HALUSINASI
1. DEFINISI Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perubahan atau penghiduan, klien merasakan stimulus yang sebelumnya tidak ada. (Stuart, 2007) Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar, walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang teresepsi. (Yosep, 2011)
2. FAKTOR PREDIPOSISI Menurut Yosep (2011), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah : a. Faktor Perkembangan Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendanya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stres. b. Faktor Sosiokultural Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya. c. Faktor Psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal. d. Faktor Genetik dan Pola Asuh Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menujukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini. 3. FAKTOR PRESIPITASI
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah: a. Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan. b. Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. c. Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
4. MACAM-MACAM HALUSINASI Menurut Yosep (2011) halusinasi terdiri dari delapan jenis : a. Pendengaran (auditory) Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan. b. Penglihatan (visual) Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
c. Penghidu (olfactory)
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia. d. Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses. e. Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain. f. Cenesthetic Merasakan badannya bergerak–gerak dalam suatu ruang atau anggota badannya. g. Halusinasi hypnagogic, dan hypnopompic Halusinasi yang terjadi antara tidur dan terjaga
5. MANIFESTASI KLINIK a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri b. Tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata c. Sulit untuk konsentrasi d. Curiga, sering merusak (diri sendiri)/orang lain, takut e. Ekspresi muka : tegang, mudah tersinggung f. Mengatakan mendengarkan suara, melihat, mengecap, menghidu, dan merasakan sesuatu yang tidak nyata. g. Pembicaraan kacau, kadan tidak masuk akal h. Sulit membuat keputusan
6. FASE DALAM HALUSINASI MELALU EMPAT FASE a. Fase Pertama / comforting / menyenangkan Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini
menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri. b. Fase Kedua / comdemming Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain. Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas. c. Fase Ketiga / controlling Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah. d. Fase Keempat / conquering/ panik Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia
yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi. Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
7. RENTANG RESPON HALUSINASI
Respon Adaptif
Respon Maladaptif
Menyendiri
Kesendirian
Manipulasi
Otonomi
Menarik
Impulsif
Kebersamaan
Ketergantungan
Narsisme
Keadaan Saling tergantung 8. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA FOKUS PENGKAJIAN a. Masalah Keperawatan 1) Perubahan sensori perceptual, halusinasi b. Data Fokus Pengkajian 1) Data Subjektif a) klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata b) klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata c) klien mengatakan mencuium bau tanpa stimulus d) klien merasa ada sesuatu pada kulitnya e) klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar f)
klien ingin memukul/melempar barang – barang
2) Data Objektif a) klien berbicara dan tertawa sendiri b) klien bersikap seperti mendengar / melihat sesuatu c) klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu d) disorientasi
c. Diagnosa Keperawatan Perubahan sensori persepsi : halusinasi Diagnosa : Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi Tujuan Pasien mampu : - mengenali halusinasi yang dialaminya - mengontrol halusinasinya - mengikuti program pengobatan
Kriteria Evaluasi Setelah....x pertemuan, pasien dapat menyebutkan : - isi, waktum frekuensi, situasi, pencetus, perasaan - mampu memperagakan cara dalam mengontrol halusinasi
Setelah....x pertemuan, pasien mampu : - menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan - memperagakan cara bercakap – cakap dengan orang lain Setelah.....x pertemuan pasien mampu : - menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan
Intervensi SP 1 - Bantu pasien mengenal halusinasi (isi, waktu terjadinya frekuensi, situasi pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi) - latih mengontrol halusinasi dengan cara menghardik Tahapan tindakannya meliputi : - jelaskan cara menghardik halusinasi - peragakan cara menghardik - minta pasien memperagakan ulang - pantau penerapan cara ini, beri penguatan perilaku pasien - masukan dalam jadwal kegiatan pasien SP 2 - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1) - Latih berbicara / bercakap dengan orang lain saat halusinasi - Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3 - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan 2) - Latih kegiatan agar halusinasi tidak muncul Tahapannya : - Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi
- membuat jadwal kegiatan sehari – hari dan mampu mempergerakannya Setelah.....x pertemuan pasien mampu : - menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan - menyebutkan manfaat dari program pengobatan
Keluarga mampu : Merawat pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien
Setelah....x pertemuan keluarga mampu menjelaskan tentang halusinasi
Setelah....x pertemuan keluarga mampu : - menyelesaikan kegiatan yang sudah dilakukan
- Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien - Latih pasien melakukan aktivitas - Susun jadwal sehari – hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih (dari bangun pagi sampai tidur malam) SP 4 - Tanyakan program pengobatan - Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa - Jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai program - Jelaskan bila putus obat - Jelaskan cara mendapatkan obat / berobat - Jelaskan pengobatan (5B) - Latih pasien minum obat - Masukkan dalam jadwal harian pasien. SP 1 - identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien - jelaskan tentang halusinasi - pengertian halusinasi - jenis halusinasi yang dialami pasien - tanda dan gejala halusinasi - cara merawat pasien halusinasi (cara berkomunikasi, pemberian obat dan pemberian aktivitas kepada pasien) - sumber – sumber pelayanan kesehatang yang bisa dijangkau - bermain peran cara merawat - rencana tidak lanjut keluarga, jadwal keluarga untuk merawat pasien SP 2 - evaluasi kemampuan keluarga (SP 1) - latih keluarga merawat pasien - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
- memperagakan cara merawat pasien Setelah....x pertemuan keluarga mampu : - menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan - memperagakan cara merawat pasien serta mampu membuat RTL Setelah....x pertemuan keluarga mampu : - menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
SP 3 - evaluasi kemampuan keluarga (SP 2) - Latih keluarga merawat pasien - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
SP 4 - evaluasi kemampuan keluarga - evaluasi kemampuan pasien - RTL keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, E, dkk. 2009. Askep Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta : CV. Trans Info Media Stuart dan Laraia, Principles And Practice of Psyciatric Nursing (5Th. Ed) St. Louis Mosby Year Book 2007 Keliat, B,A. 2009. Askep pada Klien Gangguan Orientasi Realitas. Jakarta Yosep (2011), Keperawatan Jiwa. Edisi 4, PT Refika Aditama : Bandung
PERILAKU KEKERASAN
1. PENGERTIAN PERILAKU KEKERASAN Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang membahayakan secara fisik baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Prabowo, 2014) Perilaku kekerasan yaitu suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan diri sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang – barang ( Damaiyanti, 2012)
2.FAKTOR PREDISPOSISI Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor presdisposisi, artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu ( Probowo, 2014) a) Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak – kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan yang di tolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan. b) Perilaku, renforcoment yang diterima pada saat melakukan kekerasaan, sedang mengobservasi kekerasaan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasaan. c) Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam ( pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhdap perilaku kekerasaan yang diterima (permissivee) d) Bioneurologis, banyak kerusakan sistem limbiik, lobus frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotranmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasaan.
3. FAKTOR PRESPITASI Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasaan adalah sebagai berikut (Sari, 2015) 1. Klien
: Kelemahan fisik, keputusaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan
2. Interaksi
: Penghinaan,kekerasaan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa terancam, baik internal dari perusahaan dari klien maupun ekternal dari lingkungan
4. RENTANG RESPON
Respon Adatif Asertif Klien mampu
Frustasi Klien gagal
Respon Maldatif Pasif
Agresif
Kekerasaan
Klien
Klien
Perasaan
mengungkapka mencapai
mengeksperisi
mengekpers
marah dan
n tanpa
tujuan
kan secara
ikan secara
bermusuhan
menyalahkan
keputusan/
fisik , tapi
fisik tapi
yang kuat
orang lain dan
saat
masih
masih
dan hilang
memberikan
mengungak
tekontrol
terkontrol
control
kegagalan
apkan
mendorong
mendorong
hilang amuk
persaannya
orang lain
orang lain
merusak
tidak
dengan
dengan
kehilangan
berdaya dari ancaman menyerah
ancaman
5. MENEFESTASI KLINIS Menurut Nuraeneh (2012) tanda dan gejala dari perilaku kekerasan, adalah sebagai berikut: a.
Fisik
: Pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah, serta postur tubuh kaku.
b.
Verbal
: Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, bicara dengan nada keras dan kasar,sikap ketus.
c.
Perilaku
: Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan, sikap menentang, dan amuk/agresif.
d.
Emosi
: Jengkel, selalu menyalahkan, menuntut, perasaan terganggu, dan ingin berkelahi.
e.
Intelektual
: Mendominasi, cerewet atau bawel, meremehkan, suka berdebat, dan mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
f.
Sosial
: Penolakan untuk didekati, mengasingkan diri, melakukan kekerasan, suka mengejek, dan mengkritik.
g.
Spiritual
: Merasa diri berkuasa, tidak realistik, kreatifitas terlambat, ingin orang lain memenuhi keinginannya, dan merasa diri tidak berdosa.
6. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA FOKUS PENGKAJIAN 1. Masalah Keperawatan a. Resiko mencenderai diri, orang lain dna lingkungan b. Perilaku kekerasan/ amuk 2. Data Fokus Pengkajian a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan 1. Data Subyektif a. Klien mengatakan benci atau kesel pada seseorang b. Klien suka membentak dan menyerang orang suka mengusiknya jika sedang kesal dan marah c. Riwayat perilaku kekerasaan atau gangguan jiwa lainnya
2. Data Objektif a. Mata merah, wajah agak merahNada suara tinggi dan keras, bicara menguasai, berteriak, menjerik, memukul diri sendiri/orang lain b. Eksperesi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam c. Merusak dan melepar barang d. Perilaku Kekerasaan/ amuk 1. Data Subyektif a. klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang b. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal
7. DIAGNOSA KEPERAWATAN Resiko mencederai diri, orang lain ddan lingkungan berhubungan dengan waham
Tujuan Pasien Mampu : Mengindentifikasi penyebab dan tanda perilaku Menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan Menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara : Fisik Sosial/verbal Spritual Terapi psikofarmaka ( patah otot)
Kreeteria Hasil Intervensi Setelah ....x pertemuan pasien mampu : SP 1 Menyebutkan penyebab tanda gejala dan 1. Indentifikasi penyebab, tanda dan akibat perilaku kekerasan gejala serta akibar perilaku Memperagakan cara fisik 1 untuk kekerasanletih cara fisik 1 : Tarik mengontrol perilaku kekerasan nafas dalam 2. Masukan dalam jadwal harian pasien Setelah ....x pertemuan pasien mampu : SP 2 Menyebutkan kegiatan yang sudah 1. Evaluasi kegiataan yang lalu (SP 1) dilakukan 2. Latih caara fisik 2 : Pukul baantal/ Memperagakan cara fisik untuk kasur mengontrol perilaku kekerasan 3. Masukkan dalam jadwal harian pasien Setelah ...x pertemuan pasien mampu : SP 3 Menyebutkan kegiatan yang sudah ada 1. Evaluasi kegiatan yang lalu ( SP 1 Memperagakan cara sosial/verbal untuk dan SP 2) mengontrol perilaku kekerasan 2. Latih secara sosial/ verbal 3. Menolak dengan baik 4. Meminta dengan baik 5. Mengungkapkan dengan baik 6. Masukkan dalam jadwal harian pasien Setela ...x pertemuan, pasien mampu : SP 4 Menyebutkan kegiatan yang sudah 1. Evaluasi kegiatan yang lalu dilakukan (SP1,2,3) Memperagakab cara spritual 2. Latih secara spirotual :
Setelah Mmapu : Merawat pasien di rumah
Setelah...x mampu pertemuan mampu : Memperagakan cara patuh obat
pasirn
Setelah ...x pertemuan keluarga mampu menjelaskan tanada mampu menjelaskan tanda san gejala akibat serta mampu memperagakan cara merawat
Setelah ....x pertemuan keluuarga mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu merawat serta membuka RTL
3. Berdoa 4. Shalat 5. Masukkan dalam jadwal harian pasien SP 5 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1,2 &3) 2. Susun jadwal minum obat secara teratur 3. Masukan dalam jadwal harian pasien SP 1 1. Indentifikasi masalah yang diraskana keluarga dalam merawat pasien 2. Jelaskan tentang Perilaku kekerasan 3. Penyebab 4. Akibat 5. Cara meraawat 6. Latih 2 cara merawat 7. RTL keluarga/ jadwal untuk merawat pasien SP 2 1. Evaluasi SP 1 2. Latih 9 simulasi) 2 cara lain untuk merawat pasien
3.
RTL keluarga./ jadwal keluarga untuk merawat pasien
Setelah ...x pertemuan keluarga mampu SP 3 menyebutkan kegiatan yang sudah 1. Evaliuasi SP 2 dan SP 2 dilakukkan dan mampu merawat serta 2. Latih langsung ke pasien dapat membuat RTL 3. RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat pasien
Setelah ...x pertemuan keluarga mampu melaksanakan follow up dan rujukan serta mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan
SP 4 1. Evaluasi SP 1.2 dan 3 2. Latih laangsung ke pasien 3. RTL keluarga 4. Follow up 5. Rujukan
DAFTAR PUSTAKA
Eko Prabowo. (2014). Konsep dan Aplikasi Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika Makhripah Damaiyanti.(2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda : Refka Aditama Nuraenah.(2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Bebas Keluarga dalam Merawat Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS Jiwa Islam Klender Jakarta Timur Sari K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta : Trans Info Media
DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. DEFINISI DEFIFISIT PERAWATAN DIRI Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawtan diri secara mandiri seperti mandi (hygene), berpakaian/berhias, makan dan BAB/BAK (toileting) (Fitria, 2009). Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri (Yusuf, dkk., 2015).
B. TANDA DAN GEJALA Menurut Yusuf, dkk. (2015) tanda dan gejala pada defisit perawatan tubuh diri adalah sebagai berikut : 1. Kebersihan diri Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi. 2. Berdandan atau berhias Kurangnya minat dalam memilih pakaian yang sesuai, tidak menyisir rambut, atau mencukur kumis. 3. Makan Mengalami ksukaran dalam mengambil, ketiakmampuan membawa makanan dari piring ke mulut, dan makan hanya beberapa suap makanan dari piring. 4. Toileting Ketidakmampuan atau tifak adanya keinginan untuk melakukan defekasi atau berkemih tanpa bantuan.
C. FAKTOR PREDISPOSISI a. Perkemabangan Keluarga
terlalu
melindungi
dan
memanjakan
klien
sehingga
perkembangan inisiatif terganggu. b. Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri c. Kemampuan psikologis menurun klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketiakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri. d. Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
D. FAKTO PRESIPITASI Faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, gangguan kognitif atau perceptual, cemas, lelah atau lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri. Faktorfaktor yang mempengaruhi : a. Body image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya. b. Praktik sosial Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygene. c. Status sosial ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, shampoo, sikat gigi, dan semuanya memerlukan uang.
d. Pengetahuan Pengetahuan sangat penting, karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. e. Budaya Disebagian masyarakat kalau sakit tidak boleh dimandikan.
E. RENTANG RESPON
Aktualisasi diri adalah : pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima
Konsep diri positif apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal –hal positif maupun yang negative dari dirinya.
Harga diri rendah adalah ; individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa lebih rendah dari orang lain
Identitas kacau adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek – aspek identitas masa kanak – kanak ke dalam kematangan aspek psikososial kepribadian pada masa dewasa yang harmonis
Depersonalisasi adalah : perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan dirinya dengan orang lain.
F. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Tujuan Pasien mampu : 1. Melakukan kebersihan diri secara mandiri 2. Melakukan berhias/berdandan secara baik 3. Melakukan makan dengan baik 4. Melakukan BAB/BAK secara mandiri
Kriteria Evaluasi Setelah ...x pertemuan pasien dapat menjelaskan pentingnya : - Kebersihan diri - Makan - BAB/BAK - Dan mampu melakukan cara merawat diri
Intervensi SP 1 1. Identifikasi kebersihan diri, berdandan, makan dan BAB/BAK 2. Jelaskan pentingnya kebersihan diri 3. Jelaskan alat dan cara kebersihan diri 4. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien SP 2 1. Evaluasi SP 1 2. Jelaskan pentingnya berdandan 3. Lebih cara berdandan a. Untuk pasien laki-laki meliputi cara : - Berpakaian - Menyisir rambut - Bercukur b. Untuk pasien perempuan - Berpakaian - Menyisir rambut - Berhias 4. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3 1. Evaluasi kegiatan SP 1 dan 2
2. Jelaskan cara dan alat makan yang benar a. Jelaskan cara mempersiapkan makan b. Jelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan c. Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik 3. Latih kegiatan makan 4. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien SP 4 1. 2. 3. 4. Keluarga mampu : Merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang perawatan diri
Setelah ...x pertemuan keluarga mampu meneruskan melatih pasien dan mendukung agar kemampuan pasien merawat dirinya meningkat.
Evaluasi kemampuan pasien yang lalu (SP 1, 2 dan 3) Latih cara BAB dan BAK yang baik Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB/BAK.
SP 1 1. Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien dengan masalah kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK 2. Jelaskan defisit perawatan diri 3. Jelaskan cara merawat kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK 4. Bermain peran cara merawat 5. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien SP 2 1. Evaluasi SP 1
2. Latih keluarga merawat langsung kepasien, kebersihan diri dan berdandan 3. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien SP 3 1. Evaluasi SP 2 2. Latih keluarga merawat langsung kepasien cara makan 3. RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien SP 4 1. Evaluasi kemampuan keluarga 2. Evaluasi kemampuan pasien 3. Rencana tindak lanjut keluarga : - Follow Up - Rujukan
DAFTAR PUSTAKA Fitria,
Nita.2012.
Prinsip
PENDAHULUAN
Dasar
DAN
dan
Aplikasi
STRATEGI
Penulisan
LAPORAN
PELAKSANAAN
Tindakan
Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba Medika. Yusuf, Ah., dkk.. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika.
WAHAM A.
PENGERTIAN Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol (Depkes RI,2000) Waham adalah keyakinan seseorang yang bedasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan,kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya. (Keliat, 1999).
B.
FAKTOR PREDISPOSISI 1. Genetik, faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan suatu kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan kelainan yang sama (orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain). 2. Neurobiologis, adanya gangguan pada konteks pre frontal dan korteks limbic. 3. Neurotransminter,
abnormalitas
pada
dopamine,
serotonin,
glutamate. 4. Virus, paparan virus influenza pada trimester III 5. Psikologis, ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli
C.
FAKTOR PRESIPITASI 1. Proses pengolahan informasi yang berlebihan 2. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
dan
D.
RENTANG RESPON Adaptif
1. Pikiran logis
Maladaptif
1. Pikiran
kadang
2. Persepsi akurat
menyimpang
3. Emosi konsisten
ilusi
dengan
berlebihan dan
4. Perilaku sosial 5. Hubungan sosial
kurang 3. Perilaku
pikir : Waham 2. Halusinasi
2. Reaksi emsional
pengalaman
1. Gangguan proses
3. Kerusakan emosi 4. Perilaku tidak sesuai
tidak
sesuai
5. Ketidakteraturan isolasi sosial
4. Menarik diri (Keliat, 2009)
E.
F.
TANDA DAN GEJALA 1.
Menolak makan.
2.
Tidak ada perhatian pada perawatan diri
3.
Ekspresi wajah sedih/gembira/ketakutan.
4.
Gerakan tidak terkontrol.
5.
Mudah tersinggung.
6.
Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan.
7.
Menghindar dari orang lain.
8.
Mendominasi pembicaraan.
9.
Berbicara kasar.
10.
Menjalankankegiatan keagamaan secara berlebihan
ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Untuk mendapatkan data waham sesuai dengan jenis wahamnya, harus dilakukan observasi terhadap perilaku klien sebagai berikut : a. Waham kebesaran
Menyakini bahwa ia memiliki kebesaranatau kekuasaan khusus, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. b. Waham curiga Meyakini bahwa seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/mencederai dirinya, diucapkan berualng kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. c. Waham agama Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang kali tetapi tidak seuai dengan kenyataan. d. Waham somatik Menyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang penyakit, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. e. Waham nihilistik Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
2. Diagnosa Keperawatan 1. GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM
Diagnosa Keperawatan : Gangguan Proses Pikir : Waham Tujuan Pasien mampu : - Berorientasi kepada realitas secara bertahap - Mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan - Menggunakan obat dengan prinsip 6 benar
Keluarga mampu : - Mengidentifikasi waham pasien - Memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhannya
Kriteria Evaluasi Setelah ....x pertemuan, pasien dapat memnuhi kebutuhannya
Setelah ....x pertemuan, pasien mampu : - Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan - Mampu menyebutkan serta memilih kemampuan yang dimiliki Setelah ....x pertemuan, pasien dapat menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu memilih kemampuan ain yang dimiliki Setelah ....x pertemuan, keluarga mampu mengidentifikasi masalah dan menjelaskan cara merawat pasien
Intervensi SP 1 SP 2 -
SP 3 SP 1 -
Identifikasi kebutuhan pasien Bicara konteks realita (tidak mendukung atau membantah waham pasien) Latih pasien untuk memenuhi kebtuhannya “dasar” Masukan dalam jadwal harian pasien Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1) Identifikasi potensi/kemampuan yang dimiliki Pilih & latih potensi/ kemampuan yang dimiliki Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan 2) Pilih kemampuan yang dapat dilakukan Pilih dan latih potensi kemampuan lain yang dimiliki Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien Jelaskan proses terjadinya waham Jelaskan tentang cara merawat pasien waham Latih (simulasi) cara merawat RTL keluarga/ jadwal merawat pasien
-
Mempertahankan program pengobatan pasien secara optimal
Setelah ....x pertemuan, keluarga mampu : - Menyebutkan kegiata yang sesuai dilakukan - Mempu memperagakan cara merawat pasien
SP 2 SP 3 -
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1) Latih keluarga cara merawat pasien (langsung ke pasien) RTL keluarga
Evaluasi kemampuan keluarga Evaluasi kemampua pasien RTL keluarga Follow Up Rujukan
ISOLASI SOSIAL (ISOS) A. PENGERTIAN ISOS (ISOLASI SOSIAL) Isolasi sosial adalah ketidakmampuan untuk membina hubungan yang intim, hangat, terbuka, dan independent (Workshop, diklat RSMM, 2007). Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
B. FAKTOR PREDISPOSISI Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah: a.
Faktor Perkembangan Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah laku. 1) Sikap bermusuhan/hostilitas 2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya. 4) Kurang
kehangatan,
kurang
memperhatikan
ketertarikan
pada
pembicaraan anak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah. 5) Ekspresi emosi yang tinggi 6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat) c. Faktor Sosial Budaya Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga, seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial. d. Faktor Biologis Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
C. FAKTOR PRESIPITASI Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun eksternal, meliputi: a.
Stressor Sosial Budaya Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan
orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial. b.
Stressor Biokimia 1)
Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia. 2)
Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia. 3)
Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan
pada pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik. 4)
Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-
gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak. c.
Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d.
Stressor Psikologis Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik. Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego
tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas
untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
D. RENTANG RESPON NEUROLOGIS
-
Respon adaptif maladaptif Pikiran logis - Pikiran kadang menyimpang pikiran Persepsi akurat - Ilusi Emosi konsisten - Reaksi emosional berlebihan Ketidakmampuan/kurang mengatur emosi Perilaku sesuai - Perilaku ganjil atau lazim Ketidakteraturan Hubungan sosial - Menarik diri
E. TANDA DAN GEJALA 1. Apatis 2. Ekspresi wajah sedih 3. Afek tumpul 4. Menghindar dari orang lain 5. Klien tampak memisahkan diri dari orang lain 6. Komunikasi kurang 7. Kontak mata kurang 8. Berdiam diri
F. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Masalah data yang perlu dikaji -
Tidak tahan terhadap kontak yang lama
Respon -
Kelainan
- Halusinasi - Isolasi sosial
-
Tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih saat berbicara
-
Tidak ada kontak mata
-
Ekspresi wajah murung, sedih
-
Tampak larut dalam pikiran dan ingatannya sendiri
-
Kurang aktivitas
-
Tidak komunikatif
-
Merusak diri sendiri
-
Ekspresi malu
-
Menarik diri dari hubungan sosial
-
Tidak mau makan dan tidak tidur
2. Masalah Keperawatan dan Data Fokus Pengkajian a. Masalah keperawatan -
Isolasi sosial, menarik diri 1) Data obyektif Apatis, ekspresi sedih, efek tumpul, menyendiri, berdiam diri dikamarbanyak diam, kontak mata kurang (menunduk), menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi menekur. 2) Data subyektif Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan singkat ya atau tidak.
3. Diagnosa Keperawatan Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
Diagnosa : Isolasi Sosial: Menarik Diri Tujuan Pasien mampu: - Menyadari penyebab isolasi sosial - Berinteraksi dengan orang lain
Kriteria Evaluasi Setelah ......x pertemuan klien mampu : - Membina hubungan saling percaya - Menyadari penyebab isolasi sosial, keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain - Melakukan interaksi dengan orang lain secara bertahap
Interaksi SP 1 Identifikasi penyebab - siapa yang satu rumah dengan pasien - Siapa yang dekat dengan pasien - Siapa yang tidak dekat dengan pasien Tanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain - Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain - Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi denga orang lain - Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka - Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain. - Jelaskan pengaruh isolasi terhadap kesehatan fisik pasien Latih berkenalan
-
-
-
-
-
Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain Berikan contoh cara berinteraksi dengan orang lain Berikan kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan dihadapan perawat Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman/ anggota keluarga Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan tingkatkan jumlah interaksi dengan 2,3,4 orang dan seterusnya Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain, mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasillan atau kegagalannya, beri dorongan terus menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya.
Masukkan jadwal kegiatan pasien SP 2
-
Keluarga Mampu : Merawat pasien isolasi sosial di rumah
Setelah ...........x pertemuan keluarga mampu menjelaskan tentang : - Isolasi sosial dan dampaknya pada pasien - Penyebab isolasi sosial - Sikap keluarga untuk membantu pasien mengatasi isolasi sosialnya - pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah putus obat - tempat rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
SP 1 -
SP 2 SP 3 SP 4 -
Evaluasi SP 1 Latih berhubungan sosial secara bertahap masukkan dalam jadwal kegiatan pasien Identifikasi masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien Penjelasan Isolasi Sosial Cara merawat pasien Isolasi Sosial Latih (simulasi) RTL Keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien
Evaluasi SP 1 Latih (langsung ke pasien) RTL Keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien. Evaluasi SP 1 dan SP 2 Latih (langsung ke pasien) RTL Keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien Evaluasi kemampuan keluarga Evaluasi kemampuan pasien Rencana tindak lanjut keluarga
-
Follow up Rujukan
DAFTAR PUSTAKA Purba, dkk, ( 2008 ). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan jiwa. Medan : USU Press.
HARGA DIRI RENDAH (HDR) A. DEFINISI Gangguan harga diri adalah keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami evaluasi diri yang negative tentang kemampuan atau diri (Capenitu, Lynda Jual-Moyet, 2007). Harga diri rendah adalah keadaan ketika individu mengalami evaluasi diri negative mengenai diri atau kemampuan diri (Lynda Juall CarpenituMoyet, 2007). Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri. ( Yosep,2009). B. FAKTOR PREDISPOSISI Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis menurut Herman (2011) adalah penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis. C. FAKTOR PRESIPITASI Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,kegagalan atau produktivitas yang menurun. Secara umum, gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi secara emosional atau kronik. Secara situasional karena trauma yang muncul secara tiba-tiba, misalnya harus dioperasi,kecelakaan,perkosaan atau dipenjara, termasuk dirawat dirumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat klien sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan meningkat saat dirawat.( Yosep,2009).
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system pendukung kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang negatif, disfungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal.(Townsend,2008) D. RENTANG RESPON Respon Adaptif
Aktualisasi
Respon Maladatif
konsep Diri
Harga Diri
Keracunan
Rendah
Identitas
Depersonalisasi Diri
1.
Positif
Respon adaptif Respon Adaptif Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapinya. a. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima. b. Konsep diri positif apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari menyadari hal-hal positif maupun negative dari dirinya (Prabowo, 2014).
2.
Respon maladatif Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia tidak mampu
lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi. a. Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
b. Identitas kacau adalah kegagalan individdu mengintegritaskan aspek-aspek identitas masa kanak-kanak kedalam kematangan aspek psikososial kepribadian pada masa dewasa yang harmonis. c. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistik dan asingg terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak daapat membedakan dirinya dengan orang lain (Prabowo, 2014).
3. Tanda Dan Gejala Menurut Carpenito dalam keliat (2011) perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah antara lain : a. Mengkritik diri sendiri b. Menarik diri dari hubungan social c. Pandangan hidup yang pesimis d. Perasaan lemah dan takut e. Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri f. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri g. Hidup yang berpolarisasi h. Ketidakmampuan menentukan tujuan i. Merasionalisasi penolakan j. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah k. Menunjukkan tanda depresi ( sukar tidur dan sukar makan ).
4. Diagnosa Keperawatan a.
Harga diri rendah
Diagnosa Keperawatan : Harga Diri Rendah Tujuan Pasien mampu : - Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. - Menilai kemampuan yang dimiliki - Menilai kemampuan yang dapat digunakan - Menetapkan / memilih kegiatan yang sesuai dengan kemampuan - Melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan - Merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya.
Kriteria Evaluasi
intervensi
Setelah …x pertemuan klien SP I mampu : - Identifikasi kemampuan positif yang dimiliki - Mengidentifikasi kemampuan - Diskusikan bahwa pasien masih aspek positif yang dimiliki memiliki sejumlah kemampuan dan - Memiliki kemampuan yang aspek positif seperti kegiatan pasien dapat digunakan dirumah adanya kelaurga dan - Memilih kegiatan sesuai lingkungan terdekat pasien. kemampuan - Beri pujian yang realistis dan hiindarkan - Melakukan kegiatan yang setiap kali bertemu dengan pasien sudah dipilih penilaian yang negatif. - Merencanakan kegiatan yang - Nilai kemampua yang dapat dilakukan saat sudah dilatih ini - Diskusikan dengan pasien kemampuan yang masih digunakan saat ini - Bantu pasien menyebutkannya dan beri penguatan terhadap kemampuan diri yang diungkapkan pasien. - Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar yang aktif. - Pilih kempuan yang akan dilatih - Diskusikan dengan pasien beberapa aktivitas yang dapat dilakukan dengan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan sehari-hari.
- Bantu pasien menetapkan aktivitas mana yang dapat pasien lakukan secara mandiri. - Aktivitas yang memerlukan bantuan minimal dari keluarga. - Aktivitas apa saja yang perlu bantuan penuh dari keluarga atau lingkungan terdekat pasien. - Beri contoh cara pelaksanaan aktivitas yang dapat dilakukan pasien - Susun bersama pasien aktivitas atau kegiatan sehari-hari pasien. - Nilai kemampuan pertama yang telah dipilih - Diskusikan dengan pasien untuk menetapkan urutasn kegiatan (yang sudah dipilih pasien) yang akan dilatihkan. - Bersama pasien dan keluaarga memperagakan beberapa kegiatan yang akan dilakukan pasien. - Berikan dukungan atau pujian yang nyata sesuai kemajuan yang diperlhatkan pasien. - Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien - Beri kesempatan pada pasien untuk mecoba kegiatan. - Beri pujian atas aktivitas/kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap hari.
- Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi dan perubahan sikap. - Susu daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama pasien dan keluarga. - Berikan kesempatan mengungkapkan perasaannya setelah pelaksanaan kegiatan. Yakinkan bahwa keluarga medukung setiap aktivitas yang dilakukan pasien SP II - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP I) - Pilih kemampuan kedua yang dapat dilakukan - Latih kemampuan yang dipilih - Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Keluarga mampu : Merawat pasien dengan harga diri rendah di rumah dan menjadi system pendukung yan efektif bagi pasien.
Seteleh …x pertemuan keluarga mampu : - Mengindektifikasi kemampuan yang dimiliki pasien - Menyediakan fsailitas untuk pasien melakukan kegiatan
SP III - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP I dan II) - Emilih kemampuan ketiga yang dapat dilakukan - Masukkkan dalam jadwal kegiatan pasien SP I - Identifikasi masalah yang dirasakan dalam merawat pasien - Jelaskan proses terjadinya HDR - Jelaskan tentang cara merawat pasien - Main peran dalam merawat pasie HDR - Susun RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
-
Mendorong pasien melakukan kegiatan Memuji pasien saat pasien dapat melakukan kegiatan. Membantu melatih pasien Membantu menyusun jadwal kegiatan pasien Membantu perkembangan pasien
SP II - Evaluasi kemampuan SP I - Latih keluarga langsung ke pasien - Menyusun RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien SP III - Evaluasi kemampuan keluarga - Evaluasi kemampuan ppasien - RTL keluarga : - Follow up - Rujukan
DAFTAR PUSTAKA Keliat, C. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Yogyakarta: EGC Herman. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika Prabowo,Eko. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
RESIKO BUNUH DIRI
A. PENGERTIAN Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko untuk menyakiti diri sendiri atau tindakan yang dapat mengancam jiwa. (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009). Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk mewujudkan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri ini meliputi isyaratisyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri (Clinton, 1995 dalam Yosep, 2010). Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi. (Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa ).
B. FAKTOR PREDISPOSISI Menurut Iyus Yosep (2010), terdapat beberapa factor yang berpengaruh dalam bunuh diri, anatara lain: a. Faktor mood dan biokimia otak. b. Faktor riwayat gangguan mental. c. Faktor meniru, imitasi, dan factor pembelajaran. d. Faktor isolasi sosial dan human relations. e. Faktor hilangnya rasa aman dan ancaman kebutuhan dasar. f. Faktor religiusitas.
C. FAKTOR PRESIPITASI Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang dialami oleh individu. Pencetusnya seringkali kejadian hidup yang memalukan, melihat
atau membaca melalui media tentang orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri (Fitria, 2009).
D. MANIFESTASI KLINIS Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) : 1. Mempunyai ide untuk bunuh diri. 2. Mengungkapkan keinginan untuk mati. 3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan. 4. Impulsif. 5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh). 6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri. 7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan). 8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan 9. diri). 10. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan 11. menyalahgunakan alcohol). 12. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal). 13. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam 14. karier). 15. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun. 16. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan). 17. Pekerjaan. 18. Konflik interpersonal. 19. Latar belakang keluarga. 20. Orientasi seksual. 21. Sumber-sumber personal. 22. Sumber-sumber social.
23. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
E. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI 1. Masalah keperawatan a. Gangguan konsep diri : harga diri rendah b. Resiko bunuh diri c. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan 2. Data yang perlu dikaji a. Resiko bunuh diri DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup. DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri. b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah 1) Data subjektif a. Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya b. Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli c. Mengungkapkan tidak bisa apa-apa d. Mengungkapkan dirinya tidak berguna e. Mengkritik diri sendiri 2) Data objektif a) Merusak diri sendiri b) Merusak orang lain c) Menarik diri dari hubungan sosial d) Tampak mudah tersinggung e) Tidak mau makan dan tidak tidur c. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan 1) Data subyektif Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya. 2) Data obyektif Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN -
Core Problem : Resiko bunuh diri
-
Diagnosa Penyerta : Gangguan konsep diri : harga diri rendah (HDR) Pasien : Keluarga : SP 1 SP 1 1. Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam pasien merawat pasien 2. Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan 2. Menjelaskan pengertian, tanda gejala resiko bunuh diri pasien dan jenis prilaku bunuh diri yang dialami pasien beserta 3. Melakukan kontrak treatment proses terjadinya menjelaskan cara-cara merawat pasien 4. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri resiko bunuh diri 5. Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri 3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien resiko bunuh diri SP 2 1. Mengidentifikasi aspek positif pasien SP 2 2. Mendorong apsien untuk berpikir positif terhadap diri 1. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien 3. Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu dengan resiko bunuh diri yang berharga 2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien resiko dunuh diri SP 3 1. Mengidentivikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien 2. Menilai pola koping yang biasa dilakukan SP 3 3. Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif 1. Membantu keliarga membuat jadwal aktivitas dirumah 4. Mendorong pasien memilih pola koping yang konstruktif termasuk minum obat 5. Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif 2. Mendiskusikan sumber rujukan yang biasa dijangkau dalam kegiatan harian oleh keluarga
SP 4 1. Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien 2. Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis 3. Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa depan yang realistis
Rumah Sakit Jiwa
Tanggal
Nilai
Tanggal
Provinsi Jawa Barat
Paraf CI
Paraf Dosen
Tanggal
Rata - rata
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA
OLEH : LUKMAN NPM.214118041
PROGRAM STUDI PROPESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI 2018