REFERAT Laktat, Procalcitonin, Saturasi Oksigen Vena Cava Superior (SVCO2) dan CO2 Gap
Pembimbing : dr. Thariq Emyl, SpAn
Disusun Oleh : Bella Cindy Delila 1710221013
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ANESTESI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ‘VETERAN’ JAKARTA PERIODE 26 DESEMBER 2018 – 26 JANUARI 2019
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
Laktat, Procalcitonin, Saturasi Oksigen Vena Cava Superior (SVCO2) dan CO2 Gap
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian Departemen Anestesi RSUP Persahabatan
Disusun Oleh : Bella Cindy Delila
1710221013
Pembimbing :
dr. Thariq Emyl, SpAn
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan refrat yang berjudul “Laktat, Procalcitonin, Saturasi Oksigen Vena Cava Superior (SVCO2) dan CO2 Gap” Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kepada dr.Thariq Emyl, SpAn selaku pembimbing dan seluruh teman kepaniteraan klinik di bagian Departemen Anestesi RSUP Persahabatan atas kerjasamanya selama penyusunan tugas ini. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna perbaikan yang lebih baik. Semoga refrat ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan
Jakarta,
Januari 2019 Penulis
PENDAHULUAN Salah satu biomarker yang banyak diteliti dan menjadi tumpuan pengembangan tatalaksana sepsis adalah kadar laktat. Laktat yang merupakan hasil metabolisme akhir glukosa dalam keadaan anaerob, merupakan parameter laboratoris yang memiliki nilai klinis yang sangat besar di dalam evaluasi penanganan pasien dengan sepsis. Pada kondisi normal terdapat keseimbangan antara produksi laktat dan bersihan laktat. Meningkatnya kadar laktat darah disebabkan oleh produksi yang meningkat atau penurunan bersihan laktat oleh hati dan Peningkatan kadar laktat serum menunjukkan proses metabolisme anaerob yang berhubungan dengan hipoksia jaringan. Procalcitonin merupakan pemeriksaan yang dapat menegakkan diagnosa infeksi bakteri akut. Pengukuran PCT secara berkala dapat digunakan untuk memonitor perjalanan penyakit dan sebagai tindak lanjut (monitoring) dari terapi pada semua infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Peningkatan nilai PCT atau nilai yang tetap konsisten tinggi menunjukkan aktivitas penyakit yang berkelanjutan. Penurunan nilai PCT menunjukkan menurunnya reaksi inflamasi dan terjadi penyembuhan infeksi. Peningkatan PCT akibat infeksi terjadi lebih cepat dari pada C-Reactive Protein (CRP) dan turun lebih cepat ketika infeksi telah terkontrol. ScvO2 adalah singkatan dari saturasi oksigen vena sentral. Ini adalah saturasi oksigen dari darah vena yang berasal dari kepala dan tubuh bagian atas. SvO2 adalah singkatan dari saturasi oksigen vena campuran. Ini pada dasarnya adalah persentase oksigen yang tersisa dalam darah vena yang kembali ke sisi kanan jantung. Level normal SvO2 adalah 60% dan ScvO2 biasanya 2-3% lebih rendah dari SvO2. Ini karena bagian bawah tubuh mengekstraksi oksigen lebih sedikit dan otak mengekstraksi oksigen lebih banyak daripada organ tubuh lainnya. Bersama-sama, kedua persentase saturasi memberi kita pengetahuan tentang keseimbangan antara pengiriman oksigen dan konsumsi oksigen dalam tubuh. PCO2 adalah perbedaan antara tekanan parsial antara CO2 di vena dan arteri pada analisis gas darah atau AGD.
1. Laktat 1.1 Definisi Laktat Laktat adalah produk metabolism hasil reduksi piruvat yang terbentuk pada keadaan anaerob atau pada keadaan ketidakmampuan tubuh menjalankan metabolism oksidatif. 1.2 Mekanisme Produksi dan Eliminasi Laktat Asam laktat atau laktat merupakan hasil akhir dari proses metabolisme. Semua jaringan dapat memproduksi laktat dan asam piruvat dari glukosa. Jalur metabolisme glikolisis merupakan langkah awal metabolisme glukosa dan terjadi pada sitoplasma sel. Produk akhir dari proses ini adalah piruvat, yang selanjutnya berdifusi ke dalam mitokondria dan dimetabolisme menjadi karbondioksida melalui siklus Kreb. Metabolisme glukosa menjadi piruvat juga terjadi sebagai akibat reduksi dari kofaktor enzim yang engoksigenasi bentuk nicotinic acid dehidrogenase (NAD+) menjadi nicotinic acid dehidrogenase (NADH), bentuk tereduksi. Laktat diproduksi melalui proses glikolisis dan dibentuk di dalam cytosol yang dikatalisasi oleh enzim lactate dehydrogenase. NADH/NAD+ merupakan kofaktor pertukaran atom hidrogen yang dilepaskan atau yang dipakai. Oleh karena itu, rasio laktat/piruvat selalu sebanding dengan rasio NADH/NAD+ di cytosol. Konsentrasi laktat yang tinggi juga disertai dengan konsentrasi yang tinggi dari piruvat atau NADH di cytosol, atau keduanya. Sintesis laktat meningkat bila pembentukan piruvat di cytosol melebihi penggunaannya oleh mitokondria. Ini terjadi bila didapati peningkatan metabolik yang cepat atau bila hantaran oksigen ke mitokondria menurun, seperti pada keadaan hipoksia jaringan. Sintesis laktat juga dapat terjadi bila metabolisme glukosa melebihi kapasitas oksidatif mitokondria.
Laktat berdifusi keluar dari sel dan dikonversi menjadi piruvat dan selanjutnya dimetabolisme secara aerob menjadi karbondioksida dan ATP . Jantung, hati, dan ginjal menggunakan laktat dengan cara ini. Sebagai alternatif, jaringan hati dan ginjal dapat menggunakan laktat untuk menghasilkan glukosa melalui jalur lain yakni gluconeogenesis Eritrosit berperan dalam membawa hasil glikolisis; meskipun demikian sel ini tidak mempunyai mitokondria dan tidak dapat menggunakan oksigen untuk memproduksi adenosine triphosphate (ATP), oleh karena itu sel darah merah menghasilkan asam laktat melalui regenerasi ATP selama glikolisis anaerobik tetapi tidak dapat menggunakan asam laktat. Semua jaringan lain dapat menggunakan asam laktat untuk memproduksi acetyl-CoA melalui pyruvate dehydrogenase (PDH) Konsentrasi laktat di arteri tergantung pada produksinya dan penggunaannya oleh berbagai organ. Laktat dimetabolisme oleh hati, ginjal, dan jantung. Penurunan transpor oksigen di sel menyebabkan lebih banyak ambilan oksigen dari kapiler darah. Cara ini meredistribusi cardiac output ke organ-organ sesuai dengan kemampuan organ tersebut untuk menerima darah kapiler. Pada keadaan dengan penurunan transpor oksigen yang berat, terjadi peningkatan kompensasi ambilan oksigen untuk menyokong metabolisme aerob. Oleh karena itu sel harus bekerja secara anaerob untuk menghasilkan ATP, yang mengakibatkan pembentukan laktat dan H+ Dalam keadaan normal produksi laktat ± 1 mmol/kg/jam. Kadar laktat normal di dalam darah 0,5 – 1,5 mmol/L. Waktu paruh laktat ± 3 jam dan penurunan laktat terjadi secara bertahap setelah dilakukan resusitasi. Peningkatan kadar laktat > 2 mmol/L merupakan indikator telah terjadi hipoksia jaringan, sedangkan peningkatan laktat > 4 mmol/L dan tidak turun setelah resusitasi merupakan indikator telah terjadi kerusakan organ. Perubahan kadar laktat pasca resusitasi, yang dinyatakan dengan bersihan laktat.
1.4 End Point Resusitasi Terdapat 3 parameter utama yang hendak dicapai dalam implementasi EGDT yaitu tekanan vena sentral (Central Venous Pressure (CVP)), rerata tekanan arteri (Mean Arterial Pressure (MAP)), Produksi urin, saturasi oksigen vena sentral-vena kava superior (superior vena cava oxygen saturation (SCVO2)) atau saturasi oksigen vena campur (mixed venous oxygen saturation (SVO2)). Ht merupakan patameter perfusi jaringan lain yang perlu diperhatikan jika target SVO2 belum tercapai. Produksi urin merupakan salah satu parameter resusitasi yang harus dicapai. Parameter tersebut harus dicapai pada enam jam pertama diagnosis ditehakan yakni selama fase resusitasi awal. A. Central Venous Pressure (CVP) Surviving sepsis campaign 2012 menganjurkan resusitasi volume dilakukan hingga mencapai target CVP 8-12 mmHg pada psien dengan napas spontan dan 1215 mmHg pada pasieb dengan ventilasi mekanik. CVP dapat menggambarkan volume intravascular, sehingga pada pasien dengan nilai CVP rendah dinilai berada dalam kondisi kekurangan cairan dan sebaliknya. CVP menggambarkan tekanan atrium kanan yang merupakan penentu utama dari tekanan pengisian ventrikel kanan. Volume sekuncup ventrikel kanan akan menentukan pengisian ventrikel kiri
pada akhirnya akan menentukan volume sekuncup ventrikel kiri dan volume intravascular. B. Mean Arterial Pressure (MAP) MAP menggambarkan tekanan perfusi pada organ vital, menentukan oksigen . penurunan MAP dibawah batas autoregulasi organ akan menyebabkan gangguan pada aliran darah regional organ. Surviving sepsis campaign 2012 menganjurkan resusitasi dilakukan hingga mencapai target MAP ≥ 65 mmHg. C. Produksi Urin Parameter produksi urin, selain kadar kreatinin, menggambarkan disfungsi dan perfusi regional pada organ ginjal. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan produksi urin sebagai parameter akhir resusitasi antara lain adanya penyakit dasar yang menyebabkan produksi urin menurun (penyakit ginjal kronik), penggunaan obat-obatan (diuretic), patofisiologi disfungsi ginjal pada sepsis. D. saturasi oksigen vena sentral-vena kava superior (superior vena cava oxygen saturation (SCVO2) Surviving sepsis campaign 2012 merekomendasikan pencapaian target ScvO2 ≥ 70% dan mencantumkan beberapa langkah tambahan jika target tersebut belum tercapai dengan perbaikan CVP dan MAP. E. Hematokrit Surviving sepsis campaign 2012 merekomendasikan pencapaian target Ht ≥ 30% pada pasien sepsis berat dan renjatan septik yang telah mencapai target CVP dan MAP, tetap menunjukan nilai ScvO2 ≤ 70%.
F. Laktat dan Bersihan Laktat Pada Surviving sepsis campaign 2012, kadar laktat ≥ 4 mmol/L telah dijadikan salah satu indikasi memulai resusitasi awal. Resusitasi perlu dilakukan hingga kadar laktat mencapai normal. 1.5 Resusitasi Fungsi utama mikrosirkulasi adalah mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Early goal directed therapy (EGDT) berfokus pada optimalisasi pengiriman oksigen jaringan yang diukur dengan saturasi oksigen vena, pH, atau kadar laktat arteri. Tujuan fisiologis selama 6 jam pertama resusitasi sebagai berikut: Tekanan vena sentral (CVP) 8-12mmHg , Tekanan arterial rata-rata (MAP) ≥65mmHg, Saturasi oksigen vena sentral (ScvO2 ) ≥70%, Urine output ≥0,5ml/kg/jam (menggunakan transfusi, agen inotropik, dan oksigen tambahan dengan atau tanpa ventilasi mekanik). EGDT di mulai dengan regimen 3-hour bundle, yaitu pemberian resusitasi cairan awal dengan kristaloid dengan dosis 30 mL/kgBB pada pasien yang dicurigai hipovolemik atau kadar laktat >4 mmol/L. Fluid challenge pada EGDT ini memerlukan 4 komponen: cairan yang diberikan, kecepatan cairan infus, target terapi, misalnya MAP/laju jantung; dan batas keamanan. Fluid challenge adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan periode pemberian cairan awal yang responsnya dievaluasi secara hati-hati. Fluid challenge dapat diulang sampai terjadi perbaikan pada tekanan darah, perfusi jaringan atau ditemukan tanda terjadinya edema paru atau pemberian cairan lebih lanjut gagal untuk meningkatkan perfusi jaringan.
Apabila 3-hour bundle tidak dapat memperbaiki perfusi jaringan, maka regimen 6-hour bundle harus dilaksanakan dengan target untuk mencapai tekanan vena sentral 8-12 mmHg pada pasien dengan napas spontan atau 8-15 mmHg pada pasien dengan ventilasi mekanik (1 mmHg setara dengan 1,3 cm H2); tekanan arteri rerata
>65 mmHg; saturasi oksigen vena sentral >70 mmHg, dan produksi urin >0,5 mL/kg/jam. Fluid challenge dengan kristaloid 1000 mL atau koloid 300-500 mL dalam 30 menit dapat diulang sepanjang terjadi perbaikan hemodinamik dan harus dilakukan dibawah pengawasan yang ketat untuk menghindari terjadinya overloading cairan. Target resusitasi berikutnya adalah tekanan arteri rerata >65 mmHg; bila tekanan vena sentral telah tercapai, tetapi tekanan arteri rerata belum tercapai, maka dapat diberikan vasopresor. Vasopresor pilihan utama yang dapat digunakan adalah norepinephrine hingga 0,03 unit/menit dengan tujuan untuk meningkatkan tekanan arteri rerata. Alternatif vasopresor lainnya adalah dopamin, khususnya pada pasien yang berisiko rendah terjadinya takikardi. Target ScvO2 yang harus dicapai adalah 70% dengan asumsi pengiriman oksigen ke jaringan akan tercukupi. Apabila tekanan vena sentral dan tekanan arteri rerata sudah tercapai, namun ScvO2 belum tercapai, maka dapat dilakukan optimalisasi hematokrit hingga 30% dan apabila hematokrit sudah tercapai, namun ScvO2 belum tercapai, maka dapat ditambahkan dengan inotropik, seperti dobutamin.
2. Procalcitonin 2.1 Definisi dan Produksi Procalcitonin Procalcitonin atau PCT adalah protein yang terdiri dari 116 asam amino (AA) dengan BM ± 13 kDa, yang dikode dengan gen Calc-I yang terletak pada kromosom 11 dan diproduksi pada sel C kelenjar tiroid sebagai prohormon dari calcitonin. Kadar PCT pada manusia sehat sangat rendah berkisar pada angka dibawah 0.1 ng/ml. Konsentrasi procalsitonin muncul cepat dalam 2 jam setelah rangsangan, puncaknya setelah 12 jam sampai 48 jam dan secara perlahan menurun dalam 48 sampai 72 jam. Pada keadaan inflamasi akut akibat bakteri konsentrasi prokalsitonin > 1 ng/ml. Pada kasus akibat infeksi virus konsentrasi procalsitonin > 0,05 ng/ml tetapi < 1 ng/ml. Pada infeksi bakteri, PCT juga disintesis di berbagai jaringan ekstratiroid. Infeksi mikroba dan berbagai inflamasi menyebabkan peningkatan ekspresi gen calc-I dan pelepasan procalsitonin dari semua sel parenkim seperti sel paru hati dan lemak. Jumlah procalsitonin yang dilepaskan lebih banyak daripada sel darah dalam sirkulasi sehingga mengindikasikan mekanisme pertahanan tubuh yang
berasal dari jaringan, bukan sel darah putih. PCT diinduksi oleh endotoksin yang dihasilkan bakteri selama infeksi sistemik. Jika tidak terdapat infeksi, transkrip gen calc-I dihambat dan ekspresinya hanya ditemukan di sel neuroendokrin tiroid dan paru. Jaringan adiposa misalnya merupakan salah satu sumber kalsitonin dan prekursor kalsitonon yang diinduksi oleh sepsis atau inflamasi. Saat terjadi sepsis, terjadi peningkatan ratungan kali ekspresi kalsitonin dan PCT di jaringan adiposa.Kadar procalcitonin dalam serum yang ditemukan sangat berhubungan dengan keparahan infeksi bakteri dan SIRS. 2.2 Peran Procalcitonin dalam penggunaan antibiotik Penggunaan antibiotik memiliki risiko dalam 2 hal yaitu
efek samping
pengobatan yang berdampak secara individual dan resistensi bakteri terhadap antibiotik. Procalcitonin digunakan untuk membantu membuat keputusan dimulainya penggunaan antibiotik dan lama pemberiannya. Pengulangan evaluasi klinis dan pengukuran ulang kadar procalcitonin direkomendasikan setelah 6–24 jam jika kondisi klinik tidak membaik. Jika kadar procalcitonin meningkat dan terapi antibiotik sudah dimulai, pemeriksaan procalcitonin direkomendasikan diulang setiap 1 sampai 2 hari, tergantung kondisi klinis. Penurunan kadar procalcitonin hingga lebih dari 30% dalam 24 jam pertama, mengindikasikan adanya respons terhadap antibiotik dan infeksi telah terkendali. Antibiotik dihentikan dengan menggunakan rentang nilai cut off yang sama atau penurunan 80% sampai 90% jika kadar awal sangat tinggi. Untuk pasien risiko tinggi di ruang intensif algoritma difokuskan pada penghentian terapi antibiotik jika pasien memperlihatkan perbaikan klinis dan kadar procalcitonin menurun hingga normal, atau sedikitnya penurunan 80% sampai 90%. Bila dalam pemberian antibiotik, kadar procalcitonin meningkat, maka jenis antibiotik harus diganti. Apabila kadar procalcitonin tetap meningkat, artinya respons pasien sangat buruk dan dapat diperkirakan kondisi pasien akan semakin memburuk. Hal ini menunjukkan bahwa pemeriksaan procalcitonin dapat digunakan untuk prognosis.
3. Superior Vena Cava Oksigen Saturasi (SVCO2) Saturasi oksigen vena sentral merupakan nilai saturasi oksigen yang berada di vena cava superior, yang sering digunakan untuk monitor keseimbangan antara konsumsi oksigen (VO2) dan penghantaran oksigen (DO2). Konsumsi oksigen (VO2) dak tergantung dari penghantaran oksigen (DO2). karena jaringan dapat mempertahankan kebutuhan oksigennya dengan cara meningkatkan ekstraksi oksigen ketika terjadi penurunan DO2. Apabila DO2 berada di bawah nilai kritis, maka mekanisme kompensasi tidak akan terjadi lagi sehingga VO2 akan tergantung terhadap DO2 ang kemudian akan menyebabkan hipoksia jaringan SvO2 adalah singkatan dari saturasi oksigen vena campuran. Adalah saturasi oksigen dari darah vena atau darah yang kembali ke jantung kanan. Hal ini merefleksikan, jumlah dari oksigen yang ter”sisa” setelah digunakan oleh jaringan. Terdapat perbedaan makna antara nilai ScvO2 dan SvO2 Pengukuran SvO2 untuk memberikan informasi mengenai oksigenasi jaringan secara global dapat dilakukan melalui pemasangan kateter arteri pulmonal. Terdapat beberapa keterbatasan dan kemungkinan komplikasi akibat pemasangan kateter arteri pulmonal, sehingga pengukuran SvO2 dapat diwakilkan dengan pengukuran
saturasi oksigen vena sentral SvO2 melalui pemasangan kateter vena sentral dengan ujung kateter berada di vena cava superior dan muara atrium kanan. Nilai SvO2 lebih tinggi 2-3% dibandingkan SvO2 walaupun pada pasien sepsis dan kondisi syok, nilai SvO2 akan lebih besar sekitar 8% dibandingkan SvO2 karena adanya penurunan aliran ke mesenterika dan ginjal dengan kompensasi terjadinya peningkatan ekstraksi oksigen. Terdapat 2 cara pengukuran SvO2 yaitu : Oximetric Swan
•
•
Two wavelength systems
•
Three wavelength systems
Pengukuran langsung: •
Sampel darah diambil dari PA cath distal, dan dianalisa dengan mesin Analisa Gas Darah (AGD)
•
Sampel darah diambil dari lumen distal kateter vena sentral (CVC) dan dianalisa dengan mesin AGD
Level normal SvO2 adalah 60% dan ScvO2 biasanya 2-3% lebih rendah dari SvO2. Ini karena bagian bawah tubuh mengekstraksi oksigen lebih sedikit dan otak mengekstraksi oksigen lebih banyak daripada organ tubuh lainnya. Bersama-sama, kedua persentase saturasi memberi kita pengetahuan tentang keseimbangan antara pengiriman oksigen (DO2) dan konsumsi oksigen (VO2) dalam tubuh. Normal DO2 520 - 570 mL/minute/m2 Nilai kisaran normal untuk SvO2 adalah 60-80% dan 70% untuk ScvO2 ScvO2 biasanya berjalan 7% lebih tinggi dari SvO2. pada pasien yang sakit kritis. Pembacaan oksimetri yang rendah biasanya mengindikasikan pengiriman oksigen rendah (DO2) atau peningkatan konsumsi (VO2) Level yang meningkat secara signifikan (> 80%) dapat mengindikasikan ketidakmampuan untuk menggunakan oksigen yang dikirim ke jaringan (sepsis), Curah jantung yang sangat tinggi. Empat
faktor yang mempengaruhi ScvO2: • Curah jantung • Hemoglobin • Saturasi oksigen arteri (SaO2) • Konsumsi oksigen
Ada 4 penyebab mendasar untuk penurunan SvO2.:
Keluaran jantung tidak cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan
Hb terlalu rendah
SaO2 terlalu rendah
Konsumsi oksigen meningkat tanpa disertai dengan peningkatan pasokan Oksigen.
Ketika keseimbangan pasokan dan permintaan oksigen terancam, tubuh akan memberikan kompensasi dengan tiga cara berikut: 1. Peningkatan curah jantung dan / atau detak jantung Respons awal untuk mengurangi pasokan atau meningkatkan permintaan 2. Peningkatan ekstraksi oksigen pada jaringan Jaringan mengambil lebih banyak oksigen dari darah arteri. Ini menghasilkan pengembalian oksigen yang lebih rendah ke sistem vena dan oleh karena itu pembacaan SvO2. lebih rendah. 3. Aliran darah dialihkan Aliran darah dialihkan ke daerah-daerah di mana oksigen paling dibutuhkan.
4. CO2 Gap
PCO2 adalah perbedaan antara tekanan parsial antara CO2 di vena dan arteri pada analisis gas darah atau AGD. PCO2 gap dapat mencerminkan cardiac output. PCO2 gap = P(cv-a)CO2 – PCO2 . P(cv-a)CO2 – PCO2 adalah tekanan parsial dari CO2 yang terlarut di arteri dan vena sentral, yang menggambarkan kandungan fraksi CO2 arteri dan vena sentral. Nilai P(cv-a)CO2 normal berkisar antara 2 sampai 5 mmHg. Nilai P(cv-a)CO2 yang normal menunjukkan bahwa terdapat curah jantung yang cukup untuk mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh jaringan perifer. Nilai P(cv-a)CO2 yang tinggi dapat diartikan bahwa curah jantung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik secara keseluruhan. Apabila dicurigai terjadi hipoksia jaringan, yang ditandai dengan peningkatan kadar laktat, P(cv-a)CO2 yang tinggi merupakan salah satu indikasi untuk meningkatkan curah jantung dalam mengatasi hipoksia jaringan. Sebaliknya pada keadaan kaya oksigen, nilai P(cv-a)CO2 yang tinggi menunjukan adanya aliran yang tidak adekuat, meskipun curah jantung dalam kondisi normal. PCO2 gap > 6 mmHg dapat menggambarkan fase syok yang dapat memerlukan resusitasi cairan atau pemberian support inotropic. CO2 merupakan produk akhir dari metabolisme aerob. PCO2 pada darah vena merupakan refleksi dari perfusi global jaringan relatif terhadap kebutuhan metabolik (metabolic demand). CO2 20 kali lebih larut dibandingkan dengan oksigen, sehingga akan lebih mudah berdifusi dari jaringan yang iskemik menuju aliran darah vena. PCO2 gap lebih merupakan marker yang mencerminkan kecukupan aliran darah vena untuk membuang CO2 yang diproduksi dibandingkan marker untuk hipoksia jaringan
KESIMPULAN Laktat adalah produk metabolism hasil reduksi piruvat yang terbentuk pada keadaan anaerob atau pada keadaan ketidakmampuan tubuh menjalankan metabolism oksidatif. Kadar laktat normal di dalam darah 0,5 – 1,5 mmol/L. Terdapat 3 parameter utama yang hendak dicapai dalam implementasi EGDT yaitu tekanan vena sentral (Central Venous Pressure (CVP)), rerata tekanan arteri (Mean Arterial Pressure (MAP)), Produksi urin, saturasi oksigen vena sentral-vena kava superior (superior vena cava oxygen saturation (SCVO2)) atau saturasi oksigen vena campur (mixed venous oxygen saturation (SVO2)). Kadar PCT pada manusia sehat sangat rendah berkisar pada angka dibawah 0.1 ng/ml. Konsentrasi procalsitonin muncul cepat dalam 2 jam setelah rangsangan, puncaknya setelah 12 jam sampai 48 jam dan secara perlahan menurun dalam 48 sampai 72 jam. Pada keadaan inflamasi akut akibat bakteri konsentrasi prokalsitonin > 1 ng/ml Saturasi oksigen vena sentral merupakan nilai saturasi oksigen yang berada di vena cava superior, yang sering digunakan untuk monitor keseimbangan antara konsumsi oksigen (VO2) dan penghantaran oksigen (DO2). PCO2 adalah perbedaan antara tekanan parsial antara CO2 di vena dan arteri pada analisis gas darah atau AGD.
DAFTAR PUSTAKA 1. Infection
control:
Basic
concepts
and
Ed,
http://
www.heific.org/oldsite/Manual/toc.htm, (accessed Mei, 2006). 2. Rimmelé T, Leli C, Payen D, Cantaluppi V, Marshall J, Gomez H, Gomez A, Murray P, Kellum JA. Immune cell phenotype and function in sepsis. Shock. 2016;45(3):282–91. 3. Markus B, Peter AW. The inflammatory response in sepsis. Trends Immunol. 2013;34(3):129–36. 4. Angus DC, Van der Poll T. Severe sepsis and septic shock. N Engl J Med. 2013;369:840–51. 5. Leli C, Ferranti M, Moretti A, Al Dhahab ZS, Cenci E, Mencacci A. Procalcitonin levels in Gram-positive, Gram-negative, and fungal bloodstream infections. Hindawi Publ Corp Disease Markers. 2015;701480: 1-8 6. Yang Y, Xie J, GuoF, Longhini F, Gao Z, Huang Y, et al. Combination of C-reactive protein, procalcitonin and sepsis-related organ failure score for the diagnosis of sepsis in critical patients. Ann. Intensive Care. 2016;6:1-19 7. Puskarich MA, Trzeciak S, Shapiro NI, et al. Whole blood lacatate kinetics in patients undergoing quantitative resuscitation for severe sepsis and septic shock. Chest. 2013; 143:1548–53. [PubMed: 23740148]