HALUSINASI
1. DEFINISI Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perubahan atau penghiduan, klien merasakan stimulus yang sebelumnya tidak ada. (Stuart, 2007) Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar, walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang teresepsi. (Yosep, 2011)
2. FAKTOR PREDIPOSISI Menurut Yosep (2011), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah : a. Faktor Perkembangan Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendanya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stres. b. Faktor Sosiokultural Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya. c. Faktor Psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal. d. Faktor Genetik dan Pola Asuh Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menujukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
3. FAKTOR PRESIPITASI Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah: a. Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan. b. Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. c. Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
4. MACAM-MACAM HALUSINASI Menurut Yosep (2011) halusinasi terdiri dari delapan jenis : a. Pendengaran (auditory) Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan. b. Penglihatan (visual) Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
c. Penghidu (olfactory) Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia. d. Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses. e. Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain. f. Cenesthetic Merasakan badannya bergerak–gerak dalam suatu ruang atau anggota badannya. g. Halusinasi hypnagogic, dan hypnopompic Halusinasi yang terjadi antara tidur dan terjaga
5. MANIFESTASI KLINIK a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri b. Tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata c. Sulit untuk konsentrasi d. Curiga, sering merusak (diri sendiri)/orang lain, takut e. Ekspresi muka : tegang, mudah tersinggung f. Mengatakan mendengarkan suara, melihat, mengecap, menghidu, dan merasakan sesuatu yang tidak nyata. g. Pembicaraan kacau, kadan tidak masuk akal h. Sulit membuat keputusan
6. FASE DALAM HALUSINASI MELALU EMPAT FASE a. Fase Pertama / comforting / menyenangkan Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini
menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri. b. Fase Kedua / comdemming Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain. Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas. c. Fase Ketiga / controlling Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah. d. Fase Keempat / conquering/ panik Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia
yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi. Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
7. RENTANG RESPON HALUSINASI
Respon Adaptif
Pikiran Logis
Respon Maladaptif
Pikiran kadang
menyimpang
Kelainan pikiran/delusi
Persepsi akurat
Ilusi
Halusinasi
Emosi konsisten
Reaksi emosional
Ketidakmampuan
dengan pengalaman
Perilaku seksual
berlebihan atau
untuk mengalami
kurang
emosi
Perilaku ganjil atau
ketidakteraturan
Isolasi sosial
lazim
Hubungan sosial
Menarik diri
8. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA FOKUS PENGKAJIAN a. Masalah Keperawatan 1) Perubahan sensori perceptual, halusinasi b. Data Fokus Pengkajian 1) Data Subjektif a) klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata b) klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata c) klien mengatakan mencuium bau tanpa stimulus d) klien merasa ada sesuatu pada kulitnya e) klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
f)
klien ingin memukul/melempar barang – barang
2) Data Objektif a) klien berbicara dan tertawa sendiri b) klien bersikap seperti mendengar / melihat sesuatu c) klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu d) disorientasi
c. Diagnosa Keperawatan Perubahan sensori persepsi : halusinasi Diagnosa : Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi Tujuan Pasien mampu : - mengenali halusinasi yang dialaminya - mengontrol halusinasinya - mengikuti program pengobatan
Kriteria Evaluasi Setelah....x pertemuan, pasien dapat menyebutkan : - isi, waktum frekuensi, situasi, pencetus, perasaan - mampu memperagakan cara dalam mengontrol halusinasi
Setelah....x pertemuan, pasien mampu : - menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan - memperagakan cara bercakap – cakap dengan orang lain Setelah.....x pertemuan pasien mampu : - menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan
Intervensi SP 1 - Bantu pasien mengenal halusinasi (isi, waktu terjadinya frekuensi, situasi pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi) - latih mengontrol halusinasi dengan cara menghardik Tahapan tindakannya meliputi : - jelaskan cara menghardik halusinasi - peragakan cara menghardik - minta pasien memperagakan ulang - pantau penerapan cara ini, beri penguatan perilaku pasien - masukan dalam jadwal kegiatan pasien SP 2 - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1) - Latih berbicara / bercakap dengan orang lain saat halusinasi - Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3 - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan 2) - Latih kegiatan agar halusinasi tidak muncul Tahapannya : - Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
- membuat jadwal kegiatan sehari – hari dan mampu mempergerakannya Setelah.....x pertemuan pasien mampu : - menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan - menyebutkan manfaat dari program pengobatan
Keluarga mampu : Merawat pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien
Setelah....x pertemuan keluarga mampu menjelaskan tentang halusinasi
Setelah....x pertemuan keluarga mampu : - menyelesaikan kegiatan yang sudah dilakukan
- Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien - Latih pasien melakukan aktivitas - Susun jadwal sehari – hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih (dari bangun pagi sampai tidur malam) SP 4 - Tanyakan program pengobatan - Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa - Jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai program - Jelaskan bila putus obat - Jelaskan cara mendapatkan obat / berobat - Jelaskan pengobatan (5B) - Latih pasien minum obat - Masukkan dalam jadwal harian pasien. SP 1 - identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien - jelaskan tentang halusinasi - pengertian halusinasi - jenis halusinasi yang dialami pasien - tanda dan gejala halusinasi - cara merawat pasien halusinasi (cara berkomunikasi, pemberian obat dan pemberian aktivitas kepada pasien) - sumber – sumber pelayanan kesehatang yang bisa dijangkau - bermain peran cara merawat - rencana tidak lanjut keluarga, jadwal keluarga untuk merawat pasien SP 2 - evaluasi kemampuan keluarga (SP 1) - latih keluarga merawat pasien - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
- memperagakan cara merawat pasien Setelah....x pertemuan keluarga mampu : - menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan - memperagakan cara merawat pasien serta mampu membuat RTL Setelah....x pertemuan keluarga mampu : - menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
SP 3 - evaluasi kemampuan keluarga (SP 2) - Latih keluarga merawat pasien - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
SP 4 - evaluasi kemampuan keluarga - evaluasi kemampuan pasien - RTL keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, E, dkk. 2009. Askep Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta : CV. Trans Info Media Stuart dan Laraia, Principles And Practice of Psyciatric Nursing (5Th. Ed) St. Louis Mosby Year Book 2007 Keliat, B,A. 2009. Askep pada Klien Gangguan Orientasi Realitas. Jakarta Yosep (2011), Keperawatan Jiwa. Edisi 4, PT Refika Aditama : Bandung