Crs Marasmik

  • Uploaded by: Aria Mori
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Crs Marasmik as PDF for free.

More details

  • Words: 5,832
  • Pages: 32
Case Report Sesion

MARASMUS

Oleh: Hasbiyetil Husni

1740312603

Preseptor: Dr. dr. EVA CHUNDRAYETTI, Sp.A (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUP DR. M. DJAMIL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2019

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan seharihari atau disebabkan oleh gangguan penyakit tertentu, sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. KEP adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia.1,2 Pada tahun 2013, terdapat 51 juta balita di dunia menderita gizi kurang dan 17 juta gizi buruk. Secara global, prevalensi gizi kurang pada tahun 2013 diperkirakan hampir 8% dan hampir sepertiga dari itu adalah gizi buruk.3 Menurut Riskesdas tahun 2013, jumlah balita gizi kurang dan buruk di Indonesia masih sebesar 4,5 juta.4 Marasmus merupakan salah satu dari tiga bentuk KEP. Dua bentuk lainnya adalah kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor. Marasmus paling sering ditemukan pada bayi usia 0-2 tahun yang tidak mendapatkan cukup air susu ibu (ASI). Penyebabnya antara lain karena masukan makanan yang sangat kurang, infeksi, pembawaan lahir, prematuritas, penyakit pada masa neonatus, serta kesehatan lingkungan. Gejala klinis yang dapat ditemukan pada marasmus yaitu wajah seperti orang tua (old man face), kulit keriput, dan rambut tipis. Berat badan sangat rendah kurang dari 60% berat badan sesuai dengan usianya. 1 KEP pada anak-anak berdampak menghambat pertumbuhan fisik, menurunnya daya tahan tubuh yang berakibat rentan terhadap penyakit infeksi, dan menurunnya tingkat kecerdasan. 1.2 Batasan Masalah Makalah ini membahas mengenai KEP secara umum dan marasmus khususnya meliputi definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, tata laksana, komplikasi dan prognosis. 1.3 Tujuan Penulisan Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai KEP pada umumnya dan marasmus.

2

1.4 Metode Penulisan Metode penulisan berupa hasil pemeriksaan pasien, rekam medis pasien, dan tinjauan kepustakaan yang mengacu pada berbagai literature, termasuk buku teks dan artikel ilmiah.

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi.1 Marasmus adalah bentuk malnutrisi energi protein yang terutama disebabkan kekurangan kalori berat dalam jangka waktu lama, terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan, yang ditandai dengan retardasi pertumbuhan dan pengurangan lemak bawah kulit dan otot secara progresif tetapi biasanya masih ada nafsu makan dan kesadaran mental.5 2.2 Epidemiologi Terdapat 51 juta balita di dunia menderita gizi kurang dan 17 juta gizi buruk pada tahun 2013. Secara global, prevalensi gizi kurang pada tahun 2013 diperkirakan hampir 8% dan hampir sepertiga dari itu adalah gizi buruk.3 Menurut data Riskesdas tahun 2013, jumlah balita gizi kurang dan buruk di Indonesia masih sebesar 4,5 juta.4 2.3 Klasifikasi Tujuannya adalah untuk menentukan prevalensi KEP di suatu daerah, sehingga dapat menentukan presentasi gizi-kurang dan berat di daerah tersebut. 1.3.1

Klasifikasi menurut derajat beratnya KEP

a. Klasifikasi menurut Gomez Klasifikasi tersebut berdasarkan atas berat badan individu dibandingkan dengan berat badan yang diharapakan pada anak sehat yang seumur. Sebagai baku patokan dipakai persentil 50 baku Harvard (Stuart dan Stevenson, 1945). Gomez mengelompokkan KEP dalam KEP ringan, sedang, dan berat.

4

Tabel 1. Klasifikasi KEP menurut Gomez

*Baku = persentil 50 Harvard b. Modifikasi Bengoa atas Klasifikasi Gomez Bengoa pada tahun 1970 mengadakan modifikasi pada klasifikasi Gomez, yang hanya didasarkan pada defisit berat badan saja. Penderita KEP dengan edema, tanpa melihat defisit berat badannya digolongkan oleh Bengoa dalam derajat 3. Penderita kwarsiorkor berat badannya jarang menurun hingga kurang dari 60% disebabkan oleh adanya edema, sedangkan lemak tubuh dan otot-ototnya tidak mengurang sebanyak seperti pada keadaan marasmus. Padahal kwarshiorkor merupakan penyakit yang serius dengan angka kematian tinggi. c. Modifikasi yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan R.I. Demi keseragaman dalam membuat rencana dan mengevaluasi programprogram pangan dan gizi serta kesehatan masyarakat, maka Lokakarya Antropometri Gizi Departemen Kesehatan R.I yang diadakan pada tahun 1975 membuat keputusan yang merupakan modifikasi klasifikasi Gomez. Berbeda dengan penggolongan yang ditetapkan Gomez, lokakarya mengklasifikasikan status gizi dalam gizi lebih, gizi kurang, dan gizi buruk. Tabel 2. Klasifikasi KEP menurut Depkes (1975)

*Sebagai baku patokan dipakai persentil 50 Harvard.

5

1.3.2

Klasifikasi menurut tipe (Klasifikasi Kualitatif) Klasifikasi ini menggolongkan KEP menurut tipenya, yaitu gizi kurang,

marasmus, kwarshiorkor, dan marasmus-kwarshiorkor. a. Klasifikasi kualitatif menurut Wellcome Trust. Cara Wellcome Trust dapat dipraktekan dengan mudah, tidak ditemukan penentuan gejala klinis maupun laboratories, dan dapat dilakukan oleh para tenaga medis setelah diberi latihan seperlunya. Cara ini dapat digunakan untuk survei lapangan, namun apabila dilakukan pada penderita yang sudah mengalami perawatan dan pengobatan selama beberapa hari dapat membuat diagnosa menjadi salah. Misalnya pada penderita kwarshiorkor dengan berat badan > 60%, jika dirawat selama 1 minggu maka edema akan hilang dan berat badan menjadi < 60% walaupun gejala lainnya masih ada. Dengan berat badan < 60% dan tidak ada edema, maka penderita

tersebut

dapat

didiagnosa

sebagai

marasmus

dengan

menggunakan metode Wellcome Trust. Tabel 3. Klasifikasi Kualitatif KEP menurut Wellcome Trust.

* baku = persentil 50 Harvard. b. Klasifikasi Kualitatif menurut McLaren McLaren mengklasifikasikan golongan KEP berat dalam 3 kelompok menurut tipenya. Gejala klinis edema, dermatosis, edema disertai dermatosis, perubahan pada rambut, dan pembesaran hati diberi angka bersama-sama dengan menurunnya kadar albumin atau total protein serum. Cara seperti ini dikenal sebagai scoring system McLaren.

6

Tabel 4. Cara pemberian angka menurut McLaren.

Penentuan tipe didasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan dari tiap penderita: 0 – 3 angka = marasmus 4 – 8 angka = marasmic-kwarshiorkor 9 – 15 angka = kwarshirkor Cara demikian dapat mengurangi kesalahan jika dibandingkan dengan cara Wellcome Trust, akan tetapi harus dilakukan oleh seorang dokter dengan bantuan laboratorium. c. Klasifikasi KEP menurut Waterlow Waterlow (1973) membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan menahun. Beliau berpendapat, bahwa defisit berat badan terhadap tinggi badan mencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting (kurus-kering), sedangkan defisit tinggi badan menurut umur merupakan akibat kekurangan gizi yang berlangsung sangat lama. Akibat tersebut dapat mengganggu laju pertumbuhan tinggi badan, sehingga anak menjadi pendek (stunting) untuk umurnya. Waterlow membagi keadaan wasting dan stunting dalam 3 kategori.

7

Tabel 5. Klasifikasi KEP menurut Waterlow.

Lokakarya Antropometri Dep.Kes. R.I pada tahun 1975 memutuskan untuk mengambil baku Harvard persentil 50 sebagai patokan dan menggolongkannya sebagai berikut: Bagi tinggi menurut umur: Tinggi normal

: diatas 85% Harvard persentil 50

Tinggi kurang

: 70 – 84 % Harvard persentil 50

Tinggi sangat kurang : < 70% Harvard persentil 50 Bagi berat terhadap tinggi: Gizi baik

: ≥ 90% Harvard persentil 50

Gizi kurang dan buruk : < 90% Harvard persentil 50 5 Gizi buruk juga dapat diklasifikasikan berdasarkan gambaran klinis sebagai berikut: a. Marasmus Malnutrisi berat pada bayi sering terdapat di daerah dengan makanan yang tidak cukup atau hygiene jelek. Sinonim marasmus ditetapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu atau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. Gambaran klinis marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet yang tidak cukup. Hal ini berhubungan dengan kebiasaan makan yang tidak tepat seperti pada hubungan orang tua dan anak yang terganggu, atau karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Gangguan berat setiap sistem tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi. 5

8

Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada kulit, sehingga kulit menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang. Lemak pada daerah pipi adalah bagian yang terakhir hilang, sehingga dalam beberapa waktu wajah bayi tampak terlihat relatif normal sampai nantinya menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar dan gambaran usus dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot akibat hipotoni. Suhu biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolisme dasar cenderung menurun. Mulamula mungkin bayi rewel, tapi kemudian menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul diare dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit.5 b. Malnutrisi protein (malnutrisi protein kalori, kwarshiorkor). Anak

harus

mengkonsumsi

cukup

makanan

nitrogen

untuk

mempertahankan keseimbangan positif (karena sedang dalam masa pertumbuhan). Walaupun defisiensi kalori dan nutrient lain mempersulit gambaran klinik dan kimia, gejala utama malnutrisi protein disebabkan karena masuknya protein tidak cukup bernilai biologis baik. Dapat juga karena penyerapan protein terganggu, seperti pada diare kronis, kehilangan protein abnormal seperti proteinuria atau nefrosis, infeksi, perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein seperti pada penyakit hati kronis.5 Kwarshiorkor merupakan sindroma klinis akibat dari malnutrisi protein berat (MEP berat) dan masukan kalori tidak cukup. Dari kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronis, akibat defisiensi vitamin dan mineral dapat turut menimbulkan tanda dan gejala tersebut. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan menonjol di dunia saat ini terutama pada daerah industri belum berkembang.5 2.4 Etiologi Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang

9

kurang dan anak sering sakit atau terkena infeksi. Selain itu gizi buruk dipengaruhi oleh faktor lain seperti sosial ekonomi, kepadatan penduduk, kemiskinan, dan lain-lain.5 Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut: 1. Masukan makanan yang kurang. Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit,pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer. 2. Infeksi Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital. 3. Kelainan struktur bawaan Seperti penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosispilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas. 4. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI yang kurang. 5. Pemberian ASI Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup. 6. Gangguan metabolik Seperti renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance. 7. Tumor hipothalamus Jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab marasmus yang lain telah disingkirkan.

10

8. Penyapihan Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang akan menimbulkan marasmus. 9. Urbanisasi Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus; meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu; dan bila diserta idengan infeksi berulang, terutama gastro enteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus. 2.5 Patogenesis Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab), dan lingkungan. Memang faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan. Marasmus adalah compensated malnutrition atau sebuah mekanisme adaptasi tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi

kebutuhan

pokok

atau

energi.

Kemampuan

tubuh

untuk

mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama kurangnya intake makanan, jaringan lemak akan dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Setelah lemak tidak dapat mencukupi kebutuhan energi, maka otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan. Pada akhirnya setelah semua tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi lagi, protein akan dipecah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini berjalan menahun, dan merupakan respon adaptasi terhadap ketidak cukupan asupan energi dan protein.5

11

2.6 Manifestasi Klinis Pada kasus malnutrisi yang berat, gejala klinis terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu kwashiokor dan marasmus. Pada kenyataannya jarang sekali ditemukan suatu kasus yang hanya menggambarkan salah satu dari bagian tertentu saja. Sering kali pada kebanyakan anak-anak penderita gizi buruk, yang ditemukan merupakan perpaduan gejala dan tanda dari kedua bentuk malnutrisi berat tersebut.5,6 Marasmus lebih sering ditemukan pada anak-anak dibawah usia satu tahun, sedangkan insiden pada anak-anak dengan kwashiokor terjadi pada usia satu hingga enam tahun. Pada beberapa negara seperti di Asia dan Afrika, marasmus juga didapatkan pada anak yang lebih dewasa dari usia satu tahun (toddlers), sedangkan di Chili, marasmus terjadi pada bulan pertama kehidupan anak tersebutnya.5,6 Gejala pertama dari malnutrisi tipe marasmus adalah kegagalan tumbuh kembang. Pada kasus yang lebih berat, pertumbuhan bahkan dapat terhenti sama sekali. Selain itu didapatkan penurunan aktifias fisik dan keterlambatan perkembangan psikomotorik. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik, akan ditemukan suara tangisan anak yang monoton, lemah, dan tanpa air mata, lemak subkutan menghilang dan lemak pada telapak kaki juga menghilang sehingga memberikan kesan tapak kaki seperti orang dewasa. Kulit anak menjadi tipis dan halus, mudah terjadi luka tergantung adanya defisiensi nutrisi lain yang ikut menyertai keadaan marasmus. Kaki dan tangan menjadi kurus karena otot-otot lengan serta tungkai mengalami atrofi disertai lemak subkutan yang turut menghilang. Pada pemeriksaan protein serum, ditemukan hasil yang normal atau sedikit meningkat. Selain itu keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya lemak subkutan pada wajah. Akibatnya ialah wajah anak menjadi lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang. Cengeng dan rewel serta lebih sering disertai diare kronik atau konstipasi, serta penyakit kronik. Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan menjadi berkurang.6,7

12

Marasmus

Kwashiorkor



 Perubahan mental sampai Pertumbuhan berkurang apatis atau berhenti  Anemia  Terlihat sangat kurus  Perubahan warna dan  Penampilan wajah seperti tekstur rambut, mudah orangtua dicabut / rontok  Perubahan mental  Gangguan sistem  Cengeng gastrointestinal  Kulit kering, dingin,  Pembesaran hati mengendor, keriput  Perubahan kulit  Lemak subkutan  Atrofi otot menghilang hingga turgor  Edema simetris pada kulit berkurang kedua punggung kaki,  Otot atrofi sehingga kontur dapat sampai seluruh tulang terlihat jelas tubuh.  Vena superfisialis tampak jelas  Ubun – ubun besar cekung  Tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol  Mata tampak besar dan dalam  Kadang terdapat bradikardi  Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sebaya *Manifestasi klinis dari marasmik-kwashiorkor merupakan campuran gejala marasmus dan kwashiorkor

2.7 Diagnosis Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk mengetahui penyebab harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan anak serta riwayat penyakit yang lalu. Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang. Lemak pada daerah pipih adalah bagian terakhir yang hilang sehingga untuk beberapa waktu muka bayi tampak relatif normal sampai nantinya menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar dan gambaran usus dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolisme

13

basal cenderung menurun. Mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudian menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul diare dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit.7,8 Ciri dari marasmus antara lain: - Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus - Perubahan mental - Kulit kering, dingin dan kendur - Rambut kering, tipis dan mudah rontok - Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang - Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas - Sering diare atau konstipasi - Kadang terdapat bradikardi - Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya - Kadang frekuensi pernafasan menurun

Selain itu marasmus harus dapat dibedakan dengan kasus malnutrisi lainnya yaitu kwashiokor agar tidak terjadi kesalahan dalam penegakkan diagnosa yang dapat berpengaruh pada tindak lanjut kasus ini. Kwashiorkor merupakan sindroma klinis akibat dari malnutrisi protein berat (MEP berat) dengan masukan kalori yang cukup. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini terutama yang berada didaerah industri belum berkembang. Kwashiorkor berarti “anak tersingkirkan”, yaitu anak yang tidak lagi menghisap, gejalanya dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun, biasanya sesudah menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat badan dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak normal.7 Ciri dari Kwashiorkor menurut antara lain: - Perubahan mental sampai apatis - Sering dijumpai Edema - Atrofi otot - Gangguan sistem gastrointestinal - Perubahan rambut dan kulit

14

- Pembesaran hati - Anemia

Diagnosis ditegakkan dengan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila: - BB/TB < -3 SD atau , 70 % dari median (marasmus) - Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor: BB/TB > - 3 SD atau marasmic kwashiorkor: BB/TB < -3SD).

Jika BB/TB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat, paha, tulang iga terlihat jelas, dengan atau tanpa adanya edema. Anak – anak dengan BB/U <60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin anak tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jika ditemukan penyakit lain yang berat. Kasus malnutrisi yang berat, gejala klinis terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu kwashiokor dan marasmus. Pada kenyataannya jarang sekali ditemukan suatu kasus yang hanya menggambarkan salah satu dari bagian tertentu saja. Sering kali pada kebanyakan anak-anak penderita gizi buruk, yang ditemukan merupakan perpaduan gejala dan tanda dari kedua bentuk malnutrisi berat tersebut. 2.8 Tatalaksana Tatalaksana umum malnutrisi energi protein: 

Penilaian triase anak dengan gizi buruk dengan tatalaksana syok pada anak dengan gizi buruk.



Jika ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin; tutup mata dengan kasa yang telah dibasahi dengan larutan garam normal, dan balutlah. Jangan beri obat mata yang mengandung steroid.



Jika terdapat anemia berat, diperlukan penanganan segera.

15

Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 3 fase yaitu fase stabilisasi, fase transisi, fase rehabilitasi dan fase tindak lanjut. 1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3 mmol/L atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau larutan glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit. Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa kadar gula darah, maka semua anak gizi buruk harus dianggap menderita hipoglikemia dan segera ditangani sesuai panduan. 2. Mencegah dan mengatasi hipotermia Suhu aksila < 35.5° C. 3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk. Hal ini disebabkan oleh sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak dengan gizi buruk, hanya dengan menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi buruk dengan diare cair, bila gejala dehidrasi tidak jelas, anggap dehidrasi ringan. 4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap setengah jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya. Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan gagal jantung dan kematian. Periksalah: - frekuensi napas - frekuensi nadi - frekuensi miksi dan jumlah produksi urin - frekuensi buang air besar dan muntah Selama proses rehidrasi, frekuensi napas dan nadi akan berkurang dan mulai ada diuresis. Kembalinya air mata, mulut basah cekung mata dan fontanel berkurang serta turgor kulit membaik merupakan tanda membaiknya hidrasi, tetapi anak gizi buruk seringkali tidak memperlihatkan tanda tersebut walaupun rehidrasi penuh telah terjadi, sehingga sangat penting untuk memantau berat badan.

16

5. Mengobati infeksi Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam, seringkali tidak ada, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi. Oleh karena itu, anggaplah semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat mereka datang ke rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia merupakan tanda infeksi berat. 6. Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu sampai anak mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat adannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi. 7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi Pada fase awal, pemberian makan (formula) harus diberikan secara hati-hati sebab keadaan fisiologis anak masih rapuh. Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas maupun rendah laktosa. Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral. Energi: 100 kkal/kgBB/hari. Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari. Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari). Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan. 8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah kembalinya nafsu makan dan edema minimal atau hilang. 9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang - ungkapan kasih sayang - lingkungan yang ceria - terapi bermain terstruktur selama 15–30 menit per hari - aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat - keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya menghibur, memberi makan, memandikan, bermain) 10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah Bila telah tercapai BB/TB > -2 SD (setara dengan >80%) dapat dianggap anak telah sembuh. Anak mungkin masih mempunyai BB/U rendah karena anak

17

berperawakan pendek. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah. Melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan dan mengikuti program pemberian vitamin A (Februari dan Agustus). 2.9 Komplikasi 

Noma

Noma merupakan penyakit yang kadang-kadang menyertai malnutrisi tipe marasmus-kwashiokor.

Noma

atau

stomatitis

gangraenosa

merupakan

pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat menembus pipi. Noma terjadi pada malnutrisi berat karena adanya penurunan daya tahan tubuh. 

Xeroftalmia

Penyakit ini sering ditemukan pada malnutrisi yang berat terutama pada tipe marasmus-kwashiokor. Pada kasus malnutrisi ini vitamin A serum sangat rendah sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Oleh sebab itu setiap anak dengan malnutrisi sebaiknya diberikan vitamin A baik secara parenteral maupun oral, ditambah dengan diet yang cukup mengandung vitamin A. 

Tuberkulosis

Pada anak dengan keadaan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan kekebalan tubuh yang akan berdampak mudahnya terinfeksi kuman. Salah satunya adalah mudahnya anak dengan malnutrisi berat terinfeksi kuman mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan penyakit tuberkulosis. 

Sirosis hepatis

Sirosis hepatis terjadi karena timbulnya perlemakan dan penimbunan lemak pada saluran portal hingga seluruh parenkim hepar tertimbun lemak. Penimbunan lemak ini juga disertai adanya infeksi pada hepar seperti hepatitis yang menimbulkan penyakit sirosis hepatis pada anak dengan malnutrisi berat. 

Hipotermia

Hipotermia merupakan komplikasi serius pada malnutrisi berat tipe marasmus. Hipotermia terjadi karena tubuh tidak menghasilkan energi yang akan diubah menjadi energi panas sesuai yang dibutuhkan oleh tubuh. Selain itu lemak subkutan yang tipis bahkan menghilang akan menyebabkan suhu lingkungan sangat mempengaruhi suhu tubuh penderita.

18



Hipoglikemia



Infeksi traktus urinarius



Penurunan kecerdasan

Pada anak dengan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan perkembangan organ tubuhnya. Organ penting yang paling terkena pengaruh salah satunya ialah otak. Otak akan terhambat perkembangannya yang diakibatkan karena kurangnya asupan nutrisi untuk pembentukan sel-sel neuron otak. Keadaan ini akan berpengaruh pada kecerdasan seorang anak yang membuat fungsi afektif dan kognitif menurun, terutama dalam hal daya tangkap, analisa, dan memori. 2.10 Prognosis Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian dari penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi prognosisnya dapat dikatakan baik apabila malnutrisi tipe marasmus ini ditangani secara cepat dan tepat. Kematian dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan penyakit infeksi kronis lain seperti tuberkulosis atau hepatitis yang menyebabkan terjadinya sirosis hepatis dapat dihindari. Pada anak yang mendapatkan malnutrisi pada usia yang lebih muda, akan terjadi penurunan tingkat kecerdasan yang lebih besar dan irreversibel dibanding dengan anak yang mendapat keadaan malnutrisi pada usia yang lebih dewasa. Hal ini berbanding terbalik dengan psikomotor anak yang mendapat penanganan malnutrisi lebih cepat menurut umurnya, anak yang lebih muda saat mendapat perbaikan keadaan gizinya akan cenderung mendapatkan kesembuhan psikomotornya lebih sempurna dibandingkan dengan anak yang lebih tua, sekalipun telah mendapatkan penanganan yang sama. Hanya saja pertumbuhan dan perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi marasmus ini cenderung lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam hal pertumbuhan tinggi badan anak dan pertambahan berat anak, walaupun jika dilihat secara ratio berat dan tinggi anak berada dalam batas yang normal.

19

BAB III LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien Nama

: By. K

Umur

: 55 hari

Tanggal Lahir

: 24 Januari 2019

Jenis Kelamin

: Laki-laki

No. RM

: 01.03.88.89

Nama Ibu Kandung

: Ny. K

Suku

: Minangkabau

Alamat

: Sijunjung

Tanggal Pemeriksaan

: 20 Maret 2019

II. Alloanamnesis Diberikan oleh

: Ibu kandung

Keluhan Utama

: Muntah semakin sering sejak 2 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang -

Muntah semakin sering sejak 2 hari yang lalu, tidak menyemprot, keluar dari mulut dan hidung. Muntah sudah sejak 2 minggu yang lalu dengan frekuensi > 5x/hari, muntah terutama setelah menyusu, jumlah bervariasi paling banyak 5-10 cc/kali, berisi yang diminum dan kadang berwarna kekuningan.

-

Anak diberi ASI ekslusif, mau menyusu.

-

Tidak ada demam dan kejang.

-

Tidak ada batuk, pilek, dan sesak napas.

-

BAK frekuensi, jumlah, dan warna biasa.

-

BAB frekuensi, jumlah, dan warna biasa.

-

Anak post rawatan bangsal anak RSUP Dr. M. Djamil Padang 2 minggu yang lalu, dirawat sejak usia 4 hari, selama 43 hari, pulang dengan keadaan post repair gastroskizis, BB saat pulang 2185 gram. Saat ini BB 1750 gram.

20

Riwayat Penyakit Dahulu -

Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga -

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti pasien.

Riwayat Persalinan Lama hamil

: Kurang bulan

Cara lahir

: Sectio caesaria ai gastroskizis

Ditolong oleh

: Sp.OG

Berat lahir

: 2000 gram

Panjang lahir

: 45 cm

Saat lahir

: Langsung menangis

Kesan

: KMK (kurang masa kehamilan)

Riwayat Makanan dan Minuman Bayi

: ASI

:– sekarang, ASI OD, > 5x sehari.

Susu formula : tidak ada Buah biskuit : tidak ada

Kesan

Bubur susu

: tidak ada

Nasi tim

: tidak ada

: Kualitas dan kuantitas cukup

Riwayat Imunisasi Imunisasi

Dasar/Umur

BCG

-

DPT:

Polio:

1

-

2

-

3

-

1

-

2

-

3

-

Booster/Umur

21

Hepatitis B:

0

Saat lahir

1

-

2

-

Haemofilus Influenza B :

1

-

2

-

3

-

Campak

-

Kesan

Imunisasi dasar tidak lengkap

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Ketawa

: belum bisa

Isap jempol

:-

Miring

: belum bisa

Gigit kuku

:-

Tengkurap

: belum bisa

Sering mimpi

:-

Duduk

: belum bisa

Mengompol

Merangkak

: belum bisa

Aktif sekali

:-

Berdiri

: belum bisa

Apatik

:-

Lari

: belum bisa

Membangkang

:-

Berjalan

: belum bisa

Ketakutan

:-

Gigi pertama

: belum ada

Pergaulan jelek

:-

Bicara

: belum bisa

Kesukaran belajar

:-

Kesan

: Pertumbuhan dan perkembangan

: ada

Riwayat Keluarga

Ayah

Ibu

Nama

Zulkarman

Karwati

Umur

38 tahun

35 tahun

Pendidikan

SD

SMP

Pekerjaan

Petani

IRT

Penghasilan

Rp 1.000.000,- ─

-

Rp 2.000.000,Perkawinan

1

1

Penyakit yang pernah diderita

Tidak ada

Tidak ada

22

Saudara Kandung

Umur

Keadaan sekarang

Muhammad Hamzah/ Laki-laki

-

Meninggal

Khairul Fajri/ Laki-laki

17 tahun

Sehat

Gita Anggraini/ Perempuan

14 tahun

Sehat

Zilvia Ananda Putri/ Perempuan

10 tahun

Sehat

By. Ny. Karwati

0 hari

Pasien

Riwayat Perumahan dan Lingkungan Rumah tempat tinggal

:

Permanen

Pekarangan

:

Luas

Sumber air minum

:

Air PAM

Jamban

:

Di dalam rumah

Sampah

:

Dibakar

Kesan

:

Higiene dan sanitasi kurang baik

III. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Umum Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang, kurang aktif

Berat Badan

: 1750 gram

Panjang Badan : 45 cm

Frekuensi Nadi

: 136x/ menit

Frekuensi Napas

: 40x/ menit

Status Gizi

: Gizi buruk

Suhu

: 36,5 0Celcius

BB/U

: < -3SD

Edema

: Tidak ada

TB/U

: < -3SD

Anemia

: (+)

BB/TB

: < -3SD

Ikterus

: Tidak ada

Sianosis

: Tidak ada

Kulit

: Teraba hangat, CRT < 2 detik, keriput

Kelenjar Getah Bening

: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Kepala

: Bulat, simetris, lingkar kepala 45 cm Old man face

23

Mata

: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), mata cekung (+/+), kornea jernih

Telinga

: Tidak ada kelainan

Hidung

: Tidak ada kelainan, nafas cuping hidung tidak ada

Tenggorok

: Faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tidak hiperemis

Gigi dan Mulut

: Mukosa mulut basah

Leher

: Tidak ada kelainan

Thoraks Paru

Jantung

: Inspeksi

: Simetris kiri=kanan

Palpasi

: Fremitus kiri=kanan

Perkusi

: Tidak dilakukan

Auskultasi

: SN vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

: Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis teraba 1 jari LMCS RIC V

Perkusi

: Tidak dilakukan

Auskultasi

: Irama BJ1 BJ2 reguler, bising tidak ada

Abdomen : Inspeksi

: Tampak membuncit, distensi tidak ada

Palpasi

: Supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: Sulit dinilai

Auskultasi

: BU (+) normal

Ekstremitas

: Akral hangat, CRT < 2 detik

Genitalia

: Tidak ada kelainan

IV. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Darah Rutin (20-3-2019) Jenis Pemeriksaan

Hasil Pemeriksaan

Nilai Rujukan

Hb

12,7 gram/dL

10,6-16,4 gram/dL

Ht

35%

32-50%

Leukosit

13.820/mm

6.000-18.000/mm3

Trombosit

918.000/mm3

150.000-400.000

3

24

Pemeriksaan Darah Lengkap (20-3-2019) Eritrosit

4,7 juta

Retikulosit

0,7%

Hitung jenis

0/2/5/29/53/11

Pemeriksaan Kimia Klinik (20-3-2019) GDR

63 mg/dL

Natrium

109 mmol/L

136-145

Kalium

4,6 mmol/L

3,6-5,1

Calsium

11,4 mg/dL

8,1-10,4

Protein total

6 g/dL

6,6-8,7

Albumin

4 g/dL

3,8-5,0

Globulin

2 g/dL

1,3-2,7

Kesan

: Trombositosis, hiponatremia

V. Daftar Masalah - Muntah - BB turun - Gizi buruk - Post repair gastroskizis - Hiponatremia - Trombositosis

Diagnosis Kerja -

Obstruktif vomitus

-

Gizi buruk tipe marasmik

-

Hiponatremia

-

Post repair gastroskizis

25

VI. Penatalaksanaan 1.

Tata laksana kegawatdaruratan -

2.

Tata laksana nutrisi/dietetik ASI 8x35 cc/ OGT

3.

Tata laksana medikamentosa Koreksi hiponatremia

4.

Edukasi

-

Nasihati ibu untuk tetap memberikan ASI pada anak.

-

Edukasi ibu untuk mencuci tangan setelah membersihkan kotoran anak, sebelum menyusu dan memberi makanan pada anak.

-

Anjurkan ibu untuk membawa anak untuk konsultasi tumbuh kembang.

-

Stimulasi perkembangan anak.

Rencana Pemeriksaan

26

Follow Up 21/3/2019 (07.00) (HR-2) S/ Tidak ada muntah Intake masuk per OGT 8x35 cc, toleransi baik Tidak ada demam, kejang, dan sesak napas BAK cukup, BAB ada. O/ KU: kurang aktif, tampak lemah Nd: 140x/menit, Nf: 40x/menit, T: 36,5 0Celcius BB: 1645 gram Mata

: Cekung, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Thoraks

: Retraksi tidak ada

Abdomen

: Distensi tidak ada

Ekstremitas

: CRT < 2 detik

A/ Obstruktif vomitus Gizi buruk tipe marasmik Hiponatremia Post repair gastroskizis P/ ASI/ OGT Koreksi hiponatremia

Follow Up 22/3/2019 (07.00) (HR_3) S/ Tidak ada muntah Intake masuk per OGT 12x30 cc, toleransi baik Tidak ada demam, kejang, dan sesak napas BAK cukup, BAB ada. O/ KU: kurang aktif, tampak lemah Nd: 135x/menit, Nf: 40x/menit, T: 36,7 0Celcius BB: 1675 gram Mata

: Cekung, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Thoraks

: Retraksi tidak ada

Abdomen

: Distensi tidak ada

Ekstremitas

: CRT < 2 detik

A/ Obstruktif vomitus

27

Gizi buruk tipe marasmik Hiponatremia Post repair gastroskizis P/ ASI/ OGT 12x30 cc Koreksi hiponatremia

Follow Up 22/3/2019 (11.00) (HR-3) S/ Muntah 1x, 5 cc, cairan warna kuning Intake masuk per OGT 12x30 cc, toleransi baik Tidak ada demam, kejang, dan sesak napas BAK cukup, BAB ada. O/ KU: kurang aktif, tampak lemah Nd: 135x/menit, Nf: 40x/menit, T: 36,7 0Celcius BB: 1675 gram Mata

: Cekung, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Thoraks

: Retraksi tidak ada

Abdomen

: Distensi tidak ada

Ekstremitas

: CRT < 2 detik

A/ Obstruktif vomitus Gizi buruk tipe marasmik Hiponatremia Post repair gastroskizis P/ ASI/ OGT 12x30 cc Koreksi hiponatremia Hasil Laboratorium 22-2-2019 (16.00) Natrium

: 119 mmol/L

Kalium

: 3,6 mmol/L

Clorida

: 98 mmol/L

Sikap

: koreksi hiponatremia

Follow Up 24/3/2019 (07.00) (HR-4) S/ Muntah frekuensi 3x, jumlah 3 sdm/kali, isi yang diminum

28

Intake masuk per OGT 12x30 cc, toleransi baik Tidak ada demam, kejang, dan sesak napas BAK cukup, BAB ada. O/ KU: kurang aktif, tampak lemah Nd: 150x/menit, Nf: 40x/menit, T: 37 0Celcius BB: 1685 gram Mata

: Cekung, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Thoraks

: Retraksi tidak ada

Abdomen

: Distensi tidak ada

Ekstremitas

: CRT < 2 detik

A/ Obstruktif vomitus Gizi buruk tipe marasmik Hiponatremia Post repair gastroskizis P/ ASI/ OGT 12x30 cc Koreksi hiponatremia

29

BAB IV DISKUSI

Seorang pasien laki-laki, By. Ny. K, usia 55 hari, dibawa oleh keluarga ke poli RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan keluhan utama muntah yang semakin sering sejak 2 hari ini. Muntah sudah sejak 2 minggu yang lalu, tidak menyemprot, keluar dari mulut dan hidung dengan frekuensi > 5x/hari, muntah terutama setelah menyusu, jumlah bervariasi paling banyak 5-10 cc/kali, berisi yang diminum dan kadang berwarna kekuningan. Menurut ibu anak diberi ASI ekslusif dan mau menyusu. Muntah pada bayi merupakan gejala yang sering sekali dijumpai dan dapat terjadi pada berbagai gangguan, dapat berarti penyakit yang ringan sampai gejala dari penyakit yang berat seperti adanya kelainan kongenital.9 Pasien juga datang dengan penurunan berat badan dari berat lahir 2000 gram ke 1750 gram, dan berat badan/panjang badan pasien berdasarkan Z-score adalah < -3 SD, sehingga pasien termasuk ke dalam kategori gizi buruk. Gizi buruk diakibatkan banyak faktor, dan pada pasien ini salah satunya dapat diakibatkan karena intake oral yang tidak mencukupi akibat sering muntah. Ibu pasien mengaku bahwa semenjak dibawa pulang anaknya mau menyusu namun sering muntah, dan dalam 2 hari ini muntahnya semakin sering terutama setelah menyusu. Pasien lahir secara sectio caesaria ai gastroskizis dengan berat badan lahir rendah 2100 gram di RSUD Sijunjung, kemudian pada usia 4 hari pasien dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk operasi. Pasien telah dioperasi tutup gastrozkizis pada tanggal 1 Maret 2019, dan telah dirawat di RSUP Dr. M. Djamil selama 43 hari. Pasien pulang dengan keadaan post repair gastroskizis dan berat badan saat pulang 2.085 gram. Keadaan berat badan lahir rendah dan kecil masa kehamilan pada pasien yang disertai adanya kelainan kongenital berupa gastroskizis dapat menjadi faktor risiko terjadinya infeksi pada pasien yang mengakibatkan turunnya berat badan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, tampak lemah, dengan nadi 136x/ menit, napas 40x/ menit, suhu 36,5 °Celcius. Kulit

30

teraba hangat dan keriput. Pemeriksaan kepala, didapatkan wajah old man face dengan mata cekung. Pada pemeriksaan jantung dan paru dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen tidak didapatkan distensi dan bising usus dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar natrium 109 mmol/L, dimana pasien mengalami hiponatremia. Tatalaksana kegawatdaruratan yang diberikan pada pasien yaitu koreksi hiponatremia. Selain itu, nutrisi harus tetap diberikan pada anak dengan pemberian ASI OD untuk mengatasi masalah gizinya, dan penyebab dari muntahnya ditelusuri.

31

DAFTAR PUSTAKA

1.

Kementerian Kesehatan RI. Situasi kesehatan anak balita di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI; 2015.

2.

Nadila F, Anggraini DI. Manajemen anak gizi buruk tipe marasmus dengan TB paru. J Medula Unila, 6 (1):36-43; 2016.

3.

UNICEF, WHO, World Bank. An updated joint dataset on child malnutrition indicators (stunting, wasting, severe wasting, overweight and underweight) and new global & regional estimates for 2013. USA: World Health Organization; 2013.

4.

Kementerian Kesehatan RI. Riskesdas 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI; 2013.

5.

Pudjiadi S. Penyakit KEP (kurang energi dan protein). Dari: Ilmu gizi klinis pada anak edisi keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005 : 95-137.

6.

Behrman RE, Kliegman, Jenson. Marasmus in Nelson textbook of pediatric 18th edition; 2004.

7.

Deterding RR, Hay Jr, Levin, Sondheimer. Marasmus in Current pediatric diagnosis & treatment; 2012.

8.

Rudolph CD, AM. Rudolph. Marasmus in Rudolph’s Pediatrics; 2005: 13361350.

9.

Fakultas Kedokteran UI. Buku kuliah I: Ilmu kesehatan anak. Cetakan 2007. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI; 2007: 331-2.

32

Related Documents

Crs Marasmik
August 2019 26
Crs Bst.docx
October 2019 30
Accouplement-crs
June 2020 12
Crs Cpa.docx
October 2019 24
Crs Ich.pptx
November 2019 15
Crs-0677
May 2020 13

More Documents from ""

Attachment.docx
July 2020 7
Crs Marasmik
August 2019 26
Introduction.docx
December 2019 29
Doc..docx
December 2019 28