RINGKASAN MATERI AKUNTANSI KEPRILAKUAN “Heuristics and Biases”
Oleh :
KELOMPOK 4
I Wayan Dedik Widana
1881611030
Desak Putu Nitya Dewi
1881611040
Kadek Shintya Rahayu Dewi Damayanthi 1881611041 Ni Putu Ayu Nirvana Setyawati
1881611048
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Keprilakuan
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS MAGISTER AKUNTANSI UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2019
Ringkasan Materi “Heuristics and Biases”
1.1 Heuristik dan Bias Pengambilan keputusan merupakan suatu proses mengkombinasikan pendekatan yang rasional, yang prosesnya tidak dapat diformulasikan secara lengkap. Dalam proses ini, pengambil keputusan akan selalu menghadapi risiko yang berpengaruh pada proses penilaian itu sendiri. Pemahaman terhadap proses pengambilan keputusan pada masalah yang kompleks sangatlah penting agar dapat mengambil keputusan dengan baik dan menghadapi risiko dengan bijak. Praktik pengambilan keputusan selama ini menunjukkan kompleksitas masalah dan keterbatasan kemampuan rasional manusia, maka orang akan melakukan pengambilan keputusan secara rasional dan juga dalam berbagai situasi, mengambil keputusan dengan proses heuristik. Dalam psikologi, heuristik sangat sederhana. Heuristik adalah jalan pintas atau cara praktis pikiran kita dalam memecahkan masalah tertentu dengan hanya focus pada satu aspek dari masalah yang kompleks dan mengabaikan yang lainnya. Untuk sebagian besar, heuristik sangat membantu, karena memungkinkan kita untuk dengan cepat memahami lingkungan yang kompleks, namun ada saat ketika kita gagal membuat penilaian yang benar. Pola prinsip ini cenderung menyederhanakan suatu masalah yang seringkali tidak pada tempatnya. Proses ini mengakibatkan adanya kemungkinan bias, kesalahan, dan ketidakakuratan keputusan. Seringkali, heuristik ini terjadi dalam kondisi ketidakpastian serta didasarkan atas data yang validitasnya terbatas. Dengan demikian, ini tergolong kepada persoalan judgment under uncertainty dan judgment under risk. 1.2 Jenis-Jenis Heuristik 1.2.1
Heuristik Ketersediaan Menurut Tversky dan Kahneman, Heuristic ketersediaan adalah petunjuk
praktis dimana para pengambil keputusan menilai frekuensi kelas atau probabilitas dari suatu peristia dimudahkan dengan contoh atau kejadian yang dapat dibawa ke
pikiran. Singkatnya, heuristik ketersediaan adalah strategi membuat penilaian berdasarkan seberapa mudah informasi tertentu dimasukkan ke pikiran. Informasi yang lebih menonjol dan penting akan lebih mudah digunakan dalam melakukan penilaian dan pertimbangan. Contohnya jika pada suatu saat ada seseorang yang marah-marah didepan umum sehingga orang-orang mengerumuninya (oleh karena itu menonjol dan mudah diingat), maka orang itu akan dinilai pemarah. Sebaliknya jika ada orang tertawa-tawa di depan umum, kita menilai orang itu tidak waras, padahal belum tentu demikian. Orang cenderung menilai peluang terjadinya sesuatu dimasa depan berdasarkan mudah tidaknya kejadian itu dibayangkan atau diingat. Beberapa heuristik bias yang masuk dalam kategori ini adalah sebagai berikut: a. Bias 1 - Kemudahan Untuk Di ingat (berdasarkan atas keseringan dan keterbaharuan) Pimpinan menilai frekuensi peluang atau penyebab dari suatu kejadian melalui tingkatan kejadian yang tersedia dalam memori atau pikiran. Suatu kejadian yang menimbulkan emosi dan jelas, mudah dibayangkan dan spesifik akan lebih lekat di memori dibandingkan suatu kejadian yang tidak mengandung emosional secara alami, kurang matang, sulit dibayangkan atau ragu-ragu. Heuristik ketersediaan dapat sangat bermanfaat dalam mengambil strategi dalam proses pengambilan keputusan, karena kejadian tersebut sering terjadi dan memudahkan direkam oleh pikiran dibandingkan kejadian yang jarang terjadi. b. Bias 2 – Retievabilitas (berdasarkan atas struktur ingatan) Sebuah alasan penting untuk pola ini adalah, konsumen belajar tentang lokasi untuk jenis tertentu produk atau toko dan mengatur pikiran mereka seperti itu. Tverski dan Kahneman (1983) menemukan bahwa kebanyakan orang memberikan respon terhadap angka yang lebih besar. c. Bias 3 – Hubungan Dugaan Ketika kemungkinan dua kejadian terjadi bersamaan dinilai dengan ketersediaan dari penerimaan secara instan kejadian dalam pikiran kita. Kita biasanya menandai suatu kemungkinan tinggi yang tidak kita sukai dimana dua kejadian akan terulang secara bersamaan kembali.
d. Bias 4 – Hindsight Bias Orang lebih mudah membayangkan yang biasanya terjadi, dan bukannya halhal yang tidak biasa atau luar biasa. Ketika berdasarkan hal yang biasa orang menambatkan hal ke masa depan, berharap akan ada manfaat lebih. Ketika terjadi dimasa depan ternyata hal yang tidak biasa, akhirnya muncul ketidakcapaian manfaat dan ekspresi keperilakuannya dramatis.
1.2.2 Heuristik Keterwakilan Heuristik yang dibahas dalam bagian ini dikenal sebagai keterwakilan, dan itu mengarah kepada bias yang paling gampang diprediksi dalam situasi tertentu. Heuristik Keterwakilan adalah suatu cara pikiran kita bekerja dalam menaruh ciri, sifat, property atau sebuah bayangan dari sebuah himpunan ke anggota himpunan. Strategi membuat penilaian berdasarkan seberapa jauh kemiripan dengan sesuatu. Kita menyimpulkan seseorang ke dalam suatu karena dianggap memiliki ciri golongan itu. Misalnya, kita bertemu dengan orang baru. Secara cepat kilat, kita akan menduga ia apa pekerjaanya dengan jalan melihat seberapa mirip dia dengan orang-orang yang bekerja di bidang tertentu. Jika ia berjas, berdasi, berperut gendut, bersepatu kulit, bermobil mewah, kita mungkin menggolongkannya sebagai eksekutif disebuah perusahaan atau manajer perusahaan, sebab ia mirip tipe pejabat tinggi perusahaan. Beberapa bias heuristic yang masuk dalam kelompok keterwakilan adalah sebagai berikut: a. Bias 5 – Tidak Sensitif Terhadap Base-rate Bias pertimbangan jenis ini seringkali terjadi ketika seorang secara kognitif menanyakan pertanyaan yang salah. Mengabaikan base-rate memiliki banyak implikasi yang kurang baik. b. Bias 6 – Tidak Sensitif Terhadap Ukuran Sampel Walau ukuran sampel sangat fundamental terhadap ilmu statistik, Tversky dan Kahneman (1974) berpendapat bahwa ukuran sampel jarang menjadi bagian dari intuisi kita. Ilmu statistik mengatakan bahwa semakin besar sampel, semakin bagus probabilitas mewakili setiap kejadian. Mengapa begitu? Karena
ketika merespon terhadap masalah yang berhadapan dengan sampling, orang seringkali menggunakan heuristik keterwakilan. c. Bias 7 – Kesalahan Konsepsi Dari Peluang Sebagian besar orang seringkali mengandalkan intuisi mereka dan salah menyimpulkan. Peluang secara umum dipandang sebagai proses pembenaran diri dimana penyimpangan dalam satu arah menginduksi penyimpangan dalam arah
yang berlawanan untuk
mengembalikan keseimbangan.
Dalam
kenyataannya, penyimpangan tidak dibenarkan dalam satu kesempatan proses pembukuan, mereka benar-benar terlarut. Peneliti menaruh banyak kepercayaan pada hasil sampel awal, meremehkan replikabilitas dari temuan empiris. Hal ini diduga karena representativeness heuristic begitu bagus digunakan dalam pengambilan keputusan kita dibandingkan ilmuwan terlatih sekalipun dan menitikberatkan pada penggunaan statistik yang baik mungkin tidak efektif untuk menghilangkan pengaruh biasnya. d. Bias 8 – Regresi Pada Mean Banyak pengaruh dari regresi menuju mean, mengapa menggunakan konsep regresi menuju mean, sementara hasil statistik valid? Tversky dan Kahneman (1973) menyatakan bahwa representativeness heuristic menghitung untuk bias sistematik ini dalam pertimbangan. Mereka berpendapat bahwa seseorang biasanya menduga bahwa hasil dimasa depan akan dengan maksimal mewakili hasil terdahulu. Oleh karena itu, kita cenderung secara naif mengembangkan prediksi yang didasarkan pada asumsi dari korelasi sempurna dengan data lampau. Dalam beberapa situasi yang tidak biasa seseorang melakukan aspek intiuisi akibat pengaruh regresi pengaruh mean. e. Bias 9 – Kesalahan Konjugasi Lewat teori probabilitas seharusnya kita tau bahwa peluang untuk mendapatkan suatu kejadian B lebih besar atau sama dengan peluang untuk mendapatkan A dan B sekaligus, jika A dan B saling bebas. Tversky dan Kahneman (1983) telah menunjukan kebohongan konjugasi cenderung mengarah pada penyimpangan dari rasionalitas dalam menilai suatu peristiwa, tindakan kriminal, hubungan internasional, dan pertimbangan medis. Keprihatinan kita dengan bias yang dihasilkan dari kebohongan konjugasi adalah bila kita membuat penyimpangan
sistematik dari rasionalitas dalam memprediksi hasil, kita akan menjadi kurang persiapan untuk berhadapan dengan kejadian dimasa depan.
1.2.3
Heuristik Penjangkaran dan Penyesuaian Penjangkaran dan Penyesuaian adalah heuristik yang melibatkan
penyesuaian dari beberapa awal titik. Seorang pembuat keputusan memberrikan pertimbangan dari nilai awal dan menyesuaikannya dengan keputusan akhir. Nilai awal atau jangkar awal dapat ditemukan secara historis dari bagaimana cara terjadinya permasalahan bersangkutan atau perhitungan dari berbagai informasi yang ada. Kekurangcermatan mempertimbangkan dasar-dasar nilai awal cenderung menghasilkan keputusan yang tidak optimal. Sehingga heuristic ini akan menimbulkan masalah ketika informasi baru yang diterima berlawanan dengan nilai awal. Beberapa heuristic bias jenis ini adalah sebagai berikut a. Bias 10 – Penyesuaian Acuan yang Tidak Layak Walaupun subyek sadar bahwa acuannya acak dan saling tidak berhubungan terhadap pertimbangan, acuan memiliki efek yang dramatis terhadap pertimbangan mereka. Menariknya, membayar subyek secara berbeda- beda berdasarkan keakuratan tidak mengurangi peningkatan dari pengaruh pengacuan.
Penggunaan
sistem
kompensasi
semacam
itu
menerima
ketidakadilan dimasa lampau sebagai suatu acuan dan membuat penyesuaian yang tidak sesuai dari titk tersebut. Nisbett dan Ross (1980) dalam plous (1993) menunjukan suatu argumen yang memperkirakan bahwa bias pengacuan dan penyesuaian itu sendiri menyatakan bahwa sangat sulit sekali untuk mengubah strategi pengambilan keputusan. Mereka berpendapat bahwa masing-masing heuristik yang kami identifikasi saat ini bertindak sebagai acuan kognitif dan merupakan pusat dari proses dari pertimbangan saat ini. b. Bias 11 - Konjungtif dan Disjungtif Kejadian Bias Bagaimana setiap bias ini diwujudkan dalam suatu konteks terapan? Perkiraan berlebih dari kejadian konjungtif merupakan suatu penjelasan kuat dari masalah ini dalam proyek yang memerlukan perencanaan bertahap. Perorangan, pebisnis, dan pemerintah seringkali menjadi korban dari bias kejadian konjungtif melalui waktu dan dana. Proyek pekerjaan umum gagal terselesaikan
tepat waktu atau kekurangan dana. Pengapalan produk baru sering lebih lama dari yang diharapkan. Bias disjungtif telah mengarahkan kita untuk berharap hal yang terburuk. c. Bias 12 – Overconfidence Overconfidence adalah percaya diri atau keyakinan yang berlebihan. Temuan yang paling baik yang ditetapkan dalam tulisan-tulisan keyakinan berlebihan adalah kecenderungan orang untuk menjadi terlalu yakin untuk membenarkan jawaban mereka ketika diminta untuk menjawab kesulitan menengah sampai sangat sulit. Namun, subyek umumnya tidak menunjukan sifat keyakinan berlebih, dan sering menjadi tidak yakin, untuk menjawab pertanyaan yang mereka rasa akrab. Oleh karena itu, kita selalu waspada untuk menjadi terlalu yakin di luar bidang kita.
1.2.4
Beberapa Bias Lainnya
a. Counterfactual Reasoning Ini adalah kecendrungan untuk mengevaluasi suatu kejadian dengan mempertimbangkan alternative kejadian. Penilaian terhadap orang tidak hanya dipengaruhi oleh kejadian yang dialami orang itu, tetapi juga apa yang mungkin dialami orang akibat kejadian itu. b. Efek Kesalahan Konsensus (False Consensus Effect) Efek kesalahan consensus biasanya digunakan untuk membenarkan diri sendiri atau menjustifikasi. Secara garis besar ada dua sebab mengapa hal itu dilakukan. Pertama banyak orang ingin percaya bahwa orang lain sepakat dengan mereka karena itu meningkatkan kepercayaan diri. Kedua, hal-hal yang mengandung persetujuan dan persamaan akan lebih mudah diingat. Selain itu umumnya orang bergaul dengan orang yang kurang lebih mirip, baik dalam keyakinan , sikap, pengetahuan dan lainnya. c. Manajemen Kesan (Impression Management) Dalam kehidupan sehari-hari kita terkadang dibiaskan oleh manajemen kesan. Cara anda membentuk kesan terhadap orang lain kadang dipengaruhi oleh motivasi, tujuan, dan kebutuhan. Meskipun berusaha akurat, kadang terdapat bias dalam pembentukan kesan terhadap orang lain. Pertama, bias karena
adanya keinginan orang membuat terkesan orang lain. Kedua bias karena kecendrungan orang untuk menilai positif orang lain. d. Self-Fulfilling Prophecy Bias ini adalah kecenderungan orang untuk memperoleh informasi, memaknai dan menyusun informasi yang konsisten dengan keyakinan saat itu. Salah satunya adalah efek pemenuhan harapan diri, yakni kencenderungan orang untuk berperilaku tertentu yang konsisten dengan harapan, keyakinan, atau pikirannya mengenai suatu kejadian atau perilaku. e. Bias Konfirmasi Efek ini menyangkut masalah pengkodena atau tanda tertentu, yaitu ketika hasil persepsi tidak diterjemahkan sebagaimana mestinya. Hasilnya, ketika kita mempunyai data baru yang bertentangan dengan keyakinakan kita, maka data ini justru kita anggap masih sesuai dengan keyakinan kita.
1.3 Bagaimana Hubungan Heuristik Ketersediaan Dengan Akuntansi Dalam banyak kasus heuristik menyediakan estimasi frekuensi dan probabilitas yang cukup akurat, meskipun dalam beberapa situasi heuristik ketersediaan dapat menyebabkan bias dalam penilaian dan pengambilan keputusan. Dalam akuntansi keuangan prediksi suatu aspek penting dalam pengambilan keputusan investasi. Investor yang mampu memprediksi harga saham dengan akurat dengan waktu yang relatif cepat, akan memperoleh prioritas transaksi lebih dulu sehingga memperbesar kesempatan untuk memperoleh transakasi yang sesuai atau cocok (kufepaksi, 2007). 1.4 Bagaimana Hubungan Heuristik Keterwakilan Dengan Akuntansi Menurut hamid 2007, dalam pasar surat berharga, misalnya saham, investor dapat mengelompokkan beberapa saham sebagai saham bertumbuh berdasarkan pada sejarah pertumbuhan laba yang konsisten. Investor sering salah sangka bahwa kinerja operasi sebelumnya adalah representasi untuk kinerja dimasa yang akan datang dan sering mengabaikan informasi yang tidak cocok dengan hal ini. Kenyataan ini membuat investor bereaksi berlebihan terhadap kinerja persisten berlanjut dalam jangka panjang. Hal ini menyebabkan investor stereotipe terhadap
saham. Dipihak lain pihak, aspek keterwakilan ini juga terbaca manakala suatu perusahaan mempunyai sejarah pertumbuhan laba yang konsisten selama beberapa tahun. 1.5 Risiko Kita telah membahas tentang apa-apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya bias dalam pengambilan suatu keputusan. Adapun resiko yang akan timbul dari bias dalam pengambilan keputusan, adalah: 1) Salah dalam pengambilan keputusan yang disebabkan karena hanya menggunakan informasi yang tidak lengkap dan kurang relevan untuk dijadikan landasan dalam pengambilan keputusan. 2) Merasa resah dan menyesal atas keputusan yang telah diambil. 3) Tidak optimalnya kinerja dari organisasi atau perusahaan karena adanya satu keputusan yang bias. 4) Terlewatnya kesempatan dalam mencapai keuntungan karena salah dalam pengambilan keputusan. 1.6 Cara Mengatasi Bias dalam Pengambilan Keputusan Yang Harus dilakukan oleh para manajer untuk memperbaiki pengambilan keputusan mereka agar tidak terjadi bias dalam pengambilan keputusan, antara lain: 1. Analisis situasi, seseuaikan gaya pengambilan keputusan anda dengan budaya nasional setempat, evaluasi kriteria, dan sistem penghargaan organisasi anda. Sesuaikan gaya keputusan anda untuk meyakinkan kecocokannya dengan budaya organisasi. 2. Waspada terhadap bias, setiap keputusan pasti membawa bias. Jika anda sadar bahwa terdapat bias yang mempengaruhi penilaian anda, anda dapat mulai merubah cara anda dalam mengambil keputusan. 3. Kombinasikan analisis rasional dengan intuisi, karena kedua hal tersebut bukan pendekatan yang bertentangan dalam pengambilan keputusan. Dengan menggunakan keduanya akan dapat memperbaiki keefektifan keputusan anda. Begitu anda memperoleh pengalaman manajerial, pasti anda merasa semakin
yakin dalam menetapkan proses intuisi anda diatas puncak analisis rasional anda. 4. Jangan pernah beranggapan keputusan pada hal tertentu dapat diterapkan pada setiap pekerjaan. Karena organisasi berbeda, begitu pula pekerjaan dalam organisasi. Keefektifan meningkat bila ada kecocokan gaya keputusan anda dengan kebutuhan pekerjaan. 5. Gunakan teknik kemajuan kreativitas. Anda dapat memperbaiki keefektifan pengambilan keputusan dengan mencari solusi baru terhadap suatu permasalahan. Perangsangan kreativitas dapat sederhana seperti mengatakan pada diri anda sendiri untuk berfikir kreatif dan secara spesifik mencari alternatif-alternatif yang unik, bisa dengan mempraktekkan pembuatan daftar atribut dan teknik berfikir lateral. 1.7 Teori Atribusi Pemahaman yang tepat tentang kondisi emosional atau mood seseorang dapat sangat bermanfaat dalam berbagai hal. Namun, bahasan dalam psikologis sosial. Biasanya, kita ingin tahu lebih jauh, memahami sifat-sifat individu yang lebih mantap dan mengetahui penyebab dibalik perilaku mereka. Menurut psikolog sosial, pada dasarnya minat kita ini berasal dari minat untuk memahami hubungan sebab-akibat dalam dunia sosial. Dengan kata lain, kita tidak hanya sekedar ingin tahu bagaimana seseorang berbuat, lebih jauh kita ingin tahu mengapa mereka berbuat demikian. Proses dimana kita mencoba mencari informasi ini disebut atribusi (attribution) atau atribusi adalah upaya kita untuk memahami penyebab di balik perilaku. 1.7.1
Teori-teori Atribusi Teori pertama dari tiga teori klasik yang ada, teori korespondensi
inferensial (correspondent inference) dari Jones dan Davis mempertanyakan bagaimana kita menggunakan informai tentang perilaku seseorang sebagai dasar untuk menyimpulkan bahwa orang tersebut mempunyai sekumpulan sifat-sifat atau trait tertentu. Dengan kata lain teori ini mencoba mengetahui bagaimana kita mengambil keputusan berdasarkan observasi terhadap perilaku seseorang
bahwa mereka mempunyai sifat-sifat atau disposisi tertentu yang relative stabil dan bertahan untuk jangka waktu yang lama. Sekilas tampaknya mudah, perilaku orang lain memberi kita banyak informasi untuk diolah sehingga kalau kita mengobservasinya dengan hati-hati, banyak yang kita bisa pelajari dari situ sampai derajat tertentu hal ini benar. Namun, pekerjaan ini tetap saja kompleks. Sering kali individu bertindak bukan karena sifatnya namun karena dipengaruhi faktor-faktor eksternal. Secara keseluruhan, menurut teori ini, kita punya kecenderungan untuk menyimpulkan bahwa perilaku orang lain merefleksikan sifatnya yang stabil/menetap (dimana kita condong membuat korespondensi inferensial tentang mereka) ketika perilaku itu : a. Perilaku yang dianggap bebas b. Memunculkan efek tidak umum yang membedakan c. Rendah tingkat harapan sosialnya Kedua teori atribusi kausal dari Kelly yang artinya bagaimana kita menjawab pertanyaan “mengapa”? Menurut Kelley, dalam upaya menjawab pertanyaan mengapa dalam perilaku orang lain, kita memusatkan perhatian pada hal yang berhubungan dengan tiga sumber informasi penting. a. Consensus (consensus) merupakan derajat kesamaan reaksi orang lain terhadap stimulus atau peristiwa tertentu dengan orang yang sedang kita observasi. Makin tinggi proporsi orang yang bereaksi serupa dengannya, makin tinggi konsensusnya. b. Konsistensi (consistency) merupakan derajat kesamaan reaksi seseorang terhadap suatu stimulus atau suatu peristiwa yang sama pada waktu yang berbeda. c. Distingsi
(distinctiveness)
merupakan
derajat
perbedaan
reaksi
seseorang terhadap berbagai stimulus atau peristiwa yang berbeda-beda. Menurut teori Kelley, kita mengatribusi perilaku orang lain pada penyebab internal manakala tingkat consensus dan distingsinya rendah namun konsistensinya tinggi. Ketiga teori regulasi fokus yang artinya apakah augmenting dan discounting selalu terjadi ? teori ini menyatakan bahwa dalam
mengatur agar perilaku dapat mencapai tujuan yang diharapkan, individu kerap mengadopsi satu dari dua perspektif yang berbeda: fokus proposi (promotion focus), yaitu penekanan pada keberadaan atau ketiadaan hasil yang positif, atau fokus preventif (prevention focus) yang lebih penekanan pada hasil yang negative. Fokus promosi mendorong orang untuk lebih memperhatikan upaya mengidentifikasi hipotesis yang akurat tentang dunia sosialnya dan juga menghindari melakukan kesalahan deteksi, yaitu kegagalan mengidentifikasikan keberadaan hipotesis yang akurat. Atribusi seringkali keliru, satu dari tipe kesalahan yang paling sering terjadi adalah karena bias korespondensi. Bias korespondensi merupakan suatu kecenderungan untuk menjelaskan perilaku seseorang sebagai cerminan dari disposisinya, padahal faktor situasionalnya juga hadir. Kecenderungan ini lebih kuat terjadi di masyarakat dengan latar budaya barat. Dua jenis kesalahan atribusi lainnya adalah efek aktor pengamat merupakan kecenderungan untuk mengatribusi perilaku lebih pada faktor eksternal dari pada faktor internal dan bias/ kesalahan, mengutamakan diri sendiri atau kecenderungan untuk mengatribusi perilaku positif kita pada faktor internal, dan perilaku negative kita pada faktor eksternal. 1.8 Kesimpulan Salah satu masalah yang akan dihadapi dalam suatu organisasi atau sebuah perusahaan adalah dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil akan sangat mempengaruhi dari operasional organisasi atau perusahaan tersebut. Keputusan yang diambil secara asal atau tanpa pertimbangan dari informasi yang akurat atas masalah yang akan diambil keputusannya akan menjadi bias dalam pengambilan keputusan. Bias yang terjadi dalam suatu pengambilan keputusan berdampak resiko yang akan dihadapi. Agar tidak terjadinya bias dalam pengambilan keputusan seorang manajer atau pimpinan harus mengetahui apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya bias dalam pengambilan keputusan. Setelah diketahuinya faktor tersebut, diharapkan kepada manajer atau pimpinan akan dapat menghindari atau meminimalisir terjadinya bias dalam pengambilan keputusan.
Untuk mencegah terjadinya bias dalam pengambilan keputusan, ada beberapa cara yang harus diperhatikan; yaitu, sebelum mengambil sebuah keputusan manajer atau pimpinan harus menganalisis situasi, seseuaikan gaya pengambilan keputusan anda dengan budaya nasional setempat, evaluasi kreteria, dan sistem penghargaan organisasi anda. Sesuaikan gaya keputusan anda untuk meyakinkan kecocokannya dengan budaya organisasi, lalu mempertimbangkan informasi yang berkaitan dengan masalah yang diambil keputusan.
REFERENSI Plous, Scott. 1993. “The Psychology of Judgment and Decision Making.” McGrawHill Series in Social Psychology, 302.
Suartana, Wayan. 2010. Akuntansi Keperilakuan Teori dan Implementasi. Yogyakarta: Penerbit Andi.