Draft Tesis Pengembangan Pariwisata Bali ( Batal Dipakai)

  • Uploaded by: Nyoman Rudana
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Draft Tesis Pengembangan Pariwisata Bali ( Batal Dipakai) as PDF for free.

More details

  • Words: 6,221
  • Pages: 29
USULAN T E S I S STRATEGI PENGEMBANGAN PARIWISATA BALI THE REAL FACE OF BALI, THE WORLD VILLAGE

Disusun Oleh : NAMA

: Nyoman Rudana

NOMOR POKOK

: 08.D.040

PROGRAM STUDI

: MANAJEMEN PEMBANGUNAN DAERAH

Diajukan untuk memenuhi sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Adminitrasi Publik (MAP) dalam Ilmu Administrasi

PROGRAM MAGISTER ILMU ADMINISTRASI SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA JAKARTA 2008

STRATEGI PENGEMBANGAN PARIWISATA BALI THE REAL FACE OF BALI, THE WORLD VILLAGE

BAB I. PERMASALAHAN PENELITIAN 1. Latar Belakang Permasalahan Penelitian ini dilakukan di Bali ( Kotamadya Denpasar, kabupaten Gianyar dan kabupaten Badung yang merupakan sentra pariwisata ) karena Bali merupakan barometer pariwisata di Indonesia dan merupakan wajah pariwisata Indonesia di mata dunia. Propinsi Bali terdiri dari beberapa pulau yaitu Pulau Bali yang merupakan pulau terbesar, sedangkan pulau-pulau kecil lainnya adalah Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Ceningan, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Serangan dan Pulau Menjangan. Luas wilayah Bali secara keseluruhan 5.636,86 Km2 atau 0,29% dari luas kepulauan Indonesia. Jumlah penduduk Bali Tahun 2000 (Sensus Penduduk) sebesar 3.146.999 jiwa atau dengan kepadatan penduduk 555 jiwa/km2 dan tingkat pertumbuhan penduduk 1,19% per tahun selama periode tahun 1990 - 2000. Untuk tahun 2006 jumlah penduduk Bali sebanyak 3. 310 307 jiwa ( lihat tabel I pada lampiran ). Secara Administratif Propinsi Bali dibagi menjadi 9 Kabupaten/ Kota 8 Kabupaten dan 1 Kota ), 55 Kecamatan, 701 Desa/ Kelurahan, 1.433 Desa Pekraman, 3.945 Banjar/ Adat. Luas Kabupaten Buleleng 1.365,88 Km2, Jembrana 841,80 Km2, Tabanan 839,33 Km2, Badung 418,52 Km2, , Gianyar 368,00 Km2, Klungkung 315,00 Km2, Bangli 520,81 Km2, Karangasem 839,54 Km2, dan kotamadya Denpasar 127,78 Km2. Filosofi Tri Hita Karana ,yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan ( parahyangan ), manusia dengan manusia ( pawongan ) dan manusia dengan alam sekitar ( palemahan ) sangat menyatu dengan masyarakat Bali dan merupakan pedoman hidup dalam mengarungi kehidupan sehari – hari. Kondisi ekonomi Daerah Bali tahun 2006 dapat dilihat dari stuktur perekonomian, dimana Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB ) Propinsi Bali atas dasar harga berlaku tahun 2006 sebesar Rp.

37.388.484.90 atau naik sebesar 10,14% dari tahun sebelumnya. Yang

menduduki tiga besar dari PDRB berdasarkan harga yang berlaku di tahun 2006 adalah sektor Perdagangan, Hotel dan restaurant ( 28, 88% ),

pertanian, peternakan, Kehutanan dan

Perikanan ( 19,96% ) dan sektor jasa ( 16,22% ). Kondisi sosial masyarakat Bali secara umum cukup baik,hal ini dibuktikan dengan kegiatan di sektor keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat berjalan sebagaimana biasanya.

2

Industri pariwisata yang mengacu kepada Sapta Pesona (Keamanan, Ketertiban, Kebersihan, Kesejukan, Keindahan, Keramahan, dan Kenangan ) sangat terpengaruh terhadap berbagai isu yang popular di dunia. Sebagai salah satu sektor yang bergerak pada bidang jasa, isu –isu yang ada memiliki pengaruh besar terhadap keyakinan konsumen, yaitu wisatawan terutama dalam kaitannya dengan motivasi perjalanan pada suatu destinasi. Turunnya jumlah kunjungan disamping disebabkan oleh isu global dan dampak beberapa sektor, salah satunya juga diakibatkan Indikasi terhadap adanya kemandekan pengembangan produk sehingga menurunkan minat dan motivasi kunjungan wisatawan. Setelah terpuruknya pariwisata Bali sebagai akibat dari dampak krisis multidimensi tanah air (mulai tahun 1997), aksi terorisme internasional ( WTC, 2001) dan berbagai hal yang terjadi mengakibatkan pariwisata Bali dihadapkan pada kondisi sulit dalam kurun waktu sembilan tahun terakhir ini. Mengawali tahun 2006 sebagai dampak tragedi Bom Bali II, sepanjang bulan Januari s/d September 2006 pertumbuhan kunjungan wisman yang langsung berkunjung ke Bali secara kontinyu mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya, namun demikian dengan berbagai upaya yang telah diiakukan oleh Pemerintah Provinsi Bali beserta pelaku pariwisata Bali, akhirnya memperlihatkan hasil yang cukup menjanjikan dengan peningkatan jumlah kunjungan wisman di triwulan terakhir tahun 2006 sebesar 59% (triwulan IV 2005 : 219.691 orang, triwulan IV 2006 : 349.321 orang). Secara akumulatif jumlah kunjungan tahun 2006 mengalami penurunan yakni sebesar -9,10% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (tahun 2005: 1.386.449 orang, tahun 2006: 1.260.317 orang). Di sisi lain, negara-negara tetangga di lingkungan ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Kamboja mengalami peningkatan jumlah wisatawan yang signifikan. Kondisi ini tentunya akan mengancam perkembangan pariwisata di Indonesia khususnya Bali. Menyikapi keadaan tersebut, pemerintah Indonesia dan khususnya Bali harus introspeksi diri untuk mencari langkah-langkah strategi yang tepat dalam mengatasi permasalahan tersebut. Obyek wisata Bali, baik obyek wisata alam maupun wisata budaya, masih tetap yang terbaik di dunia. Namun, dengan semakin ketatnya persaingan antara daerah-daerah tujuan wisata yang ada di negara-negara ASEAN maupun China, pemerintah pusat maupun Bali, harus berupaya mencari akar permasalahan baik secara internal maupun secara eksternal, dan mencari strategi yang tepa untuk menanggulanginya.

Faktor-faktor internal yang diduga

berpengaruh terhadap pengembangan pariwisata Bali, antara lain adalah kondisi sarana dan prasarana yang belum berkualitas internasional, dan kondisi sumber daya manusia yang juga berkelas internasional. Selain itu, pemerintah pusat juga belum memberi dukungan secara

3

totalitas, untuk menjadikan Bali sebagai merek nasional (national branding). Faktor-faktor eksternal antara lain adalah faktor keamanan nasional dan regional, kondisi sosial, politik dan perekonomian nasional dan dunia.

Pengembangan Bali pada masa mendatang diarahkan

menjadi kampung dunia, sehingga masyarakat dunia merasa memiliki Bali. Di samping itu, pengembangan pariwisata Bali akan lebih mengedepankan sisi masyarakat Bali yang sebenarnya, yang berpijak kepada budaya yang berlaku. b. Bali Tourism Board Dalam industri pariwisata terdapat tiga pilar penopang yaitu pemerintah sebagai pembuat kebijakan, pelaku pariwisata serta masyarakat. Di Bali, pelaku pariwisata tergabung ke dalam Bali Tourism Board ( BTB ). BTB didirikan tanggal 1 Maret 2000 oleh sembilan asosiasi pariwisata yang utama di Bali dan diresmikan oleh Gubernur Bali tanggal 10 Mei 2000. BTB mempunyai visi untuk menjadikan Bali sebagai destinasi terbaik di dunia melalui peningkatan pengelolaan daerah tujuan wisata secara professional. Sedangkan misinya adalah untuk : 1. mempromosikan, membangun dan mengelola Bali sebagai daerah tujuan wisata unggulan. 2. Sebagai koordinator dari asosiasi industri pariwisata di Bali dan memfungsikannya untuk tujuan memperjuangkan kepentingan industri pariwisata. 3. Memperlihatkan dan mempromosikan Bali sebagai daerah tujuan wisata dengan jalan memberikan masukan kepada pemerintah terhadap obyek-obyek wisata didaerahnya sehingga dapat dipromosikan oleh industri pariwisata Anggota BTB adalah : 1.

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia ( PHRI ), cabang Bali.

2.

Association of Indonesian Tour and Travel Agencies ( ASITA ), cabang Bali.

3.

Himpunan Pemandu Wisata Indonesia ( HPI ), cabang Bali

4.

Bali Tourism Transportation Association ( PAWIBA )

5.

Society of Indonesian Professional Convention Organizers ( SIPCO ), cabang Bali.

6.

Indonesian Tourist Attraction Organization ( PUTRI ), Bali Chapter

7.

Gabungan Pengusaha Wisata Bahari ( GAHAWISRI ), cabang Bali

8.

Pacific Asia Travel Association ( PATA ), cabang Bali danNTB.

9.

Asosiasi pemasaran dan promosi pariwisata Bali Village

4

Struktur Organisasi BTB

Dengan pesatnya perkembangan dalam industri pariwisata di Bali dengan segenap potensi dan peluangnya, BTB bertekad untuk memperkuat posisinya dengan senantiasa mengembangkan jumlah anggotanya, meliputi : 1. Dinas Pariwisata Propinsi Bali. 2. BUMD terkait 3. Perusahaan yang terkait dalam indutsri pariwisata. 4. Institusi Pendidikan. 5. Asosiasi lain yang yang terkait pariwisata. 6. Komunitas yang relevan lainnya. c. Branding Bali Shanti Shanti Shanti

5

Kampanye pariwisata Bali dengan branding Bali Shanti Shanti Shanti diresmikan oleh Presiden SBY tanggal 16 Juni 2007 pada pembukaan Bali Arts Festival. Branding ini, yang artinya Bali Damai Damai Damai, merupakan pencerminan harapan masyarakat Bali akan damai di tanah Bali dan seluruh dunia. Logonya terdiri dari tiga warna, merah, putih, hitam yang mencerminkan warna – warna suci dari agama Hindu Bali. Diprakarsai oleh gubernur Bali Bpk Dewa Made Beratha, branding ini ditujukan tidak hanya untuk menarik turis manca negara melainkan juga untuk memberi inspirasi bagi masyarakat Bali sendiri dalam mencapai kehidupan di Bali yang ideal dan harmonis sejalan dengan filosofi Hindu Bali , di tengah pesatnya perkembangan dunia saat ini. Namun dalam perkembangan selanjutnya , branding ini kurang terdengar gaungnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diperlukan suatu usaha untuk menyusun strategi pengembangan pariwisata Bali, yang akan mengedepankan kondisi Bali yang sebenarnya dan akan menjadi Kampung Dunia. Dipergunakan Analisa SWOT

2. Pokok Permasalahan a. Identifikasi Masalah 1. Kunjungan wisatawan yang cenderung stagnan. 2. Kebijakan pemerintah pusat sering tidak sesuai dengan kebutuhan daerah 3. Pelayanan publik terutama yang terkait pariwisata perlu ditingkatkan. b. Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan di atas dan untuk lebih mempelajari pembahasan tesis ini, maka penulis mengidentifikasikan permasalahan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana kunjungan wisatawan dapat ditingkatkan.

6

2. Bagaimana kebijakan yang dibuat oleh pemda Bali agar dapat meningkatkan kunjungan wisatawan ke Bali. 3. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menyusun strategi pengembangan pariwisata Bali, yang mengdepankan kondisi sosial budaya Bali yang sebenarnya dan menjadi Kampung Dunia agar meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung dan menjadi merek nasional Indonesia. b. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan berguna baik dari aspek keilmuan maupun aspek praktis :

1. Aspek keilmuan : Penelitian ini diharapkan dapat memperkuat teori-teori mengenai strategi pengembangan pariwisata secara umum. Melalui penelitian ini juga diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan. 2. Aspek praktis : Bagi pemerintah : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan dan informasi bagi Pemda Bali dalam strategi pengembangan pariwisata di Bali. Bagi Bali Tourism Board ( BTB ) : sebagai panduan untuk membuat masukan kepada pemerintah daerah.

BAB II. KERANGKA TEORI 1. Tinjauan Teori dan Konsep Kunci a. Pengertian Mengenai Pariwisata

7

Batasan pariwisata bisa ditinjau dari berbagai sudut pandang dimana belum ada keseragaman sudut pandang. Salah satunya adalah yang dikemukan oleh E. Guyer Freuler dalam Yoeti (1996: 115), yang menyatakan: Pariwisata dalam artian modern adalah merupakan phenomena dari jaman sekarang yang didasarkan di atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuhkan (cinta) terhadap keindahan alam dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil daripada perkembangan perniagaan, industri, perdagangan serta penyempurnaan daripada alat-alat pengangkutan. Pengertian lainnya tentang pariwisata adalah: Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu yang diselnggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha (business) atau untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam. (Yoeti, 1996: 118) Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa orang yang melakukan perjalanan akan memerlukan berbagai barang dan jasa sejak mereka pergi dari tempat asalnya sampai di tempat tujuan dan kembali lagi ke tempat asalnya. Munculnya produk barang dan jasa ini disebabkan adanya aktivitas rekreasi yang dilakukan oleh wisatawan yang jauh dari tempat tinggalnya. Dalam hal ini mereka membutuhkan pelayanan transportasi, akomodasi, catering, hiburan, dan pelayanan lainnya. Jadi, produk industri pariwisata adalah keseluruhan pelayanan yang diterima oleh wisatawan, mulai meningggalkan tempat tinggalnya (asal wisatawan) sampai pada tujuan (daerah tujuan wisata) dan kembali lagi ke daerah asalnya. Pariwisata dikatakan sebagai industri, karena di dalamnya terdapat berbagai aktivitas yang bisa menghasilkan produk berupa barang dan jasa. Akan tetapi, industri pariwisata tidak seperti pengertian industri pada umumnya, sehingga industri pariwisata disebut industri tanpa asap. Uraian di atas sejalan dengan konsep industri pariwisata yang dikemukakan oleh Yoeti (1996: 153) yang menyatakan: “Industri pariwisata adalah kumpulan dari macam-macam perusahaan yang secara bersama-sama menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa (goods and service) yang dibutuhkan wisatawan pada khususnya dan traveller pada umumnya, selama dalam perjalannnya”.

8

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapatlah dikatakan bahwa industri pariwista adalah kumpulan dari bermacam-macam perusahaan yang secara bersama-sama menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa yang dibutuhkan oleh wisatawan maupun traveller selama dalam perjalanannya.

b. Tujuan Pengembangan Pariwisata Tujuan pengembangan pariwisata di Indonesia terlihat dengan jelas dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1969, khususnya Bab II Pasal 3, yang menyebutkan

“Usaha-usaha

pengembangan

pariwisata

di

Indonesia

bersifat

suatu

pengembangan “industri pariwisata” dan merupakan bagian dari usaha pengembangan dan pembangunan serta kesejahtraan masyarakat dan Negara” (Yoeti, 1996: 151). Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut, dikatakan bahwa tujuan pengembangan pariwisata di Indonesia adalah: (1) Meningkatkan pendapatan devisa pada khususnya dan pendapatan negara dan masyarakat pada umumnya, perluasan kesempatan serta lapangan kerja, dan mendorong kegiatan-kegiatan industri penunjang dan industri-industri sampingan lainnya. (2) Memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan kebudayaan Indonesia. (3) Meningkatkan persaudaraan/persahabatan nasional dan internasional. Jadi jelas terlihat bahwa industri pariwisata dikembangkan di Indonesia dalam rangka mendatangkan dan meningkatkan devisa negara (state revenue). Segala usaha yang berhubungan dengan kepariwisataan merupakan usaha yang bersifat komersial dengan tujuan utama mendatangkan devisa negara. Pengembangan kepariwisataan juga bertujuan untuk memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan kebudayaan Indonesia. c.

Peran Pemerintah dalam Pembangunan Pariwisata

Sebagai industri perdagangan jasa, kegiatan pariwisata tidak terlepas dari peran serta pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemerintah bertanggung jawab atas empat hal utama yaitu 1. perencanaan (planning) daerah atau kawasan pariwisata, 2. pembangunan (development) fasilitas utama dan pendukung pariwisata, 3. pengeluaran kebijakan (policy) pariwisata,

9

4. pembuatan dan penegakan peraturan (regulation). Berikut ini adalah penjelasan mengenai peran-peran pemerintah dalam bidang pariwisata tersebut di atas 1.Perencanaan Pariwisata

Dalam pariwisata, perencanaan bertujuan untuk mencapai cita-cita atau tujuan pengembangan pariwisata yang mencakup beberapa hal penting yaitu:

1. perencanaan pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk memacu pertumbuhan berbagai jenis industri yang berkaitan dengan pariwisata, 2. perencanaan penggunaan lahan,

3.

perencanaan infrastruktur yang berhubungan dengan jalan, bandar udara, dan keperluan lainnya seperti; listrik, air, pembuangan sampah dan lain-lain,

4. perencanaan pelayanan sosial yang berhubungan dengan penyediaan lapangan pekerjaan, pelayanan kesehatan, pendidikan dan kesejastraan sosial, dan 5. perencanaan keamanan yang mencakup keamanan internal untuk daerah tujuan wisata dan para wisatawan. 2. Pembangunan Pariwisata

Pembagunan pariwisata umumnya dilakukan oleh sektor swasta terutama pembangunan fasilitas dan jasa pariwisata. Namun, pengadaaan infrastruktur umum seperti jalan, listrik dan air yang berhubungan dengan pengembangan pariwisata terutama untuk proyek-proyek yang berskala besar yang memerlukan dana yang sangat besar seperti pembangunan bandar udara, jalan untuk transportasi darat, proyek penyediaan air bersih, dan proyek pembuangan limbah merupakan tanggung jawab pemerintah. Selain itu, pemerintah juga beperan sebagai penjamin dan pengawas para investor yang menanamkan modalnya dalam bidang pembangunan pariwisata. 3. Kebijakan Pariwisata Kebijakan merupakan perencanaan jangka panjang yang mencakup tujuan pembangunan pariwisata dan cara atau prosedur pencapaian tujuan tersebut yang dibuat dalam pernyataanpernyataan formal seperti hukum dan dokumen-dokumen resmi lainya. Kebijakan yang dibuat permerintah harus sepenuhnya dijadikan panduan dan ditaati oleh para stakeholders.

10

Kebijakan-kebijakan yang harus dibuat dalam pariwisata adalah kebijakan yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesempatan kerja, dan hubungan politik terutama politik luar negeri bagi daerah tujuan wisata yang mengandalkan wisatawan manca negara.

4.Peraturan Pariwisata

Peraturan pemerintah memiliki peran yang sangat penting terutama dalam melindungi wisatawan dan memperkaya atau mempertinggi pengalaman perjalanannya, yaitu menyangkut : 1. peraturan

perlindungan

wisatawan

terutama

bagi

biro

perjalanan

wisata

yang

mengharuskan wisatawan untuk membayar uang muka (deposit payment) sebagai jaminan pemesanan jasa seperti akomodasi, tour dan lain-lain; 2. peraturan keamanan kebakaran yang mencakup pengaturan mengenai jumlah minimal lampu yang ada di masing-masing lantai hotel dan alat-alat pendukung keselamatan lainnya; 3. peraturan keamanan makan dan kesehatan yang mengatur mengenai standar kesehatan makanan yang disuguhkan kepada wisatawan; (4) peraturan standar kompetensi pekerjapekerja yang membutuhkan pengetahuan dan keahlian khusus seperti seperti pilot, sopir, dan nahkoda. Selain itu, pemerintah juga bertanggung jawab atas pengelolaan sumber daya alam seperti; flora dan fauna yang langka, air, tanah dan udara agar tidak terjadi pencemaran yang dapat mengganggu bahkan merusak suatu ekosistem. Oleh karena itu, penerapan semua peraturan pemerintah dan undang-undang yang berlaku mutlak dilaksanakan oleh pemerintah.

2. Definisi Operasional Variabel dan Indikator indikatornya 2.1. Variabel Penelitian Variabel penelitian dalam Analisa SWOT ini diidentifikasi faktor – faktor yang merupakan faktor – faktor internal yaitu kekuatan ( Strengths ) dan kelemahan ( Weaknesses ), serta faktor – faktor eksternal yaitu ancaman ( Threats ) dan peluang ( Opportunities ).

11

Kekuatan ( Strengths ) : 1. Masyarakat Bali sebagai living cultural heritage yang dapat dilihat dari terselenggaranya berbagai upacara keagamaan yang mampu diintegrasikan sebagai bagian dari atraksi budaya, dimana masyarakat yang menjalani upacara tsb tetap dapat menjalankan ritual keagamaannya, dan wisatawan dalam hal – hal tertentu dapat aktif berpartisipasi dan larut dalam kegiatan tsb dan tidak hanya sebagai penonton / outsider. 2. Kelestarian alam Bali yang tetap dijaga keindahannya oleh masyarakatnya merupakan salah satu daya tarik wisatawan untuk datang ke Bali. Hal ini dibuktikan dengan pengakuan dari luar negeri, antara lain : a. Terpilihnya Bali sebagai World’s Best Island selama enam kali

berturut- turut versi

majalah Travel and Leisure, mengalahkan Hawaii dan Yunani merupakan bukti yang nyata. b. Beberapa wilayah di Bali, seperti Rice Terrace di Jatiluwih dan peninggalan sejarah sepanjang sungai Pakerisan masuk menjadi World Cultural Heritage oleh Unesco.

3. Filosofi Hindu Tri Hita Karana, yang merupakan harmonisasi antara hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam sekitar, tercermin antara lain dari no 1 dan 2.

4. Lokasi pulau Bali yang strategis yang tidak jauh dari pulau Jawa membuatnya mudah dijangkau oleh wisatawan domestik dari Jawa dimana Jawa, khususnya Jakarta merupakan penyumbang wisatawan domestik terbesar pariwisata Bali. 5. Adanya Bali Tourism Board ( BTB ) yang merupakan contoh kerjasama yang baik antara pemerintah dengan pihak pengusaha di bidang kepariwisataan mempermudah komunikasi di antar kedua stakeholders tsb dalam menentukan kebijakan yang pro market.

6. Bali sebagai icon pariwisata di Indonesia menyebabkan semua biro perjalanan baik domestik maupun manca negara mempromosikan Bali bila ingin mempromosikan Indonesia ke masyarakat dunia.

12

7. Pelayanan jasa pariwisata yang cukup memadai : a. Informasi mengenai obyek wisata dan event – event yang cukup memadai. b. Banyaknya website mengenai Bali dan obyek – obyek wisatanya khususnya dalam bahasa Inggris membuat wisatawan dapat dengan mudah mengetahui seluk beluk Bali sebelum datang berkunjung. c. Sarana akomodasi yang memadai baik hotel berbintang, private villa maupun penginapan milik penduduk menyebabkan wisatawan mendapat banyak pilihan akomodasi sesuai dengan daya belinya. d. Biro perjalanan yang cukup memadai baik pelayanan maupun kuantitasnya e. Tersedianya beragam paket wisata yang menarik dengan harga bervariasi sehingga semua kalangan wisatawan dapat menikmati liburan di Bali. f. Sarana telekomunikasi yang cukup memadai, dengan warnet dengan internet dengan kecepatan memadai dan kartu telpon prabayar yang tersedia dimana – mana dengan harga murah. 8. Dieksekusinya terpidana mati kasus Bomb Bali dapat membuat kepercayaan dunia terhadap komitmen pemerintah dalam menegakkan supremasi hukum dan menjamin keamanan di Bali.

Kelemahan (Weaknesses ) : 1. Dari segi kebijakan : a. Belum adanya dana yang memadai untuk pemeliharaan dan promosi pariwisata Bali. b. Ide dan kebijakan Depbudpar belum dipahami oleh Pemda Bali, misalnya mengenai Lima Destinasi Unggulan luar Bali (Propinsi Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur ( NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Sulawesi Utara (Sulut) c. Belum adanya kebijakan yang mengatur pemerataan kunjungan wisatawan ke seluruh obyek wisata di Propinsi Bali dimana kunjungan obyek wisata difokuskan hanya pada beberapa obyek – obyek wisata utama saja. d. Branding : Bali Shanti Shanti Shanti ( Bali Damai – Damai Damai ) belum tersosialisasikan ke masyarakat.

13

e.

Perda yang dibuat oleh Pemprov Bali terutama yang menyangkut nilai ekonomis seringkali diabaikan oleh pemerintah kabupaten,sebagai dampak negatif dari otonomi daerah, dimana kewenangan ada di tingkat kabupaten /kota.

2. Dari segi pelayanan : a.

Belum dibentuknya sistem pelayanan satu atap, untuk melayani perijinan tempat hiburan, hotel, restoran dll, dan hal – hal lain terkait dengan industri pariwisata, padahal sudah dibentuk BTB yang menyatukan ketiga pilar utama pariwisata.

b.

Masih kurangnya kerjasama antar dinas di Propinsi Bali, misalnya dengan Dinas Kesehatan setempat, sehingga informasi adanya penyakit terutama penyakit menular seperti flu burung dan traveller’s diseases seperti diare, kholera, demam berdarah kurang tersosialiasi ke masyarakat, sehingga menimbulkan berbagai interpretasi mengenai tingkat kegawatannya, serta kurang tersosialisasi pula cara pencegahannya

3. Dari segi infrastruktur dan prasarana umum : ( 1 ) Bandara Ngurah Rai : a. Kurang memadainya bandara Ngurah Rai sebagai bandara internasional baik dari luas bangunan, fasilitas maupun pelayanannya. b. Di saat negara lain berlomba – lomba menerapkan bebas visa, adanya visa on arrival menghambat masuknya turis asing ke Bali. c. Prosedur pelayanan visa on arrival yang lambat dan tidak efisien. ( 2 ) Kurang tertatanya infrastruktur ( misalnya jalan raya ) dan belum memadainya angkutan umum. ( 3 ) Kurangnya fasilitas umum seperti tempat sampah, WC umum di sekitar obyek wisata, baik dari segi kuantitas maupun kualitas ( kebersihan ). ( 4 ) Dari segi IT, belum banyak area hotspot di public area dan jaringan internet yang belum merata.

4. Belum meratanya tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat Bali terutama di daerah pedesaan dan daerah yang jauh dari sentra industri wisata. 5. Kualitas SDM : a. Kualitas SDM yang masih rendah dajn tidak merata dimana masih banyak anak / remaja putus sekolah.

14

b. Kurangnya pendidikan dan pelatihan bagi pegawai Dinas Pariwisata padahal ada anggaran dari pusat ke daerah untuk diklat. Selain itu kebutuhan pendidikan dan pelatihan di daerah tidak sinkron dengan jenis platihan yang disediakan oleh pusat, sehingga diklat yang diperoleh kurang bisa meningkatkan kinerja. c. openguasaan bahasa Inggris yang belum baik, khususnya di kalangan pekerja wisata.

6. Masih perlunya ditingkatkan pengamanan di Bali termasuk di bandara Ngurah Rai, baik dari ancaman isu terorisme maupun dari kejahatan kriminal dan narkoba.

Peluang ( Opportunities ) :

1. Trend meeting di lokasi wisata mendorong berkembangnya industri MICE ( Meeting, Incentive, Convention dan Exhibition ) di Bali. Hal ini ditunjang dengan sarana yang cukup memadai yaitu BICC ( Bali International Convention Center ) di kawasan wisata Nusa Dua.

2. Pengakuan dunia akan keamanan di Bali dengan diselenggarakannya pertemuan – pertemuan penting di Bali seperti 116th Assembly IPU ( Inter Parliamentary Union ) Meeting 29 April – 4 Mei 2007, Kongres PBB untuk Perubahan Iklim ( UNCCC atau United Nations Convention on Climate Change ) merupakan peluang yang baik bagi Bali untuk terus meningkatkan keamanan wilayahnya.

3. Pengaruh globalisasi termasuk dari segi arus informasi melalui internet dan jaringan televisi menyebabkan banyak orang asing tertarik ke Bali.

Ancaman ( Threats ) 1. Kurangnya penerbangan langsung dari luar negeri ke Bali, dimana penerbangan umumnya singgah terlebih dahulu ke Jakarta. 2. Krisis ekonomi yang melanda dunia saat ini disertai flktuasi nilai mata uang dollar Amerika dapat menyebabkan calon wisatawan asing menunda keberangkatannya ke Bali.

15

3. Gencarnya negara tetangga mempromosikan dirinya seperti halnya Malaysia dan Singapura, yang didukung oleh pemasaran yang komprehensif dan berbiaya besar menyebabkan perhatian wisatawan asing teralih dari Indonesia khususnya Bali. 4. Ancaman teorirsme yang dikendalikan pihak asing. Dari berbagai macam faktor yang merupakan SWOT, maka dipilih beberapa hal yang utama dan dimasukkan ke dalam matriks SWOT.

2.2. Operasionalisasi Variabel Tabel 1. Kerangka analisis yang dipakai dalam analisa SWOT Kegiatan

Tahap

Memahami situasi dan informasi yang ada Tahap 1 Tahap 2

Memahami permasalahan yang terjadi, baik masalah yang bersifat umum maupun spesifik

Tahap 3

Menciptakan berbagai alternatif dan memberikan berbagai alternatif pemecahan.

Tahap 4

Evaluasi pilihan alternatif dan pilih alternatif yang terbaik.

Tabel 2. Matriks SWOT IFAS

STRENGTHS ( S) 1. Masyarakat Bali- Living cultural heritage 2. Tri Hita Karana 3. BTB - kemitraan antar stakeholder 4. Keamanan cukup kondusif 5. Jasa Pariwisata ( travel, hotel ) memadai jumlah & kualitasnya 6. Komunikasi cukup memadai ( internet, jaringan HP )

EFAS

16

WEAKNESSES ( W ) 1. Kebijakan belum optimal mendukung pariwisata 2. Pelayanan publik belum optimal. ( VoA di bandara ) 3. Infrastruktur belum memadai ( bandara, jalan raya ) 4. Prasarana umum belum memadai ( WC umum, penunjuk jalan ) 5. Tingkat kesejahteraan ekonomi belum merata 6. Kualitas SDM belum merata

OPPORTUNITIES ( O ) 1. Trend MICE di tempat wisata 2. Pengakuan dunia akan keamanan di Bali 3. Globalisasi - arus informasi

THREATS ( T ) 1. Frekuensi penerbangan LN yang langsung ke Bali kurang

2. Krisis ekonomi global 3. Negara ASEAN gencar promosi pariwisata

4. Terorisme

Strategi SO 1. Membangun sarana MICE baru yang canggih dan lebih memadai. 2. Promosi untuk MICE 3. Promosi pariwisata yang gencar ke manca negara --> demand side promotion 4. HOTSPOT di mal, hotel, restoran.

Strategi ST 1. Pemerintah melobi LN untuk meningkatkan frekuensi penerbangan langsung ke Bali 2. Promosi ke LN & via internet. 3. Memberikan kemudahan / insentif bagi turis yang berkunjung ke Bali 4. Meningkatkan keamanan di dalam negeri dengan memberdayakan masyarakat. 5. Memberikan masukan kepada TNI dan polisi agar mereka dapat meingkatkan pengamanan terhadap Bali

Strategi WO 1. Kebijakan pro pasar 2. Pelayanan publik satu atap 3. Upaya penghapusan Vo A. 4. Membangun bandara baru, menambah fasilitas jalan raya/ subway.

Strategi WT 1. Meningkatkan kunjungan wisatawan domestik 2. Penghapusan VoA 3. Pendidikan dasar gratis, wajib belajar gratis 4. Kerjasama dengan kepolisian

IFAS ( Internal Strategic Factors Analysis Summary ) : disusun untuk merumuskan factor – factor strategis internal ( Strengths dan Weaknesses ) EFAS ( External Strategic Factors Analysis Summary ) : disusun untuk merumuskan factor – factor strategis eksternal ( Opportunities dan Threats ) Strategi SO : Strategi dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar – besarnya Strategi ST : Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.

17

Strategi WO : Stretagi ditetapkan berdasarkan pemanfaatan peluangyang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. Strategi WT : Stretegi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Strategi ( hasil gabungan dari SO, ST, WO, WT ) diperguanakan untuk Analisa AHP : 1. Kebijakan : Mempertahankan Bali sebagai living cultural heritage, dimana masyarakat Bali berperan aktif sebagai cultural agent. 2. Infrastruktur : Memperbaiki dan membangun prasarana infrastruktur yang memadai, termasuk pembangunan jalan, dan bandara baru. 3. Pelayanan publik : Perbaikan pelayanan publik dis emua bidang termasuk di bandara Ngurah Rai, khususnya prosedur pelayanan Visa on Arrival selama VoA belum bisa dihapus. 4. Promosi pariwisata : Bekerjasama dengan BTB ( Bali Tourism Board ) dengan promosi terarah, misalnya difokuskan kepada industri MICE. 5. Keamanan : Menjalin hubungan yang baik dengan pihak kepolisian dan TNI dan mningkatkan keamanan swadaya dengan melibatkan masyarakat. 6. Informasi dan telekomunikasi ; Bekerjasama dengan BTB untuk meningkatkan wilayah kawasan hotspot di kawasan wisata utama dan meningkatkan jaringan internet sampai ke desa.

18

3. Model Penelitian Gambar 1 Diagram Analisis SWOT

BERBAGAI PELUANG 1. Mendukung Strategi Agresif

3. Mendukung Strategi Turn around

KELEMAHAN INTERNAL

2. Mendukung Strategi diversifikasi

4. Mendukung Strategi defensif

BERBAGAI ANCAMAN

Matriks SWOT

19

KEKUATAN INTERNAL

PENENTUAN PRIORITAS

Level 1 Focus

Level 2 Komponen SWOT

STRATEGI/ KEBIJ AKAN

SWOT

STRENGTHS

W EAKNESS

OPPORTUNITIES

T RHEATS

Level 3 Faktor

Level 4 Strategi

Strategi

….

Strategi

….

Strategi

….

Strategi

4. Hipotesis atau Pertanyaan Penelitian Bab III . Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Metode analisis yang digunakan untuk menentukan prioritas strategi atau kebijakan menggunakan metode gabungan antara metode AHP (Analytical Hierarchy Process) dan SWOT (Stengths, Weaknesses, Opportunities and Threats)

atau yang dinamakan dengan

Metode A’WOT. Metode A’Wot dikembangkan untuk perencanaan hutan di Filandia oleh Kangas, Pesonen, Kurtilla dan Kajanus (1996). Sedangkan di Indonesia dikembangkan oleh Budiharsono (2001) untuk pengembangan wilayah pesisir. Penggabungan analysis AHP dalam SWOT ini dikarenakan, analisis SWOT terlalu kualitatif. Apabila dikuantifikasikan, tidak jelas berapa bobot antara masing-masing komponen SWOT, yaitu bobot antara Stengths, Weaknesses, Opportunities and Threats. Demikian juga bobot antar faktor dalam komponen tersebut, perlu dibuat prioritasnya. Sehingga dalam menentukan strategi mana yang menjadi prioritas akan lebih mudah apabila menggabungkan SWOT dengan AHP. Penentuan faktorfaktor dari setiap komponen SWOT dan pembobotannya diperoleh dari hasil wawancara dengan responden. Keputusan alternatif juga dapat dievaluasi dengan respek untuk masing-masing faktor SWOT dengan penggunaan AHP. Dalam hal ini, analisis SWOT menyediakan frame dasar yang akan menghasilkan keputusan situasional, sedangkan AHP akan membantu meningkatkan analisis

20

SWOT dalam mengelaborasikan hasil analisis sehingga keputusan strategi alternatif dapat diproritaskan. 2. Populasi, Sampel dan Teknik Samping Gorda (1994:62) mengatakan bahwa secara prinsip, tidak ada suatu ketentuan yang ketat atau aturan yang mutlak mengenai penentuan besarnya sampel. Penelitian yang harus menentukan besarnya sampel sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitiannya, agar dapat menjalankan penelitiannya dengan hasil yang akurat. Namun demikian, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain : (a). Persamaan dan berbedaan dari anggota populasi, (b). Memahami sumber-sumber informasi populasi, (c). Ketentuan dan persyaratan pengambilan sampel, serta (d). Biaya, tenaga dan waktu yang diperlukan dalam penelitian. Pendapat yang tidak jauh berbeda diutarakan oleh Singarimbun dan Effendi (1995), yang mengutarakan bahwa penentuan sampel dalam suatu penelitian harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Derajat keseragaman dari populasi; 2. Semakin seragam suatu populasi, maka semakin kecil sampel yang perlu diambil 3. Prestasi yang dikehendaki dalam suatu penelitian, dimana semakin tinggi tingkat yang dikehendaki, semakin banyak sampel yang harus diambil; 4. Biaya dan waktu yang terbatas. Dalam penelitian survei, teknik penarikan sampel (sampling technique) amat penting artinya. Menutur Kerlinger (dalam Santoso, 1997:31), penarikan sampel adalah pengambilan suatu porsi atau suatu bagian dari suatu populasi yang dianggap mewakili populasi tersebut atau disebut universe. Karenanya, kebenaran metode penarikan sampel (sampling method) akan menentukan kebenaran obyektif evaluasi terhadap hasil penelitian. Menurut Santoso (1997), metode penarikan sampel yang ideal pada umumnya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

a. sampel tersebut dapat memberikan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi (universe) yang diteliti; b. sederhana dan mudah dilaksanakan; c. efisien, yaitu memberikan keterangan yang diperlukan seluas-luasnya dengan biaya yang relatif murah;

21

d. penghematan waktu, biaya dan tenaga; serta

e. dari sampel tersebut dapat diperhitungkan tingkat presisinya (precision level) atau simpangan baku dari taksiran yang diperoleh. Penentuan jumlah sampel sangat bergantung pada populasi yang ada (Irwan, 2002:183). Sebagian mengatakan apabila populasi kurang dari 100, sebaiknya menjadi sampel penelitian semua. Apabila populasi lebih dari 100, minimal sebaiknya diambil 25 – 30 % saja. Apabila populasinya berlapis-lapis (berstrata), maka tiap-tiap strata diambil secara proporsional berdasarkan prosentasenya. Menurut Gay dan Diehl (dalam Sigit; 2001:91), bahwa dalam penelitian korelasional minimum ditentukan sebanyak 30 subyek. Masih dalam Sigit (2001:91), Franckel dan Wallen menyarankan cara yang lain, yaitu untuk sampel korelasional ditentukan minimum 50 subyek. Berdasarkan populasi penelitian yang telah ditetapkan penulis dan pendapat para ahli di atas, maka cara yang digunakan adalah metode purposive sampling sebanyak 50 orang. Purposive sampling merupakan salah satu contoh dari non probability sampling, dimana tidak melibatkan seleksi acak ( random ). Dalam purposive sampling, kita melakukan sampling dengan tujuan tertentu. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam purposive sampling : 1. verifikasi responden yang memenuhi criteria yang ditetapkan. 2. Sampling ini bermanfaat bilamana kita ingin mencapai jumlah target samling tertentu dengan cepat dan dimana unsur proporsionalitas dari suatu sampling bukan merupakan hal utama. 3. Merupakan pilihan yang tepat manakala populasi sampling susah didapat. 4. Dapat terjadi bias dalam pemilihan sample manakala type orang yang tersedia kurang sesuai dengan type yang diperlukan Untuk mengatasi kendala – kendala di atas, maka pemilihan sampel dilakukan dengan stakeholder analysis. Stakeholder Analysis Teknik untuk mengidentifikasi orang – orang kunci yang diperlukan dalam sebagai sample. Merupakan elemen dari Stakeholder Management.. Definisi Stakeholder atau pemangku kepentingan : 1. Pihak yang kepentingannya dipengaruhi oleh isu yang sedang diteliti atau pihak yang aktivitasnya dipengaruhi oleh isu yang diteliti

22

2. Pihak yang mempunyai informasi, sumber daya, keahlian yang diperlukan untuk formulasi strategi dan implementasi 3. Pihak yang mengendalikan implementasikan 1. Identifikasi stakeholder anda. Dalam penelitian ini, stakeholder yang dijadikan sample adalah  Pejabat pemda Bali.  Perwakilan BTB  Wisatawan domestik  Wisatawan asing  LSM  Masyarakat Bali  Biro perjalanan  Manager Hotel  Pemilik art shops dan gallery 2. Memprioritaskan stakeholder dengan power interest grid.

. 3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang terkait dengan teknik penggalian data. Teknik penggalian data yang digunakan harus relevan dengan kebutuhan penelitian dan sumber data yang ada.

23

Data tersebut adalah kondisi obyek wisata dan kunjungan wisatawan saat ini, permasalahan pariwisata di Bali, kondisi lingkungan eksternal dan internal baik faktor penghambat maupun pendorong yang mempengaruhi pembangunan pariwisata di Bali. Beberapa teknik penggalian data digunakan sekaligus dalam penelitian kali ini, adalah :

1. Teknik kepustakaan dan dokumentasi (library research and documentation), yaitu dengan menggali berbagai bahan kepustakaan serta mempelajari berbagai dokumen-dokumen yang relevan, yang berasal dari SKPD yang terkait dengan opariwisata, seperti Dinas Pariwisata, Bali Tourism Board ( BTB ) , BPS, BAPPEDA dan SKPD lainnya.

2. Wawancara dengan melakukan penyebaran kuesioner dengan responden yang merupakan stakeholder yaitu para pejabat Pemda Bali, Dinas Pariwisata, perwakilan Bali Tourism Board, wisatawan domestik dan manca negara, biro perjalanan wisata, hotel, dll. Topiknya adalah mengenai kondisi eksisting pariwisata di Bali dan kebijakan pembangunan pariwisata di Bali serta kebijakan pembangunan pariwisata di Bali pada masa mendatang.

4. Instrumen Penelitian Pengumpulan dan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden dengan menggunakan instrumen kuesioner (questionaire) dan wawancara terstruktur dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide). Sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur-literatur yang terkait dengan kajian penelitian. Data sekunder ini dijaring dengan menggunakan instrumen pedoman review dokumen (document review).

5. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data Tahapan metode A’Wot adalah: (1) Mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman pemberdayaan masyarakat pesisir dengan metode SWOT (2) Melakukan Analytic Hierarchy Process (AHP). Berikut diuraikan tahapan metode A’Wot.

24

Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) dilakukan dengan cara mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi dalam penyusunan kebijakan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan ( Strenghths )

dan peluang ( Opportunities )

namun secara bersamaan dapat

meminimalkan kelemahan ( Weaknesses ) dan ancaman ( Threats ), seperti disajikan pada Gambar 1. Secara rinci pada Tabel 1 disajikan langkah-langkah analisis SWOT. Setelah itu kemudian dilakukan Analytic Hierarchy Process (AHP). Setalah dilakukan analisis SWOT, selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan Analytic Hierarchy Process dengan tahapan sebagai berikut:

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi masalah. 2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub-sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. Pada Gambar 2 disajikan hierarki penentuan priorias program pemberdayaan masyarakat pesisir.

3. Pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan yang setingkat diatasnya, perbandingan berdasarkan judgement dari para pengambil keputusan, dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya. Untuk mengkualifikasikan data kualitatif pada materi wawancara digunakan nilai skala komparasi 1 sampai 9. Dalam penyusunan skala kepentingan ini berdasarkan Saaty (1991) seperti disajikan pada Tabel 2.

4. Melakukan perbandingan berpasangan. Bila vektor pembobotan elemen-elemen operasi A1, A2, A3 dinyatakan sebagai vektor W, dengan W = (w1, w2, w3), maka nilai intensitas kepentingan elemen operasi A1 dibandingkan dengan A2 dapat dinyatakan sebagai perbandingan bobot elemen A1 terhadap A2, yakni w1/w2 = a12,. Nilai wi/wj dengan i,j = 1,2,3 … n didapat dari partisipan, yaitu para stake holders yang berkompeten dalam permasalahan perikanan. Bila matriks ini dikalikan dengan vektor kolom W (w1,w2,w3 .. wn) maka diperoleh hubungan; AW = nW ……………………………………………. (1) Bila matriks A diketahui dan ingin diperoleh nilai W, maka dapat diselesaikan melalui persamaan berikut;

25

Inten sitas/ Penting nya 1 3 5 7

Definisi

Keterangan

Sama penting Perbedaan penting yang lemah antara yang satu terhadap yang lain Sifat lebih pentingnya kuat

Dua aktivitas memberikan kontribusi yang sama kepada tujuan Pengalaman dan selera sedikit menyebabkan yang satu lebih disukai daripada yang lain

Menunjukkan sifat penting Ekstrim penting

9 2, 4, 6, 8 Resiprokal

Rasional

sangat

Nilai tengah diantara dua penilaian Jika aktivitas i, dibandingkan dengan j, mendapat nilai bukan nol, maka j jika dibandingkan dengan i, mempunyai nilai kebalikannya Rasio yang timbul dari skala

Pengalaman dan selera sangat menyebabkan penilaian yang satu lebih dari yang lain, yang satu lebih disukai dari yang lain. Aktivitas yang satu sangat disukai dibandingkan dengan yang lain, dominasinya tampak dalam kenyataan Bukti bahwa antara yang satu lebih disukai daripada yang lain menunjukkan kepastian tingkat tertinggi yang dapat dicapai. Diperlukan kesepakatan (kompromi) Asumsi yang masuk akal

Jika konsistensi perlu dipaksakan dengan mendapatkan sebanyak n nilai angka untuk melengkapi matriks

[ A – n I ] W = 0 ….……………………………………... (2) dimana I = matriks identitas Tabel 2. Skala Angka Saaty

5. Menghitung akar ciri, vektor ciri dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi atau dikoreksi. (1) Menghitung akar ciri. Untuk mendapatkan akar ciri (n) maka harus ada kondisi; [A–nI]=0 Contohnya; dengan menggunakan matriks A, maka:

1 a12 a13 1 0 0 a 21 1 a 23 − n 0 1 0 = 0 a31 a32 1 0 0 1 1 a12 a13 n 0 0 a 21 1 a 23 − 0 n 0 = 0 a31 a32 1 0 0 n hasil perhitungan akan didapatkan akar ciri; n1, n2, n3. (2) Menghitung vektor ciri Nilai vektor ciri marupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensitesis judgement dalam penetuan perioritas. Untuk menghitung vektor ciri (W), maka akar ciri (n) maksimum hasil penghitungan di atas disubsitusikan dengan persamaan: [ A – n I ] = 0; dengan menggunakan normalisasi W1 + W2 + W3 = 1, sehingga bila didapatkan maksimum = 2. maka perkaliannya menjadi sebagai berikut: [A -n I] W =0

26

1 a12 a13 1 0 0 w1 a 21 1 a 23 − 2 0 1 0 w2 = 0 a31 a32 1 0 0 1 w3 sehingga;

1 − 2 a12 a13 w1 0 a 21 1 − 2 a 23 − w2 = 0 a31 a32 1 − 2 w3 0 dimana pada akhir perhitungan akan diperoleh vektor ciri w1, w2, w3. Vektor tersebut memberikan informasi, pilihan skenario yang paling optimal.

(3) Perhitungan Indeks Konsistensi (CI) yang menyatakan penyimpangan konsistensi dan menyatakan ukuran tentang konsisten tidaknya suatu penilaian atau pembobotan perbandingan berpasangan, dihitung dengan menggunakan rumus;

λ max − n n −1

CI =

Keterangan:

λ maxs = akar ciri maksimum n

= ukuran matriks

Nilai rasio konsistensi (CR) adalah sebagai berikut: CI CR = Nilai Acak Konsistensi untuk ukuran matriks n Nilai acak konsistensi disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai Acak Konsistensi Ukuran Matriks Nilai Acak Konsistensi

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

0,00

0,00

0,58

0,90

1,12

1,24

1,32

1,41

1,45

1,49

11

12

13

14

15

1,51

1,48

1,56

1,56

1,59

Dari hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa nilai CR < 0,10, hal itu menunjukkan bahwa penilaian pada pengisian kuesioner termasuk konsisten, sehingga nilai bobotnya dapat digunakan

27

Nilai pengukuran konsistensi diperlukan untuk mengetahui kekonsistensian jawaban dari responden yang akan berpengaruh terhadap keabsahan hasil. Dari hasil analisis ini akan diperoleh prioritas strategi dan kebijakan pembangunan pariwisata di Bali pada masa mendatang.

28

29

Related Documents

Pariwisata Bali
April 2020 23
Bali
April 2020 42
Bali
October 2019 81
Bali
November 2019 72

More Documents from ""