Kasbes Rhinitis Alergika (emia-amal).docx

  • Uploaded by: AmaliaPermataBahar
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kasbes Rhinitis Alergika (emia-amal).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,089
  • Pages: 25
LAPORAN KASUS KEPANITERAAN

SEORANG PEREMPUAN USIA 22 TAHUN DENGAN SUSPEK RHINITIS ALERGIKA PERSISTEN SEDANG-BERAT

Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan Ilmu Kesehatan THT-KL Kedokteran Universitas Diponegoro

Penguji Kasus

: dr. Riece Hariyati, Sp.THT-KL(K), MSi. Med

Pembimbing

: dr. Maya Damayanti

Dibacakan oleh

: Emia Harinda Sinulingga Amalia Permata Bahar

Dibacakan tanggal

:

22010117220034 22010117220213

Agustus 2018

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT-KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO RSUP Dr. KARIADI SEMARANG 2018

HALAMAN PENGESAHAN

Melaporkan kasus Seorang Perempuan Usia 22 Tahun dengan Suspek Rhinitis Alergika Penguji Kasus

: dr. Riece Hariyati, Sp.THT-KL(K), MSi. Med

Pembimbing

: dr. Maya Damayanti

Dibacakan oleh

: Emia Harinda Sinulingga Amalia Permata Bahar

Dibacakan tanggal

:

22010117220034 22010117220213

Agustus 2018

Diajukan guna memenuhi tugas kepaniteraan di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Semarang, Agustus 2018

Mengetahui,

Penguji kasus

Pembimbing

dr. Riece Hariyati, Sp.THT-KL(K), MSi. Med

ii

dr.Maya Damayanti

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1 BAB II LAPORAN KASUS ......................................................................... 3 BAB III TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 11 BAB IV PEMBAHASAN .............................................................................. 19 BAB V SIMPULAN ..................................................................................... 21 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 22

iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Rhinitis merupakan suatu istilah yang menggambarkan keadaan

akut atau kronik intermiten atau persisten dari salah satu atau lebih gejala hidung berupa keluarnya cairan dari hidung, gatal, bersin, dan rasa hidung tersumbat. Gejala ini timbul akibat adanya proses inflamasi dari membran mukosa hidung.1 Rhinitis alergika merupakan kondisi dimana terdapat inflamasi pada rongga hidung akibat paparan terhadap allergen yang terhirup.2 Prevalensi rhinitis alergika diperkirakan mencapai 10-20% pada orang dewasa dan hingga 40% pada anak. Angka kejadian rhinitis alergi sangat bervariasi, bergantung pada golongan usia. Kejadian meningkat pada golongan usia balita, hingga mencapai puncak pada golongan usia anak-anak dan dewasa kemudian angka kejadian menurun pada golongan usia lanjut usia. Sebuah studi di Thailand dan Korea menunjukkan sekitar 44,2% dan 20,8% dari penduduk mengidap rhinitis alergika yang mana kejadian ini meningkat 3 kali lipat pada akhir-akhir ini.3,4 Prevalensi rhinitis alergi di Indonesia telah mencapai 1,5-12,4% dan cenderung meningkat setiap tahunnya. Pada satu penelitian terhadap 564 anak usia 5 bulan sampai 17 tahun, didapatkan sekitar 30% anak usia 5 bulan sampai 4 tahun menunjukkan gejala rhinitis alergi. Angka ini meningkat menjadi 85% pada usia 10 tahun sampai 17 tahun. Penelitian yang dilakukan terhadap siswa usia 16-19 tahun di Semarang, didapatkan prevalensinya sebesar 30,2%.5,6 Penyebab reaksi alergi pada pasien dengan rhinitis alergika sangat beragam. Allergen yang mencetuskan gejala merupakan aeroalergen atau allergen yang terhirup masuk melalui hidung. Dust mites merupakan allergen terbanyak penyebab reaksi alergi di Indonesia.7

1

Gejala dari rhinitis alergika meliputi gejala bersin, hidung tersumbat, hidung gatal, cairan dari hidung bersifat encer dan jernih, dan timbul ketika terpapar oleh allergen tertentu. Allergic shinner, allergic sallute, dll.8 Akibat adanya gejala dari rhinitis alergika tersebut, seorang pasien dapat

mengalami

penurunan

kualitas

hidup.

Studi

di

Amerika

menunjukkan bahwa rhinitis alergika telah menurunkan kualitas hidup sebesar 5%-20%. 4

1.2

Tujuan Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah agar mahasiswa kedokteran

mampu menegakkan diagnosis dan melakukan rujukan yang tepat berdasarkan data yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dan pengelolaan pasien dengan rhinitis alergika.

1.3

Manfaat Penulisan laporan ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam

proses pembelajaran agar dapat menegakkan diagnosa sementara, mengusulkan pemeriksaan penunjang dan melakukan rujukan, serta pengelolaan pasien dengan rhinitis alergika.

2

BAB II LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Penderita Nama inisial

: Nn. VF

Umur

: 22 tahun

Tempat, tanggal lahir : Ujung Batul, 30 April 2018 Jenis kelamin

: Peremmpuan

Agama

: Islam

Warga negara

: Indonesia

Suku

: Minang

Alamat kecamatan

: Tapung Hulu

Kabupaten

: Kampar Riau

Telepon rumah

:-

Hp

: 08527237212

Pekerjaan

: Mahasiswa

Pendidikan tertinggi : SMA No. RM Irja

: C706407

Masalah Aktif

Masalah Tidak Aktif

1. Rhinorea  6 2. Bersin – bersin di pagi hari > 10 x  6 3. Hidung tersumbat (+/+) 6 4. Hidung gatal  6 5. PF :allergic crease (+), discharge serous, mukosa hidung livid (+/+), konka hipertrofi (+/+) 6 6. Rhinitis alergika persisten sedang-berat

3

2.2 Anamnesis Autoanamnesis dengan Nn. VF pada tanggal 6 Agustus 2018 Pukul 10.00 WIB. Keluhan utama : Pilek Perjalanan penyakit sekarang : Pasien mengeluh sering pilek terus menerus sejak 3 bulan yang lalu. Pilek muncul terutama saat pagi hari, keluar cairan warna bening dan encer. Pilek dirasakan mengganggu aktivitas dan pekerjaan. Pilek semakin memberat pada saat udara dingin dan bila terkena debu. Keluhan biasanya berkurang setelah pasien minum obat dekstamin plus yang di beritahu oleh temannya. Selain itu, pasien juga mengeluhkan bersin-bersin tiap pagi hari >10x. Pasien merasakan hidung tersumbat dan terasa gatal. Keluhan lain seperti demam, sakit kepala, badan lemas, gangguan penghidu, lendir ditenggorokan, mata gatal, telinga gemerbeg disangkal. Keluhan seperti ini telah dirasakan sejak 3 tahun yang lalu sampai saat ini. Selama 3 bulan terakhir pasien belum pernah memeriksakan diri ke dokter. Kemudian pasien memeriksakan diri ke poli THT RSDK.

Riwayat penyakit dahulu: - Riwayat sakit seperti ini sebelumnya (-) - Riwayat keluar cairan dari telinga (-) - Riwayat asma (-) - Riwayat gatal pada kulit (-) - Riwayat gigi berlubang (-), karies gigi (-) - Riwayat alergi obat/makanan (-) - Riwayat diabetes melitus (-) - Riwayat hipertensi (-)

Riwayat penyakit keluarga : - Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini - Riwayat keluar cairan dari telinga (-)

4

- Riwayat asma (-) - Riwayat gatal pada kulit (-) - Riwayat gigi berlubang (-), karies gigi (-) - Riwayat alergi obat/makanan (-) - Riwayat diabetes melitus (-) - Riwayat hipertensi (-)

Keadaan sosial ekonomi : Pasien tinggal di kontrakan bersama ketiga temannya. Ventilasi rumah kontrakan pasien kurang. Lingkungan di sekitar rumah pasien tidak banyak debu. Pembiayaan pengobatan dengan tanggungan mandiri. Kesan sosial ekonomi: cukup.

2.3 Pemeriksaan A. PEMERIKSAAN FISIK (Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 6 Agustus 2018 Pukul 10.00 WIB) Status Generalis Kesadaran

: komposmentis

Aktivitas

: aktif

Kooperativitas : kooperatif Status gizi

: normoweight

BB

: 55 kg

TB

: 158 cm

BMI

: 22,03

Kulit

: berwarna sawo matang, turgor cukup

Konjungtiva

: anemis (-/-), ikterik (-/-)

Mata

: Katarak (-), allergic shinner (-/-)

Nadi

: 88 x / menit, regular, isi dan tegangan cukup

Tensi

: 120/80 mmHg

Nafas

: sesak nafas (-)

Suhu

: 36,7oC

5

Thorax

: kesan dalam batas normal

Abdomen

: kesan dalam batas normal

Anggota gerak : kesan dalam batas normal Limfe

: pembesaran limfonodi (-/-)

Status Lokalis Telinga Gambar:

Kanan Mastoid

Kiri

Hiperemis (-), nyeri tekan (-),

Hiperemis (-), nyeri tekan (-),

nyeri ketok (-), fistel (-), abses

nyeri ketok (-), fistel (-), abses (-)

(-) Pre aurikula

Hiperemis (-), edema (-),

Hiperemis (-), edema (-), fistula (-

fistula (-), abses (-), nyeri tekan ), abses (-), nyeri tekan tragus (-),

Retro aurikula

tragus (-), pembesaran KGB (-)

pembesaran KGB (-)

Hiperemis (-), edema (-),

Hiperemis (-), edema (-), fistula (-

fistula (-), abses (-), nyeri tekan ), abses (-), nyeri tekan (-), (-), pembesaran KGB (-) Aurikula

pembesaran KGB (-)

Normotia, hiperemis (-), edema Normotia, hiperemis (-), edema ((-), nyeri tarik (-)

), nyeri tarik (-)

Serumen (-), edema (-),

Serumen (-), edema (-), hiperemis

hiperemis (-), furunkel (-),

(-), furunkel (-), discharge (-),

discharge (-), granulasi (-)

granulasi (-)

Membran

Warna putih mengkilat,

Warna putih mengkilat, perforasi

timpani

perforasi (-),reflek cahaya (+)

(-),reflek cahaya (+) arah jam 7,

arah jam 5, granulasi (-)

granulasi (-)

CAE/MAE

6

Hidung dan Sinus Paranasal Gambar:

Pemeriksaan Hidung

Hidung Kanan

Hidung Kiri

Inspeksi : Bentuk (N), simetris, deformitas (-),warna Hidung Luar

kulit sama dengan sekitar, allergic crease (+) Palpasi : os nasal : krepitasi (-/-), nyeri tekan (-/-)

Sinus

Nyeri tekan (-), nyeri ketok (-)

Rinoskopi Anterior Discharge

Serous (+)

Serous (+)

Hiperemis (-), livid (+)

Hiperemis (-), livid (+)

Hipertrofi(+), Edema (-),

Hipertrofi(+)Edema(-),

Konka Inferior

laserasi (-)

laserasi (-)

Tumor

Massa (-)

Massa (-)

Deviasi(-),

Deviasi(-),

Perdarahan (-)

perdarahan (-)

Mukosa

Septum nasi

Tenggorok Faring : Orofaring Palatum

: simetris, bombans (-), hiperemis (-), fistula (-)

Arkus faring

: asimetris, uvula di tengah, hiperemis (-)

Mukosa

: hiperemis (-), granulasi (-), eksudat (-)

7

Tonsil

: Kanan

Kiri

Ukuran

T1

T1

Warna

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Edema

(-)

(-)

Permukaan Rata

Rata

Kripte

Tidak melebar

Tidak melebar

Detritus

(-)

(-)

Membran

(-)

(-)

Peritonsil

: Hiperemis (-), edema (-), abses (-)

Lain – lain

: reflek muntah (+)

Nasofaring (Rhinoskopi posterior) Tidak dilakukan

Kepala dan Leher Kepala

: mesosefal

Wajah

: simetris, perot (-), deformitas (-)

Leher anterior : pembesaran nnll (-/-) Leher lateral : pembesaran nnll (-/-)

Gigi dan Mulut Gigi geligi

: gigi goyang (-), gigi berlubang (-), karies gigi (-)

Lidah

: simetris, deviasi (-), stomatitis (-)

Palatum

: simetris, bombans (-), hiperemis (-)

Pipi

: mukosa buccal hiperemis (-), stomatitis (-)

8

2.4 Ringkasan Seorang perempuan usia 22 tahun datang ke Poliklinik THT RSDK dengan keluhan pilek terus menerus sejak 3 bulan yang lalu, muncul terutama saat pagi hari, keluar cairan warna bening dan encer, keluhan dirasakan mengganggu aktivitas dan pekerjaan, keluhan diperberat pada saat udara dingin dan bila terkena debu. Keluhan biasanya berkurang setelah pasien minum obat dekstamin plus. Selain itu pasien juga mengeluhkan bersin-bersin (+), obstruksi nasal (+), hidung gatal (+). Tidak terdapat riwayat keluarga pasien yang sakit seperti ini. Pada pemeriksaan fisik hidung dari inspeksi didapatkan allergic crease (+). Pada pemeriksaan rinoskopi anterior didapatkan discharge serous (+/+), konka hipertrofi (+/+), livid (+/+).

2.5 Diagnosis Banding – Rhinitis alergika persisten sedang-berat – Rhinitis vasomotor – Rhinitis kronik

2.6 Diagnosis Sementara Suspek rhinitis alergika persisten sedang-berat

2.7 Pemeriksaan Diagnostik -

Skin Prick Test

2.8 Pengelolaan Terapi 

Non medikamentosa: hindari pajanan allergen ( avoidance )



Medikamentosa: o Cetirizine tab 10 mg/24 jam p.o malam hari selama 5 hari o Kortikosteroid topikal: Beclomethasone nasal spray, 1 kali sehari 2 spray hidung kanan dan kiri pagi hari 2 minggu

9

Pemantauan 

Progresivitas penyakit yang diderita pasien



Respon obat dan efek samping obat

Edukasi 

Menjelaskan diagnosis penyakit kepada pasien yaitu pasien menderita rhinitis alergi, yang merupakan penyakit akibat respon alergi yang muncul ketika terpajan alergen.



Edukasi pada pasien agar pasien menghindari alergen yang dicurigai penyebab dan menjaga kebersihan lingkungan sekitar seperti mengganti sprei kasur 2x dalam seminggu, rutin membersihkan kamar dan rumah, menggunakan masker jika membersihkan rumah.



Edukasi pada pasien agar pasien tidak memasukan jari ke lubang hidung.



Edukasi pada pasien saat tidak membaik setelah diberi pengobatan untuk kembali kontrol.



Edukasi pada pasien bahwa terdapat efek samping obat yaitu mengantuk.



Edukasi kepada pasien bahwa penyakit ini tidak bisa disembuhkan tetapi bisa dikendalikan dengan menghindari paparan alergen.



Edukasi kepada pasien selalu menggunakan masker ketika gejala muncul dan saat bepergian

Prognosis Quo ad sanam

: ad bonam

Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad fungsionam

: ad bonam

10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 1. Rhinitis Alergi A. Definisi Rhinitis merupakan suatu istilah yang menggambarkan keadaan akut atau kronik intermiten atau persisten dari salah satu atau lebih gejala hidung berupa keluarnya cairan dari hidung, gatal, bersin, dan rasa hidung tersumbat. Gejala ini timbul akibat adanya proses inflamasi dari membran mukosa hidung. Rhinitis alergika merupakan kondisi dimana terdapat inflamasi pada rongga hidung akibat paparan terhadap allergen yang terhirup.9

B. Etiologi Rhinitis alergi disebabkan oleh adanya kontak dengan alergen hirup. Alergen tersebut dapat berupa alergen binatang seperti house dust mite, kecoa, bulu anjing, kucing, kuda. Alergen tumbuhan seperti jamur maupun serbuk sari bunga. Kedua alergen tersebut merupakan penyebab umum terjadinya rhinitis alergi. Penyebab berikutnya yang juga berpotensi terjadinya rhinitis alergi namun angka kejadiannya tidak sebanyak alergen binatang dan tumbuhan yaitu alergen makanan seperti gandum, susu, telur maupun kacang-kacangan.10 Genetik memiliki peran penting menjadi faktor predisposisi. Anak-anak berpotensi memiliki alergi sebesar 47% bila kedua orangtua juga memiliki riwayat alergi.10

C. Patofisiologi Tahap awal dari terjadinya rhinitis alergika adalah adanya sensitisasi terhadap allergen. Allergen terbanyak penyebab rhinitis alergika adalah protein yang terhirup, seperti pollen, dust mite, debu binatang. Allergen yang terhirup kemudian terkumpul dan menyebar ke seluruh jaringan hidung.1 Proses sensitisasi dimulai pada jaringan hidung, dimana antigen-persenting cell (APCs), terutam sel dendritik, yang menelan allergen dan memecah mereka menjadi

11

peptida antigen. Kemudian peptida antigen diekspresikan pada permukaan sel tersebut dan dipresentasikan pada limfosit T CD4 naive. Kemudian sel ini akan memproduksi IL-4 yang akan mengubah Th0 menjadi Th2. Sel Th2 yang teraktivasi kemudian mengeluarkan sitokin berupa IL-4 dan IL-13 untuk membuat sel limfosit B menghasilkan IgE. Imunoglobulin E yang dihasilkan, kemudian menempel pada reseptor tetramerik yang berada di permukaan sel mast, reseptor trimerik pada sel dendritik, dan beberapa reseptor dengan afinitas rendah pada monosit, makrofag, dan limfosit B. Proses inilah yang disebut sebagai sensitisisasi alergen.1 Pada paparan selanjutnya, allergen lebih mudah diikat dengan keberadaan IgE pada permukaan sel-sel tersebut. Kompleks allergen-IgE pada permukaan sel mast, akan memacu terjadinya degranulasi dan pelepasan mediator inflamasi seperti histamin, triptase, leukotrien, dan prostaglandin. Pelepasan histamin akan dilanjutkan dengan penempelan pada serabut saraf sensoris dan memacu timbulnya bersin, hipersekresi kelenjar dan gatal. Sementara penempelan histamin pada reseptor H1 dan H2 di mukosa pembuluh darah akan menghasilkan vasodilatasi yang kemudian menimbulkan rasa hidung tersumbat. Leukotrien bekerja untuk meningkatkan vasodilatasi dan sekresi. Peran triptase dan sitokin lainnya kurang jelas pada hubungannya dengan gejala klinis.Reaksi segera ini dapat muncul dalam beberapa menit dan dapat menghilang dalam beberapa jam setelah paparan.1 Proses lainnya yang terjadi beriringan dengan proses diatas adalah adanya IL-4, IL-5 dan IL-13 serta leukotrien yang kemudian memacu migrasi eosinofil. Eosinofil akan memproduksi major basic protein (MBP), eosinophil cationic protein (ECP), dan eosinophil peroxidase (EPO), yang kemudian kan merusak sel epitel hidung. Konsentrasi rendah dari MBP sudah dapat mengganggu pergerakan silia dari hidung.

12

Gambar 1. Patofisiologi dari Rhinitis Alergika2

D. Klasifikasi Berdasarkan

waktunya

dibedakan

menjadi

intermitten

dan

persisten.

Intermitten apabila gejala yang timbul terjadi selama kurang dari 4 hari dalam tiap minggunya atau terjadi selama kurang dari 4 minggu sedangkan persisten apabila gejala timbul lebih dari 4 hari dalam satu minggu dan terjadi lebih dari 4 minggu berturut-turut. Klasifikasi berikutnya berdasarkan seberapa besar keluhan penderita mempengaruhi aktivitasnya. Dibagi menjadi ringan dan sedang-berat. Ringan apabila keluhan tidak menimbulkan gangguan tidur, tidak mengganggu aktivitas sehari-hari, tidak mengganggu pekerjaan dan keluhan yang muncul dirasakan tidak mengganggu oleh penderita. Apabila keluhan yang muncul menimbulkan gangguan pada aktivitas dan pekerjaan sehingga penderita tidak dapat menjalakan kegiatan seperti biasanya dan dirasakan sangat mengganggu maka dapat digolongkan pada kategori sedang-berat.9

13

Gambar 2. Klasifikasi Rhinitis Alergika berdasar ARIA WHO9 E. Diagnosis Penegakan diagnosis rhinitis alergi melalui anamnesis, pemeriksaan fisik serta dapat ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium. a. Anamnesis

Gejala rinitis alergi yang khas adalah gatal di hidung, bersin-bersin terutama pagi hari atau bila terpapar debu-debuan. Gejala lain yang sering menyertai adalah rinore encer, hidung tersumbat, dan kadang-kadang sakit kepala. Selain itu biasanya terdapat riwayat alergi dalam keluarga.5

b. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dapat ditemukan mukosa hidung yang bervariasi dari tampak normal sampai edema, basah, berwarna pucat atau keabuan disertai rinore encer dengan jumlah bervariasi. Meskipun tidak selalu ditemukan, tetapi merupakan gejala/tanda yang khas pada rinitis alergi ini adalah allergic shiner, allergic solute, dan allergic crease. Allergic shiner adalah warna kehitaman pada daerah infra orbita yang terjadi karena adanya stasis dari vena yang mengakibatkan edema mukosa hidung dan sinus. Allergic solute adalah sering mengusap hidung dengan punggung tangan ke atas karena gatal, sedangkan allergic crease adalah timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah, karena kebiasaan mengusap hidung.5

14

Gambar 3. Allergic salute, allergic crease, allergic shiner

F. Pemeriksaan Penunjang a) Pemeriksaan darah tepi Dapat ditemukan adanya eosinofil pada pemeriksaan darah tepi.8 b) Swab hidung Pada pemeriksaan swab hidung dapat ditemukan adanya eosinofil pada rhinitis alergi. Pemeriksaan ini dianjurkan untuk dilakukan ketika masih akut atau setelah dilakukan test provokasi.8 c) Skin Prick Test (Tes Tusuk Kulit) Uji ini menggunakan allergen dalam jumlah kecil yang dimasukkan dalam kulit dengan metode ditusukkan guna menghasilkan reaksi alergi. Bahan allergen ditusukkan pada daerah volar lengan bawah dan dapat dilakukan untuk beberapa allergen sekaligus. Reaksi alergi yang ditimbulkan dapat dilihat berupa kemerahan pada daerah sekitar tusukkan dan kemudian dibandingkan dengan histamin sebagai kontrol positif dan saline sebagai kontrol negatif.8,11 d) Nasal provocation test Tes ini memberikan nilai terbesar bagi rhinitis alergika karena memberikan kontak langsung antara alergen dengan mukosa hidung. Prosedur uji ini dimulai dengan rhinomanometri dan dilanjutkan pengolesan allergen pada konka inferior serta rhinomanometri ulang 20 menit setelah pengolesan. Ketika reaksi alergi terjadi, maka akan terjadi reduksi dari hasil rhinomanometri. Kontak langsung mukosa dan allergen dapat memacu timbulnya reaksi anafilaksis.8,11

15

e) Radioallergosorbent Test (RAST) dan Multiple Allergen Simultaneous Test (MAST) RAST merupakan metode pertama untuk mendeteksi serum-spesific IgE, tes ini jarang dipakai karena melibatkan isotop radioaktif dan peralatan yang mahal dan tidak dapat menguji beberapa antibodi secara langsung. Oleh sebab itu, MAST lebih dipilih karena menggunakan reagen cahaya dan tidak mahal serta dapat mendeteksi beberapa antibodi sekaligus. Namun, uji ini dinilai kurang sensitif.11 G. Tatalaksana Penatalaksanaan pada rhinitis alergi dapat berupa penghindaran alergen atau faktor pencetus terjadinya keluhan, terapi medikametosa, imunoterapi dan tindakan pembedahan. Langkah pertama yang dapat dilakukan dalam menangani pasien dengan rhinitis alergi adalah dengan menganjurkan pasien untuk menghindari kontak dengan alergen. Dengan demikian pasien terlebih dahulu harus dapat mengidentifikasi alergen yang mencetuskan timbulnya gejala. Pada alergen berupa dust mites maka dapat dilakukan edukasi untuk melakukan penggantian penutup bantal dan tempat tidur dua minggu sekali, menggunakan obat penyemprot dust mites, dan menghindari penggunaan karpet tebal. Pada alergen makanan maka dapat dilakukan dengan menghindari makan makanan tersebut untuk sementara waktu dan menggantinya dengan makanan lain. Alergen hewan dapat dihindari dengan mengurangi kontak dengan hewan pencetus.10 Pemberian terapi medikametosa termasuk penggunaan obat topikal maupun sistemik yang bekerja secara langsung baik untuk mencegah terjadinya degranulasi dari sel mast atau memblokade efek dari pelepasan mediator. Terapi topikal dapat dengan dekongestan hidung topikal melalui semprot hidung. Obat yang biasa digunakan adalah oxymetazolin atau xylometazolin, namun hanya bila hidung sangat tersumbat dan dipakai beberapa hari (< 2 minggu) untuk menghindari rinitis medikamentosa. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala sumbatan hidung akibat respons fase lambat tidak dapat diatasi dengan obat lain. Obat yang sering dipakai adalah kortikosteroid topikal: beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason furoat dan triamsinolon.

16

Preparat antikolinergik topikal adalah

ipratropium bromida yang bermanfaat untuk mengatasi rinorea karena aktivitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor. 10 Terapi oral sistemik dapat diberikan antihistamin dan obat simptomatik. Antihistamin dibagi menjadi generasi 1 yaitu difenhidramin, klorfeniramin, siproheptadin. Generasi 2 yaitu loratadin dan cetirizine. Preparat simpatomimetik golongan agonis alfa dapat dipakai sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi antihistamin. Dekongestan oral: pseudoefedrin, fenilpropanolamin, fenilefrin. 10 Imunoterapi atau hiposensitisasi diberikan apabila dengan pemberian obat tidak dapat mengontrol keluhan atau memberikan efek samping yang tidak dapat ditoleransi oleh penderita. Terapi ini diindikasikan pada pasien dengan gejala berat yang tidak respon terhadap pengobatan standard. Ekstrak dari beberapa alergen disuntikkan secara subcutan dengan dosis kecil, yang kemudian dinaikkan hingga dosis pemeliharaan dan dilakukan selama minimal 3 tahun. Selain disuntikkan, terdapat juga pilihan berupa tablet sublingual, rute ini memberikan reaksi anafilaksis yang lebih rendah. Diharapkan dengan pemberian allergen secara berkala, dapat merubah peranan Th2 menjadi Th1 akibat adanya produksi IL-10 dan TGF-B. Pemberian dihentikan bila selama 3 tahun sudah tidak didapatkan adanya gejala.10 Tindakan pembedahan dilakukan atas indikasi. Sebagian besar penderita rhinitis alergi dapat membaik dengan penghindaran alergen dan pemberian medikametosa. Namun pada beberapa kasus keluhan tidak membaik dengan pemberian medikametosa. Dengan demikian perlu dilakukan tindakan pembedahan. Tindakan pembedahan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi adanya sumbatan pada hidung dengan melakukan reseksi pada konka.10

17

Pastikan ada tidaknya asma terutama pada pasien rhinitis sedangberat dan/atau persisten

Alur Diagnosis Rhinitis Alergi Gejala Persisten

Gejala Intermitten

Ringan Tidak berurutan H1-antihistamin oral atau intranasal H1-antihistamin dan/atau dekongestan atau LTRA

Sedang-Berat

Sedang-Berat Ringan Tidak berurutan H1-antihistamin oral atau intranasal H1-antihistamin dan/atau dekongestan atau KS intranasal atau LTRA Pada rhinitis persisten evaluasi pasien setelah 2-4 minggu

jika gagal: terapi maju 1 langkah jika perbaikan : lanjutkan selama 1 bulan

Secara berurutan KS intranasal H1-antihistamin atau LTRA Evaluasi pasien setelah 2-4 minggu Gagal

Perbaikan Step down dan lanjutkan selama 1 bulan

Naikkan dosis KS intranasal dosis

Review diagnosis Review compliance adanya infeksi atau penyebab lainnya

Rinore  ipratropium Gatal Tambahkan H-1 antihistamin

Tersumbat dekonges tan atau KS oral gagal operasi

Gambar 4. Tatalaksana Rhinitis alergika menurut ARIA WHO 20079

H. Komplikasi Rhinitis alergi dapat menyebabkan terjadiya:8 

Sinusitis rekuren karena adanya obstruksi pada ostium sinus



Polip nasal



Otitis media supuratif



Masalah ortodontik dan masalah mulut terutama pada anak-anak



Asma bronkhialis. Pasien dengan rhinitis alergi beresiko empat kali lebih besar terkena asma bronkhialis

18

BAB IV PEMBAHASAN

Pengertian menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2007 Rhinitis Alergi adalah kumpulan kelainan gejala pada hidung akibat paparan alergen pada mukosa hidung yang menyebabkan inflamasi yang diperantarai oleh IgE dengan gejala rinore, bersin-bersin, rasa gatal pada hidung dan hidung tersumbat. Gejala-gejala klinis tersebut ditemukan pada pasien seorang perempuan 22 tahun yang datang ke poliklinik THT RSDK. Pasien mengeluh sering pilek terus menerus sejak 3 bulan yang lalu. Pilek muncul terutama saat pagi hari, keluar cairan warna bening dan encer. Pilek dirasakan mengganggu aktivitas dan pekerjaan. Pilek semakin memberat pada saat udara dingin dan bila terkena debu. Selain itu pasien juga mengeluhkan bersin-bersin tiap pagi hari >10x. Pasien merasakan hidung tersumbat dan terasa gatal. Hal ini sesuai dengan teori mengenai gejala klinis pada rhinitis alergi yaitu rhinorea, bersin-bersin berulang, hidung tersumbat dan hidung gatal. Pada pasien Nn. VF ini termasuk klasifikasi rhinitis alergi persisten sedang-berat karena gejala yang timbul lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4 minggu serta didapatkan gangguan aktivitas harian. Berdasarkan pemeriksaan fisik Nn. VF didapatkan allergic crease (+) pada hidung luar, dengan rhinoskopi anterior didapatkan mukosa livid (+) dekstra et sinistra, konka inferior hipertrofi (+) dekstra et sinistra. Hal-hal tersebut sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik menurut buku ilmu ajar kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher edisi ketujuh yaitu pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya sekret encer yang banyak. Selain itu juga pasien sering menggosok hidung dan memasukkan tangan ke dalam lubang hidung karena gatal. Menggosok-gosok hidung mengakibatkan timbulnya garis melintang didorsum nasi bagian sepertiga bawah yang disebut allergic crease. Prinsip pemberian terapi pada pasien Nn. VF dibagi menjadi 2 yaitu terapi medikamentosa dan terapi non medikamentosa. Terapi non medikamentosa dilakukan dengan memberikan edukasi pada pasien dan keluarga pasien untuk menghindari paparan allergen

19

(avoidance), pemakaian masker ketika membersihkan rumah dan bepergian. Terapi medikamentosa dengan pemberian antihistamin generasi ke II yaitu Cetrizine tab 10 mg/24 jam per oral selama 5 hari dan pemeberian kortikosteroid topical yaitu Beclomethasone 1 kali sehari 2 spray hidung kanan dan kiri pagi hari selama 2 minggu.

20

BAB V SIMPULAN

Seorang pasien dapat didiagnosis dengan rhinitis alergika terdapat gejala rhinitis (hidung tersumbat, bersin, keluar cairan dari hidung, dan hidung gatal) yang muncul ketika adanya paparan dengan bahan/ allergen tertentu. Lebih lanjut, rhinitis allergika diklasifikasikan berdasar persistensi dan berat ringannya gejala. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan tanda dan gejala yang mengarah ke rhinitis alergika persisten sedang-berat. Pasien diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan skin prick test untuk mengetahui allergen pada pasien. Terapi yang diberikan adalah menghindari faktor pencetus, yang sementara dilakukan dengan memakai masker hidung, serta ditambah dengan pemberian kortikosteroid intranasal flutikason furoate. Sebagai dokter umum, dapat dilakukan pemantauan terhadap gejala pasien dalam 2-4 minggu, serta memberikan penyuluhan mengenai etika bersin.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Sin B, Togias A. Pathophysiology of Allergic and Nonallergic Rhinitis. 2011;8:106– 14. 2. Musheer S. Logan Turner’s Disease of Nose, Throat, and Ear Head and Neck Surgery. 11th editi. New Jersey: Taylor & Francis Group; 2016. 3. Kim HD, Park YS, Jang HJ, Kim JH, Lim DH. Prevalence and Allergen of Allergic Rhinitis in Korean Children. American Journal of Rhinology and Allergy. 2016;30(3). 4. SapsaprangS, Setabutr D, Kulalert P, Tembanmork P, Poachanukoon O. Evaluating the Impact on Quality of Life Among Thai Students. International Forum of Allergy & Rhinology.2015;5(9). 5. Soepardi E.A. Iskandar N.I. Bashiruddin J. dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. 2011. Edisi Keenam. Jakarta : FK UI,hal : 118122, 116, 140. 6. Penelitian B. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013. 7. Sinurat J, Rengganis I, Rumendes CM, Harimurti K. Accuracy of Serum-Specific IgE Test with Microfluid Array Enzyme-Linked Immunosorbent Assay for Diagnosing Inhalant Allergen Sensitization in Asthma and/or Rhinitis Allergy Patients in Jakarta, Indonesia. Asia Pac Allergy.2018;8(1) 8. Dhingra PL. Allergic Rhinitis. Disease of Ear, Nose and Throat Fourth Edition. Elsevier. 9. Reference AP. AT N UP At-A-Glance Pocket Reference ARIA Based on the Allergic Rhinitis And Its Impact on Asthma. 2007; 10. Dhilon RS, East CA. Allergic and Vasomotor Rhinitis. An Illustrated Colour Text Ear, Nose and Throat and Head and Neck Surgery Second Edition. 2000. New York. 11. Probst R. Basic Otorhinolaryngology A Step-By-Step Learninc Guide. 2nd editio. Stuttgart: Thieme; 2006.

22

Related Documents


More Documents from "Lamboy Sihaloho"