Laporan Kasus II Penyakit Paru Obstruktif Kronis Eksaserbasi Akut
Oleh : dr. Endah Tri Astuti Dokter Pendamping: 1. Dr Corry Christina H 2. Dr Richard Sabar Nelson Siahaan
PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi PERIODE SEPTEMBER 2018 – SEPTEMBER 2019 1
Nama peserta : dr. Endah Tri Astuti Nama wahana: RSUD dr Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi Topik: Penyakit Paru Obstruktif Kronis Eksaserbasi Akut Tanggal (kasus): 22 Oktober 2018 Nama Pasien: Tn.N
No. RM: 09694213
Tanggal presentasi:
Nama pendamping: 1. dr Corry Christina H
27 November 2018
2. dr. Richard Sabar Nelson Siahaan
Tempat presentasi: Aula Komite Medik RSUD dr Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi Obyektif presentasi: □ Keilmuan
□ Keterampilan
□ Diagnostik
□ Manajemen
□ Neonatus
□ Bayi
□ Penyegaran
□ Tinjauan pustaka
□ Masalah
□ Anak
□ Remaja
□ Istimewa □ Lansia
□ Dewasa
□ Bumil
Bahan bahasan:
□ Tinjauan pustaka
□ Riset
□ Kasus
□ Audit
Cara membahas:
□ Diskusi
□ Presentasi
□ Email
□ Pos
dan diskusi Data pasien:
Nama: Tn.N, 56 Tahun
Nomor RM: 09694213
Nama klinik: RSUD dr Chasbullah
Telp: -
Terdaftar sejak: 22 Oktober2018
Abdulmadjid Kota Bekasi
2
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Pasien megeluh sesak nafas sejak 1 hari yang lalu, dirasakan cukup berat oleh pasien dan terus menerus sepanjang hari. Kadang-kadang disertai dengan suara “ngik-ngik”. Sesak tidak membaik dengan perubahan posisi. Ke uhan batuk sejak 2 hari. Batuk disertai dahak awal nya berwarna putih sebelum menjadi kekuningan, kental, dan tanpa darah. Awalnya batuk merupakan batuk kering terlebih
dahulu sebelum kemudian muncu dahak. 2. Riwayat Pengobatan : Pasien belum berobat untuk keluhan sekarang, tetapi pasien sudah sering mendapat uap dan pengobatan untuk ke luhan sesak ini. 3. Riwayat Kesehatan/Penyakit : Pasien sudah sering mengeluh sesak nafas seperti ini, dikatakan keluhan terakhir sekitar 5 bulan yang lalu. Riwayat penyakit lain disangkal.
4. Riwayat Keluarga : HT (-), DM (-), Penyakit Jantung dan Paru (-), Penyakit Ginjal (-), Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien. 5. Riwayat Sosial Ekonomi: Pasien seorang buruh. Pasien dulu merupakan seorang perokok aktif ketika berumur 20 tahunan, dapat menghabiskan sampai 1 bungkus rokok per hari. Saat ini dikatakan pasien sudah berhenti merokok.
Daftar pustaka: 1) 2) 3)
Riyanto BS, Hisyam B . Obstuktif Saluran Pernapasan Akut. ,In: Aru W Sudoyo et al, editors. Buku Ajar ,Ilmu Penyakit Dalam. 4th Edition. Jakarta: FKUI ; 2006. p. 984-985. Roisin, RR. Anzueto, A., Bourbeau, Jean. Teresita, S., et al . Glo bal Initiative for Chro nic Obstructive Lung Diseases (Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention. Updated 2010 . Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Tim Kelompok Kerja PPOK ; 2004.
Hasil pembelajaran : 3
1. Penegakkan Diagnosis PPOK 2. Tatalaksana Awal dan lanjutan PPOK 3. Edukasi komplikasi penyakit 1. Subjektif : •
Keluhan Utama: sesak napas sejak 1 hari yang lalu
•
Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien usia lanjut 56 tahun datang diantar keluarga ke IGD dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan semakin memberat sejak 1 hari SMRS. Sesak dirasakan semakin berat saat melakukan aktivitas, kadang-kadang disertai dengan suara “ngikngik” . Pasien mengaku sudah lama mengalami sesak hilang timbul. Jika sesak timbul, Pasien berobat ke dokter, kadang ke mantra / bidan. Setelah berobat sesak hilang, tetapi sering timbul kembali. Pasien lupa obat-obatan apa saja yang biasanya diminum untuk meredakan keluhannya. Pasien juga mengeluh batuk ringan disertai dahak yang sudah dirasakan sejak 1 bulan SMRS. Terkadang hanya merasakan berdahak tanpa disertai batuk. Pasien tidak merasakan demam, keringat malam hari, batuk darah, nyeri dada. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien merupakan perokok berat. Sejak masih usia 20 tahunan pasien sudah merokok. Sehari biasa menghabiskan 1 bungkus rokok. Namun Pasien mengaku setelah mulai usia tua pasien sudah mulai mengurangi kebisaan rokoknya , dan saat ini pasien mengaku sudah berhenti merokok. Pasien mengaku tidak pernah punya penyakit asma.
Objektif : Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang, dyspnea (+), terpasang O2 kanul nasal 4 lpm
Kesadaran
: Kompos Mentis, GCS E4M6V5=15
Tekanan darah
: 120/80 mmHg 4
Nadi
: 1o5 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Pernapasan
: 29 x/menit, kussmaul (-)
Saturasi
: 94%
Suhu
: 37,0 ºC (aksiler)
BB
: 68 kg
TB
: 154 cm
Status Generalis
Kepala : Normosefal
Kulit
: sawo matang, turgor kulit cukup, pucat (-), uremic frost (-)
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : discharge (-/-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-)
Telinga : discharge (-/-)
Mulut : bibir sianosis (-), bibir kering (-), pursed lip breathing (-)
Tenggorokan : tonsil T1-T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-)
Leher : simetris, trakea di tengah, JVP R+3 cm, pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Thoraks: bentuk normal, retraksi intercostal (-), retraksi suprasternal (-)
o Pulmo depan Inspeksi
: paru kanan dan paru kiri simetris saat statis dan dinamis 5
Palpasi
: Fremitus vocal simetris kiri dan kanan
Perkusi
: redup setinggi SIC V ke bawah paru dekstra sinistra
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) turun pada SIC V ke bawah , suara tambahan ronkhi +/+ dan wheezing +/+ o Jantung Inspeksi
: iktus kordis tidak tampak
Palpasi
: iktus kordis teraba di SIC VI medial linea mid clavicularis sinistra, kuat angkat (+), melebar (-), thrill (-), sternal
lift (-), pulsasi parasternal/epigastrial (-) Perkusi
: batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra Batas kiri : SIC IV linea midclavikula sinistra Batas kanan: SIC IV linea parasternalis dekstra
Auskultasi : BJ I-II regular, Bising(-), gallop (-) o Abdomen Inspeksi
: Datar, venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal, bruit hepar (-)
Perkusi
: Timpani, pekak sisi (+) N, pekak alih (-), area traube timpani
Palpasi
: Supel, Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), nyeri ketok costovertebral (-) , HJR (+)
Ekstremitas Akral hangat, refilling kapiler baik, sianoi (-)
6
EKG (22 Oktober 2018 di IGD)
Gambaran: Irama
: Sinus normal
Frekuensi
: 101 kali per menit
Axis
: Normoaxis
Gelombang P : P mitral (+) Lead II, P pulmonal (-) PR interval
: 153 ms
QRS complex : 76 ms Laboratorium: 7
Tanggal 22 dan 26 Mei 2018 Hasil
Hasil
22/10/2018
25/10/2018
Leukosit
16.400
13.700
5-10 ribu / ul
Hemoglobin
9.2
9.4
12-14 gr/dl
Hematokrit
28.4
27.1
37-47%
Trombosit
409.000
516.000
150 ribu-400 ribu/ul
Nama Pemeriksaan
Rujukan
Hematologi
Elektrolit
Nama Pemeriksaan
22/10/2018
Rujukan
Natrium (Na)
130
135-145 mmol/L
Kalium (K)
5.0
3.5-5.0 mmol/L
Clorida (Cl)
114
94-111 mmol/L
Glukosa
Nama Pemeriksaan
22/10/2018
23/10/2018
24/10/2018
Rujukan
GDS
145
128
142
60-110 mg/dL
8
X Foto Thorax AP ( 22 Oktober 2018 di IGD RSUD) Gambaran: Cor : normal CTR 45% Sinus kanan tumpul, kiri tajam Pulmo : kedua lapangan paru hiperaerasi Diafragma kanan kiri normal Kesan : PPOK
9
Tinjauan Pustaka Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronis adalah penyakit paru kronis yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran pernafasan yang bersifat progresif nonreversibe atau reversibe parsia . PPOK bisa berupa bronkitis kronis, emfisema atau gabungan keduanya. ronkitis kronis adalah kelainan saluran pernafasan yang ditandai oleh batuk kronis yang menimbu kan dahak selama minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut dan tidak disebabkan oleh penyakitl ainnya. Emfisema adalah kelainan anatomis paru yang ditandai oleh
pelebaran rongga udara distal pada bronkiolus terminal, disertai dengan kerusakan dinding alveolus. PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami perubahan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dengan variasi gejala harian yang normal . Gejala yang menyertai eksaserbasi akut ini yaitu sesak napas yang semakin parah, batuk produktif dengan perubahan volumen atau purulensi sputum. Ada juga yang membagi PPOK eksaserbasi akut menjadi gejala respirasi dan gejala sistemik. gejala respirasi meliputi sesak napas yang semakin bertambah berat, peningkatan volumen dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering dan napas yang cepat dan dangka . gejaja sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi, serta gangguan status mental.2
Faktor resiko
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting PPOK, jauh lebih penting dari faktor-faktor penyebab lainnya. Adapun yang termasuk dalam faktor-faktor risiko PPOK adalah. 1. Asap Rokok Sejak lama telah disimpulkan bahwa asap rokok merupakan faktor risiko utama mortalitas dari bronkitis kronis dan emfisema. Serangkaian penelitian telah menunjukkan terjadinya percepatan penurunan volume udara yang dihembuskan dalam detik pertama dari 10
manuver ekspirasi paksa (FEV) dalam hubungan reaksi dan dosis terhadap intensitas merokok, yang ditunjukkan secara spesifik dalam bungkus-tahun (rata-rata jumlah bungkus rokok yang dihisap per hari dikalikan dengan jumlah total tahun merokok)." walaupun hubungan sebab akibat antara merokok dan perkembangan PPOK telah benar-benar terbukti, namun reaksi dari merokok ini masih sangat bervariasi. Walaupun merokok merupakan prediktor signifikan yang paling besar pada FEV , hanya 15% dari variasi FEV yang dapat dijelaskan dalam hubungan bungkus-tahun. Temuan ini mendukung bahwa terdapat faktor tambahan dan atau faktor genetik sebagai kontributor terhadap dampak merokok pada perkembangan obstruksi jalan nafas. 2. Kepekaan Jalan Nafas dan PPOK Kecenderungan meningkatnya bronkontriksi sebagai reaksi terhadap berbagai stimulus Eksogen, termasuk methakolin dan histamine, adalah salah satu ciri-ciri dari asma. Bagaimanapun juga, banyak pasien PPOK juga memiliki ciri-ciri jalan nafas yang hiperresponsif. terdapat pertimbangan akan tumpang tindihnya seseorang dengan asma dan PPOK dalam kepekaan jalan nafas, obstruksi aliran udara, dan gejala pulmonal. Hal ini menegaskan bahwa asma, bronkitis kronis, dan emfisema merupakan variasi dari dasar penyakit yang sama, yang dimodulasi oleh faktor lingkungan dan genetik untuk menghasilkan gambaran patologis yang nyata. Asma dan PPOK pada dasarnya merupakan penyakit yang berbeda. Asma merupakan suatu fenomena alergi sedangkan PPOK diakibatkan dari hubungan iritasi rokok-inflamasi yang menyebabkan kerusakan saluran pernapasan." 3. Infeksi Respirasi Infeksi respirasi telah diteliti sebagai faktor risiko potensial dalam perkembangan dan progresivitas PPOK pada orang dewasa, terutama infeksi saluran nafas bawah berulang. nfeksi respirasi pada waktu anak-anak juga telah dinyatakan sebagai faktor predisposisi 11
potensial pada perkembangan akhir PPOK. 4. Paparan Debu Tempat Kerja Meningkatnya gejala-gejala respirasi dan obstruksi aliran udara merupakan akibat dari paparan debu di tempat kerja. Beberapa paparan pekerjaan yang khas termasuk penambangan batu bara, panambangan emas, dan debu kapas tekstil telah ditegaskan sebagai faktor risiko obstruksi aliran udara kronis. Bagaimanapun juga, walaupun pekerja yang bukan perokok berkembang mengalami reduksi FEV , paparan debu turut menyumbang sebagai faktor risiko PPOK. 5. Polusi Udara Beberapa peneliti melaporkan meningkatnya gejala respirasi pada orang-orang yang tinggal di daerah padat perkotaan dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah pedesaan, yang berhubungan dengan meningkatnya polusi di daerah padat perkotaan. Polusi udara adalah faktor risiko yan( kuran( be(itu pentin( untuk ter*adinya PPOK daripada asap rokok." &. Defisiensi 1 Antitrypsin Defisiensi "A$ yan( berat ada a+ merupakan faktor risiko (enetik ter*adinya PPOK. Ia aupun +anya "-2 dari pasien-pasien PPOK yan( mewarisi defisiensi "A$ yan( berat/ namun pasien-pasien ini menun*ukkan ba+wa faktor (enetik ini dapat mempunyai pen(aru+ yan( san(at besar ter+adap ke5enderun(an untuk berkemban(nya PPOK. "A$ ada a+ suatu anti protease yan( diperkirakan san(at pentin( untuk per indun(an ter+adap protease yan( terbentuk se5ara a ami o e+ bakteri/ eukosit P)%/ dan monosit."
12
Patofisiologi Faktor pen5etus bronkitis kronis ada a+ iritasi kronis yan( disebabkan o e+ asap rokok dan po usi udara. Asap rokok terdiri dari 5ampuran partike dan (as. Pada setiap +embusan asap rokok terdapat radika bebas yan( akan masuk sampai ke a Beo us waktu men(+isap rokok. Partike ini merupakan suatu oksidan yan( dapat merusak paru. Dampak yan( ditimbu kan berupa rusaknya dindin( a Beo us dan ter*adinya modifikasi fun(si anti e astase pada sa uran pernafasan yan( berfun(si untuk men(+ambat neutrofi . Oksidan menyebabkan (an((uan fun(si antie astase/ se+in((a timbu kerusakan *arin(an interstitia a Beo us." Partiku at asap rokok dan udara terpo usi akan men(endap pada apisan mukus yan( me apisi mukosa bronkus se+in((a men(+ambat aktiBitas si ia. Per(erakan 5airan yan( me apisi mukosa berkuran(/ se+in((a iritasi pada se mukosa menin(kat se+in((a meran(san( ke en*ar mukosa. Keadaan ini ditamba+ den(an (an((uan aktiBitas si ia se+in((a timbu (e*a a batuk kronis dan pen(e uaran da+ak. Produksi mukus yan( ber ebi+an menimbu kan infeksi serta men(+ambat proses penyembu+an. " Seirin( terus ber an(sun(nya iritasi dan oksidasi di sa uran pernafasan maka akan ter*adi erosi epite serta pembentukan *arin(an parut. Akan timbu *u(a metap asia skuamosa dan peneba an apisan skuamosa yan( menimbu kan stenosis dan obstruksi ireBersibe dari sa uran nafas. $erdapat dua *enis emfisema yan( re eBan ter+adap PPOK/ yaitu emfisema pan-asinar dan emfisema sentri-asinar. Pada *enis pan-asinar kerusakan asinar bersifat difus dan di+ubun(kan den(an proses penuaan serta pen(uran(an uas permukaan a Beo us. Keadaan ini menyebabkan berkuran(nya daya re(an( e astis paru se+in((a timbu obstruksi sa uran pernafasan. Pada *enis sentri-asinar ke ainan ter*adi pada bronkio us dan daera+ perifer asinar/ ke ainan ini san(at erat +ubun(annya den(an asap rokok dan penyakit sa uran pernafasan perifer.
Diagnosis Dia(nosis PPOK dapat dite(akkan berdasarkan temuan k inis 0anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dibantu den(an pemeriksaan penun*an(. Adapun dia(nosis PPOK dite(akkan den(an: a. Anamnesis Riwayat merokok atau bekas perokok den(an atau tanpa (e*a a pernafasan. Riwayat terpapar Eat iritan da am *um a+ bermakna di tempat ker*a. • •
13
Riwayat penyakit emfisema pada ke uar(a. $erdapat faktor predisposisi pada masa bayi anak/ misa nya berat badan a+ir renda+ 0 R atau prematur/ infeksi sa uran pernafasan beru an(/ in(kun(an den(an asap rokok dan po usi udara. atuk beru an( den(an atau tanpa bunyi men(i b. Pemeriksaan fisik ,nspeksi Pursed lips breathing 0mu ut seten(a+ terkatup men5u5u / yaitu sikap seseoran( yan( bernafas den(an mu ut men5u5u dan ekspirasi yan( meman*an(. ,ni diakibatkan o e+ mekanisme tubu+ yan( berusa+a men(e uarkan =O 2 yan( terta+an di da am paru akibat (a(a nafas kronis. Dapat *u(a ditemui adanya Barrel chest 0diameter antero-posterior dan transBersa yan( sebandin( / pen((unaan otot bantu nafas den(an retraksi dindin( dada/ +ipertropi otot bantu nafas/ pe ebaran se a i(a. i a te a+ ter*adi (a(a *antun( kanan ter i+at denyut Bena *u(u aris di e+er dan edema tun(kai. Penampi an pin! puffer atau blue bloater . Pin! puffer ada a+ (ambaran yan( k+as pada emfisema/ pasien kurus/ ku it kemera+an dan pernafasan pursed lips breating" Blue bloater ada a+ (ambaran k+as pada bronk+itis kronis/ pasien (emuk sianosis/ terdapat edema tun(kai dan ronki basa+ di basa paru/ sianosis sentra dan perifer. • •
•
•
Pa pasi iasanya ditemukan Boka fremitus me ema+ dan se a i(a me ebar. Perkusi ;ipersonor dan batas *antun( men(e5i . •
•
Ausku tasi Suara nafas Besiku er norma / atau me ema+/ terdapat men(i pada waktu bernafas biasa atau pada ekspirasi paksa/ ekspirasi meman*an(. 5. Pemeriksaan Penun*an( Spirometri 0>4P"/ >4P" prediksi/ K>P/ >4P" K>P - Obstruksi ditentukan o e+ ni ai >4P" prediksi 0 dan atau >4P" K>P 0 . - Obstruksi : >4P" 0>4P" >4P" pred L '! / >4P" 0>4P" K>P L @! . - >4P" merupakan parameter yan( pa in( umum di(unakan untuk meni ai beratnya PPOK dan memantau per*a anan penyakit. Apabi a spirometri tidak tersedia atau tidak mun(kin di akukan/ AP4 meter wa aupun kuran( tepat/ dapat dipakai seba(ai a ternatif den(an memantau Bariabi itas +arian pa(i dan sore a(ar tidak ebi+ dari 2! . $abe K asifikasi erdasarkan Spirometri Spirometri Obstruktif Restriktif Kombinasi •
14
Ga&0ar Perbandin(an Spirometry Pasien PPOK dan Oran( %orma
Tabel 2. Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan NYHA
Diagnosis Penilaian komprehensif pasien dengan HF terdiri, selain riwayat medis dan pemeriksaan fisik, termasuk teknik pencitraan yang memadai, pemeriksaan diagnostik tambahan, yaitu pemeriksaan laboratorium, EKG, X-ray thoraks, exercise test, penilaian hemodinamik invasif dan biopsi endomiokardial. Meskipun terdapat penelitian ekstensif pada biomarker di HF (misalnya ST2, galektin 3, copeptin, adrenomedullin), tidak ada bukti yang pasti untuk direkomendasikan pada praktik klinis
15
Gambar 1 Algorima Diagnosis pada Suspek Gagal Jantung Onset Non Akut
Algoritma untuk diagnosis HF pada kondisi non-akut ditunjukkan pada Gambar 1. Untuk pasien yang datang dengan gejala atau tanda untuk pertama kalinya, tidak mendesak untuk dilakukan rawat inap atau dapat dianjurkan untuk rawat jalan di rumah sakit kemungkinan HF harus terlebih dahulu dievaluasi berdasarkan riwayat klinis pasien sebelumnya [misalnya penyakit arteri koroner (CAD), hipertensi arteri, penggunaan diuretik], adanya gejala (misalnya ortopnoea), pemeriksaan fisik positif (misalnya edema bilateral, peningkatan tekanan vena jugularis, pergeseran denyut apikal) dan EKG saat istirahat. Jika semua elemen didapat normal, HF tidak dapat diitegakkan dan diagnosis lain perlu dipertimbangkan. Jika setidaknya satu 16
elemen didapat tidak normal, NP plasma harus diukur, jika tersedia, untuk mengidentifikasi pasien yang membutuhkan ekokardiografi (ekokardiogram diindikasikan jika tingkat NP di atas ambang batas eksklusi atau jika kadar NP yang bersirkulasi tidak dapat dinilai) . Selain itu dapat digunakan kriteria Diagnosis berdasarkan Kriteria Framingham untuk diagnosis gagal jantung kongestif yaitu: Kriteria Mayor
Kriteria Minor
Paroksismal nokturnal dispneu
Edema ekstremitas
Ronki paru
Batuk malam hari
Edema akut paru
Hepatomegali
Kardiomegali
Dispnea d’effort
Gallop S3
Efusi pleura
Distensi vena leher
Takikardi (120x/menit)
Refluks hepatojugular
Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
Peningkatan tekanan vena jugularis
Tabel 3. Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung Kongestif
Diagnosis gagal jantung ditegakkan bila ditemukkan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan lain dipertimbangkan sesuai tampilan klinis. 17
Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone.
Natriuretic Peptida (NP) Konsentrasi plasma peptida natriuretik (NP) dapat digunakan sebagai tes diagnostik awal, terutama dalam kondisi non-akut ketika ekokardiografi tidak segera tersedia. NP yang meningkat membantu menetapkan diagnosis kerja awal, mengidentifikasi pasien yang memerlukan pemeriksaan jantung lebih lanjut; pasien dengan nilai di bawah cutpoint dengan tidak adanya disfungsi jantung yang bermakna tidak memerlukan ekokardiografi. Pasien dengan konsentrasi plasma normal tidak dikatakan menderita gagal jantung. Batas atas normal dalam kondisi non-akut untuk peptida natriuretik tipe-B (BNP) adalah 35 pg / mL dan untuk N-terminal pro-BNP (NT-proBNP) adalah 125 pg / mL; Terdapat banyak penyebab kardiovaskular dan non kardiovaskular dari NP yang meningkat yang dapat melemahkan kegunaan diagnostik pada HF. Antara lain, AF, usia dan gagal ginjal merupakan faktor yang paling penting yang menghambat interpretasi pengukuran NP. Di sisi lain, kadar NP mungkin sangat rendah pada pasien obesitas.
Troponin I atau T Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan ringan kadar troponin kardiak sering ditemukan pada gagal jantung berat atau selama episode dekompensasi gagal jantung pada penderita tanpa iskemia miokard.
18
Pemeriksaan Penunjang Ekokardiografi Ekokardiografi adalah metode pilihan pada pasien dengan dugaan gagal jantung, oleh karena alasan akurasi, ketersediaan (termasuk portabilitas), keamanan dan efektifitas biaya. Ekokardiografi dapat dilengkapi dengan modalitas lainnya, dipilih sesuai kemampuan pemeriksaan lain tersebut untuk menjawab pertanyaan klinis spesifik dan mempertimbangkan kontraindikasi dan risiko dari tes spesifik. Ekokardiografi adalah tes yang paling berguna, tersedia secara luas pada pasien dengan dugaan gagal jantung untuk menegakkan diagnosis. Modalitas memberikan informasi segera pada volume ruang, fungsi sistolik dan diastolik ventrikel, ketebalan dinding, fungsi katup dan hipertensi pulmonal. Informasi ini sangat penting dalam menegakkan diagnosis dan dalam menentukan pengobatan yang tepat. Transthoracic echocardiography (TTE) adalah metode pilihan untuk penilaian fungsi sistolik dan diastolik miokard di kedua ventrikel kiri dan kanan.
Elektrokardiogram Elektrokardiogram abnormal (EKG) meningkatkan kemungkinan diagnosis HF, tetapi memiliki spesifisitas yang rendah. Beberapa kelainan pada ECG memberikan informasi tentang etiologi (misalnya infark miokard), dan temuan pada EKG mungkin memberikan indikasi untuk terapi (misalnya antikoagulasi untuk AF, pacing untuk bradikardia, CRT jika terdapat perluasan kompleks QRS). Penegakaan HF tidak mungkin pada pasien yang menunjukkan hasil EKG yang benar-benar normal (sensitivitas 89%) . Oleh karena itu, penggunaan rutin EKG sangat dianjurkan untuk menyingkirkan HF. Foto X-Ray Rontgen toraks hanya digunakan terbatas dalam diagnosis pasien dengan dugaan gagal jantung. Hal ini mungkin paling berguna dalam mengidentifikasi alternatif, penjelasan paru untuk gejala dan tanda pasien, yaitu keganasan paru dan penyakit paru interstisial, meskipun computed tomography (CT) thoraks saat ini merupakan standar tatalaksana. Untuk diagnosis asma atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), tes fungsi paru dengan spirometri diperlukan. X-ray thoraks dapat, bagaimanapun, menunjukkan kongesti vena paru atau edema pada pasien dengan gagal jantung, 19
dan lebih membantu dalam kondisi akut daripada kondisi non-akut. Hal ini penting untuk dicatat bahwa disfungsi LV yang signifikan dapat ditemukan tanpa kardiomegali pada foto rontgen thoraks.
Cardiac Magnetic Resonance CMR diakui sebagai standar emas untuk pengukuran volume, massa dan EF dari kedua ventrikel kiri dan kanan. Ini adalah modalitas pencitraan jantung alternatif terbaik untuk pasien dengan studi ekokardiografi nondiagnostik (terutama untuk pencitraan jantung kanan) dan merupakan metode pilihan pada pasien dengan penyakit jantung kongenital yang kompleks. Misalnya, CMR dengan LGE memungkinkan diferensiasi antara penyebab HF iskemik dan non-iskemik dan fibrosis miokard / bekas luka dapat divisualisasikan. Selain itu, CMR memungkinkan karakterisasi jaringan miokard miokarditis, amiloidosis, sarkoidosis, penyakit Chagas, penyakit Fabry kardiomiopati non-kompaksi dan haemochromatosis. Keterbatasan klinis CMR mencakup perlunya keahlian lokal, ketersediaan lebih rendah dan biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekokardiografi, ketidakpastian tentang keamanan di pasien dengan implan logam (termasuk perangkat jantung) dan pengukuran yang kurang dapat diandalkan pada pasien dengan takiaritmia.
Coronary Angiography Angiografi koroner direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung yang menderita angina pektoris yang resisten terhadap terapi medis asalkan pasien dinyatakan cocok untuk revaskularisasi koroner. Angiografi koroner juga dianjurkan pada pasien dengan riwayat aritmia ventrikel simtomatik atau riwayat henti jantung. Angiografi koroner harus dipertimbangkan pada pasien dengan HF dan probabilitas pre-tes awal dan tinggi dari CAD dan adanya iskemia pada tes stres non-invasif untuk menentukan etiologi iskemik dan derajat CAD.
Penatalaksanaan Medikamentosa, Definitif dan Edukasi Medikamentosa dan Definitif
20
Tujuan pengobatan pada pasien dengan gagal jantung adalah untuk meningkatkan status klinis pasien, kapasitas fungsional dan kualitas hidup, mencegah perlunya penanganan di rumah sakit dan mengurangi angka kematian.
HF
Angiotensin-converting enzyme inhibitors Beta-blockers Anatagonis Reseptor aldosterone / mineralkortikoid
Rekomendasi terapi lain pada pasien HF simptomatis tertentu dengan penurunan ejeksi fraksi
Diuretik Angiotensin I tipe I receptor blockers Kombinasi hidralazin dan isosorbid diinitrat
Rekomendasi terapi pada seluruh pasien simptomatis dengan penurunan fraksi ejeksi
Tabel 4. Terapi untuk -Kontrol
Rekomendasi Gagal Jantung Hipertensi Kontrol
tekanan timbulnya
darah HF
juga bahwa ia akan
Terapi lain dengan manfaat yang kurang terbukti pada pasien HF simptomatis dengan penurunan ejeksi fraksi
Digoksin dan glikosida digitalis lainnya
Terapi yang tidak direkomendasikan (terbukti tidak bermanfaat) pada pasien HF simptomatis dengan penurunan ejeksi fraksi
Statin Antiplatelet dan antikoagulan oral Inhibitor renin
Terapi yang tidak direkomendasikan (dipercaya menimbulkan kerusakan ) pada pasien HF simptomatis dengan penurunan ejeksi fraksi
Calcium-channel blockers
akan menunda dan
beberapa
menunjukkan
memperpanjang usia. Obat antihipertensi yang berbeda [diuretik, ACEI, angiotensin receptor blocker (ARB), beta-blocker] telah terbukti efektif, terutama pada orang yang lebih tua, baik pada pasien dengan dan tanpa riwayat infark miokard. Seiring dengan diskusi yang sedang berlangsung pada nilai tekanan darah target optimal pada subjek hipertensi non-diabetes, studi SPRINT baru-baru ini telah menunjukkan bahwa menangani hipertensi
21
dengan tujuan penurunan tekanan darah yang lebih rendah [darah sistolik. tekanan (SBP), 120 mmHg vs., 140 mmHg] pada subjek hipertensi yang lebih tua (≥75 tahun) atau pasien hipertensi berisiko tinggi mengurangi risiko penyakit kardiovaskular, kematian dan rawat inap untuk HF.
-ACEI Angiotensin-converting enzyme inhibitors) Sacubitril / valsartan direkomendasikan sebagai pengganti ACE-I untuk mengurangi risiko rawat inap HF dan kematian pada pasien rawat jalan dengan HFrEF simptomatis menetap meskipun telah mendapatkan terapi optimal dengan ACE-I, beta-blocker dan MRAd. ACEI juga direkomendasikan pada pasien dengan disfungsi sistolik LV asimptomatik untuk mengurangi risiko kemunculan HF, rawat inap dan kematian.Ppasien dengan CAD, tanpa disfungsi sistolik LV atau HF, ACEI mencegah atau menunda onset HF dan mengurangi mortalitas kardiovaskular dan penyebab lain, meskipun manfaatnya mungkin kecil dalam kondisi kontemporer, terutama pada pasien yang menerima aspirin.
-Beta Blockers Terdapat konsensus bahwa beta-blocker dan ACEIs bersifat komplementer, dan dapat dimulai bersamaan segera setelah diagnosis HFrEF dibuat. Beta-blocker direkomendasikan pada pasien dengan disfungsi sistolik LV tanpa gejala dan riwayat infark miokard, untuk mencegah atau menunda onset HF atau memperpanjang usia. Betablockers harus dimulai pada pasien yang stabil secara klinis dengan dosis rendah dan secara bertahap naik ke dosis maksimum yang dapat ditoleransi. Beta-blocker harus dipertimbangkan untuk mengontrol laju pada pasien dengan HFrEF dan AF, terutama pada mereka dengan denyut jantung tinggi Beta-blocker direkomendasikan pada pasien dengan riwayat infark miokard dan disfungsi sistolik LV asimtomatik untuk mengurangi risiko kematian .
- Antagonis Renin-Angiotensin Up-titrasi antagonis sistem renin-angiotensin dan beta-bloker untuk dosis maksimum yang dapat ditoleransi dapat memberikan kemajuan, termasuk gagal jantung, pada pasien dengan peningkatan konsentrasi plasma NPs. Antagonis reseptor mineralokortikoid / aldosteron MRA 22
(spironolactone dan eplerenone) blok reseptor yang mengikat aldosterone dan, dengan berbagai tingkat afinitas, reseptor hormon steroid lain (misalnya corticosteroids, androgen). Spironolactone atau eplerenone direkomendasikan pada semua pasien yang simtomatik (walaupun sudah diobati dengan ACEI dan beta-blocker) dengan HFrEF dan LVEF ≤35%, untuk mengurangi mortalitas dan rawat inap HF. Perhatian harus dilakukan ketika MRA digunakan pada pasien dengan gangguan ginjal dan pada mereka dengan tingkat serum kalium .5.0 mmol / L. Pemeriksaan teratur kadar kalium serum dan fungsi ginjal harus dilakukan sesuai dengan status klinis.
23
Tabel 5. Obat dan Dosis yang Umum Diberikan pada CHF
- Diuretik Diuretik direkomendasikan untuk mengurangi tanda dan gejala kongesti pada pasien dengan HFrEF, tetapi efeknya terhadap mortalitas dan morbiditas belum diteliti dalam RCT. Sebuah meta analisis Cochrane telah menunjukkan bahwa pada pasien dengan gagal jantung kronis, loop dan
24
diuretik thiazide muncul untuk mengurangi risiko kematian dan memperburuk HF dibandingkan dengan plasebo, dan dibandingkan dengan kontrol aktif, diuretik muncul untuk meningkatkan kapasitas latihan. Obat-obat di atas harus digunakan bersama dengan diuretik pada pasien dengan gejala dan / atau tanda-tanda retensi. Penggunaan diuretik harus disesuaikan dengan kondisi pasien. Diuretik loop menghasilkan diuresis yang lebih intens dan lebih pendek daripada tiazid, meskipun keduanya bertindak secara sinergis dan kombinasi ini dapat digunakan untuk mengobati edema yang resistan. Namun, efek samping lebih mungkin terjadi dan kombinasi ini hanya boleh digunakan dengan hati-hati. Tujuan terapi diuretik adalah untuk mencapai dan mempertahankan euvolaemia dengan dosis terendah yang dapat dicapai. Dosis diuretik harus disesuaikan dengan kebutuhan individu dari waktu ke waktu. Pada pasien tertentu tanpa gejala / hipovolemik, penggunaan obat diuretik mungkin (sementara) dihentikan. Pasien dapat dilatih untuk menyesuaikan sendiri dosis diuretik mereka berdasarkan pemantauan gejala / tanda-tanda retensi cairan dan pengukuran berat badan harian.
- Angiotensin II tipe I bloker reseptor ARB direkomendasikan hanya sebagai alternatif pada pasien yang tidak toleran terhadap ACEI. Candesartan telah terbukti mengurangi mortalitas kardiovaskular. Valsartan menunjukkan efek pada rawat inap untuk HF (tetapi tidak pada semua penyebab rawat inap) pada pasien dengan HFrEF yang menerima ACEIs. Kombinasi ACEI / ARB untuk HFrEF ditinjau oleh EMA, yang menyarankan bahwa manfaat dianggap lebih besar daripada risiko hanya pada kelompok pasien tertentu dengan HFrEF di mana terapi lain tidak memberikan efek. Oleh karena itu, ARB diindikasikan untuk pengobatan HFrEF hanya pada pasien yang tidak dapat mentoleransi ACEI oleh karena efek samping yang serius. Kombinasi ACEI / ARB harus dibatasi untuk pasien HFrEF simptomatik yang menerima beta-blocker yang tidak dapat mentoleransi MRA, dan harus digunakan di bawah pengawasan ketat.
25
Tabel 6. Obat dan Dosis Diuretik yang Umum Diberikan pada CHF Jika terapi obat tidak dapat mengurangi gejala secara memuaskan, mungkin perlu dilakukan perbaikan atau penggantian katup. Intervensi bedah, reparasi atau ganti katup : 1.
Closed Mitral Commisurotomy
2.
Open Mitral Valvotomy
3.
Mitral Valve Replacement 26
Edukasi
Ketaatan pasien berobat Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi farmakologi maupun non-farmakologi.
Berhenti Merokok Meskipun berhenti merokok belum terbukti mengurangi risiko pengembangan HF, asosiasi epidemiologi dengan perkembangan penyakit kardiovaskular menunjukkan bahwa saran tersebut, jika diikuti, akan bermanfaat.
Berhenti Konsumsi Alkohol Hubungan antara asupan alkohol dan risiko pengembangan de novo HF adalah berbentuk U, dengan risiko terendah dengan konsumsi alkohol sederhana (hingga 7 minuman / minggu) . Asupan alkohol yang lebih besar dapat memicu perkembangan kardiomiopati toksik, abstain lengkap dari alkohol dianjurkan.
Pengurangan berat badan sesuai BMI Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup.
Aktifitas Fisik Hubungan terbalik antara aktivitas fisik dan risiko gagal jantung telah dilaporkan. Sebuah meta-analisis baru-baru ini menemukan bahwa dosis aktivitas fisik melebihi pedoman yang direkomendasikan tingkat minimal mungkin diperlukan untuk pengurangan lebih besar dalam risiko HF.
Komorbiditas Gagal Jantung dengan Gagal Ginjal Kronis 27
Gagal Jantung (HF) dan Gagal Ginjal Kronis (CKD) sering kali berdampingan, berbagi banyak faktor risiko yang sama (diabetes, hipertensi, hiperlipidemia) dan saling berinteraksi untuk memperburuk prognosis. CKD secara umum didefinisikan sebagai eGFR, 60 mL / min / 1,73 m2 dan / atau adanya albuminuria (tinggi atau sangat tinggi, 300 mg albumin / 1 g kreatinin urin). Kerusakan fungsi ginjal yang lebih parah, yang disebut fungsi ginjal yang memburuk (WRF), digunakan untuk mengindikasikan peningkatan kreatinin serum, biasanya sebesar 0,26,5 mmol / L (0,3 mg / dL) dan / atau peningkatan 25% atau penurunan 20 dari GFR. Pentingnya perubahan yang tampaknya kecil ini adalah sering terjadi, menimbulkan perkembangan CKD dan, sebagai akibatnya, dapat memperburuk prognosis HF. Di HF, WRF relatif umum terjadi, terutama selama inisiasi dan uptitration terapi inhibitor RAAS. Terlepas dari fakta bahwa RAAS blocker sering dapat menyebabkan penurunan GFR pada pasien dengan gagal jantung, pengurangan ini biasanya kecil dan tidak boleh menyebabkan penghentian pengobatan kecuali terjadi penurunan yang nyata, oleh karena manfaat pada pasien dapat dipertahankan . Ketika peningkatan besar dalam serum kreatinin terjadi, tatalaksana harus dilakukan untuk mengevaluasi pasien secara menyeluruh dan harus mencakup penilaian kemungkinan terjadi stenosis arteri ginjal, hiper atau hipovolemia yang berlebihan, hiperkalemia, yang sering terjadi bersamaan dengan WRF. Diuretik, terutama tiazid, tetapi juga diuretik loop, mungkin kurang efektif pada pasien dengan GFR yang sangat rendah, dan jika digunakan, harus diberikan dosis yang tepat (dosis yang lebih tinggi untuk mencapai efek yang sama). Obat-obatan yang diekskresikan secara total (misalnya digoksin, insulin dan heparin berat molekul rendah) dapat terakumulasi pada pasien dengan gangguan ginjal dan mungkin memerlukan penyesuaian dosis jika fungsi ginjal memburuk. Pasien dengan HF dan penyakit vaskular koroner atau perifer beresiko mengalami disfungsi ginjal akut ketika pasien menjalani kontras media meningkat pada angiography [cedera akut ginjal yang disebabkan oleh kontras (CI-AKI).. Bloker adrenoceptor menyebabkan hipotensi dan retensi natrium dan air, dan mungkin tidak aman diberikan pada HF dengan HFrEF.
DIAGNOSIS AWAL
Dyspnea e.c CHF NYHA IV DD/ Asma Bronkhial, CKD, PPOK 28
Plan :
TERAPI AWAL (Tatalaksana awal di IGD) IP Dx
: O : EKG, darah rutin, fungsi ginjal, elektrolit, X foto thorax AP
Ip Rx
:
O2 nasal canul 3 lpm
Venflon
Injeksi Lasix 1x2 amp
Injeksi Ranitidin 2x1 amp
ISDN tablet 1x5 mg
Aspilet tablet 1x20 mg
Ranipril tablet 2x2.5 mg
Pemasangan Kateter DC
Mx
: Keadaan umum, tanda vital, ronkhi, diuresis/4 jam, balance cairan dan elektrolit per 24 jam
Ex
: -
Menjelaskan kepada penderita dan keluarga tentang penyakit yang dideritanya dan komplikasi yang mungkin terjadi.
-
Mengedukasi kepada penderita agar membatasi minum dan aktivitas, aktivitas sesuai kemampuan pasien
-
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa pasien perlu dirawat inap dan akan dipasang selang kencing untuk monitoring diuresis
TERAPI AWAL DI IGD (Konsul dr. Bambang Sp.jp)
Injeksi Lasix 2x1 amp 29
Spironolakton tablet 1x25mg
Bisosprolol tablet 1x1/4 tab
Clopidogrel tablet 1x75 mg
ISDN tablet 3x5 mg
Ranipril tablet 1x5 mg
DIAGNOSIS KERJA
CHF NYHA IV
CKD Stage V
Pneumonia
CATATAN KEMAJUAN PASIEN (Tanggal 23 Mei s.d 28 Mei 2018) TANGGAL
PEMERIKSAAN FISIK DAN
TERAPI DAN PROGRAM
PROBLEM 23 Mei 2018
S : sesak (+), kaki bengkak (+), mual(-), TERAPI
pukul 20.00 wib,
muntah(-), batuk(-)
Hari Rawat ke-2
O:
Visit dr Bambang Sp.JP
O2 nasal canul 3lpm
KU : tampak sakit sedang
Drip Lasix 5 mg per 8 jam
TD : 90/70 mmHg
ISDN tablet 3x5 mg
N : 70x/menit
Clopidogrel tablet 1x75 mg
S : 36ºC
Konsul Spesialis Paru 30
kanul nasal O2
Konsul Spesialis Penyakit Dalam
Visit dr Anggarjito, Sp.P
Thorax : SNV +/+ Rh +/+ Wh
Injeksi Levofloxacin 1x750 mg
+/+ , BJ I – II reguler murmur (-)
Vestein 3x300 mg
gallop (-)
Nebulisasi combiven:pulmicort
Abdomen : supel , bising usus (+)
Kepala: normocephal, terpasang
1:1 per 8 jam Visit dr Nur Faita, Sp.PD
Ekstremitas : CRT <2 detik,
Bicnat tablet 3x1
pitting edema (+)/(+)
CaCo3 tablet 3x1
Asam Folat tablet 3x1
Vitamin B12 tablet 3x1
Diet Rendah Protein Rendah
A: 1. CHF NYHA IV
Gula Rendah Karbohidrat
2. CKD Stage V 3. Pneumonia MONITORING : -
Keadaan umum
-
Tanda vital/6 jam
-
Balance Cairan
-
Batasi aktifitas
31
24 Mei 2018,
S : sesak (+), batuk(+), kaki bengkak (+), TERAPI
Hari Rawat ke-3
mual (-) muntah(-),
O2 nasal canul 3lpm
O:
Injeksi Levofloxacin 1x750 mg
KU : tampak sakit sedang
ISDN tablet 3x5 mg
TD : 128/84 mmHg
Vestein 3x300 mg
N : 74x/menit
Nebulisasi per 8 jam
S : 36.6ºC
Bicnat tablet 3x1
Kepala: normocephal, terpasang
CaCo3 tablet 3x1
kanul nasal O2
Asam Folat tablet 3x1
Thorax : SNV +/+ Rh +/+ Wh
Vitamin B12 tablet 3x1
+/+ , BJ I – II reguler murmur (-) gallop (-)
Visit dr Bambang Sp.JP
Abdomen : supel , bising usus
Drip Lasix 10 mg per jam
(+)
ISDN tablet 3x5 mg
Ekstremitas : CRT <2 detik,
Clopidogrel tablet 1x75 mg
pitting edema (+)/(+) MONITORING : -
Keadaan umum
-
Tanda vital/6 jam
1. CHF NYHA IV
-
Balance Cairan
2. CKD Stage V
-
Batasi Aktifitas
A:
32
3. Pneumonia
25 Mei 2018,
S : sesak (+), batuk(+), kaki bengkak (+) TERAPI
Hari Rawat ke-4
berkurang, mual (-) muntah(-)
O2 nasal canul 4lpm
O:
Injeksi Levofloxacin 1x750 mg
KU : tampak sakit sedang
ISDN tablet 3x5 mg
TD : 120/70 mmHg
Ranipril tablet 1x5 mg
N : 80x/menit
Clopidogrel 1x 75 mg
S : 36.5ºC
Vestein 3x300 mg
Kepala: normocephal, terpasang
Nebulisasi per 8 jam
kanul nasal O2
Bicnat tablet 3x1
Thorax : SNV +/+ Rh +/+ Wh
CaCo3 tablet 3x1
+/+ berkurang, BJ I – II reguler
Asam Folat tablet 3x1
murmur (-) gallop (-)
Vitamin B12 tablet 3x1
Abdomen : supel , bising usus (+)
Ekstremitas : CRT <2 detik,
Visit dr Bambang Sp.JP
pitting edema (+)/(+) berkurang
Drip Lasix 10 mg per jam syringe pump
ISDN tablet 3x5 mg
Clopidogrel tablet 1x75 mg 33
A: 1. CHF NYHA IV
MONITORING :
2. CKD Stage V
-
Keadaan umum
3. Pneumonia
-
Tanda vital
-
Balance Cairan
-
Batasi aktivitas
26 Mei 2018,
S : sesak (+) berkurang, batuk(+), kaki TERAPI
Hari Rawat ke-5
bengkak (-), mual (-) muntah(-)
O2 nasal canul 3lpm
O:
Injeksi Levofloxacin 1x750 mg
KU : tampak sakit sedang
ISDN tablet 3x5 mg
TD : 124/65 mmHg
Ranipril tablet 1x2,5 mg
N : 95x/menit
Clopidogrel tablet 1x75 mg
S : 35,8ºC
Candersatan tablet 1x4 mg
Kepala: normocephal, terpasang
Vestein 3x300 mg
kanul nasal O2
Nebulisasi per 8 jam
Thorax : SNV +/+ Rh +/+, BJ I –
Bicnat tablet 3x1
II regular, murmur (-) gallop (-)
CaCo3 tablet 3x1
Abdomen : supel , bising usus
Asam Folat tablet 3x1
(+)
Vitamin B12 tablet 3x1
34
Ekstremitas : CRT <2 detik,
Visit dr Bambang Sp.JP
pitting edema (+)/(+) berkurang
Drip Lasix 10 mg per jam syringe pump stop
A: 1. CHF NYHA IV
Furosemide tablet 1x1
ISDN tablet 3x5 mg
Clopidogrel tablet 1x75 mg
2. CKD Stage V 3. Pneumonia
MONITORING : -
Keadaan umum
-
Tanda vital
-
Balance Cairan
-
Batasi aktivitas
27 Mei 2018,
S : sesak (+) berkurang, batuk(+) TERAPI
Hari Rawat ke-6
berkurang, kaki bengkak (-), mual (-)
O2 nasal canul 3lpm
muntah(-)
Injeksi Levofloxacin 1x750 mg
O:
ISDN tablet 3x5 mg
KU : tampak sakit sedang
Ranipril tablet 1x2,5 mg
TD : 119/68 mmHg
Clopidogrel tablet 1x75 mg
N : 96x/menit
Candersatan tablet 1x4 mg
S : 37,3ºC
Furosemide tablet 1x1
Vestein 3x300 mg 35
Kepala: normocephal, terpasang
Nebulisasi per 8 jam
kanul nasal O2
Bicnat tablet 3x1
Thorax : SNV +/+ Rh +/+,
CaCo3 tablet 3x1
Wheezing (-/-), BJ I – II regular,
Asam Folat tablet 3x1
murmur (-) gallop (-)
Vitamin B12 tablet 3x1
Abdomen : supel , bising usus (+)
MONITORING :
Ekstremitas : CRT <2 detik,
-
Keadaan umum
pitting edema (-)/(-)
-
Tanda vital
-
Balance Cairan
-
Batasi aktivitas
A: 1. CHF NYHA IV 2. CKD Stage V 3. Pneumonia
28 Mei 2018,
S : sesak (-), batuk(+) jarang, kaki TERAPI
Hari Rawat ke-7
bengkak (-), mual (-) muntah(-)
O2 nasal canul 3lpm
O:
Injeksi Levofloxacin 1x750 mg
KU : tampak sakit sedang
ISDN tablet 3x5 mg
TD : 120/70 mmHg
Ranipril tablet 1x2,5 mg 36
N : 70x/menit
Clopidogrel tablet 1x75 mg
S : 36.0ºC
Candersartan tablet 1x4 mg
Kepala: normocephal, terpasang
Furosemide tablet 1x1
kanul nasal O2
Vestein 3x300 mg
Thorax : SNV +/+ Rh +/+
Nebulisasi per 8 jam
minimal, Wheezing (-/-), BJ I –
Bicnat tablet 3x1
II regular, murmur (-) gallop (-)
CaCo3 tablet 3x1
Abdomen : supel , bising usus
Asam Folat tablet 3x1
(+)
Vitamin B12 tablet 3x1
Ekstremitas : CRT <2 detik,
Edukasi Pasien Pulang : Rutin
pitting edema (-)/(-)
minum obat dan control
Visit dr Bambang Sp.JP A:
Pasien Boleh Pulang
1. CHF NYHA IV 2. CKD Stage V 3. Pneumonia
37