Implikasi Untuk Indonesia Tren gangguan jiwa di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya (riskesdas, 2018). Pada tahun 2013 proporsi rumah tangga dengan gangguan jiwa tercatat sebanyak 1,7% per mil dari total penduduk, meningkat menjadi 7% per mil pada data tahun 2018. Dikarenakan hal tersebut pelayanan untuk kesehatan jiwa sudah harus dimulai dari tingkat pertama yaitu di komunitas. Banyak studi yang menyarankan intervensi kesehatan jiwa yang terbaik, adalah intervensi yang diberikan didalam komunitas (Opperman et al., 2016). Pelayanan kesehatan jiwa komunitas ini memiliki tujuan untuk mengontrol dan memprioritaskan pengobatan yang berdampingan dengan rehabilitasi dari individu. Menurut buku pedoman pelayanan kesehatan jiwa di komunitas (Depkes, 2015) di Indonesia sudah diterapkan sisitem pelayanan kesehatan jiwa yang dibagi menjadi beberapa tingkatan. Tingkatan tersebut antara lain tingkat pelayanan primer, sekunder, dan tersier. Walaupun secara umum pelayanan kesehatan jiwa formal terdiri dari tiga tingkatan (primer, sekunder dan tersier), secara kenyataan juga ada pelayanan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Di samping itu juga variasi yang berkembang di masyarakat sebagai jawaban terhadap kondisi dan kebutuhan lingkungan setempat. Sebagai contoh adalah keberadaan perawat kesehatan jiwa komunitas yang memberikan pelayanan dalam rangka mengisi kekosongan pelayanan kesehatan jiwa dasar di wilayah setempat. Pelayanan kesehatan jiwa komunitas oleh masyarakat mempunyai bentuk sangat beragam, baik secara kelembagaan seperti Posbindu, Panti Pemulihan, Pesantren, dan lain-lain, maupun non-lembaga seperti perawatan mandiri oleh keluarga, konseling oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat, pengobatan alternatif yang telah mendapat sertifikat dari Departemen Kesehatan RI, dan lain-lain. Dalam praktiknya, pelayanan kesehatan jiwa di komunitas sangatlah terbatas. Ada beberapa kasus yang sifanya adakah kegawatdaruratan psikiatrik tidak bisa ditangani sendiri oleh masyrakat, sehingga memerlukan sistim rujukan yang berpusat pada sistem pelayan primer yang dalam hal ini adalah puskesmas. Berikut mekanisme pelayanan kesehatan jiwa, yang juga mencangkup pelayanan kegawatdaruratan psikiatri di tingkat primer:
Dengan adanya pelayanan kedaruratan psikiatri di Puskesmas, maka perlu adanya mekanisme pelaporan yang efektif agar dapat memaksimalkan pelayanan tersebut. Beberapa hal yang telah dibahas oleh jurnal diatas adalah adanya sistem pemanggilan tim krisis yang sudah terstruktur dalam sebuah aplikasi yang bernama Connecticut’s Mobile Crisis Intervention. Dengan mengembangkan dan memperluas pelayanan kiris tersebut dikomunitas, maka akan dapat meningkatkan kemudahan dalam mengakses sistem rujukan dan dapat membantu mengurangi angka cedera untuk klien yang membutuhkan, bukan hanya untuk remaja dan anak-anak seperti yang dijelaskan dalam jurnal diatas. Di Indonesia, pelaporan kadaruratan psikiatri baik untuk anak-anak, remaja dan dewasa masih terpusat dalam sistem rujukan rumah sakit. Yang mana sampai saat ini nomor telp pusatnya masih beragam dimasing-masing daerah dan belum tersosialisasi secara luas sampai ke masyarakat. Dikarenakan hal tersebut penerapan Connecticut’s Mobile Crisis diharapkan dapat menutupi hal tersebut. Connecticut’s Mobile Crisis memiliki 3 komponen yang perlu dipersiapkan apabila ingin menerapkan di Indonesia. Pertama, adanya jaringan pelayanan yang terpusat secara luas didalam komuntas. Kedua, nomor telp tunggal yang dapat diakses dimanapun dan yang terakhir adanya support baik dari pemerintah ataupun dari komunitas itu sendiri. Terdapat beberapa cara untuk memperluas penerapan pelayanan kiris di komunitas. Antara lain berkolaborasi dengan pemerintah setempat, mengidentifikasi sumberdaya yang ada, melakukan evaluasi atau meningkatkan pelayanan yang sudah tersedia, memperbanyak sumberdaya manusia yang sudah terlatih. Untuk rumah sakit dan puskesmas dapat menetapkan kebijakan yang jelas dan meingkatkan deteksi dini individu yang beresiko mengalami masalah gangguan jiwa ataupun yang membetuhkan kedaruratan psikiatri (Gill et al., 2017).
Daftar Pustaka
Gill PJ, Saunders NS, Gandhi S, et al. Emergency department as a first contact for mental health problems in children and youth. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 2017;56(6):475–82.e4.
Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas. Kemenkes RI. 2015
Opperman KJ, Hanson DM, Toro PA. Depression Screening at a Community Health Fair: Descriptives and Treatment Linkage.Psychiatric Nursing. 2016