Mekanisme Imunologis Pada Eritroblastosis Fetalis.docx

  • Uploaded by: sekar tyas
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mekanisme Imunologis Pada Eritroblastosis Fetalis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,352
  • Pages: 12
Mekanisme Imunologis pada Eritroblastosis Fetalis (SP Imuno dr. Ratna) A. Sistem imun secara umum Sistem imun terbentuk dari jejaring kompleks sel imun, sitokin, jaringan limfoid, dan organ, yang bekerja sama dalam mengeliminasi bahan infeksius dan antigen lain. Antigen merupakan substansi yang menimbulkan respons imun.

Respons

imun

dikategorikan

menjadi

respons

imun

innate

(alami/nonspesifik) dan respons imun adaptif (spesifik). Contoh komponen imunitas innate adalah sel fagosit (sel monosit, makrofag, neutrofil) yang secara herediter mempunyai sejumlah peptida antimikrobial dan protein yang mampu membunuh bermacam-macam bahan patogen, bukan hanya satu bahan patogen yang spesifik. Sebaliknya, respons imun adaptif akan meningkat sesudah terpapar oleh suatu bahan patogen. Pada respons imun adaptif spesifik, sel limfosit (sel T dan sel B) merupakan komponen dasar yang berperan penting, mengindikasikan adanya respons imun yang spesifik. Kemampuan sel T dan sel B untuk mengenali struktur spesifik oligomer pada suatu bahan patogen dan membentuk progeni juga merupakan struktur yang dikenali, dan membuat sistem imun mampu merespons lebih cepat dan efektif ketika terpapar kembali dengan bahan patogen tersebut. Dengan demikian, dua perbedaan penting dari respons imun innate dan adaptif adalah respons imun adaptif lebih spesifik untuk bahan patogen/antigen tertentu dan meningkat pada tiap paparan selanjutnya oleh antigen yang sama. Namun, keduanya bekerja sama pada beberapa tahapan (misalnya, dengan melepas faktor stimulus sitokin) untuk merusak antigen penyerang (Janti Sudiono. 2014) Namun sistem imun ini berbeda dengan wanita yang sedang hamil. Kehamilan menghadirkan masalah imunologis yang kompleks bagi ibu. Sel dan molekul sistem kekebalan ibu berinteraksi sedemikian rupa untuk mencegah penolakan

janin

semiallogenik

dan

mendukung

pertumbuhan

dan

perkembangannya. Sistem kekebalan ibu memainkan peran penting dalam

pembentukan, pemeliharaan, dan penyelesaian kehamilan yang sehat (Sara S Morelli,dkk. 2015;Fiona M. Menzies. 2016)

B. Sistem imun ibu hamil 1. Ibu Hamil Seorang ibu memiliki lapisan desidua, yakni sebuah membran mukosa yang melapisi rahim (endometrium), yang berubah selama kehamilan dan diluruhkan pada saat nifas atau menstruasi. Pada wanita hamil, terjadi invasi trofoblas yang sangat luas. Trofoblas adalah sel pada bagian tepi ovum (sel telur) yang telah dibuahi dan nantinya akan melekat di dinding rahim hingga berkembang menjadi plasenta serta membran yang memberi makan hasil pembuahan. Invasi yang sangat luas ini meliputi endometrium dan sepertiga bagian dalam miometrium. Kemudian untuk mengakomodasi hal ini, harus dilakukan proses renovasi yang melibatkan banyak kompartemen seluler uterus dalam persiapan implantasi, pembentukan dan komponen pendukung. Setelah desidualisasi, terjadi proses diferensiasi yang diperlukan beserta kompleks yang melibatkan kompartemen seluler multipel dari endometrium dalam persiapan untuk implantasi embrio. Proses ini disebut desidua maternal (Sara S Morelli,dkk. 2015) Kompartemen seluler parenkim desidua ibu meliputi kompartemen epitel kelenjar, kompartemen epitel luminal, endotelium arteri spiral, dan sel-sel stroma desidualisasi, yang semuanya menjalani transformasi dalam persiapan untuk kehamilan. (Sara S Morelli,dkk. 2015) Epitel kelenjar memperoleh peningkatan aktivitas sekretorius di bawah pengaruh progesteron ibu. Pembentukan arteri spiral terjadi selama desidualisasi, Fibroblast stroma endometrium mengalami diferensiasi morfologis dan biokimiawi dalam persiapan implantasi dan pendukung kehamilan, hal ini disebut sebagai sel desidua, atau sel stroma desidualisasi. Kemudian, sel stroma desidualisasi bertransformasi menjadi sel sekretorik.

Produk sekretori utama dari sel stroma desidualisasi meliputi prolaktin dan protein-1 pengikat faktor pertumbuhan seperti insulin, ciri protein yang banyak digunakan sebagai penanda fenotipik desidualisasi. Sel-sel ini juga mengeluarkan sejumlah sitokin dan faktor pertumbuhan, seperti interleukin [IL] -11, faktor pertumbuhan epidermal/epidermal growth factor [EGF], faktor pertumbuhan seperti EGF yang mengikat heparin, yang selanjutnya mengatur proses desidualisasi dalam cara otokrin dan / atau parakrin. (Sara S Morelli,dkk. 2015) Selain kompartemen seluler parenkim yang membentuk desidua ibu, berbagai populasi sel imun ada di endometrium manusia sepanjang siklus menstruasi. Pada awal kehamilan, leukosit berlimpah, terdiri dari 30% 40% dari semua sel kompartemen stroma desidua manusia. Lapisan basalis dari endometrium manusia mengandung agregat limfoid yang terdiri dari sel-T dan sejumlah kecil sel-B. Pada lapisan fungsionalis fase proliferatif, terdiri dari beberapa sel uterine natural killer (uNK), sel-T, dan makrofag tersebar di seluruh kompartemen stroma. Walaupun jumlah sel-T dan makrofag sebagian besar tidak berubah selama fase luteal dan selama proses desidualisasi, namun ada peningkatan dalam jumlah sel uNK postovulasi, dimana hal ini memainkan peran penting dalam persiapan endometrium untuk kehamilan. Kemudian berkaitan dengan populasi sel kekebalan desidua selama awal kehamilan, dalam penelitian menggunakan flow cytometry dan immunostaining jaringan manusia menunjukkan bahwa mayoritas leukosit desidua manusia trimester pertama adalah sel uNK (±70%), diikuti oleh makrofag (±20%). Sel-T membentuk sekitar 10% 20% leukosit desidua, dan sel dendritik (DC) dan sel B jarang terjadi. (Sara S Morelli,dkk. 2015) Berkaitan dengan yang telah disampaikan (Sara S Morelli,dkk. 2015) bahwa selama kehamilan terdapat beberapa modifikasi lokal dan sistemik yang bertujuan untuk melindungi janin yang sedang berkembang dari

serangan oleh sistem imun ibu. (Fiona M. Menzies. 2016). Beberapa modifikasi diantaranya : a. Pergeseran sitokin Kehamilan yang sukses dikaitkan dengan dominasi imunitas tipe Th2, dan induksi respon tipe Th1 dianggap berpotensi berbahaya untuk kelanjutan

kehamilan.

Paradigma

ini

telah

diperluas

untuk

mempertimbangkan sel Treg dan Th17, dengan Treg memainkan peran protektif kehamilan dan respon Th17 merusak kehamilan. b. Pengaruh hormon seks wanita Kadar estrogen dan progesteron secara besar-besaran diregulasi selama kehamilan, dan kedua hormon ini terbukti memiliki fungsi imunomodulator, yang berdampak pada perekrutan, perluasan, dan fungsi sel imun. c. Ekspresi HLA yang unik oleh trofoblas Trofoblas adalah tipe sel utama dari plasenta, dan menunjukkan ekspresi Major Histocompatibility Complex (MHC) yang unik dibandingkan dengan ibu dan bayi. Molekul MHC kelas II tidak diekspresikan oleh trofoblas. HLA-C, E, F, dan G (tipe MHC kelas I) diekspresikan oleh trofoblas dan memiliki fungsi termasuk mengontrol kedalaman invasi trofoblas dan mengikat reseptor sel NK penghambatan.

2. Plasenta dan Lapisan Janin (korion dan amnion) Diantara ibu dan janin terdapat plasenta. Plasenta pada dasarnya adalah antarmuka ibu-janin (Gambar 1), berfungsi sebagai penghalang anatomi antara bayi dan ibu (dengan sistem sirkulasi terpisah). Meskipun demikian, plasenta berlimpah dengan sel-sel kekebalan dan mediator, termasuk sel-sel Uterine Natural Killer (70%), makrofag (20%), sel T (termasuk CD4 +, CD8 +, cells sel T, sel T regulatori) (10%), sel dendritik dan sel B

(beberapa). Jumlah sel dan peran yang mereka mainkan berbeda sepanjang berbagai tahap kehamilan. (Fiona M. Menzies. 2016)

Gambar 1. Plasenta : antarmuka ibu-janin

Sel-sel imun ibu dan trofoblas janin ini diwakili dalam Gambar 2, yang menggambarkan Sel ekstraembrionik yang bersentuhan langsung dengan sel ibu adalah sel trofoblas, yang berasal dari lapisan trofektoderm yang mengelilingi blastokista. Pada wanita, invasi oleh trofoblas ke dalam arteri spiral

ibu

secara

substansial

meningkatkan

aliran

darah

uterus,

menempatkan darah ibu dalam kontak langsung dengan sel trofoblas janin, dan memastikan pengiriman nutrisi ibu dan oksigen yang cukup ke plasenta. Namun, sirkulasi ibu dan janin tetap tidak tercampur (Sara S Morelli,dkk. 2015). Setelah menempelnya blastokista pada epitel luminal endometrium, selsel trofoblas menyerang desidua seperti yang digambarkan dalam Gambar 2. Trofoblas, yang terdiri dari lapisan sel dalam (cytotrophoblast) dan lapisan sel luar (syncytiotrophoblast), tidak menimbulkan janin itu sendiri. , tetapi lebih ke plasenta dan selaput janin (amnion dan korion). Saat blastokista dan trofoblas sekitarnya menginvasi desidua, satu kutub blastokista tetap berorientasi pada lumen endometrium, dan yang lainnya tetap terkubur dalam desidua, yang akan berkembang menjadi sitotrofoblas penahan dan trofoblas vili, berkontribusi pada pembentukan plasenta, chorion , dan amnion (Sara S Morelli,dkk. 2015). Sel-sel kekebalan yang terakumulasi dalam endometrium manusia pada saat desidualisasi memainkan peran penting dan beragam pada antarmuka ibu-janin, termasuk fungsi dalam implantasi, perkembangan plasenta (Sara S Morelli,dkk. 2015).

Gambar 2. antarmuka ibu-janin termasuk sel imun ibu 3. Janin Kemudian untuk imunitas janin, janin juga telah mempunyai imunitas sendiri yang didapat dari proses embriologi. Sebuah penelitian yang diterbitkan Nature pada tanggal 14 Juni 2017 menemukan bahwa janin juga memperoleh sistem kekebalan yang berfungsi dapat mengenali protein asing, tetapi kurang aktif dibandingkan dengan sistem kekebalan yang matang untuk melakukan serangan. Penelitian yang dilakukan oleh Jerry Chan, dokter kandungan dan ginekolog di Rumah Sakit Wanita dan AnakAnak KK di Singapura bekerja sama dengan ahli imunologi Florent Ginhoux di Agency for Science, Technology and Research di Singapura untuk mempelajari sel-sel dendritik, sel-sel kekebalan yang memecah bahan asing dan menyajikan fragmen-fragmennya ke sel-sel kekebalan lain yang

disebut sel T. Beberapa sel T kemudian diaktifkan untuk menargetkan bahan asing untuk dihancurkan. Tim menemukan bahwa janin manusia memiliki sel dendritik fungsional pada usia kehamilan 13 minggu. Tetapi meskipun sel berperilaku seperti versi dewasa, respons mereka terhadap protein manusia asing berbeda, yakni daripada menandai bahan asing untuk penghancuran, sel dendritik janin lebih cenderung mengaktifkan kategori khusus sel T yang disebut sel T regulatori, yang menekan kekebalan tubuh host .( Heidi Ledford,2017).

C. Eritroblastosis Fetalis 1. Definisi Erythroblastosis fetalis, juga disebut penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, jenis anemia di mana sel-sel darah merah (eritrosit) janin dihancurkan dalam reaksi kekebalan ibu yang dihasilkan dari ketidakcocokan kelompok darah antara janin dan ibunya. Ketidakcocokan ini muncul ketika janin mewarisi faktor darah tertentu dari ayah yang tidak ada pada ibu (Marco Sampaolo,2018). Penyakit hemolitik janin dan bayi baru lahir/hemolytic disease of the fetus and newborn (HDFN), juga dikenal sebagai alloimun HDFN atau erythroblastosis fetalis, disebabkan oleh penghancuran sel darah merah (RBC) neonatus atau janin oleh antibodi imunoglobulin G (IgG) ibu. Pembentukan antibodi ibu sebagai respons terhadap antigen janin disebut isoimunisasi. Antibodi ini terbentuk ketika eritrosit janin yang mengekspresikan antigen sel darah merah tertentu yang tidak diekspresikan pada ibu melewati plasenta dan mendapatkan akses ke darah ibu. Respons antibodi ini mungkin cukup untuk menghancurkan sel darah merah janin yang menyebabkan hemolisis, pelepasan bilirubin, dan anemia. Tingkat keparahan penyakit pada janin tergantung pada berbagai faktor termasuk jumlah dan kekuatan antibodi yang diproduksi oleh ibu, usia kehamilan

janin, dan kemampuan janin untuk mengisi sel darah merah yang hancur dan membersihkan bilirubin. (George N. Nassar dan Cristin Wehbe, 2018)

2. Etiologi Dua sistem golongan darah, Rh dan ABO, terutama dikaitkan dengan erythroblastosis fetalis. Sistem Rh bertanggung jawab atas bentuk penyakit yang paling parah, yang dapat terjadi ketika seorang wanita Rh-negatif (seorang wanita yang sel-sel darahnya kekurangan faktor Rh) mengandung janin Rh-positif. Sensitisasi sistem imun ibu (imunisasi) terjadi ketika sel darah merah janin yang membawa faktor Rh (antigen dalam konteks ini) melintasi penghalang plasenta dan memasuki aliran darah ibu. Mereka merangsang produksi antibodi, beberapa di antaranya melewati plasenta ke dalam sirkulasi janin dan melisiskan, atau memecah, sel darah merah janin (hemolisis). Jarang seorang ibu menjadi peka selama kehamilan Rh-positif pertamanya karena jumlah antigen Rh janin yang memasuki sirkulasi ibu tidak cukup untuk menyebabkan kepekaan; biasanya hanya selama persalinan paparan akan menjadi signifikan. Namun, karena sensitivitas Rh kemungkinan berkembang selama persalinan, risiko penyakit berkembang pada kehamilan Rh-positif berikutnya meningkat. . (Marco Sampaolo,2018) Sedangkan untuk inkompatibilitas ABO karena ibu tipe golongan darah O, dimana tipe O secara alami mengekspresikan antibodi terhadap antigen permukaan A dan B sel darah merah/Red Blood Cell (RBC). Tidak diperlukan

paparan

antigen

golongan

darah

sebelumnya

untuk

pengembangan antibodi. Antibodi ini adalah tipe G imunoglobulin dan melewati plasenta. Karena melewati sawar darah plasenta inilah yang dapat menyebabkan hemolisis (MB Ross, 2013).

3. Patofisiologi

Sel darah merah/Red Blood Cell (RBC) janin biasanya bergerak melintasi plasenta ke sirkulasi ibu sepanjang kehamilan. Gerakan terbesar terjadi pada persalinan atau terminasi kehamilan. Gerakan volume besar (misalnya, 10 hingga 150 mL) dianggap perdarahan janin yang signifikan; dapat terjadi setelah trauma dan kadang-kadang setelah melahirkan atau penghentian kehamilan. Pada wanita yang memiliki darah Rh-negatif dan yang membawa janin dengan darah Rh-positif, sel darah merah janin merangsang produksi antibodi ibu terhadap antigen Rh. Semakin besar perdarahan janin, semakin banyak antibodi yang diproduksi. (Antonette T. Dulay, MD,2017) Tidak ada komplikasi yang berkembang selama kehamilan awal yang peka; namun, pada kehamilan berikutnya, antibodi ibu melewati plasenta dan

melisiskan

sel

darah

merah

janin,

menyebabkan

anemia,

hipoalbuminemia, dan kemungkinan gagal jantung keluaran tinggi atau kematian janin. Anemia merangsang sumsum tulang janin untuk menghasilkan dan melepaskan sel darah merah yang belum matang (eritroblast) ke dalam sirkulasi perifer janin (eritroblastosis fetalis). Hemolisis menyebabkan peningkatan kadar bilirubin tidak langsung pada neonatus, menyebabkan kernikterus. Biasanya, isoimunisasi tidak menimbulkan gejala pada wanita hamil. (Antonette T. Dulay, MD,2017) Sehingga untuk ibu dengan Rh-Negatif mengandung anak dengan RhPositif, untuk kehamilan pertama kemungkinan selamat. Kemudian untuk kehamilan berikutnya kemungkinan selamat menjadi kecil karena ibu membentuk antigen Rh-positif yang dianggap berbeda dengan dirinya. Risiko dapat dikurangi jika ibu menerima suntikan imunoglobulin Rh, yang menghancurkan sel darah merah janin dalam aliran darahnya, selama kehamilan pertamanya. (Marco Sampaolo,2018) Sedangkan untuk Hemolisis yang terkait dengan ketidakcocokan ABO secara eksklusif terjadi pada ibu tipe-O dengan janin yang memiliki darah

tipe A atau tipe B, meskipun jarang didokumentasikan pada ibu tipe-A dengan bayi tipe-B dengan titer anti-B IgG yang tinggi. Pada ibu dengan tipe A atau tipe B, antibodi yang terjadi secara alami adalah dari kelas IgM dan tidak melewati plasenta, sedangkan 1% ibu tipe-O memiliki titer tinggi dari antibodi kelas IgG terhadap A dan B. Mereka menyeberang plasenta dan menyebabkan hemolisis pada janin. Hemolisis karena anti-A lebih umum daripada hemolisis karena anti-B, dan neonatus yang terkena biasanya memiliki hasil tes Coombs langsung positif. Test Coombs adalah sebuah pengujian atau tes darah yang dilakukan untuk menemukan antibodi tertentu yang menyerang sel-sel darah merah (Emmanuel Ifeanyi Obeagu,2015).

D. Kesimpulan Dari beberapa sumber yang penulis dapat, penulis menyimpulkan bahwa setiap manusia memiliki kekebalan tubuh yang berbeda-beda, bahkan sejak dalam kandungan pun janin sudah memiliki sistem kekebalan. Meskipun kekebalan ini tidak seaktif apabila sudah mengalami maturasi atau kematangan. Begitu juga dengan ibu hamil, yang juga mengalami perkembangan sistem imun agar tidak menyerang janin dan disisi lain mendukung perkembangan janin. Namun seiring berjalannya waktu terdapat keadaan seperti eritroblastosis fetalis dimana komponen darah ibu dan janin berbeda sehingga terbentuk kompleks antigen antibodi yang dapat menyerang perkembangan janin.

Daftar Pustaka 1. Janti Sudiono. 2014. Sistem kekebalan tubuh. Jakarta : EGC 2.

Sara S Morelli, dkk. 2015. The maternal immune system during pregnancy and its influence on fetal development. https://www.dovepress.com/the-maternalimmune-system-during-pregnancy-and-its-influence-on-fetal-peer-reviewedfulltext-article-RRB. Diakses pada 6 Februari 2019

3. Fiona M. Menzies. (2016). Reproductive immunology: immunology of pregnancy.

https://www.immunology.org/public-information/bitesized-

immunology/systems-and-processes/reproductive-immunology-immunology. Diakses pada 6 Februari 2019 4. Heidi Ledford. (2017). Eye-opening picture of fetal immune system emerges Human fetuses have an immune system that acts differently from the adult version.. https://www.nature.com/news/eye-opening-picture-of-fetal-immune-systememerges-1.22144 . Diakses pada 6 Februari 2019 5. Marco

Sampaolo.

(2018).

Erythroblastosis

fetalis

:

PATHOLOGY.

https://www.britannica.com/science/erythroblastosis-fetalis . Diakses pada 7 Februari 2019 6. George N. Nassar dan Cristin Wehbe. (2018). Erythroblastosis Fetalis. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513292/ . Diakses pada 7 Februari 2019 7. Antonette T. Dulay, MD. (2017). Erythroblastosis Fetalis (Rh Incompatibility) https://www.msdmanuals.com/professional/gynecology-andobstetrics/abnormalities-of-pregnancy/erythroblastosis-fetalis . Diakses pada 7 Februari 2019 8. Emmanuel Ifeanyi Obeagu. (2015). HEMOLYTIC DISEASE OF THE NEWBORN:

A

REVIEW

https://www.researchgate.net/publication/322300450_HEMOLYTIC_DISEA SE_OF_THE_NEWBORN_A_REVIEW . Diakses pada 7 Februari 2019

Related Documents


More Documents from "fathur rahman"