MAKALAH KEPERAWATAN KOMUNITAS I “ISSUE DAN TREND TERAPI KOMPLEMENTER”
OLEH : KELAS B-11 A KELOMPOK 4
1. 2. 3. 4. 5. 6.
NI KADEK SINTHA YULIANA SARI NI KADEK YOPI ANITA NI KETUT ARI PRATIWI NI KETUT NANIK ASTARI NI KETUT VERA PARASYANTI NI KOMANG AYU NOPI SAVITRI
(183222923) (183222924) (183222925) (183222926) (183222927) (183222928)
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah tentang Keperawatan Keluarga. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini. Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.
Denpasar, 10 Desember 2018
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii BAB I ......................................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 2 1.3 Tujuan penulisan ..................................................................................................................... 2 1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................................................... 3 BAB II........................................................................................................................................ 4 PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 4 2.1 Keperawatan Keluarga ........................................................................................................... 4 2.2 Definisi Pengobatan Tradisional Dan Komplementer Alternatif ...................................... 6 2.3 Tujuan terapi komplenter ....................................................................................................... 7 2.4 Jenis-Jenis Terapi Komplemeter ........................................................................................... 7 2.5 Klasifikasi Pengobatan Tradisional Dan Komplementer-Alternatif .............................. 10 2.6 Aspek Legal Dalam Terapi Komplementer ....................................................................... 10 2.7 Aspek Etik Dalam Terapi Komplementer Alternatif Dan Tradisional ......................... 11 2.8 Trend Issue Terapi Komplementer Alternatif Dan Tradisional ...................................... 13 2.9 Terapi Komplementer Dalam Bidang Keperawatan keluarga ........................................ 16 2.10 Implikasi keperawatan .......................................................................................................... 17 BAB III .................................................................................................................................... 20 PENUTUP................................................................................................................................ 20 3.1 Simpulan ................................................................................................................................. 20 3.2 Saran ....................................................................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 21
ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terapi Komplementer ini sudah dikenal secara luas serta telah digunakan sejak dulu dalam dunia kesehatan. Namun, dalam beberapa survei yang telah dilakukan mengenai penggunaan terapikomplementer, cakupan terapi komplementer sendiri masih agak terbatas. Seperti Thomas Friedman (2005) mengatakan; saat ini, dunia kesehatan, termasuk salah satunya praktisi keperawatan masih bingung tentang apa itu terapi komplementer. Memperluas pengetahuan tentang perspektif obat pelengkap seperti terapi komplementer, dilakukan oleh sebagian orang-orang dalam beberapa budaya di dunia yaitu sangat penting untuk perawatan kesehatan yang kompeten.. Dengan demikian sangat penting bagi perawat profesional kesehatan untuk melakukan penilaian holistik pasien mereka untuk menentukan arah yang luas dari penyembuhan praktek-praktek yang akan mereka jalankan. Hal ini berlaku tidak hanya bagi pasien baru, tapi untuk semua pasien. Keperawatan merupakan profesi yang dinamis dan berkembang secara terus menerus dan terlibat dalam masyarakat yang berubah, sehingga pemenuhan dan metode keperawatan kesehatan berubah, karena gaya hidup masyarakat berubah dan perawat sendiri juga dapat menyesuaikan dengan perubahan tersebut. Definisi dan filosofi terkini dari keperawatan memperlihatkan trend holistic dalam keperawatan yang ditunjukkan secara keseluruhan dalam berbagai dimensi, baik dimensi sehat maupun sakit serta dalam interaksinya dengan keluarga dan komunitas. Tren praktik keperawatan meliputi perkembangan di berbagai tempat praktik dimana perawat memiliki kemandirian yang lebih besar. Salah satu aspek yang penting dalam keperawatan adalah keluarga. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat merupakan klien keperawatan atau si penerima asuhan keperawatan. Keluarga berperan dalam menentukan cara asuhan yang diperlukan anggota keluarga yang sakit. Keberhasilan keperawatan di rumah sakit dapat menjadi sia-sia jika tidak dilanjutkan oleh keluarga. Secara empiris dapat dikatakan bahwa kesehatan anggota keluarga dan kualitas kehidupan keluarga menjadi sangat berhubungan atau signifikan. Keluarga menempati posisi diantara individu dan masyarakat, sehingga dengan memberikan pelayanan kesehatan kepada keluarga, perawat mendapat dua keuntungan sekaligus. Keuntungan pertama adalah memenuhi kebutuhan individu, dan keuntungan yang kedua adalah memenuhi kebutuhan masyarakat.Dalam pemberian pelayanan kesehatan perawat harus memperhatikan nilai-nilai dan budaya keluarga sehingga dapat menerima. 1
Seiring dengan era reformasi dan era globalisasi di Indonesia saat ini, juga diikuti dengan perubahan pemahaman terhadap konsep sehat-sakit, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta penyebaran informasi tentang determinan kesehatan yang bersifat multifaktorial . Kondisi ini mendorong pembangunan kesehatan nasional ke arah paradigma baru yaitu paradigma sehat. Dalam perkembangannya keperawatan mengalami pasang surut sekaligus babak baru bagi kehidupan profesi keperawatan di Indonesia. Sejauh ini, bentuk-bentuk pelayanan kesehatan yang di kenal masyarakat dalam system pelayanan kesehatan adalah pelayanan rawat inap dan rawat jalan. Pada sisi lain, banyak anggota masyarakat yang menderita sakit dan karena berbagai pertimbangan terpaksa di rawat di rumah dan tidak di rawat inap di institusi pelayanan kesehatan, seperti kasus-kasus penyakit terminal, keterbatasan kemampuan masyarakat untuk membiayai pelayanan kesehatan, manajemen rumah sakit yang berorientasi pada profit, banyak orang merasakan bahwa di rawat inap membatasi kehidupan manusia, lingkungan di rumah yang dirasakan lebih nyaman (Depkes RI, 2002). 1.2 Rumusan Masalah a. Bagaimanakah definisi pengobatan tradisional dan komplementer alternatif? b. Bagaimanakah klasifikasi pengobatan tradisional dan komplementer-alternatif? c. Bagaimanakah penyelenggaraan pengobatan tradisional di masyarakat? d. Bagaimanakah penyelenggaraan pengobatan tradisional di sarana kesehatan? e. Bagaimanakah aspek etik dalam terapi komplementer alternatif dan tradisional? f. Bagaimanakah trend issue terapi komplementer alternatif dan tradisional? g. Bagaimanakah terapi komplementer dalam bidang keperawatan keluarga?
1.3 Tujuan penulisan a. Untuk menjelaskan definisi pengobatan tradisional dan komplementer alternatif b. Untuk menjelaskan klasifikasi pengobatan tradisional dan komplementer-alternatif c. Untuk menjelaskan penyelenggaraan pengobatan tradisional di masyarakat d. Untuk menjelaskan penyelenggaraan pengobatan tradisional di sarana kesehatan e. Untuk menjelaskan aspek etik dalam terapi komplementer alternatif dan tradisional f. Untuk menjelaskan trend issue terapi komplementer alternatif dan tradisional g. Untuk menjelaskan terapi komplementer dalam bidang keperawatan keluarga
2
1.4 Manfaat Penulisan a. Manfaat Teoritis Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa keperawatan untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Trend Issue Komplementer. b. Manfaat Praktis Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai suatu pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan yang nantinya ilmu tersebut dapat dipahami dan diaplikasikan dalam praktik keperawatan.
3
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Keperawatan Keluarga Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional sebagai bagian integral pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan biologi, psikologi, social dan spiritual secara komprehensif, ditujukan kepada individu keluarga dan masyarakat baik sehat maupun sakit mencakup siklus hidup manusia (Riyadi, 2007) Keperawatan keluarga adalah serangkaian kegiatan yang diberi via praktek keperawatan kepada keluarga untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan keluarga tersebut dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Keperawatan keluarga adalah keperawatan yang diberikan dari luar suatu institusi yang berfokus pada individu dan keluarga. Pada keperawatan kesehatan masyarakat harus mempertimbangkan beberapa prinsip, yaitu: 1. Kemanfaatan Semua tindakan dalam asuhan keperawatan harus memberikan manfaat yang besar bagi komunitas. Intervensi atau pelaksanaan yang dilakukan harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi komunitas, artinya ada keseimbangan antara manfaat dan kerugian (Mubarak, 2005). 2. Kerjasama Kerjasama dengan klien dalam waktu yang panjang dan bersifat berkelanjutan serta melakukan kerja sama lintas program dan lintas sektoral (Riyadi, 2007). 3. Secara langsung Asuhan keperawatan diberikan secara langsung mengkaji dan intervensi, klien dan lingkunganya termasuk lingkungan sosial, ekonomi serta fisik mempunyai tujuan utama peningkatan kesehatan (Riyadi, 2007). 4. Keadilan Tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan kemampuan atau kapasitas dari komunitas itu sendiri. Dalam pengertian melakukan upaya atau tindakan sesuai dengan kemampuan atau kapasitas komunitas (Mubarak, 2005). 5. Otonomi
4
Klien atau komunitas diberi kebebasan dalam memilih atau melaksanakan beberapa alternatif terbaik dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang ada (Mubarak, 2005). Manusia sebagai sasaran pelayanan atau asuhan keperawatan dalam praktek keperawatan. Sebagai sasaran praktek keperawatan klien dapat dibedakan menjadi individu, keluarga (Riyadi, 2007). 1. Individu sebagai klien Individu adalah anggota keluarga yang unik sebagai kesatuan utuh dari aspek biologi, psikologi, social dan spiritual. Peran perawat pada individu sebagai klien, pada dasarnya memenuhi kebutuhan dasarnya mencakup kebutuhan biologi, sosial, psikologi dan spiritual karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, kurang kemauan menuju kemandirian pasien/ klien (Riyadi, 2007). 2. Keluarga sebagai klien Keluarga merupakan sekelompok individu yang berhubungan erat secara terus menerus dan terjadi interaksi satu sama lain baik secara perorangan maupun secara bersamasama, di dalam lingkungannya sendiri atau masyarakat secara keseluruhan. Keluarga dalam fungsinya mempengaruhi dan lingkup kebutuhan dasar manusia dapat dilihat pada Hirarki Kebutuhan Dasar Maslow yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman dan nyaman, dicintai dan mencintai, harga diri dan aktualisasi diri (Riyadi, 2007).
Strategi pelaksanaan keperawatan keluarga yang dapat digunakan dalam keperawatan kesehatan masyarakat adalah: 1. Pendidikan kesehatan (Health Promotion) Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di dalam bidang kesehatan (Mubarak, 2005). 2. Pemberdayaan (Empowerment)
5
Konsep pemberdayaan dapat dimaknai secara sederhana sebagai proses pemberian kekuatan atau dorongan sehingga membentuk interaksi transformatif kepada masyarakat, antara lain: adanya dukungan, pemberdayaan, kekuatan ide baru, dan kekuatan mandiri untuk membentuk pengetahuan baru.
Perawat keluarga perlu memberikan dorongan atau pemberdayaan kepada masyarakat agar muncul partisipasi aktif masyarakat. Membangun kesehatan masyarakat tidak terlepas dari upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas, kepemimpinan dan partisipasi masyarakat. Sasaran dari perawatan kesehatan keluarga adalah individu, keluarga baik yang sehat maupun sakit yang mempunyai masalah kesehatan atau perawatan (Effendy, 1998), sasaran ini terdiri dari: 1. Individu Individu adalah anggota keluarga yang unik sebagai kesatuan utuh dari aspek biologi, psikologi, social dan spiritual. Peran perawat pada individu sebagai klien, pada dasarnya memenuhi kebutuhan dasarnya mencakup kebutuhan biologi, social, psikologi dan spiritual karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, kurang kemauan menuju kemandirian pasien/klien. 2. Keluarga Keluarga merupakan sekelompok individu yang berhubungan erat secara terus menerus dan terjadi interaksi satu sama lain baik secara perorangan maupun secara bersamasama, di dalam lingkungannya sendiri atau masyarakat secara keseluruhan. Keluarga dalam fungsinya mempengaruhi dan lingkup kebutuhan dasar manusia dapat dilihat pada Hirarki Kebutuhan Dasar Maslow yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman dan nyaman, dicintai dan mencintai, harga diri dan aktualisasi diri. 2.2 Definisi Pengobatan Tradisional Dan Komplementer Alternatif Terapi Komplementer merupakan metode penyembuhan yang caranya berbeda dari pengobatan konvensional di dunia kedokteran, yang mengandalkan obat kimia dan operasi, yang
dapat
dilakukan
oleh
tenaga
kesehatan.
Menurut
WHO
(World
Health
Organization) pengobatan komplementer adalah pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang bersangkutan, sehingga untuk Indonesia jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional. Pengobatan
6
tradisional yang dimaksud adalah pengobatan yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun – temurun pada suatu negara. Menurut Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 1 butir 16 pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Sedangkan menurut KMK RI No 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional pasal 1 ayat 1 pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, ketrampilan turun temurun, dan/atau pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (ayat 2). Pengobat tradisional adalah orang yang melakukan pengobatan
tradisional/
alternative (ayat 3). Menurut Pemenkes RI No 1109/ MENKES/PER/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan pasal 1 ayat 1 pengobatan komplementer alternative adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehablitatifyang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan efektifitas yang tinggi yang berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yang belum diterima dalam kedokteran konvensional. 2.3 Tujuan terapi komplenter Terapi komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari sistem – sistem tubuh, terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh agar tubuh dapat menyembuhkan dirinya sendiri yang sedang sakit, karena tubuh kita sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan dirinya sendiri, asalkan kita mau mendengarkannya dan memberikan respon dengan asupan nutrisi yang baik lengkap serta perawatan yang tepat. (Exka Saputra, 2013) 2.4 Jenis-Jenis Terapi Komplemeter Berikut ini jenis-jenis terapi komplementer yang ada di Indonesia antara lain: 1.
Komplementer Medik
7
Jenis tindakan ini berdasarkan pada ilmu biomedik dan telah diterima oleh kedokteran konvensional dan dalam penyelenggaraanya dilakukan oleh dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan lainya yang meiliki sertifikat kompetensi dan keahlian khusus di bidang pengobatan komplementer. Peraturan ini diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor
1109/MENKES/per/2007
tentang
Penyelenggaraan
Pengobatan
Komplementer-Altenatif Di Fasilitas Pelayanan Kesehehatan. Dokter berperan sebagai leader atau yang bertanggung jawab terhadap tindakan komplementer yang diberikan kepada klien. Kedudukan tenaga kesehatan lainya yang ikut berperan didalam terapi ini adalah perawat, bidan, fiisioterapi yang mempunyai sertifikat kompetensi dan diakui oleh organisasi profesi maupun lembaga yang berwenang dalam uji kompetensi tersebut. Berbeda dengan tindakan komplementer keperawatan, pada tindakan komplementer medis ini diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan: Rumah Sakit, Praktek berkelompok maupun perorangan dan harus mempunyai dokter penanggung jawab. Perawat dapat melakukkan tindakan komplementer medik dengan menjadi pembantu dokter (assisten) dalam menjalankan tindakan komplementer tersebut. Syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan tindakan komplemener medis di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut meliputi: a.
Mempunyai ijazah pendidikan tenaga kesehatan (dokter, dokter gigi, perawat dll)
b.
Mendapatkan rekomendasi dari oraganisasi profesi
c.
Mempunyai sertifikasi dan dinyatakan lulus uji kompetensi keahlian tertentu di bidang pengobatan komplementer
d.
Mempunyai SBR-TPKA (Surat Bukti Registrasi Tenaga Pengobatan Komplementer-alternatif)
e.
Mempunyai ST-TPKA (Surat Tugas Tenaga Pengobatan KomplementerAlternatif)
f.
Mempunyai SIK-TPKA (Surat Ijin Kerja Tenaga Pengobatan KomplementerAlternatif)
Sedangkan untuk penetapan tindakan komplementer yang dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Di Negara Indonesia terdapat 3 jenis teknik pengobatan komplementer medis yang telah diintegrasikan ke dalam pelayanan medis konvensional, yaitu: a.
Akupunktur medik yaitu metode pengobatan alternatif yang telah dilandasi dengan ilmu biomedik serta bersinergis dengan pengobatan konvensional. 8
Disebut pengobatan alternative karena akunpuntur adalah pengobatan tradisional dari Cina yang digunakan di Indonesia. Akupuntur bermanfaat dalam mengatasi berbagai kondisi kesehatan tertentu dan juga sebagai analgesi (pereda nyeri). b.
Terapi hiperbarik, yaitu metode terapi dimana pasien berada di dalam sebuah ruangan dan diberikan tekanan oksigen murni. Terapi ini sering digunakan pada pasien dengan kasus gangren untuk mencegah amputasi.
c.
Terapi herbal medik, yaitu terapi dengan menggunakan obat bahan alam, baik berupa herbal terstandar dalam kegiatan pelayanan penelitian maupun berupa fitofarmaka.
Terapi dengan menggunakan herbal medik ini diatur lebih lanjut oleh Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 121/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Medik Herbal. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu: a.
Memiliki sertifikasi kompetensi di bidang herbal dan telah mendapatkan kewenangan dari organisasi
seminat
Perhimpunan Dokter
Indonesia
Pengembang Kesehatan Tradisional Timur (PDPKT) b.
Standar ketenagaan (SDM) adalah dokter dan atau dokter gigi yang sudah memiliki kompetensi.
c.
Bahan yang digunakan harus yang telah terstandar (obat jadi) namun apabila meracik sendiri dokter pelaksana harus didampingi asissten apoteker.
d.
Rumah sakit yang dapat melakukan pelayanan medik herbal wajib mendapatkan izin dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
2.
Komplementer Tradisional Alternatif Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan definisi pengobatan komplementer
tradisional alternatif adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik tapi belum diterima dalam kedokteran konvensional. Dalam penyelenggaraannya harus sinergi dan terintegrasi dengan pelayanan pengobatan konvensional dengan tenaga pelaksananya dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang memiliki pendidikan dalam bidang pengobatan komplementer tradisional alternatif. Jenis pengobatan komplementer tradisional alternatif yang dapat diselenggarakan secara sinergi dan terintegrasi harus ditetapkan oleh Menteri Kesehatan setelah melalui pengkajian.
9
2.5 Klasifikasi Pengobatan Tradisional Dan Komplementer-Alternatif Menurut KMK RI No 1076/MENKES/SK/VII/2003 pasal 3 ayat 2 pengobatan tradisional diklasifikasikan sebagai berikut: a.
Pengobat tradisional ketrampilan terdiri dari pengobat tradisional pijat urut, patah tulang, sunat, dukun bayi, refleksi, akupresuris, akupunkturis, chiropractor dan pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
b.
Pengobat tradisional ramuan terdiri dari pengobat tradisional ramuan Indonesia (Jamu), gurah, tabib, shinshe, homoeopathy, aromatherapist dan pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
c.
Pengobat tradisional pendekatan agama terdiri dari pengobat radisional dengan pendekatan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, atau Budha.
d.
Pengobat tradisional supranatural terdiri dari pengobat tradisional tenaga dalam (prana), paranormal, reiky master, qigong, dukun kebatinan dan pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis. Menurut Pemenkes RI No 1109/ MENKES/PER/IX/2007 pasal 4 ayat 1 ruang
lingkup pengobatan komplementer alternative adalah: a.
Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions)
b.
System pelayanan pengobatan alternative (alternative system of medical practice)
c.
Cara penyembuhan manual (manua lhealing methods)
d.
Pengobatan farmakologi dan biologi (pharmacologic and biologic treatments)
e.
Diet dan nutrisi untuk pencegahan da pengobatan diet and nutrition the prevention and treatment of disease)
f.
Cara lain dalam diagnose dan pengobatan (unclassified diagnostic and treatment menthod)
2.6 Aspek Legal Dalam Terapi Komplementer 1. Undang – Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan a. Pasal 1 butir 16, pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun – temurun secara empiris yang dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat; b. Pasal 48 tentang pelayanan kesehatan tradisional; c. Bab III Pasal 59 s/d 61 tentang pelayanan kesehatan tradisonal. 10
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1076/Menkes/SK/2003 tentang pengobatan tradisional; 3. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 120/Menkes/SK/II/2008 tentang standar pelayanan hiperbarik; 4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang penyelenggaraan pengobatan komplementer – alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan; 5. Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, No. HK.03.05/I/199/2010 tentang pedoman kriteria penetepan metode pengobatan komplementer – alternatif yang dapat diintegrasikan di fasilitas pelayanan kesehatan. 6. Undang-Undang Keperawatan No. 38 tahun 2014 tentang Praktik Keperawatan pasal 30 ayat (2) huruf m yang berbunyi “dalam menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan di bidang upaya kesehatan masyarakat, perawat berwenang melakukan penatalaksanaan keperawatan kompelementer dan alternatif”. Dalam penjelasannya pasal 30 ayat (2) huruf m tersebut adalah melakukan pnatalaksanaan keperawatan komplementer dan alternatif merupakan bagian dari penyelenggaraan praktik keperawatan dengan memasukan/mengintegrasikan terapi komplementer dan alternatif dalam pelaksanaan asuhan keperawatan 2.7 Aspek Etik Dalam Terapi Komplementer Alternatif Dan Tradisional Banyak aspek etik yang di pertanyakan dalam terapi komplementer. Tidak semua pengobatan komplementer alternative dan tradisional yang memiliki kode etik yang ditetapkan oleh organisasi profesi mereka. Terapi komplementer alternative yang dilaksanakan di sarana kesehatan tentu saja menyesuaikan dengan kaidah etik kedokteran atau keperawatan. Beberapa aspek etik yang terjadi diantaranya adalah (Kerry, 2003; Silva & Ludwick, 2001) : a. Aspek kejujuran dan integritas Dalam aspek ini praktisi terapi komplementer di tuntut untuk dapat membuktikan khasiat dari tindakan yang mereka berikan kepada klien. Perlu adanya pembuktian karena ini bersangkutan dengan nyawa seseorang. misalkan saja pemberian obat multivitamin tidak memiliki efek samping akan tetapi tidak menyembuhkan suatu penyakit dan itu telah di buktikan secara klinis. Pada terapi komplementer yang biasanya memberikannjaminan kesehatan pada kliennya juga harus dapat membuktikan khasiat terapi yang diberikan. b. Beneficience, non-maleficiance dan konsen 11
Ketika memberikan pengobatan berupa obat kepada klien seorang pemberi kesehatan harus mengetahui kandungan dalam obat itu sendiri dan apakah obat itu benar-benar efektif dalam mengobati penyakit yang diderita klien atau tidak. Biasanya obat yang ada dipasaran telah di uji terlebih dahulu sebelum dipasarkan untuk mengobati sakit pada manusia. Obat-obat ini melewati pengujian pada hewan dan dalam pengujian ini dilihat apakah obat benar-benar efektif atau tidak, dan adakah efek samping yang ditimbulkan oleh obat ini atau tidak. Sedangkan pada pengobatan terapi komplementer obat-obat yang diberikan banyak yang belum melewati proses pengujian ini oleh karena itu memungkinkan terjadinya reaksi yang tidak diinginkan terjadi dan ini dapat merugikan klien sebagai pasien. Ketika mendapatkan pengobatan praktisi terapi komplementer harus menginformasikan segi keberhasilan terapi ini dan klien berhak mendapatkan informasi yang sesuai mengenai pengobatan yang diterimanya apakah benar terapi yang didapat klien ini efektif dan menerima rasa aman bahwa pengobatan yang diterimanya bukanlah placebo karena biasanya klien yang datang ke terapi alternatif memiliki penyakit kronis, dimana mereka mereka telah mencoba pengobatan konvensional dan belum menemukan kesembuhan sehingga apabila terapi komplementer yang biasanya memberikan jaminan untuk kesehatan pada klien ini tidak dapat membuktikan keefektifannya maka nukan tidak mungkin menyebabkan klien menjadi depresi. c. Conflict of interest Adanya motif lain yang mungkin melatarbelakangi pemberian terapi selain Beneficient pada klien juga harus dilihat, karena ini mungkin teradi pada terapi komplementer, misalkan saja terapi bebas biaya yang diberikan pada beberapa tempat terapi alternatif apakah terapi yang diberikan benar-benar tidak memiliki motif lain selain memberikan kesehatan pada klien atau mungkin ada motif lain seperti membeli produk-produk dari terapi komplementer ini. d. Justice Pemberi pelayanan kesehatan dituntut memberikan keadilan dalam pelanan kesehatannya maksudnya adala klien harus mendapatkan pelayanan yang terbaik dan pemberi pelayanan harus menggunakan suber-sumber yang tersedia denagn baik. Misalkan saa pada pemberian obat, apabila masih ada obat generik yang memiliki efek pengobatan yang sama baiknya dengan obat yang bukan generik maka pemberi pelayanan harus menggunakan obat generik lebih dahulu karena efeknya sama dan harganya lebih murah. Sedangkan pada terpi komplementer pengobatan yang diberikan memungkinkan hanya
12
placebo dan klien tetap harus membayar tanpa mengetahui apakah pengobatan ini benarbenar efektif atau tidak 2.8 Trend Issue Terapi Komplementer Alternatif Dan Tradisional Perkembangan budaya barat, membawa kedokteran konvensional menguatkan tentang metode untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Banyak terapi-terapi komplementer yang berasal dari sistem perawatan kesehatan tradisional dengan berbagai macam latar belakang budaya dan selalu berhubungan dengan filosofi dan nilai religius sebagai kekuatan utama, tubuh sebagai penyembuh sendiri dan holistik (Hilsden dan Verhoef., 1999). Terapi komplementer dan alternatif dimarginalkan oleh praktisi-praktisi kedokteran konvensional, mereka mempertanyakan dan berasumsi bahwa hal tersebut di bawah pemikiran kedokteran. Akan tetapi karena perkembangan dari terapi komplementer dan alternatif membawa kedokteran konvensional untuk mengadopsi beberapa premis dan keuntungan yang mungkin (LaValley and Verhoef., 1995). Profesi keperawatan secara tradisional bertujuan untuk membuat suatu perkembangan dalam proses penyembuhan dan banyak perawat-perawat yang saat ini yang menerima terapi komplementer dan alternatif yang efektif dalam proses penyembuhan yang berdasarkan ilmu kedokteran.Saaat ini perawat-perawat menampakkan perkembangan yang kompleks untuk menemukan jalan untuk memasukkan terapi komplementer dan alternatif dalam perawatan kesehatan personal (Thome., 2001). Perkembangan interest dan penggunaan terapi komplementer dan alternatif dapat direfleksikan secara fundamental dalam orientasi sosial untuk kesehatan dan penyembuhan. Berikut ini merupakan faktor-faktor yang menjadi trend: a. Meningkatnya akses dalam informasi kesehatan b. Meningkatnya prevalensi dari penyakit kronis c. Meningkatnmya rasa membutuhkan suatu kualitas hidup d. Menurunnya semangat/keinginan dalam scientific breakthroughs e. Berkurang nya toleransi dalam paternalistik f. Meningkatnya interest tentang spiritualitas (Jonas, 1998). Saat ini penggunaan terapi komplementer mulai menggeliat. Hal ini tentu akan terkait dengan tren isu yang berkembang tentang terapi komplementer. a. Patient Safety Keselamatan adalah hal yang esensi dalam pelayanan kesehatan. Dalam ini keselamatan dasar patient safety dari conventional medicine dan akan dibandingkan dengan 13
terapi komplementer yang telah ada. Secara garis besar prinsip praktik terapi komplementer menurut Curtis (2004) untuk mengurangi terjadinya hal yang tidak diinginkan adalah : 1. Menghargai otonomi pasien 2. Menghargai etnis, umur dan status social 3. Tingkat sensitivitas terhadap pasien harus tinggi, terkait keinginan dan penolakan terhadap terapi komplementer 4. Berhati-hati terhadap pasien yang tidak pernah konsul ke medis terkait penyakitnya. 5. Menganjurkan pasien untuk hati-hati dalam setiap keputusannya dan tetap menjalani terapi medis konvensional 6. Dorong pasien untuk lebih selektif dalam memilih terapi Dalam pelaksanaan praktik komplementer, terapis menggunakan pendekatan seperti tenaga kesehatan, dengan anamesis dan penegakan masalah yang disebut dengan diagnosa. Serta pemberian resep ataupun intervensi komplementer. Aspek keselamatan pada diagnose suatu penyakit merupakan hal mendasar dalam terapi konvensional. Dalam penerapan aspek keselamatan dalam penegakan diagnose dalam komplementer juga menjadi hal yang mendasar. Seperti contoh diagnose pada terapi naturopaths di amerika, pendekatan fungsi sel dalam setiap aspek, seperti pemeriksaan gastrointestinal, immunology, nutritional, endocrinology, metabolic, toxic element exposure, dan hair testing. Dalam penerapan ini memang perlu standart dalam aspek keselamatan (Curtis,2004). Permaasalahan di Indonesia masih jarang terapis dalam praktek terapi komplementer yang menggunakan standart penjaminan mutu dalam penanganan pasien, diagnose belum punya standart dan masih berbeda-beda, sangat tergantung terhadap perkataan guru bukan berdasar standart yang baku. Penyusunan protap sangat perlu menjadi hal mendasar serta pengawasan dari dinas kesehatan. Masalah terapi komplementer di Indonesia ini masih perlu adanya jaminan mutu pasien dan perlindungan pasien terkait dengan diagnostic yang digunakan oleh terapis. Aspek keselamatan juga sangat diperlukan terhadap pemberian terapy. Banyaknya terapi komplementer yang menggunakan pendekatan herbal menjadi hal yang sangat penting untuk dibahas. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap herbal memang menjadi dua sisi mata pisau, disisi lain dapat meningkatkan sugesti, namun disisi lain kepercayaan yang berlebihan, rasa ingin tahu akan isi dan efek samping obat konsumen kurang dan menyebabkan banyak kejadian jangka pendek dan atau panjang yang terjadi. Pemahaman terapis dan konsumen akan obat-obatan herbal sangat diperlukan untuk keselamatan pasien. Berdasarkan Curtis (2004) beberapa hal yang harus diperhatikan terkait menurunkan resiko terjadinya hal yang tidak diinginkan dalam obat herbal adalah 14
a. Kontaminasi : dalam penyajian dan pengemasan obat herbal masih sangat dipertanyakan, resiko kontaminasi perlu menjadi perhatian atas munculnya obat-obatan herbal b. Bioavaibility : perubahan fungsi dari zat yang terkandung dalam obat herbal perlu diperhatikan terkait proses kimia dari pengemasan c. Dosis : penelitian tentang herbal masih sangat jarang. Seringkali yang terjadi adalah kelebihan dosis, meskipun berasal dari herbal namun dapat membahayakan pasien d. Alergi : alergi juga terkadang muncul akibat produk-produk herbal e. Keracunan : terkadang kandungan dalam obat herbal juga dapat menjadi toxic. Bentuk terapi komplementer lain yang perlu diperhatikan dalam terkait aspek keselamatan antara lain terapi fisik, seperti massase, spa, terapi akupuntur dan terapi homeophaty. Terapi komplementer pada terapi fisik sangatlah berkaitan langsng dengan pasien, beberapa penelitian telah mampu menemukan beberapa eek samping dari terapi komplementer Yang menggunakan terapi fisik ini. Permasalahan mendasar adalah, bagaimana penelitian di Indonesia, bagaimana pengetahuan terapis di Indonesia, hal ini menjadi PR besar bagi kementrian kesehatan. Jurnal luar negeri telah banyak mengungkap, namun pengetahuan terapis mengenai perkembangan ini juga harus di tingkatkan. Penelitian tentang terapi komplementer di Indonesia juga perlu di tingkatkan, mengingat karakteristik orang di luar negeri dan di Indonesia berbeda. b. Bidang praktik (scope of praktice) Isu etik untuk terapi komplementer yang kedua adalah skop praktik yang tidak jelas dari sekitar 1800 terapi komplementer yang teridentifikasi ke dalam bidang praktik keperawatan. Artinya, masih menurut ANA bahwa ada pertanyaan mendasar yang harus dijawab sekaitan skop praktik secara legal dan etik dari penggunaan terapi modalitas komplementer dalam praktik keperawatan profesional yaitu kapan teknik tersebut diajarkan dan dipraktikkan oleh individu bukan perawat maupun oleh perawat? Mungkinkah seorang perawat melakukan pemijatan sederhana atau pemijatan terapi (therapeutic massage)? Mungkinkah seorang perawat melakukan terapi sentuhan secara pribadi maupun secara profesional mandiri? Pada aspek ini bahaya dapat muncul baik bagi klien maupun perawat jika skop praktik komplementer tidak jelas. Hal ini dapat dipahami bahwa pasien dapat ‘dibahayakan” oleh perawat yang mempraktikkan terapi komplementer jika perawat itu sendiri tidak disiapkan untuk itu. Atau perawat dapat ‘dibahayakan’ secara profesional ketika mereka melakukan praktik di luar skop atau area praktik keperawatan atau melakukan terapi yang masih dipertanyakan. c. Perbedaan Budaya (cultural diversity) 15
Salah satu ciri negara negara maju (developed countries) seperti Amerika umumnya ditandai dengan adanya gejala multikultur. Satu sisi gejala ini memiliki efek positif karena adanya keragaman budaya yang saling mengisi dan mendukung satu dengan lainnya. Namun tidak jarang perbedaan budaya berimbas pada kesulitan komunikasi akibat penggunaan bahasa yang berbeda. Akibatnya perawat juga tidak terlepas dari gejala bertemu dan berkomunikasi kepada klien yang memiliki berbagai latar belakang budaya. Jika demikian maka perawat akan mengalami kendala dalam mempraktikkan terapi komplementer karena nilai yang dimiliki klien dapat berbeda dengan yang dipunyai oleh perawat. Pada kondisi semacam ini sering terjadi konflik atau bahkan dilema etik. 2.9 Terapi Komplementer Dalam Bidang Keperawatan keluarga a. Efektifitas kombinasi terapi slow stroke back massage dan akupresur terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Aflira, 2015) bahwa, kombinasi terapi slow stroke back massage dan akupresur mampu menurunkan tekanan darah. Dimana slow stroke back massage tersebut membuat rileks dan menurunkan tekanan darah sedangkan akupresur memberikan rasa nyaman dan mengurangi sakit kepala, serta meningkatkan kualitas tidur. Lancarnya peredaran darah karena dipijat (masase) memungkinkan darah mengantar lebih banyak oksigen dan nutrisi ke sel-sel tubuh. Masase pada area punggung akan memberikan rangsangan pada sistem saraf superfisial yang disampaikan ke otak sehingga dapat menghambat sistem saraf simpatis. Oleh karena itu kombinasi terapi slow stroke back massage dan akupresur efektif untuk membantu menurunkan tekanan darah atau mengontrol tekanan. Pada penderita hipertensi juga muncul gejala sakit kepala, pening, dan mimisan. Sakit kepala pada penderita hipertensi dapat diatasi dengan pijat akupresur titik meridian GV 20 Baihui yang efektif untuk mengurangi nyeri. Titik GV 20 Baihui terletak di kepala, yaitu perpotongan antara garis meridian kepala dan garis penghubung puncak daun telinga kiri-kanan yang berfungsi sebagai perbaikan sirkulasi pembuluh darah dan pusing atau sakit kepala (Kwan, 2010). b. Pengaruh Pemberian Jus Mentimun Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Ningsih, 2014) bahwa pemberian jus mentimun mampu menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Pemanfaatan mentimun dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi yaitu dengan cara 16
mengeluarkan cairan tubuh (melalui air seni) (Mangonting, 2008). Dimana mentimun mengandung mineral yaitu potassium, magnesium, dan pospor. Selain itu mentimun juga bersifat diuretic karena mengandung banyak air sehingga membantu menurunkan tekanan darah (Myrank, 2009). Sementara di dalam Nirmala (2008) Penderita hipertensi sangat disarankan untuk mengkonsumsi mentimun, karena kandungan mineral kalium, magnesium, dan serat di dalam timun bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah. Serta mineral magnesium yang juga berperan melancarkan aliran darah dan menenangkan saraf. Kandungan mentimun yang berperan dalam meregulasi tekanan darah adalah potasium/kalium yang tinggi akan meningkatkan konsentrasi didalam cairan intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah karena efek vasodilatasi pembuluh darah, kalium merupakan ion utama didalam cairan intrasel yang bekerja berkebalikan dari natrium/garam (Astawan, 2008). .Kandungan mineral kalium, magnesium, dan serat di dalam mentimun bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah. Mineral magnesium juga berperan melancarkan aliran darah dan menenangkan saraf (Nirmala, 2008) c. Efektivitas Konsumsi Juice Wortel Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Parwanti, 2010) terdapat perubahan pada tekanan darah systole dan diastole sebelum dan sesudah mengkonsumsi juice wortel. Dalam hal ini berarti bahwa juice wortel efektif dalam menurunkan tekanan darah sistole dan diastole pada klien hipertensi Kandungan mineral yang tertinggi dari wortel adalah kalium yang berfungsi menjaga keseimbangan air dalam tubuh dan membantu menurunkan tekanan darah. Kalium bersifat sebagai diuretic yang kuat sehingga selain membantu menurunkan tekanan darah juga dapat melancarkan pengeluaran air kemih, membantu melarutkan batu pada saluran kemih, kandung kemih, dan ginjal. Kalium juga dapat membantu menetralkan asam dalam darah (Wijayakusuma, 2007). 2.10
Implikasi keperawatan Keperawatan memegang peranan penting dalam mencegah penyakit hipertensi, dan
gagal jantung lewat caring, rehabilitasi atau pemulihan. Peran perawan yang diberikan sebelum sakit diantaranya (Smith, 1995; Potter & Perry, 2005) :
Meningkatkan pengetahun masyarakat tentang penyakit hipertensi dan gagal jantung 17
Mengajarkan perilaku hidup sehat
Mengajarkan tentang diet gizi seimbang
Menganjurkan untuk konsumsi air putih minimal 8 gelas/hari
Menganjurkan untuk istrahat yang cukup 5 – 8 jam
Mengajarkan cara management stress yang baik
Menganjurkan untuk menghindari aktivitas yang berat
Menjelaskan tentang pentingnya kontrol tekanan darah secara teratur tiap bulan
Menjelaskan tentang pentingnya chek up kesehatan secara teratur tiap 6 bulan Peran perawat selama sakit yaitu memberikan asuhan keperawatan secara
komperhensif berdasarkan masalah dan kebutuhan klien diantaranya :
Memfasilitisasi untuk peningkatan cardiac output
Memfasilitisasi untuk peningkatan perfusi janringan
Memfasilitasi pemenuhan akan kebutuhan oksigenasi
Memonitor balance cairan
Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan pasien akan nutrisi
Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine dan bowel
Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan personal hygiene
Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur
Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan
Mengajarkan tentang cara – cara management stress
Memonitoring terapi
Menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
Memfasilitasi dukungan keluarga Peran perawat selama masa pemulihan dan rehabilitasi diantaranya :
Memfasilitasi diet yang teratur ( rendah garam, rendah kolesterol )
Mengajarkan tentang penting minum obat teratur
Mengajarkan pasien tentang pentingnya menghindari faktor resiko
Menginformasikan tentang aktivitas bertahap sesuai kemampuan fisik dan kondisi penyakit
Memfasilitasi istirahat yang teratur
18
Menjelaskan tentang pentingnya kontrol tekanan darah baik secara individu maupun ke fasilitas kesehatan
Menjelaskan tentang pentingnya kontol teratur sesuai dengan jadwal
Melibatkan keluarga dalam rehabilitasi dan pemulihan Implikasi keperawatan yang diberikan, diharapkan mampu mencegah penyakit
hipertensi tidak menjadi lebih buruk kondisinya. Pendeteksian dini dengan pengontrolan tekanan darah secara teratur dan menghindari faktor resiko dapat mencegah timbulnya hipertensi dan penyakit jantung. Peran perawat sebabagi edukator dan pemberi caring bagi pasien dan keluarga serta masyarakat membantu mendeteksi dini kasus serta penanganannya menjadi lebih cepat dan lebih baik
19
BAB III PENUTUP 3.1 Simpulan Pengobatan komplementer alternative adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehablitatifyang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan efektifitas yang tinggi yang berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yang belum diterima dalam kedokteran konvensional. Perkembangan budaya barat, membawa kedokteran konvensional menguatkan tentang metode untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Banyak terapi-terapi komplementer yang berasal dari sistem perawatan kesehatan tradisional dengan berbagai macam latar belakang budaya dan selalu berhubungan dengan filosofi dan nilai religius sebagai kekuatan utama, tubuh sebagai penyembuh sendiri dan holistik Saat ini penggunaan terapi komplementer mulai menggeliat. Hal ini tentu akan terkait dengan tren isu yang berkembang tentang terapi komplementer. 3.2 Saran Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca terutama mahasiswa keperawatan diharapkan dapat menggunakan makalah ini sebagai referensi untuk menambah pengetahuan tentang Keperawatan Komunitas dan diharapkan para pembaca bisa memberikan kritik dan saran untuk dapat menjadikan kami lebih baik lagi dalam penulisan makalah kami selanjutnya.
20
DAFTAR PUSTAKA Astawan M dan Andre LK. (2008). Khasiat Warna Warni Makanan. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama Breen, Kerry. Dec 2003.Ethical issues in the use of complementary medicinesProQuest Research Library diakses pada 24 maret 2012 Curtis, P.(2004). Safety Issues in Complementary & Alternative Health Care. Program on Integrative Medicine, School of Medicine,University of North Carolina Efendi, Ferry & Makhfud. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Effendy Nasrul, (1998). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2. Jakarta: EGC. Hilsden and Verhoef. (1999). Complementary therapies: Evaluating their effectiveness in cancer. Patient Education and Counseling. 3892), 102 Jonas,W.B. (1998). In Complementary and Alternative Health Practice and Therapies-A Canadian Overview Prepared for Strategies and Systems for Health Directorate, Health Promotion and Programs Branch, Health Canada (1999). Toronto, ON:York University Centre for Health Studies Kwan. (2010). Totok aura/wajah meridian 312 cantik eternal beauty. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama LaValley and Verhoef. (1995). Integrating Complementary Medicine and Health Care Services into Practice Canadian Medical Association Journal, 153(1), 45-46 Mangoting, D. etal. (2008). Tanaman Lalap Berkhasiat Obat. Jakarta: Penebar Swadaya Mary Cipriano Silva, PhD, RN, FAAN dan Ruth Ludwick, PhD, RN, C. november 2001. Ethics:
Ethical
Issues
in
Complementary/Alternative
Therapies.http://www.nursingworld.org/MainMenuCategories/ANAMarketplace/ANA Periodicals/OJIN/Columns/Ethics/EthicalIssues.html diakses pada 8 November 2018 Mubarak, Wahit Iqbal. 2005. Pengantar Keperawatan Komunitas. Jakarta : CV Sagung seto. Myrank. (2009). Awas, Bom Hipertensi!. ttp://www.myrank.web.id/tag/hipertensi Riyadi. Sugeng. (2007).Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Salemba Medika
21
Thome,S.S.(2001). Complementary and Alternative Medicine: Critical Issue of Nursing Practice and Policy. Canadian Nurse, 97 (4),27. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Wijayakusuma, H. (2007). Penyembuhan dengan Wortel. edisi 3. Jakarta: pustaka popular obor
22