pelayanan Rumah Sakit Umum, dan Komite Gabungan Akreditasi RS 2000. h. Citra Pelayanan Prima, 2002 dan Presiden Republik Indonesia. i. Akreditasi Penuh 16 Pelayanan Rumah Sakit Umum dan Komite Gabungan Akreditasi RS 2004. j. Sertifikasi ISO 900 1-2000 Tahun 2007. k. Sertifikasi Akreditasi penuh tnigkat lengkap 2008-tahun 2011.

15

C. Fasilitas Penunjang Pelayanan dan Pelayanan Unggulan a. Air : PDAM (1&2), 2 sumur Artesis (masing-masing 150m), Hydrophor dengan Tower. b. Listrik :

PLN (1100 KVA) Genset :

1 x 630 KVA 2 x 7,5 KVA

UPS :

3OKVA

c. Telepon: 634634 Hunting (20 saluran) d. Fax : 634412 e. Lift : 8 buah f. IPAL Cair

: 2 unit Biodetox (125&250 m3/jam)

Infeksius

: Tncenerator (1 m3/j am)

Gas Medik

: Blok G (lBS dan Ruang Intensif)

AC Central

: Blok G (lBS dan Ruang Intensif)

g. Boiler

: 2x2.500Kg

h. Pelayanan Unggulan a. Pavilium Cendana b. Klinik Geriatri c. Klinik Nyeri d. Unit Stroke e. Klinik Infertilisasi f. Klinik Geriatri g. MCU (Medical Check up) h. Hearing Center i. Klinik VCT (HIV/Aids) j. HCU (High Care Unit) k. ODC (One Day Care) l. Klinik Laktasi m. Klinik Obesitas n. CAPD (Continuous Ambulatory Peritonial Dialisis)

16

D. Struktur Organisasi RSUD Dr. Moewardi Surakarta

17

E. Struktur Organisasi Laboratorium Patologi Anatomi RSUD Dr. Moewardi Surakarta

F. Kendali Mutu Kontrol Kualitas Laboratorium Laboratorium

patologi

meningkatkan mutu pelayanan

klinik

RSUD

yang balk

Dr.

Moewardi

selalu

pada masyarakat. Untuk

mewujudkan hal tersebut dibutuhkan kerja sama yang baik antar instalasi yang satu dengan yang lainnya. Wujud pengendalian mutu pelayanan tersebut yaitu dengan melaksanakan “Gugus Kendali Mutu”. Gugus kendali mutu merupakan suatu forum diskusi antara karyawan dengan kepala instalasi. Dalam diskusi tidak hanya membahas masalah-masalah yang ada tetapi melakukan pendalaman materi. Dengan gugus kendali mutu ini segala kesulitan yang timbul dapat segera di atasi sehingga tidak merusak nama baik RSUD Dr. Moewardi.

BAB III PELAKSANAAN

A. Pendahuluan Diagnosis histopatologi dan sitopatologi, yang merupakan hasil intepretasi pemeriksaan histopatologi dan sitopatologi, sampai saat ini masih merupakan “baku emas” bagi diagnosis sebagian besar penyakit. Ketepatan diagnosis histopatologi dan sitopatologi bergantung pada penanganan dan pengolahan bahan pemeriksaan yang balk dan kompetensi dokter spesialis patologi anatomi. Mutu hasil proses jaringan sangat erat hubungannya dengan penanganan bahan pemeriksaan yang benar sejak awal jaringan atau sel dan cairan dipisahkan dan tubuh. Tahap ini dilakukan di kamar tindakan atau klinik, disebut penanganan bahan pra analitik. pada tahap ini kegiatan utamanya ialah melakukan pencatatan data pasien dan preservasi jaringan atau sel pasca operasi atau biopsi. Tahap selanjutnya, analitik, dilakukan setelah jaringan atau sel tiba di laboratorium Patologi Anatomi yang juga terdiri dan pencatatan data bahan pemeriksaan dan pasien yang selanjutnya diikuti dengan pengolahan bahan pemeriksaan (lAP!, 2008: 1-2).

B. Hakekat Pengolahan Bahan Pemeriksaan Diagnostik histopatologi dan sitopatologi pada dasamya adalah penilaian terhadap gambar yang terdapat pada preparat. Tujuan akhir pengolahan bahan pemeriksaan ialah agar gambar yang terjadi pada preparat benar-benar mencerminkan apa yang seharusnya tergambar pada bahan pemeriksaan. Pengolahan bahan pemeriksaan yang balk ialah pengolahan bahan pemeriksaan yang tidak mengubah atau menghilangkan apa yang seharusnya ada pada bahan pemeriksaan. Bahan pemeriksaan yang diolah adalah bahan pemeriksaan yang berasal dan tubuh pasien yang masih hidup, sehingga ada kemungkinan tenjadi perubahan, namun hams diupayakan agar

18

19

perubahan yang terjadi sekecil mungkin, sehingga tidak mempengaruhi penilaian (IAPI, 2008:2).

C. Penanganan Bahan Pemeriksaanpada Fase Pra Analitik Penanganan bahan pemeriksaan menurut IAPI 2008 dilaksanakan di tempat pengambilan bahan pemeriksaan merupakan tonggak pertama yang merupakan syarat agar hash pemrosesan bahan pemeriksaan dan penanganan selanjutnya dapat berlangsung dengan baik. Tahap ini mencakup: 1. Kelengkapan Identitas Pasien dan Keterangan Klinik yang Relevan a. Administrasi Pengisian formulir pengantar tentang pasien yang mencakup data: 1) Identitas pasien : nama, umur jenis kelamin pasien, nomor catatan medik, agama, pekerjaan. 2) Keterangan klinik : lokasi dan ukuran lesi, durasi, keluhan lain yang berhubungan, termasuk keterangan tentang penyakit atau pemeriksan Patologi Anatomi terdahulu, dan penyakit yang mudah menular atau penanganan khusus seperti AIDS. 3) Hasil pemeriksaan : diagnosis klinik serta pemeriksaan penunjang lain seperti data laboratorium klinik, ataupun radiologi yang berkaitan. 4) Status ekonomi : seperti asuransi, kelas rawat, dan lain-lain. b. Cara mendapatkan bahan Keterangan tentang cam memperoleh bahan pemeriksaan seperti operasi, insisi, eksisi, kerokan, sikatan, bilasan, apusan, pungsi biopsi jarum halus (FNAB), dan nekropsi. c. Lokasi bahan atau organ Ada bahan pemeriksaan yang pengambilan dan penanganannya secara khusus seperti jenis jaringan tertentu, pemeriksaan radikalitas operasi, batas sayatan dan tanda khusus (misal memberi benang atau gambar jaringan den gan keterangannya). d. Kondisi lesi

20

Misalnya berupa bentuk, benjolan, ukuran, konsistensi, terfiksir atau tidak, warna dan tampilan jaringan saat operasi.

2. Penanganan Bahan Pemeriksaan a. Penanganan jaringan 1) Persiapan waclah yang besarnya sesuai dengan jaringan yang akan disimpan. 2) Isi wadah dengan formalin 10% buffer dengan volume minimal 5 kali volume jaringan. 3) Segera masukkan jaringan segar ke dalam wadah formalin (kurang dan 30 menit). 4) Beri label identitas pasien dan jenis janingan yang diambil. 5) Fiksasi. Fiksasi yang baik ialah yang memungkinkan unsur protein tetap ada atau berkurangnya minimal. Tujuan fiksasi antara lain untuk mencegah terjadinya autolysis dan pengaruh bakteri, mempertahankan bentuk dan isi jaringan mendekati keadaan sebelum difiksasi, memungkinkan proses pengolahan janingan selanjutnya berjalan dengan baik, mempertahankan komponenkomponen jaringan atau sel. Fiksasi untuk jaringan menggunakan formalin 10%, apusan dengan alkohol 96%, dan untuk cairan menggunakan alkohol 50%. Cara fiksasi yang benar adalah: •

Fiksatif berupa larutan formalin 10% buffer fosfat.



Volume flksasi minimal 5 kali volume specimen.



Jaringan besar dibuat sayatan sejajar dengan pisau tajam berjarak 0,5-1 cm agar fiksatif merata pada seluruh bagian jaringan luar dan dalam.



Jaringan yang siap diproses adalah yang sudah terfiksasi dengan

sempurna

(matang),

yaitu

yang

sudah

keras

21

konsistensinya dan tidak berwama kemerahan lagi (putih atau cokiat) (IAPI, 2008:4).

b. Penanganan cairan dan apusan 1) Bahan apusan diapuskan pada gelas objek, dan segera dimasukkan dalani cairan flksasi alkohol 96% minimal selama 30 menit. Sesudah itu gelas objek dikeringkan dan dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi. 2) Bahan cairan dapat segera dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi tanpa fiksasi atau dimasukkan dalam cairan fiksasi alkohol 50% (volume 1:1). 3) Bahan apusan sitologi aspirasi dapat dibiarkan kering dalam suhu udara kamar (untuk pulasan Giemsa), kemudian dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi (dengan keterangan yang jelas). 4) Bahan sputum sebaiknya dikirim segera di dalam wadah tertutup, tanpa fiksasi (IAPI, 2008:5).

D. Penanganan Bahan Pemeriksaan pada Fase Analitik Ruang lingkup tahap analitik dimulai sejak specimen diterima di laboratorium

Patologi

Anatomi

untuk

dilakukan

pengolahan

bahan

pemeriksaan sampai menjadi blok paraffin, dan sediaan yang siap dibaca oleh Spesialis Patologi Anatomi. Tahap ini dibagi atas penerimaan specimen, pemotongan dan pencatatan makroskopik, pengolahan secara manual atau dengan mesin, pembuatan blok paraffin serta pemulasan sediaan. 1. Tahap Penerimaan Spesimen Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penerimaan specimen: 1. Keterangan antara wadah specimen dengan formulir harus sesuai 2. Pada formulir hams ada keterangan tentang nama dokter / rumah sakit pengirim, nama, umur, jenis kelamin, nomor rekam medik, bangsal, diagnosa klinis, dan lokasi pengambilan serta keterangan fiksasinya

22

3. Dibuatkan tanda terima dan kwitansi pembayaran pada loket penerimaan spesimen serta dibuatkan nomor registrasi PA pada formulir sesuai nomor unit, hari, tanggal dan tahun 4. Diinformasikan kepada pengirim specimen, hasil dapat diambil dalam waktu 4 hari kedepan 5. Specimen dan formulir diserahkan ke laboratorium (IAPI, 2008:5-6) 2. Tahap Pembuatan Preparat Histopatologi a. Makroskopis Jaringan 1) Makroskopis dilakukan oleh dokter spesialis Patologi Anatomi dibantu petugas laboratorium 2) Identifikasi makroskopis janingan (ukuran, bentuk, warna luar dan dalam, konsistensi, dll) 3) Sampel jaringan yang telah diawetkan dengan formalin dipotong dengan ukuran 2 x 1,5 x 0,3 cm. Jika jaringan pecah belah atau sedikit ± 3 cc diproses semua. 4) Banyaknya potongan yang akan diproses selanjutnya bergantung kepada jenis jaringan dan besamya jaringan. Ada beberapa organ yang memerlukanjumlah potongan (sediaan) tertentu, misalnya: •

Uterus : dibuat potongan dan bagian serviks, endometrium, myometrium tumor dan bagian lain yang penting untuk diagnosis



Usus : dibuat potongan-potongan untuk menentukan jenis kelainan, dalamnya infiltrasi, ujung-ujung sayatan, nodul limfoid dan bagian lain yang dianggap perlu.

5) Sisa jaringan makroskopis dimasukkan dalam plastik dan nomor keterangan dan disimpan ± 1,5 bulan, setelah itu dapat dibakar di incenerator.

23

b. Procesing Jaringan 1) Fiksasi Jaringan yang telah dipotong dimasukkan ke dalam kaset tissue bertutup beserta nomor identitasnya, lalu dimasukkan ke dalam larutan formalin 10%, bertujuan untuk mempertahankan struktur sel sehingga menjadi stabil secara fisik dan kimiawi dan mencegah terjadinya dialisis atau pembengkakan pada ruptur. Untuk memonitor apakah fiksasi sudah baik atau belum, dapat diperhitungkan dengan rumus berikut: d= k √𝑡 d

= ketebalan jaringan

k

= ketetapan masing-masing fiksasi (formalin 10% 0,78 dan acetic acid 5% = 1,2) ketetapan daya fiksir dan ats dan bawah =2 x 0,78 = 1,56

t

= waktu tang dibutuhkan

contoh:

d = k √𝑡 = 1,56 √3 = 1,56 x 1,73 = 2,7

Jadi untuk memfiksasi jaringan memakai formalin 10% dengan waktu 3 jam, maka ketebalan jaringan maksimal 2,7 mm 2) Dehidrasi Dehidrasi berfungsi untuk menghilangkanlmenarik kadar air dalam jaringan dengan cara mulai dan konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. 3) Clearing Clearing berftingsi untuk menarik keluar kadar alkohol yang berada dalam jaringan, memberikan wama yang bening pada jaringan, serta sebagai zat perantara masuknya kedalam paraffin.

24

4) Infiltrasi paraffin Berfungsi mengisi rongga-rongga atau pori-pori yang ada pada jaringan, paraffin cair bersuhu 57-59°C Semua dilakukan dengan alat Tissue Automatic Prosessor a. Tekan on (Atur posisi tabung dan isi reagent serta atur waktu) Komposisi reagent (fiksasi sampai embedding dengan waktu 18 jam): U01 formalin 10%

1,5 jam

U02 formalin 10%

1,5 jam

U03 alkohol 50 %

1,5 jam

U04 alkohol 70 %

0,5 jam

U05 alkohol 96%

0,5 jam

U06 alkohol 96%

0,5 jam

U07 alkohol 100 %

2 jam

U08 alkohol 100 %

2 jam

U09 xylol

1 jam

UlO xylol

2 jam

Ull parafin

2,5 jam

Ul2parafin

4 jam

Clearing

b. Cetak potongan jaringan dalam kaset tissue c. Masukkan dalam wadah keranjang sampel d. Tekan ↑ e. Gantungkan keranjang pada UI f. Tekan ↓ g. Atur program: -

Tekan tombol start, program, panah (—>)

-

Atur waktu (han dan jam)

-

Tekan tombol start

-

Tekan kunci

c. Pengeblokan/Embedding 1. Kaset tissue dikeluarkan dan Tissue Automatic Prossesor.

25

2. Jaringan di dalam kaset tissue dikeluarkan dan ditanam pada mouldblok (disesuaikan ukuran potongan jaringan mouldblok), kemudian ditutup dengan kaset tissue tanpa tutup, lalu dituangi paraffin. 3. Tunggu agak memadat, letakkan nomor iclentitas di atasnya. 4. Kemudian mouldblok diletakkan dalam air es, ditunggu sampai memadat. 5. Setelah memadat dilepaskan dan mouldblok. d. Pemotongan jaringan dengan microtom 1. Pasang pisau mikrotom kemudian atur ketebalan potongan 3-5 µ. 2. Siapkan water bath tambahkan air dan atur suhu max 450 C. 3. Ambil blok yang telah terisi jaringan dan letakkan pada pengait blok mikrotom, kunci 4. Ratakan permukaan blok hingga terlihat gambaran jaringan yang utuh. 5. Lakukan pemotongan jaringan dengan memutar tuas mikrotom secara cepat, teratur sehingga didapatkan hasil potongan berupa pita parafin. 6. Ambil pita parafin dengan menggunakan camen spatula dan pindahkan ke water bath 7. Tangkap pita parafin dengan obyek glass dan beri kode sampel dengan abrasive boor atau pensil. 8. Inkubasi diatas hot plate dengan suhu max ± 50°C selama ± 15 menit. e. Pengecatan Pengecatan yang digunakan untuk mewarnai sediaan preparat histopatologi adalah pengecatan Hematoksilin-Eosin (HE). Prosedur: 1. Deparafinisasi preparat yang telah kering dalam xylol I, II, III (masing-masing 10 menit).

26

2. Rehidrasi preparat dengan memasukkan dan celupkan dalam alkohol 100%, 96%, 80%masing-masing 3 menit 3. Cuci dengan air mengalir. 4. Masukkan dalam cat HE selama 3-4 menit. 5. Cuci dengan air mengalir. 6. Masukkan ke dalam cat Eosin (EA) selama 10-30 detik. 7. Cuci dengan air mengalir. 8. Dehidrasi preparat dengan alkohol 1-2 celup. 9. Letakkan preparat di atas hot plate (dibersihkan dengan kapas alkohol) 10. Clearing preparat setelah kering dengan masukkan preparat ke dalam xylol. 11. Lap preparat dengan tissue 12. Mounting dengan pemberian lem Ez-Mount dan tutup dengan deck glassdan pemberian identitas 13. Beri kode sampel pada preparat sesuai dengan nomor registrasi pemeriksaan. f. Diagnosa Preparat yang sudah jadi diserahkan kepada dokter ahli Patologi Anatomi, diperiksa dengan mikroskop perbesaran lemah dan sedang (Suwarto, 2013:5-10). 3. Tahap Pembuatan Preparat Sitologi a. Tahap pembuatan preparat sitologi 1) Sampel difiksasi dengan alkohol 50% (1: 1). 2) Pasang cytoslide pada cytoclip, kemudian disusul dengan memasang cytofunnel. 3) Sampel dimasukkan kurang lebih ice dengan pipet. 4) Pasang pada alat cytospin, meletakkannya harus seimbang. 5) Pasang tutup dalam cytospin, lalu tekan. Kemudian eytospin ditutup.

27

6) Tekan tombol Start. Atur kecepatan pada 2000 rpm dan waktu selama 2 menit. 7) Setelah pemusingan selesai buka tutup cytospin, kemudian ambil cytoolip dan dalam cytospin. 8) Lepaskan cytofunnel, ambil cytoslide. 9) Cytoslide dikeringkan di atas hotplate. 10) Setelah kering cat dengan Giemsa. b. Tahap pengecatan Giemsa 1) Letakkan slide pada rak methanol, lalu rendam di dalam methanol selama 10 menit. 2) Keringkan di atas hotplate. 3) Pindahkan slide pada rak Giemsa, lalu remdam di dalam cat Giemsa selama 5 menit. 4) Bersihkan preparat dengan air, kemudia tiriskan. 5) Keringkan di atas hotplate. 6) Setelah kering slide dimasukkan pada xylol, lalu di lap dengan tissue. 7) Preparat diberi lem, tutup dengan deck glass, kemudian ben kode preparat. c. Tahap pengecatan Papanicolou 1) Preparat dimasukkan pada Ri (alkohol 90%) selama 1 menit. 2) Kemudian preparat dicelup-celupkan pada R2 (alkohol 95%). 3) Lalu dicelup-celupkan ke R3 (water (deionized)). 4) Masukkan ke R4 (Gill 2 haematoxylin) selama I menit. 5) Bersihkan dengan air. 6) Dicelup-celupkan ke R5 (water (deionized)). 7) Lalu masukkan ke R6 (Bluing reagent) selama 1 menit. 8) Celup-celupkan ke R7 (water (deionized)). 9) Celup-celupkan ke R8 (alkohol 95%). 10) Masukkan ke R9 (Orange G-6) selama 1 menit. 11) Bersihkan dengan air.

28

12) Celup-celupkan ke R10 (alkohol 95%). 13) Celup-celupkan ke R11 (alkohol 95%). 14) Masukkan ke R12 (EA 50) selama 10 detik. 15) Bersihkan dengan air. 16) Celupkan ke R13 (alkohol 95%). 17) Celup-celupkan ke R14 (alkohol 95%). 18) Lalu celup-celupkan ke R15 (alkohol absolute). 19) Keringkan di hotplate. 20) Cleaning : masukkan ke xylol. 4. Pembuatan Preparat FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsi) FNAB yaitu aspirasi jarum halus, pemeriksaan dini sebelum operasi untuk mengetahui ganas atau tidaknya jaringan tersebut. Prosedur pembuatan preparatnya adalah dengan menyedot benjolan dengan spuit inject, kemudian dibuat apusan. Apabila dalain bentuk cairan harus dipusing terlebih dahulu. Kemudian apusan dicat Rapid. Prosedur pengecatan Rapid: a. Preparat ditetesi dengan Ri (larutan fiksatif) selama 5 menit. b. Keringkan slide di hot plate. c. Tetesi dengan R2 (larutan Eosin) selama 2 menit. d. Bersihkan dengan air. e. Tetesi denga R3 (larutan Methylen Blue) selama 1 menit. f. Bersihkan dengan air. g. Tiriskan, lalu keringkan di hotplate. h. Cleaning : masukkan dalam xylol. i. Di lap sampai kering, diberi lem lalu ditutup dengan deck glass. j. Amati dengan mikroskop. 5. Pengecatan Kwik Duff Pengecatan

Kwik

Diff digunakan untuk

mendeteksi

atau

memeriksa adanya Helicobacterpylori, yaitu bakteri di dalam lambung. Prosedur pengecatan Kwik Duff: a. Tetesi preparat dengan alkohol selama 5 menit.

29

b. Keringkan di hotplate. c. Tetesi dengan Duff Solution 2 selama 2 menit. d. Bersihkan dengan air. e. Tetesi dengan Diff Solution 3 selama 1 menit. f. Bersihkan dengan air, lalu tiriskan. g. Keringkan di hotplate. h. Cleaning: masukkan dalam xylol. i. Di lap sampai kering, lalu diberi lem dan ditutup deck glass.

BAB IV PEMBAHASAN

Pengetahuan dan keterampilan mengenai pemeriksaan Patologi Anatomi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan berbagai jenis organ yang diperiksa dan penggunaan alat otomatis yang mempermudah proses pengerjaan sampel 1) Strenght (kekuatan) Mahasiswa memiliki niat dan kemauan untuk belajar tentang alur prosedur yang terdapat di laboratorium patologi Anatomi dan juga penggunaaan alat yang tersedia 2) Weakness (Kelemahan) Mahasiswa belum mempunyai bekal praktek yang cukup dan bangku kuliah karena hanya mengamati preparat dan mendapatkan teori 3) Opportunity (Peluang) Prosedur yang ada dan bermacam-macam jaringan yang dikelola di laboratorium Patologi Anatomi menambah ilmu pengetahuan dan membuka wawasan mahasiswa di bidang laboratorium, khususnya Patologi Anatomi disamping diajarkan penggunaan alat otomatis yang mempermudah dalam pengolahanjaringan yang belum diperoleh pada saat praktikum di kampus. 4) Threat (Ancaman) Sampel yang tersedia di laboratorium Patologi Anatomi sangat beragam, jadi mahasiswa harus lebih berhati-hati dalam memperlakukan sampel, terutama dengan spesimen berbentuk cairan yang berasal dan proses suatu penyakit yang berbahaya, pisau mikrotom yang sangat tajarn dapat melukal tangan, parafin yang panas dapat melepuhkan kulit, dan formalin yang dapat membuat perih di mata serta bau yang menusuk hidung.

30

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 1. Rumah Sakit Umum Dr. Moewardi adalah rumah sakit yang memiliki pelayanan pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi yang baik di Jawa Tengah dan telah menjadi Laboratorium rujukan dan berbagai rumah sakit yang ada di Jawa Tengah. 2. Laboratorium Patologi Anatomi di RSUD Dr.Moewardi Surakarta, meliputi pemeriksaan Histopatologi dan Sitopatologi. Laboratorium Patologi Anaomi dikoordinasi oleh seorang Koordinator Analis danjuga memiliki Koordinator penanggungjawab yaitu seorang dokter yang kompeten dibidangnya. 3. Laboratorium Patologi Anatomi di RSUD Dr.Moewardi Surakarta telah diakui di Jawa Tengah bahkan di Indonesia dengan bukti telah memperoleh akreditasi dan penghargaan dan lembaga Akreditasi yang berwenang. 4. Laboratorium Patologi Anatomi RSUD Dr.Moewardi Surakarta selalu meningkatkan pelayanan mutu yang baik pada masyarakat dengan pengendalian mutu. Wujud pengendalian mutu pelayanan tersebut yaitu dengan melaksanakan “Gugus Kendali Mutu”. 5. Untuk meningkatkan mutu pelayanan, maka Laboratorium Patologi Anatomi RSUD Dr.Moewardi Surakarta akan terus meningkatkan kualitas dalamberlaboratorium yang baik dan benar berdasarkan Standarisasi Internasional. 6. Untuk mendapatkan suatu hasil pemeriksaan yangdipertanggungjawabkan, laboratorium Patologi Anatomi RSUD Dr.Moewardi Surakarta melakukan kontrol kualitas Laboratorium.

31

32

B. Saran 1. Sebagai laboratorium terbesar dan sebagai Laboratorium Rujukan di Jawa Tengah, laboratorium tersebut harus dapat meningkatkan pelayanan terhadap konsumen yang lebih baik. 2. Laboratorium Patologi Anatomi RSUD Dr.Moewardi diharapkan terus menjadi sarana laboratorium kesehatan yang senantiasa selalu memberikan pelayanan terbaik bagi konsumen. 3. Dalam mewujudkan peningkatan mutu pelayanan yang baik pada masyarakat, maka hal tersebut dibutuhkan kerjasama antar instalasi yang baik antara yang satu dengan yang lain. 4. Peningkatan kualitas mutu harus selalu dijagadan selalu diawasi agar hasilnya baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI, Sistem Pelayanan RSUD Dr.Moewardi Surakarta 2. Departemen Kesehatan RI, Peresmian RSUD Dr.Moewardi Surakarta 3. IAPI.2008. Pedoman Penanganan Histopatologi(hlm. 1-6). Jakarta.

Bahan

Pemeriksaan

Untuk

4. Td.wikipedia.org/wild!RSUD_Moewardi. Diakses pada tanggal 20 Maret 2014 5. Jatmiko. 2013. PetunjukPenggunaan Mikrotom (him. 3-4). Lab. Histologi Universitas Setia Budi. Surakarta 6. Sejarah RSUD Dr. Moewardi.www.rsmoewardi.com. Diakses pada tanggal 20 Maret 2014. 7. Suwarto. 2013. Penanganan Bahan Pemeriksaan Histopatologi dan Sitopatologi untuk Menegakkan Diagnosa Tepat (hlm.5-10). Pemerintah Provinsi Jateng, RSUD Dr. Moewardi. Surakarta

Related Documents


More Documents from "Elsa Mirhayati"