SEMINAR KASUS PADA KLIEN DENGAN AML (ACUTE MIELOBLASTICK LEUKIMIA) DIRUANG PANDAN WANGI RUMAH SAKIT DOKTER SUTOMO SURABAYA
DISUSUN OLEH:
Abdul Fauzi, S.Kep.
131523143007
Mohammad Hayat Sa’dan, S.Kep. 131523143012 Zaky Mubarak, S.Kep.
131523143013
Zun Nur’ainy, S.Kep.
131523143041
Wiwit Widyawati, S.Kep.
131523143064
Fatma Risda Hidayanti, S.Kep.
131523143080
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2016
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, atas bimbingan dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah seminar kasusini yang berjudul ’’ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN AML (ACUTE MIELOBLASTICK LEUKIMIA) ’’ dengan baik dan dapat selesai tepat pada waktunya. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih buat dosen pembimbing akademik Dr. Kusnanto, S.Kp., M.Kes. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Lilik Mudayatin, S.Kep, Ns, selaku pembimbing klinik ruangan Pandan Wangi Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingannya dalam menyelesaikan laporan seminar kasus ini. Juga berkat kerja sama semua pihak khusunya teman- teman kelompok 2 program profesi ners angkatan B17 Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya.
Kami menyadari bahwa laporan kasus kamiini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan partisipasi dan dukungan dari semua pihak dalam upaya penyempurnaan laporan kasus kami ini.
Sebelumnya kami ucapkan terima kasih dan minta maaf jika ada kata atau sesuatu hal yang kurang berkenan di hati pembimbing akademik maupun pembimbing klinik.
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Leukimia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri myeloid. Bila tidak diobati, penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat dalam waku beberapa minggu sampai bulan sesudah diagnosis. Sebelum tahun 1960an engobatan LMA bersifat paliatif, tetapi sejak sekitar 40 tahun yang lalu pengobatan penyakit ini berkembang secara cepat dan dewasa ini banyak pasien LMA yang dapat disembuhkan dari penyakitnya. Kemajuan pengobatan LMA ini dicapai dengan regimen kemoterapi yang baik, kemoterapi dosis tinggi dengan dukungan cangkok sum-sum tulang dan terapi suportif yang lebih baik seperti anti biotik generasi baru dan trenfusi komponen darah untuk mengatasi efek samping pengobatan. Selain itu sejak sekitar 2 dekade tahun yang lalu juga telah dikembangkan teknik diagnostic leukemia dengan cara immunophenotyping dan analisis sitogenik yang menghasilkan diagnosis yang lebih akurat. Di negara maju seperti Amerika Serikat , LMA merupakan 32% dari kasus leukemia. Penyakit ini lebih sering ditemu ras hispanikkan pada dewasa (85%) dari pada anak (15%). Insiden LMA umumnya tidak berada dari masa anak-anak hingga masa dewasa muda. Sesudah usia 30 tahun, insiden LMA meningkat secara eksponensial sejalan dengan meningkatnya usia. Insiden LMA pada orang yang berusia 30 tahun adalah 0,8% pada orang yang berusia 50 tahun adalah 2,7%, sedang pada orang yang berusia diatas 65 tahun adalah sebesar 13,7%. Secara umum tidak didapatkan adanya variasi antar etnik tentang insidensi LMA, meskipun pernah dilaporkan adanya LMA tipe M3 yang 2,9 hingga 5,8 kali lebih besar pada ras hispanik yang tinggal di Amerika Serikat dari pada ras Kaukasia.
1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang konsep dasar
dan asuhan keperawatan mengenai Acute Mieloblastick
Leukimia.
1.2.2 Tujuan Khusus a. Memahami pengertian dari penyakit Acute Mieloblastick Leukimia. b. Memahami tentang penyebab dari penyakit Acute Mieloblastick Leukimia c. Memahami dan menyebutkan tanda dan gejala dari penyakit penyakit Acute Mieloblastick Leukimia d. Memahami patofisiologi dari dari penyakit Acute Mieloblastick Leukimia e. Memahami
dan
menjelaskan
pemeriksaan
penunjang
dan
penatalaksanaan dari penyakit Acute Mieloblastick Leukimia f. Memahami dna menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan Acute Mieloblastick Leukimia
1.3 Manfaat Tulisan ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi baik bagi tenaga kesehatan ataupun masyarakat umum mengenai Acute Mieloblastick Leukimia.
BAB II TINJAUAN TEORI A.Definisi Leukimia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari seri myeloid. Bila tidak diobati, penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat dalam waku beberapa minggu sampai bulan sesudah diagnosis (Setiati, 2014). Leukimia mieloblastik akut (LMA) adalah proliferasi maligna perkusor sel darah putih, atau sel blast, di sum-sum tulang atau jaringan limfe, sel blast terakumulasi di dalam darah perifer sum-sum tulang dan jaringan tubuh (Bilotta, 2011). Leukimia mieloblastik akut (LMA) adalah neoplasma yang berasal dari sel hematopoitik yang pada awalya berproliferasi di sum-sum tulang sebelum menyebar ke darah tepi, limpa, kelenjar limfe, dan akhirnya ke jaringan lain (Isselbacher, 2000). Insidensi semua leukemia adlah sekitar 13 per 100.000 orang per tahun, dan insidensi terkait usia pada leukemia akut dan kronik agak lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. Insiden LMA meningkat seiring bertambahnya usia yang memuncak pada dekade ke enam dan ke tujuh.
B. Klasifikasi Menurut klasifikasi FAB (French-American-British), LMA dibagi menjadi :
M0
: Differensiasi leukemia minimal
M1
: Mieloblastik, tanpa maturasi, 90% blast, peroksidase (+) , Granula
azurofil,
M2
kadang batang Auer (+) : Mieloblastik, dengan maturasi , 50% sel tdd mieloblast dan
premieloosit ,
M3 : Promielositik hipergranular Sebagian besar sel tdd promielosit
abnormal,
Maturasi di luar promielosit (+)
peroksidase (+)
M4 : Mielomonositik, 20% monosit , 20% mieloblast dan promielosit
M5 : Monositik, berdiferensiasi/tidak berdiferensiasi, < 20% granulosit
M6 : Erythroleukemia, 50% sel adalah sel eritroid abnominal atau
30% mieloblast
& promielosit, Kadang batang Auer (+)
M7 : Megakaryoblastic leukemia
Klasifikasi WHO Untuk LMA I.
I. LMA dengan translokasi sitogenetik rekuren
LMA dengan t (8;21)(q22;q22),AML 1 (CBFα)/ETO APL dengan t(15;17)(q22;q11-12) dan varian-variannya, PML/RARα
II.
LMA dengan eosinofil sumsum tulang abnormal dengan
Z
inv (16)(p13q22) atau t(16;16)(p13;q11)CBFβ/MHY11
LMA dengan abnormalitas 11q23 (MLL) II. LMA dengan multilineage dysplasia dengan sindrom myelodisplasia tanpa sindrom myelodisplasia
III.
III. LMA dan sindrom myelodisplastik yang berkaitan dengan terapi akibat obat alkilasi akibat epipodofilotoksin (beberapa merupakan kelainan limpfoid) tipe lain
IV.
IV. LMA yang tidak terspesifikasi
LMA diferensiasi minimal
LMA tanpa maturasi
LMA dengan diferensiasi monositik
Leukemia monositik akut
Leukemia eritroid akut
Leukemia megakariositik akut
Leukemia basofilik akut
Panmielosis akut dengan mielofibrosis
C. Etiologi Pada sebagian besar kasus etiologi dari LMA tidak diketahui. Meskipun demikian ad beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi faktor predisposisi LMA pada populasi tertentu (Setiati, 2014).
1. Benzene Benzene adalah suatu senyawa kimia yang banyak digunakan pada industri penyamakan kulit di negara berkembang, diketahui merupakan zat leukomogenik untuk LMA. 2. Radiasi Ionik Radiasi ionik juga diketahui dapat menyebabkan LMA. Ini diketahui dari penelitian tentang tingginya insidensi kasus leukemia, termasuk LMA pada orang-orang yang selamat dari serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Efek leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampat sejak 1,5 tahun sesudah pengeboman. 3. Trisomi kromosom 21 Trisomi kromosom 21 dijumpai pada penyakit herediter sindrom Down. Pasien sindrom Down dengan trisomi kromosom 21 mempunyai resiko 10 hingga 18 kali lebih tinggi untuk menderita leukemia, khususnya LMA. Selain itu pasien beberapa sindrom genetik seperti sindrom Bloom dan anemia Fanconi juga diketahui mempunyai resiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal untuk menderita LMA. 4. Kemoterapi Sitotoksik Pengobatan dengan kemoterapi sitotoksik dapat terjadi pada pasien tumor padat, LMA akibat terapi adalah komplikasi jangka panjang yang serius dari pengobatan limfoma, myeloma multiple, kanker payudara, kanker ovarium dan kanker testis. Jenis kemoterapi yang paling sering memicu timbulnya LMA adaah golongan alkylating agent dan topoisomerase II inhibitor. LMA akibat terapi mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan LMA de novo sehingga di dalam klasifikasi leukemia versi WHO dikelompokkan sendiri.
D. Patofisiologi Patogenesis utama LMA adalah adanya blockade maturitas yang menyebabkan proses deferensiasi sel-sel seri myeloid terhenti pada sel-sel muda (blast) mengakibatkan terjadinya akumulasi blast didalam sum-sum tulang. Akumulasi blast didalam sumsum tulang akan mengakibatkan gangguan
hematopoesis normal pada gilirannya akan mengakibatkan sindrom kegagalan sum-sum tulang (bone marrow failure sindrome) yang dittandai dengan adanya sitopenia (anemia, lekopenia, trombositopenia). Adanya anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang lebih berat menyebabkan sesak napas. Trombositopenia akan menyebabkan tanda-tanda perdarahan, sedang adanya leukpenia akan menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi oportunistik dari flora bakteri normal yang ada didalam tubuh manusia. Selain itu sel-sel blast yang terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar sum-sum tulang dan berinfltrasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak, sistem saraf pusat dan merusak organ-organ tersebut dengan segala akibatnya.
E. Manifestasi Klinis Pada pasien LMA tidak selalu dijumpai leukositosis. Leukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus LMA, sedang 15% pasien mempunyai angka leukosit yang normal dan sekitar 35% pasien mengalami netropenia. Meskipun demikian, sel-sel blast dalam jumlah yang signifikan di darah tepi akan ditemukan pada 85% kasus LMA. Oleh karena itu sangat penting untuk memeriksa rincian jenis sel-sel leukosit di darah tepi sebagai pemeriksaan awal, untuk menghindari kesalahan diagnosis pada orang yang diduga menderita LMA. Tanda dan gejala utama adanya rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom kegagalan sum-sum tulang. Tanda dan gejala lain yang umum terjadi pada pasien dengan LMA: 1. Perdarahan Perdarahan biasanya terjadinya dalam bentuk purpura atau petekia yang sering dijumpai di ekstremitas bawah atau berupa epiktasis, perdarahan gusi dan retina. Perdarahan yang lebih berat jarang terjadi kecuali pada kasus yang disertai dengan DIC. Kasus DIC ini paling sering sering dijumpai pada kasus LMA tipe M3. Infeksi sering terjadi di tenggorokan, paru-paru, kulit dan daerah peri rektal, sehingga organ-organ tersebut harus diperiksa secara teliti pada pasien LMA dengan demam.
2. Leukositosis Pada pasien dengan angka leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3). Sering sekali ditemuakan gejala leukositosis, yaitu terjadinya penggumpalan leukosit yang menyumbat aliran pembuluh darah vena maupun arteri. Gejala leukositosis sangat bervariasi, tergantung lokasi sumbatannya. Gejala yang sering dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak napas, nyeri dada dan priapismus. Angka leukosit yang tinggi juga sering menimbulkan gangguan metabolisme berupa hiperurisemia dan hipoglikemia. 3. Hiperurisemia Hiperurisemia terjadi akibat sel-sel leukosit yang berproliferasi secara cepat dalam jumlah yang besar. Hipoglikemia terjadi karena konsumsi gula in vitro dari sampel darah yang akan diperiksa, sehingga akan dijumpai hipoglikemia yang asimtomatik karena hipoglikemia tersebut terjadi in vitro tetapi tidak in vivo pada tubuh pasien. 4. Leukimia kutis Infiltrasi sel-sel blast akan menyebabkan tanda/gejala yang bervariasi tergantung organ yang diinfiltrasi. Infiltrasi sel-sel blast di kulit akan menyebabkan leukemia kutis yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit, sedang infiltrasi sel-sel blast dijaringan lunak akan menyebabkan nodul di bawah kulit (kloroma). 5. Nyeri tulang Infiltrasi sel-sel blast didalam tulang akan menimbulkan nyeri tulang yang spontan atau dengan stimulasi ringan. Pembengkakan gusi sering dijumpai sebagai manifestasi infiltrasi sel-sel blast ke daerah meaningen. Untuk penegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan sitologi dari cairan serebro spinal yang diambil melalui prosedur pungsi lumbal.
F. Pemeriksaan penunjang 1) Imunofenotip Pemeriksaan penentuan imunofenotip adalah suatu teknik pengecatan modern yang dikembangkan berdasarkan reaksi antigen dan antibody. Diketahui
bahwa permukaan membrane sel-sel darah mengekspresikan antigen yang berbeda-beda tergantung dari jenis dan tingkat diferensiasi sel-sel darah tersebut. 2) Analisis sitogenik Analisis sitogenik pada keganasan hematologi telah dimulai sejak awal 1960 dan berkembang lebih pesat sejak awal 1980an. Terdapat 2 kelainan dasar sitogenetik pada LMA: kelainan yang menyebabkan hilang atau bertambahnya materi kromosom dan kelainan menyababkan perubahan yang seimbang tanpa menybabkan hilang tau berkembangnya materi kromosom. Kelainan pertama dapat berupa kehilangan sebagian dari materi kromosom (delesi/del) atau hilangnya materi kromosom secara utuh (monosomi). Penambahan materi kromosom juga dapat bersifat sebagian (duplikasi/d) atau bertambahnya salah satu atau lebih materi kromosom secara utuh (trisomi, tetrasomi). Kelainan kedua berupa perubahan kromosom seimbang dalam bentuk perubahan resiprokal antara dua atau lebih kromosom (translokasi/t) atau peubahan pada bagian dalam satu kromosom (inverse/inv). 3) Laboratorium Hitung darah menunjukkan trombositopenia dan neutropenia, dan sel darah putih yang beragam memperlihatkan jenis sel. a. Angka Leukosit Pada umumnya, angak leukosit meningkat pada sebagian besar penderita LMA, tetapi angka leukosit juga bisa normal atau turun. Didapati angka leukosit bervariasi antara kurang dari 1000 hingga 100.000 per mm3. Pada angka leukosit normal atau turun, ini dinamakan sub leukemik leukemia, dimana masih dapat ditemukan sel blast dalam darah tepi. b. Sel Blast darah tepi Sel blast meningkat dalam darah tepi pada penderita LMA. Jumlah sel blast dapat bervariasi dari nol hingga 200 x 109 / 1 median antara 15 – 20 x 109/1. Pada umumnya, ada korelasi antara jumlah sel blast dalam darah dan sumsum tulang dengan pembesaran lien atau manifestasi infiltasi sel leukemik lain. Bila didapati tidak ada sel blast dalam darah tepi dinamakan aleukemik leukemia. Keadaan ini bisa ditemukan ± 5% penderita LMA.
c. Angka trombosit Trombositopenia sebagai akibat infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia ditemukan pada kebanyakan penderita. Pada keadaan yang sangat jarang ada ditemukan trombositosis. d. Sumsum tulang Biasanya sumsum tulang dalam keadaan hiperseluler, dimana kepadatan sel-sel meningkat. Pada pemeriksaan mikroskopik sel-sel blat (mieloblast) dominan, jumlah megakariosit dan sel-sel normoblast sangat menurun. Bila dilakukan biopsi dan pengecatan retikulum akan didapatkan myelofibrosis ini dapat diperhatikan pada dua per tiga kasus LMA. e. Asam urat darah Pada kira-kira separuh kasus LMA, dapat ditemukan asam urat darah meningkat dan begitu juga pada ekskresi asam urat dalam urin, tetapi jarang menimbulkan gejala gout. f. Protein darah Protein darah biasanya berubah. Hiper gamma globulin yang difus didapatkan pada kebanyakan penderita, sedangkan albumin selalu normal waktu diagnosis dan menurut bila lanjut. Beta globulin biasanya naik dan umumnya kenaikkan alfa globulin didapatkan pada keadaan demam atau infeksi. Protein pengikat vitamin B12 bisa meningkat dalam darah pada penderita LMA khususnya bila ditemukan leukositosis. Protein pengikat asam folat meningkat bagi beberapa penderita, terutama pada leukemia mielomonoblastik.
4) pencitraan CT-scan menunjukkan organ
yang terkena, dan analisis cairan
serebrospinal menunjukkan invasi sel darah putih yang abnormal pada sistem saraf pusat. 5) Prosedur Diagnostik Aspirasi sumsum tulang menunjukkan bahwa proliferasi sel darah putih yang tidak matur menegaskan diagnostik LMA. Jika aspirat kering atau bebas dari sel leukemik namun pasien memiliki tanda leukemia lain yang khas, biopsy sumsum tulang, bisanya pada spina iliaka superior posterior harus dilakukan. Pungsi lumbal digunakan untuk mendeteksi keterlibatan meningeal.
G. Penatalaksanaan medik a. Resusitasi pasien yang baru didiagnosis LMA biasanya berada dalam keadaan sakit berat dan rentan terhadap infeksi berat atau perdarahan. Prioritan utamanya adalah resusitasi menggunakan antibiotic dosis tinggi intravena untuk melawan infeksi, transfuse trombosit trombosit atau plasma beku segar (fresh frozen plasma) unruk mengatasi perdarahan, dan tranfusi darah untuk mengatasi anemia. Penggunaan antibiotic dalam situasi ini adalah tindakan yang tepat walaupun demam yang terjadi ternyata merupakan akibat dari penyakit itu sendiri dan bukan akibat dari infeksi. Lebih mudah menghentikan pemberian antibiotic daripada menyelamatkan pasien dengan syok septicemia yang telah dibiarkan tanpa terapi antibiotik. b. Kemoterapi Terapi definitive LMA adalah dengan kemoterapi sitotoksik menggunakan kombinasi obat multipel. Obat sitotoksik bekerja dengan berbagai mekanisme namun semuanya dapat menghancurkan sel leukemia. Sayangnya, beberapa sel normal juga ikut dirusak dan ini menyebabkan efek samping seperti kerontokan rambut, mual, muntah, nyeri pada mulut (akibat kerusakan mukosa mulut), dan kegagalan sum-sum tulang akibat matinya sum-sum tulang. Salah satu konsekuensi mayo dari neutropenia akibat
kemoterapi dalah infeksi berat. Pada pasien LMA pasien ahrus diterapi selama berbulan-bulan. c. Transplantasi sum-sum tulang Ini merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi dosis tinggi dan radioterapi pada beberapa pasien LMA. Treanplantasi dapat bersifat autolog, yaitu sel sum-sum tulang diambil sebelum pasien menerima terapi dosis tinggi, disimpan dan kemudian diinfusikan kembali. Selain itu, dapat juga bersifat alogenik, yaitu sum-sum tulang berasal dari donor yang cocok HLA-nya. Kemoterapi dengan dosis sangat tinggi akan membunuh sum-sum tulang penderita dan hal tersebut tidak dapat pulih kembali. Sum-sum tulang yang telah diinfusikan kembali akan mengembalikan fungsi sum-sum tulang pasien tersebut. Pasien yang menerima translantasi alogenik memiliki resiko rekurensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima tranplantasi autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada transpalantasi alogenik, terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa sum-sum yang ditranplantasikan akan berefek antitumor yang kuat karena limfosit T yang tertransplantasi. Penelitianpenelitian baru menunjukakan bahwa transplantasi alogenik menggunakan terapi dosis rendah dapat dialukan dan memiliki kemungkinan sembuh akibat mekanisme imunologis. d. Pengobatan Kombinasi daunorusibin dan sitarabin IV (jika kombinasi inin gagal menstimulasi peredaran penyakit, pengobatan dengan menggunakan beberapa atau semua obat berikut: Kombinasi siklofosfamid, vinkristin, prednisone, atau metrotreksat, sitarabin disis tinggi atau dengan obat lain: amsakrin, etoposida, dan 5azastidin dan mitoksantron) (Bilotta, 2011).
H. Komplikasi LMA dapat menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya yaitu: 1. Kelelahan (fatigue). Jika leukosit yang abnormal menekan sel-sel darah merah, maka anemia dapat terjadi. Kelelahan merupakan akibat dari
kedaan anemia tersebut. Proses terapi LMA juga dapat meyebabkan penurunan jumlah sel darah merah. 2. Pendarahan (bleeding). Penurunan jumlah trombosit dalam darah (trombositopenia) pada keadaan Leukemia dapat mengganggu proses hemostasis. Keadaan ini dapat menyebabkan pasien mengalami epistaksis, pendarahan dari gusi, ptechiae, dan hematom. 3. Rasa sakit (pain). Rasa sakit pada leukemia dapat timbul dari tulang atau sendi. Keadaan ini disebabkan oleh ekspansi sum-sum tulang dengan leukosit abnormal yang berkembang pesat. 4. Pembesaran Limpa (splenomegali). Kelebihan sel-sel darah yang diproduksi saat keadaan leukemia sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini menyebabkan limpa bertambah besar, bahkan beresiko untuk pecah. 5. Stroke atau clotting yang berlebihan (excess clotting). Beberapa pasien dengan kasus leukemia memproduksi trombosit secara berlebihan. Jika tidak dikendalikan, kadar trombosit yang berlebihan dalam darah (trombositosis)
dapat
menyebabkan
clot
yang
abnormal
dan
mengakibatkan stroke. 6. Infeksi. Leukosit yang diproduksi saat keadaan leukemia adalah abnormal, tidak menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal ini menyebabkan pasien menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan leukemia juga dapat menurunkan kadar leukosit hingga terlalu rendah, sehingga sistem imun tidak efektif. 7. Kematian
I. Prognosis Dengan terapi agresif, 40 -50 % penderita yang mencapai remisi akan hidup lama (30-40 % angka kesembuhan keseluruhan). Penderita yang mengalami relaps setelah mendapat kemoterapi atau transplantasi autolog dapat diterapi dengan CST allogenetik sebagai terapi penyelamatan. Beberapa subtipe morfologi atau genetik LMA mempunyai prognosis lebih baik.50-85% penderita LMA memberikan respons yang baik terhadap pengobatan. Biasanya 20-40% penderita tidak lagi menunjukkan tanda-
tanda leukemia dalam waktu 5 tahun setelah pengobatan; angka ini meningkat menjadi 40-50% pada penderita yang menjalani pencangkokan sumsum tulang. Prognosis yang paling buruk ditemukan pada penderita yang berusia diatas 50 tahun, penderita yang menjalani kemoterapi dan terapi penyinaran untuk penyakit lain. Pada golongan M5 dan M6, semua pasien meninggal dunia sebelum 2 tahun, sedangkm M3 mempunyai harapan hidup paling lama.
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.Pengkajian a. Identitas Umur : Lebih sering ditemukan pada dewasa (85%) dari pada anak-anak (15%). Jenis kelamin : Lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita b. Keluhan utama Pasien demam tinggi yang tiba-tiba c. Riwayat penyakit sekarang Gejala yang sering dirasakan pasien yaitu demam tinggi yang riba-tiba, berkeringat dimalam hari, malaise, Nyeri tulang dan sendi, perdarahan atau memar yang berlebiahan. d. Riwayat penyakit dahulu Pada riwayat kesehatan dahulu pada klien dengan LMA, kaji adanya tanda-tanda anemia yaitu pucat, kelemahan, sesak, nafas cepat. Adanya tanda-tanda leucopenia yaitu demam dan adanya infeksi. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia yaitu ptechiae, purpura, perdarahan membran mukosa. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola yaitu limfadenopati, hepatomegali, splenomegali. Kaji
adanya
pembesaran testis. Kaji adanya hematuria, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi disekitar rectal, nyeri ( Lawrence, 2003). e. Dari riwayat kesehatan keluarga, adanya keluarga yang mengalami gangguan hematologis serta adanya faktor herediter misal kembar monozigot. f. Riwayat psikososial dan spiritual Umumnya pasien lemah, lelah, merasa takut, cemas, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas biasa. g.Pola pemenuhan kebutuhan dasar -
Nutrisi : kehilangan nafsu makan, anoreksia, muntah
-
Hygiene perseorangan : Kebutuhan personal hygiene pasien dibantu oleh keluarga dan perawat
h.Eliminasi : Pasien sering mengalami diare, nyeri tekan perianal, feses hitam, darah pada urine, penurunan output urine. i. Aktivitas dan tidur : Pasien tidak mampu beraktivitas seperti biasa kerena kelemahan, pasien menjadi gelisah dan kurang tidur 1. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan Umum Keadaan umum klien dengan LMA tampak lemah, kesadaran bersifat composmentis selama belum terjadi komplikasi. 2. Tanda-Tanda Vital Tekanan darah : tidak normal (TD normal 120/80 mmHg) Nadi : Suhu : meningkat jika terjadi infeksi RR : Dispneu, takhipneu 3. Pemeriksaan fisik head to toe a.
Pemeriksaan kepala Bentuk : perhatikan bentuk kepala apakah simetris atau tidak. Biasanya pada penderita leukemia betuk kepala simetris. Rambut: perhatikan keadaan rambut mudah dicabut atau tidak,warna, hygiene Nyeri tekan: palpasi nyeri tekan, ada atau tidak. Biasanya pada penderita tidak ada nyeri tekan.
b. Pemeriksaan mata Palpebra: perhatikan kesimetrisan kiri dan kanan Konjungtiva : anemis atau tidak. Pada penderita leukemia akan ditemukan konjungtiva yang anemis. Sclera : ikterik atau tidak. Sclera penderita leukemia akan terlihat tidak ikterik. c.
Pemeriksaan hidung Inskpeksi kesimetrisan bentuk hidung, mukosa hidung, palpasi adanya polip. Penderita leukemia memiliki pemeriksaan hidung yang normal.
d. Pemeriksaan mulut Inspeksi apakah terdapat peradangan (infeksi oleh jamur atau bakteri ), perdarahan gusi. Biasa papa penderita leukemia, ditemukan bibir pucat, sudut – sudut bibir pecah – pecah. e.
Pemeriksaan telinga Inspeksi simetris kiri dan kanan, sirumen. Palpasi nyeri tekan. Periksa fungsi pendengaran dan keseimbangan. Pada penderita leukemia biasanya tidak ditemukan kelainan dan bersifat normal.
f.
Pemeriksaan leher Inspeksi dan palpasi adanya pembesaran getah bening kelenjer tiroid, JVP, normalnya 5-2. Penderita leukemia tidak mengalami pembesaran kelenjer tiroid.
g. Pemeriksaan thorak Jantung Inspeksi : iktus terlihat atau tidak, inspeksi kesimetrisan. Pada penderita leukemia, iktus terlihat Palpasi : raba iktus kordis. Normalnya, iktus teraba. Perkusi : tentukan batas jantung. Auskultasi : terdengar bunyi jantung 1 dan 2, normal. Paru – paru Inspeksi
: kesimetrisan kiri dan kanan saat inspirasi dan ekspirasi,
biasanya normal. Palpasi
: vokal femoris teraba, simetris kiri dan kanan.
Perkusi
:
Auskultasi : biasanya bunyi nafas vesikuler. h. Pemeriksaan abdomen Inspeksi : apakah dinding abdomen mengalami memar, bekas operasi, dsb. Auskultasi : bising usus normal Palpasi : palpasi apakah ada nyeri tekan, hepar teraba atau tidak. Biasaya terdapat nyeri tekan, dan hepar akan teraba.
Perkusi : lakukan perkusi, biasa didapat bunyi tympani untuk semua daerah abdomen i.
Pemeriksaan Ekstremitas inspeksi kesemetrisan, palpasi adanya nyeri tekan pada ekstremitas atas dan bawah. Biasanya pada penderita leukemia akan mengalami nyeri pada tulang dan persendian.
2. Pemeriksaan penunjang a. Hitung darah menunjukkan trombositopenia dan neutropenia. b. Analisa cairan serebrospinal menunjukkan invasi sel darah purih yang abnormal pada sistem saraf pusat. c. Aspirasi sum-sum tulang menunjukkan proliferasi sel darah putih yang tidak matur. d. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml e. Retikulosit : jumlah biasaya rendah f. Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm) g. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immature h. PTT : memanjang i. LDH : mungkin meningkat j. Asam urat serum : mungkin meningkat k. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik l. Copper serum : meningkat m. Zink serum : menurun
3. Diagnosa Keperawatan a. Resiko infeksi b.d penurunan sistem kekebalan tubuh b. Resiko perdarahan b.d trombositopenia c. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum (anemia) d. Nyeri b.d agen cedera biologis (efek fisiologi LMA)
e.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologi (anoreksia)
f. Kerusakan integritas kulit b.d zak kimia (kemoterapi, radioterapi)
4. Intervensi keperawatan No. 1.
1.
Diagnosa (NANDA) Resiko
infeksi
penurunan kekebalan tubuh
Kriteria Hasil (NOC)
Intervensi (NIC)
b.d Status imun
Manajemen lingkungan
sistem Klien diharapkan mampu:
Tidak
adanya
Intervensi yang dilakukan :
infeksi
berulang
Ciptakan
lingkungan
yang
aman untuk pasien.
Tidak adanya tumor
Status pencernaan dari skala keamanan pasien, berdasarkan Status pernapasan dari skala dan pengalaman masa lalu. yang diharapkan
Hindari
lingkungan
yang
Berat badan dalam batas berbahaya (ex : permadani lepas normal
dan kecil, perabotan rumah yang
Suhu tubuh normal
dapat dipindah-pindahkan).
Tidak
adanya
kelelahan
Hindari objek yang berbahaya dari lingkungan.
secara terus menerus
kebutuhan
tingkat fisik, dan fungsi kognitif
yang diharapkan
Identifikasi
Jumlah sel darah putih dalam
Usaha perlindungan dengan
batas normal
pinggir
Status nitrusi
jeruji, dengan tepat.
Klien
diharapkan
mampu
jeruji/pinggir
Dampingi
pasien
lapisan
selama
aktivitas di luar bangsal.
menormalkan:
Pemasukan nutrisi
Pemasukan makanan dan tidur. Sediakan peralatan yang adaptif cairan
Energi
(ex
Masa tubuh
disandarkan
Atur tinggi rendahnya tempat
:
tangga
yang dan
tangan), dengan tepat.
dapat susuran
Berat badan
Tempatkan furniture dalam ruangan dengan susunan yang tepat.
Sediakan tabung panjang untuk membuat gerakan lebih leluasa.
Tempatkan digunakan
objek
yang
dalam
batas
jangkauan.
Sediakan kamar untuk 1 orang. Sediakan tempat tidur yang bersih dan nyaman.
Sediakan tempat tidur yang kokoh/kuat.
Tempatkan perubahan posisi tempat tidur dalam kondisi yang mudah dijangkau.
Kurangi
rangsangan
dari
lingkungan.
Hindari pencahayaan yang tidak penting, sirkulasi udara, keadaan yang
terlalu
panas,
ataupun
dingin.
Atur suhu lingkungan sesuai kebutuhan pasien, jika suhu tubuhnya berubah.
Kontrol/cegah
bising
yang
berlebihan, bila memungkinkan.
Kontrol pencahayaan untuk manfaat terapeutik.
Batasi jumlah pengunjung. Batasi
kunjungan
secara
personal
kepada
pasien,
keluarga,
kebutuhan
penting
lainnya.
Lakukan rutinitas sehari-hari sesuai kebutuhan pasien. Manajemen nutrisi Intervensi yang dilakukan :
Tanyakan
apakah
mempunyai
alergi
pasien terhadap
makanan.
Pastikan makanan kesukaan pasien.
Dorong kenaikan pemasukan zat besi makanan, dengan tepat.
Dorong kenaikan pemasukan protein, zat besi, vitamin C, dengan tepat.
Berikan pasien dengan protein tinggi,
kalori
tinggi,
nutrisi
makanan cemilan dan minuman itu
bisa
dengan
mudah
mengonsumsi denagn tepat.
Ajarkan
pasien
menafkahkan makanan,
bagaimana
buku sesuai
harian dengan
kebutuhan.
Kontrol catatan pemasukan untuk kandungan nutrisi dan kalori.
2.
2.
Resiko perdarahan b.d Pembekuan darah
Pencegahan perdarahan
trombositopenia
Klien
diharapkan
mampu Intervensi yang dilakukan :
menormalkan :
Monitor
kemungkinan
Gumpalan pembentukan
terjadinya
Waktu protrombin
pasien
Hb
Perdarahan
pasien mengalami kehilangan
Memar
banyak darah
Petechiae
perdarahan
pada
Catat kadar HB dan Ht setelah
Pantau
gejala
timbulnya
dan
tanda
perdarahan
yang
berkelanjutan
9cek
sekresi
pasien
yang
terlihat
baik
maupun yang tidak disadari perawat)
Pantau
factor
koagulasi,
termasuk protrombin (Pt), waktu paruh
tromboplastin
(PTT),
fibrinogen, degradasi fibrin, dan kadar platelet dalam darah)
Pantau
tanda-tanda
vital,
osmotic, termasuk TD
Atur pasien agar pasien tetap bed rest juka masih ada indikasi pendarahan
Atur kepatenan/ kualitas produk / alat yang berhubungan dengan perdarahan
Lindungai pasien dari hal-hal yang menimbulkan trauma dan bias menimbulkan perdarahan
Jangan lakukan injeksi
Gunakan sikat gigi yang lembut
untuk perawatan oral pasien
Gunakan alat ukur elektrik yang memiliki pinggiran tepi saat pasien mencukur
Hindari tindakan invasive Cegah memasukkan sesuatu kedalam lubang daerah yang mengalami perdarahan
Hindari pengukuran suhu secar rectal
Jauhkan alat-alat berat disekitar pasien
Instruksikan
pasien
untuk
menghindari/ menjauhi aspirasi atau anti koagulan yang lain
Instruksikan
pasien
menghindar
untuk aspirin/
antikoagulan yang lain
Instruksikan
pasien
untuk
emngkonsumsi makanan yang mengandung vit K
Cegah terjadi konstipasi Ajarkan pasien dan keluarga untuk mengenali tanda-gejala terjadinya
perdarahan
tindakan
pertama
dan untuk
penanganan selama perdarahan berlangsung
3.
3.
Intoleransi aktivitas b.d Toleransi aktivitas kelemahan
umum Klien
diharapkan
Terapi aktivitas mampu Intervensi yang dilakukan:
(anemia)
untuk menormalkan:
Saturasi
oksigen
ketika dalam
beraktivitas
Denyut
Laju
dengan
terapis
merncanakan
dan
memonitor program aktivitas ketika
nadi
beraktivitas
Kolaborasi
Tingkatkan komitmen pasien dalam beraktivitas
ketika
pernapasan
beraktivitas
Bantu mengekplorasi aktivitas yang bemanfaat bagi pasien
Tekanan darah sistolik
Tekanan darah diastolic
sumberdaya yang dimiliki dalam
Pemeriksaan EKG
beraktivitas
Warna kulit
Kekuatan tubuh atas
Kekuatan tubuh bawah
Daya tahan
Klien
diharapkan
untuk menormalkan:
Kinerja dari rutinitas
Aktivitas
Konsentrasi
mengidentifikasi
Bantu pasien/keluarga dalam beradaptasi dengan lingkungan Bantu menyusun aktivitas fisik Pastikan
lingkungan
aman
mampu untuk pergerakan otot
Jelaskan
aktivitas
motorik
untuk meningkatkan tonus otot
Berikan reinforcemen positif selama beraktivitas
Kepulihan energy setelah
Monitor respon emosional, fisik, sosial dan spiritual
beraktivitas
Bantu
Tingkat oksigen darah Manajemen energy Intervensi yang dilakukan
Tingkat kegelisahan Klien
diharapkan
mampu
Tentukan pembatasan aktivitas fisik pasien
untuk menormalkan:
Nyeri
Cemas
Mengerang
Stress
Takut
Jelaskan
tanda
yang
menyebabkan kelemahan Jelaskan penyebab kelemahan Jelaskan apa dan bagaimana aktivitas yang dibutuhkan untuk
Kegelisahan
Nyeri otot
Meringis
Sesak nafas
Mual
Muntah
membangun energi
Monitor intake nutrisi yang adekuat
Monitor respon kardiorespirasi selama aktivitas
Monitor pola tidur
Monitor
lokasi
ketidaknyamanan/nyeri
Batasi stimulus lingkungan
Anjurkan bedrest
Lakukan ROM aktif/pasif
Bantu pasien membuat jadwal istirahat
Monitor efek obat stimulan dan depresan
Monitor
respon
oksigenasi
pasien
4.
4.
Nyeri b.d agen cedera Tingkat Kecemasan : biologis (efek fisiologis Klien dari leukemia)
diharapkan
Mengurangi rasa cemas: mampu Intervensi yang dilakukan:
untuk :
Menghindari
Menghindari serangan panik
dan
Kaji perspektif situasi stress klien.
Menghindari Rasa cemas
Berikan
informasi
faktual
yang berlebihan.
mengenai diagnosis, terapi, dan
Mengontrol tekanan darah.
prognosis.
Mengontrol
peningkatan
Mengontrol
Bantu pasien untuk untuk meminimalisir rasa cemas yang
denyut nadi.
klien
perasaan melakukan pendekatan.
gelisah.
Tenangkan
peningkatan timbul.
jumlah pernafasan.
Kaji tanda-tanda kecemasan
Menghindari hal-hal yang baik secara verbal maupun non bisa mengganggu tidur.
verbal.
Tingkatan nyeri
Menajemen nyeri
Klien
diharapkan
mampu Intervensi yang dilakukan:
untuk:
klien
tentang
bagaimana cara mengontrol rasa
Mengendalikan rasa nyeri. Mengontrol
Ajarkan
dari nyeri.
diri
kehilangan nafsu makan.
Ajarkan klien teknik-teknik relaksasi.
Ajarkan klien bagaimana cara menghindari
diri
dari
rasa
cemas. 5.
5.
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang
kebutuhan faktor (anoreksia)
Status Nutrisi dari Klien
tubuh
diharapkan
b.d untuk menormalkan:
biologi
Mengontrol nafsu makan: mampu Intervensi yang dilakukuan:
Anjurkan asupan kalori yang
Pemasukan nutrisi
sesuai dengan kebutuhan dan
Pemasukan makanan
gaya hidup.
Pemasukan cairan
Energy
Berat badan
Tonus otot
mengkonsumsi
Hidrasi
cukup.
Kontrol asupan nutrisi dan kalori.
Anjurkan kepada klien untuk nutrisi
yang
Pengontrolan nutrisi Intervensi yang dilakukuan:
Nafsu makan Klien
diharapkan
untuk menormalkan:
Menyeimbangkan makan
mampu
Tanyakan mempunyai
nafsu makanan Tentukan
apakah alergi
makanan
pasien terhadap
pilihan
Menyeimbangkan Pasokan pasien Tentukan jumlah kalori dan cairan tubuh Menyeimbangkan Pasokan jenis
zat
makanan
yang
nutrisi tubuh
diperlukan
Weight gain behavior :
nutrisi,
ketika
Klien diharapkan mampu :
dengan
ahli
makanan,
jika
Tunjukkan intake kalori yang
hidup
Mengidentifikasi pemasukan
Timbang berat badan pasien pad jarak waktu yang tepat
kalori
berkolaborasi
Memilih sebuah target sehat tepat sesuai tipe tubuh dan gaya berat badan.
memenuhi
Mengidentifikasi penyebab diperlukan kehilangan berat badan
untuk
Memilihara suplai nutrisi Terapi Nutrisi makanan dan minuman yg Intervensi yang dilakukan :
adekuat
Monitor pemasukan cairan dan makanan
Meningkatkan nafsu makan
dan
menghitung
pemasukan kalori sehari-hari
Bantu pasien membentuk posisi duduk
yang
benar
sebelum
makan
Ajarkan pasien dan kelurga tentang memilih makanan
6.
6.
Kerusakan kulit
b.d
integritas Intregitas jaringan : kulit dan Pengawasan kulit zat
kimia membran mukosa diharapkan
Intervensi yang dilakukan: mampu
(kemoterapi,
Klien
radioterapi)
menormalkan :
(suhu), bengkak, getaran, tekstur
Temperatur
kulit, udem.
Sensasi
Elastisitas
berwarna dan memar kulit serta
Pigmentasi
membran mukosa.
Warna
Ketebalan
Jaringan bebas lesi.
Amati warna kulit, kehangatan
Pantau
area
Pantau kelainan
yang
tidak
kekeringan
dan kelembaban kulit.
Catat perubahan kulit atau membran mukosa.
Periksa keketatan pakaian.
Pantau warna kulit.
Pantau suhu kulit.
Instruksikan anggota keluarga / pemberi
perawatan
tentang
tanda – tanda dari kerusakan kulit. Sumber : Nanda 2015 (Bulechek, 2015 NIC & Moorhead, 2015 NOC)
DAFTAR PUSTAKA
Bilotta,
Kimberly A.
2011.Kapita
Selekta
Penyakit:
dengan
implikasi
keperawatan. Alih bahasa: Dwi Widiarti. Jakarta: EGC Bulechek, Gloria M, et al. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC) 6th edition. USA: Mosby Inc Davey, P. 2005. At a Glance Medicine; alih bahasa Annisa Rahmalia, Cut Novianty; editor Amalia Safitri. Jakarta: Erlangga Guyton AC, Hall JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah: Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: EGC. Herdman, T.H, et al. 2014. Nursing Diagnoses Definitions and Classification 10th edition 2015-2017. UK: Wiley Blackwell Isselbacher, K.J. 2000.Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyajkit Dalam. Jakarta: EGC Mansjoer Arief. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta Moorhead, Sue, et al.2015, Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th edition. USA: Mosby,Inc