LAPORAN FIELD LAB MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) DI PUSKESMAS TANGEN KABUPATEN SRAGEN
KELOMPOK A2 ABDULLAH FAQIH
G0015001
HAFIZH NUR SANTOSO
G0015099
MUHAMMAD FADHLY
G0015163
M YOGATAMA WIRAWAN
G0015171
ANNISA SOLECHAH S
G0015025
ELISABET DHUITASARI
G0015067
HASNA AULIA LABIBAH
G0015105
LINDA KARTIKANINGRUM
G0015139
NADIYA NUR HALIMA
G0015179
SEKAR AYU KUSUMONINGTYAS
G0015211
VIRA ANINDYA P
G0015237
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA TAHUN 2017
LEMBAR PENGESAHAN
Telah disahkan laporan Field Lab topik keterampilan MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) dengan keterangan berikut : 1. Judul kegiatan
:
Pembelajaran dan Pelaksanaan Kegiatan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Wilayah Kerja Puskesmas Tangen, Sragen 2. Bentuk Kegiatan
:
Field Lab
3. Pelaksana
:
a. Nama
:
Kelompok A2
b. Program Studi
:
Pendidikan Dokter
c. Perguruan Tinggi
:
Universitas Sebelas Maret
4. Tempat Pelaksanaan
:
Puskesmas Tangen, Sragen
5. Waktu Pelaksanaan
:
Hari I : Rabu, 4 April 2018 Hari II : Selasa, 10 April 2018 Hari III : Rabu, 18 April 2018
Sragen, 18 April 2018
Menyetujui,
Kepala Puskesmas Tangen,
Instruktur Lapangan
Eko Diyah Istanti,dr.
Diany Apriasanti,dr.
NIP. 19770124 200903 2 001
NIP. 19770412 201001 2 014
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Prevalensi status gizi balita di Indonesia berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U) 5,7% gizi buruk, 13,9% gizi kurang, 75,9% gizi baik serta 4,5% gizi lebih pada tahun 2013. Pemerintah dengan program MTBS berusaha untuk meingkatkan nilai gizi balita untuk menjadi gizi baik. Setiap tahun, lebih dari 10 juta anak di dunia meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun. Lebih dari setengahnya disebabkan oleh 5 penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dan diobati antara lain: pneumonia, diare, malaria, campak, dan malnutrisi. Seringkali beberapa penyakit tersebut terjadi dalam waktu bersamaan (Soenarto, 2009). Pada tahun 2005, dilaporkan terdapat 10,8 juta kematian balita di Negara berkembang akibat 5 penyakit diatas. Hal ini dapat disebabkan karena rendahnya kualitas pelayanan kesehatan. Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya karena kurangnya keterampilan petugas kesehatan,
kurang
memadainya sistem kesehatan dan praktek di keluarga serta di komunitas. Integrasi dari ketiga faktor tersebut sangat diperlukan demi tercapainya peningkatan derajat kesehatan anak. Menurut Soenarto, perbaikan kesehatan anak dapat dicapai melalui beberapa hal: 1.
Memperbaiki manajemen kasus anak sakit
2.
Memperbaiki asupan gizi anak
3.
Memberikan imunisasi lengkap
4.
Mencegah trauma
5.
Mencegah penyakit lain
6.
Memperbaiki dukungan psikososial (Soenarto, 2009)
Pendekatan program perawatan balita sakit di negara-negara berkembang seperti Indonesia telah berlangsung lama. Program ini berupa program intervensi secara terpisah untuk masing-masing penyakit. Program intervensi secara vertikal ini antara lain program pemberantasan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), program pemberantasan penyakit diare, program pemberantasan penyakit malaria, dan penanggulangan kekurangan gizi. Program ini dapat menimbulkan masalah kehilangan peluang dan putus obat pada pasien yang menderita penyakit lain selain penyakit yang dikeluhkan dengan gejala yang sama atau hampir sama. Untuk mengatasi kelemahan program atau metode intervensi tersebut, padatahun 1994 WHO dan UNICEF mengembangkan suatu paket yang memadukan pelayanan terhadap balita sakit dengan cara memadukan intervensi tersebut menjadi satu paket yang disebut Integrated Management of ChilhoodIlness (IMCI) atau Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). MTBS yang sudah dikembangkan WHO di negara-negara Afrika dan India, telah berhasil memberikan keterampilan terhadap tenaga kesehatan yang bertugas di pelayanan kesehatan dasar. MTBS merupakan suatu manajemen yang dilakukan melalui pendekatan terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang ke sarana pelayanan kesehatan baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan. (Wijaya, 2009). Kegiatan MTBS merupakan upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita sekaligus meningkatkan kualitas pelayangan kesehatan. Penilaian balita sakit dengan MTBS terdiri dari klasifikasi penyakit, identifikasi tindakan, pengobatan, perawatan di rumah, dan kapan kembali. Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun. Umur ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan dan kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun (Depkes RI, 2011). Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi,
namun belum seluruh Puskesmas menerapkan MTBS karena berbagai sebab yaitu: belum adanya tenaga kesehatan di Puskesmas yang sudah terlatih MTBS, sudah ada tenaga kesehatan terlatih tetapi sarana dan prasarana belum siap, belum adanya komitmen dari Pimpinan Puskesmas, dan lain sebagainya. Menurut data laporan rutin Dinas Kesehatan dari seluruh provinsi Indonesia melalui Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak tahun 2010, jumlah Puskesmas yang melaksanakan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55%. Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS bila memenuhi kriteria sudah melaksanakan (melakukan pendekatan memakai MTBS) pada minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di Puskesmas tersebut (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2009). Pelaksanaan MTBS tidak lepas dari peran petugas kesehatan. Dokter sebagai salah satu petugas kesehatan perlu menguasai pengetahuan serta keterampilan dalam penerapan MTBS agar tercapai keberhasilan MTBS. Hal tersebut yang mendasari pentingnya mahasiswa FK UNS untuk mempelajari pelaksanaan MTBS di Puskesmas sebagai salah satu tempat pelayanan kesehatan.
B. TujuanPembelajaran Adapun tujuan pembelajaran pada topik keterampilan MTBS ini adalah diharapkan mahasiswa : 1. Mampu melakukan penilaian balita sakit dengan menggunakan pedoman MTBS. 2. Mampu
menentukan
klasifikasi
masalah
balita
sakit
dengan
menggunakan pedoman MTBS. 3. Mampu menilai status gizi balita (klinis dan antropometris) menurut aturan WHO (2005) dan memeriksa adanya penyakit penyerta. 4. Mampu melakukan dan menyarankan tindakan berdasarkan klasifikasi balita sakit pada pedoman MTBS.
5. Mampu melakukan pendampingan konseling balita sakit berdasarkan pedoman MTBS berupa perawatan di rumah 6. Mampu melakukan pendampingan konseling berupa kapan kembali untuk tindak lanjut.
BAB II KEGIATAN YANG DILAKUKAN
A. Koordinasi dengan Puskesmas Tangen (Rabu, 28 Maret 2018) Kegiatan koordinasi untuk kegiatan fieldlab topik Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dilakukan pada hari Rabu, 28 Maret 2018. Pada hari koordinasi, kami tiba di puskesmas tangen sekitar pukul 10:00 , kemudian kami langsung diarahkan menuju aula puskesmas di lantai 2. Kami melakukan perkenalan dengan kepala puskesmas dan instruktur lapangan, menyerahkan berkas kelengkapan Field Lab, serta pembekalan singkat mengenai teknis kegiatan yang akan dilakukan pertemuan selanjutnya.
B. Kegiatan Lapangan Hari Pertama (Rabu, 4 April 2018) Kegiatan lapangan pertama dilakukan pada hari Rabu, 4 April 2018. Kami sampai di Puskesmas sekitar pukul 07.30 WIB. Setiba di puskemas, kami menuju lokasi apel. Kami mengikuti apel bersama pegawai-pegawai puskesmas. Setelah itu kami masuk ke aula puskesmas dan melakukan presentasi tentang latar belakang MTBS dan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan selama field lab, dilanjutkan dengan pembekalan materi dari pihak Pusekesmas Tangen. Kami diberikan form mengenai MTBS dan kami diajarkan cara menggunakan form MTBS. Setelah pembekalan materi, kami berdiskusi mengenai teknis pelaksanaan MTBS untuk pertemuan selanjutnya. Pada pertemuan selanjutnya kami dibagi menjadi 4 kelompok, yang masing-masing berisi 2 - 3 orang.
C. Kegiatan Lapangan Hari Kedua (Rabu, 11 April 2018) Kegiatan lapangan kedua dilakukan pada hari Rabu, 11 April 2018. Kami sampai di Puskesmas sekitar pukul 07.30 WIB. Setiba di puskemas, kami menuju lokasi apel. Kami mengikuti apel bersama pegawai-pegawai puskesmas. Setelah
itu kami masuk ke ruang KIA, sembari menunggu pasien yang datang, kami mempelajari form MTBS dan buku panduan MTBS. Ketika pasien datang, maka 1 kelompok menganamnesis dan mengisi form MTBS sesuai dengan keluhan pasien dan kemudian bergantian dengan kelompok selanjutnya. Kegiatan dilakukan mulai dari pukul 08.30 sampai 12.00.
D. Kegiatan Lapangan Hari Ketiga (Rabu, 18 April 2018) Kegiatan lapangan ketiga dilakukan pada hari Rabu, 18 April 2018. Dalam kegiatan lapangan terakhir ini, kami melakukan presentasi dan pelaporan tentang kegiatan lapangan yang telah dilakukan, meliputi kasus yang kami dapatkan pada pertemuan sebelumnya beserta pembahasannya.
BAB III PEMBAHASAN Pendekatan MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) terdiri dari beberapa langkah yaitu, penilaian terfokus, klasifikasi penyakit, identifikasi tindakan, pengobatan, konseling, perawatan di rumah dan kapan kembali. Bagan penilaian terfokus terdiri dari petunjuk dan langkah untuk mencari riwayat penyakit dan pemeriksaaan fisik pada balita sakit. Penilaian terfokus tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tanda bahaya umum Tanda bahaya umum yang diperhatikan pada saat MTBS meliputi 3 hal yaitu: a. Apakah anak bisa minum/menyusu? b. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya? c. Apakah anak menderita kejang? d. Apakah anak letargis atau tidak sadar? Anak dengan tanda bahaya umum memerlukan penanganan segera dan serius. 2. Gejala utama Gejala utama adalah keluhan yang membawa pasien datang kepada kita/tim medis untuk diperiksakan. Jika didapatkan keluhan utama maka kita melakukan penilaian lebih lanjut gejala lain yang berhubungan dengan gejala utama kemudian mengklasifikasikan penyakit anak berdasarkan gejala yang ditemukan. 3. Status gizi Penilaian status gizi di Puskesmas Tangen Sragen menggunakan pedoman Berat Badan dan Tinggi Badan atau Panjang Badan. Hasilnya dikelompokkan dalam kategori gizi baik, kurang, atau buruk. Penilaian tersebut berbeda antara laki-laki dan perempuan. 4. Status Imunisasi Pada alur pendekatan MTBS, dinilai pula status imunisasi pada balita. Para petugas kesehatan telah mengakui manfaat dari program upaya preventif
contohnya adalah program imunisasi. Penekanan yang terbaru adalah berkaitan dengan konsep promosi kesehatan yang mengutamakan kesehatan yang optimal dan kesejahteraan anak daripada hanya penanganan pada saat ada masalah. 5. Masalah Lain Setelah memeriksa adanya tanda bahaya umum, menanyakan keluhan utama, memeriksa status gizi, status imunisasi, dan pemberian vitamin A harus ditanyakan adakah masalah atau keluhan-keluhan lain yang dialami balita. Ini untuk menghindari adanya keluhan atau masalah yang belum ditanyakan petugas atau belum disebutkan oleh ibu atau pengantar pasien. Konseling merupakan sebuah upaya pemberian bantuan dari seorang konselor kepada klien, bantuan di sini dalam pengertian sebagai upaya membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya. Konseling merupakan bagian inti dari kegiatan bimbingan secara keseluruhan dan lebih berkenaan dengan masalah individu secara pribadi konseling dalam alur MTBS. Pemberian konseling menjadi keunggulan dan sekaligus pembeda dari alur pelayanan selain MTBS. Materi yang diberikan ketika konseling meliputi kepatuhan meminum obat, cara meminum obat, menasihati cara pemberian makanan sesuai dengan umur, pemberian makan saat anak sakit, memberi nasihat kapan melakukan kunjungan ulang atau kapan harus kembali segera. Target yang diharapkan dari pemberian konseling pada MTBS ini adalah supaya pengantar atau ibu pasien mengerti penyakit yang diderita, cara penanganan anak di rumah, Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan memperhatikan perkembangan penyakit anaknya sehingga mampu mengenali kapan harus segera membawa anaknya ke petugas kesehatan serta diharapakan memperhatikan tumbuh kembang anak dengan cara memberikan makanan sesuai umurnya. Pemberian pelayanan dan tindak lanjut berbeda antara gejala penyakit yang satu dengan yang lainnya.
Pasien 1 Nama Pasien
A
Umur
1 tahun
Jenis Kelamin
Laki-laki
BB
10,1 kg
TB/PB
72 cm
Suhu
36,5 C
Nama Ibu
Tri Widiastuti
Alamat
Sukorejo
KEGIATAN MTBS Pasien A melakukan kunjungan pertama ke Puskesmas Tangen pada 10 April 2018, dengan keluhan batuk dan pilek. KLASIFIKASI MTBS 1. Tanda bahaya seperti tidak bisa minum/menetek, memuntahkan semua makanan, kejang, dan letargis tidak didapatkan pada pasien A. Jika terdapat tanda bahaya maka akan digunakan untuk mengklasifikasikan pada keluhan selanjutnya serta menjadi indikasi rujukan. 2. Frekuensi napas pasien tidak dapat ditentukan karena pasien rewel. 3. Tidak terdapat keluhan demam berdasarkan anamnesis. Bila didapatkan demam maka harus diklasifikasikan Demam Malaria atau bukan. Dan demam DBD atau bukan. 4. Tidak didapatkan keluhan diare. Bila didapatkan keluhan diare harus digali lebih jauh mengenai lama menderita diare, konsistensi tinja, adanya darah dalam tinja, keadaan umum pasien, keadaan dehidrasi, dan lain-lain. 5. Tidak didapatkan keluhan gangguan telinga. Bila didapatkan keluhan tersebut harus digali lebih jauh mengenai nyeri preaurikular atau retroaurikular, keluarnya cairan dari liang telinga.
6. Pemeriksaan status gizi dilakukan dengan membandingkan BB dan TB lalu dicocokkan dengan tabel status gizi menurut WHO. Pasien A dalam status gizi baik, berada pada -2SD sampai +2SD. Pasien memiliki panjang lingkar lengan atas lebih dari 12,5cm artinya gizi baik. Pada ibu diberikan edukasi untuk meneruskan pemberian makan dan minum seperti yang biasa dilakukan 7. Pasien tidak anemia, dilihat dari inspeksi telapak tangan tidak pucat. 8. Pemeriksaan status HIV pada anamnesis orang tua didapatkan pasien A negatif HIV. 9. Pasien A sudah diberi imunisasi lengkap. Mulai dari BCG, Hep B 0, Polio 1, Pentabio 1, Polio 2, Pentabio 2, Polio 3, Pentabio 3, Polio 4, Campak, IPV. 10. Tidak diberikannya vitamin A pada pasien A dikarenakan bukan waktu yang tepat bagi Puskesmas Tangen untuk melakukan tindakan tersebut. PENATALAKSANAAN MTBS Pasien diduga mengalami common cold, ditandai dengan tidak adanya demam. Gejala pilek (rhinnorea) sebagai dampak peningkatan penghasilan sekret mukosa hidung, Batuk sebagai mekanisme sistem imun mekanik dalam tubuh pasien. Penatalaksanaan berupa pemberian terapi simptomatis.
Pasien 2 Nama Pasien
IA
Umur
1 tahun 1 bulan
Jenis Kelamin
Perempuan
BB
8,2 kg
TB/PB
70 cm
Suhu
38 C
Nama Ibu
Sundari
Alamat
Karanganyar
KEGIATAN MTBS Pasien IA melakukan kunjungan pertama ke Puskesmas Tangen pada 10 April 2018, dengan keluhan batuk dan demam. KLASIFIKASI MTBS 1. Tanda bahaya seperti tidak bisa minum/menetek, memuntahkan semua makanan, kejang, dan letargis tidak didapatkan pada pasien IA. Jika terdapat tanda bahaya maka akan digunakan untuk mengklasifikasikan pada keluhan selanjutnya serta menjadi indikasi rujukan. 2. Frekuensi napas pasien normal, 37 kali per menit. Tidak ditemukan adanya tarikan dinding dada dan stridor yang artinya bukan pneumonia. 3. Terdapat keluhan demam berdasarkan anamnesis. Demam masuk kategori bukan malaria dengan alasan berada di daerah non endemis. Dari hasil pemeriksaan suhu badan per axilla didapatkan hasil febris yaitu 37,8 C. 4. Tidak didapatkan keluhan diare. Bila didapatkan keluhan diare harus digali lebih jauh mengenai lama menderita diare, konsistensi tinja, adanya darah dalam tinja, keadaan umum pasien, keadaan dehidrasi, dan lain-lain. 5. Tidak didapatkan keluhan gangguan telinga. Bila didapatkan keluhan tersebut harus digali lebih jauh mengenai nyeri preaurikular atau retroaurikular, keluarnya cairan dari liang telinga. 6. Pemeriksaan status gizi dilakukan dengan membandingkan BB dan TB lalu dicocokkan dengan tabel status gizi menurut WHO. Pasien IA dalam status gizi baik, berada pada -2SD sampai +2SD. Pasien memiliki panjang lingkar lengan atas lebih dari 12,5cm artinya gizi baik. 7. Pasien tidak anemia, dilihat dari inspeksi telapak tangan tidak pucat. 8. Pemeriksaan status HIV pada anamnesis orang tua didapatkan pasien IA negatif HIV. 9. Pasien IA sudah diberi imunisasi lengkap. Mulai dari BCG, Hep B 0, Polio 1, Pentabio 1, Polio 2, Pentabio 2, Polio 3, Pentabio 3, Polio 4, Campak, IPV.
10. Tidak diberikannya vitamin A pada pasien IA dikarenakan bukan waktu yang tepat bagi Puskesmas Tangen untuk melakukan tindakan tersebut. PENATALAKSANAAN MTBS Pasien IA diduga mengalami faringitis akut, ditandai dengan demam bukan malaria yang menandakan terjadinya infeksi akut, dan batuk sebagai mekanisme sistem imun mekanik dalam tubuh pasien. Penatalaksanaan berupa pemberian obat anti demam sebagai terapi simptomatis.
Pasien 3 Nama Pasien
MA
Umur
2 bulan 2 hari
Jenis Kelamin
Laki-laki
BB
5 kg
TB/PB
55 cm
Suhu
36,9 C
Nama Ayah
Fajar Utama
Alamat
Widodo Dukuh Tangen
KEGIATAN MTBS Pasien MA melakukan kunjungan pertama ke Puskesmas Tangen pada 10 April 2018, dengan keluhan Batuk, Pilek, Minum ASI menurun. KLASIFIKASI MTBS 1. Tanda bahaya seperti tidak bisa minum/menetek, memuntahkan semua makanan, kejang, dan letargis tidak didapatkan pada pasien MA. Jika terdapat tanda bahaya maka akan digunakan untuk mengklasifikasikan pada keluhan selanjutnya serta menjadi indikasi rujukan.
2. Frekuensi napas tidak normal, 62 kali per menit. Tidak ditemukan adanya tarikan dinding dada dan stridor yang artinya perlu pengecekan kembali setelah 5 menit. Kemudian setelah dicek ulang didapatkan frekuensi napas tidak normal 62 kali per menit yang artinya pneumonia 3. Tidak terdapat keluhan demam berdasarkan anamnesis. Bila didapatkan demam maka harus diklasifikasikan Demam Malaria atau bukan. Dan demam DBD atau bukan. 4. Tidak didapatkan keluhan diare. Bila didapatkan keluhan diare harus digali lebih jauh mengenai lama menderita diare, konsistensi tinja, adanya darah dalam tinja, keadaan umum pasien, keadaan dehidrasi, dan lain-lain. 5. Tidak didapatkan keluhan gangguan telinga. Bila didapatkan keluhan tersebut harus digali lebih jauh mengenai nyeri preaurikular atau retroaurikular, keluarnya cairan dari liang telinga. 6. Pemeriksaan status gizi dilakukan dengan membandingkan BB dan PB lalu dicocokkan dengan tabel status gizi menurut WHO. Pasien MA dalam status gizi baik, berada pada -2SD sampai +2SD. Pasien memiliki panjang lingkar lengan atas lebih dari 12,5cm artinya gizi baik. Pada ibu diberikan edukasi untuk meneruskan pemberian makan dan minum seperti yang biasa dilakukan 7. Pasien tidak anemia, dilihat dari inspeksi telapak tangan tidak pucat. 8. Pemeriksaan status HIV pada anamnesis orang tua didapatkan pasien MA negatif HIV. 9. Pasien MA sudah diberi imunisasi lengkap. Mulai dari BCG, Hep B 0, Polio 1. Selanjutnya tanggal 18 April 2018 imunisasi kembali 10. Tidak diberikannya vitamin A pada pasien MA dikarenakan bukan waktu yang tepat bagi Puskesmas Tangen untuk melakukan tindakan tersebut. PENATALAKSANAAN MTBS Pasien MA diduga mengalami pneumonia, ditandai dengan napas cepat 62 kali per menit.
Penatalaksanaan berupa pemberian terapi obat pereda batuk untuk memperingan keluhan. Dan diminta kembali esok harinya. Untuk mendapatkan penanganan dari dokter. Serta selanjutnya tanggal 18 April 2018 dihimbau imunisasi kembali.
Pasien 4 Nama Pasien
MR
Umur
4 tahun 6 bulan
Jenis Kelamin
Laki-laki
BB
19 kg
TB/PB
194 cm
Suhu
36,6 C
Nama Ibu
Ernawati
Alamat
Sanggrahan Ngrombo RT 03 RW 01
KEGIATAN MTBS Pasien MR melakukan kunjungan pertama ke Puskesmas Tangen pada 10 April 2018, dengan keluhan pilek dan batuk. KLASIFIKASI MTBS 1. Tanda bahaya seperti tidak bisa minum/menetek, memuntahkan semua makanan, kejang, dan letargis tidak didapatkan pada pasien MR. Jika terdapat tanda bahaya maka akan digunakan untuk mengklasifikasikan pada keluhan selanjutnya serta menjadi indikasi rujukan. 2. Frekuensi napas pasien 23 kali permenit, termasuk normal. Tidak ditemukan adanya tarikan dinding dada dan stridor yang artinya bukan pneumonia. 3. Terdapat keluhan demam berdasarkan anamnesis. Demam masuk kategori bukan malaria dengan alasan berada di daerah non endemis. Dari hasil pemeriksaan suhu badan per axilla didapatkan hasil febris yaitu 36,6 C.
4. Tidak didapatkan keluhan diare. Bila didapatkan keluhan diare harus digali lebih jauh mengenai lama menderita diare, konsistensi tinja, adanya darah dalam tinja, keadaan umum pasien, keadaan dehidrasi, dan lain-lain. 5. Tidak didapatkan keluhan gangguan telinga. Bila didapatkan keluhan tersebut harus digali lebih jauh mengenai nyeri preaurikular atau retroaurikular, keluarnya cairan dari liang telinga. 6. Pemeriksaan status gizi dilakukan dengan membandingkan BB dan TB lalu dicocokkan dengan tabel status gizi menurut WHO. Pasien MR dalam status gizi baik, berada pada -2SD sampai +2SD. Pasien memiliki panjang lingkar lengan atas lebih dari 12,5cm artinya gizi baik. 7. Pasien tidak anemia, dilihat dari inspeksi telapak tangan tidak pucat. 8. Pemeriksaan status HIV pada anamnesis orang tua didapatkan pasien MR negatif HIV. 9. Pasien MR sudah diberi imunisasi lengkap. Mulai dari BCG, Hep B 0, Polio 1, Pentabio 1, Polio 2, Pentabio 2, Polio 3, Pentabio 3, Polio 4, Campak, IPV, Pentabio lanjutan, Campak lanjutan. 10. Tidak diberikannya vitamin A pada pasien MR dikarenakan bukan waktu yang tepat bagi Puskesmas Tangen untuk melakukan tindakan tersebut. PENATALAKSANAAN MTBS Pasien MR diduga mengalami common cold, ditandai dengan demam bukan malaria yang menandakan terjadinya infeksi akut. Gejala pilek (rhinnorea) sebagai dampak peningkatan penghasilan sekret mukosa hidung, Batuk sebagai mekanisme sistem imun mekanik dalam tubuh pasien. Penatalaksanaan berupa pemberian terapi simptomatis.
Pasien 5 Nama Pasien
OP
Umur
4 tahun 6 bulan
Jenis Kelamin
Perempuan
BB
12 kg
TB/PB
95 cm
Suhu
37,1 C
Nama Ibu
Parini
Alamat
Widodo RT 19
KEGIATAN MTBS Pasien OP melakukan kunjungan pertama ke Puskesmas Tangen pada 10 April 2018, dengan keluhan batuk, demam, dan sakit tenggorokan. KLASIFIKASI MTBS 1. Tanda bahaya seperti tidak bisa minum/menetek, memuntahkan semua makanan, kejang, dan letargis tidak didapatkan pada pasien OP. Jika terdapat tanda bahaya maka akan digunakan untuk mengklasifikasikan pada keluhan selanjutnya serta menjadi indikasi rujukan. 2. Frekuensi napas pasien normal. Tidak ditemukan adanya tarikan dinding dada dan stridor yang artinya bukan pneumonia. 3. Terdapat keluhan demam berdasarkan anamnesis. Demam masuk kategori bukan malaria dengan alasan berada di daerah non endemis. Dari hasil pemeriksaan suhu badan per axilla didapatkan hasil sub febris yaitu 37,1 C. Diduga pasien sudah mencapai tahap recovery karena demam sudah dua hari yang lalu. 4. Tidak didapatkan keluhan diare. Bila didapatkan keluhan diare harus digali lebih jauh mengenai lama menderita diare, konsistensi tinja, adanya darah dalam tinja, keadaan umum pasien, keadaan dehidrasi, dan lain-lain.
5. Tidak didapatkan keluhan gangguan telinga. Bila didapatkan keluhan tersebut harus digali lebih jauh mengenai nyeri preaurikular atau retroaurikular, keluarnya cairan dari liang telinga. 6. Pemeriksaan status gizi dilakukan dengan membandingkan BB dan TB lalu dicocokkan dengan tabel status gizi menurut WHO. Pasien OP dalam status gizi baik, berada pada -2SD sampai +2SD. Pasien memiliki panjang lingkar lengan atas lebih dari 12,5cm artinya gizi baik. Pada ibu diberikan edukasi untuk meneruskan pemberian makan dan minum seperti yang biasa dilakukan 7. Pasien tidak anemia, dilihat dari inspeksi telapak tangan tidak pucat. 8. Pemeriksaan status HIV pada anamnesis orang tua didapatkan pasien OP negatif HIV. 9. Pasien OP sudah diberi imunisasi lengkap. Mulai dari BCG, Hep B 0, Polio 1, Pentabio 1, Polio 2, Pentabio 2, Polio 3, Pentabio 3, Polio 4, Campak, IPV, Pentabio lanjutan, Campak lanjutan 10. Tidak diberikannya vitamin A pada pasien OP dikarenakan bukan waktu yang tepat bagi Puskesmas Tangen untuk melakukan tindakan tersebut. PENATALAKSANAAN MTBS Pasien OP diduga mengalami faringitis akut, ditandai dengan demam bukan malaria yang menandakan terjadinya infeksi akut, gejala sakit tenggorokan, dan batuk sebagai mekanisme sistem imun mekanik dalam tubuh pasien. Penatalaksanaan berupa pemberian pelega tenggorokan sebagai terapi simptomatis. Serta edukasi obat tradisional kecap dan jeruk nipis
Pasien 6 Nama Pasien
RMP
Umur
2 tahun 6 bulan
Jenis Kelamin
Laki-laki
BB
12 kg
TB/PB
85 cm
Suhu
37,8 C
Nama Ibu
Erna
Alamat
Sidorejo
KEGIATAN MTBS Pasien RMP melakukan kunjungan pertama ke Puskesmas Tangen pada 10 April 2018, dengan keluhan batuk, demam, dan pilek. KLASIFIKASI MTBS 1. Tanda bahaya seperti tidak bisa minum/menetek, memuntahkan semua makanan, kejang, dan letargis tidak didapatkan pada pasien RMP. Jika terdapat tanda bahaya maka akan digunakan untuk mengklasifikasikan pada keluhan selanjutnya serta menjadi indikasi rujukan. 2. Frekuensi napas pasien normal, 28 kali per menit. Tidak ditemukan adanya tarikan dinding dada dan stridor yang artinya bukan pneumonia. 3. Terdapat keluhan demam berdasarkan anamnesis. Demam masuk kategori bukan malaria dengan alasan berada di daerah non endemis. Dari hasil pemeriksaan suhu badan per axilla didapatkan hasil febris yaitu 37,8 C. 4. Tidak didapatkan keluhan diare. Bila didapatkan keluhan diare harus digali lebih jauh mengenai lama menderita diare, konsistensi tinja, adanya darah dalam tinja, keadaan umum pasien, keadaan dehidrasi, dan lain-lain.
5. Tidak didapatkan keluhan gangguan telinga. Bila didapatkan keluhan tersebut harus digali lebih jauh mengenai nyeri preaurikular atau retroaurikular, keluarnya cairan dari liang telinga. 6. Pemeriksaan status gizi dilakukan dengan membandingkan BB dan TB lalu dicocokkan dengan tabel status gizi menurut WHO. Pasien RMP dalam status gizi baik, berada pada -2SD sampai +2SD. Pasien memiliki panjang lingkar lengan atas lebih dari 12,5cm artinya gizi baik. 7. Pasien tidak anemia, dilihat dari inspeksi telapak tangan tidak pucat. 8. Pemeriksaan status HIV pada anamnesis orang tua didapatkan pasien RMP negatif HIV. 9. Pasien RMP sudah diberi imunisasi lengkap. Mulai dari BCG, Hep B 0, Polio 1, Pentabio 1, Polio 2, Pentabio 2, Polio 3, Pentabio 3, Polio 4, Campak, IPV. 10. Tidak diberikannya vitamin A pada pasien RMP dikarenakan bukan waktu yang tepat bagi Puskesmas Tangen untuk melakukan tindakan tersebut. PENATALAKSANAAN MTBS Pasien RMP diduga mengalami common cold, ditandai dengan demam bukan malaria yang menandakan terjadinya infeksi akut, gejala pilek (rhinnorea) sebagai dampak peningkatan
penghasilan sekret mukosa hidung, dan batuk sebagai
mekanisme sistem imun mekanik dalam tubuh pasien. Penatalaksanaan berupa pemberian obat anti demam sebagai terapi simptomatis.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 1.
MTBM adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan pada bayi yang berumur kurang dari 2 bulan baik yang berkondisi sehat maupun sakit.
2.
MTBS adalah suatu pendekatan terpadu dalam tatalaksana balita yang datang ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif, promotif, preventif, dan rehabilitatif.
3.
MTBS sangat sesuai untuk diterapkan di negara berkembang karena MTBS merupakan jenis intervensi yang paling cost effective.
4.
MTBS yang dilakukan oleh Puskesmas Tangen sudah sesuai alur MTBS.
B. Saran 1. Mahasiswa diharapkan mempersiapkan alat, bahan dan materi yang akan dilakukan pada kegiatan dengan lebih matang. 2. Melaksanakan MTBS secara rutin dan terarah sesuai form MTBS sehingga dapat memaksimalkan upaya deteksi dini terhadap penyakit pada balita yang datang. Terutama terhadap keluhan batuk, diare, demam, masalah telinga, status gizi serta status imunisasi pada balita. 3. Mahasiswa melakukan penilaian MTBS hendaknya memiliki kemampuan komunikasi yang baik serta mempelajari ilmu yang telah dipelajari sebelumnya secara maksimal sehingga tidak terjadi kesalahan diagnosis pada balita sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2011. Modul MTBS Revisi Tahun 2008. Jakarta: Depkes RI.
Direktorat Bina Kesehatan Anak. 2009. Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta: Depkes RI.
Soenarto, Yati. MTBS: Strategi Untuk Meningkatkan Derajat Kesehatan Anak. Disampaikan pada Simposium Pediatri TEMILNAS 2009 Surakarta 01 Agustus 2009.
Wijaya, Awi M. 2009. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Diunduh dari : http://infodokterku.com/index.php?option=com_content&view=article&id=37 :manajemen-terpadu-balita-sakit-mtbs&catid=27:healthprograms&Itemid=44.
LAMPIRAN
Gambar 1 Pengarahan pelaksanaan MTBS dan penjelasan form MTBS di Puskesmas Tangen, Sragen
Gambar 2 Mahasiswa Field Lab mengikuti apel pagi sebelum kegiatan di Puskesmas Tangen, Sragen
Gambar 3 Mahasiswa mendapatkan pengarahan sebelum melakukan kegiatan MTBS
Gambar 2 Pelaksanaan MTBS di Puskesmas Tangen, Sragen