Kel 5 Makp.docx

  • Uploaded by: Rahayu Dewi
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kel 5 Makp.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,874
  • Pages: 24
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan mengalami perubahan mendasar pada abad ke 21. Perubahan tersebut merupakan dampak dari perubahan kependudukan dimana masyarakat semakin berkembang yaitu dari segi pendidikan, lebih sadar akan hak dan hukum, serta menuntut dan semakin kritis terhadap berbagai bentuk pelayanan keperawatan serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini (Agus Kuntoro, 2010). Masyarakat menuntut rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan kesehatan yang terkait dengan kebutuhan pasien harus dapat dilayani oleh rumah sakit secara mudah, cepat, akurat, dan dengan biaya yang terjangkau (Ilyas, 2004). Meningkatnya tuntutan masyarakat disarana kesehatan terutama dirumah sakit, secara berkesinambungan rumah sakit harus melakukan upaya peningkatan mutu pemberian pelayanan kesehatan, salah satunya adalah keperawatan dirumah sakit

(Depkes

RI).

Berdasarkan

keputusan

menteri

kesehatan

nomor:

123/Menkes/SK/XI/2005 tentang registrasi dan praktek keperawatan, yang berguna untuk meningkatkan mutu pelayanan khususnya dibidang asuhan keperawatan maka dibentuklah suatu tim Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP). Pengembangan dari MAKP (Model Asuhan Keperawatan Profesional) ini adalah SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional). 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan model asuhan keperawatan professional ? 2. Bagaimana proses dari keperawatan kritis di rumah sakit ? 3. Apa saja yang perlu dicatat dan dilaporkan ? 4. Apa saja yang perlu dimonitoring dan di evaluasi ? 1.3 Tujuan 1. Menjelaskan model asuhan keperawatan professional 2. Menjelaskan proses dari keperawatan kritis di rumah sakit 3. Menjelaskan Pencatatan dan pelaporan 4. Menjelaskan monitoring dan evaluasi

1

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Model Asuhan Keperawatan Profesional 2.1.1 MAKP (Model Asuhan Keperawatan Profesional) MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat unsur yakni standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP (Nurssalam, 2015). Metode Asuhan Keperawatan Profesional dikembangkan sebagai upaya peningkatan kualitas pelayanan keperawatan dan pemenuhan kepuasan pasien (Nurssalam, 2015). 2.1.2 Tujuan MAKP 1. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan. 2. Mengurangi konflik tumpang tindih dan kekosongan pelaksanaan asuhan keperawatan oleh tim keperawatan. 3. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan. 4. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan. 5. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap tim keperawatan. 2.1.3 Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Asuhan Keperawatan Profesional Katz, Jacquilile (1998) mengidentifikasikan delapan model pemberian asuhan keperawatan, tetapi model model yang dilakukan di rumah sakit adalah keperawatan tim dan keperawatan primer. Karena setiap perubahan akan berdampak terhadap suatu stress, maka perlu mempertimbangkan 6 unsur utama dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan (Tomey, Mariner 1996) yaitu : 1. Sesuai visi dan misi institusi. 2. Dapat diterapkan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan. 3. Efisien dan efektif pengguanaan biaya. 4. Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga, dan masyarakat. 5. Kepuasan kinerja perawat. 6. Jenis model asuhan keperawatan profesional (MAKP).

2

2.1.4 Jenis Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Menurut Kron. T & Gray (1997) ada 4 metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan, yaitu: 1. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Fungsional Model fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di bangsal. Model ini berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan, perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yang ada (Nurssalam, 2015). 2. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Kasus Setiap perawat ditugaskan melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus seperti isolasi, intensive care. Metode ini berdasarkan pada pendekatan holistik dari filosofi keperawatan. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan observasi pada pasien tertentu (Nurssalam, 2015). 3. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Primer Menurut Gillies (1989), perawat yang menggunakan metode keperawatan primer dalam pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary nurse). Pada metode keperawatan primer terdapat kontinuitas keperawatan dan bersifat komprehensif serta dapat dipertanggungjawabkan, setiap perawat primer biasanya mempunyai 4-6 klien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama klien dirawat I rumah sakit. Perawat primer bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan dan juga akan membuat rencana pulang klien jika diperlukan. Jika perawat primer sedang tidak bertugas, kelanjutan asuhan akan didelegasikan kepada perawat lain (associate nurse). Metode penugasan dimana satu orang

3

perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam

terhadap asuhan

keperawatan pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan dari si pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai adanya keterikatan kuat dan terusmenerus antar pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi keperawatan selama pasien dirawat. 4. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan kelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Potter, Patricia 1993). Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap orang anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi sehingga diharapkan mutu asuhan keperawatan meningkat. Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/ group yang terdiri dari tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu. Dalam penerapannya ada kelebihan dan kelemahannya. Kelebihannya yakni memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh, mendukung pelaksanaan proses keperawatan, memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan anggota tim. Sedangkan kelemahannya yakni omunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu diaman sulit untuk melaksanakan pada waktu-waktu sibuk (Nurssalam, 2015)

4

2.1.5 Penentuan Model Asuhan Keperawatan Profesional Pada penerapan MAKP harus mampu memberikan asuhan keperawatan profesional dan untuk itu diperlukan penataan 3 komponen utama: 1.

Ketenagaan Saat ini jumlah dan jenis tenaga keperawatan kurang mampu untuk memberi asuhan keperawatan yang profesional. Hal ini terlihat dari komposisi

tenaga

yang

ada

mayoritas

lulusan

SPK.

Disamping

itu jumlah tenaga keperawatan ruang rawat tidak ditentukan berdasarkan derajat ketergantungan klien. Pada suatu pelayanan profesional jumlah tenaga yang di perlukan tergantung pada jumlah klien danderajat ketergantungan klien. Menurut Douglas (1984) klasifikasi derajat ketergantungan klien dibagi 3 kategori yaitu: perawat minimal memerlukan waktu 1-2 jam/24 jam, perawatan

intermediet

memerlukan

waktu

3–

4jam/24jam, perawatan maksimal atau total memerlukan waktu 5-6 jam/ 24jam. Dalam penelitian Douglas (1975) dalam Supriyanto (2003) tentang jumlah tenaga perawat di rumah sakit, didapatkan jumlah yang dibutuhkan pada pagi, sore, dan malam tergantung pada tingkat ketergantungan pasien. 2.

Metode Pemberian Asuhan Keperawatan Terdapat 4 metode pemberian asuhan keperawatan yaitu metode fungsional, metode kasus, metode tim dan metode keperawatan primer (Gillies, 1989). Dari keempat metode ini, metode yang paling memungkinkan pemberian pelayanan professional adalah metode tim dan primer. Dalam hal ini adanya sentralisasi obat, timbang terima, ronde keperawatan, dan supervise (Nurssalam, 2015).

3.

Sentralisasi Obat Kontroling terhadap penggunaan dan konsumsi obat, sebagai salah satu peran perawat perlu dilakukan dalam suatu pola/ alur yang sistematis sehingga penggunaan obat benar-benar dapat dikontrol oleh perawat, sehingga resiko kerugian baik secara materi maupun non materi dapat dieliminir.

4.

Timbang Terima Suatu cara dalam menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan klien. Tujuannya:

5

a) Menyampaikan kondisi atau keadaan secara umum pasien. b) Menyampaikan hal penting yang perlu ditindaklanjuti oleh dinas berikutnya. c) Tersusun rencana kerja untuk dinas berikutnya. Adapun langkah – langkahnya yakni : a) Kedua shift dalam keadaan siap. b) Shift yang akan menyerahkan perlu mempersiapkan hal apa yang akan disampaikan. c) Perawat primer menaympaikan kepa-da penanggung jawab shif yang se-lanjutnya meliputi: kondisi, tindak lanjut, rencana kerja. d) Dilakukan dengan jelas dan tidak terburu-buru. e) Secara langsung melihat keadaan klien. Hal yang bersifat khusus dan memer-lukan perincian yang lengkap dicatat secara khusus untuk kemudian diserahkan kepada perawat jaga berikutnya. Hal yang perlu diberitahukan dalam timbang terima: identitas dan diagnosa medis, masalah keperawatan, tindakan yang sudah dan belum dilakukan, intervensi 5.

Ronde Keperawatan Suatu

kegiatan

yang

bertujuan

untuk

mengatasi

masalah

keperawatan klien yang dilaksanakan oleh perawat, disamping pasien dilibatkan untuk memba-has dan melaksanakan asuhan keperawatan akan tetapi pada kasus tertentu harus dil-akukan oleh perawat primer atau konselor, kepala ruangan, perawat assosciate yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim. Tujuannya : a) Menumbuhkan cara berpikir secara kritis. b) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berasal dari masalah klien. c) Meningkatkan validitas data klien. d) Menilai kemampuan justifikasi. e) Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja. f) Meningkatka kemampuan untuk memodifikasi rencana perawatan.

6

6.

Pelaksanaan a) Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum waktu pelaksanaan ronde. b) Pemberian inform consent kepada klien/ keluarga. c) Penjelasan tentang klien oleh perawat primer dalam hal ini penjelasan difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan atau telah dilaksanakan dan memilih prioritas yang perlu didiskusikan. d) Diskusikan antar anggota tim tentang kasus tersebut. e) Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau perawat konselor/ kepala ruangan tentang masalah klien serta tindakan yang akan dilakukan. f) Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan yang akan ditetapkan. g) Pasca ronde perawat mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut serta menetapkan tindakan yang perlu dilakukan.

7.

Supervisi Secara umum yang dimaksud dengan supervise adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan bersifat lansung untuk guna mengatasinya (Azwar, 1996).

8.

Dokumentasi Asuhan Keperawatan Dokumentasi keperawatan merupakan unsur penting dalam sistem pelayanan kesehatan. Karena adanya dokumentasi yang baik informasi mengenai

keadaan

kesehatan

pasien

dapat

diketahui

secara berkesinambungan. Disampimg itu, dokumentasi merupakan dokumen legal tentang pemberian asuhan keperawatan. Secara lebih spesifik dokumentasi berfungsi sebagai sarana komunikasi antar profesi kesehatan, sumber data untuk pemberian asuhan keperawatan, sumber data untuk penelitian, sebagai bukti pertanggung jawaban dan

7

pertanggung gugatan asuhan keperawatan, dan sarana untuk pemantauan asuhan keperawatan. Dokumentasi dibuat berdasarkan pemecahan masalah pasien. Dokumentasi berdasarkan pemecahan masalah terdiri dari format pengkajian, rencana keperawatan, catatan tindakan keperawatan dan catatan perkembangan pasien Pada model PKP juga terdapat for-mat dokumentasi seperti disebutkan diatas, namun pada model ini dikembangkan standar rencana keperawatan berdasarkan literatur. Penetapan standar rencanakeperawatan ini diharapkan dapat membuat efisiensi waktu bagi perawat. Catatan tindakan keperawatan juga dibuat lebih spesifik untuk memungkinkan pendokumentasian

semua

tindakan

keperawatan.

Catatan

perkembangan pasien juga dilakukan setiap hari yang bertujuan menilai tingkat perkembangan pasien. Rencana keperawatan dan catatan perkembangan pasien dilakukan oleh PP dan catatan tindakan dilakukan oleh PP dan PA atau sesuai perannya masing-masing (AlAssaf, 2009).

2.2 Proses Keperawatan Kritis 2.2.1 Proses Keperawatan Kritis Kritis adalah penilaian dan evaluasi secara cermat dan hati-hati terhadap suatu kondisi krusial dalam rangka mencari penyelesaian atau jalan keluar. Keperawatan kritis merupakan salah satu spesialisasi di bidang keperawatan yang secara khusus menangani respon manusia terhadap masalah yang mengancam hidup. Seorang perawat kritis adalah perawat profesional yang bertanggung jawab untuk menjamin pasien yang kritis dan akut beserta keluarganya mendapatkan pelayanan keperawatan yang optimal. Asuhan keperawatan intensif adalah kegiatan praktek keperawatan intensif yang diberikan pada pasien/keluarga. Asuhan keperawatan dilakukan engan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang menggunakan metode ilmiah dan panduan dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas guna mengatasi masalah pasien. Langkah-langkah yang harus dilakukan meliputi

8

pengkajian, maslah/diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan evaluasi (Depkes RI, 2006). 2.2.2 Konsep Pelayanan Kritis 1) Tujuan Untuk mempertahankan hidup (maintaining life). 2) Pengkajian Pengkajian merupakan langkah awal proses keperawatan yang mengharuskan perawat menemukan data kesehatan klien secara tepat. Pengkajian awal di dalam keperawatan intensif sama dengan pengkajian umumnya yaitu dengan pendekatan sistem yang meliputi aspek bio-psiko-sosial-kultural-spiritual, namun ketika klien dirawat telah menggunakan alat bantu mekanik seperti alat bantu nafas, hemodialisa, pengkajian juga diarahkan ke hal-hal yang lebih khusus yakni terkait dengan terapi dan dampakdari penggunaan alat-alat tersebut. 3) Diagnosa keperawatan Setelah data dikumpulkan, data dianalisa. Dari pengkajian data dasar, masalah yang aktual, potensial dan beresiko tinggi diidentifikasi dan diuraikan menurut prioritas sesuai dengan kebutuhan keperawatan pasien kritis. Hal ini mungkin merupakan masalah yang kompleks disebabkan oleh beratnya kondisi pasien. Prioritas paling tinggi diberikan pada masalah yang mengancam kehidupan, lalu dapat dilanjutkan dengan mengidentifikasi alternatif diagnosa untuk meningkatkan keamanan, kenyamanan, dan diagnosa untuk mencegah komplikasi. 4) Perencanaan keperawatan Pembuatan tujuan, identifikasi dari tindakan keperawatan yang tepat dan pernyataan atas hasil yang diharapkan, merumuskan rencana keperawatan. Perencanaan tindakan keperawatan

dibuat apabila

diagnosa telah diprioritaskan. Perencanaan tindakan mencakup 4 unsur kegiatan, yaitu: observasi/monitoring, terapi keperawatan, pendidikan dan tindakan kolaboratif. Pertimbangan lain adalah kemampuan untuk

9

melaksanakan rencana dilihat dari ketrampilan perawat, fasilitas, kebijakan, dan standar operasional prosedur. Tujuan dari perencanaan ini adalah untuk membuat efisiensi sumber-sumber, mengukur kemampuan, dan mengoptimalkan penyelesaian masalah (Depkes RI, 2006). 5) Implementasi Perencanaan dimasukkan dalam tindakan selama fase implementasi. Ini merupakan fase kerja aktual dari proses keperawatan. 6) Evaluasi Suatu proses perbandingan antara hasil aktual pasien dan hasil yang diharapkan terjadi dalam fase evaluasi. Pada bagian ini menunjukkan pentingnya modifikasi dalam rencana keperawatan atau pengkajian ulang total dapat diidentifikasi. 2.2.3 Konsep Dasar Model Asuhan Keperawatan Professional (MAKP) Kasus Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus seperti kasus isolasi dan perawatan intensif (intensive care) (Nurssalam, 2015). Model praktik keperawatan profesional dengan menggunakan metode kasus diharapkan akan menghasilkan kontinuitas keperawatan yang bersifat komprehensif di unit perawatan kritis atau ICU. Metode kasus adalah pengorganisasian pelayanan atau asuhan keperawatan untuk satu atau beberapa klien oleh satu orang perawat saat bertugas atau jaga selama periode waktu tertentu sampai klien pulang. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas dan menerima semua laporan tentang pelayanan keperawatan klien (Sitorus, 2005).

10



Elemen penting dalam manajemen kasus meliputi: a) Kerjasama dan dukungan dari semua anggota pelayanan dan anggota kunci dalam organisasi (administrator, dokter, dan perawat). b) Kualifikasi perawat manajer kasus. c) Praktek kerjasama tim. d) Kualitas sistem manajemen yang diterapkan. e) Menggunakan prinsip perbaikan mutu yang terus-menerus. f) Menggunakan “Clinical Pathway” (hasil) atau asuhan MAPS (Multidisciplinary Actions Plans) yaitu kombinasi “Clinical Path” dengan “Care Plans”. g) Promosi praktek keperawatan profesional. (Junaidi, 1999).



Tugas perawat dalam metode kasus: a) Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif. b) Membuat tujuan dan rencana keperawatan. c) Melaksanakan semua rencana yang telah dibuat selama ini. d) Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain. e) Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai. f) Menerima dan menyesuaikan rencana. g) Menyiapkan penyuluhan pulang. h) Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial masyarakat. i) Membuat jadwal perjanjian klinik. 

Kelebihannya:

a) Perawat lebih memahami kasus per kasus. b) Sistem evaluasi dari manajerial jadi lebih mudah. 

Kekurangannya:

11

a) Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab. b) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama.

Kepala ruang

Staf perawat

Staf perawat

Staf perawat

Pasien/klien

Pasien/klien

Pasien/klien

Sistem asuhan Keperawatan “Case Method Nursing” (Marquis dan Huston, 1998: 136)

12

2.3 Pencatatan Pelaporan American Association of Critical Care Nurses (AACN) menyatakan bahwa asuhan keperawatan kritis mencakup diagnosis dan penatalaksanaan respons manusia terhadap penyakit yang aktual atau potensial yang mengancam

kehidupan

(AACN,

1989).

Lingkup

praktik

asuhan

keperawatan kritis didefinisikan dengan interaksi perawat kritis, pasien dengan penyakit kritis, dan lingkungan yang memberikan sumber-sumber adekuat untuk pemberian perawatan. Tantangan dokumentasi di area keperawatan berkaitan dengan intensitas asuhan keperawatan, kinerja yang berulang sangat tinggi, tugastugas teknik dengan interval waktu yang sangat dekat. Dan masalah pasien yang kompleks. Dokumentasi yang tepat waktu, komprehensif, dan bermakna merupakan tantangan, sekalipun bagi perawat keperawatan kriti yang paling kompeten dan berpengalaman. Sementara keuntungan rekam medis yang terkomputerisasi dan pencatatan otomatis disamping tempat tidur untuk lingkungan keperawatan kritis sudah dapat diketahui, namun hampir seluruh sistem dokumentasi yang sekarang digunakan di lingkungan ini terdiri dari rekam medis manual. Komputer yang terhubung dengan peralatan di samping tempat tidur dapat memberikan data yang kontinu. Hal tersebut juga membantu dalam pengobatan pasien kerena hanya membutuhkan sedikit interensi fisik oleh perawat. Sebagai contoh: para peneliti sudah membuat sistem loop terbuka yang menghubungkan pompa infus dengan monitor di samping tempat tidur. Sistem tersebut secara otomatis mengalirkan dosis secara tepat obat vasoaktif sesuai dengan hasil pengukuran tekanan darah. Perhitungan baik yang sederhana maupun yang kompleks diselesaikan dengan cepat. Hasil tes laboratorium dan informasi penting lainnya siap tersedia di samping tempat tidur, yang menghilangkan keperluan perawat untuk menari bagianbagian informasi penting dalam pengambilan keputusan lebih lanjut. Selain keuntungan

tersebut,

sistem

informasi

keperawatan

kritis

yang

terkomputerisasi belum banyak diterima,, mungkin karena biaya yang harus dikeluarkan untuk sistem tersebut. (Biayanya mancakup biaya perangkat

13

keras dan dukungan teknik berkelanjutan yang diperlukan untuk memelihara sistem tersebut). Pengenalan mikroprosesor pada tahun 1970-an menimbilkan ledakan penggunaan alat-alat yang berbasis komputer sampai tahun 1990an. Alat-alat ini juga memengaruhi lingkungan keperawatan kritis dan dokumentasi pemberian perawatan. Seni dari sistem pemantauan pasien yang terkomputrisasi dan alat-alat lain penyelamat kehidupan, seperti defibrilator eksternal, memiliki kapasitas untuk menangkap, merekam, dan menyimpan data tanda vital pasien dan peristiwa signifikan lainnya. Oleh karena itu perawat sering mengandalkan sistem tersebut, terutama sistem pemantau di samping tempat tidur pasien, untuk mengukur tanda vital yang sangat diperlukan dalam perawatan aktif pasien yang sangat tidak stabil. Pada kasus ini perawat akan mendokumentasikan secara retrospektif berdasarkan informasi yang dicatat dan disimpan oleh alat tersebut. Perawat sering menggunakan hasil cetakannya sebagai lampiran pencatatan lembar alur. Hasilnya, tinjauan dokumentasi keperawatan meliputi campuran antara rekam medis manual dan terkomputerisasi. 2.3.1 Lembar Alur Di Samping Tempat Tidur Lembar alur merupakan dasar dokumentasi keperawatan kritis. Lembar

alur

yang

dibuat

dengan

baik

dan

komprehensif

mengkomunikasikan dan mencerminkan standar perawatan populasi pasien utama yang dilayani oleh unit. Data harus diatur sedemikian rupa sehingga pengkajian dan intervensi rutin dapat ditentukan sebelumnya dan perawat diminta untuk memastikan bahwa dokumentasinya lengkap dan mencakup semua area penting intervensi keperawatan. Tergantung dari populasi pasien yang dilayani, petunjuk tersebut bisa bervariasi; misalnya, lembar alur unit perawatan intensif kardiovaskular (cardiovascular intensif care unit, CVICU) memiliki berbagai parameter pengkajian khusus yang mengarahkan perawat untuk mendokumentasikan kualitas dan jumlah drainase selang dada pada setiap jam, sedangkan catatan unit perawatan koroner (coronary care unit, CCU) tidak menspesifikkan hal ini karena pasien dengan infark miokard akut tidak secara rutin memakai selang dada.

14

Proses aktual untuk merancang lembar alur tidak dibahas dalam diskusi ini, tetapi kotak di bawah ini dapat mencantumkan sumber-sumber informasi yang dapat membantu pembuatan lembar alur. Informasi-informasi yang dapat dipertimbangkan ketika akan membuat alur keperawatan kritis Dokumentasi standar American Nurses Association (ANA) dan AACN Standar perawatan spesifik, seperti yang didefinisikan oleh organisasi spesialis dan literatur terbaru Pertimbangan peralatan (msl. Kalibrasi, pengesetan alarm dan kewaspadaan, pengesetan fungsi) Kebijakan dan prosedur unit Masalah keselamatan pasien yang utama (msl. Restrein, protokol perawatan kulit, pengkajian nutrisi) Data klinis (msl. Asupan dan haluaran, tanda vital, pengkajian, AGD, pemberian obat dan IV) Hasil tes laboratorium dan informasi departemen penting lainnya

Rancangan lembar alur dapat bervariasi sesuai dengan organisasi yang membuatnya. Beberapa organisasi membuat format terbuka seperti peta jalan; misalnya, sebuah lembar alur berukuran empat kali lembar kertas ukuran 21,59 x 27,94 cm yang dilipat keluar menjadi 81,28 x 27,94 cm, tetapi terdiri dari 8 sisi. Bentuk landscapemenampilkan informasi yang mengisi ruang lembaran sehingga semua parametr yang signifikan dapat dilihat pada catatan intervensi. Organisasi lain lebih memilih untuk menyimpan halaman informasinya dalam bentuk potrait. Halaman tersebut juga dapat dilipat untuk mendapatkan dokumen yang padat. Tanpa memikirkan bentuk format, informasi seperti tanda vital, pemberian obat, data laboratorium, dan pengkajian kontinu lainnya serta informasi intervensi, umumnya ditempatkan dengan sangat jelas. Rutinitas lainnya atau informasi ‘skenario’, seperti intervensi keperawatan atau pengkajian seluruh tubuh, akan tersimpan lebih strategis dalam format tersebut. Kolom waktu umumnya dikosongkan, yang memungkinkan perawat untuk merancang sendiri frekunsi pengukuran tanda vital atau kejadian lainnya

15

berdasarkan status pasien. Hasilnya, satu format atau kumpulan banyak format dapat mewakili dokumentasi periode 24 jam. Pencatatan tepat waktu ini dilakukan untuk menceritakan semua kejadian dalam waktu tersebut, dan berlawanan dengan catatan sistem blok, yang umumnya digunakan dalam catatan naratif sebagai bagian dari deskripsi, atau gambaran umum kondisi pasien selama periode waktu tertentu. Tujuan lembar alur adalah memberikan catatan status pasien yang berkelanjutan dan kontinu. Hal ini berarti terjadi peningkatan rentang dari beberapa menit sampai sekali setiap jam. Tetapi, perawat harus ingat bahwa lembar alur hanya selembar gambaran total dokumentasi proses keperawatan, yang digunakan untuk membantu catatan perkembangan dan lembaran dokumentasi lain untuk menggambarkan secara lengkap pemberian pelayanan keperawaan kepada klien. Dokumentasi harus mencakup perhatian semua aspek proses keperawatan, yaitu: pengkajian, diagnosis, perencanaan, intervensi, dan evaluasi. Dokumentasi respons, perkembangan atau perburukan pasien serta hasil yang sudah dicapai pasien juga merupakan bagian yang diperlukan dari dokumentasi. 2.3.2 Masalah Dokumentasi Di Area Keperawatan Kritis a) Pencatatan Observasi Pasif Ketika menggunakan lembar alur, perawat harus mengisinya dengan lengkap untuk memberikan informasi yang komprehensif dan akurat yang berkaitan dengan status klinis pasien dan intervensi aktif. Meskipun perawat yang sudah berpengalaman mengetahui dengan baik penggunaan dokumentasi lembar alur, perawat tersebut harus menyadari adanya dua perangkap dalam penggunaanya yaitu pencatatan yang sembarangan dan terlalu bergantung pada lembar alur. b) Pencatatan yang Sembarangan Pencatatan sembarangan didefinisikan sebagai mengikuti begitu saja (apa yang sudah dilakukan perawat sebelumnya) mengenai pemeriksaan parameter tertentu. Sebagai contoh, ketika melakukan pengkajian dari kepala hingga kaki dengan lembar alu, perawat dinas malam memberi tanda centang pada kotak yang tersedia dengan cara yang

16

sama seperti yang dilakukan oleh perawat jam dinas sebelumnya. Kemudian perawat akan menggunakan catatan perawat atau data per jam untuk mencatat informasi pengkajian aktual (spesifik), yang menimbulkan ketidakocokan jika kondisi pasien mengalami perubahan atau terjadi ketdak konsistennan dalam tingkat aktual pemberian perawatan. Karena pencatatan

merupakan

dokumen

legal,maka

semua

area

harus

mencerminkan perawatan aktual yang diberikan kepada pasien. Jenis kedua catatan yang sembarangan terjadi ketika perawat mengabaikan seluruh pengkajian pracetak dan mendokumentasikan dalam catatan perawat “Pengkajian sama dengan yang dicatat sebelumnya”. c) Ketergantungan terhadap Lembar Alur Kesalahan lain yang sering dilakukan perawat ketika menggunakan lembar alur adalah bahwa mereka cenderung bergantung pada lembar alur untuk menggambarkan seluruh jalannya pemberian perawatan. Oleh sebab itu, lembar alur menjadi satu-satunya alat untuk mendokumentasikan perawatan. Selain observasi yang ia lakukan, perawat diminta untuk mengevaluasi

dan

mendokumentasikan

respons

pasien

terhadap

pemberian perawatan. Jika terlalu bergantung pada lembar alur, perawatakan mengabaikan pencatatan respons pasien dalam catatan perawat, yang dokumentasinya hanya berisi pengobatan dan pengkajian.

17

2.4 Monitoring dan Evaluasi ICU Monitoring dan Evaluasi (Monev) merupakan dua kegiatan terpadu dalam rangka pengendalian suatu program di ICU. Meskipun merupakan satu kesatuan kegiatan, Monitoring dan Evaluasi memiliki fokus yang berbeda satu sama lain. 2.4.1 Monitoring Kegiatan Monitoring lebih terfokus pada kegiatan yang sedang dilaksanakan. Monitoring dilakukan dengan cara menggali untuk mendapatkan informasi secara regular berdasarkan indikator tertentu, dengan maksud mengetahui apakah kegiatan Asuhan keperawatan yang sedang berlangsung sesuai dengan perencanaan dan prosedur yang telah disepakati. Indikator monitoring mencakup esensi aktivitas dan target yang ditetapkan pada perencanaan program ICU. Apabila monitoring dilakukan dengan baik akan bermanfaat dalam memastikan pelaksanaan kegiatan asuhan keperawatan tetap pada jalurnya (sesuai pedoman dan perencanaan program ICU). Juga memberikan informasi kepada pengelola program ICU apabila terjadi hambatan dan penyimpangan, serta sebagai masukan dalam melakukan evaluasi. Secara prinsip, monitoring dilakukan sementara kegiatan asuhan keperawatan sedang berlangsung guna memastikan kesesuaian proses dan capaian sesuai rencana atau tidak. Bila ditemukan penyimpangan atau kelambanan maka segera dibenahi sehingga kegiatan asuhan keperawatan dapat berjalan sesuai rencana dan targetnya. Jadi, hasil monitoring menjadi input bagi kepentingan proses selanjutnya. Sementara Evaluasi dilakukan pada akhir kegiatan, untuk mengetahui hasil atau capaian akhir dari kegiatan asuhan keperawatan atau program di ICU. Hasil Evaluasi bermanfaat bagi rencana pelaksanaan program ICU yang sama diwaktu dan tempat lainnya.

18

Seperti terlihat pada gambar Siklus Majamen Monev, fungsi Monitoring dan evaluasi merupakan satu diantara tiga komponen penting lainnya dalam system manajemen program di ICU, yaitu Perencanaan, Pelaksanaan dan Tindakan korektif (melalui umpan balik). Sebagai siklus, semuanya berlangsung secara intens kearah pencapaian target-target tujuan program asuhan keperawatan di ICU. 2.4.2 Evaluasi Penilaian (Evaluasi) merupakan tahapan yang berkaitan erat dengan kegiatan monitoring, karena kegiatan evaluasi dapat menggunakan data yang disediakan melalui kegiatan monitoring. Dalam merencanakan suatu kegiatan hendaknya evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan, sehingga dapat dikatakan sebagai kegiatan yang lengkap. Evaluasi diarahkan untuk mengendalikan dan mengontrol ketercapaian tujuan asuhan keperawatan. Evaluasi berhubungan dengan hasil informasi tentang nilai serta memberikan gambaran tentang manfaat suatu kebijakan. Istilah evaluasi ini berdekatan dengan penafsiran, pemberian angka dan penilaian. Evaluasi dapat menjawab pertanyaan “Apa pebedaan yang dibuat pada rencana asuhan keperawatan” (William N Dunn : 2000). Evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah program di ICU itu mencapai sasaran yang diharapkan atau tidak. Evaluasi lebih menekankan pada aspek hasil yang dicapai (output). Evaluasi baru bisa dilakukan jika program ICU itu telah berjalan setidaknya dalam suatu periode (tahapan), sesuai dengan tahapan rancangan dan jenis program ICU yang dibuat dalam perencanaan dan dilaksanakan. Evaluasi juga merupakan suatu aktivitas untuk melihat keberhasilan dari suatu kegiatan pemberian asuhan keperawatan yang dapat dijadikan indiktor dalam penjaminan mutu. Beberapa indikator dari pengendalian mutu pelayanan keperawatan di ICU meliputi: a) Tingkat keamanan (safety) yang terdiri dari: tingkat kejadian infeksi nosokomial (HAIs), tingkat kesalahan pemberian obat, pasien jatuh, dan angka dekubitus di ICU. b) Tingkat kenyamanan (comfort) seperti: tingkat rasa nyeri pada pasien yang dirawat di ICU. c) Tingkat kecemasan pasien ICU. d) Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan di ICU. e) Tingkat kemandirian pasien yang di rawat di ICU. f) Peningkatan pengetahuan pasien yang di rawat di ICU.

19

2.4.3 Fungsi Monitoring dan Evaluasi Menurut Dunn (1981), monitoring dan evaluasi mempunyai empat fungsi, yaitu: 1. Ketaatan (compliance) Menentukan apakah semua tindakan proses keperawatan di ICU mengikuti standar dan prosedur yang telah ditetapkan. 2. Pemeriksaan (auditing) Menetapkan apakah sumber dan layanan asuhan keperawatan yang diperuntukkan bagi pihak tertentu (pasien) telah mencapai mereka. 3. Laporan (accounting) Menghasilkan informasi yang membantu menentukan hasil perubahan sebagai akibat implementasi sesudah periode waktu tertentu. 4. Penjelasan (explanation) Menghasilkan informasi yang membantu menjelaskan bagaimana akibat dari proses keperawatan yang diberikan dan mengapa rencana keperawatan yang diberikan tidak dapat mengatasi masalah, serta perlu adanya modifikasi rencana.

20

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan Metode Asuhan Keperawatan Profesional dikembangkan sebagai upaya peningkatan kualitas pelayanan keperawatan dan pemenuhan kepuasan pasien, dalam memenuhi kepuasan pasien seluruh tenaga medis dan staff rumahsakit bekerja sama dalam mewujudkan hal tersebut, jika pasien puas dengan pelayanan yang dilakukan oleh tenaga professional, maka mutu dari suatu rumah sakit akan baik. Pasien yang datang berobat ke rumah sakit ingi dilayani dengan secara mudah, cepat, akurat, dan dengan biaya yang terjangkau, maka dari itu seluruh tenaga professional di rumah sakit harus bekerja sama dalam mewujudkan hal tersebut demi mutu pelayanan yang professional dan berkualitas. 3.2 Saran Dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang professional sebaiknya seluruh tenaga medis berserta staff di rumah sakit bekerja secara professional sesuai dengan keahlian masing-masing dan melaksanakan tugas secara sistematis mulai dari pencatatan, monitoring sampai dengan evaluasi, sehigga pelayanan yang diberikan dapat memuaskan pasien dan meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit.

21

Daftar Pustaka Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Standar Pelayanan Keperawatan di ICU. Jakarta: Depkes. Kron,T. & Gray, A. (1987). The manajemen of patient care putting leader-ship skill to work, sixth edition. Phil-adelphia : W.B Saunders Company Nurachmah, E. (1998). Program Evaluasi Model Praktek Keperawa-tan Profesional. Jurnal Keperawatan Indonesia.Volume II Miranda, DR,. Williams A Loirat PH. 2000. Management of Intensive Care Guidelines for Better Use Of Resource, Norwell: Klower Academic Publisher. Nursalam, 2015. Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktek Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika Perry, Anne .G. & Potter, Patricia. A. 1997. Fundamental of Nursing : Concepts, process and Practice (vol 2). Washington DC: The C.V. Mosby Company. Sitorus, R.Y. 2005. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit; Penataan Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat. Jakarta: EGC Stillwell, SB 1996. Critical Nursing Reference 2. nd. ed. St Louis Mosby year Book, Inc. Tinker J browne, Doren Rj, Sibbald, WJ. 1996 Critical care: strandart, audit and ethics, New York: Amold.

22

Lampiran Q & A

1. Ida Berliana Questions Maaf saya ingin menanyakan apakah ada kriteria khusus atau standart berapa kali kita melakukan monitoring dan evaluasi pasien ICU? Terimakasih Answer : Miftahul Jannah Bahwa Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara "berkesinambungan". Hal ini guna mewujudkan pelayanan ICU yang aman dan mengutamakan keselamatan pasien. Monitoring dan evaluasi dimaksud harus ditindaklanjuti untuk menentukan faktor-faktor yang potensial berpengaruh agar dapat diupayakan penyelesaian yang efektif. Indikator pelayanan ICU yang digunakan adalah system skor prognosis dan keluaran dari ICU . Sistem skor prognosis dibuat dalam 24 jam pasien masuk ke ICU. Contoh

system skor prognosis yang dapat digunakan adalah APACHE II, SOFA

skor. Rerata nilai skoring prognosis dalam periode tertentu dibandingkan dengan keluaran aktualnya. Pencapaian yang diharapkan adalah angka mortalitas yang sama atau lebih rendah dari angka mortalitas terhadap rerata nilai scoring prognosis. 2. Rafidah Azizah Questions Meliputi apa saja Monitoring yang dilakukan pada pasien yang berada di intensive care unit (ICU)? yang kita ketahui bahwa problema medis yang sering dialami pada umumnya adalah masalah Airway-Breathing and Ventilation-Circulation-Disability. Terimakasih :) Answer Miftahul Jannah Monitoring pasien ICU antaralain : 1. Monitoring tanda-tanda vital 2. Monitoring ECG 3. Monitoring Catheter vena sentral (CVP) 4. Monitoring Tekanan Arteri Pulmonal 23

5. Monitoring Respirasi. Lebih lengkapnya saya ambil sumber dari Scribd https://www.pdfcoke.com/doc/246757238/MONITORING-PASIEN-ICU-ppt

Pahlevi 1) Circulation : sirkulasi harus di pantau pada interval yang sering, monitoringnya antara lain pada pemeriksaan nadi, tekanan darah, dan hasil EKG 2) Respiration : pengamatan atau observasi di dukung oleh capnography dan Analisa gas darah 3) Oxygenation : pengamatan dan observasi, pulse oxymetri, dan analisa gas darah Sumber: College of Intensive Care Medicine. 2011. Minimum Standart for Intensive Care Units. Australia and New Zealand : College of Intensive Care Medicine of Australia and New Zealand https://www.cicm.org.au/CICM_Media/CICMSite/CICMWebsite/Resources/Professional%20Documents/IC-1-Minimum-Standards-forIntensive-Care-Units.pdf

24

Related Documents

Program Semester Kel 5
December 2019 30
Gadar Kel. 5.pptx
November 2019 17
Pkn Kel 5.docx
October 2019 40
Kel 5 Tindakan.docx
May 2020 8
Fluidisasi Kel 5.docx
November 2019 13
Utilitas Kel 5.docx
May 2020 23

More Documents from "lilis dwi"

Makalah Agama 1a.docx
July 2020 12
Bab I.docx
December 2019 16
Kel 5 Makp.docx
April 2020 14
Rmk Akpri Sap 3 Fix.pdf
December 2019 24