Lapkas-vertigo Perifer Dan Lakunar Infark - Putri.docx

  • Uploaded by: atan
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapkas-vertigo Perifer Dan Lakunar Infark - Putri.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,115
  • Pages: 37
LAPORAN KASUS ILMU PENYAKIT DALAM CONGESTIVE HEART FAILURE, BRONKO PNEUMONI DAN HHD

Disusun Oleh :

Putri Paramitha Oeniasih 01073170122

Pembimbing :

dr. Samsul, Sp.jp

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK PERIODE 2018 JAKARTA 2018 1

BAB I LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN Nama

: Ny. U

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 50 tahun

Agama

: Islam

No. Rekam Medis

: 3059xx

Admisi

: 28 September 2018

1.2 ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada: Waktu dan Tanggal

: 2 Agustus 2018 pukul 14.00 WIB

Lokasi

: Flamboyan Atas Rumah Sakit Marinir Cilandak (RSMC),

Jakarta Selatan. Keluhan Utama

: Sesak memberat tiga jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS).

1.3 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien datang dengan keluhan sesak memberat sejak tiga jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pasien mengatakan pernah terbangun dari tidur karena sesak yang dirasakan dan sesak diperparah saat batuk yang sudah dirasakan satu minggu SMRS. Batuk pasien berdahak, berwarna kuning, tidak ada darah maupun lendir. Menurut pengakuan pasien, setiap malam tidur dengan satu bantal. Pasien juga tidak ada masalah dalam berjalan dengan jarak yang cukup jauh, naik tangga, maupun melakukan aktifitas sehari-hari. Pasien menyangkal adanya nyeri dada maupun perasaan berdebar-debar.

1.4 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Pasien mengatakan mempunyai riwayat hipertensi terkontrol dan pembengkakan jantung sejak tahun 2009. Pasien menyangkal adanya riwayat diabetes melitus, stroke, asam urat, kolesterol dan maag.

2

1.5 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Ibu pasien memiliki riwayat darah tinggi dan ayah pasien memiliki riwayat penyakit jantung.

1.6 RIWAYAT KEBIASAAN 1. Riwayat rokok (-) 2. Alkohol (-) 3. Olahraga rutin (-)

1.7 RIWAYAT OBAT-OBATAN 1. Furosemid 1x40 mg 2. Candesartan 1 x 16 mg 3. Miniaspilet 1x80 mg 4. Bisoprolol 1 x 5 mg

1.8 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak sakit sedang Kesadaran

: Compos Mentis (GCS=15)

Tanda-tanda vital 

Tekanan darah : 130/80 mmHg



Nadi

: 114 x/menit



Pernapasan

: 32 x/menit



Suhu

: 36,5 oC

Status Generalis 

Kepala dan wajah: o Bentuk kepala simetris o Rambut hitam tersebar merata o Kulit kepala normal o Tidak ada luka atau scar bekas operasi, massa, deformitas



Mata: o Mata normal, tidak cekung 3

o Pupil isokor (3mm/3mm) o Refleks cahaya +/+ o Konjungtiva tidak anemis o Sklera tidak ikterik 

THT: Telinga: o Telinga kanan dan kiri simetris o Tidak ada bekas luka, deformitas o Tidak nyeri o Tidak ada sekret Hidung: o Bentuk normal dan septum di tengah o Tidak ada bekas luka, deformitas, massa, darah o Mukosa tidak hiperemis o Tidak ada pernapasan cuping hidung Tenggorokan: o Faring tidak hiperemis o Uvula di tengah o Tonsil: T1/ T1tidak hiperemis



Mulut: o Mukosa mulut normal, tidak ada massa o Lidah normal, tidak ada defiasi o Tidak ada luka di bibir, lidah, dan pallatum



Leher: o Leher simetris, tidak ada luka atau bekas operasi, jejas dan kemerahan o Tidak ada pembesaran KGB o Trakea intak di tengah o JVP



Thorax: 4

Jantung: o Inspeksi: -

Iktus kordis tidak terlihat

o Palpasi: -

Iktus kordis tidak teraba

o Perkusi -

Batas jantung dalam batas normal

o Auskultasi: -

S1-S2 reguler, gallop (-), murmur (-)

Paru: o Inspeksi: -

Bentuk dada normal

-

Pergerakan dada cepat dan simetris

-

Tidak ada paru tertinggal

-

Tidak ada retraksi paru

-

Tidak ada barrel chest

-

Tidak tampak pink puffer atau blue bloaters

o Palpasi: -

Tactile fremitus kedua lapang paru simetris

o Perkusi: -

Batas paru hati normal

-

Sonor pada kedua paru

o Auskultasi:



-

Suara napas bronkial

-

Ronki positif pada kedua lapang paru

-

Wheezing positif pada kedua lapang paru

Abdomen o Inspeksi: -

Perut datar

-

Tidak ada massa, deformitas, bekas operasi, scar, jejas, distensi striae

o Auskultasi: 5

-

Bising usus normal

-

Tidak terdengar metallic sound

o Perkusi: -

Perkusi 4 regio abdomen normal (timpani)

-

Tidak ada shifting dullness

-

Batas hepar normal, tidak ada hepatomegali

o Palpasi:



-

Nyeri tekan negatif pada sembilan rgio.

-

Tidak teraba masa pada 9 regio

-

Tidak ada pembesaran hati, limpa dan ginjal

Ekstremitas

:

-

Akral hangat

-

CRT normal <2 detik

-

Terdapat edema extremitas bilateral

1.8 RESUME -

Pasien datang dengan keluhan sesak memberat sejak tiga jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pasien mengatakan pernah terbangun dari tidur karena sesak yang dirasakan dan sesak diperparah saat batuk yang sudah dirasakan satu minggu SMRS. Batuk pasien berdahak, berwarna kuning, tidak ada darah maupun lendir. Menurut pengakuan pasien, setiap malam tidur dengan satu bantal. Pasien juga tidak ada masalah dalam berjalan dengan jarak yang cukup jauh, naik tangga, maupun melakukan aktifitas seharihari. Pasien menyangkal adanya nyeri dada maupun perasaan berdebar-debar.

Pasien

mengatakan

mempunyai

riwayat

hipertensi terkontrol dan pembengkakan jantung sejak tahun 2009. Ibu pasien memiliki riwayat darah tinggi dan ayah pasien memiliki riwayat penyakit jantung. Obat-obatan yang rutin diminum pasien adalah Furosemid 1x40 mg, candesartan 1 x 16 mg, Miniaspilet 1x80 mg, Bisoprolol 1 x 5 mg. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan batas jantung, suara napas bronkial, rhonki 6

positif pada kedua lapang paru, wheezing positif pada kedua lapang paru, dan edema ekstremitas simetris.

1.9 DIAGNOSIS BANDING : 

BPPV



Vertigo Sentral



Meniere Disease



Vestibular Neuritis



SNH

1.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan darah per tanggal 3 Juli 2018 Jenis Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

gr/dL

L : 13-17/P : 12-16

%

37-54

Leukosit 21,5

rb/uL

5-10

Trombosit 280

rb/uL

150-400

HEMATOLOGI Darah Rutin Hb/ Haemoglobin 13,7 Ht/Haemotocrit 40

KIMIA Glukosa cito 104

mg/aL

Pemeriksaan darah per tanggal 6 Juli 2018 Jenis Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

gr/dL

L : 13-17/P : 12-16

%

37-54

rb/uL

5-10

HEMATOLOGI Darah Rutin Hb/ Haemoglobin 13,1 Ht/Haemotocrit 38 Leukosit 10,1

7

Trombosit 292

rb/uL

150-400

CT-Scan

Interprestasi CT-Scan : o Jaringan lunak extracalvaria dan calvaria masih memberikan bentuk dan densitas normal o Sulci, gyri corticalis, fissura sylvii dan fissura interhemisfer tampak normal. Tampak lesi hipodens kecil-kecil di daerah ganglia basalis bilateral terutama kiri. Ventrikel lateralis, ventrikel 3 serta ventrikel 4 tidak tampak melebar. o Tidak tampak midline shift 8

o Tidak tampak lesi yang memberikan densitas patologis di daerah cerebellum dan batang otak o Sistem sisterna tidak tampak melebar o Tampak kalsifikasi fisiologis di daerah glandula pineal dan pleksus choroideus. o Daerah sela tursika dan daerah cerebellopontine angle kanan dan kiri dalam batas normal o Bulbus oculi dan ruang retroorbital bilateral dalam batas normal o Cavum nasi dan septum nasi dalam batas normal o Mastoid air cell bilateral dalam batas normal o Sinus paranasalis yang terscanning dalam batas normal

Kesimpulan : Multiple Infarc Lacunar (MIL) di daerah basalis ganglia bilateral. Tidak tampak perdarahan intracranial.

1.11 DIAGNOSIS : Klinis

: Vertigo Perifer dan Cerebral Vascular Disease

Topis

: Kanalis semisirkularis, basal ganglia

Etiologis

: Kanalitiasis, kupulolitiasis, trombosis arteri

Diagnosis Kerja : BPPV dan Lacunar Infarc

1.12 TERAPI DI IGD: 

Infus RL 20 tpm



Drip Neurobion 5000 1x1



Inj. Ondancetron 3x4cc

Po : 

Betahistin 3x1



Flunarizine 2x5 mg

1.13 PROGNOSIS : Ad Vitam

: Dubia Bonam 9

Ad Functionam

: Dubia ad Bonam

Ad Sanationam

: Dubia ad Bonam

BAB 2 FOLLOW UP

2.1 FOLLOW UP PERTAMA 

Tanggal Pemeriksaan

: 5 Juli 2018



Waktu Pemeriksaan

: 05.30 wiB



Lokasi Pemeriksaan

: Cempaka Atas Rumah Sakit Marinir Cilandak

10

Follow Up S (Subjective)

Pusing berputar membaik. Mual dan muntah sudah tidak dirasakan. Pasien mengatakan kesemutan pada tangan dan kaki kiri

O (Objective)

Pemeriksaan Generalis Keadaan Umum : Tampak sakit ringan Kesadaran

: Composmentis

Tanda – tanda vital 

Tekanan darah : 160/110



Nadi

:80 x/menit



Pernapasan

: 20 x / menit



Suhu

: 36,8

Status Neurologis Glasgow Coma Scale (GCS) : E4 M6 V5 Syaraf Kranial : CN III, IV, VI : Pupil isokor 3mm (+/+), RCL (+/+), RCTL (+/+) CN V : (Motorik) Palpasi normotonus kanan dan kiri, gerakan rahang simetris, (Sensoris) Sensibilitas V1, V2, V3 normal. CN VII : angkat alis, menyeringai CN VIII : Tes suara gesek jadi normal, Rinne, Weber tidak dilakukan. Tes Romberg tidak dilakukan. CN IX, X : Disfagia (-), Disfonia (-), arkus faring simetris, kesan normal. CN XI : kekuatan otot sternocleidomastoideus dan trapezeus tidak mengalami penurunan, kesan normal CN XII : tidak ada deviasi lidah di dalam dan di luar mulut, kesan normal.

Motorik : Inspeksi : Eutrofi

Eutrofi

11

Eutrofi

Eutrofi

Tonus : Normotonus

Normotonus

Normotonus

Normotonus

Fasikulasi : (-/-) Kekuatan Motorik : 5555

5555

5555

5555

Pemeriksaan Refleks 

Refleks Fisiologis  Biceps

:

++/++  Triceps

:

++/++  Knee Patellar Reflex

:

++/++  Achilles Reflex

:

++/++ 

Refleks Patologis  Babinski

: -/-

 Chaddock

: -/-

 Oppenheim

: -/-

 Gordon

: -/-

 Schaffer

: -/-

 Hofman – Tromner

: -/-

Pemeriksaan Sensorik Ekstremitas Atas

12

Aspek

Yang Kanan

Kiri

Diperiksa Raba o Halus

Normal

Normal

o Kasar

Normal

Normal

Tidak

Tidak

dilakukan

dilakukan

Tidak

Tidak

dilakukan

dilakukan

Posisi Sendi

Normal

Normal

Getar

Tidak

Tidak

dilakukan

dilakukan

Nyeri

Suhu

Ekstremitas Bawah Aspek

Yang Kanan

Kiri

Diperiksa Raba o Halus

Normal

Normal

o Kasar

Normal

Normal

Tidak

Tidak

dilakukan

dilakukan

Tidak

Tidak

dilakukan

dilakukan

Posisi Sendi

Normal

Normal

Getar

Tidak

Tidak

dilakukan

dilakukan

Nyeri

Suhu

Pemeriksaan Koordinasi Tes Tunjuk – Hidung

: Baik

Tes Tumit – Lutut

: Baik

Disdiadokokinesis

: Tidak dilakukan

Fungsi Otonom Miksi

: Nyeri ketika berkemih 13

Defekasi

: Normal

Sekresi Keringat : Normal

A (Asessment)

BPPV dan Lacunar Infarc

2.2 FOLLOW UP KEDUA 

Tanggal Pemeriksaan

: 6 Juli 2018



Waktu Pemeriksaan

: 05.45 WIB



Lokasi Pemeriksaan

: Cempaka atas Rumah Sakit Marinir Cilandak

Follow Up S (Subjective)

Pusing berputar membaik. Mual dan muntah sudah tidak dirasakan.

O (Objective)

Pemeriksaan Generalis Keadaan Umum : Tampak sakit ringan Kesadaran

: Composmentis (E4 M6 V5)

Tanda – tanda vital 

Tekanan darah : 150/100 mmHg



Nadi

: 82 x/mnt



Pernapasan

: 20 x/mnt



Suhu

: 36,7 oC

Status Neurologis Glasgow Coma Scale (GCS) : E4 M6 V5 Syaraf Kranial : CN III, IV, VI : Pupil isokor 3mm (+/+), RCL (+/+), RCTL (+/+) CN V : (Motorik) Palpasi normotonus kanan dan kiri, gerakan rahang simetris, (Sensoris) Sensibilitas V1, V2, V3 normal. 14

CN VII : angkat alis, menyeringai CN VIII : Tes suara gesek jadi normal, Rinne, Weber tidak dilakukan. Tes Romberg tidak dilakukan. CN IX, X : Disfagia (-), Disfonia (-), arkus faring simetris, kesan normal. CN XI : kekuatan otot sternocleidomastoideus dan trapezeus tidak mengalami penurunan, kesan normal CN XII : tidak ada deviasi lidah di dalam dan di luar mulut, kesan normal.

Motorik : Inspeksi : Eutrofi

Eutrofi

Eutrofi

Eutrofi

Tonus : Normotonus

Normotonus

Normotonus

Normotonus

Fasikulasi : (-/-) Kekuatan Motorik : 5555

5555

5555

5555

Pemeriksaan Refleks 

Refleks Fisiologis  Biceps

:

++/++  Triceps

:

++/++  Knee Patellar Reflex

:

++/++ 15

 Achilles Reflex

:

++/++ 

Refleks Patologis  Babinski

: -/-

 Chaddock

: -/-

 Oppenheim

: -/-

 Gordon

: -/-

 Schaffer

: -/-

 Hofman – Tromner

: -/-

Pemeriksaan Sensorik Ekstremitas Atas Aspek

Yang Kanan

Kiri

Diperiksa Raba o Halus

Normal

Normal

o Kasar

Normal

Normal

Tidak

Tidak

dilakukan

dilakukan

Tidak

Tidak

dilakukan

dilakukan

Posisi Sendi

Normal

Normal

Getar

Tidak

Tidak

dilakukan

dilakukan

Nyeri

Suhu

Ekstremitas Bawah Aspek

Yang Kanan

Kiri

Diperiksa Raba o Halus

Normal

Normal

o Kasar

Normal

Normal

Tidak

Tidak

dilakukan

dilakukan

Nyeri

16

Suhu

Tidak

Tidak

dilakukan

dilakukan

Posisi Sendi

Normal

Normal

Getar

Tidak

Tidak

dilakukan

dilakukan

Pemeriksaan Koordinasi Tes Tunjuk – Hidung

: Baik

Tes Tumit – Lutut

: Baik

Disdiadokokinesis

: Tidak dilakukan

Fungsi Otonom

A (Asessment)

Miksi

: Nyeri ketika berkemih

Defekasi

: Normal

Sekresi Keringat : Normal BPPV dan Lacunar Infarc

BAB 3 DASAR TEORI

17

3.1 FISIOLOGI KESEIMBANGAN Selain pendengaran yang bergantung pada koklea, komponen khusus lain yaitu, aparatus vestibularis, berperan penting dalam keseimbangan dengan memberikan informasi esensial serta untuk koordinasi gerakan kepala dengan gerakan mata dan postur. Terdapat dua set struktur dari aparatus vestibularis (dalam bagian terowongan tulang temporal dekat koklea) yaitu, kanalis semisirkularis dan organ otolit (utrikulus dan sakulus). Aparatus vestibularis mendeteksi perubahan posisi dan gerakan kepala. Sama halnya dengan koklea, semua komponen aparatus vestibularis mengandung endolimfe dan dikelilingi oleh perilimfe dimana komponen-komponen vestibularis mengandung sel rambut yang berespons terhadap deformasi mekanis, yang dipicu oleh gerakan spesifik dari endolimfe sehingga reseptor vestibularis memberikan respon depolarisasi atau hiperpolarisasi, bergantung pada arah gerakan cairan.

Selain kanalis semisirkularis, utrikulus yang merupakan salah satu organ otolit memberikan respon terhadap percepatan horizontal dan sakulus terhadap percepatan vertikal. Otolit bersifat lebih padat daripada endolimfe sehingga percepatan dalam segala arah menyebabkan otolit bergerak dengan arah berlawanan. Akibat dari gerakan berlawanan ini, menyebabkan distorsi tonjolan sel rambut dan mencetuskan aktivitas serabut saraf.. Makula juga melepaskan muatan secara tonik walaupun tidak terdapat gerakan kepala, karena gaya tarik bumi pada otolit. Impuls yang dihasilkan oleh reseptor-reseptor ini, sebagian berperan pada refleks menegakkan kepala dan penyesuaian postur. Semua impuls yang dihasilkan akibat dari pergerakan endolimph pada kanalis semisirkularis, serta aktivitas otolit dan makula, diperkirakan mencapai korteks serebri,

18

kemudian berperan dalam persepsi gerakan yang disadari dan memberikan sebagian informasi yang penting untuk orientasi dalam ruang.

3.2 SISTEM SOMATOSENSORI Sistem somatosensori adalah sistem sensorik yang terdiri dari reseptor dan pusat pengolahan untuk menghasilkan modalitas sensorik seperti sentuhan, temperatur, proprioseptif (posisi tubuh) dan nosiseptif (nyeri). Reseptor sensorik dapat ditemukan hampir memenuhi kulit dan epitel, otot rangka, tulang, sendi, organ, dan sistem kardiovaskular. Informasi proprioseptif disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju korteks serebri melalui lemniskus medialis dan thalamus. Pada otak, bagian yang berfungsi sebagai pusat pengatur keseimbangan adalah serebelum. Sistem saraf menggunakan serebelum untuk mengkoordinasikan fungsi pengatur motorik pada tiga tingkatan, sebagai berikut: 1. Vestibuloserebelum. Terdiri dari lobus flokulonodular (yang terletak di bawah serebelum posterior) dan bagian vermis yang berdekatan. Bagian ini menyediakan sirkuit neuron untuk sebagian besar gerakan keseimbangan tubuh. 2. Spinoserebelum. Bagian ini sebagian besar terdiri dari vermis serebelum posterior dan anterior, ditambah zona intermedia yang berdekatan pada kedua sisi vermis. Bagian ini merupakan sirkuit untuk mengkoordinasikan gerakan-gerakan bagian distal anggota tubuh, khususnya tangan dan jari. 3. Serebroserebelum. Bagian ini terdiri dari zona lateral besar hemisferium serebeli, di sebelah lateral zona intermedia, berfungsi untuk merencanakan gerakan-gerakan volunter yang akan dilakukan sepersepuluh detik sebelum gerakan terjadi. Hal ini disebut “pembahasan motorik” gerakan yang akan dilakukan

3.3 SISTEM VISUAL Sistem visual merupakan kontributor utama dalam keseimbangan tubuh, memberikan informasi tentang lingkungan, lokasi, arah, serta kecepatan gerakan suatu individu. Pada sebagian besar individu yang sangat tua, penglihatan juga terdegradasi dan memberikan

19

informasi yang buram ataupun terdistorsi, sehingga ketajaman visual yang buruk berkorelasi dengan tingginya frekuensi jatuh yang dialami oleh manula.

3.4 VERTIGO 3.4.1 Definisi Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi (memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya. Isitlah vertigo didapat dari bahasa latin “vertere” yaitu memutar. Vertigo termasuk ke dalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing, pening, sempoyongan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik.

3.4.2 Patofisiologi Vertigo Terdapat beberapa teori yang diduga oleh para ahli sebagai patofisiologi vertio, antara lain: 1. Konflik sensoris Berdasarkan teori ini, vertigo timbul apabila terdapat ketidakharmonisan antara masukan sensoris dari kedua sisi (kanan dan kiri) dan atau dari ketiga janis reseptor alat keseimbangan tubuh (visual, vestibular, propioseptif). Keadaan ini bisa akibat rangsangan berlebihan, lesi sistem vestibular sentral atau perifer. 2. Neural mismatch Dimana gejala vertigo timbul akibat terdapat mismatch (ketidaksesuaian) antara pengalaman gerakan yang sudah disimpan di otak dengan gerakan yang sedang berlangsung. Rangsangan yang baru tersebut dirasakan asing atau tidak sesuai dengan harapan di otak dan merangsang kagiatan yang berlebihan di SSP. Bila berlangsung terus akan muncul suatu adaptasi (sensory rerrengement theory) 3. Ketidakseimbangan saraf otonomik Teori ini didasarkan atas kerja obat anti vertigo dimana gejala muncul akibat ketidakseimbangan saraf otonom akibat rangsang gerakan yang bisa mengarah pada dominasi saraf parasimpatis atau simpatis. 4.

Neurohumoral (sinaps) Munculnya sindroma vertigo berasal dari pelepasan corticotropin releasing factor (CRF) dari hipotalamus akibat rangsang gerakan. CRF meningkatkan sekresi stress hormon, dimana akan merangsang korteks limbik/ hipokampus (ansietas), dan lokus coeruleus ke arah simpatis (pucat, vertigo) atau 20

parasimpatis (hipersalivasi, muntah). Bila sindroma tersebut berulang akibat rangsangan / latihan, maka siklus perubahan dominasi saraf simpatis dan parasimpatis akan timbul bergantian, sampai terjadi: perubahan sensitifitas (hiposensitif) reseptor (down regulation), serta penurunan terhadap influks kalsium.

3.4.3 Penyebab Vertigo Vertigo dapat berasal dari beberapa penyakit sehingga dibagi penyebabnya, yaitu menurut anatomi atau lokasi penyakitnya dan menurut gejala-gejalanya yang menonjol atau klinisnya. Berdasarkan anatomi penyebab vertigo dapat dibedakan atas 2 bentuk: (1) Vertigo non-sistematis, yaitu vertigo yang disebabkan oleh kelainan sistem saraf pusat, bukan oleh kelainan sistem vestibuler perifer. Kelainan ini dapat terletak di : a. Mata : - Paresis otot mata - Kelainan refraksi - Glaukoma b. Proprioseptik : - Pelagra - Anemia pernisiosa - Alkoholisme c. Sistem saraf pusat :  Hipoksia serebri : - Hipertensi kronis - Arteriosklerosis - Anemia - Hipertensi kardivaskuler - Fibrilasi atrium paroksismal - Stenosis aorta dan insufisiensi - Sindrom sinus karotis - Blok jantung  Infeksi - Meningitis - Ensefalitis 21

- Abses  Trauma  Tumor  Migren  Epilepsi  Kelainan endokrin : - Hipotoroidi - Hipoglikemi - Hipoparatiroidi (2) Vertigo yang sistematis, yaitu vertigo yang disebabkan oleh kelainan sistem vestibular ( labirin, nervus VIII atau inti vestibularis ) : o Telinga a. Bagian luar: Serumen, Benda asing b.

Bagian tengah: Retraksi membran timpani, Otitis media purulenta akuta, Ototis media dengan efusi, Labirintitis, Kolesteatoma, Ruda paksa dengan perdarahan

c. Bagian dalam: Labirintitis akuta toksika, Trauma, Serangan vascular, Alergi, Hidrops labirin ( morbus meniere ), Mabuk gerakan, Vertigo postural o Nervus VIII : a. Infeksi: Meningitis akuta, Meningitis TB, Meningitis basillaris luetika. b. Trauma c. Tumor o Inti vestibulum ( batang otak ) : a. Infeksi : Meningitis, Ensefalitis, Abses otak b. Trauma c. Perdarahan d. Trombosis arteria serebeli postero-inferior e. Tumor f. Sklerosis multipleks

3.4.4 Klasifikasi Vertigo 22

Berdasarkan lokasinya vertigo terbagi atas perifer dan sentral yang secara umum dapat dibedakan dari riwayat penyakit. Vertigo perifer melibatkan baik kanalis semisirkularis atau neuron perifer termasuk nervus VIII pars vestibula. Vertigo sentral dihasilkan dari kelainan yang terjadi pada batang otak (nukleus vestibularis, fasikulus longitudinalis medialis), serebelum (lobus flokulonodularis atau traktus vestibuloserebellaris) dan korteks lobus temporalis. 1. Vertigo perifer Terdapat tiga jenis vertigo perifer yang sering dialami yaitu BPPV, vestibular neuritis dan penyakit menierre : a. Benign paroxysmal positioning vertigo (BPVV) Benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) merupakan jenis vertigo vestibular perifer yang paling sering ditemui, kira-kira 107 kasus per 100.000 penduduk, dan lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Jarang ditemukan pada orang berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki riwayat cedera kepala. Vertigo ini diakibatkan perubahan posisi kepala seperti saat berguling di tempat tidur, membungkuk, atau menengadah ke atas. Mekanisme pasti terjadinya BPPV masih samar. Tapi, penyebabnya sudah diketahui pasti yaitu debris yang terdapat pada kanalis semisirkularis, biasanya pada kanalis posterior. Debris berupa kristal kalsium karbonat itu dalam keadaan normal tidak ada. Diduga debris itu menyebabkan perubahan tekanan endolimfe dan defleksi kupula sehingga timbul gejala vertigo. Salah satu cara untuk

mendiagnosis

BPPV

adalah

uji

Dix-Hallpike,

yaitu

dengan

menggerakkan kepala pasien dengan cepat ke kanan, kiri dan kembali ke tengah. Uji itu dapat membedakan lesi perifer atau sentral. Pada lesi perifer, dalam hal ini positif BPPV, didapatkan vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, menghilang dalam waktu kurang dari 1 menit, berkurang dan menghilang bila uji diulang beberapa kali (fatigue). Berbeda dengan lesi sentral, periode laten tidak ditemukan, vertigo dan nistagmus berlangsung lebih dari 1 menit, dan bila diulang gejala tetap ada (non fatigue). Obat tidak diberikan secara rutin pada BPPV. Malah cenderung dihindari karena penggunaan obat vestibular suppresant yang berkepanjangan hingga lebih dari 2 minggu dapat mengganggu mekanisme adaptasi susunan saraf pusat terhadap abnormalitas vestibular perifer yang sudah terjadi. Selain itu, efek samping yang timbul berupa ngantuk, letargi, dan perburukan keseimbangan. Tanpa obat bukan 23

berarti tidak ada terapi untuk mengurangi gejala vertigo pada BPPV. Adalah manuver Epley yang disinyalir merupakan terapi yang aman dan efektif. Manuver ini bertujuan untuk mengembalikan debris dari kanalis semisirkularis posterior ke vestibular labirin. Angka keberhasilan manuver Epley dapat mencapai 100% bila dilatih secara berkesinambungan. Angka rekurensi ditemukan 15% dalam 1 tahun. Meski dibilang aman, tetap saja ada keadaan tertentu yang menjadi kontraindikasi melaksanakan manuver ini yaitu stenosis karotid berat, unstable angina, dan gangguan leher seperti spondilosis servikal dengan mielopati atau reumatoid artritis berat. Setelah melakukan manuver Epley, pasien disarankan untuk tetap tegak lurus selama 24 jam untuk mencegah kemungkinan debris kembali lagi ke kanal semisirkularis posterior. Bila pasien tidak ada perbaikan dengan manuver Epley dan medikamentosa, pembedahan dipertimbangkan. b. Vestibular neuritis Vertigo rotasional yang berat dengan onset akut, disertai nistagmus spontan, ketidakstabilan postur, dan nausea tanpa diikuti disfungsi auditorik. Gejala biasanya mencapai puncak dalam 24 jam, membaik setelah beberapa hariminggu. Meski kerusakan berupa hilangnya fungsi vestibular unilateral permanen, tetap terjadi perbaikan dengan adanya perbaikan otak. Vestibular neuritis dianggap sebagai akibat virus, meski sulit untuk dibuktikan. c. Penyakit menierre Serangan yang khas dengan rasa penuh ditelinga, penurunan daya pendengaran serta

tinitus,

sebelum

muncul

vertigo

rotasional.

Disertai

keluhan

ketidakstabilan postur, nistagmus, dan mual selama beberapa menit – beberapa jam. Penyakit menierre disebabkan oleh hidrops indolimfatik yang berakhir dengan degenerasi sel-sel rambut pada koklea dan neuro epitel di kanalis semi sirkularis. Sering terjadi pada usia 30-50 tahun. Pada penyakit ini terjadi gangguan filtrasi endolimfatik dan ekskresi pada telinga dalam, menyebabkan peregangan pada kompartemen endolimfatik. Penyebabnya multifaktor. Dari kelainan anatomi, genetik (autosom dominan), virus, autoimun, vaskular, metabolik, hingga gangguan psikologis. Gejala penyakit Meniere lebih berat daripada BPPV. Selain vertigo, biasanya pasien juga mengalami keluhan di telinga berupa tinitus, tuli sensorineural terhadap frekuensi rendah, dan sensasi rasa penuh di telinga. 24

2. Vertigo Sentral Vertigo sentral didefinisikan sebagai vertigo yang disebabkan oleh lesi pada jaras vestibular mulai dari nucleus vestibularis di batang otak sampai area proyeksinya di korteks temporoparietal. Jaras pada reflex vestibulookular memegang peranan penting pada vertigo sentral. Dimana dimulai dari labirin, menuju

nukleus

vestibularis, nukleus N III, IV, VI, pusat integrasi di pons dan mesensefalon (nukleus interstitial Cajal dan rostral interstitial medial longitudinal fasciculus), serta serebelum. Pusat integrasi di pons dan serebelum berperan pada gerakan mata horizontal (N IV, muskulus oblik superior), sedangkan pusat integrasi di mesensefalon berperan pada gerakan mata vertikal (N III, muskulus rektus inferior). Beberapa karakteristik vertigo sentral adalah onset gradual, konstan, durasinya lebih panjang (minggu-bulan), tidak dipengaruhi posisi kepala, tidak disertai mual dan muntah, seringkali disertai dengan defisit neurologis, tidak ada tinnitus, nystagmus horizontal atau vertikal, serta adanya tanda gangguan serebelum dan batang otak, seperti ataxia, pandangan kabur, diplopia, disartria, dan disfagia.

3.4.5 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik ANAMNESIS 1. Tanyakan bentuk vertigonya: melayang, goyang, berputar, tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. 2. Keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo: perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan. 3. Profil waktu: apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksimal, kronik, progresif atau membaik. Beberapa penyakit tertentu mempunyai profil waktu yang karakteristik. 4. Gangguan pendengaran yang biasanya menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis. 5. Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti anemi, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru.

PEMERIKSAAN FISIK 1. Pemeriksaan Fisik Umum 25

Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik: tekanan darah diukur dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri; bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa. 2. Pemeriksaan Neurologis Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada: a. Fungsi vestibuler/serebeler o Uji Romberg : penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mulamula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup. o Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh. o Uji Unterberger: berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu

menit.

Pada

kelainan

vestibuler

posisi

penderita

akan

menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi. o

Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany) Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.

b. Fungsi Pendengaran o Tes garpu tala Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli konduktif tes 26

Rinne negatif, Weber lateralisasi ke sisi yang tuli, dan Schwabach memendek. o Audiometri Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay. o Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran, dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas),fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebeler (tremor, gangguan cara berjalan).

c. Uji Dix-Hallpike

27

d. Gaze Nystagmus Test

28

3.4.6 TERAPI Non Farmakologi 1. Manuver Epley

2. Manuver Semont

29

3. Manuver Lempert / Barbeque Roll

30

4. Manuver Gufoni

5. Brandt-Daroff Exercise

31

Terapi simptomatik :  Ca-entry blocker : flunarisin (sibelium) 3 x 5-10 mg/hr. Beberapa studi mengatakan pemberian flunarisin dapat mengurangi gejala vertigo. Namun, mekanismenya masih belum diketahui.  Antihistamin : sinarsin (stugeron) 3 x 25 mg/hr, dimenhidrinat (dramamine) 3 x 50 mg/hr Dapat menekan pusat muntah hingga meringankan gejala mual dan muntah.  Benzodiasepin 3 x 2-5 mg/hr Memiliki sifat ansiolitik, sedatif, relaksan otot, dan anti-konvulsan  Potensiasi efek penghambatan sistem GABA  Anti emetik Digunakan apabila ada gejala muntah. Contoh : Metoclopramide (primperan, raclonid) 3 x 10 mg/hr

3.5 INFARK LAKUNAR 3.5.1 Definisi sindrom stroke klinis dengan gejala dan tanda khusus yang merupakan lesi kecil pada subkorteks atau batang otak. Stroke lakunar merupakan salah satu manifestasi dari Small Vessel Disease (SVD), pembuluh darah kurang dari 500μm dan berlokasi di area yang lebih dalam dari korteks serebri : a. serebri media; a. rekurens Heubner, cabang dari a. serebri anterior; a. perforator dari a. khoroidalis anterior; a. talamoperforata dan

32

talamogenikulata, cabang dari a. serebri posterior; a. paramedian perforata dari a. basilaris pons, mesensefalon, dan thalamus.

3.5.2 Patofisiologi Masih belum diketahui. Namun, diduga berkaitan dengan mikroateroma, atau merupakan konsekuensi dari hipertensi, vasospasme, dicurigai akibat dari kegagalan endotel.

3.5.3 Patologi Infark lakunar adalah lesi kecil, seringkali ireguler, dengan ukuran berkisar 1-15 mm. Dominasi lakuna adalah di ganglia basalis, terutama putamen, talamus, dan substansia alba dari kapsula interna dan pons. Jarang terjadi pada korpus kalosum, radiasio optika, sentrum semiovale, hemisfer serebri, medula, serebelum, spinal

3.5.4 Manifestasi Klinis 1. Asimtomatis Sekitar 20-28% populasi dengan usia 65 tahun atau lebih memiliki lakuna pada gambaran MRI. Infark lakunar silent adalah bentuk yang paling sering, yaitu sekitar 77% pada serial kasus. 2. Transient Ischemic Attack defisit neurologis fokal berlangsung kurang dari satu jam atau pada definisi klasik 24 jam. Infark lakunar terhitung sekitar 29-34% dari semua kasus TIA. 3. Sindrom Lakunar a. Sindrom Lakunar Klasik atau Tipikal Sindrom lakunar diartikan sebagai suatu gambaran klinis yang pada mayoritas kasus dikaitkan dengan infark serebri tipe lakunar - Stroke Motorik Murni - Stroke Sensorik Murni - Ataksia Homolateral dan Paresis Krural - Dysarthria Clumsy Hand - Stroke Sensorimotor b. Sindrom Lakunar Atipikal hemikorea- hemibalismus, disartria dengan paresis fasial sentral, disartria terisolasi, hemiataksia terisolasi. 33

c. Gangguan Kognitif Pada Infark Lakunar Disfungsi kognitif pada infark lakunar kemungkinan disebabkan oleh kerusakan selektif dari sirkuit frontal- subkortikal yang melayani fungsi eksekutif.

3.5.5 Tatalaksana 

Kontrol faktor risiko



cilostazol 2x100mg/hari dapat menurunkan resiko rekurensi stroke lakunar sebesar 43,4%

34

BAB 4 ANALISA KASUS

4.1 ANALISA DIAGNOSIS KERJA Pasien Tn. S terdiagnosis dengan BPPV dan Lacunar Infark berdasarkan penemuan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berikut: o Anamnesis menunjukkan bahwa pasien mengalami pusing berputar mendadak, disertai muntah yang diperparah dengan perubahan posisi kepala. o Tidak ada gangguan pendengaran, maupun tinnitus. o Terdapat sensasi kebas dan kesemutan pada tangan dan tungkai kiri o Memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol selama 10 tahun. o Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya nystagmus ke arah kanan, nystagmus menghilang kurang dari 20 detik. o Tidak memiliki tanda – tanda peningkatan tekanan intrakranial (Muntah proyektil, nyeri kepala, penurunan kesadaran) o Pemeriksaan penunjang berupa CT-Scan menunjukkan adanya lesi hipodens pada kecil-kecil di daerah ganglia basalis bilateral terutama kiri.

Analisa Diagnosis Banding 1. Vertigo Sentral Poin pro : Mengalami vertigo disertai sensasi kebas dan kesemutan pada tangan dan tungkai kiri. Riwayat hipertensi tidak terkontro. Riwayat rokok dan faktor usia. Poin kontra : 

Pusing berputar terjadi secara mendadak, bukan progesif. Pasien mengalami muntah sebanyak tiga kali. Sedangkan pada vertigo sentral umumnya gejala muntah tidak begitu menonjol. Pusing berputar diperparah dengan perubahan posisi kepala.



Hasil CT-scan tidak ditemukan lesi patologis pada cerebellum maupun batang otak.

2. Vestibular Neuritis 

Poin Pro : Onset vertigo mendadak, mual, tanpa diikuti gangguan auditorik



Poin Kontra : Tidak ada demam maupun tanda-tanda infeksi virus lain

35

3. Meniere Disease 

Poin Pro : Vertigo disertai mual hingga beberapa menit



Poin Kontra : Tidak ada gangguan pendengaran maupun tinnitus

36

DAFTAR PUSTAKA

1. Arboix, A. (2011) Lacunar infarct and cognitive decline. Neurother. 9, pp.1251–1254 Arboix, A., Marti, JL. (2009) Lacunar Stroke. Neurother. 9, pp.179– 196 2. Arboix, A., Massons, J., Eroles, LG. et al. (2010). Clinical predictors of lacunar syndrome not due to lacunar infarction. BMC Neurology. 10, pp. 31 3. Benavente, OR., Hart, RG., McClure, LA. et al. (2012) Effects of Clopidogrel Added to Aspirin in Patients with Recent Lacunar Stroke, The SPS3 Investigators. N Engl J Med 367, pp.817 -825 4. Biller, J., Love, BB., Schneck, MJ. (2012) Vascular Diseases of the Nervous System Ischemic Cerebrovascular Disease. In: Daroff RB, Fenichel GM, Jankovic J, et al (Eds). Bradley’s Neurology in Clinical Practice Volume I: Principles of Diagnosis and Management, 6th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, pp 1017 -1018 5. Boiten, J., Lodder, J. (1991) Lacunar infarcts, Pathogenesis and validity of the clinical syndromes. Stroke J. 22, pp.1374 -1378 6. Caplan, LR. (2009) Basic pathology, Anatomy, and Pathophysiology of Stroke. In Caplan’s stroke: a clinical approach, 4th ed. Philadelphia : Elsevier saunders, pp.35-45 Jackson, CA., Hutchison, A 7. Harsono (Ed.), Kapita Selekta Neourologi edisi ke 2, jogjakarta, 2007 8. Bintoro Aris catur, Kecepatan Rerata Aliran Darah Otak Sistem Vertebrobasilar Pada Pasien Vertigo Sentral, Tesis, Program pendidikan dikter spesialis I Ilmu Penyakit Saraf Universitas Diponegoro Semarang, 2000. 9. Conrad Melissa, Vertigo cause, simptom,treatment online : 15 maret 2013 avaible at http://www.emedichine.com 10. Wreksoatmodjo Rianto Budi, aspek neurologi Rumah sakit Merzuki mahdi, bogor, inndonesia 2004. Online 15 maret 2013. Avaible at http://cerminduniakedokteran.com

37

Related Documents


More Documents from "Husnaini"