Jurnal Bu Hesty.pdf

  • Uploaded by: ANNISA
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Jurnal Bu Hesty.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 6,814
  • Pages: 18
Junal Sabdariffarma, Vol 5: 81-99

ISSN 2338-6851

ISOLASI SENYAWA FLAVONOID dari DAUN RANTI (Solanum americanum Miller.) Hesty Nuur Hanifah, Irma Erika Herawati, Tresni Fatimah Jurusan Farmasi, FMIPA, Universitas Al-Ghifari

ABSTRAK Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang berada di alam. Flavonoid mampu mengubah atau mereduksi radikal bebas dan juga sebagai anti radikal bebas. Daun ranti merupakan salah satu tanaman yang mengandung flavonoid. Pemanfaatan herba ranti telah diketahui secara empiris diantaranya dapat digunakan sebagai anti konvulsi, obat tidur, peradangan, obat detoks, diuretik, antihipertensi, antikanker, infeksi saluran kemih, anti tumor, antioksidan, anti inflamasi, diuretik, agen antipiretik, antibakteri, antimikotika, sitotoksisitas, dan anti ulserogenik. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa flavonoid yang terkandung dalam daun ranti (Solanum americanum Miller.) Isolasi dilakukan dengan cara mengekstraksi serbuk daun ranti (Solanum americanum Miller.) dengan pelarut etanol 96% dan HCl 12 N. Metode yang digunakan adalah ekstraksi secara refluks. Ekstrak kental etanol didapatkan rendemen sebesar 26,44%, dilakukan identifikasi flavonoid, diuji kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi kolom dengan menggunakan fraksi n-heksan:etil asetat dan n-butanol:etil asetat dengan perbandingan 0:10 – 10:0. Isolat yang menunjukkan hasil positif pada uji flavonoid kemudian di analisis keberadaan panjang gelombang dengan spektrofotometer UV-Vis. Isolat yang menunjukkan hasil positif adalah pada fraksi nomor 4 dan fraksi nomor 11 yang digunakan didalam penentuan panjang gelombang spektrofotometri Uv-Vis, berdasarkan hasil identifikasi dengan pereaksi warna pada kedua fraksi menunjukkan hasil yang positif, dan dapat diduga bahwa senyawa flavonoid tersebut merupakan golongan flavonol dan isoflavon, yang dapat dilihat dari rentang panjang gelombangnya yaitu antara 245-275 nm (pita II) dan 300-330 nm (pita I) menunjukkan rentang isoflavon dan dilihat dari rentang panjang gelombangnya yaitu antara 200280 nm (pita II) dan 350-385 nm (pita I) menunjukkan rentang flavonol . Berdasarkan dari data interpretasi perubahan panjang gelombang maksimum dari fraksi kromatografi kolom pada fraksi nomor 4 dan nomor 11 dari spektrofotometri UV-Vis maka senyawa flavonoid yang mungkin adalah golongan isoflavon dan flavonol, karena spektrum yang terbentuk merupakan ciri khas dari isoflavon dan flavonol. Struktur flavonoid daun ranti yang di dapat dalam penelitian ini yaitu 5,7,4’ di trihidroksi isoflavon (Genistein) dan 4’,7 dihidroksi flavonol untuk hasil interpretasi pada fraksi nomor 4, sedangkan 5,7 dihidroksi isoflavon dan 5,7,4’ di trihidroksi flavonol untuk hasil interpretasi pada fraksi nomor 11. Kata kunci: daun ranti, flavonoid, Kromatografi Lapis Tipis, Kromatografi Kolom, Spektrofotometer UV-Vis.

ABSTRACT Flavonoids are a group of compounds phenols which are in nature. Flavonoids are able to change or reduction of free radicals and also as anti free radicals. The leaves of Solanum nigrum is one of the plants containing flavonoids. Utilization of Solanum nigrum herbs have known empirically among them can be used as an konvulsi, sleeping pills, detox remedy, inflammation, diuretic, antihipertensi, anticancer, urinary tract infections, tumors, antioxidant, antipyretic agents, antibacterial, antimikotika, sitotoksisitas, and antiulcerogenic. This research aims to isolate the compounds of flavonoids contained in the leaves of Solanum nigrum (Solanum americanum Miller.) Isolation done by extracting powder leaves ranti (Solanum americanum Miller.) with solvent ethanol 96% and 12 N HCl. Extraction is a method used in reflux. Condensed extracts obtained by ethanol yield of 26.44%, carried out the identification of flavonoids, thin layer chromatography were tested (TLC), chromatography columns by using the fraction of n-

1

2

heksan: ethyl acetate and n-butanol: ethyl acetate in comparison with 0:10 – 10:0. Isolates that showed a positive result on a test later in the analysis the presence of flavonoids wavelength UVVis spectrophotometer. Isolates that showed positive results was on number. 4 and a fraction, the fraction of noumber 11 used in the determination of the wavelength of Uv-Vis spectrophotometry, based on the results of the identification with the reactant color on both the fraction showed positive results, and it can be presumed that the flavonoids compounds is a flavonol classes and isoflavones, which can be seen from the wavelength range between 245275 nm (band II) and 300-330- nm (band I) shows the span of isoflavones and views of the wavelength range between 200-280 nm (band II) and 350-385 nm (band I) swows the range of a flavonol. Based on data interpretations change wavelength maximu of column chromatography fraction number 4 and number 11 of UV-Vis spectrophotometry then compounds of flavonoids that probably are the isoflavones and a flavonol, for the spectrum that is formed is the hallmark of isoflavones and a flavonol. The structure of flavonoids in the leaves of Solanum nigrum can in this study i.e., 5,7,4' trihidroksi isoflavones (Genistein) and 4’,7 dihidroksi flavonol for the interpretation of the results in the fraction numbers 4, Whereas 5.7 dihidroksi isoflavones and 5,7,4’ di trihidroksi flavonol for the interpretation of the results in the fraction of the number 11. Keywords: ranti herb (Solanum americanum Miller.), flavonoid, Thin Layer Chromatography, Column Chromatography, UV-Vis Spectrophotometer.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki banyak jenis tanaman yang dapat dibudidayakan karena bermanfaat dan kegunaannya besar bagi manusia dalam hal pengobatan. Dalam tanaman ada banyak komponen kimia yang dapat digunakan sebagai obat. Pada saat ini, banyak orang yang kembali menggunakan bahan-bahan alam yang dalam pelaksanaannya membiasakan hidup dengan menghindari bahan-bahan kimia sintesis dan lebih mengutamakan bahanbahan alami. Ada banyak pengobatan dengan bahan alam yang dapat dipilih sebagai solusi mengatasi penyakit yang salah satunya ialah penggunaan ramuan obat berbahan herbal (Kardinan dan Kusuma, 2004). Salah satu tumbuhan yang mengandung senyawa obat yaitu daun ranti (Solanum americanum Miller.) Tanaman ini termasuk ke dalam golongan semak, dengan tinggi lebih kurang 1,5 m. Memiliki akar tunggang dengan warna putih kocoklatan. Batang tegak, berbentuk bulat, lunak, dan berwarna hijau. Berdaun tunggal, lonjong, dan tersebar dengan panjang 57,5 cm ; lebar 2,5-3,5 cm. Pangkal dan

ujung daun meruncing dengan tepi rata. Pertulangan daun menyirip. Daun mempunyai tangkai dengan panjang ± 1 cm dan berwarna hijau (Heyne, 1950). Daun ranti mengandung senyawa Flavonoid, alkaloid (Glikoalkaloid αSolanin, Solasonin, α-Solamargin, αChaconin dan Aglikon (Solasodin, Diosgenin, Solanidin dan Tigogenin), Atropine, besi, fosfor, vitamin A dan C, polisakarida, senyawa polifenol seperti asam galat, katekin, asam protokatekuat, asam kateat, epikatekin, rutin, dan naringenin (Chauhan, dkk., 2012). Daun ranti berbau khas aromatik dan rasanya kesat, berkhasiat untuk kejang, antipiretik, detoks, diuretik, antihipertensi, antikanker dan infeksi saluran kemih (Edmonds dan Chweya, 1997). Pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tanaman ranti memiliki senyawa flavonoid dan telah diketahui kadar flavonoid pada tanaman ranti yakni tertinggi pada bagian daun sebesar 0,011845% dari perbandingan 96:4 (Tarwiyatuljannah., 2014). Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa flavonoid yang terdapat dalam daun ranti (Solanum americanum Miller.) Dari proses isolasi akan didapatkan isolat-isolat suatu senyawa atau kumpulan senyawa

3

sehingga dapat mempermudah untuk melakukan identifikasi senyawasenyawa yang terdapat dalam simplisia. Sedangkan identifikasi diperlukan untuk mengetahui jenis senyawa flavonoid yang berada dalam simplisia. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat diidentifikasi beberapa masalah yang timbul, antara lain : 1. Bagaimana cara mengisolasi senyawa flavonoid dari daun ranti? 2. Bagaimana cara mengidentifikasi senyawa flavonoid yang telah diisolasi dari daun ranti? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa flavonoid dari daun ranti (Solanum americanum Miller.) Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai cara mengisolasi dan mengdentifikasi senyawa flavonoid yang terdapat pada daun ranti (Solanum americanum Miller.) Sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya dan dijadikan marker (penanda) untuk standarisasi daun ranti sebagai bahan obat fitofarmaka. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Mei 2017 di Laboratorium Bahan Alam Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Al-Ghifari Bandung. II. Alat dan Bahan Alat – alat yang digunakan pada penelitian adalah gelas ukur 100 mL, 50 mL, dan 10 mL, erlenmeyer 500 mL, labu bundar ukuran 250 mL, termometer, cawan penguap, breaker glass, pipet tetes, corong, kertas saring, batu didih, timbangan analitik (Shimadzu), waterbath, rotary vaporator, moisture balance (GMK-

508-JL), mikroskop, pH indikator, mortir dan stamper, kondensor, bunsen, plat tetes, plat kromatografi lapis tipis (KLT) G60 F254, chamber, tabung reaksi, alat kromatografi kolom, alat penyemprot bercak, alat vakum, kuvet (Quartz Square), spektrofotometer UvVis (Shimadzu Uv 1800). Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun ranti (Solanum nigrum L.) yang didapat dari Kebun Penelitian dan Percobaan Tanaman Manoko, Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah Etanol 98%, HCl 12N, H2SO4, FeCl3, AlCl3, NaOH, Metanol, Etil Asetat, serbuk magnesium, N-butanol, Nheksan, aquadest, asam sitrat, asam asetat, asam borat (H3BO3), Benzen, Kloroform (Merck), silica gel 60 0.2– 0.5 mm for column chromatography, natrium metoksida (NaOMe), natrium asetat (NaOAc). III. Metodologi Penelitian Pengumpulan Tanaman Pengumpulan Daun Ranti (Solanum Solanum americanum Miller.) dilakukan di Kebun Penelitian dan Percobaan Tanaman Manoko, Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Determinasi Tanaman Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bandungase, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Penentuan Kadar Air Sebanyak 2 g simplisia diletakkan merata di atas alumunium, serta anak timbangan 2 g sehingga posisi jarum berada di tengah. Lampu dinyalakan dan suhu diatur pada 100 0C selama 15 menit, kemudian lampu dipadamkan. Tombol pengukur diputar ke sebelah kiri sampai jarum kembali ke posisi semula, kadar air dibaca (Materia Medika Indonesia, 1978). Identifikasi Makroskopik Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada daun ranti utuh yang masih segar. Pemeriksaan kemudian dibandingkan

4

dengan pustaka Materia Indonesia (MMI 1978).

Medika

Identifikasi Golongan Flavonoid Sebanyak 200 mg ekstrak dan simplisia daun ranti dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan etanol, kemudian dipanaskan selama 5 menit kemudian disaring. Adapun metode identifikasi flavonoid yang dilakukan adalah sebagai berikut (Ahuja, dkk., 2011) a. Tes Shinoda: terhadap ekstrak etanol sampel dimasukkan serbuk magnesium dan HCl 2N. Warna merah hingga jingga merah muda maka menunjukkan hasil positif adanya kandungan flavonoid. b. Tes FeCl3 : terhadap ekstrak etanol sampel ditambahkan larutan FeCl3. Warna hijau kehitaman menunjukkan hasil positif adanya kandungan senyawa fenol. c. Tes Asetat : terhadap ekstrak etanol sampel ditambahkan larutan asetat. Warna kuning menunjukkan hasil positif adanya kandungan flavonoid. d. Tes NaOH: terhadap ekstrak etanol sampel ditambahkan larutan NaOH. Warna kuning menunjukkan hasil positif adanya kandungan flavonoid. Ekstraksi Flavonoid Sebanyak 65 g bagian daun tanaman ranti dimasukkan ke dalam labu bundar, ditambahkan 300 mL campuran pelarut etanol 96% dan HCl 12N dengan perbandingan (96:4) dan dibuat pada pH 1 lalu direfluks pada suhu 45 0C selama 3 jam. Setelah direfluks, dibiarkan dingin lalu disaring. Residu direfluks kembali dengan 300 mL pelarut yang sama selama 3 jam, kemudian dibiarkan hingga dingin. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali masing – masing selama 3 jam. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan vacum rotary vaporator sebanyak 300 mL pada suhu 45 oC selama 15 menit sehingga diperoleh ekstrak pekat daun ranti kemudian dihitung rendemen ekstrak yang didapatkan.

Ekstrak yang diperoleh dilakukan uji fitokimia flavonoid. Untuk selanjutnya dilakukan isolasi dan pemurnian dengan teknik kromatografi lapis tipis (KLT) G60 F254 menggunakan fase diam dengan ukuran 1 cm x 8 cm dan fase gerak campuran dari n-heksan : etil asetat dan n-butanol : etil asetat dengan menggunakan perbandingan 0:10 – 10:0.

Identifikasi Flavonoid dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Sebanyak 0,1 g ekstrak etanol daun ranti dilarutkan dengan pelarut etanol 96% dan HCl 12 N (96:4) dibuat dalam 1 mL dan ditambahkan 5 tetes asam asetat, yang bertujuan untuk mempermudah proses pemisahan pada plat KLT, karena senyawa flavonoid telah stabil pada suasana asam. Silika G60 F254 sebagai fase diam dengan ukuran 1 cm x 8 cm. Plat yang digunakan pada KLT sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu dalam oven pada suhu 100 0C selama 10 menit yang bertujuan untuk menghilangkan kadar air yang terdapat pada plat (Sastrohamidjojo, 2007). Pemisahan ekstrak daun ranti dengan menggunakan KLT ini di gunakan beberapa eluen dari yang bersifat non polar hingga polat, yang dapat mengidentifikasi senyawa flavonoid. Penggunaan jenis eluen dengan berbagai perbandingan tersebut, bertujuan untuk menentukan eluen terbaik. Eluen yang digunakan yaitu nheksan : etil asetat dan n-butanol : etil asetat dengan menggunakan perbandingan 0:10 – 10:0, diamkan eluen selama 30 menit (Markham, 1988). Selanjutnya ekstrak ditotolkan 15 totolan (pada tempat yang sama) menggunakan pipa kapiler pada tepi bawah plat. Plat yang sudah ditotol dengan sampel dimasukkan ke dalam bejana, diamati prosesnya. Plat bisa diangkat atau diambil dari bejana jika eluen sudah naik sampai batas garis atas,

5

kemudian plat didiamkan beberapa saat dan tunggu hingga kering. Noda – noda yang dihasilkan kemudian dideteksi dengan pengamatan di bawah sinar UV dengan λ 245 nm dan disemprot dengan pereaksi : a. Spot diamati dibawah sinar ultraviolet. b. Spot disemprot dengan H2SO4, kemudian dipanaskan selama 5 menit, lalu amati. c. Spot disemprot dengan AlCl3, lalu di amati. d. Spot disemprot dengan pereaksi sitroborat, lalu di amati.

menggunakan 22 fraksi eluen, dapat dilihat pada tabel 3.1.

Fraksinasi secara Kromatografi Kolom Sebanyak 5 g ekstrak pekat etanol daun ranti dengan penambahan 5 g silica gel 60 (0.2-0.5 (mm) for column chromatography. Fase gerak yang digunakan adalah pelarut non polar hingga pelarut polar dengan berbagai perbandingan. Untuk penggunaan fase diam menggunakan silika gel dan fase gerak yang digunakan yaitu Tabel 3.1. Eluen yang digunakan dalam Pemisahan Senyawa Flavonoid No Non Polar – Semi Polar No Semi Polar - Polar n-heksan 100% Etil asetat 100% 1 12 n-heksan : Etil asetat (9:1) Etil asetat : n-butanol (9:1) 2 13 n-heksan : Etil asetat (8:2) Etil asetat : n-butanol (8:2) 3 14 n-heksan : Etil asetat (7:3) Etil asetat : n-butanol (7:3) 4 15 n-heksan : Etil asetat (6:4) Etil asetat : n-butanol (6:4) 5 16 n-heksan : Etil asetat (5:5) Etil asetat : n-butanol (5:5) 6 17 n-heksan : Etil asetat (4:6) Etil asetat : n-butanol (4:6) 7 18 n-heksan : Etil asetat (3:7) Etil asetat : n-butanol (3:7) 8 19 n-heksan : Etil asetat (2:8) Etil asetat : n-butanol (2:8) 9 20 n-heksan : Etil asetat (1:9) Etil asetat : n-butanol (1:9) 10 21 Etil asetat 100% n-butanol 100% 11 22 campur baik-baik dalam bejana, diamkan selama 17 jam kemudian Fraksi yang diduga mengandung gunakan fase atas, methanol : kloroform flavonoid diidentifikasi menggunakan (7:3), etil asetat : n-heksan (7:5), asam KLT dengan fase gerak yang digunakan asetat : benzen (2:8) campur baik-baik BAA yang terdiri dari n-BuOH : HOAc dalam bejana, diamkan selama 30 menit : H2O dengan perbandingan (4:1:5) (Markham, 1988). Bercak noda yang

6

dihasilkan kemudian dideteksi dengan pengamatan di bawah sinar UV dengan λ 245 nm. Penentuan Maksimum

Panjang

Gelombang

A. Penyiapan Larutan Pereaksi Geser (Markham, 1988) 1) Natrium metoksida (NaOMe), Sebanyak 1,25 g logam Natrium (ditangani dalam eter minyak bumi atau heksan dalam breaker glass), dipotong kecil – kecil, ditambahkan sebanyak 50 mL MeOH. Larutan disimpan di dalam botol kaca bertutup plastik. 2) Alumunium klorida (AlCl3), Sebanyak 2,5 g AlCl3 (segar dan kering) ditambahkan sebanyak 50 mL MeOH. Larutan disimpan di dalam botol bertutup plastik.

3) Asam hidroksida (HCl), Sejumlah 25 mL HCl pekat ditambahkan 50 mL air suling. Larutan disimpan di dalam botol bertutup. 4) Natrium asetat (NaOAc), Digunakan serbuk NaOAc AR anhidrat. Pelumeran NaOAc untuk menghilangkan HOAc sisa (Marby dkk., 1970). 5) Asam borat (H3BO3), Digunakan serbuk asam borat anhidrat. Tingkat mutu AR. B. Tahapan Kerja Pereaksi Geser (Markham, 1988) 1) Pengukuran spektrum cuplikan dalam MeOH (spektrum ‘MeOH’), tambahkan tiga tetes NaOMe kedalam kuvet, di campur, lalu di rekam spektrum ‘NaOMe’. Untuk memeriksa apakah terdapat penguraian, spektrum ‘NaOMe’ direkam kembali setelah didiamkan selama lima menit (spektrum ‘NaOMe lima menit) 2) Enam tetes pereaksi AlCl3 ditambahkan dalam larutan flavonoid, di campur, lalu di rekam

spektrum ‘AlCl3’. Ditambahkan tiga tetes HCl, di campur, lalu di rekam spektrum ‘AlCl3/HCl’. 3) Ditambahkan serbuk NaOAc ke dalam larutan flavonoid kira – kira 2 mm lapisan NaOAc pada dasar kuvet, di campur, lalu di rekam spektrum ‘NaOAc’. Untuk memeriksa apakah terdapat penguraian, ditambahkan serbuk H3BO3 setengahnya dari serbuk NaOAc, campur, lalu rekam spektrum NaOAc/H3BO3’. 4) Identifikasi hasil pengukuran terhadap beberapa pereaksi yang digunakan. Kemudian bandingkan dengan pustaka. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengumpulan Tanaman Tanaman ranti di peroleh di Kebun Penelitian dan Percobaan Tanaman Manoko, Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Tanaman ranti diambil pada bulan Februari 2017. Simplisia segar bagian daun ranti hijau sebanyak 1kg. Daun ranti hijau yang digunakan adalah daun yang berusia 3 bulan, karena keberadaan flavonoid dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid (Landyyun, 2008).

Gambar 4.1 Daun Ranti Hijau (Solanum nigrum L.) Hasil Determinasi Tanaman Determinasi dilakukan untuk mengetahui kebenaran spesies tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman tersebut adalah daun ranti (Solanum americanum Miller). Hasil Penentuan Kadar Air

7

Penentuan kadar air merupakan pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan. Tujuan dari penentuan kadar air yaitu untuk memberikan batasan minimal besarnya kandungan air di dalam bahan. Kadar air yang didapat pada daun ranti yaitu 3% dengan suhu 86 ᴼC. Kadar air pada sampel telah memenuhi persyaratan kadar air untuk daun yaitu kurang dari 5% (Agoes, 2009). Hasil Identifikasi Makroskopik Pemeriksaan makroskopik merupakan pemeriksaan karakteristik suatu tanaman atau simplisia yang dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa menggunakan alat. Tujuannya yaitu untuk mengenal dan mengidentifikasi kekhususan simplisia yang berupa bentuk, warna, bau, dan rasa simplisia. Daun ranti memiliki bentuk daun tunggal, lonjong, dan tersebar dengan panjang 5-7,5 cm ; lebar 2,5-3,5 cm. Pangkal dan ujung daun meruncing dengan tepi rata. Pertulangan daun menyirip. Daun mempunyai tangkai dengan panjang ± 1 cm dan berwarna hijau (Materia Medika Indonesia 1978). Hasil makroskopik pada tabel 4.1. gambar hasil makroskopik dapat dilihat pada Gambar 4.2. Tabel 4.1. Makroskopik Daun Ranti Bentuk Bulat telur, Pangkal dan ujung daun meruncing dengan tepi rata. Pertulangan daun menyirip

Warna Hijau jika masih muda, dan coklat kehitaman jika sudah tua

Bau Khas

Rasa Kesat, Khas

Gambar 4.2. Daun Ranti Hijau (Solanum americanum Miller.) Hasil Identifikasi Golongan Flavonoid Tabel 4.2. Hasil Identifikasi Flavonoid Tanaman Tes warna Hasil FeCl3 (+) Hijau Kehitaman Daun Shinoda (+) Kuning NaOH (+) Kuning Asetat (+) Kuning FeCl3 (+) Hijau Kehitaman Ekstrak Shinoda (+) Merah Bata Etanol NaOH (+) Kuning Asetat (+) Kuning Keterangan : + teridentifikasi - tidak teridentifikasi Hasil identifikasi flavonoid pada simplisia bagian daun ranti hijau yang digunakan dengan berbagai pereaksi warna yaitu: Tes FeCl3 merupakan uji awal untuk melihat keberadaan senyawa fenol sehingga dapat diidemtifikasi gugus fenolnya, pereaksi FeCl3 bereaksi dengan ion fenolat membentuk ion kompleks. Adanya gugus fenol ditunjukkan dengan warna hijau kehitaman atau biru kehitaman (Harborne, 1987). Tes FeCl3 menunjukkan warna merah bata dan menghasilkan reaksi negatif. Tes Shinoda menghasilkan reaksi warna kuning yang mengindikasikan adanya senyawa flavon atau isoflavon (Tanaya, 2015). Menurut (Landyyun, 2008) pada uji Shinoda senyawa flavonoid selain menghasilkan warna merah, pada tes ini menghasilkan juga warna kuning atau jingga.

8

Uji NaOH dan uji Asam asetat pada daun menghasilkan reaksi yang positif, hal ini ditandai dengan adanya perubahan warna kuning setelah penambahan NaOH. Uji NaOH dimaksudkan untuk identifikasi adanya senyawa fenol dalam ekstrak tersebut. Hal ini juga terjadi karena adanya reaksi antara flavonoid dengan pereaksi NaOH yang membentuk garam dan membentuk struktur kinoid pada cincin B yang akan membuat ikatan rangkap terkonjugasi menjadi lebih panjang sehingga akan meningkatkan intensitas warnanya (Robbinson, 1995). Hasil identifikasi flavonoid pada ekstrak etanol daun ranti hijau dengan berbagai pereaksi warna yaitu: Tes FeCl3 merupakan uji awal untuk melihat keberadaan senyawa fenol sehingga dapat diidemtifikasi gugus fenolnya, pereaksi FeCl3 bereaksi dengan ion fenolat membentuk ion kompleks. Adanya gugus fenol ditunjukkan dengan warna hijau kehitaman atau biru kehitaman. Tes FeCl3 menunjukkan hasil positif jika terjadi perubahan warna hijau kehitaman (Landyyun, 2008). Tes Shinoda menghasilkan reaksi yang positif sehingga diduga daun mengandung flavonoid golongan flavan3,4 diol, flavanone atau isoflavon. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh hidrolisis flavonoid glikosida menjadi aglikon flavonoid dengan penambahan asam kuat yang selanjutnya akan membentuk kompleks dengan serbuk magnesium dan menghasilkan perubahan warna menjadi merah atau jingga (Tanaya, 2015). Uji NaOH dan uji Asam asetat pada ekstrak daun menghasilkan reaksi yang positif, hal ini ditandai dengan adanya perubahan warna kuning setelah penambahan NaOH. Uji NaOH dimaksudkan untuk identifikasi adanya senyawa fenol dalam ekstrak tersebut. Hal ini juga terjadi karena adanya reaksi antara flavonoid dengan pereaksi NaOH yang membentuk garam dan membentuk struktur kinoid pada cincin B yang akan membuat ikatan rangkap terkonjugasi menjadi lebih panjang sehingga akan

meningkatkan intensitas (Robbinson, 1995).

warnanya

Hasil Ekstraksi Daun Ranti Ekstraksi flavonoid dalam daun ranti dilakukan menggunakan metode refluk. Refluk merupakan proses ekstraksi simplisia dengan pemanasan menggunakan pelarut yang sesuai. Prinsip metode ini adalah pelarut volatil (senyawa yang mudah menguap) yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi. Namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi (Maryati., dkk., 2011). Pelarut yang digunakan adalah 300 mL campuran etanol 96% : HCl 12 N (96:4). Hal ini disebabkan karena flavonoid merupakan senyawa yang bersifat polar, sehingga pelarut yang bersifat polar dapat menarik senyawa flavonoid serta senyawa lain yang bersifat polar. Penggunaan etanol 96% bertujuan memperbaiki organoleptis ekstrak dan untuk menghasilkan ekstrak yang kental (murni) sehingga mempermudah dalam proses identifikasi. Refluk dilakukan selama 9 jam dimana setiap 3 jam dilakukan pergantian pelarut dan dibuat pada pH 1 pada suhu 45 ᴼC. Tujuan dari lama proses refluk tersebut untuk memaksimalkan penarikan senyawa flavonoid dari dalam daun ranti oleh Etanol 96% : HCl 12 N. Setelah itu dilakukan proses pemekatan ekstrak dengan menggunakan alat rotary vaporator merupakan alat yang menggunakan prinsip vakum destilasi. Prinsip rotary vaporator terletak pada penurunan tenakan sehingga pelarut dapat menguap pada suhu dibawah titik didihnya dan terpisah dari sumbernya dengan pemanasan secara vakum. Sehingga didapatkanlah ekstrak pekat etanol, dan di dapat rendemen sebesar 26,44%.

9

Hasil Identifikasi Ekstrak Daun Ranti dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

yang dapat memisahkan senyawa dalam jumlah yang banyak dan ditandai dengan munculnya bercak noda pada plat. Noda yang terbentuk tidak berekor dan jarak antara noda yang lainnya jelas (Harborne, 1987). Noda – noda yang dihasilkan kemudian dideteksi dengan pengamatan di bawah sinar UV dengan λ 245 nm dan disemprot dengan pereaksi H2SO4, AlCl3, dan sitroborat. Berdasarkan 22 fraksi eluen yang digunakan pada saat kromatografi lapis tipis, satu eluen yang menunjukkan hasil pemisahan paling bagus yaitu dengan menggunakan eluen n-heksan : etil asetat (7:3). Bercak pada plat kromatografi lapis tipis (KLT) yang diduga terdapat senyawa flavonoid selanjutnya dilakukan penyemprotan bercak warna. Dengan menyemprotkan kromatogram memakai pereaksi yang berlainan, maka dapat memperoleh informasi yang terbatas mengenai struktur flavonoid. Tabel 4.3 Hasil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Daun Ranti dengan Pereaksi warna penyemprotan Fraksi n-Heksan : Etil asetat 7:3

Gambar 4.3. Hasil KLT Ekstrak Daun Ranti dengan Eluen N-Heksan : Etil Asetat (7:3) Hasil uji fitokimia yang positif mengandung senyawa flavonoid merupakan tahap awal untuk langkah selanjutnya yaitu identifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). KLT di dalam penelitian ini berguna untuk mendukung data uji fitokimia menggunakan reagen dengan melihat pola spot yang di hasilkan dan melihat warna setelah disemprot menggunakan reagen H2SO4, AlCl3, dan sitroborat. Kromatografi lapis tipis analitik ini juga bertujuan untuk mencari eluen yang terbaik dari beberapa eluen yang baik di dalam pemisahan senyawa flavonoid. Eluen yang baik adalah eluen

Tes Px H2SO4 AlCl3 Sitroborat

Hasil (+) Gosong (+) Kuning (+) Kuning

Keterangan : + teridentifikasi - tidak teridentifikasi

Pemakain pereaksi semprot yang paling menguntungkan ialah dalam meningkatkan kepekaan mendeteksi bercak flavonoid. Ada tiga penyemprot

10

yang berguna, terutama untuk tujuan ini, yaitu : 1. AlCl3, Larutan AlCl3 5% yang biasa digunakan untuk spektroskopi Uvtampak bila disemprotkan pada KKt yang kemudian di keringkan, menunjuk kan semua 5-hidroksiflavonoid sebagai bercak berfluoresensi kuning bila dilihat dibawah sinar UV 366 nm. Selain itu, bercak yang semula tak tampak menjadi terlihat (Markham, 1988). 2. H2SO4, bercak pada plat ketika disemprotkan dengan larutan H2SO4 Gambar 4.4. Hasil Penyemprotan pada Kromatogram Ekstrak Daun Ranti dengan Eluen N-Heksan : Etil Asetat (7:3)

akan menghasilkan warna hitam/gosong hal ini menunjukkan bahwa adanya senyawa organik (carbon), larutan H2SO4 merupakan penampak noda universal (Markham, 1988). 3. Asam sitrat, asam borat (Sitroborat), bercak pada plat ketika disemprotkan dengan larutan sitroborat akan menghasilkan warna kuning itu menunjukkan bahwa adanya senyawa flavonoid spesifik (Markham, 1988).

Hasil Fraksinasi dengan menggunakan Kromatografi Kolom a. Hasil Identifikasi dengan Pereaksi Warna Tabel. 4.4 Hasil Identifikasi Flavonoid Fraksi Kromatografi Kolom No

Fraksi FeCl3

Pereaksi Shinoda

Warna Fraksi NaOH

Asetat

1

n-heksan : Etil asetat (10:0)

(-) Bening

(-) Bening

(-) Bening

(-) Bening

Kuning

2

n-heksan : Etil asetat (9:1)

(-) Bening

(-) Bening

(+) Kuning

(-) Bening

Kuning kecoklatan

3

n-heksan : Etil asetat (8:2)

(-) Bening

(-) Bening

(+) Kuning

(-) Bening

Kuning kecoklatan

4

n-heksan : Etil asetat (7:3)

(-) Kuning

(+) Kuning

(+) Kuning

(+) Kuning

Kuning kecoklatan

5

n-heksan : Etil asetat (6:4)

(-) Bening

(-) Bening

(+) Kuning

(-) Bening

Hijau Pekat

6

n-heksan : Etil asetat (5:5)

(-) Bening

(-) Bening

(+) Kuning

(-) Bening

Hijau Pekat

7

n-heksan : Etil asetat (4:6)

(-) Bening

(-) Bening

(+) Kuning

(-) Bening

Hijau Pekat

8

n-heksan : Etil asetat (3:7)

(-) Bening

(-) Bening

(+) Kuning

(-) Bening

Hijau Pekat

9

n-heksan : Etil asetat (2:8)

(-) Bening

(-) Bening

(+) Kuning

(+) Kuning

Hijau Pekat

10

n-heksan : Etil asetat (1:9)

(-) Bening

(-) Bening

(+) Kuning

(+) Kuning

Hijau Pekat

11

11

n-heksan : Etil asetat (0:10)

(+) Hijau kehitaman

12

Etil asetat :n-butanol (10:0)

(+) Hijau kehitaman

13

14

15 16 17 18

19

20

21

22

(+) Kuning

(+) Kuning

(-) Bening (+) Kuning endapan hijau endapan pekat kecoklatan Etil asetat :n-butanol (9:1) (-) Kuning endapan (-) Bening (+) Kuning hijau pekat endapan hijau endapan pekat kecoklatan Etil asetat :n-butanol (8:2) (-) Kuning endapan (-) Bening (+) Kuning hijau pekat endapan hijau endapan pekat kecoklatan Etil asetat :n-butanol (7:3) (-) Kuning endapan (-) Bening (+) Kuning hijau endapan hijau Etil asetat :n-butanol (6:4) (-) Kuning endapan (-) Bening (+) Kuning hijau endapan hijau Etil asetat :n-butanol (5:5) (-) Kuning endapan (-) Bening (+) Kuning hijau endapan hijau Etil asetat :n-butanol (4:6) (-) Kuning (-) Bening (+) Kuning endapan kuning Etil asetat :n-butanol (3:7) (-) Kuning (-) Bening (-) Bening endapan endapan kuning kuning Etil asetat :n-butanol (2:8) (-) Kuning (-) Bening (-) Bening endapan endapan kuning kuning Etil asetat :n-butanol (1:9) (-) Kuning (-) Bening (-) Bening endapan endapan kuning kuning Etil asetat :n-butanol (0:10) (-) Bening endapan (-) Bening (-) Bening kuning endapan endapan kuning kuning Keterangan : + : teridentifikasi flavonoid - : tidak teridentifikasi flavonoid

Tes FeCl3 merupakan uji awal untuk melihat keberadaan senyawa fenol sehingga dapat diidemtifikasi gugus fenolnya, pereaksi FeCl3 bereaksi dengan ion fenolat membentuk ion kompleks. Adanya gugus fenol ditunjukkan dengan warna hijau kehitaman atau biru kehitaman. Tes FeCl3 menunjukkan hasil positif jika terjadi perubahan warna hijau/biru kehitaman (Landyyun, 2008). Tes Shinoda menghasilkan reaksi yang positif diduga mengandung flavonoid golongan flavan-3,4 diol, flavanon atau isoflavon. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh hidrolisis flavonoid glikosida menjadi aglikon flavonoid dengan penambahan asam kuat yang selanjutnya akan membentuk kompleks dengan serbuk magnesium dan menghasilkan perubahan warna menjadi merah atau jingga (Tanaya, 2015). Uji NaOH dan uji asetat menghasilkan reaksi yang positif, hal ini ditandai dengan adanya perubahan warna kuning setelah penambahan

(-) Hijau Pekat

Hijau Pekat

(-) tidak terjadi perubahan (+) Kuning

Hijau Pekat

(+) Kuning

Hijau Pekat

(+) Kuning

Hijau

(+) Kuning

Hijau

(+) Kuning

Hijau

(+) Kuning

Kuning kehijauan

(+) Kuning

Kuning kehijauan

(+) Kuning

Hijau kekuningan

(+) Kuning

Kuning kehijauan

(+) Kuning

Kuning kehijauan

Hijau Pekat

NaOH. Uji NaOH dimaksudkan untuk identifikasi adanya senyawa fenol dalam ekstrak tersebut. Hal ini juga terjadi karena adanya reaksi antara flavonoid dengan pereaksi NaOH yang membentuk garam dan membentuk struktur kinoid pada cincin B yang akan membuat ikatan rangkap terkonjugasi menjadi lebih panjang sehingga akan meningkatkan intensitas warnanya (Robbinson, 1995). Hasil identifikasi flavonoid pada 22 fraksi kromatografi kolom ekstrak kental etanol daun ranti hijau didapakan 2 fraksi yang menyatakan hasil positif yaitu pada fraksi nomor 4 dan 11, dimana pada fraksi nomor 4 yaitu fraksi n-heksan:etil asetat 7:3 dari setiap pereaksi warna hanya pada pereaksi FeCl3 yang menyatakan hasil negatif (-), sedangkan pada fraksi nomor 11, dimana fraksi n-heksan:etil asetat 0:10 dari setiap pereaksi warna hanya pada pereaksi asetat yang menyatakan hasil negatif (-).

12

b. Hasil Identifikasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Pemisahan flavonoid dilakukan pada 4 buah plat KLT dengan ukuran 1 x 8 cm. Penotolan dilakukan dengan 1 totolan pada setaip plat klt yang lebarnya sekitar 5 mm dengan 0,5 mL fraksi etil asetat dari masing-masing sampel. Eluen yang digunakan adalah fasa atas BAA yang terdiri dari nBuOH : HOAc : H2O dengan perbandingan (4:1:5) campur baik-baik dalam corong pisah, di diamkan selama 17 jam kemudian gunakan fase atas, methanol : kloroform (7:3), etil asetat : n-heksan (7:5), asam asetat : benzene (2:8) dicampur baik-baik dalam bejana, di diamkan selama 30 menit (Markham, 1988). Pengembangan dilakukan pada bejana penuh uap eluen agar pemisahan lebih sempurna. Bercak dideteksi dengan lampu UV 366 nm dan diberi tanda dengan pensil. Bercak yang dihasilkan berupa gradient warna dan bercak yang mempunyai warna sama dengan bercak pada identifikasi pendahuluan.

Gambar 4.5. Hasil KLT pada Fraksi Kolom nomor 11 dengan Eluen Metanol : Kloroform (7:3) Hasil Identifikasi Senyawa Flavonoid dari Fraksi nomor 4 dan Fraksi nomor 11 dengan menggunakan Spektrofotometri UV-Vis dan Pereaksi Geser Spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk menentukan secara deskriptif

senyawa flavonoid yang didapat dari pemisahan menggunakan kromatografi lapis tipis. Metode ini menganalisis struktur flavonoid dan pola oksigenasinya. Penentuan spektrum menggunakan spektrofotomerti UVVisibel dengan penambahan pereaksi geser MeOH, NaOMe, AlCl3, AlCl3/HCl, NaOAc, dan NaOAc/H3BO3. Pemilihan fraksi hasil kromatografi kolom menggunakan fraksi n-Heksan : Etil asetat perbandingan 7:3 dan pada perbandingan 0:10 yang digunakan didalam penentuan panjang gelombang spektrofotometri Uv-Vis yaitu berdasarkan hasil identifikasi dengan pereaksi warna menunjukkan hasil yang positif (+), selanjutnya dengan kromatografi lapis tipis (KLT) menunjukkan hasil dengan bercak yang baik. 1. Hasil Interpretasi panjang gelombang pada fraksi n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 7:3 (Flavonol) Pada pereaksi geser MeOH menyebabkan pergeseran batokromik pada pita I lebih besar dari 350 nm yaitu 358,6 nm, sehingga menunjukkan kemungkinan gugus flavonol (3-OH Bebas) (Markham, 1988). Pereaksi geser NaOMe menyebabkab terjadinya pergeseran batokromik sebesar +16,4 pada pita I, yang menunjukkan adanya gugus 7-OH pada cincin A. dengan ini diperkuat dengan pergeseran batokromik pada pita I, setelah penambahan pereaksi geser NaOAc pada isolat. Penambahan pereaksi geser AlCl3 menyebabkan terjadinya persegeran batokromik sebesar +23,6 nm pada pita I, yang menunjukkan adanya gugus adanya gugus o-diOH pada cincin A (tanbahan pada pergeseran o-diOH pada cincin B. Hal ini diperkuat dengan adanya pergeseran batokromik sebesar +30,6 nm, yang menunjukkan adanya gugus ada gugus o-diOH pada cincin B Penambahan pereaksi geser NaOAc/H3BO3 menyebabkan terjadinya pergeseran batokromik sebesar +31,2 nm pada pita I, yang menunjukkan adanya gugus ortho di-OH pada cincin

13

B. Hal ini diperkuat dengan adanya pergeseran batokromik sebesar +25,2 nm pada pita I setelah penambahan pereaksi geser NaOMe yang didiamkan dulu selama 5 menit yang menunjukkan posisi ortho menit pada 4’ –OH. Berdasarkan dari data interpretasi perubahan panjang gelombang maksimum dari fraksi kromatografi kolom n-heksan : etil asetat (7:3) dari spektrofotometri UV-Vis maka senyawa flavonoid yang mungkin adalah golongan flavonol, karena spektrum yang terbentuk merupakan ciri khas dari flavonol. Struktur flavonoid daun ranti yang di dapat dalam penelitian ini yaitu 4’,7 dihidroksi flavonol. Hasil interpretasi dapat dilihat pada tabel 4.5 dan struktur dapat dilihat pada gambar 4.6.

14

Tabel 4.5. Interpreatasi Perubahan Panjang Gelombang Maksimum dari Hasil Fraksi Kromatografi Kolom n-Heksan : Etil asetat (7:3) dan Penambahan Pereaksi Geser

MeOH

∆λ maks (nm) Pita II Pita I 258,4 358,6

Pereaksi

Pergeseran ∆λ maks (nm) Pita II Pita I ∆ Flavonol ∆ Flavonol

Dugaan Subtitusi Flavonol (3-OH Bebas)

NaOMe

267,8

375

+9,4

+16,4

Adanya gugus 7-OH

NaOMe 5 menit

274,6

383,8

+16,2

+25,2

Adanya gugus 4’ – OH

AlCl3

273,2

382,2

+14,8

+23,6

AlCl3/HCl

266

389,2

+7,6

+30,6

NaOAc

274,6

383,4

+16,2

+24,8

adanya gugus o-diOH pada cincin A (tanbahan pada pergeseran o-diOH pada cincin B ada gugus o-diOH pada cincin B Adanya gugus 7-OH

NaOAc/H3BO3

264,8

389,8

+6,4

+31,2

o-diOH pada cincin B

Keterangan :

(+) pergeseran panjang gelombang yang lebih panjang (-) pergeseran panjang gelombang yang lebih pendek

Gambar 4.6. Struktur 4’,7 dihidroksi flavonol

2. Hasil Interpretasi panjang gelombang pada fraksi n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 7:3 (Isoflavon) Pada pereaksi geser MeOH menyebabkan pergeseran batokromik pada pita I lebih dari 320 nm yaitu 321 nm, sehingga menunjukkan kemungkinan gugus isoflavon (5-deoksi6,7-dioksigenasi) (Markham, 1988). Pereaksi geser NaOMe menyebabkan tidak terjadinya pergeseran batokromik pada pita I maupun pita II, yang menunjukkan tidak adanya gugus OH pada cincin A, dan NaOMe 5 menit menyebabkan terjadinya pergeseran batokromik secara menurun pada pita II, yang menunjukkan adanya gugus o-diOH pada cincin B.

Penambahan pereaksi geser AlCl3 menyebabkan terjadinya persegeran batokromik sebesar +14,8 nm pada pita II, yang menunjukkan adanya gugus adanya gugus o-diOH pada cincin A. Hal ini diperkuat dengan adanya pergeseran batokromik sebesar +7,6 nm pada pita II setelah penambahan pereaksi geser AlCl3/HCl yang menunjukkan adanya gugus 5-OH. Penambahan pereaksi geser NaOAc menyebabkan terjadinya pergeseran batokromik sebesar +16,2 nm pada pita II, yang menunjukkan adanya gugus 7OH. Hal ini diperkuat dengan penambahan pereaksi gesear NaOAc/H3BO3 yang menunjukkan adanya gugus o-diOH pada cincin A (6,7 atau 7,8). Dan terjadi penurunan batokromik sebesar -1,4 nm pada pereaksi geser NaOAc di pita I, yang menunjukkan adanya gugus 4’ –OH. Hal ini diperkuat dengan adanya pergeseran

15

batokromik sebesar +16,2 nm pada pita II setelah penambahan pereaksi geser NaOMe 5 menit yang menunjukkan adanya gugus o-diOH pada cincin B. Berdasarkan dari data interpretasi perubahan panjang gelombang maksimum dari fraksi kromatografi kolom n-heksan : etil asetat (7:3) dari spektrofotometri UV-Vis maka senyawa flavonoid yang mungkin adalah

golongan isoflavon, karena spektrum yang terbentuk merupakan ciri khas dari isoflavon. Struktur flavonoid daun ranti yang di dapat dalam penelitian ini yaitu 5,7,4’ di trihidroksi isoflavon, gugus ini termasuk kedalam golongan genistein (genista). Hasil interpretasi dapat dilihat pada tabel 4.6 dan struktur dapat dilihat pada gambar 4.7. Tabel 4.6.

Interpreatasi Perubahan Panjang Gelombang Maksimum dari Hasil Fraksi Kromatografi Kolom n-Heksan : Etil asetat (7:3) dan Penambahan Pereaksi Geser

MeOH

∆λ maks (nm) Pita II Pita I 258,4 321

Pereaksi

Pergeseran ∆λ maks (nm) Pita II Pita I ∆ Isoflavon ∆ Isoflavon

NaOMe

267,8

322,2

+9,4

+1,2

NaOMe 5 menit

274,6

326,4

+16,2

+5,4

AlCl3

273,2

328,6

Dugaan Subtitusi Isoflavon (5-deoksidioksigenasi) Tak ada OH pada cincin A

6,7-

AlCl3/HCl

266

325

+7,6

+4

Adanya gugus o-diOH pada cincin B adanya gugus o-diOH pada cincin A Adanya gugus 5-OH

NaOAc

274,6

319,6

+16,2

-1,4

Adanya gugus 7-OH dan 4’ –OH

NaOAc/H3BO3

264,8

320,2

+6,4

-0,8

Adanya gugus o-diOH pada cincin A

Keterangan :

+14,8

+7,6

(+) pergeseran panjang gelombang yang lebih panjang (-) pergeseran panjang gelombang yang lebih pendek

Gambar 4.7. Struktur 5,7,4’ di trihidroksi isoflavon

3. Hasil Interpretasi panjang gelombang pada fraksi n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 0:10 (Flavonol) Pada pereaksi geser MeOH menyebabkan pergeseran batokromik pada pita I lebih besar dari 350 nm yaitu 373,2 nm, sehingga menunjukkan kemungkinan gugus flavonol (3-OH Bebas) (Markham, 1988). Pereaksi geser NaOMe menyebabkab terjadinya pergeseran batokromik sebesar +13,2 pada pita I, yang menunjukkan adanya gugus 7-OH

pada cincin A. dengan ini diperkuat dengan pergeseran batokromik pada pita I, setelah penambahan pereaksi geser NaOAc pada isolat. Penambahan pereaksi geser AlCl3 menyebabkan terjadinya persegeran batokromik sebesar +19,4 nm pada pita I, yang menunjukkan adanya gugus 5OH. Hal ini diperkuat dengan adanya pergeseran batokromik yang tidak berubah sebesar +19,4 nm pada pita I setelah penambahan pereaksi geser AlCl3/HCl yang menunjukkan adanya

16

gugus 5-OH dengan gugus prenil pada cincin C nomor 6. Penambahan pereaksi geser NaOAc/H3BO3 menyebabkan terjadinya pergeseran batokromik sebesar +23,8 nm pada pita I, yang menunjukkan adanya gugus ortho di-OH pada cincin B. Hal ini diperkuat dengan adanya pergeseran batokromik sebesar +19,6 nm pada pita I setelah penambahan pereaksi geser NaOMe yang didiamkan dulu selama 5 menit yang menunjukkan posisi ortho menit pada 4’ –OH.

Berdasarkan dari data interpretasi perubahan panjang gelombang maksimum dari fraksi kromatografi kolom n-heksan : etil asetat (0:10) dari spektrofotometri UV-Vis maka senyawa flavonoid yang mungkin adalah golongan flavonol, karena spektrum yang terbentuk merupakan ciri khas dari flavonol. Struktur flavonoid daun ranti yang di dapat dalam penelitian ini yaitu 5,7,4’ di trihidroksi flavonol. Hasil interpretasi dapat dilihat pada tabel 4.7 struktur dapat dilihat pada gambar 4.8.

Tabel 4.7. Interpreatasi Perubahan Panjang Gelombang Maksimum dari Hasil Fraksi Kromatografi Kolom n-Heksan : Etil asetat (0:10) dan Penambahan Pereaksi Geser Pereaksi

∆λ maks (nm)

Pergeseran ∆λ maks (nm)

Dugaan Subtitusi

Pita II

Pita I

Pita II

Pita I

MeOH

254,4

373,2

∆ Flavonol

∆ Flavonol

NaOMe

261

386,4

+6,6

+13,2

Adanya gugus 7-OH

NaOMe 5 menit

253,8

392,8

-0,8

+19,6

Adanya gugus 4’ – OH

AlCl3

265,2

392,6

+10,8

+19,4

adanya gugus 5-OH

AlCl3/HCl

266,6

392,6

+12,2

+19,4

ada 5-OH dengan gugus prenil

NaOAc

266,8

390,2

+12,4

+17

Adanya gugus 7-OH

NaOAc/H3BO3

273,2

397

+18,8

+23,8

o-diOH pada cincin B

Keterangan :

Flavonol (3-OH Bebas)

(+) pergeseran panjang gelombang yang lebih panjang (-) pergeseran panjang gelombang yang lebih pendek

Gambar 4.8. Struktur 5,7,4’ di trihidroksi flavonol

4. Hasil Interpretasi panjang gelombang pada fraksi n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 0:10 (Isoflavon) Pada pereaksi geser MeOH menyebabkan pergeseran batokromik pada pita I kurang dari 320 nm yaitu 314,8 nm, sehingga menunjukkan

kemungkinan gugus isoflavon (Markham, 1988). Pereaksi geser NaOMe dan NaOMe 5 menit menyebabkan tidak terjadinya pergeseran batokromik pada pita I maupun pita II, yang menunjukkan tidak adanya gugus OH pada cincin A. Penambahan pereaksi geser AlCl3 menyebabkan terjadinya persegeran

17

batokromik sebesar +10,8 nm pada pita II, yang menunjukkan adanya gugus 5OH. Hal ini diperkuat dengan adanya pergeseran batokromik sebesar +18,8 nm pada pita II setelah penambahan pereaksi geser NaOAc/H3BO3 yang menunjukkan adanya gugus o-diOH pada cincin A (6,7 atau 7,8) Penambahan pereaksi geser NaOAc menyebabkan terjadinya pergeseran batokromik sebesar +12,4 nm pada pita II, yang menunjukkan adanya gugus 7OH. Hal ini diperkuat dengan adanya pergeseran batokromik sebesar +12,2 nm pada pita II setelah penambahan pereaksi geser AlCl3/HCl yang menunjukkan adanya gugus o-diOH pada cincin A (6,7 atau 7,8)

Berdasarkan dari data interpretasi perubahan panjang gelombang maksimum dari fraksi kromatografi kolom n-heksan : etil asetat (0:10) dari spektrofotometri UV-Vis maka senyawa flavonoid yang mungkin adalah golongan isoflavon, karena spektrum yang terbentuk merupakan ciri khas dari isoflavon. Struktur flavonoid daun ranti yang di dapat dalam penelitian ini yaitu 5,7 dihidroksi isoflavon. Hasil interpretasi dapat dilihat pada tabel 4.8. dan struktur dapat dilihat pada gambar 4.9

Tabel 4.8. Interpreatasi Perubahan Panjang Gelombang Maksimum dari Hasil Fraksi Kromatografi Kolom n-Heksan : Etil asetat (0:10) dan Penambahan Pereaksi Geser Pereaksi MeOH NaOMe NaOMe 5 menit AlCl3 AlCl3/HCl NaOAc NaOAc/H3BO3 Keterangan :

∆λ maks (nm) Pergeseran ∆λ maks (nm) Dugaan Subtitusi Pita II Pita I Pita II Pita I 254,4 314,8 ∆ Isoflavon ∆ Isoflavon Isoflavon 261 322,2 +6,6 +7,4 Tak ada pergeseran, tak ada OH pada cincin A 263,8 328,8 +9,4 +14,4 Tak ada pergeseran, tak ada OH pada cincin A 265,2 318,8 +10,8 +4 adanya gugus 5-OH 266,6 318,6 +12,2 +3,8 ada o-diOH pada cincin A (6,7 dan 7,8) 266,8 322 +12,4 +7,2 Adanya gugus 7-OH 273,2 320,2 +18,8 +5,4 o-diOH pada cincin A (6,7 atau 7,8) (+) pergeseran panjang gelombang yang lebih panjang (-) pergeseran panjang gelombang yang lebih pendek

Gambar 4.9. Struktur 5,7 dihidroksi isoflavon. V. SIMPULAN Dalam penelitian ini telah berhasil mengisolasi jenis flavonoid yang terdapat pada daun ranti hijau (Solanum americanum Miller.). Dengan metode spektrofotometri UV-Visibel di dapat empat jenis golongan flavonoid yang berbeda pada kedua fraksi hasil kromatografi kolom dimana pada fraksi n-heksan : etil asetat (7:3) didapat dua jenis flavonoid golongan isoflavon dan flavonol yaitu 5,7,4’ di trihidroksi isoflavon (genistein) dan 4’,7 dihidroksi flavonol, sedangkan pada fraksi nheksan : etil asetat (0:10) didapat dua

jenis flavonoid golongan isoflavon dan flavonol yaitu 5,7 dihidroksi isoflavon dan 5,7,4’ di trihidroksi flavonol. SARAN Perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap isolat yang telah diperoleh untuk memastikan struktur senyawa tersebut dengan bantuan spektrofotometri infra merah (IR), spektrofotometri massa, dan spektrofotometri magnet inti (RMI).

18

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G., 2007., Teknologi Bahan Alam., Penerbit: Institut Teknologi Bandung., Bandung., Hal 17. Ahuja,

J., Suresh, J., Deep, A., Madhuri., Pratyusha., dan Ravi., 2011., Phytochemical Screening of Aerial Parts Of Artesmisia parviflora Roxb.: A medical plant., Der Phamacia Letre, 3 (6) : 116 - 124.

Chauhan, Rajani, Km,Ruby, Aasha shori, Jaya Dwiveri. 2012., Solanum nigrum L with Dinamic Therapeutic Role : A Riview. Internasional Journal Of Pharmaceutical Sciences Review and Research. 15 (1). 65-71. Depkes RI. 1978. Materia Medika Indonesia. Jilid II. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Edmons, J.M., and Chweya, J.A. (1997). Black nightshades, Solanum nigrum L and related species. International Plant genetic Resources Institute. Ed.1, vol.1;8.(1777).Australia. Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Jilid II. Penerbit ITB : Bandung. Heyne, K., 1950, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid. 3, terjemahan Litbang Kehutanan Jakarta, Yayasan Sarana Warna Jaya, Jakarta, 1502. Kardinan, A., Kusuma F., R. 2004. Meniran Penambah Daya Tahan Tubuh Alami. Agromedia pustaka : Jakarta. Landyyun, RS., 2008., Isolasi Identifikasi Flavonoid dari Daun Dewandaru (Eugenia uniflora L.)., Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Markham, R.K. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. ITB : Bandung. Maryati, G. Abd., Isa, I., Bialangi, N., 2011, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dari Daun Jamblang (Syzygium cumini), Universitas Negeri Gorontalo. Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi II. a.b, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, 3-17, ITB, Bandung. Sastrohamidjojo, Hardjono. 2001. Spektroskopi, 3-4, 11, Liberty Press, Yogyakarta. Tarwiyatuljannah. I., 2014. Analisis Kadar Flavonoid Total Batang, Daun, dan Buah Ranti (Solanum nigrum L.). Jurusan Farmasi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: Universitas Al – Ghifari. Tanaya, V., Retnowati, R., Suratmo., 2015., Fraksi Semi Polar dari Daun Mangga Kasturi (Mangifera casturi Kosterm)., Jurusan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam., Universitas brawijaya.

Related Documents


More Documents from "Diajeng Dwi Rosita"