Lagi-lagi Plagiat

  • Uploaded by: Syaiful W. HARAHAP
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lagi-lagi Plagiat as PDF for free.

More details

  • Words: 1,740
  • Pages: 5
Lagi-lagi saya menemukan kesamaan antara Artikel di Opini Harian "Lampung Post" edisi 7 Desember 2007 dengan Artikel saya di Harian "Pontianak Post" edisi 1 Desember 2005. Artikel opini di Harian "Lampung Post" berjudul "Perangi AIDS dengan Kerja Keras" (http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php? id=2007120701185722). Artikel saya berjudul "Hari AIDS Sedunia Penyangkalan Mendorong Peningkatan Kasus AIDS" yang dimuat di Harian "Pontianak Post" edisi 1 Desember 2005 (http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp? berita=Opini&id=104761). Sebagai wartawan yang mengkhususkan diri pada penulisan dan pemantauan beritaberita HIV/AIDS di media massa nasional saya senang kalau kian banyak penulis yang menjadikan HIV/AIDS sebagai isu tulisan. Tapi, setelah artikel itu saya baca ternyata alinea per alinea sama persis dengan tulisan saya. Tulisan itu merupakan bahan yang sering saya jadikan ceramah. Saya aktif menulis tentang HIV/AIDS dan melatih wartawan untuk penulisan berita HIV/AIDS yang komprehensif sejak tahun 1994 mulai dari Banda Aceh sampai Papua. Syaiful W. Harahap Anggota PWI Jaya No. 09.00.3124.90 LSM (media watch) "InfoKespro" Jl. Pisangan Lama III RT 001/08 No. 15-A Jakarta 13230 – Tlp/Fax (021)4704265 =================================================== Hari AIDS Sedunia Penyangkalan Mendorong Peningkatan Kasus AIDS Oleh Syaiful W Harahap KASUS HIV/AIDS di Kalimantan Barat (Kalbar) terus menanjak. Sampai 30 September 2005 kasus kumulatif HIV/AIDS di Kalbar mencapai 191 yang terdiri atas 84 HIV+ dan 107 AIDS dengan 27 kematian.Penanganan epidemi HIV/AIDS di Indonesia, termasuk Kalbar, mandeg bahkan mundur karena selama ini yang ditonjolkan hanya mitos (anggapan yang salah). Upaya penanggulangan epidemi HIV/AIDS yang realistis di beberapa belahan dunia, seperti di Afrika, Eropa Barat, Amerika Utara dan Australia sudah membuahkan hasil yang dibuktikan kasus penularan HIV di kalangan dewasa yang ditandai dengan grafik yang mulai mendatar. Hal ini terjadi karena materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) disampaikan dengan akurat dan objektif dengan mengedepankan HIV/AIDS sebagai fakta medis. Berbeda dengan di Indonesia, termasuk Kalbar, materi KIE dibalut dengan moral dan agama sehingga yang muncul hanya mitos. Misalnya, mengait-ngatikan penularan HIV dengan zina, pelacuran, selingkuh, jajan, seks pranikah, nelayan asing dan gay. Padahal, tidak ada kaitan langsung antara zina, pelacuran, selingkuh, jajan, seks pranikah, nelayan asing dan gay dengan penularan HIV. Penularan HIV melalui hubungan seks tanpa kondom terjadi karena salah satu dari pasangan itu HIV-positif. Sebaliknya, kalau dua-duanya HIV-negatif maka tidak akan pernah terjadi penularan HIV biar pun zina,

pelacuran, selingkuh, jajan, seks pranikah dan gay. Fakta inilah yang tidak muncul dalam penyuluhan HIV/AIDS sehingga masyarakat tidak mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang realistis (nyata dan masuk akal). Akibatnya, terjadi penyangkalah terhadap cara-cara penularan dan pencegahan yang realistis sesuai dengan tekonologi kedokteran. Maka, tidak mengherankan kalau kasus HIV/AIDS di Indonesia, termasuk Kalbar, terus bertambah. Bahkan, berita di "Pontianak Post" edisi 29 November 2005 menyebutkan "Kalbar Peringkat IV Penderita AIDS". Ini menunjukkan kasus HIV/AIDS di Kalbar sudah merupakan kenyataan yang harus dihadapi. Perilaku Berisiko Ada satu hal yang sering luput dari perhatian karena sudah dirasuki mitos yaitu penularan HIV/AIDS antar penduduk secara horizontal terjadi tanpa disadari. Hal ini dapat dibuktikan melalui kasus-kasus yang terdeteksi pada kalangan yang berisiko rendah, seperti ibu-ibu rumah tangga, anak-anak dan remaja. Ibu-ibu rumah tangga kemungkinan besar mereka tertular dari suami merka. Sedangkan anak-anak tertular dari ibunya. Remaja banyak yang tertular melalui jarum suntik pada penyalahgunaan narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya). Penularan pada ibu-ibu rumah tangga, anak-anak dan remaja menunjukkan epidemi HIV/AIDS sudah masuk ke populasi (masyarakat). Padahal, selama ini kasus HIV/AIDS lebih banyak terdeteksi di kalangan pekerja seks komersial (PSK), Hal ini tidak bisa lagi dilihat dengan sebelah mata karena penularan HIV terjadi secara diam-diam antar penduduk secara horizontal. Mengapa hal itu bisa terjadi? Penularan HIV terjadi secara diam-diam karena banyak orang yang tidak menyadari kalau dirinya sudah tertular HIV. Soalnya, tidak ada tanda tanda, gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisik seseorang yang sudah tertular HIV sebelum mencapai masa AIDS (antara 5 - 10 tahun setelah tertular). Biar pun tidak ada tanda, gejala dan ciri-ciri AIDS pada diri seseorang yang tertular HIV tapi dia sudah bisa menularkan HIV melalui (a) hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah, (b) transfusi darah yang tidak diskrining HIV, (c) jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo dan alat-alat kesehatan yang tidak disucihamakan, dan (d) dari seorang ibu yang HIV-positif kepada bayi yang dikandungnya ketika persalinan dan menyusui dengan air susu ibu/ASI (HIV/AIDS bukan penyakit turunan tapi penyakit menular). Namun, biar pun tidak ada tanda, gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada diri seseorang yang sudah tertular HIV tapi setiap orang dapat mengetahui apakah dia sudah tertular atau belum. Caranya? Ya, dengan memperhatikan perilaku. Seseorang berisiko tinggi tertular HIV jika dia pernah (1) melakukan hubungan seks penetrasi (penis masuk ke dalam vagina) pada heterosesk (laki-laki dengan perempuan), seks oral dan seks anal di dalam dan di luar nikah serta homoseks yang tidak aman (tidak memakai kondom) dengan pasangan yang berganti-ganti karena ada kemungkinan salah satu dari mereka HIV-positif, (2)melakukan hubungan seks penetrasi, seks oral dan seks anal di dalam dan di luar nikah serta homoseks yang tidak aman (tidak memakai kondom) dengan seseorang yang suka berganti-ganti pasangan (seperti PSK, pekerja seks waria) karena ada kemungkinan salah satu dari mereka HIVpositif, (3) menerima transfusi darah yang tidak diskrining HIV, dan (4) memakai jarum suntik, jarum tindik, jarum

akupunktur, jarum tattoo dan alat-alat kesehatan secara bersama-sama dengan bergiliran dan bergantian karena ada kemungkinan salah satu dari yang pernah memakai alat-alat itu HIV-positif. Perda Kondom Maka, upaya yang perlu dilakukan di Kalbar adalah dengan meningkatkan penyuluhan tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang akurat yaitu dengan materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) yang mengedepankan HIV/AIDS sebagai fakta medis (fakta medis artinya HIV/AIDS dapat diuji di laboratorium dengan teknologi kedokteran sehingga pencegahannya pun dapat dilakukan secara medis). Membuat peraturan, baik dalam bentuk UU atau Perda, hanya akan membuang-buang uang dan waktu sementara penyebaran HIV/AIDS terus berlangsung dengan cepat. Ada beberapa kelemahan UU atau Perda yang akan mengatur soal HIV/AIDS. Perda yang dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia diadopsi dari Thailand yaitu "kewajiban memakai kondom 100% di lokalisasi pelacuran". Persoalan besar yang akan dihadapi adalah di Indonesia tidak ada lokalisalsi pelacuran. Memang Thailand berhasil menekan kasus HIV. Tapi, belakangan para 'hidung belang' tidak kehabisan akal. Mereka membawa pekerja seks dari lokalisasi ke hotel, apartemen atau rumah sehingga tidak ada kewajiban memakai kondom. Maka, upaya yang realistis untuk menekan kasus HIV/AIDS adalahmelalui penyuluhan yang dititikberatkan pada upaya untuk mengajak penduduk (laki-laki dan perempuan) yang pernah melakukan perilaku berisiko tinggi untuk menjalani tes HIV secara sukarela. Dengan mengetahui status HIV seseorang dapat diajak untuk memutus mata rantai penyebaran HIV mulai dari dirinya. Selain itu dia pun dapat ditangani secara medis. Misalnya, dengan pemberian obat antiretroviral (ARV) yang dapat menahan laju penggandaan HIV di dalam darah sehingga tetap bisa produktif seperti orang yang HIVnegatif. Makin banyak penduduk yang terdeteksi HIV-positif maka semakin banyak pula mata rantai penyebaran HIV yang dapat diputus. Hanya dengan cara-cara yang realistis inilah epidemi HIV/AIDS di Kalbar dapat ditanggulangi.** *) Penulis adalah pengasuh rubrik "Konsultasi HIV/AIDS" di Harian "Pontianak Post" dan Direktur Eksekutif LSM "InfoKespro" Jakarta yang bergerak dalam bidang selisik media (media watch) berita HIV/AIDS di media massa nasional URL: http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp? berita=Opini&id=104761 [Sumber: Harian "Pontianak Post", 1 Desember 2005] ------------------------------------------------------Perangi AIDS dengan Kerja Keras Veri Yulina Mahasiswi Fakultas Ekonomi Unila

Hari AIDS Sedunia yang diperingati setiap tanggal 1 Desember menjadi agenda di Indonesia setiap tahunnya juga di Lampung. Bahkan, kasus HIV/AIDS di Provinsi Lampung menanjak. Data dari Saburai Suppport Group Lampung menengarai penderita HIV/AIDS di Lampung per bulan November 2007 berjumlah 195 orang. Sedangkan per bulan Desember 2006 sebanyak 148 orang yang terinfeksi HIV/AIDS. Angka di atas menunjukkan peningkatan 31,7%. Upaya penanggulangan epidemi HIV/AIDS yang realistis di beberapa belahan dunia, seperti di Afrika, Eropa Barat, Amerika Utara, dan Australia sudah membuahkan hasil yang dibuktikan kasus penularan HIV di kalangan dewasa yang ditandai dengan grafik yang mulai mendatar. Hal ini terjadi karena materi KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) disampaikan dengan akurat dan objektif dengan mengedepankan HIV/AIDS sebagai fakta medis. Berbeda dengan di Indonesia, termasuk Lampung, materi KIE dibalut dengan moral dan agama, sehingga yang muncul hanya mitos. Misalnya, mengait-ngatikan penularan HIV dengan zina, pelacuran, selingkuh, jajan, seks pranikah, nelayan asing, dan gay. Padahal, tidak ada kaitan langsung antara zina, pelacuran, selingkuh, jajan, seks pranikah, nelayan asing, dan gay dengan penularan HIV. Penularan HIV melalui hubungan seks tanpa kondom terjadi karena salah satu dari pasangan itu HIV positif. Sebaliknya, kalau dua-duanya HIV negatif, tidak akan pernah terjadi penularan HIV biar pun zina, pelacuran, selingkuh, jajan, seks pranikah, dan gay. Selain itu kurangnya diaktifkan Komisi Penggulangan AIDS (KPA) Nasional. Juga Perlunya pendidikan seks kepada masyarakat terutama bagi genarasi muda, agar dapat menggurangi penyebaran HIV/AIDS, bahkan Lampung tergolong dalam urutan ke-13 dalam penyebaran HIV/AIDS melalui jarum suntik. Fakta inilah yang tidak muncul dalam penyuluhan HIV/AIDS, sehingga masyarakat tidak mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang realistis (nyata dan masuk akal). Akibatnya, terjadi penyangkalah terhadap cara-cara penularan dan pencegahan yang realistis sesuai dengan tekonologi kedokteran. Tidak mengherankan kalau kasus HIV/AIDS di Indonesia, termasuk di Lampung, terus bertambah. Ini menunjukkan kasus HIV/AIDS di Lampung sudah merupakan kenyataan yang harus dihadapi. Perilaku Berisiko Ada satu hal yang sering luput dari perhatian karena sudah dirasuki mitos, yaitu penularan HIV/AIDS antar penduduk secara horizontal terjadi tanpa disadari. Hal ini dapat dibuktikan melalui kasus-kasus yang terdeteksi pada kalangan yang berisiko rendah, seperti ibu-ibu rumah tangga, anak-anak dan remaja. Ibu-ibu rumah tangga kemungkinan besar mereka tertular dari suami mereka. Sedangkan anak-anak tertular dari ibunya. Remaja banyak yang tertular melalui jarum suntik pada penyalahgunaan narkoba (narkotik dan obat-obatan berbahaya). Penularan pada ibu-ibu rumah tangga, anak-anak dan remaja menunjukkan epidemi HIV/AIDS sudah masuk populasi (masyarakat). Padahal, selama ini kasus HIV/AIDS

lebih banyak terdeteksi di kalangan pekerja seks komersial (PSK), Hal ini tidak bisa lagi dilihat dengan sebelah mata karena penularan HIV terjadi secara diam-diam antarpenduduk secara horizontal. Mengapa hal itu bisa terjadi? Penularan HIV terjadi diam-diam karena banyak orang yang tidak menyadari kalau dia sudah tertular HIV. Soalnya, tidak ada tanda tanda, gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisik seseorang yang sudah tertular HIV sebelum mencapai masa AIDS (antara 5 dan 10 tahun setelah tertular). Biar pun tidak ada tanda, gejala dan ciri-ciri AIDS pada diri seseorang yang tertular HIV, tapi dia sudah bisa menularkan HIV melalui (a) hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah,(b) transfusi darah yang tidak diskrining HIV, (c) jarum suntik,jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tato, dan alat-alat kesehatan yang tidak disucihamakan, dan (d) dari seorang ibu yang HIV positif kepada bayi yang dikandungnya ketika persalinan dan menyusui dengan air susu ibu/ASI (HIV/AIDS bukan penyakit turunan, melainkan penyakit menular). URL: http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2007120701185722 [Sumber: Harian "Lampung Post", OPINI, 7 Desember 2007]

Related Documents

Plagiat
October 2019 29
Plagiat
May 2020 12
Plagiat Stevie 7%.docx
October 2019 21
Lagi-lagi Plagiat
May 2020 30
Bab 5 - Plagiat
June 2020 18
Pembahasan Cek Plagiat
October 2019 21

More Documents from "Restu Tri Gusti"