Laporan Kelompok 1 Kepemimpinan.docx

  • Uploaded by: Wini Triana
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kelompok 1 Kepemimpinan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,940
  • Pages: 47
LAPORAN “ANALISIS KEPEMIMPINAN KEPALA PUSKESMAS SUNGAI ULIN KOTA BANJARBARU”

Disusun oleh: Kelompok 1 Arif Rahmani

I1A115003

Farid Ilham Muddin 1610912310013 Muhammad Reyzaldi I1A115029 Nadya Lestari

I1A114038

Utami Setyaningsih

1610912110032

Wini Triana

I1A115021

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2018

LAPORAN “ANALISIS KEPEMIMPINAN KEPALA PUSKESMAS SUNGAI ULIN KOTA BANJARBARU”

Disusun oleh: Kelompok 1 Arif Rahmani

I1A115003

Farid Ilham Muddin 1610912310013 Muhammad Reyzaldi I1A115029 Nadya Lestari

I1A114038

Utami Setyaningsih

1610912110032

Wini Triana

I1A115021

Telah disahkan dan telah diterima dengan baik oleh :

Banjarbaru, 24 Desember 2018 Koordinator Mata Kuliah Kepemimpinan dan Berpikir Sistem PSKM FkK-ULM

Fauzie Rahman, SKM., MPH NIP. 19860421 200812 1 004

II

Daftar Isi Cover ............................................................................................................... i Lembar Pengesahan ....................................................................................... ii Daftar Isi ......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Tujuan .................................................................................................. 2 C. Manfaat ................................................................................................ 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi dalam Kepemimpinan ........................................................... 4 B. Pengambilan Keputusan Kepemimpinan ............................................. 5 C. Pengelolaan Konflik Kepemimpinan ................................................... 7 D. Pendelegasian dan Wewenang ............................................................. 13 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 15 BAB IV PENUTUP Kesimpulan .......................................................................................... 32 Daftar Pustaka

III

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional, tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Keberhasilan pembangunan kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu. Puskesmas merupakan garda depan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar. Puskesmas yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Jacob, 2015). Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Dalam berbagai aspek, pengertian kepemimpinan dalam organisasi menjadi hal yang krusial. Kepemimpinan adalah sebuah kemampuan atau kekuatan dalam diri seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam hal bekerja, dimana tujuannya adalah untuk mencapai target (goal) organisasi yang telah ditentukan.Sedangkan pengertian pemimpin adalah seseorang yang diberi kepercayaan sebagai ketua (kepala) dalam sistem di sebuah organisasi/ perusahaan (Amri, 2016). Menurut George (1998) Kepemimpinan adalah hubungan yang ada dalam diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara sadar dalam hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Ordway Tead (1929) Kepemimpinan sebagai perpaduan perangai yang memungkinkan seseorang mampu mendorong pihak lain menyelesaikan tugasnya. Dalam hal ini

Kepala puskesmas berperan penting dalam meningkatkan kinerja Aparatur Sipil Negara yang ada di lingkungan kerja Puskesmas. Dengan begitu mutu pelayanan yang sesuai dengan derajat kesehatan masyarakat dapat tercapai sesuai dengan fungsi Puskesmas itu sendiri. Kepemimpinan memiliki peranan yang penting karena pemimpin dapat menpengaruhi perilaku pegawai dalam bekerja untuk mendorong tercapai tujuan organisasi. Kepemimpinan yang efektif adalah perilaku pimpinan yang dapat mengarahkan pegawainya mencapai sasaran bersama sesuai dengan kehendak pemimpin tanpa mengabaikan kepuasan pegawainya (Harsono, 2015). Hal tersebut berarti seorang pemimpin juga harus memperhatikan kepuasan kerja pegawainya. Keteladanan seorang pemimpin, motivasi dari pimpinan, informasi dan komunikasi yang diberikan oleh pimpinan serta pengambilan keputusan yang dibuat merupakan beberapa bentuk perilaku pemimpin dalam suatu organisasi yang dapat menciptakan suatu kepuasan kerja bagi pegawainya.

B. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk menganalisis aspek-aspek kepemimpinan yang dimiliki oleh Kepala Puskesmas Sungai Ulin 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penulisan laporan ini yaitu: a. Menganalisis pendekatan dalam kepemimpinan Kepala Puskesmas b. Menganalisis tipe kepemimpinan Kepala Puskesmas c. Menganalisis cara koordinasi Kepala Puskesmas d. Menganalisis peran pemimpin dan staff dalam manajemen Puskesmas e. Menganalisis motivasi dalam kepemimpinan Kepala Puskesmas f. Menganalisis pengambilan keputusan dalam kepemimpinan Kepala Puskesmas g. Melakukan analisis pengelolaan konflik yang dilakukan Kepala Puskesmas

2

h. Melakukan analisis terhadap pola pendelegasian dan wewenang yang dilakukan Kepala Puskesmas

C. Manfaat 1. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Meningkatkan kerjasama Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat dengan instansi yang terkait melalui program Tri Dharma Perguruan Tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat dalam upaya menganalisis aspek-aspek kepemimpinan Kepala Puskesmas. 2. Bagi Puskesmas Sebagai bahan masukan bagi Kepala Puskesmas maupun instansi kesehatan yang lain dalam rangka perbaikan manajemen kepemimpinan di Puskesmas agar dapat berjalan lebih baik di kemudian hari.

3

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi dalam kepemimpinan kepala puskesmas Kepuasan kerja dapat diamati secara langsung melalui ekspresi perasaan yang diungkapkan dalam pernyataan atau perilaku tertentu. Pegawai yang merasa puas bekerja memiliki tingkat kehadiran dan terkadang memiliki prestasi yang lebih baik dibandingkan pegawai tidak puas bekerja. 1 Selain itu pegawai yang merasa puas cenderung memiliki kinerja yang baik, memiliki tingkat kemangkiran yang rendah dan keinginan yang rendah untuk pindah kerja. Pegawai yang tidak puas bekerja cenderung lebih sering melamun, kurang memiliki semangat dalam bekerja, cepat mengalami kelelahan, cepat bosan, emosi tidak stabil dan melakukan kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan. kepemimpinan dan motivasi berhubungan dengan kepuasan kerja (Karma, 2016). Kepemimpinan berhubungan dengan kinerja, yang artinya dalam mencapai kinerja atau tujuan dari suatu organisasi pastinya harus memiliki kepemimpinan yang dimana pemimpin harus mempengaruhi bawahannya untuk mencapai tujuan dari organisasi tersebut sehingga dapat tercipta suatu hasil kinerja yang baik dan memiliki standar yang baik pula. Menurut Hasibuan (2016) Motivasi berpengaruh terhadap kinerja dari tenaga kesehatan karena motivasi mempersoalkan bagaimana caranaya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan ketrampilannnya untuk mewujudkan tujuan dari organisasi. Hubungan antara motivasi dengan kinerja pastinya juga disebabkan Insentif yang diterima, mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan/ lokakarya/ seminar, bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas yang diberikan, dorongan dari dalam diri setiap tenaga kesehatan, bersungguhsungguh dalam melaksanakan tugas, mengembangkan ide untuk kemajuan prestasi, mampu berkoordinasi dengan pemimpin dan tim dalam melaksanakan tugas dan selalu setia dan taat melaksanakan tugas dibidang masing-masing (Lumantow, 2015).

B. Pengambilan keputusan dalam kepemimpinan puskesmas Tuntutan pada masa kini, mengharuskan organisasi dan orang yang terlibat di dalamnya bekerja dengan integritas yang tinggi. Begitu pula dengan organisasi pelayanan kesehatan yakni puskesmas. Upaya peningkatan kinerja tenaga kesehatan menuntut peran seorang kepala puskesmas dalam melakukan pendekatan kepemimpinan yang efektif, keberhasilan puskesmas sangat tergantung pada kemampuan pemimpinnya.3 Cara pandang setiap bawahan terhadap pemimpinnya akan berbeda antara satu dengan lainnya, persepsi individu terhadap kepemimpinan akan berpengaruh pada perilaku mereka dalam bekerja. Pelaksanaan kepemimpinan di Puskesmas Bara-baraya Makassar merupakan tahap untuk menuju realisasi dari visi dan misi puskesmas. Kemampuan mempengaruhi dan kekuasaan yang dimiliki kepala puskesmas dapat melaksanakan program kerja serta mampu meningkatkan kinerja para tenaga kesehatan yang akan memberikan pelayanan kepada masyaraka (Fadly, 2014). Pengambilan keputusan (decision making) adalah melakukan penilaian dan menjatuhkan pilihan. Keputusan ini diambil setelah melalui beberapa perhitungan dan pertimbangan alternatif. Sebelum pilihan ditentukan, ada beberapa tahap yang mungkin akan dilalui oleh pembuat keputusan. Tahapan tersebut meliputi: identifikasi masalah utama, menyusun alternatif yang akan dipilih, dan pemgambilan keputusan yang terbaik. Setiap pimpinan atau pengelola organisasi tidak terlepas dari aktivitas pengambilan keputusan karena inti dari kepemimpinan adalah pengambilan keputusan. Kepemimpinan diartikan sebagai pelaksanaan otoritas dan pembuatan keputusan. Pengertian tersebut menunjukkan bagaimana seorang 6 pemimpin mampu menggunakan kewenangannya untuk menggerakkan organisasi melalui keputusan yang dibuat (Thoha, 2010). Fokus pengambilan keputusan adalah pada kemampuan menganalisis situasi dengan memperoleh informasi seakurat mungkin sehingga permasalahan dapat dituntaskan, dalam pelaksanaannya, pengambilan keputusan dapat dilihat dari beberpa aspek, yaitu proses dan gaya pengambilan keputusan. Gaya

5

instruksi dalam pengambilan keputusan, gaya ini dicirikan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin memberikan batasan peranan pengikutnya dan memberitahukan mereka tentang apa, kapan, dimana, dan bagaimana sesuatu tugas dapat dilaksanakan. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan semata-mata menjadi tanggung jawab pemimpin, yang kemudian disampikan kepada bawahan. Pelaksanaan pekerjaan diawasi dengan ketat (Thoha, 2010). Proses pengambilan keputusan yang menggambarkan bahwa dinamika kelompok sangat tergantung pada keputusan-keputusan yang ditetapkan. Proses itu dihasilkan keputusankeputusan yang pelaksanaannya menjadi kegiatan yang berpengaruh langsung pada perkembangan dan kemajuan organisasi dalam keadaan seperti ini, jelas bahwa proses pengambilan keputusan berpengaruh pada dinamika kepemimpinan. Memperoleh informasi yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin dapat melakukan diskusi dengan bawahan sehingga permasalahan yang ada di dalam puskesmas dan alternatifalternatif tindakan dapat diketahui. Gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam pengambilan keputusan harus lebih fleksibel, karena keputusan yang tidak tepat akan mengundang risiko. Risiko itu perlu dipertimbangkan secara lebih dalam, terutama ketika pengambil keputusan akan menetapkan keputusannya yang mempunyai kemungkinan yang harus dicapai pada masa yang akan datang (Mangkunegara, 2007). Kepemimpinan mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja. Untuk menciptakan kepemimpinan yang kondusif, seorang pimpinan harus bisa memahami bawahannya dengan pandangan-pandangan yang disampaikan oleh bawahan, pimpinan selalu memandang bahwa bawahan dalam melakukan pekerjaannya selalu ada kekurangannya, pimpinan kurang mampu tentang penyelesaian masalah, dalam pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah tidak melibatkan bawahan bagaiman diambil solusi yang terbaik dengan cara-cara baru. Kondisi demikian dapat menimbulkan kurang kepercayaan bawahan terhadap kemampuan pimpinan. Ukuran–ukuran tersebut diharapkan akan dapat memberikan dampak yang positif terhadap kinerja (La, 2009).

6

C. Pengelolaan Konflik di Puskesmas 1. Menurut Wirawan (2009), konflik disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut (Rika, 2017): a.

Keterbatasan Sumber Manusia selalu mengalami keterbatasan sumber-sumber yang diperlukan

untuk mendukung kehidupannya. Keterbatasan itu menimbulkan terjadinya kompetisi di antara manusia untuk mendapatkan sumber yang diperlukannya dan hal ini sering kali menimbulkan konflik. b.

Tujuan yang Berbeda

Seperti yang dikemukakan oleh Hocker dan Wilmot (1978), konflik terjadi karena pihak-pihak yang terlibat konflik mempunyai tujuan yang berbeda. c.

Saling Tergantung

Konflik terjadi karena pihak-pihak yang terlibat konflik memiliki tugas yang tergantung satu sama lain. d.

Diferensiasi Organisasi Salah satu penyebab terjadinya konflik dalam organisasi adalah

pembagian tugas dalam birokrasi organisasi dan spesialisasi tenaga kerja pelaksananya. Berbagai unit kerja dalam birokrasi organisasi berbeda formalitas strukturnya(formalitas tinggi versus formalitas rendah), ada unit kerja yang berorientasi pada hubungan, dan orientasi pada waktu penyelesaian tugas (jangka pendek atau jangka panjang). e.

Ambiguitas Yuridiksi Pembagian tugas yang tidak definitif akan menimbulkan ketidakjelasan

cakupan tugas dan wewenang unit kerja dalam organisasi. Dalam waktu yang bersamaan, ada kecenderungan pada unit kerja untuk menambah dan memperluas tugas dan wewenangnya. Keadaan ini sering menimbulkan konflik antar unit kerja atau antar pejabat unit kerja. Konflik jenis ini banyak terjadi pada organisasi yang baru terbentuk, di mana struktur organisasi dan pembagian tugas belum jelas.

7

f.

Sistem Imbalan yang Tidak Jelas Di perusahaan/Organisasi, konflik antar karyawan dan manajemen

perusahaan sering terjadi, di mana manajemen perusahaan menggunakan sistem imbalan yang dianggap tidak adil atau tidak layak oleh karyawan. Hal ini dapat memicu konflik dalam bentuk pemogokan yang merugikan karyawan (tidak mendapat upah), merugikan perusahaan (tidak melakukan produksi), merugikan konsumen (tidak mendapatkan produk yang diperlukan), dan merugikan pemerintah (tidak mendapat pajak). g.

Komunikasi yang Tidak Jelas Komunikasi yang tidak baik sering kali menimbulkan konflik dalam

organisasi. Faktor komunikasi yang menyebabkan konflik, misalnya distorsi, informasi yang tidak tersedia dengan bebas, dan penggunaan bahasa yang tidak dimengerti oleh pihak-pihak yang melakukan komunikasi. h.

Perlakuan yang Tidak Manusiawi Perlakuan yang tidak manusiawi dan melanggar hak asasi manusia di

masyarakat dan organisasi menimbulkan perlawanan dari pihak yang mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi. i.

Pribadi Orang Ada orang yang tidak membedakan posisinya sebagai pejabat dalam

organisasi dengan posisinya sebagai individu atau pribadi j. Kebutuhan Kebutuhan merupakan pendorong terjadinya perilaku manusia. Jika kebutuhan orang diabaikan atau terhambat, maka bisa memicu terjadinya konflik. k. Perasaan dan Emosi Sesorang yang sangat dipengaruhi oleh perasaan dan emosinya menjadi tidak rasional (irasional) saat berinteraksi dengan orang lain. Perasaan dan emosi tersebut bias menimbulkan konflik dan menentukan perilakunya saat terlibat konflik. Munculnya konflik tidak selalu bermakna negatif, artinya jika konflik dapat dikelola dengan baik, maka konflik dapat memberi kontribusi positif terhadap

8

kemajuan sebuah organisasi. Beberapa strategi mengatasi konflik antara lain adalah: 2.

Manajemen konflik

Cara penyelasaan konflik (Muspawi, 2014): 1.

Dominasi (Penekanan) Metode-metode dominasi biasanya memilki dua macam persamaan, yaitu;

(a) Mereka menekan konflik, dan bahkan menyelesaikannya dengan jalan memaksakan konflik tersebut menghilang “di bawah tanah”; (b) Mereka menimbulkan suatu situasi manang-kalah, di mana pihak yang kalah terpaksa mengalah kaena otoritas lebih tinggi, atau pihak yang lebih besar kekuasaanya, dan mereka biasanya menjadi tidak puas, dan sikap bermusuhan muncul. Tindakan dominasi dapat terjadi dengan macam-macam cara sebagai berikut : a.

Memaksa (Forcing) Apabila orang yang berkuasa pada pokoknya menyatakan “Sudah, jangan

banyak bicara, saya berkuasa di sini, dan Saudara harus melaksanakan perintah saya”, maka semua argumen habis sudah. Supresi otokratis demikian memang dapat menyebabkan timbulnya ekspresi-ekspresi konflik yang tidak langsung, tetapi destruktif seperti misalnya ketaatan dengan sikap permusuhan (Malicious obedience) Gejala tersebut merupakan salah satu di antara banyak macam bentuk konflik, yang dapat menyebar, apabila supresi (peneanan) konflik terusmenerusa diterapkan. b. Membujuk (Smoothing) Dalam kasus membujuk, yang merupakan sebuah cara untuk menekan (mensupresi) konflik dengan cara yang lebih diplomatic, sang manager mencoba mengurangi luas dan pentingnya ketidaksetujuan yang ada, dan ia mencoba secara sepihak membujuk phak lain, untuk mengkuti keinginannya. Apabila sang manager memilki lebih banyak informasi dibandingkan dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka metode tersebut dapat bersifat efektif. Tetapi andaikata terdapat perasaan bahwa sang menejer menguntungkan pihak tertentu, atau tidak memahami persoalan yang berlaku, maka pihak lain yang kalah akan menentangnya.

9

c. Menghindari (Avoidence) Apabila kelompok-kelompok yang sedang bertengkar datang pada seorang manajer untuk meminta keputusannya, tetapi ternyata bahwa sang manajer menolak untuk turut campur dalam persoalan tersebut, maka setiap pihak akan mengalami perasaan tidak puas. Memang perlu diakui bahwa sikap pura-pura bahwa tidak ada konflik, merupakan seuah bentuk tindakan menghindari. Bentuk lain adalah penolakan (refusal) untuk menghadapi konflik, dengan jalan mengulur-ulur waktu, dan berulangkali menangguhkan tindakan, “sampai diperoleh lebih banyak informasi”. d. Keinginan Mayoritas (Majority Rule) Upaya untuk menyelesaikan konflik kelompok melalui pemungutan suara, dimana suara terbanyak menang (majority vote) dapat merupakan sebuah cara efektif, apabla para angota menganggap prosedur yang bersangkutan sebagai prosedur yang “fair” Tetapi, apabila salah satu blok yang memberi suara terusmenerus mencapai kemenangan, maka pihak yang kalah akan merasa diri lemah dan mereka akan mengalami frustrasi. 2.

Penyelesaian secara integrative Dengan menyelesaikan konflik secara integratif, konflik antar kelompok

diubah menjadi situasi pemecahan persoalan bersama yang bisa dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik pemecahan masalah (problem solving). Pihakpihak yang bertentangan bersama-sama mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba menekan konflik atau berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi organisasi, dalam prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya kemauan yang sunguhsungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang menimbulkan persoalan. Ada tiga macam tipe metode penyelesaian konflik secara integrative yaitu metode Consensus (concencus), Konfrontasi (Confrontation), Penggunaan tujuan-tujuan superordinat (Superordinate goals) (Winardi, 1994 : 84- 89)

10

3.

Kompetisi Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau

mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation. a.

Win-Lose (Menang – Kalah) Paradigma ini mengatakan jika “saya menang, anda kalah “. Dalam gaya

ini seseorang cenderung menggunakan kekuasaan, jabatan, mandat, barang milik, atau kepribadian untuk mendapatkan apa yang diinginkan dengan mengorbankan orang lain. Dengan paradigma ini seseorang akan merasa berarti jika ia bisa menang dan orang lain kalah. Ia akan merasa terancam dan iri jika orang lain menang sebab ia berpikir jika orang lain menang pasti dirinya kalah. Jika menang pun sebenarnya ia diliputi rasa bersalah karena ia menganggap kemenangannya pasti mengorbankan orang lain. Pihak yang kalah pun akan menyimpan rasa kecewa, sakit hati, dan merasa diabaikan. Sikap Menang-Kalah dapat muncul dalam bentuk (Wartini, 2015): 1.

Menggunakan orang lain , baik secara emosional atau pun fisik, untuk kepentingan diri.

2.

Mencoba untuk berada di atas orang lain.

3.

Menjelek-jelekkan orang lain supaya diri sendiri nampak baik.

4.

Selalu mencoba memaksakan kehendak tanpa memperhatikan perasaan orang lain.

5.

Iri dan dengki ketika orang lain berhasil

b.

lose-Win (Kalah – Menang) Dalam gaya ini seseorang tidak mempunyai tuntutan, visi, dan harapan. Ia

cenderung cepat menyenangkan atau memenuhi tuntutan orang lain. Mereka mencari kekuatan dari popularitas atau penerimaan. Karena paradigma ini lebih mementingkan popularitas dan penerimaan maka menang bukanlah yang utama. Akibatnya banyak perasaan yang terpendam dan tidak terungkapkan sehingga akan menyebabkan penyakit psikosomatik seperti sesak napas, saraf, gangguan sistem peredaran darah yang merupakan perwujudan dari kekecewaan dan kemarahan yang mendalam.

11

c. Lose-Lose (Kalah – Kalah) Biasanya terjadi jika orang yang bertemu sama-sama punya paradigma Menang-Kalah. Karena keduanya tidak bisa bernegosiasi secara sehat, maka mereka berprinsip jika tidak ada yang menang , lebih baik semuanya kalah. Mereka berpusat pada musuh, yang ada hanya perasaan dendam tanpa menyadari jika orang lain kalah dan dirinya kalah sama saja dengan bunuh diri. d. Win (Menang) Orang bermentalitas menang tidak harus menginginkan orang lain kalah. Yang penting adalah mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang bermentalitas menang menjadi egois dan akan mencapai tujuannya sendiri. Jika hal ini menjadi pola hidupnya maka ia tidak akan bisa akrab dengan orang lain, merasa kesepian, dan sulit kerja sama dalam tim. e.

Win-Win (Menang-Menang) Menang-Menang adalah kerangka pikiran dan hati yang terus menerus

mencari keuntungan bersama dalam semua interaksi. Menang-Menang berarti mengusahakan semua pihak merasa senang dan puas dengan pemecahan masalah atau keputusan yang diambil. Paradigma ini memandang kehidupan sebagai arena kerja sama bukan persaingan. Paradigma ini akan menimbulkan kepuasan pada kedua belah pihak dan akan meningkatkan kerja sama kreatif. 4.

Kompromi Melalui kompromi mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan

dasar yang di tengah dari dua pihak yang berkonflik. Cara ini lebih memperkecil kemungkinan untuk munculnya permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik, karena tidak ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang dari pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karena tidak membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau berkonflik. Yang termasuk kompromi diantaranya adalah:

12

a.

Akomodasi Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin

yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian. b. Sharing Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan. 5.

Konflik Antara Karyawan dengan Pimpinan Konflik jenis ini relatif sulit karena sering tidak dinyatakan secara terbuka.

Umumnya karyawan pihak karyawan lebih cenderung untuk diam, meskipun mengalami pertentangan dengan pihak atasan. Yang penting bagi suatu organisasi adalah agar setiap konflik hendaknya bisa diselesaikan dengan baik. Kebanyakan suatu konflik menjadi makin berat karena lama terpendam. Karena itulah penting bagi suatu organisasi “menemukan” konflik atau sumbernya sedini mungkin. Cara yang ditempuh adalah dengan menggalakkan saluran komunikasi ke atas ( up ward channel of communication ).

D. Pendelegasian dan Wewenang Pengertian Pendelegasian Wewenang menurut Stoner (2000:434) dalam Kesumnajaya (2010), Pendelegasian Wewenang adalah pelimpahan wewenang formal dan tanggung jawab kepada seorang bawahan untuk menyelesaikan aktivitas tertentu (Dyah, 2013). Wewenang merupakan dasar dalam bertindak, berbuat, dan melakukan kegiatan/aktifitas suatu perusahahan. tanpa adanya wewenang orang dalam perusahahan tidak dapat bertindak apapun. Wewenang/authority terdapat power and right, tetapi dalam power belum tentu terdapat authority and right (Achmad, 2016). a.

Jenis jenis wewenang (authority)



Line authority adalah kekuasaan, hak dan tanggung jawab ada pada seseorang yang tercapai tujuannya. Ia berwenang mengambil keputusan, berkuasa, berhak, dan bertanggung jawab langsung untuk menyatakan

13

keputusan tersebut. Line authority dalam struktur organisasi di simbolkan dengan garis. 

Staf authority adalah kekuasaan dan hak , “hanya” untuk memberikan data, informasi, dan saran untuk membantu lini, agar bekerja efektif mencapai tujuan. Staff authority hanya membantu lini untuk menyediakan data, informasi, dan saran yang dipakai atau tidak, tergantung kepada manajer lini. Struktur organisasi Staf authority di simbolkan dengan garis putusputus.



Functional authotrity adalah kekuasaan seorang manajer karena adanya suatu proses, praktek, kebijakan, tertentu atau soal lain yang berhubungan dengan pelaksaaan kegiatan oleh pegawai lain dalam bagian lain pula. Struktur organisasi Functional authority di gambarkan dengan garis terputus-putus dan titik.



Personality authority adalah kewibawaan seseorang dalam berbicara, berperilaku, ketangkasan, dan kemampuan, sehingga ia di hormati oleh kawan maupun lawan.

b.

Sumber sumber wewenang/authority



Formal authority teory (institional approach = teori wewenang formal).



Acceptance authority theory ( teori penerima wewenang).



Authority of the situation, artinya wewenang diperoleh seseorang karena situasi.



Position authority, artinya wewenang karena adanya suatu posisi jabatan dalam



Technical authorirty (wewenang teknis), artinya wewennang di dapat seseorang, karena kemampuan khusus dari pengalaman, ketenaran, kemampuan mengambi keputusan yang benar.



Yuridis authority (wewenang hukum) artinya wewenang diperoleh seseorang karena hukum atau undang undang (Anastasia, 2017).

14

15

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pendekatan dalam Kepemimpinan Pada poin pendekatan dalam kepemimpinan ada beberapa pertanyaan yang kami ajukan. Pertanyaan pertama mengenai riwayat kepemimpinan dalam keluarga, kepala puskesmas Sungai Ulin mengatakan bahwa: “Dalam keluarga berarti termasuk orang tua saya kan ya. Kalau suami iya direktur perusahaan. Kalau orang tua dulunya iya, kalau bapak ABRI pemegang jabatan, adek ibu juga kebetulan AU pemegang jabatan juga, ada yang polisi juga pemegang jabatan”. Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa keluarga Kepala Puskesmas Sungai Ulin dapat dikatakan pemimpin yang sudah mendarah daging. Keluarga adalah wadah pembentukan jiwa kepemimpinan yang paling awal dan penting, karena melalui keluarga fondasi kepemimpinan diletakkan. Kepemimpinan keluarga yang kuat akan menghasilkan anggota keluarga yang sangat kuat secara turun temurun (Banuara, 2015). Pertanyaan kedua mengenai riwayat pendidikan

Kepala Puskesmas

Sungai Ulin, beliau mengatakan bahwa : “Ibu SD, SMP, SMA di sampit. Kuliah D3 di Banjarbaru APKTS (Akademi Pendidik Kesehatan Teknologi Sanitasi) sekarang AKL namanya. Tahun 2000 ibu ngambil S1di Unair ngambil SKM dan S2 di Malang ngambi MMKes”. Menurut Thompson, pendidikan adalah pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan perubahan- perubahan yang tetap dalam kebiasaan perilkau, pikiran dan sifatnya (Neolaka dan Grace, 2017). Kepemimpinan melibatkan segala sesuatu terjadi sebagai hasil interaksi diantara pemimpin dan yang di pimpin. Kepemimpinan adalah sebuah proses mempengaruhi orang lain ke arah pencapaian tujuan organisasi. Kepemimpinan yang mempunyai etika tinggi dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya adalah menjadi jawaban penting untuk menghadapi berbagai permasalahan yang dihadapi. Dalam kepemimpinan pendidikan juga mempengaruhi di dalamnya, karena dengan

pendidikan maka pengetahuan dan wawasan akan luas, pikiran lebih terbuka dan dapat mengambil keputusan dengan matang (Sagala, 2013). Pertanyaan ketiga mengenai keikutsertaan ibu mengikuti organisasi selama menempuh pendidikan. beliau mengatakan bahwa: “Ibu sih kalau dibilang sering ikut organisasi enggak juga ibu senengnya olahraga. Waktu D3 sering ikut pertandingan. Untuk organisasi ibu kurang terlalu senang”. Dalam hal ini Kepala Puskesmas Sungai Ulin tidak pernah mengikuti organisasi sebelumnya dikarenakan beliau lebih memilih mengikuti bidang oalahraga. Meskipun tidak pernah mendapatkan pengalaman kepemimpinan dalam organisasi tetapi Kepala Puskemas Sungai Ulin telah mendapatkannya melalui keluarga. Oganisasi adalah kumpulan atau orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan tertentu (Wiajtno, 2009). Organisasi pada dasarnya merupakan kerja sama antara dua orang atau lebih dalam rangka mencapai suatu tujuan. Organisasi adalah kumpulan orang, proses pembagi-an kerja antara orang-orang tersebut dan adanya system kerja sama atau system sosial diantara orang-orang tersebut (Samsuni, 2017). Organisasi rupanya digunakan untuk menghadapi kebutuhan mendesak dan mengembangkan kepemimpinan di semua tingkatan dan mencoba mengajak pemimpin agar berkembang lebih cepat (Soegoto, 2017). Kepemimpinan merupakan faktor penting dalam keberhasilan manajemen. pentingnya kepemimpinan dapat dirasakan pada tingkat individu, antar individu, manajerial,dan organisasi. Maka dari itu dalam organisasi kepemimpinan pada tingkat antar individu terjadi apabila seseorang yang memiliki karakter dapat dipercaya melakukan komunikasi dengan orang lain dan bekerja secara sinergis serta menghasilkan sesuatu yang lebih besar dari pada apabila mereka bekerja sendirian (Samsuni, 2017). Pertanyaan ke empat mengenai cara interaksi Kepala Puskesmas Sungai Ulin dengan karyawannya, beliau mengatakan bahwa: “ibu menganggap karyawan disini bukan karyawan yaa tapi saudara karena biar lebih dekat dan akrab lagi, tetapi tetap ada batasan disaat kami rapat misalnya. Di saat kami becanda ya becanda disaat serius ya serius”.

16

Pemimpin memfasilitasi terjadinya interaksi yang saling mendukung di antara

bawahan,

sehingga

mereka

dapat

melaksanakan

tugas

dan

tanggungjawab mereka dengan suasana kerja yang lebih kondusif, nyaman, dan aman. Dengan terciptanya suasana kerja yang kondusig, nyaman dan aman tersebut diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja para bawahannya (Wijono, 2018). Interaksi antara seorang pemimpin dan seorang anggota tertentu (bawahan), pemimpin secara implisit mengkategorikan pengikut tersebut sebagai “ in group ” atau “ out group “ dan bahwa hubungan semacam itu relativ stabil untuk waktu yang lama. Pada in-group, bawahan lebih dipercaya dan mendapatkan perhatian dalam porsi yang lebih besar dari atasan dan mendapatkan hak-hak khusus. Bawahan dalam kelompok out-group hanya mendapatkan sedikit waktu yang diberikan oleh pemimpin, sedikit control yang diberikan oleh pemimpin dan hubungan pemimpin dengan out-group berdasarkan hubungan wewenang yang formal menurut Robbins (Oktavianda dan Mohammad, 2018). Pertanyaan kelima menganai tindakan yang dilakukan jika karyawan melakukan pelanggaran, beliau mengatakan bahwa: “ya diberi peringatan dlu, kita tegur kan manusia tempatnya salah. Diberi peringan 1,2,3 kali kalau masih saja kami teruskan ke dinas. Tapi disini Alhamdulillah engga ada sih”. Sifat- sifat pribadi yang dimiliki oleh seorang pemimpin sangat beragam atau tidak ada yang sama persis antara satu pemimpin dengan pemimpin yang lainnya. Oleh karena adanya perbedaan sifat- sifat pribadi yag dimiliki pemimpin ini, maka sifat- sifat pribadi masih belum dapat dianggap satusatunya penentu keberhasilan bagi pemimpin dalam menjalankan perannya. Tetapi mungkin yang dianggap paling penting adalah ketika seorang pemimpin yang memiliki sifta-sifat pribadi seperti komitmen, asertif, tanggungjawab dan disiplin, dan mau kerja keras tersebut muncul, belum tentu dapat dipatuhi bawahannya. Contohnya, walaupun pemimpin memiliki berbagai sifat pribadi yang disebutkan diatas, dia dapat saja tidak dipatuhi oleh bawahannya, ketika dia memerintah para bawahannya dengan sikap yang sangat keras dan kaku, atau mengatur para bawahan dengan kata-kata yang keras dan kedengaran kasar

17

ditelinga mereka. Sebaliknya, pemimpin akan disegani dan dipatuhi, ketika dia menegur bawahannya yang melanggar aturan dengan nada yang lembut dan berwibawa (Wijono, 2018). Pertanyaan ke enam mengenai pendapat Kepala Puskesmas Sungai Ulin tentang definisi pemimpin yang baik, beliau mengatakan bahwa: “Seorang pemimpin itu harus terbuka, fleksibel, tdak boleh kaku, komunikasi terjaga, agar segala sesuatu tdk terhambat dan transparan”. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki “3K” (Karakter, keterampilan, Komitmen). Karakter menentukan sifat, perkataan, dan tindakan seseorang. Hampir setiap masalah dan kesuksesan yang dicapai seseorang berakar pada karakter. Karakter yang baik adalah memotivasi dari dalam untuk melakukan yang benar, walaupun kita suka atau tidak suka dalam setiap situasi. Karakter yang baik mampu melampaui perbedaan usia, kedudukan, status ekonomi, ras, agama, pendidikan, jenis kelamin, dan kepribadian. Keterampilan adalah sebuah kemampuan atau kecakapan yang dimiliki oleh seseorang untuk menyelesaikan tugas, kemampuan untuk bertindak, kemampuan untuk beradaptasi, kemampuan untuk berfikir besar. Orang- orang yang memiliki kemampuan besar pasti akan berpikir besar. Komitmen adalah sebuah perjanjian, keterikatan untuk melakukan sesuatu. Jika seseorang telah membuat sebuah perjanjian, maka mau tidak mau, suka tidak suka perjanjian tersebut harus ditepati, karena adanya sebuah keterikatan tersebut (Kristo, 2009). Pertanyaan ke tujuh mengenai kepentingan hubungan dengan karyawan atau lebih mengutamakan teknis2 misalnya harus berjalan sesuai SOP, beliau mengatakan bahwa: “dua- duanya. Kalau kita kaku tidak bisa membuat kita maju dan orang bisa saja stress, yg penting sesusai prosedur tetep jalajugan tapi kekeluargaan jalan . SOP tetap jalan tetapi tetap diimbangi hubungan baik dengan karyawan”. Perilaku seorang pemimpin memiliki hubungan yang sangat erat dalam hal meningkatkan kinerja bawahannya. Sejalan dengan meningkatnya atau semakin baiknya perilaku pemimpin terhadap bawahannya baik dalam memberikan tugas atau tanggung jawab dan juga dalam hubungan keseharian,

18

maka menumbuhkan semangat dalam diri bawahannya sehingga karyawan cenderung untuk lebih meningkatkan kinerjanya. Artinya apabila seorang pemimpin berperilaku baik terhadap bawahannya, maka bawahan juga akan berperilaku sebagaimana yang diharapkan oleh pemimpin, sehingga perilaku bawahannya tersebut dapat memperkuat perilaku pemimpin (Sudarsono, 2012).

B. Tipe- Tipe Kepemimpinan Pada poin tipe-tipe kepemimpinan ada beberapa pertanyaan yang kami ajukan. Pertanyaan pertama mengenai keikutsertaan Kepala Puskesmas Sungai Ulin terhadap tugas karyawan yang telah diberikan, kepala puskesmas Sungai Ulin mengatakan bahwa: “kami kan sekarang sedang menghadapi re-akreditasi ibu tetap harus ikut segala-segalanya yang mengatur dan mengarahkan terus nanti teman- teman kumpul ya ibu ikut juga. Jadi mereka kalau ada hambatan harus cepat diselesaikan dengan pimpinan dapat terselesaikan jadi tidak tidak terkendala pekerjaanya. Jadi jangan sampai kita biarkan mereka sendiri kecuali kalau saya sakit ga masuk kerja. Kalau rapat juga saya selalu usahakan ikut”. Pekerjaan seorang karyawan atau bawahan tentunya harus dilakukan yang namanya pengawasan. Menurut Billy E. Goetz mengatakan bahwa, pengawasan ditujukan untuk mengatur supaya semua kegiatan dilangsungkan sesuai dengan rencana. Pengawasan yang dijalankan dengan baik dan kontinu akan mampu meningkatkan disiplin kerja karyawan dan menciptakan suatu semangat kerja kelompok yang dapat merangsang setiap karyawan untuk lebih baik. Pada akhirnya akan sanggup meningkatkan produktivitas kerja karyawan dan karyawan akan selalu bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilaksankan. Pengawasan dilakukan oleh seorang pemimpin atau pengawas yang langsung mengawasi aktivitas dari karyawan kalau terjadi suatu kesalahan bisa langsung di tegur dan diberikan bimbingan kepada bawahannya untuk diperbaiki kesalahan tersebut (Busro, 2018). Pertanyaan kedua mengenai rapat rutinan yang dilakukan Kepala Puskesmas Sungai Ulin, beliau mengatakan bahwa: “kalau dipuskesmas ada,

19

rapat logmin dilakukan sebulan sekali, kalau rapat dadakan dan urgent kami cepat rapat”. Rapat adalah komunikasi timbal balik dengan sarana bahasa antara dua orang atau lebih untuk memperdalam suatu masalah, agar dapat mencapai kesepahaman dan memutuskan pengambilan langkah tertentu dalam rangka suatu kerja sama yang tetap. Bahan pembicaraan dapat berupa pengupasan suatu bagian masalah dalam kerjasama, penilaian (evaluasi) atau pelaksanaan kerja sama, atau penyusunan suatu rencana kerjasama. Karena rapat merupakan komunikasi antara dua orang atau lebih, maka hasilnya diukur dari dapat tidaknya orang-orang yang bersangkutan mengungkapkan gagasan dan/atau perasaannya dengan kata-kata secara secukupnya. Ukuran lain dari berhasilnya rapat adalah sejauh mana para peserta dapat memahami ungkapan gagasan atau perasaan sesama peserta rapat (Dwiwibawa dan Theo, 2008). Pertanyaan ketiga mengenai pengambilan keputusan yang dilakukan Kepala Puskesmas Sungai Ulin, beliau mengatakan bahwa: “kalau ibu ya dibicarakan bersama di musyawarahkan, tpi keputusan tetap ditangan pimpinan”. Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Keputusan yang diambil oleh para pemimpin akan sangat berdampak pada cara kerja bawahan. Komponen utaman efektivitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputuasan yang sangat menentukan keberhasilan organisasi. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibandingkan dengan mereka yang tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Dengan kata lain, seberapa jauh para bawahannya diajak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan juga akan sangat menentukan kualitas putusan yang diambil (Busro, 2018). Pertanyaan ke empat mengenai cara evaluasi yang diberikan kepada karyawan jika mengalami penurunan kinerja, beliau mengatakan bahwa: “ya pertama saya panggil orangnya, tanyakan sebabnya apa, kalau memang sebabnya pribadi kita tidak bisa ikut campur. Tapi kalau pekerjaan disini tidak terlalu berat- berat karena semuakan kerjasama”.

20

Evaluasi adalah suatu proses dalam merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan (Batubara dkk, 2016). Evaluasi akan berlangsung efektif bila didukung kondisi yang positif. Dalam hal ini peranan pemimpin diunit kerja sangat penting. Seorang pemimpin dapat menjaga tumbuhnya perasaan positif dalam diri orang-orang yang dipimpinnya. Sikap, perilaku dan cara berbicara pemimpin berdampak besar pada orang-orang yang dipimpinnya. Dalam proses evaluasi, seorang pemimpin dapat membangkitkan gairah dan antusiasme anggota komunitas untuk tetap termotivasi dan berkomitmen. Maka ketika anggota komunitas membagikan pengalamannya menghayati nilai, pemimpin benar-benar menaruh perhatian, mengajak setiap peserta untuk memberikan apresiasi dan mendorong setiap anggota komunitas untuk berkontribusi positif (Waruwu, 2010).

C. Koordinasi Seorang Pemimpin Pada poin koordinasi seorang pemimpin ada dua pertanyaan yang kami ajukan. Pertanyaan pertama mengenai cara koordinasi Kepala Puskesmas Sungai Ulin terhadap pengambilan keputusan, beliau mengatakan bahwa: “ya dengan cara rapat, musyawarah, kalau pembahasannya untuk ranah semua ya kita bicarakan kesemuanya tapi kalau hanya ada di satu program kami bicarakan dengan teman- teman pengelola program itu saja. Intinya kita lihat situasinya saja”. Fungsi kepemimpinan yang salah satunya adalah fungsi koordinasi. Bentuk perwujudan dari fungsi koordinasi yang dilaksanakan oleh pemimpinan tersebut mengandung artian bahwa untuk dapat menggerakkan bawahan seorang pemimpin harus dapat melaksanakan koordinasi yaitu menghubungkan, menyatupadukan, menyelaraskan hubungan antara orang-orang, pekerjaanpekerjaan dan satuan-satuan organisasi yang satu dengan yang lain sehingga semuanya berjalan harmonis. Pengarahan yang dilakukan oleh pemimpin merupakan petunjuk, intruksi, atau perintah yang harus dikerjakan oleh pegawai

21

agar pegawai dapat memahami pekerjaan yang harus mereka kerjakan (Fazrien, 2017). Pertanyaan kedua yaitu tentang langkah apa saja yang dilakukan ketika menerima sebuah perintah/arahan dari dinkes untuk melakukan suatu kegiatan di Puskesmas? Beliau mengatakan :”bukan arahan ya, itu rapat bulanan dan rapat koordinasi. Nah itu sifatnya harus disampaikan oleh teman- teman, jadi ibu biasanya menunggu jadwal lapor dari dinas dulu baru ibu rapat logmin di puskesmas jadi apa yng disampaikan dinas ibu sampaikan ke puskesmas” Peran directing yang mengandung pengertian bahwa memberikan direktif, memberi petunjuk atau intruksi, dan dapat diartikan memberikan arahan. Dengan kata lain bahwa apa yang dilaksanakan untuk waktu berikutnya atau di kemudian hari sudah mempunyai garis-garis batas yang harus ditaati agar kesemuanya dapat sejalan dengan apa yang telah menjadi peraturan dalam sebuah instansi atau organisasi. Dalam peran pemberian arahan disini mengandung arti bahwa segala upaya yang dilakukan oleh pegawai yang berada dibawah tanggung jawab Dinas Kesehatan telah ditetapkan dan direncanakan sebelumnya dan peraturan yang disepakati merupakan hasil dari pengembangan pemikiran pemimpin dalam organisasi publik tersebut. Salah satu peran pemimpin dalam hal ini adalah sebagai pemberi informasi (Fazrien, 2017). Memberikan informasi kepada anggota organisasi merupakan salah satu bentuk fungsi manajerial yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin untuk membagikan informasi yang relevan mengenai keputusan, rencana, dan kegiatan kepada anggota organisasi atau pihak lain yang membutuhkan informasi tersebut agar dapat melaksanakan tugas dan pekerjaannya (Anggraini, 2017). Kepala puskesmas bertanggungjawab atas penyelenggaraa pelaksanaan program-program dipuskesmas bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelaksana program-progrsam di puskesmas. Puskesmas sangat diharapkan mempunyai Pengorganisasian yang baik dalam pekerjaan program yang ada, hal itu tentunya supaya semua tujuan program dapat tercapai dengan baik. Kepala puskesmas diharapkan mampu untuk mengkoordinir dan mampu untuk

22

mengajak para pegawainya untuk bekerja sama dan terlibat langsung dalam pelaksanaan program kerja yang ada di puskemas. Tak hanya sebagai pihak selalu memerintah, namun Kapus juga wajib membangun kerja sama yang baik, agar tujuan yang akan dicapai agar terlaksana dengan baik (Makatumpias, 2017).

D. Motivasi Dalam Kepemimpinan Pada poin motivasi seorang pemimpin ada dua pertanyaan yang kami ajukan. Pertanyaan pertama mengenai lama kerja Kepala Puskesmas Sungai Ulin, beliau mengatakan bahwa: “Ibu jadi kepala puskes 7 tahun di Cempaka dan di sungai ulin ini sudah berjalan 4 tahun”. Artinya beliau sudah 11 tahun menjabat sebagai pemimpin dan sudah memimpin dua buah puskesmas. Motivasi sangat menentukan apa yang akan dilakukan oleh karyawan dan seberapa besar usaha mereka melakukan hal tersebut. Pada dasarnya motivasi dan kinerja merupakan dua aspek yang berbeda dari perilaku dalam organisasi, tetapi keduanya memiliki hubungan yang positif. Apabila motivasi karyawan terpenuhi maka akan timbul kepuasan kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja karyawan. Jika karyawan diberikan penghargaan atau pengakuan untuk pekerjaan yang telah dilakukannya dengan baik maka hal tersebut merupakan motivasi bagi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya (Tobing, 2014). Masa kerja merupakan salah satu indikator tentang kecenderungan para pekerja dalam melakukan aktivitas kerja, sehingga dapat dikatakan bahwa masa kerja yang lama menunjukkan pengalaman yang lebih dari seseorang dengan rekan kerja yang lain. Masa kerja dapat dilihat dari berapa lama masa kerja atau pengabdian seseorang karyawan maka setiap pegawai memiliki rasa tanggungjawab, rasa ikut memiliki, keberanian dan mawas diri dalam kelangsungan hidup perusahaan sehingga berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja. Sedangkan Hermanto (2015) yang menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan, sehingga penelitian yang dilakukan oleh Septiani dan Hermanto maka dapat dikatakan

23

bahwa faktor masa kerja berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja (Karima, 2017). Pertanyaan kedua yaitu tentang selama Bapak/ Ibu menjadi pemimpin disini, Bagaimana cara Bapak/ Ibu memoitivasi diri untuk bekerja secara optimal? Beliau mengatakan :” Ibu melihat orang, dalam artian ibu ada gambaran, misalnya ini kepala puskesmas dari daerah mana nah ibu lihat kinerjanya sangat bagus kenapa ibu tidak bisa seperti itu. Ibu harus ada perbandingan, yang kedua ibu harus punya prinsip yang membawa kinerja bagus. Kalau disisi keluarga sangat mendukung, orang tua ibu kan ABRI kalau misalkan ibu ada apel 7.50 dan ibu saya ada dirumah jangan harap ibu mepet waktu berangkatnya. Ini yang memotivasi saya”. Setiap orang yang memasuki suatu lingkungan kerja memiliki tujuan tertentu, dan tujuan inilah yang mendorong atau memotivasi dirinya untuk terlibat dalam suatu lingkungan kerja dan tujuan orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, terlepas dari apa dan bagaimana jenis kebutuhan yang ingin dipenuhi tersebut. Setiap pekerjaan memerlukan motivasi yang kuat agar bersedia melaksanakan pekerjaan dan mampu menciptakan kinerja yang tinggi secara bersemangat, bergairah dan berdedikasi. Motivasi berpengaruh terhadap kinerja, teori pengharapannya (expectancy theory), yang menguraikan bahwa seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya tersebut akan menghantar kepada penilaian kinerja yang baik, kinerja yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional, seperti pemberian bonus, kenaikan gaji, promosi, dan ganjaran lain yang akan memuaskan tujuan pribadi pegawai itu (Rau Muh, 2014). Pertanyaan ketiga yaitu tentang kendala pemimpin dalam untuk menjaga tingkat kinerja agar tetap optimal meski sedang menghadapi suatu masalah? :” iya itu pasti, untuk kendala misalnya masalah keluarga, maaf- maaf saja saya tidak akan membawa ke pekerjaan saya, saya harus professional”. Pemimpin haruslah mempunyai cara yang tepat dalam memberikan motivasi kepada para karyawannya untuk mendapatk:an hasil yang diinginkan, maka dari itu seorang pemimpin wajib mempunyai teknik yang tepat dan benar

24

agar motivasi dapat diterima dengan baik dan kinerja karyawan juga baik, sehingga performa perusahaan dengan sendirinya akan membaik pula berkat kinerja yang bagus dari para kanyawan. Maka dari itu teknik pemberian motivasi bukanlah hal yang sepele mengingat akibatnya bisa sangat menguntungkan perusahaan atau malah sebaliknya tergantung dari cara pemimpin mengaktualisasikannya. Motif -motif yang jelas, tegas, dan kuat, akan mendorong kemampuan orang, dan memberanikan dirinya untuk berbuat sesuatu. Sehubungan dengan itu pemimpin harus mampu memberikan motivasi yang baik dan benar kepada anak buahnya (Pramono, 2013). Pertanyaan ketiga dan keempat yaitu tentang penurunan kinerja karyawan di Puskesmas dan bagaimana cara memotivasi karyawan agar kembali bekerja secara optimal? Beliau menjawab: ” satu dua wajar pasti ada. Saya panggil dulu orangnya, saya ajak ngobrol, kita korek- korek. Kalau sudah masalah pribadi saya tidak mau ikut campur tapi tetap saya memberikan wejangan”. Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit untuk mencapai tujuan organisasi. Jika seorang pemimpin berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka orang tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Perilaku seorang pemimpin memiliki dampak yang besar, terkait dengan sikap bawahan, perilaku bawahan yang akhirnya pada kinerja. Untuk mewujudkan kinerja karyawan ternyata tidak hanya melalui upaya memainkan peran kepemimpinan, karena keteladanan seorang pimpinan saja belum cukup untuk menstimulus kinerja karyawan. Dari hasil pengujian hubungan tidak langsung ditemukan bahwa kinerja karyawan akan terwujud jika karyawan dalam organisasi tersebut memiliki komitmen pada organisasi tempatnya bekerja. Peran kepemimpinan seorang pemimpin bisa mempengaruhi komitmen karyawan, yang pada akhirnya mampu mempengaruhi kinerja karyawan. Disisi lain, komitmen karyawan pada organisasi ternyata tidak bisa menjadi mediasi pengaruh lingkungan pada

25

kinerja karyawan. Sehingga, dapat ditarik kesimpulan jika lingkungan kerja tidak mampu mewujudkan komitmen organisasi karyawan, maka tidak akan bisa mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan (Ghoniyah, 2011). Pertanyaan kelima yaitu pemberian reward kepada karyawan yang memiliki kinerja yang bagus? Beliau menjawab: ” kalau dari ibu pribadi sih tidak ya paling- paling kita berikan ucapan terimakasih biar Allah saja yang balas. Tapi di dinas kesehatan kan ada program penilaian teladan untuk semua tenaga kesehatan, nanti disana di tes dan muncul lah nanti tenaga medis teladan dan lain sebagainya. Dan Alhamdulillah kami selalu mendapatkan terus. Seperti kesling, k3, gizi, promkes dapat juara”. Peran kepala puskesmas dalam menjalin hubungan dengan pegawai, memberikan

penghargaan

kepada

pegawai,

mengembangkan

dan

memberdayakan pegawai merupakan kondisi yang mampu menciptakan kepuasan kerja. Motivasi membuat seseorang lebih bersemangat untuk bekerja sehingga dapat bekerja secara efektif dan terintegrasi yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan. Pegawai puskesmas yang memiliki motivasi tinggi dalam bekerja cenderung akan merasa puas sehingga mereka akan berusaha memberikan hasil kerja yang baik terutama dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Oleh sebab itu motivasi memiliki peranan yang penting dalam mencapai kepuasan kerja pada pegawai puskesmas dan dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Pemberian kompensasi pada dasarnya bertujuan untuk mendorong pekerja agar bekerja lebih baik sehingga merasa puas dalam bekerja. Kompensasi yang baik adalah kompensasi yang mampu menjamin kepuasan kerja pegawai sehingga memungkinkan organisasi untuk memperoleh, memelihara dan mempekerjakan pegawai dengan sikap dan perilaku yang positif dan mampu meningkatkan kinerja dalam bekerja (Rowitz, 2013).

E. Pengambilan Keputusan Dalam Kepemimpinan Pada poin pengambilan keputusan ada dua pertanyaan yang kami ajukan. Pertanyaan pertama mengenai cara pengambilan keputusan Kepala Puskesmas

26

Sungai Ulin, beliau mengatakan bahwa: “semuanya, harus dilihat semua tidak saya lakukan salah satu saja. Harus penuh pertimbangan dan balance agar keputusan yang kita ambil tidak salah nantinya”. Rasionalitas keputusan dilakukan dengan membandingkan antara tujuan institusi dengan hasil keputusan yang dilakukan. Selain itu rasionalitas keputusan dilakukan dengan membandingkan antara rencana dengan tujuan. Keputusan yang diambil seharusnya sesuai dengan rencana yang sudah disusun. Keterangan tambahan yang tepat dan berkualitas pada berbagai jenis keputusan digunakan melakukan verifikasi rasionalitas rencana-tujuan. Rasionalisasi subjektif dapat digunakan jika keputusan memaksimalkan hasil dalam kaitannya dengan pengetahuan subjek tertentu, sedangkan rasionalisasi objektif dapat diterapkan pada keputusan yang memaksimalkan nilai dalam situasi tertentu. Penerapan rasionalitas sengaja dapat dilakukan pada keputusan di mana penyesuaian rencana untuk mencapai tujuan merupakan proses dengan sengaja. Sebuah keputusan dapat dikatakan rasional apabila terdapat kesesuaian rencana pada tujuan dari individu atau organisasi; secara organisasi keputusan dianggap rasional apabila memiliki kesesuaian dengan upaya pencapaian tujuan organisasi; sedangkan secara personal keputusan dianggap rasional apabila diarahkan pada kepentingan pribadi (Suparno, 2012). Pertanyaan kedua yaitu tentang selama Bapak/ Ibu menjadi pemimpin disini, model Bapak/ Ibu dalam mengambil keputusan? Beliau mengatakan :” iya seperti itu, seperti baru- baru ini terjadi, ibu memberikan tugas kepada salah satu staff dengan waktu satu tahun saya follow up dia selalu berkata iya saya sudah menyusun semuanya ternyata tidak, kemudian satu minggu yang lalu saya tarik kerjaan dia saya pindahkan ke lain. Saya sudah panjang pengamatannya. Mengambil keputusan itu ya kita lihat dulu lah bagaimana, ibu ini tidak mau membuat orang itu sakit hati orang, harus jaga hati lah. Tapi kalau yang dijaga malah tidak tau- tau ya sudah ambil saja keputusan. Ibu pun tidak semena- mena juga mengambil keputusan, jadi yang mengamati tidak ibu saja tapi yang lainnya juga”.

27

Seorang pemimpin yang mengambil keputusan dengan gaya konseptual adalah pengambilan keputusan yang menggunakan dasar konsep atas fenomena yang terjadi. Pembuat keputusan gaya konseptual mempunyai toleransi tinggi untuk bias pada orang yang kuat dan peduli pada lingkungan sosial. Tokohtokoh masyarakat pada lingkungan sosial yang memiliki pandangan luas selalu mempertimbangkan banyak pilihan dan banyak kemungkinan pada masa mendatang.. Sebelum membuat keputusan, pembuat keputusan ini terlebih dahulu membahas sesuatu dengan orang sebanyak mungkin untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dan kemudian mengandalkan intuisi dalam mengambil keputusan. Pembuat keputusan konseptual cenderung bagus dalam menemukan solusi yang kreatif atas masalah dan lebih lebih berani mengambil risiko (Suparno, 2012). Pertanyaan kedua yaitu tentang gaya pengambilan keputusan rasional dan toleransi? Beliau mengatakan :”iya”. Model Rasionalitas adalah pengambilan

keputusan

berdasarkan

adanya

keterkaitan

logis

antara

pengambilan keputusan dengan pencapaian tujuan organisasi. Gambaran model perilaku pengambilan keputusan modern, oleh banyak ekonom dan ahli teori keputusan kuantitatif tidak dinyatakan bahwa keputusan yang diambil deskriptif dan realistis. Inti yang dicapai Peters dan Waterman adalah bahwa model rasional bukan menjadi akhir pengambilan keputusan secara efektif dan jika terdapat perbedaan, tersebut menyebabkan kesalah pahaman dan mengganggu proses pengambilan keputusan (Rowitz, 2013).

F. Manajemen Konflik Dalam Kepemimpinan Pada poin manajemen konflik pertanyaan yang kami ajukan. Pertanyaan mengenai strategi Kepala Puskesmas dalam manajemen konflik, beliau mengatakan bahwa: “tidak ada sih ibu menemui manajemen konflik disini. Alhamdulillah aman aja. Kalau ada konflik misalkan ibu sih biasanya ibu panggil dulu orangnya kita bicarakan bersama- sama dan cari jalan keluarnya”.

28

Konflik dapat terjadi karena manusia memiliki sifat dominasi, kepengaruhan, keteguhan hati dan kepatuhan. Menurut Marquis & Huston (2010) ada 3 kategori konflik yang utama yaitu intrapersonal, interpersonal dan interkelompok. Gregorc (2009) mengatakan konflik yang sering terjadi di rumah sakit yaitu konflik interpersonal antara perawat dan dokter, hal ini disebabkan karena beban kerja mereka dan kepala ruangan memiliki pengetahuan kurang tentang manajemen konflik dan kurang memahami peran dalam memecahkan masalah interpersonal. Pemecahan persoalan, sebagai anggapan dasar bahwa semua pihak mempunyai keinginan untuk menanggulangi konflik, oleh sebab itu perlu dicari ukuran-ukuran yang dapat memuaskan pihak yang terlibat dalam konfllik dan persoalan harus selalu dilalui dua tahappenting yaitu proses penemuan

gagasan

dan

proses

pematangannya.

Musyawarah,

dalam

musyawarah terlebih dahulu ditentukansecara jelas apa yang menjadi persoalan. Kemudian kedua belah pihak yang sedang dalam pertikaian mengadakan pembahasan untuk mendapatkan titik pertemuan (Purba, 2012). Pada waktu musyawarah dapat dikembangkan suatu konsesus bahwa setelah terjadi kesepakatan, masing-masing pihak harus mencegah terjadinya konflik. Mencari lawan yang sama, dalam hal ini semua pihak diajak untuk lebih bersatu,kaarena harus menghadapi pihak ketiga sebagai pihak yang dianggap merupakan lawan dari kedua belah pihak yang bertikai. Mensub organisasikan kepentingan dan tujuan pihak-pihak yang sedang konflik kepada kepentingan dan tujuan yang lebih tinggi. Dalam strategi ini usaha penanggulangan konflik dilakukan dengan menemukan kepentingan dan tujuan pihak-pihak yang bertikai. Peningkatan interaksi dan komunikasi, pihak-pihak yang berkonflik dapat meningkatkan interaksi dan komunikasi mereka, pada suatu saat mereka juga akan lebih mengerti dan menghargai dasar pemikiran dan perilaku pihak lain. Penghargaan dalam hal ini penting sekali karena dapat mengurangi pandangan buruk terhadap kelompok lain (Handoko, 1993).

29

G. Pendelegasian Dalam Kepemimpinan Pada poin pendelagasian pertanyaan yang kami ajukan. Pertanyaan mengenai strategi Kepala Puskesmas dalam startegi pendelagasian, beliau mengatakan bahwa: “Surat masuk misalkan, arahnya mau kemana misal ada kegiatan di dinas yang diundang abcd baru disposisi terus ibu delegasikan sesuai dnegan apa yang diminta dinas itu yang pertama. Yang kedua ibu bisa mendelegasikan KTU, misalnya ada rapat kepala puskes yang harus hadir berarti ibu yang harus hadir. Tapi kalau rapat itu tidak begitu penting maksudnya lebih penting rapat di puskesmas maka ibu delegasikanlah KTU”. Pendelegasian

adalah

proses

terorganisir

dalam

organisasi/keorganisasian untuk secara langsung melibatkan sebanyak mungkin orang dan pribadi dalam pembuatan keputusan,pengarahan, dan pengerjaan kerja yang berkaitan dengan pemastian tugas.dilakuakan dengan cara membagi tugas, kewenangan, hak, tanggung jawab, kewajiban, serta pertanggungjawaban, yang ditetapkan dalam suatu penjabaran/deskripsi tugas formil dalam organisasi. Memberikan sebagian tanggung jawab organisasi/ perusahaan kepada subordinat/ bawahannya untuk dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, seperti yang dikehendaki oleh pemberi delegasi, dengan tujuan agar tujuan organisasi tercapai sesuai dengan yang sudah ditargetkan. Memungkinkan pimpinan/ manajer dapat mencapai tujuan organisasi dengan hasil lebih optimal, karena tugas sebagian sudah diberikan kepada staf untuk penangananya/ penyelesaiannya. Agar organisasi dapat berfungsi lebih efisien. Manajer dapat memusatkan waktu, pikiran dan tenaganya pada tugas- tugas prioritas yang lebih strategis/penting (Rowitz, 2013). Pertanyaan kedua tentang kriteri pendelegasian yaitu misalnya ada diminta delegasi dari gizi beberapa orang, itu apakah ibu ada menentukan kriteria? Beliau mengatakana bahwa: ”di puskesmas ini ada koordinatorkoordinator, KIA ada Poli ada. Biasanya ada keterangan surat yang diminta misal dari dinas meminta koordinator dari gizi misalkan, yasudah berarti koordinator yang berangkat”.

30

Agar petugas dapat melakukan dan menyelesaikan pekerjaan dengan lebih cepat sekiranya pelimpahan wewenang tersebut berjalan sebagaimana mestinya dan diberikan kepada orang yang bertanggung jawab sesuai dengan kompetensinya.Memberikan tugas, wewenang, dan tanggung jawab kepada staf secara propesional. Kebijakan pimpinan terjadi dikarenakan adanya hambatanhambatan dalam pendelegasian tugas yang berjalan kurang efektif. Untuk menanggulangi hambatan-hambatan ini maka pemimpin harus memberikan kepada bawahan kebebasan yang sesungguhnya untuk melaksanakan tugas yang dilimpahkan kepadanya. Menurutnya juga agar hambatan dapat diatasi kebijakan yang dikeluarkan oleh pimpinan dapat berupa memberikan motivasi dan kompensasi (Donelly, 1992).

31

32

BAB IV PENUTUP Kesimpulan Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan yang efektif adalah perilaku pimpinan yang dapat mengarahkan pegawainya mencapai sasaran bersama sesuai dengan kehendak pemimpin tanpa mengabaikan kepuasan pegawainya. Kepala puskesmas berperan penting dalam meningkatkan kinerja Aparatur Sipil Negara yang ada di lingkungan kerja Puskesmas. Kepala Puskesmas Sungai Ulin dalam pendekatan kepemimpinan dengan karyawan dengan menganggap semua saudara agar lebih akrab, akan tetapi tetap ada batasan dan profesionalitas saat bekerja. Pemimpin memfasilitasi terjadinya interaksi yang saling mendukung di antara bawahan, sehingga mereka dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawab mereka dengan suasana kerja yang lebih kondusif, nyaman, dan aman. Tipe kepemimpinan yang digunakan oleh kepala puskesmas Sungai Ulin yakni melakukan msyawarah untuk memecahkan masalah, meskipun keputusan tetap ada ditangan pimpinan. Koordinasi yangbiasa dilakukan dalam bentuk rapat bulanan, rapat urgensi dan musyawarah lainnya. Untuk motivasi dalam bekerja berasal dari belajar dan melihat pimpinan puskesmas lain yang sudah maju, kemudian motivasi dari keluarga juga sangat penting, sedangkan untuk karyawan tidak ada reward dari puskesmas untuk memotivasi kerja, tetapi ada penilaian tenaga kesehatan teladan dari dinas kesehatan. Dalam pengambilan keputusan seorang pemimpin harus rasional, tidak semua harus dilakukan bersamaan melainkan salah satu yang paling penting dulu. Untuk manajemen konflik, pimpinan puskesmas akan memanggil orang yang bersangkutan dan menyelesaikan masalshnya bersamasama. Pendelegasian dilakukan sesuai arahan yang diminta, untuk rapat diluar yang sifatnya tidak terlalu urgent, maka kepala puskesmas akan mendelegasikan kepala tata usaha.

Daftar Pustaka Achmad E M. 2016. Pengaruh Pendelegasian Wewenang Dan Komitmen Organisasi Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Dinas Pendidikan Kabupaten Majalengka. 3(1): 1-9. Amri H. 2016. Kepemimpinan Yang Efektif. Jurnal lingkar Widyaisywara. 3(1):77-82. Anastasia K L. 2017. Analisis Komunikasi Dan Pendelegasian Wewenang Dalam Organisasi Dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus Pada Pt.Pln (Persero ) Wilayah Suluttenggo). 5(2): 2061-2069. Anggraini Noor Fadhilah Dyah, dkk. 2017. Analisis Peran Kepemimpinan Kepala Puskesmas dalam Pelaksanaan Layanan Komprehensif Berkesinambungan HIV-IMS di Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 5 (2). 11-12. Banuara S. 2015. Born As Winner, Live As A Leader. Yogyakarta: Deepublish. Batubara R.H, Irwan E, Rio T.P. Partisipasi masyarakat dalam program Gerakan Serentak Membangun Kampung (GSMK) di Kecamatan Gedung Aji Baru Kabupaten Tulang Bawang. JIIA. 4(1): 111-117. Busro Muhammad. 2018. Teori-teori Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: KENCANA. Dyah S P, Sigit S, Nurhasan H. 2013. Pengaruh Pendelegasian Wewenang Dan Pembagian Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Btn Surakarta. 2(2):26-36. Dwiwibawa R, Theo R. 2008. Siap Jadi Pemimpin?: Latihan Dasar Kepemimpinan. Yogyakarta: Kanisius.Donelly Ivancevich. 1992. Organisasi: Jilid 2 Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta. Fadly Kaimuddin Hp, Darmawansyah, Amran Razakgaya 2014. Kepemimpinan Situasional Kepala Puskesmas Bara-Baraya Kota Makassar. 1(1):1-9. Fazrien Armhela, dkk. 2017. Peran Pemimpin Dalam Pencapaian Kinerja Pegawai. Jurnal Administrasi Publik, 2 (4). Ghoniyah Nunung. 2011. Peningkatan Kinerja Karyawan Melalui Kepemimpinan, Lingkungan Kerja Dan Komitmen. Jurnal Dinamika Manajemen, 2 (2). 121-122. Handoko T. Hani. 1993. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.

Harsono AY, dkk. 2015. Analisis Gaya Kepemimpinan Dan Komunikasi Organisasi Antara Atasan-Bawahan Dalam Membangun Budaya Organisasi Di Lingkungan Sekretariat Dprd Kota Bengkulu. Jurnal Komunikasi Kareba. 4(3) : 382-343. Jacob RR, dkk. 2015. Gaya Kepemimpinan Dan Motivasi Kerja Pengaruhnya Terhadap Kinerja Pegawai Bagian Administrasi Umum Sekretariat Daerah Kab. Kepulauan Siau Tagulandang Biaro. Jurnal EMBA. 3(3) : 373-381. Karma M W, Sri N, Ganda W. 2016. Hubungan Kepemimpinan, Motivasi Dan Kompensasi Dengan Kepuasan Kerja Pegawai Puskesmas Di Kota Denpasar, 4(1):111-117. Karima Nur Ainal, dkk. 2017. Pengaruh Masa Kerja, Pelatihan Dan Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada PT. Bank Sulselbar Cabang Utama Makassar. Hasanuddin Journal of Applied Business and Entrepreneurship. 1 (1). Kristo T. 2009. Suara Pemimpin. Jakarta: PT Elex media Komputindo. La, A. 2009. Hubungan Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Perawat di RSUD Raha Kabupaten Muna Provinsi Sultra [Skripsi] Makassar: Universitas Hasanuddin. Lumantow Y, Chreisye M, Adisti R. 2015. Kepemimpinan Dan Motivasi Dengan Kinerja Tenaga Kesehatan Di Puskesmas Kawangkoan.. 1(1):1-7. Mankunegara, A dkk. 2007. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: Refika Aditama. Makatumpias Steffhany. 2017. Peran Kepala Puskesmas Dalam Meningkatkan Kinerja Aparatur Sipil Negara. Jurnal Unsrat. 1 (1). Muspawi M. 2014. Manajemen Konflik (Upaya Penyelesaian Konflik Dalam Organisasi). 12(2): 41.-46. Neolaka A, Grace A. 2017. Landasan pendidikan: Dasar Pengembangan Diri Sendiri Menuju Perubahan Hidup. Depok: KENCANA. Oktavianda A.A, Mohammad I. 2018. Pengaruh Leader Member Exchange (LMX) dan motivasi kerja terhadap loyalitas karyawan (Studi pada Karyawan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk Witel Jatim Malang Selatan). Jurnal Administrasi Bisnis. 58(2): 179-187. Pramono Nanok hadi, dkk. 2013. Peranan Pemimpin Dalam Memotivasi Karyawan. Jurnal Administrasi Bisnis. 6 (2). 5-6.

Purba Juli Rustandi. 2012. Gaya Kepemimpinan Dan Manajemen Konflik Kepala Ruangan Di Instalasi Rindu A RSUP H. Adam Malik Medan. Jurnal Keperawatam Holistik. 1 (2). 7-8. Rau Muh. Yusman, dkk. 2014. Hubungan Motivasi Dan Disiplin Kerja Dengan Kinerja Pegawai Di Puskesmas Sangurara Kecamatan Palu Barat Kota Palu. Jurnal Kesehatan Masyarakat Untad, 5 (2). 37-38. Rika Nurjannah. 2017. Skripsi Hubungan Manajemen Konflik Dengan Kinerja Petugas Kesehatan Di Puskesmas Kaluku Bodoa Kota Makassar. Rowitz Louis. 2013. Kepemimpinan Kesehatan Masyarakat. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Sagala S. 2013. Etika dan Mortalitas Pendidikan: Peluang dan Tantangan. Jakarta: KENCANA. Samsuni. 2017. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jurnal Al Falah. 17(31): 113-124. Soegoto E.S. 2017. Tren Kepemimpinan Kewirausahaan dan Manajemen Inovatif di Era Bisnis Modern. Yogyakarta: ANDI. Sudarsono B. 2012. Buletin Perpustakaan Bung Karno: Media Informasi Perpustakaan Bung Karno. Jawa Timur: UPT Perpustakaan Proklamator Bung Karno. Suparno. 2012. Peran Kepemimpinan Dalam Pengambilan Keputusan. Jurnal Administrasi FISIP Untag. 6 (9). 4-5. Thoha, M. 2010. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Wartini S. 2015. Strategi Manajemen Konflik Sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja Teamwork Tenaga Kependidikan. 6(1): 1-10. Tobing Richard. 2014. Persepsi Kepemimpinan Dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT Asuransi Bintan. Jurnal Sosial Humaniora. 7 (1). 9596. Wijatno S. 2009. Pengantar Entrepreneurship. Jakarta : Grasindo. Wijono S. 2018. Kepemimpinan dalam Perspektif Organisasi. Jakarta: KENCANA.

Waruwu F.D. 2010. Membangun Budaya Berbasis Nilai Panduan Pelatihan bagi Trainer. Yogyakarta: Kanisius.

LAMPIRAN No 1

Pertanyaan Apakah dalam

Jawaban

keluarga ibu ada yang Dalam keluarga berarti termasuk

bekerja sebagai pimpinan atau organisasi? orang tua saya kan ya. Kalau suami iya direktur perusahaan. Kalau orang tua dulunya iya, kalau bapak pemegang jabatan. 2

Berarti memang turun- temurun ya bu?

Iya, adek ibu juga kebetulan AU pemegang jabatan juga, ada yang polisi juga pemegang jabatan

3

Berarti memang satu keluarga ya bu Ibu SD, SMP, SMA di sampit. pemimpin semua. Riwayat pendidikan ibu Kuliah D3 di Banjarbaru APKTS dari SD sampai kuliah dimana? (Akademi Pendidik Kesehatan Teknologi Sanitasi) sekarang AKL namanya. Tahun 2000 ibu ngambil S1di Unair ngambil SKM dan S2 di Malang ngambi MMKes.

4

Ketika menempuh pendidikan apakah ibu Ibu sih kalau dibilang sering ikut sering mengikuti organisasi?

organisasi

enggak

juga

ibu

senengnya

olahraga.

Waktu D3

sering ikut pertandingan. Untuk organisasi ibu kurang terlalu senang. 5

Di Puskesmas ini cara ibu berinteraksi ibu menganggap karyawan disini dengan karyawan2 gimana bu?

bukan karyawan yaa tapi saudara karena biar lebih dekat dan akrab lagi, tetapi tetap ada batasan disaat kami rapat misalnya. Di saat kami becanda ya becanda disaat serius ya serius.

6

Kalau

misal

ada

yang

melakukan Ya diberi peringatan dlu, kita tegur

pelanggaran apa yang akan ibu lakukan?

kan

manusia

tempatnya

salah.

Diberi peringan 1,2,3 kali kalau masih saja kami teruskan ke dinas. Tapi disini Alhamdulillah engga ada sih. 7

Aman- aman aja ya bu. Seorang pemimpin Seorang pemimpin itu harus yang baik itu seperti apa menurut ibu? terbuka, fleksibel, tdak boleh kaku, komunikasi terjaga, agar segala sesuatu

tdk

terhambat

dan

transparan. 8

Kalau

ibu

sendiri

mementingkan dua- duanya. Kalau kita kaku tidak

hubungan dengan karyawan atau lebih bisa membuat kita maju dan orang mengutamakan teknis2 misalnya harus bisa saja stress, yg penting sesusai berjalan sesuai SOP?

prosedur

tetep

jalajugan

tapi

kekeluargaan jalan . SOP tetap jalan tetapi tetap diimbangi hubungan baik dengan karyawan. 9

Kan di puskesmas ada pembagian tugas kami

kan

sekarang

sedang

dan seksi- seksi, nah ketika ada kegiatan menghadapi re-akreditasi ibu tetap apakah ibu juga ikut membantu juga atau harus ikut segala-segalanya yang ibu mengarahkan saja kemudian mereka mengatur dan mengarahkan terus melaksanakan arahan ibu?

nanti teman- teman kumpul ya ibu ikut juga. Jadi mereka kalau ada hambatan harus cepat diselesaikan dengan terselesaikan

pimpinan jadi

tidak

dapat tidak

terkendala pekerjaanya. Jadi jangan sampai kita biarkan mereka sendiri kecuali kalau saya sakit ga masuk

kerja. Kalau rapat juga saya selalu usahakan ikut. 10

Kalau rapat apakah ada rapat rutinan bu?

kalau dipuskesmas ada, rapat logmin dilakukan sebulan sekali, kalau rapat dadakan dan urgent kami cepat rapat.

11

Jika

pengambilan

mengambilnya

keputusan,

dengan

karyawan musyawarahkan, tpi keputusan tetap

bawahan atau ibu ambil sendiri? 12

Misal

ada bawahan ibu

ibu Kalau ibu ya dibicarakan bersama di

ada

ditangan pimpinan. yang Ya pertama saya panggil orangnya,

mengalami penurunan kinerja apakah ibu tanyakan memberikan

sebuah

evaluasi?

bagaimana cara ibu mengevaluasi?

sebabnya

apa,

kalau

Dan memang sebabnya pribadi kita tidak bisa

ikut

campur.

Tapi

kalau

pekerjaan disini tidak terlalu beratberat karena semuakan kerjasama. 13

Cara koordinasi ibu dalam mengambil Ya dengan cara rapat, musyawarah, kebijakan seperti apa bu? kalau pembahasannya untuk ranah semua ya kita bicarakan kesemuanya tapi kalau hanya ada di satu program kami bicarakan dengan teman- teman pengelola program itu saja. Intinya kita lihat situasinya saja.

14

Kalau misalnya ibu dapat arahan dari Bukan arahan ya, itu rapat bulanan dinas, itu yang dilakukan apa dulu bu? dan rapat koordinasi. Nah itu sifatnya harus disampaikan oleh teman- teman, jadi ibu biasanya menunggu jadwal lapor dari dinas dulu baru ibu rapat logmin di puskesmas

jadi

apa

yng

disampaikan dinas ibu sampaikan ke puskesmas. 15

Ibu kalau jadi kepala puskesmas sudah Jadi kepala puskes 7 tahun di berapa lama bu?

Cempaka dan di sungai ulin ini sudah berjalan 4 tahun.

16

Kalau dari ibu sendiri, kan sudah lama Ibu melihat orang, dalam artian ibu dan

berpengalaman

menjadi

kepala ada gambaran, misalnya ini kepala

puskesmas, cara memotiasi ibu sendiri puskesmas dari daerah mana nah ibu supaya tetap menghasilkan kinerja yang lihat kinerjanya sangat bagus kenapa bagus bagaimana bu?

ibu tidak bisa seperti itu. Ibu harus ada perbandingan, yang kedua ibu harus punya prinsip yang membawa kinerja bagus. Kalau disisi keluarga sangat mendukung, orang tua ibu kan ABRI kalau misalkan ibu ada apel 7.50 dan ibu saya ada dirumah jangan harap ibu mepet waktu berangkatnya. Ini yang memotivasi saya.

17

Jadi motivasi ibu ini role model, prinsip Iya, hidup harus memiliki prinsip dan keluarga ya bu? jangan mengikuti air yang mengalir saja.

18

Bekerja itu pasti ada kendalanya kan ya iya itu pasti, untuk kendala misalnya bu, bagaimana cara mengatasi supaya masalah keluarga, maaf- maaf saja kinerja ibu tetap maksimal meskipun ada saya tidak akan membawa ke kendalanya?

pekerjaan

saya,

saya

profesional. 19

Kalau selama ibu memimpin puskesmas Satu dua wajar pasti ada. sungai ulin ini pernah gak bu kinerja karyawan ibu menurun?

harus

20

Bagaimana ibu memotivasinya?

Saya panggil dulu orangnya, saya ajak ngobrol, kita korek- korek. Kalau sudah masalah pribadi saya tidak mau ikut campur tapi tetap saya memberikan wejangan.

21

Disini ada reward tidak bu untuk Kalau dari ibu pribadi sih tidak ya karyawan yang kinerjanya bagus?

paling- paling kita berikan ucapan terimakasih biar Allah saja yang balas. Tapi di dinas kesehatan kan ada program penilaian teladan untuk semua

tenaga

kesehatan,

nanti

disana di tes dan muncul lah nanti tenaga medis teladan dan lain sebagainya.

Dan

Alhamdulillah

kami selalu mendapatkan terus. Seperti kesling, k3, gizi, promkes dapat juara. 22

Selanjutnya mengenai pengambilan semuanya, harus dilihat semua tidak keputusan ya bu, kalau ibu mengambil saya lakukan salah satu saja. Harus keputusan berdasarkan intuisi, pengalaman, fakta, wewenang atau penuh pertimbangan dan balance rasional bu? agar keputusan yang kita ambil tidak salah nantinya.

23

Untuk pengambilan keputusan apakah ada Iya seperti itu, seperti baru- baru ini model

tertentu

yang

ibu

gunakan? terjadi,

ibu

memberikan

tugas

Misalnya saja ibu harus mengamati kepada salah satu staff dengan terlebih dahulu?

waktu satu tahun saya follow up dia selalu berkata iya saya sudah menyusun semuanya ternyata tidak, kemudian satu minggu yang lalu saya

tarik

kerjaan

dia

saya

pindahkan ke lain. panjang

Saya sudah

pengamatannya.

Mengambil keputusan itu ya kita lihat dulu lah bagaimana, ibu ini tidak mau membuat orang itu sakit hati orang, harus jaga hati lah. Tapi kalau yang dijaga malah tidak tautau ya sudah ambil saja keputusan. Ibu pun tidak semena- mena juga mengambil keputusan, jadi yang mengamati tidak ibu saja tapi yang lainnya juga. 24

Jadi

langkah-

langkah

ibu

dalam Harus

didiskusikan,

apakah

mengambil keputusan itu pertama di amati pengamatan ibu ini salah atau dulu baru didiskusikan dengan yang lain. 25 26

bagaimana.

berarti gaya pengambilan keputusan ibu berarti gaya pengambilan keputusan ini rasional dan toleransi ya bu. ibu ini rasional dan toleransi ya bu. Untuk manajemen konflik, strategi apa tidak ada sih ibu menemui yang itu gunakan? manajemen konflik disini. Alhamdulillah aman aja. Kalau ada konflik misalkan ibu sih biasanya ibu panggil dulu orangnya kita bicarakan bersama- sama dan cari jalan keluarnya.

27

Selanjutnya

bu

ini

mengenai Surat masuk misalkan, arahnya mau

pendelegasian, tata cara pendelegasian kemana misal ada kegiatan di dinas disini bagaimana bu?

yang diundang abcd baru disposisi terus ibu delegasikan sesuai dnegan apa yang diminta dinas itu yang pertama. Yang kedua ibu bisa mendelegasikan KTU, misalnya ada

rapat kepala puskes yang harus hadir berarti ibu yang harus hadir. Tapi kalau rapat itu tidak begitu penting maksudnya lebih penting rapat di puskesmas maka ibu delegasikanlah KTU. 28

misalnya ada diminta delegasi dari gizi Di puskesmas ini ada koordinatorbeberapa orang, itu

apakah ibu ada koordinator, KIA ada Poli ada.

menentukan kriteria?

Biasanya ada keterangan surat yang diminta misal dari dinas meminta koordinator dari gizi misalkan, yasudah berarti koordinator yang berangkat.

Dokumentasi

Proses Wawancara

Related Documents


More Documents from "Albi Sarira"