Crs-rizky Rafiqoh Afdin.docx

  • Uploaded by: wulan reksa fortuna
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Crs-rizky Rafiqoh Afdin.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,951
  • Pages: 59
CASE REPORT SESSION * Kepaniteraan Klinik Senior/G1A217097/ Maret 2019 ** Pembimbing: dr. Rini Chrisna, M.Ked (DV), Sp.DV

PSORIASIS VULGARIS

Oleh: Rizky Rafiqoh Afdin, S. Ked* G1A217097

Pembimbing: dr. Rini Chrisna, M.Ked (DV), Sp.DV **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH H. ABDUL MANAP FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI 2019

i

LEMBAR PENGESAHAN PSORIASIS VULGARIS

Oleh: Rizky Rafiqoh Afdin, S. Ked G1A217097

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH H. ABDUL MANAP FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI 2019

Jambi, Maret 2019 Pembimbing

dr. Rini Chrisna, M.Ked (DV), Sp.DV

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Session yang berjudul “Psoriasis Vulgaris” sebagai kelengkapan persyaratan dalam mengikuti Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Rini Chrisna, M.Ked (DV), Sp.DV yang telah meluangkan waktunya sebagai pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu bagi para pembaca.

Jambi, Maret 2019

Rizky Rafiqoh Afdin, S.Ked

iii

BAB I PENDAHULUAN

Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetic yang kuat dengan karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis disertai manifestasi vaskuler, juga diduga adanya pengaruh sistem saraf.1 Patogenesis psoriasis digambarkan dengan gangguan biokimiawi, dan imunologik yang menerbitkan berbagai mediator perusak mekanisme fisiologis kulit dan mempengaruhi gambaran klinis. Umumnya lesi berbentuk plak eritematosa berskuama berlapis berwarna putih keperakan dengan batas yang tegas. Letaknya terlokalisir pada siku, lutut, atau kulit kepala atau menyerang hampir 100% luas tubuh.1 Psoriasis bersifat universal. Namun, prevalensinya dalam populasi yang berbeda bervariasi dari 0,1% hingga 11,8%, menurut laporan yang dipublikasikan. Insiden yang dilaporkan tertinggi di Eropa adalah di Denmark (2,9%) dan Kepulauan Faeroe (2,8%).1,2 Lebih dari 7,5 juta orang dewasa (2,1% dari populasi) di Amerika Serikat terkena dampaknya dan 30% dari orang-orang ini akan menderita radang sendi psoriatik. Sekitar 1,5 juta dari mereka dianggap memiliki penyakit sedang hingga berat. Psoriasis mungkin memiliki dampak negatif yang signifikan pada kualitas hidup pasien. 1,2 Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan kematian tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih-lebih mengingat bahwa perjalanannya kronik dan residif. Pengobatan psoriasis bertujuan menghambat proses peradangan dan proliferasi epidermis. Secara garis besar, pengobatan pada psoriasis terdiri dari pengobatan secara sistemik, pengobatan secara topical, dan terapi biologik. Perlu juga melihat keterkaitannya dengan sindrom metabolik, maka diperlukan penanganan diabetes mellitus, gangguan pola lipid, dan hipertensi. Beragam jenis pengobatan tersedia saat ini mulai dari topikal, sistemik sampai dengan terapi spesifik. Penanganan holistik harus diterapkan dalam penatalaksanaan psoriasis meliputi gangguan kulit, internal, dan psikologis.1

4

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER JJl. Letjen Soeprapto Samping RSUD Raden Mattaher Telanaipura Jambi telp/fax (0741) 60246

STATUS PASIEN

2.1 IDENTITAS PASIEN Nama

: Ny. S

Umur

: 42 th

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: RT. 30 Kelurahan Alam Barajo

Pekerjaan

: Petugas Kebersihan RS

Status Pernikahan

: Menikah

Suku Bangsa

: Melayu-Indonesia

Hobi

: Bersih-bersih

2.2 ANAMNESIS Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 9 Maret 2019. A. Keluhan Utama : Bercak kemerahan yang menebal dan bersisik pada kulit disertai rasa gatal pada kedua tangan, perut, punggung dan kedua tungkai yang memberat sejak 2 bulan SMRS.

A. Keluhan Tambahan : Tidak ada keluhan tambahan

B. Riwayat Perjalanan Penyakit : Keluhan awalnya muncul sejak  6 tahun yang lalu, awalnya bercak timbul pada tangan kiri dan kaki seperti bercak kecil menebal seukuran

5

jarum pentul yang kemerahan dan terasa gatal. Apabila pasien menggaruk bercak, akan mengelupas berupa sisik putih dan kemudian melebar dan menyebar ke tangan, perut, punggung dan tungkai bawah. Lesi sekarang berupa bercak kemerahan yang jelas dan menebal dengan sisik kasar berwarna putih disertai rasa gatal pada kedua tangan, perut, punggung dan kedua tungkai yang memberat sejak 2 bulan SMRS. Jika sisik dilepas muncul bintik-bintik kemerahan. Pasien sempat berobat ke RS dan diberikan obat salep dan racikan dan sudah 2 tahun putus pengobatan. Selama dalam pengobatan pasien merasa terdapat perbaikan pada keluhan. Bercak tersebut kering, tidak ada benjolan berisi cairan, nanah ataupun darah. Rasa gatal tidak terlalu mengganggu pasien. Keluhan sering timbul saat pasien merasa stress dan kelelahan. Keluhan dirasa berkurang dan pasien merasa nyaman jika udara disekitar sejuk atau dingin. Pasien bekerja di RS sebagai pegawai kebersihan. Psien selalu mandi setelah beraktivitas atau bekerja diluar rumah, pasien mencuci piring menggunakan sarung tangan.

C. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat keluhan serupa (+) 6 tahun SMRS. Riwayat hipertensi (+) tidak terkontrol Riwayat diabetes militus (-) Riwayat alergi (-) Riwayat asma (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien. E. Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien sehari-hari bekerja sebagai petugas kebersihan RS. Pasien tinggal dengan suami dan anaknya.

6

2.3 PEMERIKSAAN FISIK A. Status Generalis 1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang 2. Tanda Vital : Kesadaran

: Compos Mentis

RR

: 20 x / menit

TD

: 150/100 mmHg

Nadi

: 92 x / menit

Suhu

: 36 C

BB : 80 kg, TB: 155 cm, IMT : 33,3 (overweight) 3. Kepala : a. Inspeksi : Bentuk normocephal b. Mata : CA (-/-), SI (-/-), Pupil isokor, Refleks cahaya (+/+) c. THT

: Nyeri tekan tragus (-), sekret telinga (-), sekret hidung (-).

d. Leher : Perbesaran KGB (-), trakea ditengah (+) 4. Thoraks : a. Jantung : Tidak ada kelainan, BJ I/II reguler, murmur (-) ,gallop (-) b. Paru

:

a. Inspeksi: Dinding dada tampak simetris, pergerakan dinding dada normal b. Palpasi : Krepitasi (-) , fremitus taktil kanan = kiri c. Perkusi: Sonor (+) pada lapangan paru kanan dan kiri d. Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-) , Wheezing (-/-) 5. Abdomen : Inspeksi : Datar, lesi kulit (+) Auskultasi : BU (+) Palpasi : Soepel (+), nyeri tekan (-), hepar, lien dan ginjal tidak teraba Perkusi : Timpani 6. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan 7. Ekstremitas a. Superior : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), lesi kulit (+) b. Inferior : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), lesi kulit (+)

7

B. Status Dermatologis Regio Dorsum manus dextra Inspeksi:

Terdapat

plak,

bentuk

irregular, ukuran miliar sampai dengan plakat,

jumlah

multiple,

batas

sirkumskrip,konfluens, warna eritema, tepi tidak aktif, distribusi simetris, permukaan ditutupi skuama putih berlapis. Palpasi: konsistensi padat Regio Manus dextra Inspeksi: sebagian

Terdapat linear,

plak,

bentuk

sebagian

anular,

ukuran lentikuler, jumlah multiple, batas sirkumskrip, konfluens, warna eritema, tepi tidak aktif, distribusi simetris, permukaan ditutupi skuama putih berlapis. Palpasi: konsistensi padat Regio Dorsum manus sinistra Inspeksi:

Terdapat

irregular,

ukuran

plak,

bentuk

plakat,

jumlah

multiple, batas sirkumskrip,konfluens, warna

eritema,

tepi

tidak

aktif,

distribusi simetris, permukaan ditutupi skuama putih berlapis. Palpasi: konsistensi padat

8

Regio Manus sinistra Inspeksi: sebagian

Terdapat linear,

plak,

bentuk

sebagian

anular,

ukuran lentikuler, jumlah multiple, batas sirkumskrip, konfluens, warna eritema, tepi tidak aktif, distribusi simetris, permukaan ditutupi skuama putih berlapis. Palpasi: konsistensi padat Regio Abdominal Inspeksi: anular,

Terdapat

ukuran

plak,

miliar,

bentuk

lentikular,

numular dan plakat, jumlah multiple, batas sirkumskrip, konfluens, warna eritema, tepi tidak aktif, permukaan ditutupi skuama putih berlapis. Palpasi: konsistensi padat Regio Lumbalis Inspeksi:

Terdapat

plak,

bentuk

irreguler, ukuran miliar, lentikular, numular dan plakat, jumlah multiple, batas sirkumskrip, konfluens, warna eritema, tepi tidak aktif, permukaan ditutupi skuama putih berlapis. Palpasi: konsistensi padat

9

Regio Cruris sinistra Inspeksi:

Terdapat

plak,

bentuk

anular, ukuran miliar, lentikular dan numular,

jumlah

multiple,

batas

sirkumskrip, diskret, warna eritema, tepi tidak aktif, distribusi simetris, permukaan ditutupi skuama putih berlapis. Palpasi: konsistensi padat

Regio Cruris dextra Inspeksi:

Terdapat

plak,

bentuk

irreguler, ukuran miliar, lentikular, numular dan plakat, jumlah multiple, batas sirkumskrip,

diskret,

warna

eritema, tepi tidak aktif, distribusi simetris, permukaan ditutupi skuama putih berlapis. Palpasi: konsistensi padat

10

Regio dorsum manus dextra et sinistra, cruris dextra et sinistra, abdominal, lumbalis Inspeksi: Terdapat plak, bentuk irregular, ukuran plakat, jumlah multiple, batas sirkumskrip,konfluens, warna eritema, tepi tidak aktif, distribusi simetris, permukaan ditutupi skuama putih berlapis. Palpasi: konsistensi padat

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

2.5 DIAGNOSIS BANDING - Psoriasis vulgaris - Nummular eczema - Tinea Corporis - Dermatitis Seboroik

2.6 DIAGNOSIS KERJA Psoriasis Vulgaris

2.7 TATALAKSANA Non Medikamentosa -

Menghilangkan faktor yang dianggap sebagai pencetus timbulnya psoriasis antara lain: stress diberikan sedativa.

-

Hindari sinar matahari langsung

-

Menggaruk-garuk tubuh karena pasien lebih sensitif terhadap sinar matahari dan dapat menimbulkan lesi baru

11

Medikamentosa -

Sistemik Methotrexate tab 2,5 mg/12 jam, diberikan 7,5 mg/minggu ( 3 x/minggu )

-

Topikal Steroid: Clobetasol propionate cream 0,05% 3 x/hari selama 2 minggu (oleskan pada lesi)

-

Emollient Urea Cream 20% 3 x/hari (30 menit sebelum menggunakan topical steroid)

-

Cetirizine tab 10 mg/ hari sebagai antihistamin untuk mengurangi gatal

-

Asam folat tablet 3 x 1mg PO (sebelum makan)

-

Amlodipin tab 1 x 10 mg PO (malam hari)

2.8 PEMERIKSAAN ANJURAN 

Auspitz sign yaitu bila cara menggoreskan pada lesi akan terlihat titik titik perdarahan oleh karena terkena papilla dermis pada ujung ujung yang memanjang.



Kobner phenomena yaitu bila pada kulit masih normal terkena trauma atau garukan maka akan timbul lesi baru yang bersifat sama dengan yang telah ada



Fenomena tetesan lilin yaitu skuama psoriasis digoreskan dengan benda tumpul akan terlihat warna keruh seperti kerokan lilin.



Pemeriksaan

histopatologi



Psoriasis

memberikan

gambaran

histopatologik yang khas yakni parakeratosis, akantosis dan munro abses.

2.9 PROGNOSIS Quoad vitam

: Bonam

Quoad fungsional : Bonam Quoad sanationam: Dubia

12

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Psoriasis adalah penyakit inflamasi kronis pada kulit, dengan dasar genetik yang kuat, ditandai dengan perubahan kompleks dalam pertumbuhan dan diferensiasi epidermis dan beberapa kelainan biokimia, imunologi, dan pembuluh darah, dan hubungan yang kurang dipahami dengan fungsi sistem saraf. Ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai dengan fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner.1,2

3.2 Epidemiologi Psoriasis bersifat universal. Namun, prevalensinya dalam populasi yang berbeda bervariasi dari 0,1% hingga 11,8%, menurut laporan yang dipublikasikan. Insiden yang dilaporkan tertinggi di Eropa adalah di Denmark (2,9%) dan Kepulauan Faeroe (2,8%). Sebuah penelitian terbaru terhadap 1,3 juta orang Jerman menemukan prevalensi 2,5%. Prevalensi serupa (mulai dari 2,2% hingga 2,6%) telah diukur di Amerika Serikat. 2 Prevalensi yang lebih tinggi pada orang Afrika Timur dibandingkan dengan orang Afrika Barat dapat menjelaskan prevalensi psoriasis yang relatif rendah pada orang Afrika-Amerika (1,3% vs 2,5% pada orang kulit putih Amerika). Insidensi psoriasis juga rendah pada orang Asia (0,4%), dan dalam pemeriksaan 26.000 orang Indian Amerika Selatan, tidak ada satu pun kasus yang terlihat. Psoriasis samasama umum pada pria dan wanita.2

3.3 Etiologi Akar penyebabnya masih belum diketahui. Secara historis, psoriasis secara luas dianggap sebagai gangguan primer keratinosit. Dengan penemuan bahwa selspesifik imunosupresan cyclosporine A (CsA) sangat aktif melawan psoriasis, penelitian menjadi lebih fokus pada sel T dan sistem kekebalan tubuh. Namun

13

demikian, bukti yang dikumpulkan menunjukkan bahwa keratinosit adalah bagian integral dari respon imun kulit pada psoriasis.2 3.4 Patogenesis2, 3 Psoriasis adalah gangguan hiperproliferatif, tetapi proliferasi didorong oleh kaskade mediator inflamasi yang kompleks. Psoriasis tampaknya mewakili penyakit T-helper 1 (Th1) dan Th17 campuran. Sel-sel Th17 tampaknya lebih proksimal dalam kaskade inflamasi. Sel T dan sitokin memainkan peran penting dalam patofisiologi psoriasis. Ekspresi berlebihan dari sitokin tipe 1, seperti IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, IFNγ dan TNF-α, telah ditunjukkan, dan ekspresi berlebih dari IL-8 menyebabkan akumulasi neutrofil. Sinyal utama untuk pengembangan Th1 adalah IL-12, yang mempromosikan produksi IFN-γ intraseluler. Pada model hewan, bergeser dari respons Th1 ke Th2 meningkatkan psoriasis. IL-4 mampu menginduksi respon Th2 dan meningkatkan psoriasis. Mengurangi ekspresi sitokin anti-inflamasi IL-1RA dan IL-10 telah ditemukan, dan polimorfisme untuk gen IL-10 berkorelasi dengan psoriasis. IL-10 adalah sitokin tipe 2 dengan pengaruh besar pada imunoregulasi, menghambat produksi sitokin proinflamasi tipe 1. Pasien yang menerima terapi tradisional menunjukkan peningkatan level ekspresi RNA messenger IL-10, menunjukkan bahwa IL-10 mungkin memiliki kapasitas antipsoriatik. Tanggapan terhadap agen biologis telah menunjukkan bahwa Th17, sel Tregulator, CD2 + limfosit, CD-11a, dan TNF-α penting dalam patogenesis psoriasis. IL-15 memicu rekrutmen sel inflamasi, angiogenesis, dan produksi sitokin inflamasi, termasuk IFN-γ, TNF-α, dan IL-17, yang semuanya diregulasi dalam lesi psoriatik. Interaksi ini kompleks, tetapi IL-17 tampaknya bersifat proinflamasi, sementara IL-22 dapat berfungsi untuk memperlambat diferensiasi keratinosit. IL23 merangsang kelangsungan hidup, serta proliferasi sel Th17. Sel-sel NK yang bersirkulasi berkurang pada psoriasis. Sitokin lain yang mungkin memainkan peran patogenetik penting dalam psoriasis termasuk sel IL-17A dan Th22. o Perkembangan lesi psoriasis

14

3.5 Memodifikasi faktor

Gambar 3.1 Perkembangan lesi psoriasis a. Kulit normal pada individu yang sehat terdiri dari sel Langerhans epidermal, sel dendritik immatur dan sel T memori pada dermis. b. Penampakan kulit normal pada individu dengan psoriasis tampak dilatasi kapiler dan peningkatan sel mononuclear dermal dan sel mast. Peningkatan ketebalan epidermal pada psoriatic plak kronis. c. Zona transisi pada perkembangan lesi ditandai dengan peningkatan progresif pada dilatasi kapiler dan tortuosity, jumlah sel mast, makrofag, sel T, dan degranulasi sel mast. Pada epidermis terjadi peningkatan ketebalan disertai peningkatan penonjolan rete pegs, pelebaran ruang ekstraseluler, dyskeratosis transient, hilangnya lapisan granular dan parakeratosis. Sel Langerhans mulai keluar epidermis, sel epidermal dendritic inflammatory, dan CD8, sel T mulai masuk ke epidermis. d. Perkembangan lengkap lesi ditandai dengan perkembangan lengkap dilatasi kapiler dan tortuosity dengan peningkatan 10 kali lipat pada aliran darah, banyak makrofag pada membrane basement dan terjadi peningkatan jumlah sel T dermis membuat hubungan dengan sel dendritic dermal matur. Lesi matur

15

pada epidermis ditandai dengan peningkatan 10 kali lipat hiperproliferasi keratinosit yang memanjang ke lapisan suprabsal bawah. Tetapi tidak selalu kehilangan lapisan granular yang seragam dengan pemadatan stratum korneum dan parakeratosis yang berlebihan, peningkatan jumlah sel T CD8 +, dan akumulasi neutrofil dalam stratum korneum. o Histopatologi psoriasis.

Gambar 3.2 Histopatologi Psoriasis A. Pinpoint papul psoriasis. Dalam transisi dari tepi ke pusat lesi, perhatikan penebalan progresif epidermis dengan perpanjangan rete pegs, peningkatan dilatasi dan tortuositas pembuluh darah, dan peningkatan infiltrasi sel mononuklear. Juga perhatikan transisi dari basket-weave ke stratum korneum kompakta dengan hilangnya lapisan granular di tengah lesi. (4 mm punch biopsi, hematoxylin dan eosin, scale bar = 100 μM.) B. Perbandingan kulit yang tidak terlibat versus yang terlibat. Empat biopsi 4 mm diambil dari individu yang sama yang diambil

16

sampelnya pada A pada hari yang sama. Kulit "Uninvolved distant" diambil dari punggung atas 30 cm dari lesi psoriasis terdekat yang terlihat. Kulit " uninvolved near edge " diambil 0,5 cm dari tepi plak 20 cm, yang telah ada selama beberapa tahun, menurut pasien. Kulit “plaque center” diambil dari area yang relatif tidak aktif (kurang merah dan bersisik) di bagian tengah plak ini. Kulit "uninvolved near edge" diambil dari area aktif (lebih merah dan bersisik) sekitar 1 cm di dalam tepi plak yang sama. Dalam membandingkan "Uninvolved distant" dengan "uninvolved near edge", perhatikan bahwa yang terakhir memanifestasikan peningkatan ketebalan dan perpanjangan awal rete pegs, dilatasi dan tortuositas awal pembuluh darah, dan peningkatan jumlah sel mononuklear di atas dermis, banyak dari yang berada di lokasi perivaskular. Pada pasien ini, kulit "uninvolved near edge" juga memanifestasikan suatu peningkatan frekuensi keratinosit dyskeratotic, sebuah temuan yang telah dicatat sebelumnya di pinggiran lesi psoriasis. Dalam membandingkan area plak yang kurang aktif dengan yang lebih aktif, perhatikan bahwa area yang lebih aktif memanifestasikan peningkatan infiltrasi dermal mononuklear, peningkatan hiperkeratosis dan parakeratosis, dan mikroabses Munro. (Biopsi punch 4 mm, hematoklin, dan eosin, scale bar= 100 μM.)

Gambar 3.3 Patofisiologi psoriasis

17

Paparan terhadap mikroba atau kerusakan mekanis terkait dengan pola molecular/ pathogen berhubungan dengan pola molecular menyebabkan aktivasi sel penyaji antigen seperti makrofag dan sel dendritic dermis. Kegagalan dalam mempertahankan skin barrier menyebabkan paparan berlanjut. Interaksi APC dan sel T menyebabkan aktivasi sel Th1 dan Th17 yang dimediasi oleh IL-23. Pembebasan IL-17 dan IL-22 oleh sel Th17, dan tumor necrosis factor-α dan IFNγ oleh sel Th1 lebih lanjut mengkekalkan cedera keratinosit dan menciptakan siklus umpan balik positif yang ganas.

3.5 Faktor Resiko -

Kegemukan

Telah dibuktikan bahwa individu yang obesitas lebih cenderung mengalami psoriasis berat (didefinisikan sebagai> 20% keterlibatan luas permukaan tubuh). Namun, obesitas tampaknya tidak memiliki peran dalam menentukan timbulnya psoriasis.2 -

Merokok

Merokok (lebih dari 20 batang setiap hari) juga dikaitkan dengan peningkatan risiko severe psoriasis lebih dari dua kali lipat. Tidak seperti obesitas, merokok tampaknya memiliki peran dalam timbulnya psoriasis. Baru-baru ini, interaksi genlingkungan telah diidentifikasi antara aktivitas rendah gen sitokrom P450 CYP1A1 dan merokok pada psoriasis.2 -

Infeksi

Hubungan antara infeksi tenggorokan streptokokus dan psoriasis guttate telah berulang kali dikonfirmasi. Infeksi tenggorokan streptokokus juga telah terbukti memperburuk psoriasis plak kronis yang sudah ada sebelumnya. Eksaserbasi psoriasis

yang

parah

dapat

menjadi

manifestasi

dari

infeksi

human

immunodeficiency virus (HIV). Seperti psoriasis pada umumnya, psoriasis terkait HIV memiliki hubungan yang kuat dengan HLA-Cw6. Menariknya, prevalensi psoriasis pada infeksi HIV tidak lebih tinggi daripada populasi umum (1% - 2% dari pasien), yang menunjukkan bahwa infeksi ini bukan merupakan pemicu untuk psoriasis tetapi lebih sebagai agen pengubah. Psoriasis

18

semakin parah dengan perkembangan imunodefisiensi tetapi dapat terjadi di tahap terminal. Eksaserbasi paradoks psoriasis mungkin karena hilangnya sel T regulator dan meningkatnya aktivitas dari subset sel T CD8. Eksaserbasi psoriasis pada penyakit HIV dapat diobati secara efektif dengan terapi antiretroviral. Psoriasis juga dikaitkan dengan infeksi hepatitis C.2 -

Obat-obatan

Obat-obatan yang menimbulkan eksaserbasi psoriasis termasuk antimalaria, β blocker, lithium, obat antiinflamasi nonsteroid, IFNs-α dan , imiquimod, inhibitor enzim pengonversi angiotensin, dan gemfibrozil. Imiquimod bekerja pada pDCs dan merangsang produksi IFN-α, yang kemudian memperkuat respons imun bawaan dan Th1. Eksaserbasi dan timbulnya psoriasis telah dijelaskan pada pasien yang menerima terapi inhibitor TNF. 2 Sebagian besar dari kasus ini adalah pustulosis palmoplantar, tetapi sekitar sepertiga berkembang menjadi psoriasis plak kronis. Lithium menyebabkan eksaserbasi dengan mengganggu pelepasan kalsium dalam keratinosit, sedangkan β blocker dianggap mengganggu tingkat intraseluler siklik adenosin monofosfat. -

Stress

Stres menyebabkan perubahan aktivitas aksis hipofisis hipotalamus dengan penurunan kadar kortisol serum, dan peningkatan aktivitas penyakit. Stres psikologis diketahui memperburuk psoriasis dengan mengubah sistem kekebalan tubuh. Peningkatan kadar hormon stres akibat aktivasi aksis hipotalamus-hipofisisadrenal dapat menyebabkan eksaserbasi psoriasis. Corticotropin Releasing Hormone (CRH) adalah komponen sentral dari axis hipotalamus-hipofisis-adrenal yang penting dalam koordinasi respons stres sistemik serta modulasi respons inflamasi. Kutaneus CRH dan reseptor CRH 1 telah terbukti mengatur homeostasis lokal pada kulit dan pada psoriasis, ekspresi CRH meningkat secara signifikan. Saat ini, efek proinflamasi CRH pada kulit tidak jelas, CRH dapat merangsang produksi IL-6 atau IL-11 dalam keratinosit selama stres kulit, oleh karena itu, ada kemungkinan bahwa CRH bekerja pada keratinosit untuk memperburuk psoriasis lebih lanjut.

19

20

Gambar 3.4 Faktor penyebab timbulnya psoriasis

3.6 Gejala Klinis Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi eritroderma.Sebagian pasien mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada scalp, perbatasan scalp dengan wajah, ektremitas terutama bagian ekstensor di bagian siku dan lutut serta daerah lumbo sakral.2,4 Kelainan kulit terdiri dari bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskripta dan merata, tetapi pada masa penyembuhan seringkali eritema di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika serta

21

transparan. Besar kelainan bervariasi, bisa lentikular, nummular, plakat dan dapat berkonfluensi. Jika seluruhnya atau sebagian besar berbentuk lentikular disebut psoriasis gutata, biasanya pada anak-anak, dewasa muda dan terjadi setelah infeksi oleh Streptococcus.2,4 Lesi primer pada pasien psoriasis dengan kulit yang cerah adalah merah, papul dan berkembang menjadi kemerahan, plak yang berbatas tegas. Lokasi plak pada umumnya terdapat pada siku, lutut, skalp, umbilikus, dan intergluteal. Pada pasien psoriasis dengan kulit gelap, distribusi hampir sama, namun papul dan plak berwarna keunguan denan sisik abu-abu. Pada telapak tangan dan telapak kaki, berbatas tegas dan mengandung pustul dan menebal pada waktu yang bersamaan.1 Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik). Kedua fenomena yaitu tetesan lilin dan Auspitz dianggap khas, sedangkan Kobner dianggap tidak khas, hanya kira-kira 47% dari yang positif dan didapat pula pada penyakit lain., misalnya Liken Planus dan Veruka plana juvenilis. Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan seperti lilin yang digores, disebabkan oleh perubahan indeks bias. Cara menggoresnya bisa dengan pinggir gelas alas. Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Cara mengerjakannya adalah dengan cara skuama yang berlapis-lapis itu dikerok dengan ujung gelas alas. Setelah skuama habis maka pengerokan harus dilakukan dengan pelan-pelan karena jika terlalu dalam tidak tampak perdarahan yang berupa bintik-bintik melainkan perdarahan yang merata. Trauma pada kulit penderita psoriasis misalnya trauma akibat garukan dapat menyebabkan kelainan kulit yang sama dengan psoriasis dan disebut dengan fenomena Kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu.2 Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku yakni sebanyak kira-kira 50% yang agak khas yaitu yang disebut dengan pitting nail atau nail pit yang berupa lekukan-lekukan miliar.Kelainan yang tidak khas yaitu kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya terangkat karena terdapat lapisan tanduk dibawahnya (hyperkeratosis subungual) dan onikolisis. Disamping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat pula menimbulkan kelainan pada sendi.

22

Umumnya bersifat poliartikular, tempat predileksinya pada sendi interfalangs distal dan terbanyak terdapat pada usia 30-50 tahun. Sendi membesar kemudian terjadi ankilosis dan lesi kistik subkorteks. Kelainan pada mukosa jarang ditemukan.2,5

-

Perubahan kuku2 Perubahan kuku sering terjadi pada psoriasis, ditemukan pada 40% pasien,

dan jarang terjadi tanpa adanya penyakit kulit di tempat lain. Keterlibatan kuku meningkat dengan bertambahnya usia, dengan durasi dan luasnya penyakit, dan dengan adanya psoriasis arthritis. Pitting nail adalah salah satu gejala psoriasis yang paling umum, yang melibatkan jari tangan lebih sering daripada jari kaki. Lubang berkisar dari 0,5 hingga 2,0 mm dan dapat tunggal atau ganda. Matriks kuku proksimal membentuk bagian dorsal (superfisial) dari lempeng kuku, dan keterlibatan psoriatik pada daerah ini menyebabkan pitting karena keratinisasi yang rusak. Perubahan lain dalam matriks kuku yang mengakibatkan deformitas lempeng kuku (onikodistrofi) termasuk leukonychia, kuku yang hancur, dan bintikbintik merah di lunula. Onikodistrofi memiliki hubungan yang lebih kuat dengan psoriasis arthritis dibandingkan perubahan kuku lainnya. Bintik-bintik minyak/ oil spotting dan bercak salmon berwarna bening, kuning-merah yang diamati di bawah lempeng kuku sering meluas ke distal hyponychium, akibat hiperplasia psoriasiform, parakeratosis, perubahan mikrovaskuler, dan neutrophil yang terperangkap di dasar kuku. Tidak seperti pitting, yang juga terlihat pada alopecia areata dan gangguan lainnya, oil spotting/ bercak minyak dianggap hampir spesifik untuk psoriasis. Splinter hemorrhages terjadi akibat perdarahan kapiler di bawah lempeng suprapapiler tipis dari kuku psoriatik. Subungual hyperkeratosis disebabkan oleh hyperkeratosis pada dasar kuku dan sering disertai dengan onikolisis (pemisahan lempeng kuku dari dasar kuku), yang biasanya melibatkan aspek distal kuku. Anonychia adalah kehilangan total lempeng kuku. Meskipun perubahan kuku jarang terlihat pada varian pustular terlokalisasi dari pustulosis palmaris et plantaris, anonychia dapat dilihat dalam bentuk lain dari pustular psoriasis.

23

Gambar 3.5 Psoriasis kuku -

Geographic tongue2 Geographic tongue dikenal sebagai benign migratory glossitis atau glossitis

areata migrans, adalah gangguan inflamasi idiopatik yang mengakibatkan hilangnya papilla filiformis secara lokal. Kondisi ini biasanya menunjukkan bercak eritematosa asimptomatik dengan batas serpiginous, menyerupai peta. Lesi ini secara karakteristik memiliki sifat migrasi. Geographic tongue sebagai varian oral psoriasis, karena lesi ini menunjukkan beberapa fitur histologis psoriasis, termasuk acanthosis, clubbing pada rete ridges, parakeratosis fokal, dan infiltrat neutrofilik. Selain itu, prevalensi geographic tongue meningkat pada pasien psoriasis. Namun, geographic tongue adalah kondisi yang relatif umum dan terlihat pada banyak individu nonpsoriatik, sehingga hubungannya dengan psoriasis perlu diklarifikasi lebih lanjut.

24

Gambar 3.6 Geographic tongue -

Psoriasis Arthritis2 Arthritis adalah manifestasi psoriasis ekstrakutaneous yang umum dijumpai

pada 40% pasien. Ini memiliki komponen genetik yang kuat, dan ada beberapa subtipe yang tumpang tindih. Lima pola klinis radang sendi psoriatik terjadi, sebagai berikut: 1. Keterlibatan sendi interphalangeal distal asimetris dengan kerusakan kuku (16%) 2. Arthritis mutilans dengan osteolisis falang dan metacarpals (5%) 3. Polyarthritis simetris seperti rheumatoid arthritis (RA), dengan clawhand (15%) 4. Oligoarthritis dengan pembengkakan dan tenosinovitis pada satu atau beberapa sendi tangan (70%) 5. Ankylosing spondylitis saja atau dengan artritis perifer (5%).

Sebagian besar temuan radiografi mirip dengan RA, tetapi temuan tertentu sangat menunjukkan psoriasis. Ini termasuk erosi ujung terminal phalangeal (acrosteolysis), tapering atau "whittling" dari phalanges atau metacarpal dengan "cupping" ujung proksimal phalanges ("pencil in a cup deformity"), ankylosis tulang, osteolisis metatarsal, predileksi untuk interphalangeal distal dan sendi interphalangeal proksimal, sendi metacarpophalangeal dan metatarsophalangeal, osifikasi paravertebral, sakroiliitis asimetris, dan jarangnya “bamboo spine” ketika tulang belakang terlibat.

25

Gambar 3.7 Psoriasis arthritis

3.7 Klasifikasi Psoriasis -

Psoriasis vulgaris, chronic stationary, psoriasis, plaque-type psoriasis Psoriasis vulgaris adalah bentuk psoriasis yang paling umum, terlihat pada sekitar 90% pasien. Plak merah, bersisik, terdistribusi secara simetris secara khas terlokalisasi pada aspek ekstensor ekstremitas, khususnya siku dan lutut, bersama dengan kulit kepala, lumbosakral bawah, bokong, dan keterlibatan genital.2

Gambar 3.8 Psoriasis plak kronis

26

Lokasi predileksi lain termasuk umbilikus dan celah intergluteal. Tingkat keterlibatan sangat bervariasi dari pasien ke pasien. Ada produksi konstan skala besar dengan sedikit perubahan bentuk atau distribusi plak individu. Lesi kecil tunggal dapat menjadi konfluen, membentuk plak di mana perbatasan menyerupai peta tanah (psoriasis geografis). Lesi dapat meluas ke lateral dan menjadi sirkular karena pertemuan beberapa plak (psoriasis

gyrata).

Kadang-kadang,

ada

partial

central

clearing,

menghasilkan lesi seperti cincin (psoriasis annular).2 Ini biasanya berhubungan dengan penyembuhan lesi dan menandakan prognosis yang baik. Varian klinis lain dari psoriasis plak telah dideskripsikan

tergantung

pada

morfologi

lesi;

khususnya

yang

berhubungan dengan gross hiperkeratosis.2

Gambar 3.9 Bentuk plak pada psoriasis Rupioid psoriasis mengacu pada lesi dalam bentuk kerucut atau limpet. Psoriasis ostraceous, istilah yang jarang digunakan, mengacu pada lesi cekung hiperkeratotik seperti cincin, menyerupai cangkang tiram. Psoriasis elephantine adalah bentuk yang tidak biasa ditandai dengan sisik tebal, plak besar, biasanya pada ekstremitas bawah. Cincin hipopigmentasi (cincin Woronoff) yang mengelilingi lesi psoriasis kadang-kadang dapat dilihat dan biasanya dikaitkan dengan pengobatan, paling sering radiasi UV

27

atau kortikosteroid topikal. Patogenesis tidak dipahami dengan baik tetapi dapat terjadi akibat inhibisi sintesis prostaglandin.2

-

Psoriasis guttate (Eruptive) Psoriasis guttate (dari gutta Latin, yang berarti “setetes”) ditandai dengan erupsi papula kecil (berdiameter 0,5-1,5 cm) pada badan bagian atas dan ekstremitas proksimal. Ini biasanya bermanifestasi pada usia dini dan sering ditemukan pada orang dewasa muda.2 Bentuk psoriasis ini memiliki hubungan paling kuat dengan HLACw6, dan infeksi tenggorokan streptokokus sering mendahului atau bersamaan dengan timbulnya atau maraknya psoriasis guttate. Namun, pengobatan antibiotic belum terbukti bermanfaat atau mempersingkat perjalanan penyakit. Pasien dengan riwayat psoriasis plak kronis dapat mengalami lesi guttate, dengan atau tanpa memburuknya plak kronis mereka.2

Gambar 3.10 Psoriasis Gutata -

Psoriasis plak kecil

28

Psoriasis plak kecil menyerupai psoriasis guttate secara klinis, tetapi dapat dibedakan dengan onsetnya pada pasien yang lebih tua, oleh kronisitasnya, dan dengan lesi yang agak lebih besar (biasanya 1-2 cm) yang lebih tebal dan lebih bersisik daripada pada guttate.2 -

Psoriasis Inverse (flexural) Lesi psoriasis dapat terlokalisasi di lipatan kulit utama, seperti aksila, daerah genito-krural, dan leher. Sisik biasanya minimal atau tidak ada, dan lesi menunjukkan eritema berbatas tegas yang mengkilap, yang sering terlokalisasi pada area kontak kulit-ke-kulit. Berkeringat dapat mengganggu di daerah yang terkena.2

Gambar 3.11 Psoriasis flexural

-

Psoriasis erythrodermic Erythroderma psoriatik mewakili bentuk umum penyakit yang menyerang semua bagian tubuh, termasuk wajah, tangan, kaki, kuku, badan, dan ekstremitas. Meskipun semua gejala psoriasis ada, eritema adalah gejala yang paling menonjol, dan sisik berbeda dibandingkan dengan psoriasis stasioner kronis.2 Pasien dengan psoriasis eritrodermik kehilangan panas berlebihan karena vasodilatasi menyeluruh, dan ini dapat menyebabkan hipotermia. Pasien mungkin menggigil dalam upaya untuk menaikkan suhu tubuh mereka. Kulit psoriasis seringkali hipohidrotik karena penyumbatan saluran keringat, dan ada risiko hipertermia pada iklim hangat. Edema ekstremitas

29

bawah adalah akibat vasodilatasi dan hilangnya protein dari pembuluh darah ke jaringan.2

Gambar 3.12 Psoriasis eritrodermal

-

Psoriasis pustular Ada beberapa varian klinis psoriasis pustular: psoriasis pustular menyeluruh (tipe von Zumbusch), psoriasis pustular annular, impetigo herpetiformis, dan dua varian psoriasis pustular terlokalisasi (1) pustulosis palmaris et plantaris dan (2) akrodermatitis kontinu Hallopeau. Pada anakanak, psoriasis pustular dapat menjadi rumit dengan lesi litik pada tulang dan dapat menjadi manifestasi dari sindrom SAPHO (sinovitis, acne, pustulosis, hiperostosis, osteitis).2

30

Gambar 3.13 Psoriasis pustular

-

Sebopsoriasis Sebopsoriasis hadir dengan plak eritematosa dengan sisik berminyak yang terlokalisasi pada area seboroik (kulit kepala, glabella, lipatan nasolabial, area perioral dan presternal, dan area intertriginosa). Sebopsoriasis dapat merupakan modifikasi dari dermatitis seboroik oleh latar belakang genetik psoriasis dan relatif resisten terhadap pengobatan. Meskipun peran etiologis Pityrosporum tetap tidak terbukti, agen antijamur mungkin bermanfaat.2

Gambar 3.14 Sebopsoriasis

31

-

Psoriasis Napkin Psoriasis napkin biasanya dimulai antara usia 3 dan 6 bulan dan pertama kali muncul di area popok (napkin) sebagai area merah yang konfluen dengan penampilan beberapa hari kemudian berupa papula kecil berwarna merah pada badan yang mungkin juga melibatkan bagian lain. Papula ini memiliki sisik putih psoriasis yang khas. Wajah juga mungkin terlibat dengan erupsi bersisik merah. Tidak seperti bentuk psoriasis lainnya, ruam berespons dengan mudah terhadap perawatan dan cenderung menghilang setelah usia 1 tahun.2

Gambar 3.13 Psoriasis napkin

-

Psoriasis linear Psoriasis linier adalah bentuk yang sangat langka. Lesi psoriatik muncul sebagai lesi linier yang paling umum pada anggota gerak tetapi mungkin juga terbatas pada dermatom. Ini mungkin merupakan nevus yang mendasarinya, mungkin nevus epidermal verrucous linear inflammatory (ILVEN), karena lesi-lesi ini menyerupai psoriasis linear baik secara klinis maupun histologis. Keberadaan bentuk linear dari psoriasis yang berbeda dari ILVEN masih kontroversial.2

32

Gambar 3.14 Psoriasis Linear 3.8 Diagnosis Diagnosis psoriasis ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, dan dapat dibantu oleh pemeriksaan penunjang. Manifestasi klinis psoriasis vulgaris berupa lesi plak eritema berbatas tegas dan ditutupi oleh skuama berwarna putih tebal. Tampak bintik-bintik perdarahan akibat pelebaran kapiler (tanda Auspitz). Fenomena Koebner atau respon isomorfik lebih sering terjadi selama masa perkembangan penyakit. Klinisi juga sebaiknya menggali riwayat penyakit pada penderita termasuk riwayat keluarga, faktor predisposisi, dan kemungkinan penyakit penyerta lainnya.1,6 Salah satu teknik yang digunakan untuk mengukur derajat keparahan psoriasis yaitu dengan menggunakan skor Psoriasis Area and Severity Index (PASI). Skor PASI merupakan gold standar pengukuran yang digunakan untuk mengetahui derajat keparahan dan luas lesi psoriasis. Pada uji klinis, perubahan skor PASI digunakan untuk menilai kemajuan terapi. Klinisi berpendapat bahwa keberhasilan pengobatan psoriasis ditunjukkan dengan adanya perbaikan skor PASI hingga lebih atau sama 75%, walaupun perbaikan skor PASI < 75% menunjukkan adanya perbaikan klinis psoriasis.1,6

33

Gambar 3.15 PASI Skor

Gambar 3.16 Autspitz sign

3.17 Fenomena Koebner

34

Gambar 3.18 Diagnosis pada psoriasis

-

Tes laboratorium Meskipun pemeriksaan histopatologis jarang diperlukan untuk menegakkan diagnosis, pemeriksaan ini dapat membantu dalam kasuskasus sulit. Pada lesi awal psoriasis pustular, epidermis biasanya hanya sedikit acanthotic, sedangkan hiperplasia psoriasiform terlihat pada lesi yang lebih lama dan persisten. Neutrofil bermigrasi dari pembuluh yang melebar di dermis atas ke epidermis di mana mereka berkumpul di bawah

35

stratum korneum dan di lapisan Malpighi atas untuk membentuk pustula spongiformis Kogoj.2 Kelainan laboratorium lain pada psoriasis biasanya tidak spesifik dan mungkin tidak ditemukan pada semua pasien. Pada psoriasis vulgaris yang parah, psoriasis pustular menyeluruh, dan eritroderma, keseimbangan nitrogen negatif dapat dideteksi, dimanifestasikan oleh penurunan albumin serum. Pasien psoriasis memanifestasikan profil lipid yang berubah, bahkan pada awal penyakit kulit mereka.2 Pasien memiliki kadar lipoprotein densitas tinggi 15% lebih tinggi, dan rasio kolesterol-trigliserida untuk partikel lipoprotein densitas sangat rendah adalah 19% lebih tinggi. Lebih lanjut, konsentrasi apolipoproteinA1 plasma 11% lebih tinggi pada pasien psoriasis.2 Asam urat serum meningkat hingga 50% dari pasien dan terutama berkorelasi dengan tingkat lesi dan aktivitas penyakit. Ada peningkatan risiko terkena gout arthritis. Kadar asam urat serum biasanya menjadi normal setelah terapi. Penanda peradangan sistemik dapat ditingkatkan, termasuk C-reaktif protein, α2-makroglobulin, dan laju sedimentasi eritrosit. Namun, peningkatan tersebut jarang terjadi pada psoriasis plak kronis tanpa komplikasi artritis. Peningkatan kadar imunoglobulin serum (Ig) A dan kompleks imun IgA, serta amiloidosis sekunder, juga telah diamati pada psoriasis, dan yang terakhir membawa prognosis yang buruk.2

-

Tes khusus Teknik imunostaining, sorting fluorescence-activated cell dari suspensi sel terdisosiasi, dan penilaian penyusunan ulang gen reseptor selT telah menjadi sangat penting dalam menjelaskan patogenesis psoriasis dan dalam mengkarakterisasi respons terhadap terapi antipsoriatik tetapi umumnya tidak diperlukan untuk diagnosis atau manajemen .2

36

3.9 Diagnosis Banding

Gambar 3.19 Diagnosis Banding psoriasis

-

Nummular Eczema2 : o Penyakit kronis yang etiologinya tidak diketahui o Papul dan papulovesikel bergabung membentuk plak nummular dengan krusta dan sisik o Lokasi tersering di ekstremitas atas, termasuk dorsum manus pada perempuan dan ekstremitas bawah pada laki-laki

37

Gambar 3.20 Nummular eczema -

Tinea corporis2 : o Dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous skin) o Kebanyakan disebabkan oleh T. rubrum. o Lesi bulat atau lonjong berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang vesikel dan papul di tepi, serta daerah tengahnya biasanya lebih tenang (central healing). o Terdapat lesi annular ‘ring worm’ atau serpiginous plaque dengan berbatas eritema aktif. o Terdapat juga tinea corporis dengan gambaran lesi polisiklik, dimana menunjukkan beberapa plak eritema polisiklik merah dengan batas yang meninggi. Sedangkan ada juga bentuk psoriasiform, yang mirip dengan psoriasis.

38

Gambar 3.21 Tinea corporis

-

Dermatitis seboroik7 o Penyakit kulit dengan peradangan superfisial kronis yang mengalami remisi dan eksaserbasi dengan area seboroik sebagai tempat predileksi (bagian tubuh yang banyak terdapat kelenjar sebasea seperti kepala, wajah, badan bagian atas dan daerah lipatan). o Gejala klinis: umunya gatal, pada area seboroik berupa makula atau plakat, folikular, perifolikular atau papulae, kemerahan atau kekuningan, inflamasi, skuma dan krusta tipis sampai tebal yang kering, basah atau berminyak. o Bersifat kronis, mudah kambuh, berhubungan dengan kelelahan, stress atau paparan matahari. o Pada pemeriksaan histopatologis didapatkan gambaran dermatitis kronis dan spongiosis yang berat. o Pada pemeriksaan KOH 10% tampak spora/ blastokonidia, tidak ada hifa o Pemeriksaan lampu wood didapatkan fluoresen negatif (warna violet).

39

3.10 Tatalaksana Edukasi8 -

Edukasi pasien dan keluarga merupakan kunci sukses pengobatan

-

Pasein harus memahami bahwa psoriasis merupakan penyakit kronis, dan pengobatan hanya mengontrol gejala bukan menyembuhkan penyakit.

-

Jelaskan pada pasien bahwa psoriasis merupakan penyakit yang umum dan tidak menular

40

-

Diskusikan mengenai pilihan terapi, efek samping, dan hasil yang diharapkan

-

Diskusikan mengenai faktor eksaserbasi: obat-obatan, virus, dan bakteri

-

Gaya hidup sehat

-

Pasien dengan tipe psoriasis apapun harus dijelaskan bahwa dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya penyakit arteri koroner

-

Anjurkan pasien untuk kontrol ulang teratur

Topical Treatment untuk psoriasis2 -

Emolien Emolien seperti urea sebaiknya digunakan selama terapi, segera setelah

mandi, untuk mencegah kekeringan pada kulit, mengurangi ketebalan skuama, mengurangi nyeri akibat fisura, dan mengurangi rasa gatal pada lesi tahap awal. -

Kortikosteroid Penggunaan kortikosteroid dilihat dalam 4-6 minggu apabila lesi tidak

membaik maka terapi dapat dihentikan atau diganti menjadi terapi jenis lain, sementara kortikosteroid superpoten hanya diperbolehkan untuk 2 minggu. Jika telah terjadi perbaikan potensinya dan frekuensinya dikurangi. -

Vitamin D3 dan Analog. Setelah berikatan dengan reseptor vitamin D, vitamin D3 akan meregulasi

pertumbuhan dan diferensiasi sel, mempengaruhi fungsi imun, menghambat proliferasi keratinosit, memodulasi diferensiasi epidermis, serta menghambat produksi beberapa sitokin pro-infl amasi seperti interleukin 2 dan interferon gamma. Analog vitamin D3 yang telah digunakan dalam tatalaksana penyakit kulit adalah calcipotriol, calcipotriene, maxacalcitrol, dan tacalcitol. -

Anthralin (Dithranol). Dithranol dapat digunakan untuk terapi psoriasis plakat kronis, dengan efek

antiproliferasi terhadap keratinosit dan antiinfl amasi yang poten, terutama yang resisten terhadap terapi lain. Dapat dikombinasikan dengan phototherapy UVB dengan hasil memuaskan

41

-

Preparat ter. Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat ter, yang efeknya adalah

anti radang. Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3, yakni yang berasal dari: 

Fosil, misalnya iktiol.



Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski.



Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens

Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang efektif untuk psoriasis, yang cukup efektif ialah yang berasal dari batubara dan kayu. Konsentrasi yang biasa digunakan 2 – 5%, dimulai dengan konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaikkan. Supaya lebih efektif, maka daya penetrasi harus dipertinggi dengan cara menambahkan asam salisilat dengan konsentrasi 3 – 5 %. Sebagai vehikulum harus digunakan salap karena salap mempunyai daya penetrasi terbaik. -

Tazarotene Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat

proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam bentuk gel, dan krim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila dikombinasikan dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar dan eritema pada 30 % kasus, juga bersifat fotosensitif.

Steroid Topical

Analog

Tazarotene

vitamin D Mekanisme aksi

Calcineurin

Mengikat

Mengikat

Dimetabolisme

reseptor

reseptor

menjadi

glukokortikoid,

vitamin

menghambat

mempengaruhi

transkripsi AP-1 expresi

42

Inhibitor

Mengikat

asam protein

D, tazaotenic yang pengikat berikatan

gen. dengan reseptor

FK506

NF-B- mendukung

dan

asam

retinoic. (FKBP)

dan

dependent

gen diferensiasi

Normalisasi

menghambat

termasuk

IL-1 keratinosit.

diferensiasi

kalsineurin,

epidermis,

mengurangi

menghambat

aktivasi

dan TNF-

efek

poten faktor

antiproliferasi,

transkripsi,

dan

NF-AT,

menurunkan

dengan

proliferasi

penurunan

epidermis

sitokin

yang

dihasilkan transkripsi, termasuk IL-2. Dosis

10.000

fold Calcipotriene,

Tersedia dalam Aplikasikan

range

potency. 0,005%

pada 0,05%

dan pada area yang

Steroid

dosis area

yang 0,1%,

baik terkena

tinggi

di terkena

2 cream dan gel. kali/hari

aplikasikan pada kali/hari. Dapat Aplikasikan area terkena

yang digunakan

setiap

2 bersamaan

pada area yang

kali/hari selama dengan

terkena

2-4 minggu dan penggunaan kemudian secara steroid topical intermiten (tiap (analog vitamin minggu)

D

tiap

hari,

steroid topical pada minggu)

43

malam

tiap

2

Efikasi

Sangat

efektif Efikasi

Efikasi

Efektif untuk

untuk

meningkat jika meningkat jika tatalaksana

tatalaksana

dikombinasikan dikombinasikan

jangka pendek

dengan steroid dengan steroid wajah topical.

Dapat topikal

psoriasis

flexura

dan tetapi

juga

minimal untuk

dikombinasikan

psoriasis plak

dengan

terapi

kronis

terjadi Ketika

Sensasi

lainnya Keamanan

Mensupresi

Sering

hypothalamic

iritasi

pituitary

tempat aplikasi. sebagai

adrenal

pada digunakan

axis Hypercalcemia

terbakar pada lokasi aplikasi

monoterapi,

(resiko

tinggi dilaporkan pada dapat

terjadi

pada

anak- pasien dengan iritasi

pada

anak).

Atrofi pemakaian

dermis

dan berlebihan

lokasi aplikasi.

epidermis. Membentuk striae. Tachyphylaxis. Kontraindikasi Hipersensitivitas Hypercalcemia,

Hamil,

Gunakan

terhadap steroid, Toksisitas

hipersensitivitas secara hati-hati

infeksi

terhadap

pada anak usia

tazarotene

kurang 2 tahun

yang

kulit vitamin D sedang

aktif. Pemakaian jangka panjang

Karena laporan jangka panjang memiliki steroid dengan anecdotal dari meningkatkan toleransi yang tazarotene dapat asosiasi dengan baik dan efektif mengurangi keganasan, kelas obat ini Penggunaan

Calcipotriol

44

Kombinasi

resiko

Jika baru baru ini menerima dengan diberikan kotak hitam peringatan minimal efek selama oleh US Food samping pada fototerapi harus and Drug Administration penggunaan dikurangi

efek secara

samping

C

Kategori

klinis atropi.

jangka panjang

sepertiga

C

X

C

kehamilan

-

Tatalaksana sistemik untuk psoriasis2 Cyclosporine A

Methotrexate

Hydroxyurea

Sulfasalazine

Blok

Menghambat

Agenta

diphosphate

inflamasi,

ribonucleotide

menghambat

yang dihasilkan menyebabkan

reductase,

lipoxygenase

kalsineurin,

mengubah

Mekanisme Mengikat kerja

siklofilin, blok

dan dihydrofolate

kompleks reductase,

penghambatan

mengurangi efek sintesis purin ribonucleotide NF-AT sel

dalam dan pirimidin. menjadi T, Juga

deoxyribonucle

menghambat IL- memblokir

otide,

2

menghambat

dan

lainnya.

sitokin AICAR

selektif

transformilase, sintesis yang

pada

menyebabkan

proliferasi

akumulasi adenosin antiinflamasi

45

DNA sel

anti-

5-

Dosis

-

-

5

Dimulai

500

mg/kgbb

dengan

/hari

2,5

2,5

ditingkatkan

mg/kbb/

sampai

hari

terapetik

mg

per Dosis awal 500 mg,

dosis hari,

mg

jika dapat ditoleransi

dan ditingkatkan 1- setelah

3

1,5 gram per tingkatkan

level hari

hari, jadi

1

gram

berdasarkan

tercapai (10-15 respons mg/minggu;

dan

toleransi pasien

maksimum 2530 mg/minggu) Efikasi

Sangat efektif

Dapat

Penelitian pada Tampaknya menjadi

mengurangi

85

keparahan

dengan

psoriasis

psoriasis

plak severe psoriasis

setidaknya

kronis,

61%

50%

pasien pengobatan

yang

cukup efektif untuk

pada memiliki remisi

lebih dari 75% memuaskan pasien Keamanan

Nefrotoksisitas,

Hepatotoksisit

Supresi

HTN,

as,

sumsum tulang, muntah dapat terjadi

immunosupresi.

penggunaan

makrositosis,

Meningkatkan

kronis

resiko

menyebabkan

keganasan

pada

mutagenik. Efek

samping hemolitik

dermatologi

Abnormalitas

lichen planus- dengan

fetus

Rash,

pruritus dan anemia

hepatis.

(berhubungan

atau like eruptions, G6PD)

kematian,

exacerbation of

myelosupresi,

postirradiation

46

beberapa

dapat teratogenik dan pasien.

jika fibrosis

sebelum PUVA

Sakit kepala, mual,

defisiensi

fibrosis pulmo, erythema, reaksi

leg

kulit ulcers, dan

yang berat.

perubahan dermatomyositi s

Monitoring

BP, magnesium, CBC dan LFT CBC asam urat, lipid, awal.

Dasar, Baseline

Pantau CMP,

LFT. CMP, dan G6PD.

dll. Ulangi tes CBC dan LFT Ulangi tes dasar Ulangi setiap minggu.

CBC,

CBC

dan

2-4 setiap minggu setiap minggu CMP setiap minggu sampai

dosis selama

4 selama 1 bulan, lalu

target tercapai, minggu

lalu setiap

kemudian

2-4 selama 1 bulan, lalu

setiap

setiap

setidaknya

12 bulan, dan kemudian

hati minggu.

setiap 1,5 g Kemudian (risiko tinggi) ulangi tes setiap hingga setiap 3 bulan. Tahan 3,5 - 4,0 g dosis jika WBC (risiko rendah) <2,5 × 109 / L, dari

dosis jumlah

kumulatif atau trombosit <100 menggunakan

× 109 / L atau

uji prokolagen anemia berat. III

47

minggu

4-8 minggu selama bulanan selama 3

minggu. Biopsi

2

setiap 3 bulan.

Kontraindi

Absolut:

kasi

HTN Absolut:

Absolut:

Absolut:

tidak terkontrol, Hamil,

depresi

hipersensitivitas

gangguan fungsi menyusui, dll

sumsum tulang terhadap

ginjal,

(leukopenia,

sulfasalazine,

Hepatitis,

trombositopeni

obstruksi

insufisiensi

a,anemia),

atau

riwayat Relative:

keganasan

renal,

infeksi hamil

berat,

urinary,

dan porphyria. Hati-hati

menyusui.

penurunan fungsi paru

intestinal

pada pasien dengan defisiensi G6PD

Renal: gangguan ginjal

Penggunaa n

Jangka

pendek Dengan

Pengalaman

jangka lebih aman dari pemantauan

panjang

penggunaan

yang

jangka panjang

penggunaan

Pengalaman terbatas

terbatas dengan dengan

tepat, perawatan

jangka panjang.

jangka panjang.

jangka panjang tampaknya aman Kategori

C

X

D

kehamilan

48

perawatan

B

-

Tatalaksana kombinasi untuk psoriasis2

- = kombinasi kontraindikasi; ± = tidak cukup bukti; + = kombinasi yang disarankan; ++ = kombinasi sangat dianjurkan. Alasan untuk kombinasi kontraindikasi: CsA dengan PUVA; peningkatan risiko karsinoma sel skuamosa. Coal Tar dengan PUVA, respons severe fototoksik. Acitretin dengan MTX, hepatotoksisitas.

-

Fototerapi1 Foto terapi yang dikenal ultraviolet A (UVA) dan ultraviolet B (UVB).

Fototerapi memiliki kemampuan menginduksi apoptosis, imunosupresan, mengubah profil sitokin dan mekanisme lainnya. Diketahui efek biologic UVB terbesar pada kisaran 311-313 nm oleh karena itu sekarang tersedia lampu UVB (TL-01) yang dapat memancarkan sinar monokromatik dan disebut spektrum sempit (narrowband). Dalam berbagai uji coba penyinaran 3-5 kali seminggu dengan dosis eritemogenik memiliki hasil yang efektif. Bila dibandingkan dengan UVB spektrum luas, UVB spektrum sempit dosis suberitemogenik nampaknya lebih efektif. Psoriasis sedang sampai berat dapat diobati dengan UVB, kombinasi dengan ter meningkatkan efektivitas terapi. Efek samping cepat berupa sunburn, eritema, vesikulasi dan kulit kering. Efek jangka Panjang berupa penuaan kulit dan keganasan kulit yang masih sulit

49

dibuktikan. Bila dilakukan diklinik, kombinasi UVB dengan ter dan antraling, memiliki masa remisi berlangsung lama pada 55%. Pemakaian UVB spektrum sempit lebih banyak dipilih karna lebih aman dibandingkan dengan PUVA (psoralen dan UVA) yang dihubungkan dengan karsinoma sel basal dan melanoma malignan pada kulit, Peningkatan keganasan kulit karena UVB spektrum sempit sampai saat ini belum bias ditetapkan dan masih dalam penyelidikan.

-

Terapi biologis

Obat biologic merupakan obat yang baru dengan efeknya memblok langkah molekular spesifik yang penting pada pathogenesis psoriasis.Contoh obatnya adalah alefaseb, efalizumab dan TNF-α-antagonist

50

3.11 Komplikasi2 Pasien dengan psoriasis memiliki morbiditas dan mortalitas yang meningkat dari kejadian kardiovaskular, terutama mereka yang menderita penyakit kulit psoriasis yang lama dan parah. Risiko infark miokard meningkat terutama pada pasien yang lebih muda dengan psoriasis parah. Dalam penelitian terbaru terhadap 1,3 juta penerima perawatan kesehatan Jerman, sindrom metabolik adalah 2,9 kali lipat lebih sering di antara pasien psoriasis, dan diagnosis yang paling umum adalah hipertensi (35,6% pada psoriasis vs 20,6% pada kontrol) dan hiperlipidemia (29,9% vs 17,1%). Frekuensi rheumatoid arthritis [rasio prevalensi (PR) 3,8], penyakit Crohn (PR 2.1), dan kolitis ulserativa (PR 2.0) juga meningkat. Psoriasis tetap berhubungan setelah mengontrol usia, jenis kelamin, status merokok, obesitas, diabetes, dan penggunaan NSAID. Pasien psoriasis juga telah terbukti memiliki peningkatan risiko limfoma Hodgkin dan kutaneus sel T limfoma, terutama pada pasien dengan penyakit yang lebih parah. Gangguan emosional muncul dari kekhawatiran tentang penampilan, yang mengakibatkan rendahnya harga diri, penolakan sosial, rasa bersalah, malu, masalah seksual, dan gangguan kemampuan profesional. Timbulnya pruritus dan nyeri dapat memperburuk gejala-gejala ini. Aspek psikologis dapat memodifikasi perjalanan penyakit; khususnya, perasaan stigmatisasi dapat mengarah pada ketidakpatuhan pengobatan dan memburuknya psoriasis. Demikian juga, tekanan psikologis juga dapat menyebabkan depresi dan kecemasan. Prevalensi ide bunuh diri dan depresi pada pasien dengan psoriasis lebih tinggi daripada yang dilaporkan dalam kondisi medis lainnya dan populasi umum. Dengan demikian, meskipun penyakit ini tidak mengancam kehidupan, psoriasis dapat sangat mengganggu kualitas hidup. Sebuah studi perbandingan melaporkan penurunan fungsi fisik dan mental yang sebanding dengan yang terlihat pada kanker, radang sendi, hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan depresi. Menurut sebuah survei baru-baru ini, 79% pasien dengan severe psoriasis melaporkan dampak negatif pada kehidupan mereka.

51

3.12 Prognosis2 Psoriasis guttate seringkali merupakan penyakit yang sembuh sendiri, berlangsung dari 12 hingga 16 minggu tanpa pengobatan. Diperkirakan bahwa sepertiga hingga dua pertiga dari pasien ini kemudian dapat berkembang menjadi jenis psoriasis plak kronis. Sebaliknya, psoriasis plak kronis dalam banyak kasus merupakan penyakit seumur hidup, bermanifestasi pada interval yang tidak terduga. Remisi spontan, yang berlangsung selama periode waktu yang bervariasi, dapat terjadi selama psoriasis pada 50% pasien. Durasi remisi berkisar dari 1 tahun hingga beberapa dekade. Dalam dua studi terpisah, remisi berkisar antara 17% hingga 55%. Dalam penelitian lain terhadap pasien yang diikuti selama 21 tahun, 71% memiliki lesi persisten, 13% bebas dari penyakit, dan 16% memiliki lesi intermiten. Psoriasis pustular eritrodermik dan generalisata memiliki prognosis yang lebih buruk, dengan penyakit yang cenderung parah dan persisten.

52

BAB IV ANALISIS KASUS

Pasien perempuan atas nama Ny. S berumur 42 tahun, datang dengan keluhan bercak kemerahan yang menebal dan bersisik pada kulit disertai rasa gatal pada kedua tangan, perut, punggung dan kedua tungkai yang memberat sejak 2 bulan SMRS. Keluhan awalnya muncul sejak  6 tahun yang lalu, awalnya bercak timbul pada tangan kiri dan kaki seperti bercak kecil menebal seukuran jarum pentul yang kemerahan dan terasa gatal. Apabila pasien menggaruk bercak, akan mengelupas berupa sisik putih dan kemudian melebar dan menyebar ke tangan, perut, punggung dan tungkai bawah. Lesi sekarang berupa bercak kemerahan yang jelas dan menebal dengan sisik kasar berwarna putih disertai rasa gatal pada kedua tangan, perut, punggung dan kedua tungkai yang memberat sejak 2 bulan SMRS. Jika sisik dilepas muncul bitnik-bintik kemerahan. Pasien sempat berobat ke RS dan diberikan obat salep dan racikan dan sudah 2 tahun putus pengobatan. Berdasarkan anamnesa tersebut, sesuai dengan teori gejala psoriasis vulgaris yang berupa lesi plak eritematosa mulai dari seukuran miliar sampai plakat. Permukaan lesi psoriasis juga dilapisi skuama kasar berlapis dan berwarna putih, dan ketika pasien menggaruk lesi tersebut skuama berwana putih seperti lilin (karsvlek phenomenon) dan jika skuama dilepas akan muncul titik-titik perdarahan (auspitz’s sign). Jika psoriasis aktif, lesi dapat muncul pada kulit yang sebelumnya tidak terdapat lesi (Kobner phenomenon).Berdasarkan anamnesa, pasien telah mengalami keluhan tersebut sejak 6 tahun, sesuai dengan perjalanan penyakit psoriasis yang bersifat kronis. Selama dalam pengobatan pasien merasa terdapat perbaikan pada keluhan. Bercak tersebut kering, tidak ada benjolan berisi cairan, nanah

53

ataupun darah. Rasa gatal tidak terlalu mengganggu pasien. Keluhan sering timbul saat pasien merasa stress dan kelelahan. Keluhan dirasa berkurang dan pasien merasa nyaman jika udara disekitar sejuk atau dingin. Pasien bekerja di RS sebagai pegawai kebersihan. Pasien selalu mandi setelah beraktivitas atau bekerja diluar rumah, pasien mencuci piring menggunakan sarung tangan. Stres menyebabkan perubahan aktivitas aksis hipofisis hipotalamus dengan penurunan kadar kortisol serum, dan peningkatan aktivitas penyakit. Stres psikologis diketahui memperburuk psoriasis dengan mengubah sistem kekebalan tubuh. Peningkatan kadar hormon stres akibat aktivasi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal dapat menyebabkan eksaserbasi psoriasis. Corticotropin Releasing Hormone (CRH) adalah komponen sentral dari axis hipotalamus-hipofisis-adrenal yang penting dalam koordinasi respons stres sistemik serta modulasi respons inflamasi. Kutaneus CRH dan reseptor CRH 1 telah terbukti mengatur homeostasis lokal pada kulit dan pada psoriasis, ekspresi CRH meningkat secara signifikan. Saat ini, efek proinflamasi CRH pada kulit tidak jelas, CRH dapat merangsang produksi IL-6 atau IL-11 dalam keratinosit selama stres kulit, oleh karena itu, ada kemungkinan bahwa CRH bekerja pada keratinosit untuk memperburuk psoriasis lebih lanjut. Berdasarkan pemeriksaan fisik dari pengukuran tekanan darah pasien terdapat hasil 150/100 mmHg yang menunjukkan hipertensi stadium I. Pada status dermatologis terdapat plak eritematosa pada manus dextra et sinistra, cruris dextra et sinistra, abdominal dan lumbal. Plak eritematosa dengan bentuk annular, ukuran miliar sampai pada plakat berbatas sirkumskripta, tepinya tidak aktif. Permukaan dilapisi skuama kasar berlapis. Terdapat skuama kasar yang berlapis-lapis berwarna putih, sementara pada dermatitis seboroik, meskipun lokasi predileksi terjadi di daerah kulit kepala berambut, wajah, alis, lipat nasolabial, telinga, bagian atas-tengah dada dan punggung, lipat gluteus, inguinal, genital dan ketiak tetapi bentuk lesi jarang menjadi luas.

54

Skuama yang ditemukan pada dermatitis seboroik berwarna kuning dan berminyak, eksematosa ringan, kadang kala disertai rasa gatal dan menyengat. Pada dermatitis seboroik dapat dijumpai kemerahan perifolikular

yang

pada

tahap

lanjur

menjadi

plak

eritematosa

berkonfluensi, bahkan dapat membentuk rangkaian plak di sepanjang batas rambut frontal dan disebut sebagai korona seboroika. Diagnosa banding lainnya adalah tinea coporis yang merupakan infeksi dermatofita superfisial yang ditandai oleh baik lesi inflamasi maupun non inflamasi pada glabrous skin ( kulit tubuh yang tidak berambut) seperti muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal. Kelainan klinis merupakan lesi bulat atau lonjong, terpisah satu dengan yang lain, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang – kadang dengan vesikel dan papul di tepi, dapat pula terlihat sebagai lesi dengan pinggir yang polisiklik. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang, kadang – kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan pada permulaan penederita merasa sangat gatal, akan tetapi kelainan yang menahun tidak menimbulkan keluhan pada penderita. Pemeriksaan sediaan langsung KOH diperoleh positif. Pada kasus ini tempat predileksi dari tinea coporis sama dengan psoriasis, pada psoriasis didapatkan plak eritema dengan skuama yang tebal, kasar dan berlapis – lapis, tidak memiliki central healing dan tepinya tidak aktif, sedangkan pada tinea coporis hanya terdapat eritema dengan skuama yang halus, memiliki central healing, dan tepinya aktif. Pada pemeriksaan fisik diagnosa banding tinea corporis dapat disingkirkan berdasarkan jenis lesinya dan pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan fenomena tetesan lilin, auspitz, kobner, ketika hasilnya positif maka diagnosa banding tinea corporis dapat disingkirkan. Dapat juga dilakukan pemeriksaan dengan KOH 10% jika tinea corporis belum bisa disingkirkan. Pemeriksaan anjuran yang dapat dilakukan, seperti yang sudah disebutkan di atas bahwa tanda khas dari psoriasis adalah auspitz’s sign, fenomena tetesan lilin, kobner phenomenon. Sementara, pada tinea

55

korporis, dermatitis numularis, tidak didapatkan 3 fenomena tersebut. Pada pemeriksaan histopatologi psoriasis memberikan gambaran histopatologik yang khas yakni parakeratosis, akantosis dan munro abses. Aktivitas mitosis sel epidermis tampak begitu tinggi, sehingga pematangan keratinisasi sel-sel epidermis terlalu cepat dan stratum korneum tampak menebal. Di dalam sel-sel tanduk ini masih ditemukan inti sel (parakeratosis). Di dalam stratum korneum dapat ditemukan kantongkantong kecil yang berisikan sel radang polimorfonuklear. Pada puncak papil dermis didapati pelebaran pembuluh darah kecil yang disertai oleh sebukan sel radang limfosit dan monosit. Dari perbandingan diagnosis berdasarkan berdasarkan anamnesa, status dermatologis, dan pemeriksaan penunjang diagnosis ini mengarah kepada psoriasis vulgaris dikarenakan kesesuaian dengan teori. Pada pasien ini dipilih terapi medikamentosa melalui pengobatan sistemik dan pengobatan topikal. Untuk pengobatan secara sistemik dipilih Metotreksat tab PO 2,5 mg tiap 12 jam, 7,5 mg/ minggu. Metotreksat biasanya digunakan pada psoriasis dengan plakat luas ( > 30 % luas tubuh), biasanya digunakan untuk psoriasis tipe sedang sampai berat serta psoriasis ulangan, obat sangat efektif terutama pada psoriasis dengan pengobatan jangka panjang. Mekanismenya dengan menekan biosintesis asam folat yang berperan dalam replikasi DNA, sehingga dapat menekan proliferasi limfosit dan produksi sitokin, oleh karena itu bersifat imunosupresif dan antiinflamasi. Sementara untuk obat topikal diberikan Clobetasol propionate cream 0,05% 3 x/hari selama 2 minggu. Vehikulum yang dipilih pada pengobatan pasien ini adalah krim. Krim merupakan campuran W (water) dalam O (oil). Dikarenakan pada pasien psoriasis terdapat skuama yang tebal kasar dan berlapis, maka dibutuhkan vehikulum yang dapat berpenetrasi cukup dalam. Penetrasi dari vehikulum krim cukup dalam, namun tidak sebaik penetrasi pada vehikulum ointment. Namun, pada pemakaian vehikulum ointment sering menyebabkan pasien tidak nyaman karena rasa yang

56

lengket dan berminyak. Sehingga pada pasien ini diberikan obat dengan vehikulum krim karena pertimbangan penetrasi dan kenyamanan pasien. Kortikosteroid bekerja sebagai antiinflamasi, antiproliferasi, imunosupresi dan vasokonstriktor. Kortikosteroid merupakan first-line untuk pasien dengan psoriasis, tipe psoriasis yang jarang dan psoriasis dengan plak. Untuk pemakaian kortikosteroid dalam tingkatan ringan dapat digunakan 4-6 minggu, namun untuk kortikosteroid poten (clobetasol) dibatasi pemakaiannya, dipakai selama 2 minggu dan tidak melebihi 3 bulan pemakaian. Pemberian terapi asam folat 3x1g/hari diberikan karena pasien diberikan terapi metotreksat yang bekerja memblokade dihydrofolate reductase, sehingga mencegah terjadinya anemia. Emollient Urea Cream 20% 3 x/hari diberikan sebelum mengoleskan clobetasol. Amlodipin 10 mg/ hari diberikan karena pasien menderita hipertensi grade I dan diberikan cetirizine 10 mg/hari untuk mengurangi gatal. Prognosis dari psoriasis vulgaris, dikarenakan bersifat kronik residif dan merupakan penyakit autoimun maka prognosisnya tergantung pada keadaan imun seseorang tersebut. Prognosis baik jika mendapat terapi yang efektif namun angka kekambuhan dan perbaikan spontan tidak dapat diduga sebelumnya.

57

BAB V KESIMPULAN

Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan. Faktor predisposisi yang dapat menimbulkan psoriasis adalah faktor herediter, faktor psikis, infeksi fokal, penyakit metabolik, gangguan pencernaan, dan faktor cuaca. Psoriasis dapat digolongkan berdasarkan bentuk kliniknya menjadi psoriasis vulgaris, psoriasis gutata, psoriasis inversa, psoriasis eksudativa, psoriasis seboroik, psoriasis pustulosa, dan eritroderma psoriatik. Pada pemeriksaan dapat ditemukan disertai fenomena tetesan lilin,

Auspitz,

dan

Kobner.

Pemeriksaan

meliputi

pemeriksaan

bidang

dermatopatologi, serologi dan kultur. Pemberian terapi dapat berupa topikal, oral, maupun fototerapi. Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, namun bersifat kronis dan residif. Salah satu tujuan pengobatan adalah mencegah ruam semakin meluas dan mencegah pasien menggaruk ruam yang bisa menyebabkan ruam semakin parah. Pengobatannya sendiri terbagi menjadi pengobatan topikal dan pemberian obat sistemik. Pengobatan topikal dapat diberikan preparat ter, namun saat ini sudah jarang digunakan. Untuk pemberian obat topikal, paling sering diberikan obat kortikosteroid topikal. Selain itu pemberian obat kortikosteroid seperti prednison atau metilpredinosolon dapat digunakan. Apabila terapi dengan kortikosteroid tidak menunjukkan hasil, maka dapat diberikan terapi sitostatika. Selain itu juga penting untuk menjelaskan dan memberikan edukasi terkait psoriasis pada pasien karena penyakit ini merupakan penyakit kronik dan residif.

58

DAFTAR PUSTAKA

1. Jacoeb TNA. Psoriasis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 2016.h.213-22. 2. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K editors. 3. Mahajan Rahul, Handa Sanjeev. Pathophysiology of Psoriasis. Indian Journal of Dermatology, Venereology, and Leprology. 2013. 4. Siregar R. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC; 2004. 5. Wolff K., Johnson R.A. Psoriasis. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. Edisi ke-6. New York:Mc Graw Hill;2009.p.53-71. 6. Weller R, Hunter J, Savin J, et al. Psoriasis. Clinical Dermatology. Edisi ke-4. USA: Blackwell Publishing; 2008. P.54-70. 7. Murtiastutik Dwi, dkk. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 2. Airlangga University Press; 2009. 8. Cowden A., Van Voorhees A.S. Introduction: History of psoriasis and psoriasis therapy. In: Weinberg J.M. (eds) Treatment of Psoriasis. Milestones in Drug Therapy. Basel. 2008

59

Related Documents


More Documents from "wulan reksa fortuna"