ASMA
FARMAKOTERAPI • • • • • • • • •
Alana Arumsari T (21162001) Anisa Dwi E (21162002) Ara Kuswara (21162003) Aris Marliansyah (21162004) Danny K F (21162005) Dara Cynhtia U (21162006) Dhea Yolanda S (21162007) Diva Alvero (21162008) Eghi Fajar M (21162009)
Fahri Ahmad D Fajar Lutfi Faisal Farizan Nur F
(21162010) (21162011) (21162012)
DEFINISI ASMA Penyakit
pernapasan inflamasi saluran pernapasan (bronkus) aliran udara ke dan dari paru menjadi kurang lancar gejala-gejala khas yaitu mengi, batuk, konstriksi dada dan sesak napas. (Gina, 2015 )
PREVALENSI SKRT Asma Urutan ke- 5 dari 10 1986 penyebab kesakitan
(Survei Kesehatan Rumah Tangga)
SKRT 1992
(Survei Kesehatan Rumah Tangga)
(morbidity)
Asma Urutan ke- 4 penyebab kematian (mortaliti) di Indonesia
PREVALENSI
Data prevalensi penyakit ditentukan berdasarkan hasil wawancara berupa gabungan kasus penyakit yang pernah didiagnosis dokter/tenaga kesehatan atau kasus yang mempunyai riwayat gejala PTM (berdasarkan diagnosis atau gejala). Prevalensi asma berdasarkan wawancara di Indonesia adalah 4,5 %. Prevalensi asma lebih tinggi pada perempuan. (Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013)
PATOFISIOLOGI
Etiologi asma
Genetik
Lingkungan
MEKANISME DASAR KELAINAN ASMA Faktor- faktor risiko lingkungan (penyebab) inflamasi
Hiperespo nsif
Obstruksi Jalan Nafas
Pencetus
Gejala
FAKTOR RESIKO
ATOPI GENETIK HIPERRESPONSIF SAL. PERNAFASAN JENIS KELAMIN
FAKTOR PENJAMU
ALERGEN BINATANG DAN/ATAU SPORA BUNGA AKTIVITAS FISIK POLUSI UDARA PERUBAHAN CUACA EKSPRESI EMOSI
FAKTOR LINGKUNGAN
TUJUAN TERAPI Asma kronik
Mempertahankan tingkat aktivitas normal Mempertahankan fungsi paru-paru Mencegah gejala kronis dan yang mengganggu Mencegah memburuknya asma secara berulang dan meminimalisasi kebutuhan untuk masuk ICU atau rawat inap Menyediakan farmakoterapi optimum dengan tidak ada atau sedikit efek samping Memenuhi keinginan pelayanan terhadap pasien dan keluarga
Asma akut
Perbaikan hipoksemia signifikan Pembalikan penutupan jalan udara dengan cepat (hitungan menit) Pengurangan kecenderungan penutupan aliran udara yang parah timbul kembali Pengembangan rencana aksi tertulis jika keadaan memburuk
PENGGOLONGAN OBAT
(DIPIRO, EDISI 3)
PENGGOLONGAN OBAT
PENGGOLONGAN OBAT
Penggolongan Obat
Mekanisme Kerja
Indikasi
Efek Samping
Contoh Obat
Stimulasi reseptor β
Asma akut parah, profilaksis asma, mengurangi gejala
Tremor, takikardia, sakit kepala, gugup
Albuterol, terbutalin
Mengurangi respon bronkokonstriksi melalui mekanisme refleks vagus
Bronkospasmik, terapi penunjang asma bronkial, asma akut
Takikardia, agitasi, retensi urin
Atropin sulfat, ipratropium bromida
Inhibisi fosfodiesterase (PDE) dan antagonis adenosin
Antiinflamasi dan bronkodilator
Aritmia jantung, seizure
Theophyllin
Leukotrien reseptor antagonis dan inhibitor sintesis leukotrien
Menghambat ikatan leukotrien D4 dengan reseptor
Pengobatan jangka panjang simtomatik asma ringan hingga sedang
Hepatotoksisitas, gangguan tidur, perilaku agresif
Zafirlukast, montelukast, zileuton
Kortikosteroid
Menghambat respon inflamasi secara menyeluruh
Antiinflamasi, menurunkan gejala asma
Penurunan sistem imun
Beclomethason HFA, budesonid, flunisolide
Memblok saluran kalsium dan menghambat ikatan IgE dengan reseptor dalam sel mast
Profilaksis asma kronik, asma alergi
Iritasi, batuk, mual
Omalizumab
Agonis β2 Adrenergik
Antikolonergik
Metilsantin
Imunomodulator
ALGORITMA TERAPI Pengobatan awal Inhalasi MDI 2-4 semprot atau nebulizer boleh sampai 3x dengan selang waktu 20 menit.
Respon baik ·Eksaserbasi ringan ·APE > 80% prediksi ·Tidak ada sesak nafas ·Respons terhadap inhalasi agonis β2 bertahan selama 4 jam ·Aktivitas janin wajar Pengobatan ·Agonis β2 inhalasi setiap 3-4 jam untuk 1-2 hari ·Pada pasien yang telah menggunakan kortikosteroid inhalasi dosis ditingkatkan 2x nya untuk 7-10 hari
Hubungi dokter untuk instruksi berikutnya
Respon tidak baik ·Eksaserbasi sedang
Respon buruk ·Eksaserbasi berat
·APE 50-80% prediksi
·APE <50% prediksi
·Sesak nafas menetap
·Sesak nafas menonjol
Pengobatan ·Tambahan kortikosteroid oral
·Aktivitas janin menurun
·Teruskan inhalasi agonis β2 aksi pendek
Hubungi dokter untuk instruksi berikutnya
Pengobatan ·Tambahan kortikosteroid oral ·Ulangi inhalasia agonis β2 segera ·Bila distress pernafasan berat dan tidak responsive segara hubungi dokter dan pergi ke IGD
Kunjungi segera Instalasi Gawat Darurat
Penilaian awal Pemeriksaan fisik (frekuensi nafas, denyut jantung, penggunakan otot nafas tambahan, auskultasi). APE atau VPE1, saturasi oksigen dan pemeriksaan lainnya sesuai indikasi. Mulai pemeriksaan janin (pergunakan alat pemantauan janin elektronik secara kontinyu dan atau profil biofisik bila kehamilan telah mencapai vriabilitas janin. VEP 1 atau APE > 40% ·Agonis β2 kerja singkat dengan MDI atau nebulizer sampai dengan 3 dosis pada jam pertama ·Oksigen untuk mencapai saturasi > 90% ·Kortikosteroid oral bila tidak respon segera atau pasien telah minum kortikostreoid oral sebelumnya
VEP 1 atau APE < 40% (Eksaserbasi Berat) ·Agonis β2 kerja singkat dosis tinggi setiap 20 menit atau terus menerus selama 1 jam ditambah inhalasi ipratropium bromide ·Oksigen untuk mencapai saturasi > 95%
Segera terjadi/actual respiratory arrest ·Inkubasi dan ventilasi mekanik dengan O2 100% ·Agonis β2 kerja singkat ditambah opatriium bromide dengan nebulizer ·Kortikosteroid intravena
·Kortikosteroid oral sistemik
Eksaserbasi sedang VEP atau APE 40-69% prediksi terbaik. Pemeriksaan fisik : gejala sedang ·Agonis β2 kerja singkat setiap 60 menit ·Kortikosteroid sistemik ·Oksigen untuk mempertahankan saturasi O2 > 95% ·Lanjutkan terapi selama 1-3 jam sampai terjadi perubahan
Penilaian Ulang Gejala, pemeriksaan fisik, APE, saturasi oksigen dan tes lainnya sesuai indikasi. Lanjutkan tes lainnya
Eksaserbasi berat VEP atau APE < 40% prediksi terbaik. Pemeriksaan fisik : gejala sesak berat pada istirahat, penggunaan otot nafas tambahan, reaksi dinding dada ·Agomis β2 kerja singkat setiap jam atau terus menerut ditambah ipatropium bromide inhalasi ·Oksigen ·Kortikostreroid sistemik
Respon tidak komplit Respon baik ·VEP 1 atau APE > 70%
·VEP 1 atau APE 40-69-% ·Gejala ringan – sedang
·Respon bertahan 60 menit setelah pengobatan terakhir
Respon buruk ·VEP 1 atau APE < 40%PCO2 > 42 mmHg ·Pemeriksaan fisik : sesak hebat, bingung, mengantuk
·Tidak ada distress pernafasan ·Pemeriksaan fisik normal
Keputusan perawatan berdasarkan tiap individu
Pharmacotherapy Principles and Practice Study Guide Edis III
MONITORING & EVALUASI TERAPI
KASUS Tn.Asep berumur 45 tahun dengan tinggi 165 cm, dan berat badan 48 kg. Riwayat pengobatan yang digunakan selama ini adalah asetaminofen 500 mg, bila mengalami sakit kepala dan diresepkan dexamethason 0.5 mg tablet dan salbutamol 2 mg tablet (masing-masing 3 kali sehari) sejak frekuensi sesak nafasnya meningkat. Kombinasi terapi anti asma ini mulai dikonsumsi sejak 4 bulan yang lalu hingga saat ini. Sebelumnya, Tn. Asep sejak kecil di diagnosa mengidap asma dan pada saat remaja bila serangan sesak nafas menyerang, Tn. Asep mengkonsumsi aminofilin tablet dengan dosis dan frekuensi sesuai.
PENYELESAIAN KASUS Metode yang digunakan adalah metode FARM (Finding Assesment Ressolution Monitoring ) Nama : Tn. Asep , 45 tahun. Berat Badan dan Tinggi Badan : 48 kg/165 cm Diagnosa: Asma Riwayat pengobatan : 1. Aminofilin tablet dengan dosis dan frekuensi sesuai (penggunaan saat remaja) 2. Asetaminofen 500 mg, bila mengalami sakit kepala dan diresepkan dexamethason 0.5 mg tablet dan salbutamol 2 mg tablet (masing-masing 3 kali sehari) sejak frekuensi sesak nafasnya meningkat (sejak 4 bulan yang lalu).
Jawaban Penggunaan Asetaminofen sudah tepat karena hanya digunakan jika pasien mengalami sakit kepala saja. Asetaminofen juga tidak mengalami interaksi dengan obat yang digunakan untuk terapi pemeliharaan asma yaitu obat golongan β-agonis dan kortikosteroid. Bapa Asep juga bukan termasuk pasien yang dikategorikan kontraindikasi dengan asetaminofen. DRP’s pada kasus ini adalah pemilihan obat yang tidak tepat: Dalam kasus ini pasien diberikan kombinasi obat sebagai terapi pemeliharaan untuk asma, yaitu dexamethason (obat golongan kortikosteroid aksi panjang) 0,5 mg dan salbutamol (obat golongan βagonis aksi pendek) 2 mg yang diberikan secara per oral 3X sehari. kombinasi sediaan obat tersebut kurang tepat untuk terapi pemeliharaan jangka panjang. Kebanyakan pasien asma yang menggunakan kombinasi obat kortikosteroid inhalasi dan Long Acting Beta Agonis akan mengurangi perburukan progresif dari sesak asma terutama pada asma berat (asma kronik) serta meningkatkan fungsi paru-paru dan mengurangi gejala – gejala. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi terapi antara dexamethason dengan salbutamol kurang tepat untuk terapi pemeliharaan asma.
kombinasi terapi anti asma yang diberikan sudah sesuai yaitu dexamethasone dan salbutamol/albuterol karena berdasarkan penelitian bahwa albuterol tidak mengantagonis aksi dari dexamethasone yang menghambat pelepasan sitokin dari monosit yang dapat menyebabkan asma. Tetapi penggunaan terapi kombinasi dexamethasone dan salbutamol kurang tepat pada kasus Bapa Asep yang harus menggunakan terapi anti asma dalam jangka waktu yang lama. Terapi yang kami rekomendasikan untuk pasien Bapa Asep adalah Long Acting Beta Agonis (LABAs) yang dikombinasi dengan kortikosteroid inhalasi. bahwa penggunaan kombinasi LABAs dengan kortikosteroid inhalasi dapat mengurangi progresif sesak akut serta meningkatkan fungsi paru-paru dan mengurangi gejala akibat asma.
LABAs yang direkomendasikan adalah Formoterol, sedangkan kortikosteroid inhalasi yang direkomendasikan adalah Budesonid. Kombinasi dosis rendah atau sedang dari kortikosteroid inhalasi dengan Long Acting β2-Agonis (LABAs) dapat mengontrol asma pada orang dewasa dan mengurangi eksaserbasi. Suatu penelitian menunjukkan bahwa kombinasi formoterol/budesonid untuk terapi pemeliharaan secara signifikan mengurangi jumlah sesak progresif, sesak progresif parah yang memerlukan pengobatan intervensi, mengurangi gejala asma pada saat malam hari yang dapat mengganggu waktu tidur, dan meningkatkan fungsi paru-paru bila dibandingkan dengan penggunaan formoterol atau budesonid dengan dosis tinggi untuk terapi pemeliharaan.
Bentuk sediaan yang direkomendasikan untuk Bapa Asep adalah bentuk sediaan inhalasi yang mengandung Budesonid dan Formoterol Fumarat dengan dosis 80/4,5 mcg 1-2 hirupan 2 kali sehari. Sediaan ini mengandung budenoside dengan dosis 80 mcg, sedangkan formoterol fumarat 4,5 mcg. Bapa Asep perlu diberikan konseling tentang cara pemakaian sediaan inhalasi karena Bapa Asep belum pernah menggunakan sediaan inhalasi untuk terapi asma. Pertimbangan kami dalam memilih sediaan dengan bentuk inhalasi yang sudah dikombinasi adalah faktor usia dari pasien yang sudah mendekati usia lanjut (terkait dengan kepatuhan pasien), selain itu juga meminimalkan efek samping yang ditimbulkan akibat pemakaian secara sistemik. Sehingga diharapkan dengan pemakaian sediaan inhalasi yang sudah mengandung kombinasi kedua obat tersebut akan jauh lebih efektif.
Monitoring Efektivitas Formoterol fumarat penurunan frekuensi kekambuhan asma. Budesonid penurunan gejala-gejala yang timbul akibat asma. Efek samping Karena penggunaannya secara inhalasi (lokal), maka efek samping yang umum terjadi adalah mulut berasa pahit dan candidiasis (infeksi kandida pada mulut).