Gizi Buruk.docx

  • Uploaded by: RaudhaPutriKinanti
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Gizi Buruk.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,309
  • Pages: 13
Definisi Gizi Buruk Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat – zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ – organ serta menghasilkan energi. Akibat kekurangan gizi, maka simpanan zat gizi pada tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan apabila keadaan ini berlangsung lama maka simpanan zat gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan. Pada saat ini orang bisa dikatakan malnutrisi, tanda – tanda klinis gizi buruk dapat menjadi indicator yang sangat penting untuk mengetahui seseorang menderita gizi buruk. Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak factor. Data komposisi zat gizi bahan makanan yang berhubungan dengan berbagai proses pengolahan belum cukup tersedia, pemeriksaan zat gizi spesifik bertujuan untuk menilai status gizi. Gangguan gizi buruk menggambarkan suatu keadaan pathologis yang terjadi akibat ketidaksesuaian/tidak terpenuhinya antara zat gizi yang masuk kedalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi dalam jangka waktu yang relatif lama. Hubungan antara makanan dan kesehatan tubuh sudah diketahui sejak berabad – abad yang lampau.. Penyakit – penyakit yang timbul akibat makanan kurang baik seperti makanan yang tidak cukup gizinya atau kadar zat gizinya tak seimbang disebut penyakit gangguan gizi yang pertama kali dikenal adalah penyakit sariawan. Kesehatan yang baik tidak terjadi karena ada perubahan yang berupa kekurangan zat makanan tertentu atau berlebih. Kekurangan umumnya mencakup protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Sedangkan kelebihan umumnya mencakup konsumsi lemak, protein, dan gula. Untuk mencapai kondisi anak perlu/cukup gizi harus memperhatikan kebersihan diri dan lingkungan serta melakukan kegiatan yang baik seperti olah raga, dan lain – lain. Konsumsi yang kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi kurang/defisiensi. Keadaan kesehatan gizi masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Penyakit gizi di Indonesia terutama tergolong ke dalam kelompok penyakit defisiensi yang sering dihubungkan dengan infeksi yang bisa berhubungan dengan gangguan gizi. Defisiensi gizi merupakan awal dari gangguan system imun yang menghambat reaksi imunologis. Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama akan memberikan prognosis yang lebih buruk. Ada berbagai zat gizi yang sangat mempengaruhi kondisi kesehatan manusia. Masalah kesehatan gizi dapa timbul dalam bentuk penyakit dengan tingkat yang tinggi.

1.2.

Permasalahan Gizi Buruk Fenomena gizi buruk biasanya melibatkan kurangnya asupan kalori baik dari karbohidrat

atau

protein

(protein-energy

malnutrition–PEM).

Kurangnya

pasokan

energi

sangat

mempengaruhi kerja masing-masing organ tubuh. Keadaan gizi buruk ini secara klinis dibagi menjadi 3 tipe: Kwashiorkor, Marasmus, dan Kwashiorkor-Marasmus. Ketiga kondisi patologis ini umumnya terjadi pada anak-anak di negara berkembang yang berada dalam rentang usia tidak lagi menyusui. Perbedaan antara marasmus dan kwashiorkor tidak dapat didefinisikan secara jelas menurut perbedaan kurangnya asupan makanan tertentu, namun dapat teramati dari gejala yang ditunjukkan penderita.

1. KWASHIORKOR Kwashiorkor sering juga diistilahkan sebagai busung lapar atau HO. Penampilan anak-anak penderita HO umumnya sangat khas, terutama bagian perut yang menonjol. Berat badannya jauh di bawah berat normal. Edema stadium berat maupun ringan biasanya menyertai penderita ini. Beberapa ciri lain yang menyertai di antaranya: a. Perubahan mental menyolok. Banyak menangis, pada stadium lanjut anak terlihat sangat pasif. b. Penderita nampak lemah dan ingin selalu terbaring. c. Anemia. d. Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat karena berkurangnya produksi laktase dan enzim penting lainnya. e. Kelainan kulit yang khas, dimulai dengan titik merah menyerupai petechia ( perdarahan kecil yang timbul sebagai titik berwarna merah keunguan, pada kulit maupun selaput lendir, Red. ), yang lambat laun kemudian menghitam. Setelah mengelupas, terlihat kemerahan dengan batas menghitam. Kelainan ini biasanya dijumpai di kulit sekitar punggung, pantat, dan sebagainya. f. Pembesaran hati. Bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat diraba dari luar tubuh, terasa licin dan kenyal.

Tanda-tanda kwashiorkor meliputi : a) Edema di seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki b) Wajah membulat dan sembab c) Pandangan mata sayu d) Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis e) Rambut berwarna kepirangan, kusam, dan mudah dicabut f) Otot-otot mengecil, teramati terutama saat berdiri dan duduk g) Bercak merah coklat pada kulit, yang dapat berubah hitam dan mengelupas h) Menolak segala jenis makanan (anoreksia) i) Sering disertai anemia, diare, dan infeksi.

2. MARASMUS Kasus marasmik atau malnutrisi berat karena kurang karbohidrat disertai tangan dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit. Pada umumnya penderita tampak lemah sering digendong, rewel dan banyak menangis. Pada stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun Marasmik adalah bentuk malnutrisi primer karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka berkerut terlihat tua, tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah berwarna kemerahan dan terjadi pembesaran hati, sangat kurus karena kehilangan sebagian lemak dan otot . Anak-anak penderita marasmus secara fisik mudah dikenali. Penderita marasmus berat akan menunjukkan perubahan mental, bahkan hilang kesadaran. Dalam stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih cengeng dan gampang menangis karena selalu merasa lapar. Ketidakseimbangan elektrolit juga terdeteksi dalam keadaan marasmus. Upaya rehidrasi ( pemberian cairan elektrolit ) atau transfusi darah pada periode ini dapat mengakibatkan aritmia ( tidak teraturnya denyut jantung ) bahkan terhentinya denyut jantung. Karena itu, monitoring klinik harus dilakukan seksama. Ada pun ciri-ciri lainnya adalah: a. Berat badannya kurang dari 60% berat anak normal seusianya. b. Kulit terlihat kering, dingin dan mengendur. c. Beberapa di antaranya memiliki rambut yang mudah rontok. d. Tulang-tulang terlihat jelas menonjol.

e. Sering menderita diare atau konstipasi. f. Tekanan darah cenderung rendah dibanding anak normal, dengan kadar hemoglobin yang juga lebih rendah dari semestinya. g. Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit h. Wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, perut cekung, dan kulit keriput

3. MARASMIK-KWASHIORKOR Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor dengan gabungan gejala yang menyertai : a. Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala khas kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan sebagainya. b. Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot. c. Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan metabolic seperti gangguan pada ginjal dan pankreas. d. Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar natrium dan fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium. Gejala klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari gejala-gejala masingmasing penyakit tersebut.

2.3.

Pengertian dan Faktor Penyebab Penyakit Gizi Buruk Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau

dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita. Faktor – faktor penyebab penyakit gizi buruk : a. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :

1) Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan. 2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. b. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada tiga faktor penyebab gizi buruk pada balita, yaitu : 1) Keluarga miskin. 2) Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak. 3) Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare. c. Faktor lain yang menyebabkan gizi buruk, yaitu : 1) Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat. 2) Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak. 3) Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai. Penyebab utama gizi kurang dan gizi buruk tidak satu. Ada banyak. Penyebab pertama adalah faktor alam. Secara umum tanah terkenal sebagai daerah tropis yang minim curah hujan. Kadang curah hujannya banyak tetapi dalam kurun waktu yang sangat singkat. Akibatnya, hujan itu bukan menjadi berkat tetapi mendatangkan bencana banjir. Tetapi, beberapa tahun belakangan ini tidak ada hujan menjadi kering kerontang Tanaman jagung yang merupakan penunjang ekonomi keluarga sekaligus sebagai makanan sehari-hari rakyat gagal dipanen. Akibatnya, banyak petani termasuk anak-anak, terutama yang tinggal di daerah pelosok, memakan apa saja demi mempertahankan hidup. Dikhawatirkan gizi yang kuang dan bahkan buruk akan memperburuk pertumbuhan fisik dan fungsi-fungsi otak. Kalau ini terjadi, masa depan anak-anak ini dipastikan akan sangat kelam dan buram. Penyebab kedua adalah faktor manusiawi yaitu berasal dari kultur sosial masyarakat setempat. Kebanyakan masyarakat petani bersifat 'one dimensional,' yakni masyarakat yang memang sangat tergantung pada satu mata pencaharian saja. Banyak orang menanam makanan 'secukup'nya saja, artinya hasil panen itu cukup untuk menghidupi satu keluarga sampai masa panen berikutnya. Belum ada pemikiran untuk membudidayakan hasil pertanian mereka demi meraup keuntungan atau demi meningkatkan pendapatan keluarga. Adanya budaya 'alternatif'

yaitu memanfaatkan halaman rumah untuk menanam sayur-mayur demi menunjang kebutuhan sehari-hari. Penyebab ketiga masih berkisar soal manusiawi tetapi kali ini lebih berhubungan dengan persoalan struktural, yaitu kurangnya perhatian pemerintah. Pola relasi rakyat dan pemerintah masih vertikal bukan saja menghilangkan kontrol sosial rakyat terhadap para pejabat, tetapi juga membuka akses terhadap penindasan dan ketidakadilan dan, yang paling berbahaya, menciptakan godaan untuk menyuburkan budaya korupsi. Tentu saja tidak semua aparat dan pejabat seperti itu. Terlepas dari itu semua nampaknya masyarakat membutuhkan pendampingan agar mereka memahami hak-hak individu dan hak-hak sosial mereka sebagai warganegara.

MALNUTRISI PRIMER Penyebab gizi buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin lainnya sering disebut malnutrisi primer, yang disebabkan karena masalah ekonomi dan rendahnya pengetahuan. Gejala klinis malnutrisi primer sangat bervariasi tergantung derajat dan lamanya kekurangan energi dan protein, umur penderita dan adanya gejala kekurangan vitamin dan mineral lainnya. Kasus tersebut sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 5 tahun. Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari kenaikkan berat badan terhenti atau menurun, ukuran lengan atas menurun, pertumbuhan tulang ( maturasi ) terlambat, perbandingan berat terhadap tinggi menurun. Gejala dan tanda klinis yang tampak adalah anemia ringan, aktifitas berkurang, kadang di dapatkan gangguan kulit dan rambut. Pada penderita malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme di otak sehingga mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf. berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak. Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita malnutri primer yang berat.

MALNUTRISI SEKUNDER Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikkan berat badan yang bukan disebabkan penyimpangan pemberian asupan gizi pada anak karena adanya gangguan pada fungsi dan sistem tubuh yang mengakibatkan gagal tumbuh. Gangguan sejak lahir yang terjadi pada sistem saluran cerna, metabolisme, kromosom atau kelainan bawaan jantung, ginjal dan lain-lain. Kasus gizi buruk di kota besar biasanya didominasi oleh malnutrisi sekunder. Malnutrisi sekunder ini gangguan peningkatan berat badan yang disebabkan karena karena adanya gangguan di sistem tubuh anak. pada malnutrisi sekunder tampak anak sangat lincah, tidak bisa diam atau sangat aktif

bergerak. Tampilan berbeda lainnya, penderita malnutrisi sekunder justru tampak lebih cerdas, tidak ada gangguan pertumbuhan rambut dan wajah atau kulit muka tampak segar. Kasus malnutrisi sekunder sering terjadi overdiagnosis (diagnosis yang diberikan terlalu berlebihan padahal belum tentu mengalami infeksi ) tuberkulosis (TB). Overdiagnosis tersebut terjadi karena tidak sesuai dengan panduan diagnosis yang ada. Secara medis penanganan kasus malnutrisi sekunder lebih kompleks dan rumit. Penanganannya harus melibatkan beberapa disiplin ilmu kedokteran anak seperti bidang gastroenterologi, endokrin, metabolik, alergi-imunologi, tumbuh kembang dan lainnya. Gizi buruk memang merupakan masalah klasik bangsa ini sejak dulu. Tanpa data dan informasi yang cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik dengan kemiskinan. Karena, gizi buruk bukan saja disebabkan karena masalah ekonomi atau kurangnya pengetahuan dan pendidikan,

2.4.

Interaksi antara Host, Agent, dan Environment dalam Penyakit Gizi Buruk

1. Agent Agent adalah penyebab utama terjadinya suatu penyakit. Dalam hal ini yang menjadi agent adalah zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan, akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi, keluarga miskin, ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak, faktor penyakit bawaan pada anak, faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat, perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak, serta pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.

2. Host Host adalah manusia yang kemungkinan terpapar atau beresiko terhadap suatu penyakit. Dalam gizi buruk manusia berperan sebagai host atau pejamu. Dalam hal ini yang rentan terkena penyakit gizi buruk adalah balita. Karena balita daya tahan tubuhnya masih rentan.

3. Environment Environment atau lingkungan meliputi lingkungan sosial, lingkungan biologi, dan lingkungan fisik. Lingkungan sosial yang mempengaruhi host adalah ekonomi rendah

sehingga host tidak mampu mengkonsumsi makanan yang bergizi. Lingkungan biologi yang mempengaruhi adalah sanitasi atau air bersih yang tidak memadai. Dan lingkungan fisik yang mempengaruhi adalah keadaan rumah yang kurang baik. Penyakit ini disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah keluarga miskin. Keluarga miskin sangat erat hubunganya dengan ekonomi rendah, sehingga host dengan kondisi ekonomi rendah untuk memenuhi kebutuhan pangan hanya seadanya tidak memperhatikan zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan ditambah dengan sanitasi atau air bersih yang tidak memadahi dan keadaan rumah yang kurang baik. Hal ini menyebabkan host rentan terkena penyakit gizi buruk terutama balita, karena balita daya tahan tubuhnya masih rentan.

2.5.

Riwayat Alamiah Penyakit Gizi Buruk

1. Fase Rentan Terjadi karena tidak adanya kesimbanganan antara host, agent, dan environment. Misalnya host memakan makanan yang kurang zat gizinya sehingga zat gizi didalam tubuh host lama kelamaan berkurang.

2. Fase Presymtomatic Saat zat gizi dalam tubuh host berkurang maka akan terjadi perubahan faali dan metabolis. 3. Fase Klinik a. Kwashiorkor b. Marasmus c. Marasmus-Kwashiorkor

4. Fase Terminal Penanggulangannya secara intensif dan hasilnya ada empat kemungkinan yaitu sembuh, cacat, sakit kronis dan kematian.

Model Epidemiologi yang Digunakan

Gizi buruk merupakan penyakit tidak menular. Host dapat mengalami gizi buruk karena terpengaruh banyak faktor dan diantara banyak faktor tidak ada yang dominan, semuanya saling berkaitan baik memperkuat maupun melemahkan. Sehingga model epidemiologi yang digunakan penyakit gizi buruk adalah web causation atau jaring-jaring sebab akibat.

2.6.

Penanggulangan Gizi Buruk Banyaknya masalah gizi buruk yang terjadi di Indonesia membuat beberapa ahli

membuat metode untuk mengurangi masalah tersebut. Berikut beberapa cara untuk menanggulangi masalah tersebut : 1. Asupan Gizi Banyaknya produk suplemen vitamin yang kini beredar secara bebas bisa berdampak baik sekaligus berdampak buruk. suatu produk suplemen harus menjalani uji klinis dulu sebelum dipasarkan. kita tidak terlena begitu saja dengan rayuan iklan yang terlalu bombastis. Tapi di sisi lain produk suplemen yang memang bisa dipercaya kebenarannya sangat berguna bagi kebanyakan orang yang tidak sempat mendapatkan gizi tersebut dari makanan sehari-hari. Lebih baik kalau berbagai kebutuhan gizi didapat dari makanan langsung, bukan asupan atau suplemen yang dijual bebas. Sebab tak seorang pun yang bisa menjamin keamanannya, Kecuali kalau asupan itu memang dianjurkan oleh dokter atau didapat dari dokter. Anak usia 0-2 tahun sebaiknya mendapatkan Air Susu Ibu (ASI). ASI mengandung semua zat yang dibutuhkan dalam perkembangan otak anak. Air susu ibu cocok sekali untuk memenuhi kebutuhan bayi dalam segala hal Banyak produk susu kaleng atau susu formula mengandung asam linoleat, DHA dan sebagainya. ASI juga mengandung zat anti efeksi. Untuk memulihkan kondisi Balita pada status normal, dibutuhkan asupan susu yang mudah diserap tubuh yakni Entrasol. Tiap Balita diharuskan mengkonsumsi 60 kotak susu, dimana dalam hitungan 90 hari berat badan anak kembali normal. Kriteria yang dicantumkan antara lain: biasa makan beraneka ragam makanan (makan 2-3 kali sehari dengan makanan pokok, sayur, dan lauk pauk), selalu memantau kesehatan anggota

keluarga, biasanya menggunakan garam beryodium, dan khusus ibu hamil, didukung untuk memenuhi kebutuhan ASI bayi minimal sampai 4 bulan setelah kelahiran. Kriteria ini tentunya masih sulit dipenuhi oleh masyarakat Indonesia.

Adapun ciri-ciri klinis yang biasa menyertainya antara lain: a. Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, atau bahkan menurun. b. Ukuran lingkaran lengan atas menurun. c. Maturasi tulang terlambat. d. Rasio berat terhadap tinggi, normal atau cenderung menurun. e. Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang.

2. Langkah Pengobatan Pengobatan pada penderita MEP tentu saja harus disesuaikan dengan tingkatannya. Penderita kurang gizi stadium ringan, contohnya, diatasi dengan perbaikan gizi. Dalam sehari anak-anak ini harus mendapat masukan protein sekitar 2-3 gram atau setara dengan 100-150 Kkal. Langkah penanganan harus didasarkan pada penyebab serta kemungkinan pemecahnya. Sedangkan pengobatan MEP berat cenderung lebih kompleks karena masing-masing penyakit yang menyertai harus diobati satu per satu. Penderita pun sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapat perhatian medis secara penuh. Sejalan dengan pengobatan penyakit penyerta maupun infeksinya, status gizi anak tersebut terus diperbaiki hingga sembuh. Memulihkan keadaan gizinya dengan cara mengobati penyakit penyerta, peningkatan taraf gizi, dan mencegah gejala atau kekambuhan dari gizi buruk.

2.7.

Prevalensi Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyatakan, berbagai upaya intervensi perbaikan

gizi yang dilakukan pemerintah berhasil menurunkan jumlah kasus gizi kurang dan gizi buruk balita dalam beberapa tahun terakhir. "Capaiannya sudah signifikan, tapi memang belum bisa langsung membuatnya jadi tidak ada karena untuk itu memang butuh waktu lama," katanya. Ia menjelaskan, penanganan gizi buruk membutuhkan dana yang cukup besar, sehingga perlu dukungan dana dari pemerintah pusat. Kasus gizi buruk dan gizi kurang pada balita yang pada

2004 sebanyak 5,1 juta telah turun menjadi 4,4 juta pada 2005 dan kembali turun menjadi 4,2 juta pada 2006. "Tahun 2007 angkanya juga turun lagi menjadi 4,1 juta. Mengalami penurunan bermakna dalam tiga tahun terakhir. Menurut Laporan Kasus Gizi Buruk Dinas Kesehatan Provinsi yang disampaikan ke Departemen Kesehatan pada 2005, jumlah kasus gizi buruk pada balita yang ditemukan dan ditangani sebanyak 76.178 kemudian turun menjadi 50.106 pada 2006 dan turun lagi menjadi 39.080 pada 2007. Jumlah temuan kegiatan surveilans itu lebih rendah dibandingkan dengan target penemuan kasus gizi buruk pada balita yang pada 2005 seharusnya sebanyak 180.000 kasus, 94.000 kasus pada 2006 dan 75.000 kasus pada 2007. Guna menurunkan jumlah kasus gizi buruk seperti yang telah ditargetkan, yakni menjadi 20 persen dari total balita pada 2009, pemerintah telah melakukan upaya penanggulangan masalah gizi jangka pendek, menengah dan panjang. Targetnya tahun 2009 bisa turun menjadi 20 persen dari jumlah balita, upaya jangka pendeknya antara lain perawatan kasus sesuai prosedur di rumah sakit secara gratis, pemberian makanan bergizi tinggi bagi balita dari keluarga kurang mampu dan surveilans kasus secara periodik melalui Posyandu, serta pemberian makanan pendamping ASI gratis bagi bayi usia 6-24 bulan dari keluarga kurang mampu. Jangka menengah memberdayakan masyarakat untuk memperbaiki pola asuh pemeliharaan bayi seperti promosi pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dan penimbangan berat badan bayi secara rutin untuk deteksi dini kasus, pemerintah juga berusaha meningkatkan akses pelayanan kesehatan dan gizi yang bermutu melalui pembentukan Pos Kesehatan Desa, penempatan bidan di desa, peningkatan kemampuan tenaga kesehatan, penguatan Puskesmas dan pembentukan tim kesehatan keliling di daerah terpencil. Setiap tahun juga telah meningkatkan alokasi anggaran untuk perbaikan gizi. Jika pada 2005 alokasi dana untuk perbaikan gizi hanya Rp175 miliar, maka 2006 ditingkatkan menjadi Rp582 miliar dan kembali ditingkatkan menjadi Rp600 miliar pada 2007. "Tahun 2008 ini besaran anggarannya masih dibahas, tapi dipastikan tidak akan lebih rendah dari Rp600 miliar," Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2008 pemerintah mengalokasikan 2,3 persen untuk biaya kesehatan. Dengan strategi dan langkah yang telah diterapkan, pemerintah optimistis bisa menurunkan kasus gizi buruk dan kurang pada balita sesuai target.

2.8.

Pencegahan Gizi Buruk

Pencegahan primer : 1. Promosi kesehatan : a. Penyuluhan gizi masyarakat baik di Puskesmas maupun di luar Puskesmas tentang pentingnya vitamin A dan zat besi dan sumber makanan yang mengandung zat tersebut serta tentang pentingnya ASI eksklusif. 1) Pemantauan kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) 2) Penyebarluasan pedoman umum gizi seimbang (PUGS) 2. Proteksi Spesifik : a. Pemberian kapsul vitamin A untuk mencegah kekurangan vitamin A pada bayi, balita dan ibu nifas serta pemberian tablet Fe untuk mencegah anemia pada ibu hamil. Tablet Fe diberikan secara rutin kepada bumil melalui bidan desa yang sudah ditunjuk sehingga tidak perlu lagi ke puskesmas. 1. Memberikan makanan tambahan yang mengandung kalori dan protein pada anak sekolah. Pencegahan sekunder 1. Deteksi Dini : a. Pemantauan tumbuh kembang balita (penimbangan dan pelayanan terpadu) di Posyandu setiap bulan. b. Pemantauan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), kurang energi kalori (KEK), kurang energi protein (KEP) dan pemantauan status gizi (PSG). c. Pemantauan pola konsumsi pangan keluarga. d. Pemantauan bumil KEK dari saat hamil hingga melahirkan. e. Pemantauan garam beryodium dan distribusi kapsul yodium. f. Pemeriksaan Hemoglobin (Hb) dan berat badan (BB) pada ibu hamil secara rutin. 2. Pengobatan Tepat : a. Pengobatan kasus gizi buruk, kunjungan rumah bila menemukan kasus. b. Memberikan bahan makanan kepada keluarga dengan anggota gizi kurang.

Pencegahan tersier 1. Pemberian pendidikan di sekolah luar biasa kepada penderita dengan gizi kurang yang mengalami kecacatan seperti kebutaan, idiot atau retardasi mental.

Related Documents

Iptek Gizi
June 2020 38
Gizi Buruk.docx
December 2019 33
Gizi Pedoman.docx
July 2020 18
Gizi-halomoan
June 2020 21
Gizi 4
October 2019 48
Gizi Balita.ppt
December 2019 40

More Documents from "Novi Ajah"