Laporan Kasus Anemia.docx

  • Uploaded by: Anonymous gMLTpER9IU
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kasus Anemia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,604
  • Pages: 29
LAPORAN KASUS DAN REFERAT ANEMIA DEFISIENSI FE

Dokter Pembimbing :

dr. Hj. Tin Suhartini, Sp.A

Disusun oleh : Tofan Nur Cahyadi 1361050019

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE 2 FEBRUARI – 4 MEI 2019 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukan cadangan besi kosong. Hal ini disebabkan tubuh manusia mempunyai kemampuan terbatas untuk menyerap besi dan seringkali tubuh mengalami kehilangan besi yang berlebihan yang diakibatkan perdarahan. Besi merupakan bagian dari molekul Hemoglobin, dengan berkurangnya besi maka sintesa hemoglobin akan berkurang dan mengakibatkan kadar hemoglobin akan turun. Hemoglobin merupakan unsur yang sangat vital bagi tubuh manusia, karena kadar hemoglobin yang rendah mempengaruhi kemampuan menghantarkan O2 yang sangat dibutuhkan oleh seluruh jaringan tubuh. Kebutuhan besi yang dibutuhkan setiap harinya untuk menggantikan zat besi yang hilang dari tubuh dan untuk pertumbuhan ini bervariasi, tergantung dari umur, jenis kelamin. Kebutuhan meningkat pada bayi, remaja, wanita hamil, menyusui serta wanita menstruasi. Oleh karena itu kelompok tersebut sangat mungkin menderita defisiensi besi jika terdapat kehilangan besi yang disebabkan hal lain maupun kurangnya intake besi dalam jangka panjang. Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama di negara-negara tropik atau negara dunia ketiga. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak sosial yang cukup serius. 2

BAB II PEMBAHASAN 2. 1 DEFINISI Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer, besi serum menurun, TIBC meningkat, saturasi transferin. Menurut WHO dikatakan anemia bila : . Laki dewasa

: hemoglobin < 13 g/dl

. Wanita dewasa tak hamil

: hemoglobin < 12 g/dl

. Wanita hamil

: hemoglobin < 11g/dl

. Anak umur 6-14 tahun

: hemoglobin < 12g/dl

. Anak umur 6 bulan-6 tahun

: hemoglobin < 11g/dl

Kriteria klinik : untuk alasan praktis maka kriteria anemia klinik (di rumah sakit atau praktek klinik) pada umumnya disepakati adalah : 1. Hemoglobin < 10 g/dl 2. Hematokrit < 30 % 3. Eritrosit < 2,8 juta/mm³ 2. 2 PATOFISIOLOGI A. METABOLISME BESI Besi merupakan trace element yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan hemoglobin, mioglobin dan berbagai enzim. Besi di alam terdapat dalam jumlah yang cukup berlimpah. Dilihat dari segi evolusinya alat penyerapan besi dalam usus, maka sejak awal manusia dipersiapkan untuk menerima besi yang berasal dari sumber hewani, tetapi kemudian pola makanan berubah di mana sebagian besar 3

berasal dari sumber nabati, tetapi perangkat absorpsi besi tidak mengalami evolusi yang sama, sehingga banyak menimbulkan defisiensi besi. B. KOMPOSISI BESI DALAM TUBUH Besi terdapat dalam berbagai jaringan dalam tubuh : a. Senyawa fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang berfungsi dalam tubuh b. Besi cadangan, senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan besi berkurang c. Besi transport, yaitu besi yang berikatan dengan protein tertentu dalam fungsinya untuk mengangkut besi dari satu kompartemen ke kompartemen lainnya. Besi dalam tubuh tidak pernah dalam bentuk logam bebas (free icon), tetapi selalu berikatan dengan protein tertentu. Besi bebas akan merusak jaringan, mempunyai sifat seperti radikal bebas. Tabel 1. Kandungan besi seorang laki-laki dengan BB 75 kg A. Senyawa besi fungsional

Hemoglobin

2300 mg

Mioglobin

320 mg

Enzim-enzim

80 mg

B. Senyawa besi transportasi

Transferin

3 mg

C. Senyawa besi cadangan

Feritinin

700 mg

Hemosiderin

300 mg

Total

3803 mg

Tabel1. menggambarkan komposisi besi pada seorang laki-laki dengan berat badan 75 kg. Jumlah besi pada perempuan pada umumnya lebih kecil oleh karena massa tubuh yang juga lebih kecil.

4

C. ABSORPSI BESI Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan dalam usus. Untuk memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh diperlukan proses absorpsi. Absorpsi besi paling banyak terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal, disebabkan oleh struktur epitel usus yang memungkinkan untuk itu. Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3 fase : 1. Fase luminal

: besi dalam makanan diolah dalam lambung kemudian siap

diserap di duodenum 2. Fase mukosal

: proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu

proses yang aktif. 3. Fase korporeal

: meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi

oleh sel-sel yang memerlukan serta penyimpanan besi (storage) Fase luminal Besi dalam makanan terdapat 2 bentuk yaitu : . Besi heme : terdapat dalam daging dan ikan, absorpsi tinggi, tidak dihambat oleh bahan penghambat sehingga mempunyai bioavailabilitas tinggi. . Besi non-heme : berasal dari sumber tumbuh-tumbuhan, absorpsi rendah, dipengaruhi oleh bahan pemacu dan penghambat sehingga bioavailabilitasnya rendah. Yang tergolong sebagai bahan pemacu absorpsi besi adalah “meat factors” dan vitamin C, sedangkan yang tergolong sebagai bahan penghambat ialah tanat, phytat, dan serat (fibre). Dalam lambung karena pengaruh asam lambung maka besi dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri ke fero yang siap untuk diserap.

Fase mukosal 5

Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejenum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks. Dikenal adanya mucosal block, suatu mekanisme yang dapat mengatur penyerapan besi melalui mukosa usus. Fase korporeal Besi setelah diserap oleh eritrosit (epitel usus), melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus, kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Transferin akan melepaskan besi pada sel RES melalui proses pinositosis. Banyaknya absorpsi besi tergantung pada 1. Jumlah kandungan besi dari makanan 2. Jenis besi dalam makanan : besi heme atau besi non-heme 3. Adanya bahan penghambat atau pemacu absorpsi dalam makanan 4. Kecepatan eritropoesis D. SIKLUS BESI DALAM TUBUH Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup yang diatur oleh besarnya besi yang diserap usus, sedangkan kehilangan besi fisiologik bersifat tetap. Besi yang diserap setiap hari berkisar antara 1-2 mg, ekskresi besi terjadi dalam jumlah yang sama melalui eksfoliasi epitel. Besi dari usus dalam bentuk transferin akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi dari makrofag dalam sumsum tulang sebesar 22 mg untuk dapat memenuhi kebutuhan eritropoesis sebanyak 24 mg/hari. Eritrosit yang terbentuk secara efektif yang akan beredar melalui sirkulasi memerlukan esi 17 mg, sdeangkan besi sebesar 7 mg akan dikembalikan ke makrofag karena terjadinya hemolisis infektif (hemolisis intramedular). Besi yang dapat pada eritrosit yang beredar, setelah mengalami proses penuaan juga akan dikembalikan pada makrofag sumsum tulang sebesar 17 mg. Sehingga dengan demikian dapat dilihat 6

suatu lingkaran tertutup (closed circuit) yang sangat efisien, seperti yang dilukiskan pada gambar 1

Gambar 1. Skema siklus pertukaran besi dalam tubuh

2. 3 KLASIFIKASI Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi dapat dibagi menjadi 3 tingkatan : 1. Deplesi besi (iron depleted state) : cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk eritropoesis belum terganggu. 2. Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropoesis) : cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara laboratorik. 3. Anemia defisiensi besi : cadangan besi kosong disertai anemia. 2. 4 PREVALENSI Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di klinik maupun di masyarakat. Dari berbagai data yang dikumpulkan sampai saat ini, didapatkan gambaran prevalensi anemia defisiensi besi seperti pada tabel 1. Afrika

Amerika Latin

Indonesia

Laki-laki dewasa

6%

3%

16-50 %

Wanita tak hamil

20 %

17-21 %

25-48 %

Wanita hamil

60 %

39-46 %

46-92 %

Tabel 1. Prevalensi anemia defisiensi besi di dunia 2. 5 ETIOLOGI 7

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gannguan absorpsi serta kehilangan besi akibat pendarahan menahun :  Kehilangan besi sebagai akibat pendarahan menahun berasal dari : - Saluran cerna : akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker colon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang. - Saluran genitalia perempuan : menorrhagia, atau metrorhagia - Saluran kemih : hematuria - Saluran nafas : hemoptoe  Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C , dan rendah daging).  Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.  Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik. Pada orang dewasa anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir indentik dengan pendarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab pendarahan paling sering pada laki-laki ialah pendarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sedangkan pada perempuan dalam masa reproduksi paling sering karena meno-metrorhgia. Penurunan absorpsi zat besi, hal ini terjadi pada banyak keadaan klinis. Setelah gastrektomi parsial atau total, asimilasi zat besi dari makanan terganggu, terutama akibat peningkatan motilitas dan by pass usus halus proximal, yang menjadi tempat utama absorpsi zat besi. Pasien dengan diare kronik atau malabsorpsi usus halus juga dapat menderita defisiensi zat besi, terutama jika duodenum dan jejunum proximal ikut 8

terlibat. Kadang-kadang anemia defisiensi zat besi merupakan pelopor dari radang usus non tropical (celiac sprue). Yang beresiko mengalami anemia defisiensi zat besi: 

Wanita menstruasi



Wanita menyusui atau hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi



Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang cepat



Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang makan daging dan telur selama bertahun-tahun.



Menderita penyakit maag.



Penggunaan aspirin jangka panjang



Kanker kolon



Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan dengan brokoli dan bayam.

2. 6 PATOGENESIS Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kkebutuhan besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam 9

eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia). Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gelaja lainnya. 2. 7 MANIFESTASI KLINIS 1. Gejala Umum Anemia Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Anemia bersifat simptomatik jika hemoglobin < 7 gr/dl, maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku. 2. Gejala Khas Defisiensi Besi Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah : a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergarisgaris vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.

10

Gambar 2

Koilonychia (kuku sendok)

b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang. Gambar 3

glossitis karena atrofi papil lidah

11

c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan. Gambar 4

Angular cheilosis / stomatitis angularis d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring. Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia. 3. Gejala penyakit dasar Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia akibat cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telpak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena pendarahan kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang besar atau gejala lain tergantung dari lokasi tersebut. 2. 8 DIAGNOSIS LABORATORIUM Pada pemeriksaan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah : 1. Pengukuran kadar hemoglobin dan indeks eritrosit didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalasemia major. MCHC menurun pada defisiensi yang lebih berat dan 12

berlangsung lama. RDW (red cell distribution witdh) meningkat yang menandakan adanya anisositosis. Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang menyolok karena anemia timbul perlahan-lahan. Hapusan darah mennunjukan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel target dan sel pensil. Leukosit dan trombosit normal. Pada kasus ankilostomiasis sering disertai eosinofilia. 2. Kadar besi serum menurun < 50 g/dl, TIBC meningkat > 350 g/dl, dan saturasi transferin < 15 % 3. Kadar serum feritinin < 20 g/dl. 4. Protoforfirin eritrosit meningkat ( > 100 g/dl) 5. Sumsum tulang menunjukan hiperplasia normoblastik dengan normoblast kecilkecil (micronormoblast) dominan. 6. Pada laboratorium yang maju dapat diperiksa reseptor transferin kadar reseptor transferin meningkat. 7. Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (perl’s stain) menunjukan cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif). 8. Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi antara lain : -

Pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif (Kato Katz)

-

Pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium intake dan barium inloop.

Hemoglobin and Hematocrit Values Diagnostic of Anemia

13

2. 9 DIAGNOSIS Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap diagnosis anemia defisiensi besi. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi. Secara laboratorium untuk menegakkan diagnosis anemiia defisiensi besi (tahap satu dan tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi 14

modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut : Anemia hipokromik mikrositer pada apusan darah tepi, atau MCV < 80 fl dan MCHC < 31 % dengan salah satu dari a, b, c atau d : a. Dua dari parameter ini : Besi serum < 50 mg/dl, TIBC > 350 mg/dl, Saturasi transferin < 15% atau b. Serum feritinin < 20 g/dl atau c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (perl’s stain) menunjukan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif atau d. Dengan pemberian sulfas fenosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl. Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi. Tahap ini merupakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetapi merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta kemungkinan untuk dapat menemukan sumber pendarahan yang membahayakan. Meskipun dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20 % kasus anemia defisiensi besi tidak diketahui penyebabnya. Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh karena infeksi cacing tambang berat (TPG > 2000). Pada suatu penelitian di Bali, anemia akibat cacing tambang dijumpai pada 3,3 % pasien infeksi cacing tambang atau 12,2% dari 123 kasus anemia defisiensi besi yang dijumpai. Jika tidak ditemukan pendarahan yang nyata, dapat dilakukan tes darah samar (occult blood test) pada feses, dan jika terdapat indikasi dilakukan endoskopi saluran cerna atas atau bawah. 2. 10 DIAGNOSIS BANDING Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya seperti : 15

anemia akibat penyakit kronik, thalassemia, anemia sideroblastik. Cara membedakan keempat jenis anemia tersebut dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Diagnosis Banding Anemia Defisiensi Besi Anemia akibat Anemia

Anemia penyakit

Thalassemia

defisiensi besi

sideroblastik kronik

Ringan-berat

Ringan

Ringan

Ringan-berat

MCV

Menurun

Menurun/N

Menurun

Menurun/N

MCH

Menurun

Menurun/N

Menurun

Menurun/N

Menurun < 30

Menurun < 50

Normal/ 

Normal/ 

Meningkat >

Menurun < 300

Normal/ 

Normal/ 

Menurun/N

Meningkat

Meningkat

>20%

>20 %

Positif kuat

Positif dengan

Derajat anemia

Besi serum

TIBC 360 Saturasi

Menurun

transferin

< 15 %

10-20

Besi sumsum

Negatif

Positif

ring sideroblast

tulang Protoporfirin

Meningkat

Meningkat

Normal

Normal

Menurun

Normal

Meningkat

Meningkat

< 20 g/l

20-200 g/l

>50 g/l

>50 g/l

N

N

Hb. A2

N

eritrosit

Feritinin serum

Elektofoesis-Hb meningkat

2. 11 PENATALAKSANAAN Setelah diagnosis maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia 16

defisiensi besi dapat berupa : 1. Terapi kausal : tergantung penyebab, misalnya ; pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali. 2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron replacemen theraphy). a. Terapi besi per oral : merupakan obat piliham pertama (efektif, murah, dan aman). Preparat yang tersedia : ferrosus sulphat (sulfas fenosus). Dosis anjuran 3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfas fenosus mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfas fenosus 3 x 200 mg mengakibatkan absorpsi besi 50 mg/hari dapat meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal. Preparat yang lain : ferrosus gluconate, ferrosus fumarat, ferrosus lactate, dan ferrosus succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping hampir sama dengan sulfas fenosus. b. Terapi besi parenteral Terapi ini sangat efektif tetapi efek samping lebih berbahaya, dan lebih mahal. Indikasi : . intoleransi terhadap pemberian oral . kepatuhan terhadap berobat rendah . gangguan pencernaan kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi . penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi . keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi oleh pemberian besi oral.

17

. Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehamilan trisemester tiga atau sebelum operasi. . Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik. Preparat yang tersedia : iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ml) iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman. Besi parental dapat diberikan secara intrauskular dalam atau intravena. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut dan sinkop. Terapi besi parental bertujuan untuk mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi besi sebesar 500 sampai 1000 mg. Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui rumus berikut : Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg

Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali pemberian. c. Pengobatan lain . Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal dari protein hewani. . Vitamin c : vitamin c diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan absorpsi besi. . Transfusi darah : anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia defisiensi besi adalah : 18

-

Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung.

-

Anemia yang sangat simpomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang sangat menyolok.

-

Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti pada kehamilan trisemester akhir atau preoperasi.

Respon terhadap terapi Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang penderita dinyatakan memberikan respon baik bila : Retikulosit naik pada minggu pertama, menjadi normal setelah hari 10-14 diikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu. Jika respon terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan : 1. Dosis besi kurang 2. Masih ada pendarahan cukup banyak 3. Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum 4. Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, peradangan menahun, atau pada saat yang sama ada defisiensi asam folat. 5. Diagnosis defisiensi besi salah Jika dijumpai keadaan diatas maka, lakukan evaluasi kembali dan ambil tindakan yang tepat.

2. 12 PENCEGAHAN Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat maka diperlukan suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut berupa : 19

1. Pendidikan kesehatan : a. kesehatan lingkungan (misalnya tentang pemakaian jamban), lingkungan kerja ( misalnya pemakaian alas kaki) b. penyuluhan gizi : untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi besi 2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber pendarahan kronik paling sering pada di daerah tropik. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan pengobatan massal dengan antelhemik dan perbaikan sanitasi. 3. Suplementasi besi, yaitu pemberian besi profilaksis terutama untuk segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak. Di indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak balita memakai pil besi dan folat. 4. Forfolitas bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makanan. Di negara barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk roti atau bubuk susu dengan besi.

20

BAB III LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien 

MR No.

: 11-18-20-61



Nama

: An. L.N.P



Tanggal lahir

: 20-12-2004



Usia

: 14 tahun 3 Bulan 1 hari



Jenis kelamin

: Perempuan



Agama

: Protestan



Pendidikan

: SMP



Alamat

: Perum pondok mutiara blok A2 No 21



Tanggal datang

: 19-03-2019

3.2 Anamnesis -Keluhan utama

: Lemas ± 1 bulan SMRS

-Keluhan tambahan

: pusing, lemas, bila berjalan pasien merasakan pusing



Riwayat perjalanan penyakit: Pasien datang dibawa oleh keluarganya ke IGD RSUD Cibinong dengan keluhan

sering terasa lemas. Lemas yang dirasakan kurang lebih 1 bulan yang lalu. Lemas dirasakan setiap hari tetapi masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari. Lemas dirasakan pada seluruh tubuh dan tidak ada lemas separuh tubuh. Pasien mengaku perpindahan posisi dari duduk menjadi berdiri sering terasa pusing. Pasien belum pernah minum obat untuk mengurangi keluhannya. Menstruasi normal, jarak menstruasi 25-30 hari, lamanya menstruasi 5-7 hari. Menurut orang tua pasien, pasien tidak sedang diet tetapi sulit untuk makan, pasien lebih memilih mengkosumsi jajanan yang ada di pinggiran jalan dari pada makan di rumah. Riwayat kecelakaan disangkal, muntah disangkal, BAB dan BAK tidak ada keluhan, demam disangkal. 

Riwayat penyakit dahulu: Pasien mempunyai riwayat operasi hernia inguinalis kanan dan kiri. 21

Operasi hernia kanan pada saat pasien berumur 4 tahun, dan operasi hernia kiri pada saat pasien berumur 8 bulan. 

Riwayat penyakit keluarga: Keluarga dan orang lain di sekitar pasien tidak ada yang mengalami

keluhan yang sama. Riwayat penyakit keluarga disangkal. 



Riwayat kelahiran: 

Cara lahir

: Normal



Tempat lahir

: RS



Ditolong oleh

: Dokter



Masa gestasi

: Cukup bulan



Berat lahir

: 2900 gram



Panjang lahir

: 50 cm



Lahir Spontan, langsung menangis, sianosis (-), kejang (-).

Riwayat tumbuh kembang : 

Gigi pertama : 11 tahun



Psikomotor :

Tengkurap

: 5 bulan

Berjalan

: 13 bulan

Duduk

: 8 bulan

Berbicara

: 12 bulan

Berdiri

: 10 bulan

Membaca/menulis : 3 tahun

22



Riwayat imunisasi Vaksin BCG

Dasar (Umur)

Ulangan (Umur)

0 bulan

DPT

2 bulan

POLIO

0 bulan

Campak

6 bulan

Hepatitis B

0 bulan

MMR

16 bulan

1 bulan

4 bulan

6 bulan

2 bulan

4 bulan

6 bulan

3 bulan

TIPA Kesan : Imunisasi lengkap 

Riwayat makanan 

0-6 bulan

: ASI Eksklusif



6-9 bulan

: ASI, susu formula



10 bulan -1 tahun

: Bubur nasi, susu formula



1 tahun – sekarang

: Nasi, Lauk pauk, susu, buah

Kesan: Pemberian makanan baik secara kualitas dan kuantitas 3.3 Pemeriksaan Fisik

Data Antropometri Berat Badan

: 37 kg

Tinggi Badan

: 140 cm

Lingkar Lengan Atas

: 21cm

IMT

: 56/(1,402 ) = 18,8 kg/𝑚2 (18.5-22.9) IMT Normal sesuai usia



Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang



Kesadaran

: E4M6V5 23



Tekanan darah

: 120/80 mmHg



Frekuensi nadi

: 92 x/menit



Respiratory Rate

: 18 x/menit



Suhu

: 37,0 °C



Kepala

: Normochepali



Mata

: Hipertelorisme -/-, Sklera ikterik -/-, konjungtiva anemis +/+



Telinga

: Lapang+/+, Serumen -/-, sekret -/-



Hidung

: Pernafasan cuping hidung (-), epistaksis (-), sekret -/-



Mulut

: -Bibir -Gigi Geligi -Lidah -Tonsil -Faring



Leher



Thorax: -Inspeksi -Palpasi -Perkusi -Auskultasi

: Mukosa tampak kering (-) : Gusi tidak berdarah : Makroglossi (-) : T1-T1, : Faring hiperemis (-) : Tidak ada pembesaran KGB

: Pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-/-) : Vokal fremitus simetris : Sonor/sonor : Bunyi Nafas Dasar vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-





Jantung: -Inspeksi -Palpasi

: Ictus cordis tidak terlihat : Ictus kordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra

-Auskultasi

: Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur -, gallop –

Abdomen -Inspeksi -Auskultasi -Perkusi -Palpasi

: Perut tampak datar : BU (+) 4x/menit : Timpani : Supel, nyeri tekan (-), turgor baik, hepar dan lien tidak teraba membesar.

 Anggota gerak  Atas   Kulit

Bawah :

Kiri : aktif Spastis (-) CRT <2” aktif Spastis (-) CRT <2” : Turgor 2-5 detik

Kanan aktif Spastis(-) CRT<2” aktif Spastis(-) CRT<2” 24

 Anus dan rectum  Genitalia externa

: Tidak ada kelainan : Perempuan

3.4 Pemeriksaan Penunjang Lab Darah 28 Februari 2019 Hemogloblin

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

6,9

13,7-17,5

g/dL

Leukosit Trombosit

4.500 230.000

/𝑚𝑚3 /𝑚𝑚3

Hematokrit

23,3

5000-10.000 150.000450.000 40-48

%

3.5 Resume 

Anamnesis: o An. L.N.P, Perempuan, usia 14 tahun 3 bulan 1 hari , BB : 37 kg datang dengan keluhan lemas sejak 1 bulan SMRS. Lemas dirasakan setiap hari sehingga mengganggu sekolah. Lemas dirasakan pada seluruh tubuh. Pasien mengaku perpindahan posisi dari duduk menjadi berdiri sering terasa pusing.



Pemeriksaan Fisik: o Keadaan umum anak tampak sakit sedang, Kesadaran : E4M6V5 composmentis, frekuensi nadi 92 x/menit kuat angkat, isi penuh, frekuensi pernafasan 18 x/menit, suhu 37,0 °C, tekanan darah 120/80 berat badan 37 kg, mata konjungtiva anemis +/+.



Pemeriksaan Penunjang: o Hemoglobin 6,9 g/dl; Leukosit 4500/uL; Trombosit 230000/uL; Hematokrit 23,3%;

3.6 Diagnosis Kerja Anemia defisiensi fe

3.7 Diagnosis Banding Thalasemia, anemia sideroblastik,

25

3.8 Penatalaksanaan  Cairan/ o RL 2000cc/hari 

Mm/ o Ondansentron 2 x 2mg o Ranitidin 2 x 35 mg o PRC 200 cc o Lasix 15 mg

3.9 Pemeriksaan Anjuran

Elektrolit, serum iron, TIBC, feritin serum. 3.10 Prognosis 

Ad Vitam

: Bonam



Ad Fungsionam

: Bonam



Ad Sanationam

: Bonam

26

3.11 Follow up Pasien 19 Maret 2019 S Lemas (+) Tidak nafsu makan Sakit perut bagian atas tengah

O

A

P

KU : TSS

- Anemia

IFVD:

Kes : CM TD:120/80 Nadi : 88 Suhu : 36,7 RR : 22 Mata : CA +/+

Golongan darah : O Rh : +

- RL 2000 CC - PRC 200 CC - Lasix 15 mg (di tengah-tengah PRC) Mm - Ranitidin 2 x 35 mg - Ondansentron 1 x 1 gr

Morofologi darah tepi : Eritrosit : hipokrom anisopoikilositos is (mikrosit, pencil sel) kesan : anemia mikrositik hipokrom et causa defisiensi Fe dengan kemungkinan infeksi bakteri DD/ virus + rekasi alergi

27

20 Maret 2019 S

O

A

P

Lemas

KU : TSB

Terapi Lanjut

berkurang

Kes : CM

- Anemia perbaikan

Sakit perut

TD : 120/80

bagian tengah atas berkurang

Nadi : 80 Suhu : 36,6 RR : 20 Mata : CA +/+

Hb : 9,0 Leukosit : 7320 Trombosit : 268000 Hematokrit : 27,5

28

BAB IV ANALISA KASUS

An. L.N.P, Perempuan, usia 14 tahun 3 bulan, BB : 36 kg datang dengan keluhan lemas sejak kurang lebih 1 bulan SMRS. Lemas dirasakan setiap hari sehingga mengganggu sekolah. Lemas dirasakan pada seluruh tubuh. Pasien mengaku perpindahan posisi dari duduk menjadi berdiri sering terasa pusing. Keadaan umum anak tampak sakit sedang, Kesadaran : E4M6V5 composmentis, frekuensi nadi 92 x/menit, frekuensi pernafasan 22 x/menit, suhu 37,0 °C, berat badan 36 kg, mata konjungtiva anemis +/+. Hemoglobin 6,9 g/dl; Leukosit 4500/uL; Trombosit 230000/uL; Hematokrit 23,3%. Diagnosa kerja awal dengan anemia. Pada perawatan hari pertama hasil morfologi darah menunjukkan adanya anemia defisiensi Fe yang dikarenakan oleh intake yang kurang. Diagnosis pasien dengan anemia belum sesuai dengan kirteria WHO atau COOK and Monsen, yaitu belum dilakukan pemeriksaan serum iron (SI), total iron binding capacity (TIBC), Feritin. Apabila pasien masih mengeluh dengan keluhan yang sama pasien perlu melakukan pemeriksaan laboratorium kembali.

29

Related Documents

Laporan Kasus
June 2020 61
Laporan Kasus
June 2020 56
Laporan Kasus
June 2020 53
Laporan Kasus
June 2020 47
Laporan Kasus
July 2020 55
Laporan Kasus
August 2019 77

More Documents from "Muzammil Bin Yusuf"