LAPORAN KASUS Anestesi Umum Pada Pembedahan Laparotomi VC (Vries Coupe)
Pembimbing : dr. Navy G.H.M Lolong W, SpAn KIC
Disusun Oleh : Bella Cindy Delila 1710221013
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ANESTESI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ‘VETERAN’ JAKARTA PERIODE 26 DESEMBER 2018 – 26 JANUARI 2019 1
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KASUS Anestesi Umum Pada Pembedahan Laparotomi VC (Vries Coupe)
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian Departemen Anestesi RSUP Persahabatan
Disusun Oleh : Bella Cindy Delila
1710221013
Pembimbing :
dr. Navy G.H.M Lolong W, SpAn KIC
2
KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Anestesi Umum Pada Pembedahan Laparotomi VC (Vries Coupe)” Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kepada dr. Navy G.H.M Lolong W, SpAn KIC selaku pembimbing dan seluruh teman kepaniteraan klinik di bagian Departemen Anestesi RSUP Persahabatan atas kerjasamanya selama penyusunan tugas ini. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna perbaikan yang lebih baik. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan
Jakarta,
Januari 2019 Penulis
3
BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri. Anestesi umum ialah suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap semua sensasi akibat induksi obat. Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran juga hilang. Komponen anestesi yang ideal terdiri dari: hipnotik, analgesia, dan relaksasi otot. Dalam dunia kedokteran, selai dipakai untuk tindakan operatif, anestesi umum juga dipakai untuk mempermudah tindakan diagnostic maupun terapeutik khususnya yang menimbulkan rasa nyeri. Perbedaan anestesi umum dengan local adalah pada anestesi local hilangnya rasa sakit setempat sedangkan pada anestesi umum seluruh tubu. Di dalam praktek obat-obat anestesi dimasukan ke dalam tubuh melalui inhalasi atau parenteral, ada pula yang dimasukan melalui rektal tetapi jarang dilakukan, ada pula yang melalui inhalasi.
b. Tujuan Laporan kasus ini bertujuan untuk mengetahui teknik dan upaya dalam mengkontrol tekanan darah saat operasi Laparotomi VC (Vries Coupe)
4
BAB II DESKRIPSI KASUS
II.1 Identitas Pasien Nama
: Ny. S
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tanggal Lahir
: 06 Juli 1951
Usia
: 67 tahun
Alamat
: Kebantenan bina asih, jati asih, bekasi
No. Rekam Medis
: 2388331
Tanggal Masuk RS
: 05 januari 2019
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Status
: Menikah
II.2 Anamnesis Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 6 Januari 2019, pukul 20.00 WIB di ruang perawatan Anggrek Atas Kebidanan 1.
Keluhan Utama Pasien datang dengan keluhan perut membesar sejak 3 bulan SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan perut membesar sejak 3 bulan SMRS. Pasien mengaku tidak ada keluhan lain selain perut membesar seperti perdarahan nyeri maupun penurunan berat badan.
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat hipertensi
: diakui
Riwayat Diabetes mellitus
: diakui
Riwayat penyakit jantung
: disangkal
5
Riwayat penyakit paru
: TB paru pada tahun 2010 terapi tuntas 6 bulan
Riwayat asma
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga Tidak terdapat riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma pada keluarga.
Riwayat Pengobatan Pasien minum amlodipin 1x10 mg untuk hipertensi nya dan metformin 1x500 mg untuk DM nya
Riwayat Sosial Ekonomi Pasien tidak pernah olahraga. Riwayat merokok, konsumsi alkohol maupun obat-obatan terlarang dan obat penenang disangkal.
Riwayat Operasi Pasien pernah operasi tubektomi pada tahun 1981
II.3 Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Berat Badan
: 50 kg
Tinggi Badan
: 155 cm
BMI
: 22.8 (Normal)
Tanda Vital TD
: 130/80 mmHg
RR
: 18 x/menit
N
: 81 x/ menit
S
: 36,50C
6
Status Generalis Kepala
: Normocephal
Rambut
: Warna hitam, distribusi rambut merata, rambut tidak mudah dicabut.
Mata
: Palpebra tidak cekung dan tidak edema, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil mata isokor, reflex cahaya positif (+/+).
Telinga
: Normotia, tidak ada cairan yang keluar dari telinga.
Hidung
: Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, tidak hiperemis, dan tidak ada sekret yang keluar dari lubang hidung.
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1. Mulut
: Mukosa bibir lembab, tidak pucat, tidak sianosis.
Leher Inspeksi
: Proporsi leher dalam batas normal, tidak terlihat adanya massa atau benjolan.
Palpasi
: Trakea terletak di tengah, KGB tidak teraba membesar.
Thorax Jantung Inspeksi
: Pulsasi iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
: Pulsasi iktus kordis tidak teraba
Perkusi
: Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi
: Bunyi jantung S1-S2 murni reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru Inspeksi
: Normochest, pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
Palpasi
: Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi
: Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi
: Suara nafas vesikular (+), rhonkhi (-), wheezing (-)
Abdomen Inspeksi
: Cembung, distensi (+)
Auskultasi
: BU (+) normal
Perkusi
: Timpani diseluruh lapang abdomen
Palpasi
: Nyeri tekan (-), teraba adanya massa sepusat, terfiksir, tidak teraba pembesaran hati dan lien
7
Ekstremitas
: Edema (-), sianosis (-), akral hangat, CRT <2 detik
Kesulitan Airway Gigi
: Tidak ada gigi yang hilang atau goyang. Tidak ada pemakaian gigi palsu.
Mallampati Skor
: 1 (tampak pilar faring, palatum mole, dan uvula)
3-3-2 rules
: Bukaan mulut 3 jari, jarak mentum – hyoid 3 jari, jarak tiroid - hyoid 2 jari.
Mobilisasi leher
: Baik
Trauma servikal
: Tidak ada
Leher pendek
: Tidak ada
II.4 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Hasil Pemeriksaan Hematologi, 06 Januari 2019 Jenis Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Darah Perifer Lengkap Hemoglobin
10.1 L
12.0 – 14.0 g/dL
Hematokrit
31.0 L
37.0 – 43.0 %
Eritrosit
4.12
4.00 – 5.00 Juta/µL
MCV/VER
75.2 L
82.0 – 92.0 fL
MCH/HER
24.5 L
27.0 – 31.0 pg
MCHC/KHER
32.6
32.0 – 36.0 g/dL
Jumlah Trombosit
410 H
150.000 – 400.000 /µL
Jumlah Leukosit
11.52 H
5000 – 10.000 /µL
Basofil
0.3
0–1%
Eosinofil
6.2 H
1–3%
Neutrofil
57.1
52.0 – 76.0 %
Limfosit
29.4
20 – 40 %
Monosit
7.0
2–8%
Hitung Jenis
8
13.6
11.5 – 14.5
Natrium (Na) darah
139
135-145 mEq/L
Kalium (K) darah
3.50
3.50-5.00 mEq/L
Klorida (Cl) darah
104.0
98.0-107.0 mEq/L
PT Pasien
12.4 H
9.8- 11.2 detik
PT Kontrol
11.4
INR
1.11
RDW-CV
Elektrolit
Hemostasis PT + INR Masa Protrombin (PT)
APTT APTT Pasien
51.6
APTT Kontrol
33.6
Glukosa Sewaktu
178
HbA1c
6.6 H
Albumin
3.80
31.0 – 47.0 detik
70-200 mg/dL
3.5-5.2 g/dL
Rontgen Thorax 17 Oktober 2018 Kesan : Cardiomegali dengan elongasi dan kalsifikasi aorta. Multiple nodul di paru kanan dan apex kiri DD/ metastase Pneumonitis
CT Scan Abdomen 19 November 2018 Kesan : Mioma Uteri. Tak tampak perlengketan. KGB tidak membesar
9
USG 22 Oktober 2018 Kesan : Massa padat intrauterus suspek leimiosarkoma dd/ malignansi endometrial mioma degenerasi kistik
II.5 Diagnosis Klinis Susp Leimiosarkoma dd/ malignansi endometrial mioma degenerasi kistik
II.6 Tindakan Laparotomi VC (Vries Coupe) II.7 Hasil Konsul Kardiologi
: Toleransi operasi risiko sedang
Paru
: Toleransi operasi risiko sedang
IPD
: Toleransi operasi risiko berat
Anestesi
: Puasa 6 jam sebelum operasi dilaksanakan. Post operasi icu
II.8 Kesimpulan ASA (The American Society of Anesthesiologist) 2 dengan Diabetes Melitus dan Hipertensi dan tanpa penyulit jalan napas
II.9 Rencana Anestesi General anestesi dengan intubasi menggunakan ETT
II.10 Status Anestesi Lama anestesi 4 jam 30 menit (pukul 10.30 – 14.30 WIB)
Premedikasi Midazolam (d : 0,07-0,15 mg/kgBB) rentang dosis 3.5 mg – 7.5 mg → 5 mg Sediaan : 1 ampul = 5 cc 1 cc = 1 mg 5 mg 5 cc Fentanyl (d : 2-50 mcg/ml/kgBB) 100 mcg – 2500 mcg → 100 mcg 10
Sediaan : 1 ampul = 2 cc 1 cc = 50 mcg 100 mcg 2cc
Induksi Propofol (d : 1-2,5 mg/kgBB) rentang dosis 50 mg – 125 mg → 100 mg Sediaan : 1 ampul = 20 cc 1 cc = 10 mg 100 mg 10 cc
Relaksan (Pelumpuh Otot) Atracurium (d : 0,5-0,6 mg/kgBB) 25 mg – 30 mg → 30 mg Sediaan : 1 ampul = 5 cc 1 cc = 10 mg 30 mg 3 cc
Maintenance Inhalasi O2 : Air = 1 : 1 Gas Sevofluran 2% volum (hipnotik) Atracurium (d : 0,1 mg/kgBB/30-45 menit) 5 mg /30-45 menit
Obat-obat lain Ondancentron 4 mg Ranitidin 50 mg Paracetamol 1 gr Tramadol 100 mg Asam Tranexamat 1 gr
11
Tindakan Ventilasi oksigenasi Melakukan manuver chin-lift Intubasi menggunakan ETT kingking ukuran 7.0 dengan cuff dan fiksasi sedalam 21 cm. Pemasangan IV line Monitoring Pemantauan tanda klinis seperti pergerakan dada, pastikan stabilitas ETT tetap terjaga Pemantauan saturasi oksigen dilakukan dengan pemasangan pulse oximetri untuk mengetahui saturasi O2 melalui monitor Pemantauan tekanan darah dan denyut jantung Pemantauan EKG secara kontinu mulai sebelum induksi anestesi Pemantauan kebutuhan cairan pasien selama anestesi Input
: Cairan Infus (Asering)
Output
: Perdarahan, urin
Pemberian Cairan Perhitungan kebutuhan cairan : Maintenance : (4x10) + (2x10) + (1x30) = 90 ml Pengganti puasa (6 jam) : lama puasa x maintenance 6 jam x 90 ml = 540 ml Stress operasi : skala berat x BB 8 x 50 kg = 400 ml Pemberian cairan jam ke - : Jam I : ½ Pengganti Puasa + Maintenance + Stress Operasi ½ 540 + 90 + 400 = 760 ml Jam II : ¼ Pengganti Puasa + Maintenance + Stress Operasi ¼ 540 + 90 + 400 = 625 ml Jam III : ¼ Pengganti Puasa + Maintenance + Stress Operasi ¼ 540 + 90 + 400 = 625 ml Jam IV : Maintenance + Stress Operasi = 90 + 400 = 490 ml Total kebutuhan cairan selama operasi 760 + 625 + 625 + 490 = 1875 ml Cairan yang diberikan selama operasi : Asering jumlah ± 1300 cc
12
Cairan yang keluar selama operasi : Urin ± 500 cc Perdarahan ± 200 cc Total cairan keluar selama operasi ± 700 ml
Tabel 1. Pemantauan Tanda-Tanda Vital Selama Operasi
Waktu
Tekanan darah
Tekanan darah diastolik
sistolik (mmHg)
(mmHg)
Nadi (x/menit)
RR
SpO2
(x/menit)
10.30
170
100
70
12
100
10.45
150
100
65
11
100
11.00
130
90
62
11
100
11.15
130
90
64
11
100
11.30
120
80
65
11
100
11.45
120
80
60
12
100
12.00
120
70
62
12
100
12.15
110
70
70
12
100
12.30
120
70
70
11
100
12.45
120
80
72
12
100
13.00
100
60
66
11
100
13.15
110
70
68
11
100
13.30
110
60
61
11
100
13.45
122
66
61
12
100
14.00
100
60
65
12
100
14.15
130
70
64
11
100
14.30
130
70
60
12
100
14.45
120
68
69
12
100
14.55
120
60
69
11
100
II.11 Post Operasi Setelah selesai operasi pasien langsung dibawa ke ICU dan di ekstubasi di ICU
13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA III.1 ANESTESI UMUM A. Definisi Anestesi umum keadaan hilangnya nyeri di seluruh tubuh dan hilangnya kesadaran yang bersifat sementara yang dihasilkan melalui penekanan sistem saraf pusat karena adanya induksi secara farmakologi atau penekanan sensori pada saraf. Agen anestesi umum bekerja dengan cara menekan sistem saraf pusat (SSP) secara reversible. B. Trias Anestesi 1. Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat hipnotikum atau sedatif atau obat anestesi umum yang lain seperti anestesi inhalasi (halotan, enfluran, isofluran, sevofluran). 2. Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat analgetik opiat atau didapat dari N2O 3. Efek relaksasi, otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga mempermudah tindakan pembedahan C. Teknik Anestesi Umum Tindakan anestesi umum terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah anestesi umum dengan teknik intravena anestesi, anestesi umum dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) atau dengan teknik intubasi yaitu pemasangan endotrecheal tube.
14
Anestesi umum dapat dilakukan dengan 3 teknik, yaitu: 1. Anestesi umum intravena Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena. 2. Anestesi umum inhalasi Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat/ mesin anestesi langsung ke udara inspirasi. 3. Anestesi Imbang Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat-obatan baik obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik general anestesi dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan berimbang D. ASA (American Society of Anesthesiologists) Skala yang paling luas yang digunakan untuk memperkirakan resiko yaitu klasifikasi status fisik menurut ASA. Tujuannya adalah suatu sistem untuk menilai kesehatan pasien sebelum operasi. ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena penyakit bedah maupun penyakit lainnya. pasien batu ureter dengan hipertensi sedang terkontrol ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang diaktibatkan karena berbagai penyebab. pasien ileus obstruksi dengan iskemia miokardium
15
ASA 4 : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam kehiduannya. ASA 5 : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam. Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda darurat (E = Emergency), misalnya ASA 1 E atau III E.
E. Tahap-Tahap Anestesi Guedel membagi kedalaman anestesi menjadi 4 stadium dengan melihat pernafasan, gerakan bola mata, tanda pada pupil, tonus otot. Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu;
Stadium I (Analgesia atau disorientasi) : Dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran.
Stadium II (Eksitasi atau delirium) : dimulai dari hilangnya kesadaran sampai nafas teratur. Pada stadium ini penderita bisa meronta-ronta, pernafasan ireguler, pupil melebar, reflex cahaya positif, gerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi, reflex fisiologis masih ada, dapat terjadi batuk atau muntah, kadang-kadang kencing atau defekasi. Stadium ini diakhiri dengan hilangnya reflex menelan dan kelopak mata dan selanjutnya nafas menjadi teratur.
Stadium III (pembedahan/operasi), stadium ini dimulai dari nafas teratur sampai paralise otot nafas. Terbagi dalam 3 bagian yaitu;
1. Plana 1 : dari nafas teratur sampai berhentinya gerakan bola mata. Ditandai
dengan nafas teratur, nafas torakan sama dengan abdominal. Gerakan bola mata berhenti, pupil mengecil, reflex cahaya (+), lakrimasi meningkat, reflex faring dan muntah menghilang, tonus otot menuru. 2. Plana 2 : dari berhentikan gerakan bola mata sampai permulaan paralisa otot
intercostal. Ditandai dengan pernafasan teratur, volume tidal menurun dan frekuensi nafas meningkat, mulai terjadi depresi nafas torakal, bola mata
16
berhenti, pupil mulai melebar dan reflex cahaya menurun, reflex kornea menghilang dan tonus otot makin menurun. 3. Plana 3 : dari permulaan paralise otot intercostal sampai seluruh otot
intercostal. Ditandai dengan pernafasan abdominal lebih dominan dari torakal karena terjadi paralisis otot intercostal, pupil makin melebar dan reflex cahaya menjadi hilang. Lakrimasi (-), reflex laring dan peritoneal menghilang, tonus otot makin menurun 4. Plana 4 : dari paralisis semua otot intercostal sampai paralise diafragma.
Ditandai dengan paralise otot intercostal, pernafasan lambat, irregular dan tidak adekuat, terjadi jerky karena terjadi paralise diafragma. Tonus otot makin menurun sehingga terjadi flaccid, pupil melebar, reflex cahaya (-), reflex spincter ani (-).
Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis),ditandai dengan hilangnya semua reflex, pupil dilatasi, terjadi respiratory failure dan diikuti dengan circulatory failure.
F. Persiapan anestesi Sebelum proses anestesi dimulai ada 3 hal yang perlu disiapkan, yaitu : 1. Pasien 2. Alat-alat dan mesin 3. Obat-obatan 1. Persiapan Pasien Persiapan pasien bertujuan untuk mengenal pasien, baik beberapa hari sebelum proses anestesi atau beberapa jam sebelumnya. Biasanya sehari sebelum anestesi akan dilakukan KPA (Kunjungan Pra anestesi ). KPA dilakukan untuk mengetahui hal-hal berikut :
Identitas
Keluhan utama
17
Riwayat Penyakit Sekarang dan Dahulu
Pemeriksan Fisik Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan Head to toe, namun lebih dikhususkan pada daerah mulut, leher, pulmo dan kardio. Adapun pemeriksaan untuk mengetahui kesulitan jalur napas yaitu LEMON L : Look Externally, lihat penampakan dari luar apakah terdapat trauma pada wajah, leher pendek, obesitas dll E : Evaluate, menggunakan rules 3-3-2 yaitu 3 jari antara gigi atas dan gigi bawah saat mulut dibuka, 3 jari antara jarak mentum – hyoid, 2 Jari antara jarak tiroid – hyoid M : Mallapati, terdapat 4 kelas : Kelas 1 : Terlihat palatum mole, uvula, arcus faring anterior dan posterior Kelas 2 : Terlihat palatum mole dan uvula Kelas 3 : Terlihat palatum mole dan ujung atas (basis) dari uvula Kelas 4 : Palatum mole tidak terlihat seluruhnya O : Obstruction, apakah terdapat sumbatan, baik seperti benda asing ataupun tumor, abses dll N: Neck, apakah ada gangguan gerak pada leher pasien, baik kekakuan atau setelah trauma servical
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Konsultasi dengan spesialis lain
18
2. Persiapan alat-alat dan mesin Alat-alat yang perlu dipersiapkan yaitu STATICS, yang merupakan singkatan: S : Scope. Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung, serta posisi NGT dan ETT. LaringoScope. T : Tubes. Pipa trakea. Usia >5 tahun dengan balon(cuffed) sedangkan untuk pasien yang berusia <5 tahun tanpa balon. Terdapat 2 macam tube yaitu Endotracheal tube dan LMA
1. Endotracheal tube Endotracheal tube mengantarkan gas anastetik langsung ke dalam trakea. Untuk operasi tertentu misalnya di daerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang bisa ditekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi (non kinking). Untuk mencegah kebocoran jalan nafas, kebanyakan pipa endotrakheal mempunyai balon (cuff) pada ujung distalnya. Pipa tanpa balon biasanya digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit jalan nafas adalah daerah rawan krikoid. Untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 – 23 cm
19
2. Laringeal Mask Airway (LMA) LMA adalah suatu alat bantu jalan napas yang ditempatkan di hipofaring berupa balon yang jika dikembangkan akan membuat daerah sekitar laring tersekat sehingga memudahkan ventilasi spontan maupun ventilasi tekanan positif tanpa penetrasi ke laring atau esophagus
A : Airway. OPA (Oropharyngeal airway) dan NPA (Nasopharyngeal airway) digunakan untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menymbat jalan napas
20
T : Tape. Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut I : Introductor. Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah dimasukkan C : Connector. Penyambung pipa dan perlatan anestesia S : Suction. Penyedot lendir, ludah dll Adapun mesin yang perlu dipersiapkan adalah Mesin monitor TD, Nadi, SpO2, dan EKG Mesin ventilator 3. Obat-Obatan a.
Premedikasi
Tujuan Premedikasi : Memberikan rasa nyaman kepada pasien, menghilangkan rasa khawatir, memberikan ketenangan, membuat amnesia, memberikan analgesia dan mencegah muntah Memudahkan dan memperlancar induksi Mengurangi dosis obat anestesi Menekan reflek yang tidak diharapkan Mengurangi sekresi : saluran nafas dan saliva Mengurangi risiko aspirasi Merupakan salah satu tehnik anestesi
21
Obat premedikasi : Golongan
Nama Obat
Dosis Dewasa
Rute
(mg) Benzodiazepine
Diazepam
5-20
Oral
Flurazepam
15-30
Oral
Lorazepam
2-4
Oral. IM
Midazolam
2-5
IM/IV
Triazolam
0.125-0.250
Oral
Transquilizer
Droperidol
0.626-2.5
IM/IV
Antihistamin
Difenhidramin
25-75
Oral, IM/IV
Hidroksizin
50-100
IM
Fentanil
0.05-2
IM/IV
Hidromorfon
1-2
IM/IV
Morfin
5-15
IM/IV
Meperidin
50-100
IM/IV
Atropine
0.2-0.6
IM/IV
Glikopirolat
0.2-0.6
IM/IV
Skopolamin/hyosin
0.2-0.4
IM/IV
Gastrokinetik
Metoklopramid
10-20
Oral, IM/IV
H2 antagonis
Simetidin
300
Oral, IM/IV
Alfa 2 – agonis
Klonidin
0.2-0.4
Oral
5-HT antagonis
Ondansentron
4-8
IM/IV
Opioid
Antikolinergik
b.
Induksi Induksi Anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi anestesi dapat dikerjakan dengan cara intravena, inhalasi, intramusckular atau rektal.
22
o Induksi intravena Pada induksi intravena tidak terjadi stadium II, dikerjakan dengan menyuntikan obat anestesi kedalam pembuluh darah vena. 1. Tiopental Tiopental (pentotal, tiopenton) (amp 500 mg atau 1000 mg). Sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5% (1ml = 25mg). hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg disuntikan perlahan-lahan. dihabiskan dalam 30-60 detik. 2. Propofol Propofol ( diprivan, recofol) Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu, bersifat, isotonic dengan kepekatan 1% (1ml = 1o mg). suntikan, intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena. Dosis bolus untuk induksi 22,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesia intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg. Pengenceran hanya boleh dengan dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada wanita hamil 3. Ketamin Ketamin (Ketalar) Kurang digemari karena sering menimbulkan takikardia, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk. Sebelum pemberian sebaiknya diberikan sedasi midazolam (dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis 0,1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi salviasi diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg. Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg. ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1ml = 10mg), 5% (1 ml = 50 mg), 10% ( 1ml = 100 mg).
23
4. Opioid Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) diberikan dosis tinggi. Tidak menggaggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelianan jantung. Untuk anestesia opioid digunakan fentanyl dosis 20-50 mg/kg dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1mg/kg/menit. o Induksi inhalasi Yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui udara pernafasan. Pembagian sistem pemberian anestesi inhalasi ada 4, yaitu : 1.
Sistem Tetes Terbuka (Open Drop)
2.
Sistem Setengah Terbuka (Semi Open)
3.
Sistem( Tertutup (Closed )
4.
Sistem Setengah Tertutup (Semi Closed).
Macam obat anestesi inhalasi ada 2 : 1. Obat anestesi yang berbentuk gas (N2O) 2. Obat anestesi yang berbentuk cair dan mudah menguap (Volatile anesthetics agent). Obat Anestesi Inhalasi yang ideal adalah : Tidak mengiritasi jalan napas Tidak dimetabolisme tubuh Tidak toksik Efek pada respirasi dan kardiovaskuler minimal Efek samping(-) Stabil pada perubahan suhu, kelembaban, cahaya, keadaan alkali Tidak mudah terbakar Mudah ditranspor
24
Kelarutan dlm darah & jaringan rendahinduksi dan pulih sadarnya cepat Perjalanan obat anestesi inhalasi:
Mesin anestesiOAI yang diinspirasialveoli parukapiler parujantung kiriarteri carotis internusotak
Otakvenous returnparueliminasi via ekhalasi
Metabolisme dihati & ginjal,sedikit difusi melalui kulit
Macam-macam obat anestesi inhalasi : 1. Nitrous Oxide (N2O) Berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat anastetik lemah, analgesinya kuat, sehingga sering digunakan
untuk
mengurangi
nyeri menjelang persalinan. Pada
anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik lain seperti halota. Pada akhir anestesi setelah N2 O dihentikan, maka N2 O akan cepat keluar mengisi alveoli sehingga 25
terjadi pengenceran O2
dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk
menghindari hipoksia difusi, berikan O2 100% selama 5-10 menit
2. Halotan Halotan bukan turunan eter, melainkan turunan etan. Baunya enak dan tidak merangsang jalan napas, maka sering digunakan sebagai induksi anestesi kombinasi dengan N2 O. pada nafas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol % dan pada nafas kendali sekitar 0,5 – 1 vol %. Halotan analgesinya lemah, anestesinya kuat. 3. Enfluran Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluranlebih iritatif disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik disbanding halotan. 4. Isoflurane Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran darah otak dan tekanan intracranial dapat dikurangi
dengan
teknik anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah otak. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan gangguan koroner. 5. Desofluran Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%), bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi napasnya seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan
napas
atas
sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi. 6. Sevofluran Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan
26
o Induksi Perektal Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau midazolam o Induksi Intramuscular Hanya ketamine yang dapat diberikan secara intramuscular dengan dosis 57 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit psien tidur c.
Pelumpuh Otot
Terdapat dua jenis pelumpuh otot yaitu non depolar dan depolar. Pelumpuh otot depolarisasi (nonkompetitif, leptokurare) bekerja seperti asetilkolin, tetapi di celah saraf otot tidak dirusak oleh kolinesterase sehingga cukup lama berada di celah sinaptik, sehingga terjadilah depolarisasi yang ditandai oleh fasikulasi yang disusul relaksasi otot lurik Termasuk golongan pelumpuh otot
depolarisasi
adalah
suksinilkolin (diasetilkolin) dan dekametonium.
Untuk yang non depolarisasi atau disebut juga inhibitor kompetitif , takikurare bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor nikotinik kolinergik tetapi tak menyebabkan depolarsisai, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya sehingga asetilkolin tidak bekerja. Karena sifatnya kompetitif maka pemulihan bisa dipercepat dengan pemberian obat-obat yang dapat memperbanyak jumlah asetilkolin misalnya dengan obat anti kolin esterase (Prostigmin). Pemberian obat anti kolin esterase pada penderita yang mendapat pelumpuh otot non depolarisasi disebut reverse. 1. Atracurium Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi. Keunggulan obat ini adalah metabolisme terjadi di darah, tidak bergantung fungsi hati dan ginjal. Atracurium menyebabkan histamine release sehingga pada pasien yang mempunyai alergi atau riwayat asma tidak dapat diberikan obat ini.
27
Dosisi : 0.5-,0,6 mg/KgBB untuk intubasi, durasi 30-45 menit 0,3-0.4 mg/kgBB untuk relaksasi, durasi 30-45 menit 0.1-0,15 mg/kgBB untuk maintenance Onset : 2-3 menit (dengan dosis intubasi) 2. Recuronium Merupakan pelumpuh otot non depolarisasi turunan aminosteroid. Onset cepat dengan dosis 0.6 mg/ kgBB dalam waktu I menit. Recuronium tidak menimbulkan pelepasan histamine. G. Persiapan Pada Hari Operasi Pada hari operasi perlu dilakukan persiapan sebelum dibawa ke ruang operasi. Adapun persiapan yang harus dilakukan adalah : Pengosongan dan Pembersihan Lambung Pengosongan dan pembersihan lambung sangat penting untuk menghindari aspirasi isi lambung akibat regurgitasi atau muntah. Pada pembedahan elektif dilakukan puasa 6-8 jam sebelum operasi, untuk anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Pada operasi darurat dilakukan dengan cara memasang pipa nasogastric. Pengosongan kandung kemih Informed consent (Surat izin operasi dan anestesi) Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya
28
BAB IV PEMBAHASAN Ny. S usia 67 tahun dengan diagnosis preoperatif dengan Susp Leimiosarkoma dd/ malignansi endometrial mioma degenerasi kistik pembedahan laparotomi VC (Vries Coupe). Selama proses pembedahan, dibagi menjadi 3 tahapan. Tahapan pertama adalah preoperatif, intraoperatif, dan postoperatif. 1. Pre-operatif - Pada tahap preoperatif dilakukan anamnesa untuk melihat apakah pasien memiliki riwayat penyakit yang dapat menjadi penyulit operasi. Pada pasien termasuk ASA 2 dengan DM dan Hipertensi - Pemberian maintenance cairan sesuai berat badan serta dipuasakan selama 6 jam sebelum operasi bertujuan untuk memperkecil kemungkinan adanya aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah saat dilakukan intubasi. 2. Intraoperatif Metode anestesi yang digunakan pada pasien adalah general anestesi dengan intubasi endotracheal tube. Pasien diberikan premedikasi midazolam 1 mg yang bersifat hipnotik dan fentanyl 50 mcg sebagai analgetik. Kemudian pasien diinduksi dengan propofol 70 mg, dan muscle relaxant 30 mg. Pemberian anestesi inhalasi dilakukan dengan sevoflurane 2% yang berfungsi sebagai maintenance dan meningkatkan efektivitas hipotensi dalam mempertahankan MAP. Setelah diinduksi, pasien diventilasi dan diintubasi dengan endotracheal tube jenis non king-king ukuran 7 dengan fiksasi sedalam 21 cm. intubasi dilakukan setelah pasien tidur, kemudian ETT disambungkan ke ventilator. Saat operasi dimulai, diberikan injeksi asam tranexamat 1 gr untuk mengurangi terjadinya perdarahan, ondansentron 4 mg untuk mengatasi mual, dan ranitidine 50 mg untuk mengurangi sekresi asam lambung. Untuk maintenance diberikan cairan asering dengan total pemberian 1875 cc dan pemberian ulang atracurium 5 mg/30menit-45 menit Setelah 1 jam operasi berjalan, pasien diberikan infuse paracetamol 1 gram + tramadol 100mg untuk mengurangi rasa nyeri.
29
DAFTAR PUSTAKA 1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR . Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009; 2 : 29-96. 2. Soenarjo, dkk. Anestesiologi. Semarang: Ikatan Dokter Anestesi dan Reanimasi Cabang Jawa Tengah ; 2010 3. Desai,Arjun M.2010. Anestesi Stanford University School of Medicine. Diakses dari: http://emedicine.medcape.com/ 4. Suryanto, Martaningtyas . Anestesi . Update at : July 17th, 2011. Available at : http://id.wikipedia.org/wiki/Anestesi. Accessed at : January 20, 2018. 5. Mansjoer A, Suprohaita, dkk. Ilmu Anestesi. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran FKUI. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius. 2002.
30
31