Case Report Session * Kepaniteraan Klinik Senior/G1A218027/Januari 2019 ** Pembimbing : dr. Sri Yusfinah Masfah Hanum,Sp.KK,FINSDV
TINEA CORPORIS
Oleh: Anggia Sovina Ariska, S.Ked* G1A218027
Pembimbing: dr. Sri Yusfinah Masfah Hanum,Sp.KK,FINSDV**
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI 2019
1
LEMBAR PENGESAHAN
TINEA CORPORIS
Oleh: Anggia Sovina Ariska , S.Ked G1A218027
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI 2019
Jambi, Januari 2019 Pembimbing
dr. Sri Yusfinah Masfah Hanum,Sp.KK,FINSDV
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sebab karena rahmatnya, tugas baca jurnal atau Case Report Session (CRS) yang berjudul “TINEA CORPORIS” ini dapat terselesaikan. Tugas ini dibuat agar penulis dan teman – teman sesama koas periode ini dapat memahami tentang patogenesis, komplikasi, dan pengobatan dari kasus ini. Selain itu juga sebagai tugas dalam menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Raden Mattaher Jambi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Sri Yusfinah Masfah Hanum, Sp.KK selaku pembimbing dalam kepaniteraan klinik senior ini dan khususnya pembimbing dalam tugas baca jurnal ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar lebih baik kedepannya. Akhir kata, semoga tugas baca jurnal ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah informasi serta pengetahuan kita.
Jambi, Januari 2019
Penulis
3
BAB I PENDAHULUAN
Dermatofitosis adalah golongan penyakit jamur superficial
yang
disebabkan oleh jamur dermotofita yakni Trichophyton spp, Microsporum spp, dan epidermophyton spp. Penyakit ini menyerang jaringan yang mengandung zat tanduk yakni epidermis (tinea korporis, tinea kruris, tinea manus et pedis), rambut (tinea kapitis), kuku (tinea unguium). Dermatofitosis terjadi karena inokulasi jamur pada tempat yang diserang, biasanya di tempat yang lembab dengan maserasi atau ada trauma sebelumnya.1,2 Ciri khas pada infeksi jamur adanya central healing yaitu bagian tengah tampak kurang aktif, sedangkan bagian pinggirnya tampak aktif.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya udara lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik penggunaan antibiotika dan obat steroid, Higiene juga berperan untuk timbulnya penyakit ini.3 Dermatofitosis salah satu pembagiannya berdasarkan lokasi bagian tubuh manusia yang diserang salah satunya adalah Tinea Korporis, yaitu dermatofitosis yang menyerang daerah kulit yang tidak berambut (glabrous skin), misalnya pada wajah, badan, lengan dan tungkai. Yang gejala subyektifnya yaitu gatal dan terutama jika berkeringat.1,2 Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superfisial yang ditandai oleh baik lesi inflamasi maupun non inflamasi pada glabrous skin (kulit yang tidak berambut) seperti muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal.2,3
4
BAB II STATUS PASIEN
2.1
Identitas Pasien
2.2
Nama
: Ny.W
Umur
: 35 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jl. Samsudin Ubari RT 18 Kel. Jelutung
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan
: Menikah
Anamnesis Dilakukan secara autoanamnesis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD
H.Abdul Manap pada tanggal 2 Januari 2019. A. Keluhan Utama Bercak kemerahan yang meluas disertai gatal pada daerah leher dan kaki kiri sejak ± 2 minggu yang lalu. B. Keluhan Tambahan C. Riwayat Perjalanan Penyakit Pasien datang sendiri ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD H.Abdul Manap dengan keluhan bercak kemerahan yang meluas disertai gatal pada daerah leher bagian depan dan kaki kiri sejak ± 2 minggu yang lalu. Awalnya timbul bercak kemerahan kecil pada kaki sebelah kiri. Bercak kemerahan tersebut terasa gatal. Gatalnya semakin bertambah apabila pasien berkeringat. Saat gatal, pasien sering menggaruk, sehingga bercak tersebut semakin melebar. Pasien mengatakan sempat berobat ke Puskesmas dan diberikan obat salep (pasien lupa nama obatnya), namun keluhan bercak kemerahan yang disertai rasa gatal tidak ada perubahan. Riwayat digigit serangga (-).
5
D. Riwayat Penyakit Dahulu: -
Keluhan serupa sebelumnya (-) Riwayat penyakit kulit lainnya (-) Riwayat trauma fisik (-) Riwayat alergi (-) Riwayat diabetes (-)
E. Riwayat Penyakit Keluarga: -
Riwayat keluhan yang sama (-) Riwayat alergi (-) Riwayat diabetes (-)
F. Riwayat Sosial Ekonomi: -
Pasien tinggal dengan keluarga
-
Disekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa (-)
2.3
Pemeriksaan Fisik A. Status Generalis 1. Keadaan Umum
: Tampak sakit ringan
2. Tanda Vital
: a. Kesadaran
: Compos mentis GCS 15
b. Tekanan Darah : 120/80 mmHg c. Nadi
: 81 kali/menit
d. Pernafasan
: 20 kali/menit
e. Suhu
: 36.7oC
3. Kepala a. Mata
: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), refleks
cahaya (+/+), pupil isokor b. THT - Telinga
: Lesi kulit (-)
- Hidung
: Deviasi septum (-)
- Tenggorok
: Pembesaran tonsil (-), ulkus (-)
c. Leher
: Pembesaran KGB (-), lesi kulit (-)
6
4. Thoraks a. Jantung
: Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
b. Paru
: Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
5. Genitalia
: Tidak dilakukan pemeriksaan
6. Ekstremitas a. Superior
: Edema (-), lesi kulit (-)
b. Inferior
: Edema (-), lesi kulit (+)
B.
Status Dermatologi
1.
Regio coli
-
Plak eritema, multiple, plakat, bentuk irreguler, sirkumskrip, penyebaran diskret, tepi aktif dan gambaran central healing pada permukaan ditutupi skuama selapis.
2.
Regio cruris sinistra
-
Plak eritema, multiple, diameter 0,5cm x 0,5cm, bentuk irreguler, sirkumskrip, penyebaran diskret, tepi aktif dan gambaran central healing pada permukaan ditutupi skuama selapis. 7
2.4 Pemeriksaan Penunjang Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, seharusnya dilakukan pemeriksaan :
Pemeriksaan KOH 10%
Pemeriksaan Kultur
Pemeriksaan Lampu Wood
2.5 Diagnosis Banding - Tinea Corporis - Psoriasis Vulgaris - Pitiriasis Rosea 2.6 Diagnosis Kerja Tinea Corporis 2.7 Tatalaksana -
Non medikamentosa
:
-
Menjaga kebersihan kulit dengan mandi 2x sehari
-
Mengganti baju apabila berkeringat
-
Mengurangi kelembapan dengan menghindari pakaian yang panas dan tidak menyerap keringat (karet, nylon)
-
-
Menjaga lesi agar tetap kering dan tidak menggaruk lesi
Medikamentosa : Terapi untuk Tinea Corporis
Oral -
Cetirizine tab 10 mg 2x1 selama 14 hari
-
Ketokonazol 200 mg 1x1 selama 14 hari
Topikal -
2.8
Ketokonazole krim 2% 2x1 selama 4 minggu
Pemeriksaan Anjuran
Pemeriksaan KOH 10% Pemeriksaan KOH 10% dilakukan dengan cara diambil kerokan di bagian
yang terkena kemudian diteteskan KOH 10% dan dilihat diatas mikroskop pembesaran mulai dari 10x kemudian 40x. Diharapkan akan terlihat hifa dan
8
spora, terlihat hifa berbentuk dua garis sejajar, terbagi oleh sekat dan bercabang maupun spora berderet/ artospora, tidak terlihat gambaran bakteri berbentuk basil atau streptokokus (eritrasma), gambaran blastospora dan pseudohifa tidak tampak (kandidosis intertriginosa), gambaran spora atau blastokonidia juga tidak tampak (dermatitis seboroik).
Pemeriksaan Kultur
Pemeriksan kultur dilakukan dengan metode spread plate method. Dilakukan dengan cara buat pengenceran 10-1-10-6 dari jamur, bakar spreader yang sebelumnya telah dicelupkan dalam alkohol, biarkan dingin, sebarkan kultur jamur dengan spreader secara merata dan biarkan permukaan mengering. Setelah permukaan mengering, inkubasikan secara terbalik selama 24 jam pada suhu kamar dan amati pertumbuhannya. Pada tinea korporis yang disebabkan T.rubrum akan tampak koloni putih bertumpuk di tengah dan warna maroon atau merah cheri. Pemeriksaan Lampu Wood Pemeriksaan lampu wood dilakukan dengan terlebih dahulu membersihkan kulit dari obat topikal atau bahan kosmetik, pemeriksaan dilakukan di ruangan kedap cahaya, jarak lampu Wood dengan lesi yang akan diperiksa ± 10-15cm kemudian arahkan lampu Wood ke bagian lesi dengan pendaran paling besar dan jelas. Diharapkan hasil pemeriksaan lampu wood didapatkan pendaran warna kuning kehijauan, tidak ada coral red (kandidosis intertriginosa) dan tidak ada warna violet ( dermatitis seboroik).
2.9
Prognosis -
Quo ad vitam
: ad bonam
-
Quo ad functionam : ad bonam
-
Quo ad sanationam : ad bonam
9
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Tinea Korporis 3.1.1. Definisi Tinea corporis merupakan infeksi jamur dermatofita pada kulit tubuh tidak berambut di daerah muka, lengan, badan, dan gluteal.4 Sinonim Tinea sirsinata, Tinea glabrosa, Scherende Flechte, Kurap, herpes sircine trichophytique.2 3.1.2. Epidemiologi Tinea korporis adalah infeksi umum yang sering terlihat pada daerah dengan iklim yang panas dan lembab. Seperti infeksi jamur yang lain, kondisi hangat dan lembab membantu menyebarkan infeksi ini.3 Oleh karena itu daerah tropis dan subtropis memiliki insiden yang tinggi terhadap tinea korporis.4 Tinea korporis dapat terjadi pada semua usia bisa didapatkan pada pekerja yang berhubungan dengan hewan-hewan.5 Maserasi dan oklusi kulit lipatan menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang memudahkan infeksi. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui benda yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain.6 3.1.3. Etiologi dan Patofisiologi Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti yang terbagi menjadi tiga genus, yaitu Trichophyton spp, Microsporum spp, dan Epidermophyton spp. Walaupun semua dermatofita bisa menyebabkan tinea korporis, penyebab yang paling umum adalah Trichophyton Rubrum dan Trichophyton Mentagrophytes.7 Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama. Yang pertama perlekatan ke keratinosit, jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan keratin di antaranya sinar UV, suhu, kelembapan, kompetisi dengan flora normal lain, sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Dan asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar sebasea bersifat fungistatik.8
10
Yang kedua penetrasi melalui ataupun di antara sel, setelah terjadi perlekatan spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses deskuamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase lipase dan enzim mucinolitik yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur ke jaringan. Fungal mannan di dalam dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam epidermis.6,8 Langkah terakhir perkembangan respon host, derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau Delayed Type Hypersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatifita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya inflamasi menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin test hasilnya negatif. Infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan oleh limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ke tempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi dan barier epidermal menjadi permeabel terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.8,9 3.1.4. Manifestasi Klinis Penderita merasa gatal dan kelainan berbatas tegas terdiri atas bermacammacam efloresensi kulit (polimorfi).1 Bagian tepi lesi lebih aktif (tanda peradangan) tampak lebih jelas dari pada bagian tengah. Bentuk lesi yang beraneka ragam ini dapat berupa sedikit hiperpigmentasi dan skuamasi menahun.4 Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas, terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi lesi. Daerah di tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif yang sering disebut dengan central healing.2
11
Gambar 3.1 Central Healing. Bagian tepi lesi lebih aktif (tanda peradangan), lesi bulat, berbatas tegas, terdiri atas eritema, papul ditepi lesi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang, bagian tepi terlihat aktif.
Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Kelainan kulit juga dapat dilihat secara polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Lesi dapat meluas dan memberikan gambaran yang tidak khas terutama pada pasien imunodefisiensi.3 Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersamaan timbul dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya.10 3.1.5. Diagnosis Banding Diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan ruam yang diderita pasien. Dari gambaran klinis didapatkan lesi di leher, lengan, tungkai, dada, perut atau punggung.2,4 Infeksi dapat terjadi setelah kontak dengan orang terinfeksi serta hewan ataupun obyek yang baru terinfeksi. Pasien mengalami gatal-gatal, nyeri atau bahkan sensasi terbakar.4 Beberapa kasus membutuhkan pemeriksaan dengan lampu wood yang mengeluarkan sinar UV dengan gelombang 3650 Å yang jika didekatkan pada lesi akan timbul warna kehijauan.5 Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 1020% bila positif memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora (Gambar 3).2 Pemeriksaan dengan biakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. 12
Yang dianggap baik pada pemeriksaan ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud. Biakan memberikan hasil yang lebih lengkap, akan tetapi lebih sulit dikerjakan, biayanya lebih mahal, hasil yang diperoleh dalam waktu lebih lama dan sensitivitasnya kutrang (± 60%) bila dibandingkan dengan cara pemeriksaan sediaan langsung.7 Tidaklah sulit untuk menentukan diagnosis tinea korporis pada umumnya, namun ada beberapa penyakit kulit yang dapat mengaburkan diagnosis misalnya dermatitis seboroika, psoriasis, dan pitiriasis rosea.11 Kelainan pada kulit pada dermatitis seboroika selain dapat menyerupai tinea korporis, biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya di kulit kepala (scalp), lipatan kulit, misalnya belakang telinga, daerah nasolabial dan sebagainya.6 Pitiriasi rosea yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas pada tubuh dan bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis tanpa herald patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis. Pemeriksaan laboratorium dapat memastikan diagnosisnya. Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit pada tempat predileksi yaitu di daerah ekstensor, misalnya lutut, siku dan punggung. Kulit kepala berambut juga sering terkena penyakit ini. Adanya lekukan pada kuku dapat menolong untuk menentukan diagnosis.7 Psoriasis pada sela paha dapat menyerupai tinea kruris. Lesi-lesi pada psoriasis biasanya lebih merah, skuama lebih banyak dan lamelar. Adanya lesi psoriasis pada tempat lesi dapat menentukan diagnosis.4 Kandidiosis pada lipatan paha mempunyai konfigurasi hen and chicken. Kelainan ini biasanya basah dan berkrusta. Pada wanita ada tidaknya fluor albus dapat membantu mengarahkan diagnosis. Pada penderita-penderita diabetes mellitus, kandidiosis merupakan penyakit yang sering dijumpai. Eritrasma merupakan penyakit yang tersering berlokasi di daerah sela paha. Efloresensi yang sama yaitu eritema dan skuama pada seluruh lesi merupakan tanda khas penyakit ini. Pemeriksaan dengan lampu wood dapat menolong dengan adanya efloresensi merah (coral red).5 3.1.6. Penatalaksanaan Mengidentifikasi faktor predisposisi dan menyingkirkan yang dapat dihindari merupakan hal yang penting dalam tatalaksana selain terapi. Terapi dapat
13
menggunakan terapi topikal atau sistemik, dengan beberapan pertimbangan, antara lain luas lesi, biaya, kepatuhan pasien, kontra indikasi, dan efek samping. Banyak pengobatan topikal yang telah tersedia untuk mengobati tinea kruris.2,11 Nonmedikamentosa: 1. Menghindari dan mengeliminasi agen penyebab 2. Mencegah penularan Medika mentosa tinea korporis dan kruris : 1. Topikal: Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin) sekali sehari selama 1-2 minggu. Alternatif : Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol, klotrimazol 2 kali sehari selama 4-6 minggu. 2. Sistemik: Diberikan bila lesi kronik, luas, atau sesuai indikasi. Obat pilihan: terbinafin oral 1x250 mg/hari (hingga klinis membaik dan hasil pemeriksaan laboratorium negatif) selama 2 minggu. Alternatif: Itrakonazol 2x100 mg/hari selama 2 minggu, Griseofulvin oral 500 mg/hari atau 10-25 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu, Ketokonazol 200 mg/hari. Catatan: a. Lama pemberian disesuaikan dengan diagnosis b. Hati-hati
efek
samping
obat
sistemik,
khususnya
ketokonazol,
Griseofulvin dan terbinafin hanya untuk anak usia di atas 4 tahun. 3.1.7. Pencegahan Faktor-faktor yang perlu dihindari atau dihilangkan untuk mencegah terjadi tinea korporis antara lain: mengurangi kelembapan tubuh penderita dengan menghindari pakaian yang panas, menghindari sumber penularan yaitu binatang, kuda, sapi kucing, anjing atau kontak dengan penderita lain, menghilangkan fokal infeksi di tempat lain misalnya di kuku atau di kaki, meningkatkan higienitas dan mengatasi faktor predisposisi lain seperti diabetes mellitus, kelainan endokrin yang lain, leukimia harus terkontrol dengan baik.1
14
Juga beberapa faktor yang memudahkan timbulnya residif pada tinea korporis harus dihindari atau dihilangkan antara lain: temperatur lingkungan yang tinggi, keringat berlebihan, pakaian dari bahan karet atau nilon, kegiatan yang banyak berhubungan dengan air, misalnya berenang, kegemukan, selain faktor kelembapan, gesekan kronis dan keringat yang berlebihan disertai higienitas yang kurang, memudahkan timbulnya infeksi jamur.1,4 3.1.8. Prognosis Prediktor-prediktor yang mempengaruhi prognosis diantaranya faktor : usia, sistem kekebalan tubuh, dan perilaku keseharian penderita. Tinea korporis merupakan salah satu penyakit kulit yang menular dan bisa mengenai anggota keluarga lain yang tinggal satu rumah dengan penderita.5 Anak-anak dan remaja muda paling rentan ditularkan tinea korporis. Disarankan untuk lebih teliti dalam memilih bahan pakaian yang tidak terlalu ketat, tidak berbahan panas dan bahan pakaian yang tidak menyerap keringat. Penularan juga dipermudah melalui binatang yang dipelihara dalam rumah penderita tinea korporis.7 Faktor usia juga dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Semakin bertambahnya usia, maka sistem kekebalan tubuh pun akan menurun, jadi lebih beresiko dan mudah tertular suatu penyakit, termasuk tinea korporis.10 Perkembangan penyakit tinea korporis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan penyebab penyakitnya, disamping faktor-faktor yang memperberat atau memperingan penyakitnya. Apabila faktor-faktor yang memperberat penyakit dapat dihilangkan, umumnya penyakit ini dapat hilang sempurna. Tinea korporis mempunyai prognosa baik dengan pengobatan yang adekuat dan kelembaban dan kebersihan kulit yang selalu dijaga.9
15
BAB IV ANALISA KASUS
Pada kasus ini, Ny.W didiagnosis dengan tinea corporis. Diagnosis tinea corporis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan keluhan utama bercak kemerahan yang meluas di sertai gatal sejak ± 2 minggu yang lalu sebelum datang ke rumah sakit. Dari anamnesis, didapatkan pasien perempuan 35 tahun, pasien merupakan ibu rumah tangga dan sering berkeringat setelah melakukan aktivitas serta jarang mengganti pakaian ketika baju lembab terkena keringat. Pada pasien ini sesuai dengan teori dimana terdapat faktor predisposisi yaitu berkeringat dan tidak mengganti baju ketika baju lembab. Kondisi atau faktor predisposisi yang dapat menyebabkan perkembangan jamur menjadi patologis pada tinea corporis termasuk berkeringat, suhu, kelembapan lingkungan yang tinggi, dan faktor genetik, dan kondisi imunosupresif.2,5 Pasien mengeluhkan bercak kemerahan berbentuk bulat yang meluas di sertai gatal pada kaki kiri dan leher bagian depan. Awalnya timbul bercak kemerahan kecil pada kaki sebelah kiri. Bercak kemerahan tersebut terasa gatal. Gatalnya semakin bertambah apabila pasien berkeringat. Saat gatal, pasien sering menggaruk, sehingga bercak tersebut semakin melebar dan bertambah banyak. Hal ini sesuai dengan teori dimana lesi tinea corporis
berupa bercak-bercak
berbentuk bulat dan pada umumnya bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain dan lokalisasinya terdapat pada kulit tubuh tidak berambut di daerah muka, lengan, badan, kaki dan gluteal.2 Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi di regio coli dan cruris sinistra. Lesi berupa plak eritem, jumlah multiple, ukuran miliar sampai plakat, bentuk bulat, sirkumskrip, penyebaran diskret, permukaan ditutupi skuama halus, dan tepi aktif. Hal ini sesuai dengan gambaran tinea corporis dimana kelainan berbatas tegas terdiri atas bermacam-macam efloresensi kulit, bagian tepi lesi lebih aktif dari yang ditengahnya (tanda peradangan). Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas, terdiri atas eritema, skuama, 16
kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi lesi. Daerah di tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif yang sering disebut dengan central healing.2 Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan dermatologis. Berdasarkan kepustakaan
pemeriksaan
penunjang
yang
disarankan
dilakukan
untuk
menegakkan tinea corporis antara lain adalah pemeriksaan langsung dengan mikroskop menggunakan larutan KOH 10%. Pemeriksaan dengan KOH 10% Diharapkan akan terlihat hifa dan spora, terlihat hifa berbentuk dua garis sejajar, terbagi oleh sekat dan bercabang maupun spora berderet/ artospora. Kemudian juga dapat dilakukan pemeriksaan lampu wood dan diharapkan hasil pemeriksaan lampu wood didapatkan pendaran warna kuning kehijauan.2 Diagnosis banding pada pasien ini adalah tinea corporis, psoriasis vulgaris, pitiriasis rosea. Pada pemeriksaan fisik tinea corporis tidak terdapat herald patch. Hal ini menyingkirkan diagnosis banding pitiriasis rosea. Menurut kepustakaan, Lesi utama yang paling umum ialah munculnya lesi soliter berupa makula eritem yang secara bertahap akan membesar dalam beberapa hari dengan diameter 2-10 cm, berwarna pink salmon, berbentuk oval dengan skuama selapis. Lesi yang pertama muncul ini disebut dengan Herald Patch/Mother plaque/Medalion. Herald patch ini akan bertahan selama satu minggu atau lebih, dan saat lesi ini akan mulai hilang, efloresensi lain yang baru akan bermunculan berupa makula berbentuk oval hingga plak berukuran 0,5-2 cm berwarna kemerahan atau dapat juga berupa hiperpigmentasi pada orang-orang yang berkulit gelap, dengan koleret dari skuama di bagian tepinya. Lokasinya juga sering ditemukan di lengan atas dan paha atas. Lesi-lesi yang muncul berikutnya jarang menyebar ke lengan bawah, tungkai bawah, dan wajah. Namun, sesekali bisa didapatkan pada daerah tertentu seperti leher, sela paha, atau aksila. Penyebaran lesi pada batang tubuh sumbu panjangnya mengikuti garis lipatan kulit, pada daerah punggung lesi tersebar membentuk gambaran pohon natal terbalik atau huruf V terbalik, sedangkan pada daerah dada dan perut penyebaran lesi membentuk huruf V. Dari pemeriksaan fisik lesi psoriasis vulgaris lebih eritem, plak berbentuk oval berbatas tegas, skuama lebih banyak dan tebal berlapis tanpa adanya central healing.
17
Tempat predileksi psoriasis vulgaris yaitu pada daerah scalp, perbatasan daerah tersebut dengan wajah, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut dan daerah lumbosakral, sehingga diagnosis banding psoriasis vulgaris dapat disingkirkan. Pada pemeriksaan dermatologis pada tinea corporis didapatkan lesi plak eritematosa, multiple, ukuran milier hingga plakat, tepi lesi tampak tanda radang dan lebih aktif dari yang di tengah (central healing), diskret, permukaan ditutupi skuama halus. Tempat predileksinya yaitu di daerah leher bagian depan dan kaki kiri. Umumnya tinea corporis timbul di daerah kulit yang tidak berambut (glabrous skin) seperti muka, leher, badan, lengan, tungkai, dan gluteal.2 Penatalaksanaan
pada
pasien
ini
berupa
nonmedikamentosa
dan
medikamentosa. Untuk penatalaksanaan nonmedikamentosa, diberikan informasi berupa edukasi bahwa penyakitnya adalah kurap, penyebabnya adalah jamur dan dapat menular. Kondisi ini tidak meninggalkan jaringan parut yang permanen atau perubahan warna kulit, membaik dalam beberapa minggu setelah terapi. Edukasi pasien untuk menjaga kebersihan dan kelembaban kulit terutama pada daerah yang berkeringat banyak dengan cara segera mengganti pakaian bila lembab atau basah. Menggunakan pakaian yang bersih, kering, tidak ketat dan dapat menyerap keringat serta mengkonsumsi makanan yang sehat dan kontrol kembali untuk menilai keberhasilan terapi. Sedangkan untuk penatalaksanaan medikamentosa, pada pasien ini diberikan ketokonazole 2% cream dioleskan di seluruh daerah lesi 2x sehari setelah mandi selama 4 minggu, ketokonazol oral 200 mg 1x1 selama 2 minggu dan certirizine oral 10 mg/hari selama 14 hari. Berdasarkan kepustakaan penatalaksanaan tinea corporis obat pilihan dapat diberikan golongan alilamin (terbinafin, butenafin) sekali sehari selama 1-2 minggu, atau dapat diberikan alternative golongan azol (ketokonazol). Pada pasien ini diberikan obat ketokonazol krim dan oral. Sebenarnya obat yang lebih baik diberikan adalah golongan alilamin, dikarenakan golongan alilamin bersifat fungisidal dimana obat tersebut merupakan suatu senyawa yang dapat membunuh jamur dengan cara menekan biosintesis ergosterol.12,13 Namun dikarenakan obat terbinafin cukup mahal dan sulit di temukan maka pada pasien ini diberikan ketokonazol yang bersifat fungistatik dimana obat tersebut menghambat pertumbuhan jamur dengan cara mengganggu enzim kerja sitokrom P-450 lanosterol 14-demethylase yang
18
berfungsi sebagai katalisator untuk mengubah lanosterol menjadi ergosterol.12,13 Pemberian obat topikal ketoconazole krim karena epidermis daerah coli dan cruris tidak terlalu tebal sehingga dapat menggunakan krim. Sementara untuk obat mengurasi rasa gatal dapat diberikan cetirizine 10 mg/hari selama 14 hari, cetirizine bekerja dengan memblokir efek pelepasin histamine dimana histamine merupakan salah satu mediator yang menyebabkan gatal.2
19
BAB V KESIMPULAN
Tinea corporis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita. Penyakit ini ditandai dengan lesi berbentuk makula atau plak eritema yang bisa melebar dan bagian tepi lesi yang aktif. Gejala subjektif gatal dapat tidak dirasakan oleh pasien atau dapat dirasakan sampai mengganggu aktifitas sehari-hari. Faktor resiko kebersihan lingkungan yang buruk, menggunakan pakaian ketat atau lembab, obesitas dan hewan peliharaan dengan penyakit kulit perlu dihindari. Penyakit ini tidak menyebabkan kematian, tapi mengganggu kenyamanan dan estetika kulit. Dalam pengobatan Tinea Corporis, selain pengobatan farmakologi, juga penting untuk memberikan edukasi kepada pasien tentang faktor pencetus dan faktor resiko untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah penyakit berulang.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Wirya Duarsa. Dkk.: Pedoman Diagnosi dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar. 2010. 2. Linuwih S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 7th Ed. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2015. 3. Sularsito, Sri Adi.Dkk. : Dermatologi Praktis. Perkumpulan Ahli Dermatologi dan Venereologi Indonesia, Jakarta. 2006. 4. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008. 5. Fitzpatrick, Thomas B. Dermatology in General Medicine, seventh edition. New York: McGrawHill:2008. 6. Berman, Kevin. “Tinea corporis – All information”. MultiMedia Medical Encyclopedia. University of Maryland Medical Center. 2008. 7. Brannon, Heather. “Ringworm-Tinea Corporis”. About.com Dermatology. About.com. 2010. 8. Tinea corporis, Tinea cruris, and Tinea pedis. Mycoses. Doctor-Fungus. 2007. 9. James, William D.; Berger, Timothy G.; Elston, Dirk M.; Odom, Richard B. (2006). Andrews’ Diseases of the Skin: Clinical Dermatology (10th ed.). Philadelphia; Saunders Elsevier.p. 302. 10. Gupta, Aditya K.; Chaudhry, Maria; Elewski, Boni. “Tinea coeporis, tinea cruris,
tinea
nigra,
and
piedra”.
Dermatologic
Clinics
(Philadelphia;Elsevier Health Sciences Division) 21 (3); 395-400. 11. Yosella T. Diagnosis And Treatmen Of Tinea Cruris. Faculty of Medicine University Lampung. Lampung. 2015. 12. PERDOSKI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin Di Indonesia. Jakarta. 2017. 13. Dumasari R. Pengobatan dermatomikosis. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. FKUSU.2008
21