Wini Triana_i1a115021_tugas Hukum Dan Undang Undang Kesehatan.docx

  • Uploaded by: Wini Triana
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Wini Triana_i1a115021_tugas Hukum Dan Undang Undang Kesehatan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,212
  • Pages: 10
TUGAS MATA KULIAH HUKUM DAN UNDANG-UNDANG KESEHATAN ANALISIS KASUS “PB IDI MINTA BPJS KESEHATAN BATALKAN ATURAN BARU YANG RUGIKAN PASIEN”

Oleh Wini Triana

I1A115021

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2018

BAB I KASUS PELANGGARAN HUKUM KESEHATAN PB IDI MINTA BPJS KESEHATAN BATALKAN ATURAN BARU YANG RUGIKAN PASIEN Kontributor Jakarta, David Oliver Purba Kompas.com - 02/08/2018, 16:06 WIB Para Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) saat memberi keterangan pers di Jakarta, Kamis (2/8/2018). BP IDI menilai penerapan tiga aturan baru yang tercantum dalam Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan (Perdijampel) Kesehatan 2018 BPJS Kesehatan akan mengurangi mutu layanan kesehatan, bahkan mengorbankan keselamatan pasien.(KOMPAS.com/DAVID OLIVER PURBA) JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Ilham Oetama Marsis meminta BPJS Kesehatan membatalkan tiga aturan baru yang tercantum dalam Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan 2018 BPJS Kesehatan Nomor 2,3, dan 5 Tahun 2018. Aturan itu berisi pembatasan jaminan pada kasus katarak, bayi baru lahir, dan rehabilitasi medik. "IDI meminta BPJS Kesehatan membatalkan Perdirjampel Nomor 2,3, dan 5 Tahun 2018 untuk direvisi sesuai dengan kewenangan BPJS Kesehatan yang hanya membahas teknis pembayaran dan tidak memasuki ranah medis," kata Marsis dalam konfrensi pers di Kantor IDI Pusat, di Jakarta , Kamis (2/8/2018). Jumpa pers itu digelar untuk menanggapi Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan 2018 BPJS Kesehatan Nomor 2,3, dan 5 Tahun 2018. Baca juga: PB IDI: 3 Aturan Baru BPJS Kesehatan Akan Merugikan Pasien Menurut Marsis, salah satu yang terdampak aturan tersebut adalah dokter. Sejumlah tindakan kedokteran akan dibatasi dengan adanya aturan itu. Hal tersebut, kata Marsis, berpotensi melanggar sumpah dan kode etik yaitu melakukan praktek kedokteran tidak sesuai standar profesi. Penerapan aturan itu juga berpotensi meningkatkan konflik antara dokter dengan pasien serta dokter dengan fasilitas pelayanan kesehatan. Alasan lain mengapa aturan itu harusnya dibatalkan karena berpotensi melanggar UndangUndang (UU) SJSN Nomor 40 Tahun 2004 Pasal 24 ayat 3. Dalam melakukan upaya efisiensi, BPJS Kesehatan harusnya tidak mengorbankan mutu pelayanan

dan membahayakan keselataman pasien. "IDI meminta defisit BPJS tidak bisa dijadikan alasan menurunkan kualitas pelayanan. Dokter harus mengedepankan pelayanan sesuai dengan standar profesi," ujar Marsis. Mulai 25 Juli 2018, BPJS Kesehatan menerapkan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan, Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, dan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik. BPJS Kesehatan sebelumnya menjamin operasi semua pasien katarak. Kini operasi hanya dibatasi pada pasien yang memiliki visus di bawah 6/18. Jika belum mencapai angka tersebut, pasien tidak akan mendapatkan jaminan operasi dari BPJS Kesehatan. Sementara pada jaminan rehabilitasi medik termasuk fisioterapi, yang sebelumnya berapa kali pun pasien terapi akan dijamin BPJS Kesehatan, ke depan yang dijamin hanya dua kali dalam seminggu. Pada kasus bayi baru lahir, bayi yang lahir sehat jaminan perawatannya disertakan dengan ibunya. Sedangkan bayi yang butuh penanganan khusus akan dijamin jika sebelum lahir didaftarkan terlebih dahulu. Tiga aturan ini dinilai bisa menghemat anggaran mencapai Rp 360 miliar.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "PB IDI Minta BPJS Kesehatan

Batalkan

Aturan

Baru

yang

Rugikan

Pasien", https://megapolitan.kompas.com/read/2018/08/02/16065891/pb-idiminta-bpjs-kesehatan-batalkan-aturan-baru-yang-rugikan-pasien. Penulis

:

Kontributor

Editor : Egidius Patnistik

Jakarta,

David

Oliver

Purba

BAB II ANALISIS KASUS

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan tersebut dengan tujuan untuk memproteksi seluruh masyarakat dengan premi terjangkau dan dengan coverage lebih luas untuk seluruh masyarakat. Secara nasional jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia telah mencapai jumlah 128 juta jiwa per Agustus 2014. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan, dengan terbentuknya program BPJS tersebut maka jangkauan kepesertaan program jaminan sosial akan diperluas secara bertahap (1,2). Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam penerapan program Jaminan Kesehatan Nasional adalah sebagai berikut : 1) Prinsip kegotongroyongan; artinya peserta mampu membantu peserta yang kurang mampu dan peserta yang sehat membantu peserta yang sakit. Hal ini karena kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh penduduk tanpa pengecualian. 2) Prinsip Nirlaba; artinya pengelolaan dana BPJS adalah nirlaba bukan untuk mencari laba. 3) Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas. 4) Prinsip portabilitas; dimaksud untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah NKRI 5) Prinsip kepesertaan bersifat wajib; artinya wajib bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi peserta JKN BPJS 6) Prinsip dana amanat; artinya dana yang terkumpul berupa titipan kepada badan penyelenggara yang dikelola sebaik-baiknya 7) Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial (3). Pelayanan kesehatan BPJS memfokuskan di Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)/ fasilitas kesehatan primer, seperti di puskesmas. Untuk itu kualitas fasilitas kesehatan primer ini harus dijaga, mengingat efek dari implementasi Jaminan Kesehatan Nasional ke depan, akan mengakibatkan naiknya permintaan (demand) masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Kepuasan pasien merupakan satu elemen yang penting dalam mengevaluasi kualitas layanan dengan mengukur respon pasien setelah menerima jasa. Adanya

penilaian akan jasa tersebut maka sarana pelayanan kesehatan tersebut diharapkan tetap dapat berdiri dan semakin berkembang. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan, pelayanan kesehatan tidak lagi terpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, tetapi pelayanan kesehatan harus dilakukan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis (1). Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta JKN, yaitu berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans (manfaat non medis). Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Bila Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh Fasilitas kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis (4). Mulai 25 Juli 2018, BPJS Kesehatan menerapkan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan, Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, dan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik. BPJS Kesehatan sebelumnya menjamin operasi semua pasien katarak. Kini operasi hanya dibatasi pada pasien yang memiliki visus di bawah 6/18. Jika belum mencapai angka tersebut, pasien tidak akan mendapatkan jaminan operasi dari BPJS Kesehatan. Sementara pada jaminan rehabilitasi medik termasuk fisioterapi, yang sebelumnya berapa kali pun pasien terapi akan dijamin BPJS Kesehatan, ke depan yang dijamin hanya dua kali dalam seminggu. Pada kasus bayi baru lahir, bayi yang lahir sehat jaminan perawatannya disertakan dengan ibunya. Sedangkan bayi yang butuh penanganan khusus akan dijamin jika sebelum lahir didaftarkan terlebih dahulu. Tiga aturan ini dinilai bisa menghemat anggaran mencapai Rp 360 miliar. Pelayanan kesehatan individu terdapat hubungan antara pasien dengan tenaga kesehatan (dokter) dan sarana kesehatan (rumah sakit). Hubungan yang timbul antara pasien, dokter dan rumah sakit diatur oleh kaidah-kaidah tentang

kedokteran (bagian dari kesehatan) baik hukum maupun non hukum (antara lain : moral termasuk etika, kesopanan,kesusilaan dan ketertiban). Hubungan dokter dengan pasien adalah hubungan yang unik, yang meliputi hubungan medis, hubungan hukum, hubungan non hukum, hubungan ekonomi dan hubungan sosial (5). Salah satu penilaian kualitas pelayanan, yaitu reliability, responsiveness, dan emphaty. Reliability, yaitu kemampuan tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat waktu dan memuaskan. Responsiveness, yaitu kemampuan para tenaga kesehatan untuk membantu pasien dan memberikan pelayanan yang tanggap. Emphaty mencakup kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pasien (6). Dengan adanya 3 aturan baru BPJS ini dirasa akan sangat merugikan pasien disamping itu dampak paling besar akan dirasakan oleh dokter dengan adanya 3 aturan tersebut, maka tindakan dokter aan banyak dibatasi, dimana seharusnya dokter melakukan pelayanan penuh kepada pasien tanpa ada batasan tertentu. Selain pasien tidak mendapat pelayanan yang maksimal, para tenaga kesehatan pun akan melanggar kode etik profesi. Menurut buku pegangan sosialisasi JKN dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) , asuransi sosial adalah mekanisme pengumpulan iuran bersifat wajib bagi peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas resiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No 40 Tahun 2004). Sementara itu SJSN adalah tata cara penyelenggaraan program jaminan Sosial oleh BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan (3). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari sistem SJSN. SJSN ini diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib berdasarkan UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Tujuannya agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang layak. (3). Undang-Undang SJSN Nomor 40 Tahun 2004 Pasal 24 ayat 3 “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengembangkan sistem pelayanan kesehatan,

sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas jaminan kesehatan”. Sesuai dengan bunyi undang-undang tersebut, maka seharusnya BPJS tidak keluar dari kaidahnya yakni hanya mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sebagai sistem kendali mutu pelayanan dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas jaminan kesehatan. BPJS tidak seharusnya mengatur dan membatasi ranah medik dan tindakan yang harus diberikan oleh dokter kepada pasien. Kasus defisit anggaran BPJS tidak bisa dijadikan alasan untuk mengurangi pelayanan kesahatan untuk pasien (7). Satjipto Raharjo menjelaskan mengenai perlindungan hukum itu adalah tindakan memberikan pengayoman bagi hak asasi manusia yang dirugikan dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati haknya yang diberikan oleh hukum. Salah satu hak pasien pengguna Jamkesmas adalah menerima pelayanan kesehatan yang baik dari pemberi layanan kesehatan, jika dokter tidak memberikan pelayanan kesehatan yang baik dan kemudian mengakibatkan cacat atau meninggalnya pasien, maka dokter ini telah melakukan pelanggaran terhadap pasien untuk memperoleh pelayanan yang manusiawi tersebut sehingga pasien berhak menuntut kepada dokter yang bersangkutan (8). Hak-hak pasien antara lain sebagai berikut ; 1. Pasien berhak memperoleh Informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit 2. Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil, dan jujur 3. Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi kedokteran/kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi 4. Pasien berhak memperoleh Asuhan Keperawatan sesuai dengan standar profesi Keperawatan 5. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas dapat menentukan pendapat klinis dan pendapat etisnya, tanpa campur tangan pihak luar 6. Pasien berhak mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan 7. Pasien memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi

8. Pasien berhak atas “Privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data medisnya 9. Pasien berhak mendapat Informasi yang meliputi : a. Penyakit yang diderita b. Tindakan Medik apa yang hendak dilakukan c. Kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya d. Alternative terapi lainnya e. Prognosanya f. Perkiraan biaya pengobatannya 10. Pasien berhak menyetujui/memberikan izin atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya 11. Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawabnya sendiri, sesudah memperoleh Informasi yang jelas tentang penyakitnya 12. Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis 13. Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai dengan agama / kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lain 14. Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit 15. Pasien berhak mengajkan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya 16. Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual 17. Pasien berhak menggugat dan menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit di duga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana 18. Pasien berhak mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undang

BAB III REKOMENDASI Sebaiknya BPJS menelaah kembali Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan, Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, dan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik, apakah ketiga peraturan itu tepat atau tidak untuk diterapkan mengingat pasien memiliki hak penuh untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Disamping itu, defisit yang dialami BPJS tidak bisa dijadikan alasan untuk mengurangi dan membatasi tindakan pelayanan yang diberikan dokter kepada pasien. Dokter memiliki kode etik profesi dimana setiap profesi dokter harus memberikan pelayanan penuh terhadap pasien. Dengan diberlakukannya undang-undang tersebut maka akan melanggar kode etik profesi dokter. BPJS juga tidak memiliki hak untuk mengatur tindakan di ranah medik.

DAFTAR PUSTAKA 1. Abidin. Pengaruh Kualitas Pelayanan Bpjs Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien di Puskesmas Cempae Kota Parepare. Jurnal MKMI. 2016; 2(2) : 7075. 2. Rante, Herman & Dyah Mutiarin. 2015. Persepsi Masyarakat terhadap Layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan di RSUD Morangan Sleman DIY. Konferensi Nasional ke-2 APPPTM Vol. 1 3. .Putri NE. Efektivitas Penerapan Jaminan Kesehatan Nasional Melalui Bpjs dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin di Kota Padang. Jurnal TINGKAP. 2014; 10(2) : 176-189. 4. Utami ANF. Evaluasi Program Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat I Kabupaten Sleman Tahun 2016. Journal of Governance And Public Policy. 2017; 4(1) : 1-32. 5. Ainsyiyah ED, dkk. Perlindungan Hukum Bagi Pasien Pengguna Jamkesmas dalam Pelayanan Kesehatan di RSUD Dr. Rm. Djoelham Binjai Terkait Berlakunya BPJS di Bidang Kesehatan. USU Law Journal. 2015; 3(3) : 151-160. 6. Muninjaya. Manajeme Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: EGC; 2010. 7. Undang-Undang SJSN Nomor 40 Tahun 2004. 8. Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum,(Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), Hal. 53. 9. Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan. 10. Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat. 11. Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.

Related Documents

Undang-undang
June 2020 23
Undang Undang
June 2020 16
Undang-undang
May 2020 23
Undang
May 2020 27
Undang
June 2020 17

More Documents from ""