Case Cece Jasika Dr Nurita Nd.docx

  • Uploaded by: Jasika Lukita Pertiwi
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Case Cece Jasika Dr Nurita Nd.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,927
  • Pages: 55
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Neurodermatitis sirkumskripta adalah peradangan kulit kronis, gatal, sirkumskrip, ditandai degan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang – ulang karena berbagai rangsangan pruritogenik. Nama lain neurodermatitis sirkumskripta (N. S.) ialah liken simpleks kronikus.1 Liken planus adalah ditandai timbulnya papul – papul yang mempunyai warna dan konfigurasi yang khas. Papul – papul berwarna merah biru dan polygonal, berskuama, dan berbentuk siku – siku. Lokasinya di ekstremitas bagian fleksor, selaput lender dan alat kelamin. Sangat gatal, umumnya membaik dalam waktu 1-2 tahun.1 Dermatitis atopik (D.A.) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi, dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita (D. A rhinitis alergi, dan atau asma bronkial). Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi, dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).1 Berdasarkan uraian di atas, maka penulis untuk membahas tentang neurodermatitis sikumskripta sebagai laporan kasus di bagian ilmu kesehatan kulit dan kelamin dalam kesempatan kali ini.

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Neurodermatitis Sirkuskripta 2.1.1. Definisi Sinonim: Nama lain neurodermatitis sirkumskripta (N.S.) ialah liken simpleks kronikus. Istilah yang pertama kali dipakai oleh Vidal, oleh kerna itu juga disebut liken Vidal. Neurodermatitis sirkumskripta adalah peradangan kulit kronis, gatal, sirkumskrip, ditandai degan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang – ulang karena berbagai rangsangan pruritogenik..1 2.1.2. Etiologi Etiologi neurodermatitis sirkumskripta belum diketahui dengan pasti, gejala timbul akibat garukan dan gosokan karena perasaan gatal yang hebat. Berbagai faktor lingkungan yang mendorong timbulnya gatal, seperti panas, keringat, iritasi, emosi dan psikologis.2 Penyebab Pruritus memainkan peran sentral dalam timbulnya pola reaksi kulit berupa likenifikasi dan prurigo nodularis. Hipotesis mengenai pruritus dapat oleh karena adanya penyakit yang mendasari, misalnya gagal ginjal kronis, obstruksi saluran empedu, limfoma Hodgkin, hipertiroidia, penyakit kulit seperti dermatitis atopi, dermatitis kontak alergik, gigitan serangga, dan aspek psokologik dengan tekanan emosi. Pada prurigo nodularis jumlah eosinofil meningkat. Eosinofil berisi protein X dan protein kationik yang dapat menimbulkan degranulasi sel mas. Jumlah sel Langerhans juga bertambah banyak. Saraf yang berisi CGRP (calcitonin gene-releted peptide) dan SP (substance P), bahan imunoreaktif, jumlahnya didermis bertambah pada prurigo nodularis, tetapi tidak pada neurodermatitis 2

sirkumkripta. SP dan CGRP melepaskan histamin dari sel mas yang lanjutnya akan memicu pruritus. Ekspresi faktor pertumbuhan saraf p75 pada membran sel Schwan dan sel perineum meningkat, mungkin ini menghasilkan hiperplasi neural.1 2.1.3. Epidemiologi Penyakit ini mengenai orang dewasa terutama pada usia 30-50 tahun, wanita lebih sering terkena dibandingkan pria.2 2.1.4. Patogenesis Berbagai factor lingkungan yang mendorong timbulnya gatal, seperti panas, keringat, iritasi, emosi dan psikologis, namun patogenesisnya belum diketahui dengan pasti. Pada suatu penelitian, ditemukan skor depresi yang tinggi. Apakah faktor emosi ini terjadi sekunder akibat penyakit dermatitis primernya, ataukah ia sebagai penyebab primer belum diketahui. Diduga bahwa neurotransmitter mempengaruhi mood (suasana hati) mislanya dopamine, serotonine atau peptide opioid mengatur persepsi gatal melalui jalur descending spinal. Kelainan obsessive –compilsive juga berasosiasi dengan penyakit ini. Dilaporkan juga adanya asosiasi dengan atopic, bervariasi antara 26-75%. 2 2.1.5. Gejala Klinis Penderita mengeluh gatal sekali, bila timbul malam hari dapat mengganggu tidur. Rasa gatal memang tidak terus – menerus, biasanya pada waktu tidak sibuk, bila muncul sulit ditahan untuk tidak digaruk. Penderita merasa enak bila digaruk; setelah luka, baru hilang rasa gatalnya untuk sementara (karena diganti dengan rasa nyeri). Lesi biasanya tunggal, pada awalnya berupa plak eritematosa, sedikit edematosa, lambat laun edema dan eritema menghilang, bagian tengah berskuama dan menebal, likenifikasi dan ekskoriasi; sekitarnya

3

hiperpigmentasi, batas dengan kulit normal tidak jelas. Gambaran klinis dipengaruhi juga oleh lokasi dan lama lesi. N.S., tidak biasa terjadi pada anak, tetapi pada usia dewasa ke atas ; puncak insiden pada usia antara 30 hingga 50 tahun. Wanita lebih sering menderita daripada pria. Letak lesi dapat timbul dimana saja, tetapi yang biasa ditemukan ialah di scalp, tengkuk, samping leher, lengan bagian ekstensor, pubis, vulva, lutut, tungkai bawah lateral, pergelangan kaki bagian depan, dan punggung kaki. Neurodermatitis dibagian tengkuk (lichen nuchae) umumnya hanya pada wanita, berupa plak kecik ditengah tengkuk atau dapat meluas hingga scalp. Biasanya skuamanya banyak menyerupai psoriasis. Variasi klinis N.S. dapat berupa prurigo nodularis, akibat garukan atau korekan tangan penderita yang berulang- ulang pada suatu tempat. Lesi berupa nodus berbentuk kubah permukaan mengalami erosi tertutup krusta dan skuama, lambat laun menjadi keras dan berwarna lebih gelap (hiperpigmentasi). Lesi biasanya multiple; lokalisasi tersering di ekstremitas ; berukuran mulai beberapa millimeter sampai 2 cm.1 2.1.6. Histopatologi Gambaran histopatologik neurodermatitis sirkumskripta berupa ortokeratosis, hipergranulosis, akantosis dengan rete ridges memanjang teratur. Bersebukan sel radang limfosit dan histiosit di sekitar pembuluh darah dermis bagian atas, fibroblast bertambah, kolagen menebal. Pada prurigo nodularis akantosis pada bagian tengah lebih tebal, menonjol lebih tinggi dari permukaan, sel Schwan berproliferasi, dan terlihat hiperplasi neural. Kadang sebagian menutup epidermis.1

4

2.1.7. Diagnosis Diagnosis dibangun atas dasar temuan gambaran klinis pada daerah predileksi adanya likenfikasi, skumasi yang pada awalnya unilateral pada orang dewasa dengan adanya factor emosi/psikologis.5 Diagnosis neurodermatitis sirkumskripta didasarkan gambaran klinis,

biasanya

tidak

terlalu

sulit.

Namun

perlu

dipikirkan

kemungkinan penyakit kulit lain yang memberikan gejala pruritus, misalnya liken planus, liken amiloidosis, psoriasi, dan dermatitis atopi.1

2.1.8. Diagnosis Banding Penyakit kulit lain yang memberikan gejala pruritus, misalnya liken planus, liken amiloidosis, psoriasi, dan dermatitis atopi.1 Termasuk prutitus kronik plak psoriasis seperti stadium awal mikosis, ICD, ACD, epidermal dermatophytosis.3

2.1.9. Penatalaksanaan Secara umum perlu dijelaskan kepada penderita bahwa garukan akan memperburuk keadaan penyakitnya, oleh karena itu harus dihindari. Untuk mengurangi rasa gatal dapat diberikan antipruritus, kortikosteroid topikal atau intralesi, produk ter.1 Antipruritus dapat berupa antihistamin yang mempunyai efek sedatif (contoh; hidroksizin, difenhidramin, prometazin) atau tranquilizer. Dapat pula diberikan secara topikal krim doxepin 5% dalam jangka pendek (maksimum 8 hari). Kortikosteroid yang dipakai biasanya berpotensi kuat, bila perlu ditutup dengan penutup impermeable; kalau masih tidak berhasil dapat diberikan secara suntikan intalesi. Salep kortikosteroid dapat pula dikombinasi dengan ter yang mempunyai efek anti-inflamasi. Ada pula yang mengobati dengan UBV dan PUVA. Perlu dicari kemungkinan ada penyakit yang mendasarinya, bila memang ada harus juga diobati.1 5

2.1.10. Komplikasi Penelitian mengenai tidur pasien neurodermatitis ditemukan gangguan pada siklus tidurnya. Arousal index meningkat yaitu pasien mudah terbangun karena gatal.2 2.1.11. Prognosis Prognosis tergantung pada penyebab prurotus (penyakit yang mendasari), dan status psikologik penderita.1

2.2.

Dermatitis Atopi 2.2.1. Definisi Dermatitis atopik (D.A.) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita (dermatitis atopik, rhinitis alergik, asma bronkial). Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi, dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).1 Kata “atopi” pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya. Misalnya: asma bronkial, rhinitis alergik, dermatitis atopik, dan konjungtivitis alergik. 1 2.2.2. Sinonim Banyak istilah dermatitis atopik lain yang digunakan, misalnya : ekzema

atopik,

ekzema

konstitusional,

ekzema

fleksural,

neurodermatitisdiseminata, prurigo Besnier. Tetapi yang paling sering digunakan ialah dermatitis atopik.1

6

2.2.3. Epidemiologi Oleh karena definisi secara klinis tidak ada yang tepat maka untuk menginterpretasikan hasil penelitian epidemiologi harus berhatihati. Berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi D.A. makin meningkat sehingga merupakan masalah kesehatan besar. Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan Negara industri lain, prevalensi D.A. pada anak mencapai 10-20%, sedangkan pada dewasa kira-kira 1-3%. Di negara agraris, misalnya Cina, Eropa Timur, Asia Tengah, prevalensi D.A. jauh lebih rendah. Wanita lebih banyak menderita D.A. daripada pria dengan rasio 1,3:1. Berbagai faktor lingkungan berpengaruh terhadap prevalensi D.A. misalnya jumlah keluarga kecil, pendidikan ibu makin tinggi, penghasilan meningkat, migrasi dari desa ke kota, dan meningkatnya penggunakan antibiotik, berpotensi menaikan jumlah penderita D.A. .1 Sedangkan rumah yang berpenghuni banyak, meningkatnya jumlah keluarga, urutan lahir makin belakang, sering mengalami infeksi sewaktu kecil, akan melindungi kemungkinan timbul D.A. pada kemudian hari.1 D.A. cenderung diturunkan. Lebih dari seperempat anak dari seorang ibu yang menderita atopi akan mengalami D.A. pada masa kehidupan 3 bulan pertama. Bila salah satu orang tua menderita atopi, lebih dari seperuh jumlah anak akan mengalami gejala alergi sampai usia 2 tahun, dan meningkat sampai 79% bila kedua orang tua menderita atopi. Risiko mewarisi D.A. lebih tinggi bila ibu yang menderita D.A. dibandingkan dengan ayah. Tetapi, bila D.A. yang dialami berlanjut hingga masa dewasa, maka risiko untuk mewariskan kepada anaknya sama saja yaitukira-kira 50%.1

7

2.2.4. Gambaran Klinis Kulit penderita D.A. umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan teraba dingin. Penderita D.A. cenderung tipe astenik, dengan inteligensia di atas rata-rata, sering merasa cemas, egois, frustrasi, agresif, atau merasa tertekan.1 Gejala utama D.A. ialah (pruritus), dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga timbul bermacammacam kelainan di kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta.1 D.A. dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu: D.A. infantil (terjadi pada usia 2 bulan-2 tahun; D.A. anak (2-10 tahun); dan D.A. pada remaja dan dewasa.1

( D.A. infantil (usia 2 bulan-2 tahun) D.A. paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya setelah usia 2 bulan. Lesi mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema, papulo-vesikel yang halus, karena gatal digosok, pecah, eksudatif, dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi kemudian meluas ke tempat lain yaitu ke skalp, leher, pergelangan tangan, lengan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut. Biasanya anak mulai menggaruk setelah berumur 2 bulan. Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur, dan sering menangis. Pada umumnya lesi D.A. infantil eksudatif, banyak eksudat, erosi, krusta dan dapat mengalami infeksi. Lesi dapat meluas generalisata bahkan, walaupun jarang, dapat terjadi eritroderma. Lambat laun lesi menjadi kronis dan residif.1

8

Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi. Pada sebagian besar penderita sembuh setelah usia 2 tahun, mungkin juga sebelumnya, sebagian lagi berlanjut menjadi bentuk anak. Pada saat itu penderita tidak lagi mengalami eksaserbasi, bila makan makanan yang sebelumnya menyebabkan kambuh penyakitnya.1 Larangan makan atau minuman yang mengandung susu sapi pada bayi masih ada silang pendapat. Ada yang melaporkan bahwa kelainan secara dramatis membaik setelah makanan tersebut dihentikan, sebaliknya ada pula yang mendapatkan tidak ada perbedaan.1

( D.A. pada anak (usia 2-10 tahun) Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul sendiri (de novo). Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi, dan sedikit skuama. Letak kelainan kulit di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor, kelopak mata, leher, jarang di muka. Rasa gatal menyebabkan penderita sering menggaruk; dapat terjadi erosi, likenifikasi, mungkin juga mengalami infeksi sekunder. Akibat garukan, kulit

menebal dan perubahan lainnya

yang

menyebabkan gatal, sehingga terjadi lingkaran setan “siklus gatalgaruk”. Rangsangan menggaruk sering di luar kendali. Penderita sensitif terhadap, wol, bulu kucing dan anjing, juga bulu ayam, burung dan sejenisnya.1 D.A. berat yang melebihi 50% permukaan tubuh dapat memperlambat pertumbuhan.1

( D.A pada remaja dan dewasa )

9

Lesi kulit D.A. pada bentuk ini dapat berupa plak papulareritematosa dan berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal. Pada D.A. remaja lokalisasi lesi di lipat siku, lipat lutut, dan samping leher, dahi, dan sekitar mata. Pada D.A. dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, sering mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula ditemukan setempat, misalnya di bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu, atau skalp. Kadang erupsi meluas, dan paling parah di lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar dan cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi dengan sedikit skuama, dan sering tejadi eksoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat laun terjadi hiperpigmentasi.1 Lesi sangat gatal, terutama pada malam hari waktu beristirahat. Pada orang dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila mengalami stres. Mungkin karena stres dapat menurunkan ambang rangsang gatal. Penderita atopik memang sulit mengeluarkan keringat, sehingga rasa gatal timbul bila mengadakan latihan fisik. Pada umumnya DA remaja atau dewasa berlangsung lama, kemudian cenderung menurun dan membaik (sembuh) setelah usia 30 tahun, jarang sampai usia pertengahan; hanya sebagian kecil terus berlangsung sampai tua. Kulit penderita DA yang telah sembuh mudah gatal dan cepat meradang bila terpajan oleh bahan iritan eksogen.1 Penderita atopik berisiko tinggi menderita dermatitis tangan, kira-kira 70% suatu saat dapat mengalaminya. DA pada tangan dapat mengenai punggung maupun telapak tangan, sulit dibedakan dengan dermatitis kontak. DA di tangan biasa timbul pada wanita muda setelah melahirkan anak pertama, ketika sering terpajan sabun dan air sebagai pemicunya.1 Berbagai kelainan dapat menyertai DA, misalnya: hiperlinearis palmaris, xerosis kutis, iktiosis, pomfoliks, pitiriasis alba, keratosis 10

pilaris, lipatan Dennie Morgan, penipisan alis bagian luar (tanda Hertoghe), keilitis, katarak subkapsular anterior, lidah geografik, liken spinulosus, dan keratokonus (bentuk kornea yang abnormal). Selain itu penderita DA cenderung mudah mengalami kontak urtikaria, reaksi anafilaksis terhadap obat, gigitan atau sengatan serangga.1 2.2.5. Diagnosis Diagnosis D.A. didasarkan kriteria yang disusun oleh Hanifin dan Rajka yang diperbaiki oleh kelompok kerja dari Inggris yang dikoordinasi oleh Williams (1994).1 Kriteria mayor 1. Pruritus 1. Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak 2. Dermatitis di fleksura pada dewasa 3. Dermatitis kronis atau residif 4. Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya.

Kriteria minor 1.

Xerosis

2. Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks) 3. Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki 4. lktiosis/hiperliniar palmaris/keratosis pilaris 5. Pitiriasis alba 6. Dermatitis di papila mame 7. White dermographism dan delayed blanch response 8. Keilitis 9. Lipatan infra orbital Dennie-Morgan 10. Konjungtivitis berulang 11. Keratokonus 12. Katarak subkapsular anterior 11

13. Orbita menjadi gelap 14. Muka pucat atau eritem 15. Gatal bila berkeringat 16. Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak 17. Aksentuasi perifolikular 18. Hipersensitif terhadap makanan 19. Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi 20. Tes kulit alergi tipe dadakan positif 21. Kadar IgE di dalam serum meningkat 22. Awitan pada usia dini.1

Diagnosis DA harus mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor. Untuk bayi, kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu: Tiga kriteria mayor berupa: 1. Riwayat atopi pada keluarga, 2. Dermatitis di muka atau ekstensor, 3. Pruritus, ditambah tiga kriteria minor 1. Xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris 2. Aksentuasi perifolikular, 3. Fisura belakang telinga, 4. Skuama di skalp kronis.

Kriteria major dan minor yang diusulkan oleh Hanifin dan Rajka didasarkan pengalaman klinis. Kriteria ini cocok untuk diagnosis penelitian berbasis rumah sakit (hospital based) dan eksperimental, tetapi tidak dapat dipakai pada penelitian berbasis populasi, karena 12

kriteria minor umumnya ditemukan pula pada kelompok kontrol, di samping juga belum divalidasi terhadap diagnosis dokter atau diuji untuk pengulangan (repeatability). Oleh karena itu kelompok kerja Inggris (UK working party) yang dikoordinasi oleh William memperbaiki dan meyederhanakan kriteria Hanifin dan Rajka menjadi satu set kriteria untuk pedoman diagnosis DA yang dapat diulang dan divalidasi. Pedoman ini sahih untuk orang dewasa, anak, berbagai ras, dan sudah divalidasi dalam populasi, sehingga dapat membantu dokter Puskesmas membuat diagnosis.1 Pedoman diagnosis DA yang diusulkan oleh kelompok tersebut yaitu: 5. Harus mempunyai kondisi kulit gatal (itchy skin) atau dari laporan orang tuanya bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok. 6. Ditambah 3 atau lebih kriteria berikut: 1. Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut, bagian depan pergelangan kaki atau sekeliling leher (termasuk pipi anak usia di bawah 10 tahun). 2. Riwayat asma bronkial atau hay fever pada penderita (atau riwayat penyakit atopi pada keluarga tingkat pertama dari anak di bawah 4 tahun). 3. Riwayat kulit kering secara umum pada tahun terakhir. 4. Adanya dermatitis yang tampak di lipatan (atau dermatitis pada pipi/dahi dan anggota badan bagian luar anak di bawah 4 tahun). 5. Awitan di bawah usia 2 tahun (tidak digunakan bila anak di bawah 4 tahun).1

2.2.7. Diagnosis Banding 13

Sebagai diagnosis banding D.A. ialah; dermatitis seboroik (terutama pada bayi), dermatitis kontak, dermatitis numularis, scabies, iktiosis, psoriasis (terutama didaerah palmoplantar), dermatitis herpetiformis, sindrom Sezary, dan penyakit Letter-Siwe. Pada bayi juga sindrom imunodefisiensi, misalnya sindrom Wiskott-Aldrich, dan sindrom hiper IgE 2.2.8. Penatalaksanaan Kulit penderita DA cenderung lebih rentan terhadap bahan iritan, oleh karena itu penting untuk mengidentifikasi kemudian menyingkirkan faktor yang memperberat dan memicu siklus “gatalgaruk”, misalnya sabun dan deterjen; kontak dengan bahan kimia, pakaian kasar, pajanan terhadap panas atau dingin yang ekstrim. Bila memakai sabun hendaknya yang berdaya larut minimal terhadap lemak dan mempunyai pH netral. Pakaian baru sebaiknya dicuci terlebih dahulu sebelum dipakai untuk membersihkan formaldehid atau bahan kimia tambahan. Mencuci pakaian dengan deterjen harus dibilas dengan baik, sebab sisa deterjen dapat bersifat iritan. Kalau selesai berenang harus segera mandi untuk membilas klorin yang biasanya digunakan pada kolam renang. Stres psikik juga dapat menyebabkan eksaserbasi DA.1 Setiap serangan dermatitis pada bayi dan anak dipicu oleh iritasi dari luar, misalnya terlalu sering dimandikan; menggosok terlalu kuat; pakaian terlalu tebal, ketat atau kotor; kebersihan kurang terutama di daerah popok; infeksi lokal; iritasi oleh kencing atau feses; bahkan juga medicated baby oil. Pada bayi penting diperhatikan kebersihan daerah bokong dan genitalia; popok segera diganti, bila basah atau kotor. Upaya pertama adalah melindungi daerah yang terkena terhadap garukan agar tidak memperparah penyakitnya. Usahakan tidak memakai pakaian yang bersifat iritan (misalnya wol, 14

atau sintetik), bahan katun lebih baik. Kulit anak/bayi dijaga tetap tertutup pakaian untuk menghindari pajanan iritan atau trauma garukan.1 Mandi dengan pembersih yang mengandung pelembab; hindari pembersih antibakterial karena berisiko menginduksi resistensi.1 Pengobatan Topikal Hidrasi kulit. Kulit penderita DA kering dan fungsi sawarnya berkurang,

mudah

retak

sehingga

mempermudah

masuknya

mikroorganisme patogen, bahan iritan dan alergen. Pada kulit yang demikian perlu diberikan pelembab, misalnya krim hidrofilik urea 10%; dapat pula ditambahkan hidrokortison 1% di dalamnya. Bila memakai pelembab yang mengandung asam laktat, konsentrasinya jangan lebih dari 5%, karena dapat mengiritasi bila dermatitisnya masih aktif. Setelah mandi kulit dilap, kemudian memakai emolien agar kulit tetap lembab. Emolien dipakai beberapa kali sehari, karena lama kerja maksimum 6 jam.1 Kortikosteroid topikal. Pengobatan DA dengan kortikosteroid topikal adalah yang paling sering digunakan sebagai anti-inflamasi lesi kulit. Namun demikian harus waspada karena dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan.1 Pada bayi digunakan salap steroid berpotensi rendah, misalnya hidrokortison 1%-2,5%. Pada anak dan dewasa dipakai steroid berpotensi menengah, misalnya triamsinolon, kecuali pada muka digunakan steroid berpotensi lebih rendah. Kortikosteroid berpotensi rendah juga dipakai di daerah genitalia dan intertriginosa, jangan digunakan yang berpotensi kuat, misalnya fluorinated glucocorticoid. Bila aktivitas penyakit telah terkontrol, dipakai secara intermiten, umumnya 2 kali seminggu, untuk menjaga agar tidak cepat kambuh; sebaiknya dengan kortikosteroid yang potensinya paling rendah.1 15

Pada lesi akut yang basah dikompres dahulu sebelum digunakan steroid, misalnya dengan larutan Burowi, atau dengan larutan permanganas kalikus 1:5000.1

Imunomodulator topikal Takrolimus.

Takrolimus

(FK-506),

suatu

penghambat

calcineurin, dapat diberikan dalam bentuk salap 0,03% untuk anak usia 2-15 tahun; untuk dewasa 0,03% dan 0,1%. Takrolimus menghambat aktivasi sel yang terlibat dalam DA yaitu: sel Langerhans, sel T, sel mas, dan keratinosit. Pada pengobatan jangka panjang dengan salep takrolimus, koloni S. aureus menurun. Tidak ditemukan efek samping kecuali rasa seperti terbakar setempat. Tidak menyebabkan atrofi kulit seperti pada pemakaian kortikosteroid; dapat digunakan di muka dan kelopak mata.1 Pimekrolimus. Dikenal juga dengan ASM 81, suatu senyawa askomisin yaitu imunomodulator golongan makrolaktam, yang pertama ditemukan dari hasil fermentasi Streptomyces hygroscopicus var. ascomyceticus. Cara kerja sangat mirip siklosporin dan takrolimus yang dihasilkan dari Streptomycestsuku-baensis, walaupun ketiganya berbeda dalam struktur kimianya, yaitu bekerja sebagai pro-drug, yang baru menjadi aktif bila terikat pada reseptor sitosolik imunofilin. Reseptor imunofilin untuk askomisin ialah makrofilin-12. Ikatan askomisin pada makrofilin-12 dalam sitoplasma sel T, akan menghambat calcineurin (suatu molekul yang dibutuhkan untuk inisiasi transkripsi gen sitokin), sehingga produksi sitokin TH1 ( IFN-y dan IL-2) dan TH2 ( IL-4 dan IL-10) dihambat. Askomisin juga menghambat aktivasi sel mas. Askomisin menghasilkan efek imunomodulator lebih selektif dalam menghambat fase elisitasi dermatitis kontak alergik, tetapi respons imun primer tidak terganggu 16

bila diberikan secara sistemik, tidak seperti takrolimus dan siklosporin.1 Derivat askomisin yang digunakan ialah krim SDZ ASM 981 konsentrasi 1%, mempunyai efektivitas sama dengan krim klobetasol17-propionat 0.05% (steroid superpoten), tidak menyebabkan atrofi kulit (setidaknya selama 4 minggu), aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif misalnya pada muka dan lipatan. Cara pemakaian dioleskan 2 kali sehari.1 Pimekrolimus dan takrolimus tidak dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun. Penderita yang diobati dengan pimekrolimus dan takrolimus dinasehati untuk memakai pelindung matahari karena ada dugaan bahwa kedua obat tersebut berpotensi menimbulkan kanker kulit.1 Preparat ter. Preparat ter mempunyai efek antipruritus dan anti-inflamasi pada kulit. Dipakai pada lesi kronis, jangan pada lesi akut. Sediaan dalam bentuk salap hidrofilik, misainya yang mengandung likuor karbonis detergen 5% sampai 10%, atau crude coal tar 1% sampai 5%.1 Antihistamin. Pengobatan DA dengan antihistamin topikal tidak dianjurkan karena berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada kulit. Dilaporkan bahwa aplikasi topikal krim doksepin 5% dalam jangka pendek (satu minggu), dapat mengurangi gatal tanpa terjadi sensitisasi. Tetapi perlu diperhatikan, bila dipakai pada area yang luas akan menimbulkan efek samping sedatif.1

Pengobatan Sistemik Kortikosteroid. Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk mengendalikan eksaserbasi akut, dalam jangka pendek, dan dosis rendah, diberikan berselang-seling (alternate), atau diturunkan 17

bertahap (tapering), kemudian segera diganti dengan kortikosteroid topikal. Pemakaian jangka panjang menimbulkan berbagai efek samping, dan bila dihentikan, lesi yang lebih berat akan muncul kembali.1 Antihistamin. Antihistamin digunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal yang hebat, terutama malam hari, sehingga mengganggu tidur. Oleh karena itu antihistamin yang dipakai ialah yang

mempunyai

efek

sedatif,

misalnya

hidroksisin

atau

difenhidramin. Pada kasus yang lebih sulit dapat diberikan doksepin hidroklorid yang mempunyai efek antidepresan dan memblokade reseptor histamin H1 dan H2, dengan dosis 10 sampai 75 mg secara oral malam hari pada orang dewasa.1 Anti-infeksi. Pada DA ditemukan peningkatan koloni S. aureus. Untuk yang belum resisten dapat diberikan eritromisin, asitromisin atau, klaritromisin, sedang untuk yang sudah resisten diberikan dikloksasilin, oksasilin, atau generasi pertama sefalosporin.1 Bila

dicurigai

terinfeksi

oleh

virus

herpes

simpleks

kortikosteroid dihentikan sementara dan diberikan per oral asiklovir 400 mg 3 kali per hari selama 10 hari, atau 200 mg 4 kali per hari selama 10 hari.1 Interferon. IFN-y diketahui menekan respons IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi sel TH2. Pengobatan dengan IFN-y rekombinan menghasilkan perbaikan klinis, karena dapat menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.1 Siklosporin. DA yang sulit diatasi dengan pengobatan konvensional dapat diberikan pengobatan dengan siklosporin dalam jangka pendek. Dosis jangka pendek yang dianjurkan per oral: 5 mg/kg berat badan. Siklosporin adalah obat imunosupresif kuat yang terutama bekerja pada sel T akan terikat dengan cyclophilin (suatu 18

protein intraselular) menjadi satu kompleks yang akan menghambat calcineurin sehingga transkripsi sitokin ditekan. Tetapi, bila pengobatan dengan siklosporin dihentikan umumnya penyakitnya akan segera kambuh lagi. Efek samping yang mungkin timbul yaitu peningkatan kreatinin dalam serum, atau bahkan terjadi penurunan fungsi ginjal dan hipertensi.1

Terapi Sinar (Phototherapy) Untuk DA yang berat dan luas dapat digunakan PUVA (photochemotherapy) seperti yang dipakai pada psoriasis. Terapi UVB, atau Goeckerman dengan UVB dan ter juga efektif. Kombinasi UVB dan UVA lebih baik daripada hanya UVB. UVA bekerja pada sel Langerhans dan eosinofil, sedangkan UVB mempunyai efek imunosupresif dengan cara memblokade fungsi sel Langerhans, dan mengubah produksi sitokin keratinosit.1

2.2.9. Komplikasi - Infeksi - Edema - Komplikasi akibat obat 2

2.2.10. Prognosis Sulit meramalkan prognosis DA pada seseorang. Prognosis lebih buruk bila kedua orang tuanya menderita DA. Ada kecenderungan perbaikan spontan pada masa anak, dan sering ada yang kambuh pada masa remaja. Sebagian kasus menetap pada usia di atas 30 tahun. Penyembuhan spontan DA yang diderita sejak bayi pernah dilaporkan terjadi setelah umur 5 tahun sebesar 40-60%, terutama kalau penyakitnya ringan. Sebelumnya juga ada yang melaporkan bahwa 19

84% DA anak berlangsung sampai masa remaja. Ada pula laporan, DA pada anak yang diikuti sejak bayi hingga remaja, 20% menghilang, dan 65% berkurang gejalanya. Lebih dari separuh DA remaja yang telah diobati kambuh kembali setelah dewasa.1 Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang balk DA yaitu: 7. DA luas pada anak 8. Menderita rinitis alergik dan asma bronkial 9. Riwayat DA pada orang tua atau saudara kandung 10. Awitan (onset) DA pada usia muda 11. Anak tunggal 12. Kadar IgE serum sangat tinggi. Diperkirakan 30 hingga 50 persen DA infantil akan berkembang menjadi asma bronkial atau hay fever. Penderita atopi mempunyai risiko menderita dermatitis kontak iritan akibat kerja di tangan. 1

2.3.

Liken Planus 2.3.1. Definisi Liken planus ditandai timbulnya papul-papul yang mempunyai warna dan konfigurasi yang khas. Papul-papul berwarna merah biru dan poligonal, berskuama, dan berbentuk siku-siku. Lokasinya di ekstremitas bagian fleksor, selaput lender, dan alat kelamin. Sangat gatal, umumnya membaik dalam waktu 1-2 tahun.1

2.3.2. Etiologi Pada liken planus tidak terdapat peninggian immunoglobulin. Timbulnya liken planus hamper dapat dipastikan karena factor imunitas 20

selular. Pada lesi ditemukan sel SD4 dan CD8. Limfosit pada infiltrate umumnya ialah CD8, CD40R0 (memori) dan α-β receptor (TcR) serta sedikit α8 receptor.1 2.3.3. Epidemiologi Tidak ada perbedan pada ras, jenis kelamin, dan geografik, distribusi umur rata-rata 30-60 tahun.1 2.3.4. Gejala Klinis Biasanya gatal, umumnya setelah satu atau beberapa minggu sejak kelainan pertama timbul diikuti oleh penyebaran lesi. Tempat predileksi kelainan pertama ialah pada ekstremitas, dapat di ekstremitas bawah, tetapi yang lebih sering di bagian fleksor pergelangan tangan atau lengan bawah, distribusinya simetrik. Terdapat fenomena Kӧbner (isomorfik). Pada selaput lender dapat terbentuk kelainan, tetapi tidka menimbulkan keluhan. Kelainan yang khas terdiri atas papul yang polygonal, datar dan berkilat, kadang-kadang ada cekungan disentral (delle). Garis anyaman berwarna putih (Strie Wickham) dapat dilihat pada permukaan papul. Variasi bentuk dapat terjadi pada liken planus, dapat terjadi konfigurasi anular yang terbentuk karena papul-papul membentuk lingkaran, atau karena menghilang di sentral dan perluasan ke perifer. Konfigurasi ini sering terlihat pada glans penis. Dapat pula berkonfigurasi liniar atau zosteriformis. Kelainan di mukosa sangat patognomonik, letaknya di bukal, lidah, bibir, dan seluruh saluran gastrointestinal. Pada vagina dan vesika urinaria terdapat gambaran reticular serupa jala yang terdiri atas garis-garis putih atau strie abuabu. Kelaianan mukosa terdapat pada 2/3 penderita liken planus. Pada alat kelamin, 25% pria menunjukkan kelainan pada penis terdiri atas papul anular atau strie yang putih. Kelainan pada kuku dilaporkan oleh

21

SAMMAN sebanyak 10%. Pada kulit kepala, papul yang folikular dapat menimbulkan alopesia bersikatriks.1

Bentuk Morfologik a. Hipertrofik Terdiri atas plak yang verukosa berwarna merah coklat atau ungu, terletak pada daerah tulang kering. b. Folikular kelainan terdiri atas papul seperti duri pada kulit, selaput lendir dan kulit kepala merupakan trias pada liken planopilaris. Kelainan pada kulit kepala sangat sulit dibedakan dengan pseudopelade. c. Vesikular dan bulosa 1. kelainan kulit sedikit terdiri atas vesikel dan bula pada tempat-tempat bekas atau sedang terdapat liken planus. 2. Bentuk yang jarang terjadi. Bula yang luas tiba-tiba timbul pada kulit yang normal atau bekas lesi, diikuti oleh gejala-gejala konstitusi. Ada bentuk bula dengan gejala ulserasi pada kaki, menyebabkan alopesia bersikatris dan hilangnya kuku. d. Erosif dan ulseratif Dapat terjadi pada mukosa yang didahului oleh liken planus. e. Atrofi Jarang terdapat.1

2.3.5. Diagnosis Banding Mengenai kelainan kulitnya dibedakan dengan; psoriasis, granuloma anulare, nevus unius lateris, atau liken striatus. Kelainan mukosa dapat menyerupai; leukoplakia, kandikosis, lupus eritematosus, atau sifilis II. Jika pada alat kelamin hendaknya dibedakan dengan 22

psoriasis, dermatitis seboroika, dan scabies. Liken planus bentuk hipertrofi dibedakan dengan neurodermatitis, atau amiloi-dosis.1

2.3.6. Histopatologi Gambaran histopatologik papul menunjukkan penebalan lapisan granuloma, degenerasi mencair membrane basalis dan sel basal. Terdapat pula infiltrate seperti pita terdiri atas limfosit dan histiosit pada dermis bagian atas. Infiltrat tersebut padt dan mempunyai batas bawah yang tajam. Pelepasan epidermal kadang-kadang terlihat dan bila bertambah akan terbentuk bula subepidermal. Strie Wickham mungkin ada hubungan dengan bertambahnya aktivitas fokal likel planus dan tidak karena penebalan lapisan granular. IgM dan fibrin terdapat pada dermis papilar pada lesi yang aktif.1

2.3.7. Diagnosis Diagnosis liken planus atau variannya yang khas dibantu dengan pemeriksaan histopatologi. Liken planus-liken eruption tidak dapat dibedakan secara klinis dan histopatologik dari liken planus. Bahan- bahan yang dapat menimbulkan erupsi semacam itu adalh; emas, streptomisin, tetrasiklin,arsen, merkuri, yodida, quinakrin, dan klorokuin.1

2.3.8. Penatalaksanaan Umumnya kurang memmuaskan. Kortikosteroid topikal dan sistemik dapat memperbaiki, bila perlu suntikan setempat atau bebat oklusif. Dapat dicoba dengan krim asam vitamin A ( asam retinoat) 0,05%. Obat topikal yang lain ialah siklosporin, takrolimus, dan pimekrolimus. Foto kemoterapi dapat menolong terutama pada bentuk yang generalisata. 23

Obat sistemin yang dapat dipakai ialah retinoid dan imunosupresif (siklosporin, antimalaria).1

2.3.9. Prognosis Penyakit ini dapat sembuh sendiri. Prognosis tergantung pada luasnya dan bentuknya, yang mempengaruhi waktu penyembuhan cepat atau lambat.1

24

BAB III LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien Nama

: Tn. Fachruddin Irawan

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 59 tahun

TTL

: Palembang 10 Juli 1958

Pekerjaan

: Pensiun PNS Pertamina

Alamat

: JL. Gotong Royong, kembang Agung, Kertapati, Palembang.

Status Pernikahan

: Menikah

Suku Bangsa

: Indonesia

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMA

No.RM

: 32.07.04

Tanggal berobat

: Senin, 21 Mei 2018

3.2. Anamnesis (Tanggal 21 Mei 2018, pukul. 11.00 WIB) 3.2.1. Keluhan Utama Timbul bercak kehitaman pada punggung kaki kanan sejak + 4 bulan yang lalu. 3.2.2. Keluhan Tambahan Gatal gatal 25

3.2.3. Riwayat Perjalanan Penyakit Sejak ± 1tahun yang lalu pasien mengeluh timbul bintil bintil kemerahan pada punggung kaki kanan, bintil awalnya timbul 1 bintil lama lama menjadi beberapa bintil dan timbul pada daerah yang baru di lutut kiri. Keluhan juga disertai gatal gatal pada daerah bintil tersebut. Gatal lebih hebat jika malam hari saat tidak beraktivitas dan gatal pada saat berkeringat. Pasien mengaku gatal berkurang jika pasien menggaruk pada daerah bintil tersebut sehingga menyebabkan luka lecet dan terasa nyeri pada daerah yang digaruk.Akibat garukan kulit pasien terkelupas dan menimbulkan bercak kemerahan. Lama kelamaan bagian kulit punggung kaki kanan dan lutut kiri menebal. Selama 1 tahun belakangan pasien tidak mengobati keluhan. Karena keluhan berkurang. ± 4 bulan yang lalu keluhan timbul keluhan yang sama gatal gatal pada punggung kaki kanan dan lutut kaki kiri, pasien mengaku keluhan ini timbul saat makan ikan laut dan masakan kondangan. Menurut pasien sebelumnya tidak ada riwayat alergi makanan apapun,baru sekarang merasakan seperti ini. Punggung kaki kanan kan lutut kaki kiri mengalami luka lecet kembali akibat digaruk. Pasien lalu berobat ke RSUD Palembang BARI ke poli klinik kulit kelamin, pasien di beri obat minum sehari 2 kali, dan salep oles sehari di oleskan 2 kali. Keluhan menghilang. ±2 minggu yang lalu keluhan kambuh kembali kulit gatal sangat hebat dan terasa tebal dan bercak kehitaman pada punggung kaki kanan dan lutut kiri, dan pasien mengaku jika memakan ikan laut, dan makanan berpengawet dan masakan kondangan, dan saat banyak pikiran timbul gatal yang hebat. Pasien mengaku tidak ada riwayat sakit asma, dan tidak ada alergi makanan selama ini. Dikeluarga keluhan yang sama tidak ada.

26

Riwayat Penyakit Dahulu: - Pasien pernah mengalami keluhan serupa + 1 tahun yang lalu - Riwayat alergi makanan (-) baru timbul sejak 4 bulan terakhir, alergi obat (-) - Riwayat DM (-) - Riwayat asma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga: - Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama. - Riwayat asma (-) - Riwayat alergi makanan (-)

Riwayat Sosial dan Lingkungan: Gejala penyakit yang sama dilingkungan pasien (-).

3.3 Pemeriksan Fisik Status Generalis Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Kompos Mentis

Tanda Vital Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi

: 88x/menit

Pernapasan

: 22x/menit

Suhu

: 36,8°C

Bentuk

: Normochepali

Kepala

27

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung

: Septum deviasi (-), sekret (-)

Mulut

: Bibir kering (-),dinding faring hiperemis (-)

Telinga

: Normal, tanda radang (-)

Leher

: Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Abdomen Inspeksi

: Datar

Palpasi

: Tidak dilakukan

Perkusi

: Tidak dilakukan

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Ekstremitas Superior

: akral hangat, oedem (-), sianosis (-).

Ekstermitas Inferior

: akral hangat, oedem (-), sianosis (-).

3.4.Status Dermatologikus 1. Pada

regio dorsum pedis dextra terdapat makula hiperpigmentasi, multiple,

bentuk irregular dengan ukuran lentikular hingga numular, disertai sebagian mengalami likenifikasi, diskret.

28

2. Pada regio dorsum pedis dextra interdigiti III terdapat Plaq hiperpigmentasi, jumlah soliter, bentuk iregular dengan ukuran lentikular, diskret.

29

3. Pada regio patella sinistra terdapat plaq hiperpigmentasi, jumlah soliter, sirkumskrip dengan ukuran plakat, diskret. Di sertai skuama tebal diatasnya

30

3.5.

Diagnosis Banding 1. Neurodermatitis sirkumskripta 2. Dermatitis atopi 3. Liken planus

3.6. Pemeriksaan Anjuran 1. Pemeriksaan immunoglobulin E

31

2. Prick test 3. Patch test

3.7. Diagnosis Kerja Neurodermatitis Sirkumskripta. 3.8. Penatalaksanaan 1)

Non-farmakologis -

Menerangkan penyakitnya hilang timbul.

-

Lesi jangan digaruk apabila gatal karena akan menimbulkan lesi yang baru lagi dan memperparah kondisi kulit pasien.

-

Menghindari faktor pencetus.

-

Menganjurkan untuk menjaga lesi tetap kering.

-

Hindari pakaian panas, ketat dan tidak menyerap keringat serta diganti setiap hari.

-

2)

Hindari stress fisik karena dapat menyebabkan eksaserbasi.

Farmakologis Pengobatan topikal: Kortikosteroid topical : mometasone furoate 0,01 % diberikan 2 kali oles sehari selama 2 minggu.

Pengobatan sistemik: Cetirizine 2 x 10 mg selama 7 hari.

3.9. Prognosis Quo Ad vitam

:bonam 32

Quo Ad functionam

: bonam

Quo Ad sanationam

: bonam

Quo ad kosmetikans

: bonam

33

BAB IV ANALISA KASUS

4.1. Pembahasan

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan status dermatologikus pada pasien ini mengarahkan pada penyakit neurodermatitis sirkumskripta. Dan berikut tabel perbandingan secara teori dan kasus.

Tabel 4.1.1. Perbandingan tinjauan pustaka dan kasus Neurodermatitis Sirkumskripta.

Tinjauan pustaka

Kasus

-Etiologi neurodermatitis sirkumskripta - Sejak

± 1tahun yang lalu pasien

belum diketahui dengan pasti, gejala mengeluh

timbul

bintil

bintil

timbul akibat garukan dan gosokan kemerahan pada punggung kaki kanan, karena perasaan gatal yang hebat. bintil awalnya timbul 1 bintil lama Berbagai

faktor

lingkungan

yang lama menjadi beberapa bintil dan

mendorong timbulnya gatal, seperti timbul pada daerah yang baru di lutut panas, keringat, iritasi, emosi dan kiri. Keluhan juga disertai gatal gatal psikologis.

pada daerah bintil tersebut. Gatal lebih

-Epidemiologi Penyakit ini mengenai hebat jika malam hari saat tidak orang dewasa terutama pada usia 30-50 beraktivitas tahun,

dan

gatal

pada

saat

wanita lebih sering terkena berkeringat. Pasien mengaku gatal

dibandingkan pria.

berkurang jika pasien menggaruk pada

-Rasa gatal memang tidak terus- daerah

bintil

tersebut

sehingga

menerus, biasanya pada waktu tidak menyebabkan luka lecet dan terasa sibuk, bila muncul sulit ditahan untuk nyeri pada daerah yang digaruk.Akibat

34

tidak digaruk. Penderita merasa enak garukan kulit pasien terkelupas dan bila digaruk; setelah luka, baru hilang menimbulkan

bercak

kemerahan,

rasa gatalnya untuk sementara (karena Lama kelamaan bagian kulit punggung diganti dengan rasa nyeri).

kaki kanan dan lutut kiri menebal.

-Lesi biasanya tunggal, pada awalnya berupa

plak

eritematosa,

sedikit

edematosa, lambat laun edema dan eritema menghilang, bagian tengah berskuama dan menebal, likenifikasi dan

ekskoriasi;

sekitarnya

hiperpigmentasi, batas dengan kulit normal tidak jelas. Gambaran klinis dipengaruhi juga oleh lokasi dan lama lesi.

35

Tabel 4.1.2. Diagnosis Banding Neurodermatitis Sirkumskripta.

Kasus

Epidemiologi

Etiologi

Neurodermatitis Dermatitis atopi sirkumskripta Laki laki, 59 Orang dewasa, usia 30- Sering bayi, anaktahun, daerah 50 tahun, wanita lebih anak dan dewasa tropis, sering terkena sumatera dibandingkan pria. indonesia

Bertambah gatal saat malam hari beristirahat , dan saat berkeringat , saat mengkonsu mi makanan, dan saat banyak pikiran.

diketahui Bruntus kemerahan dengan pasti, gejala disertai rasa gatal. timbul akibat garukan belum

dan

gosokan

perasaan

gatal

karena yang

hebat. Berbagai faktor lingkungan

Liken planus Tidak ada perbedaan pada ras, jenis kelamin, dan geografik, distribusi umur rata- rata 30-60 tahun. Pada liken planus tidak terdapat peninggian immunoglobulin. Timbulnya liken planus hamper dapat dipastikan karena factor imunitas selular.

yang

mendorong timbulnya gatal,

seperti

panas,

keringat, iritasi, emosi dan psikologis.

Gejala klinis

Sejak ± 1tahun yang lalu pasien mengeluh timbul bintil bintil kemerahan pada punggung kaki kanan, bintil awalnya timbul 1 bintil lama lama menjadi

Lesi biasanya tunggal, pada awalnya berupa plak eritematosa, sedikit edematosa, lambat laun edema dan eritema menhilang, bagian tengah berskuama dan menebal, likenifikasi dan ekskoriasi; sekitarnya hiperpigementasi, batas kulit dengan kulit

kriteria Hanifin Rajka. Pruritus hilang timbul sepanjang hari, hebat pada malam hari,

Biasanya gatal, umumnya setelah satu atau beberapa minggu sejak kelainan pertama timbul diikuti oleh penyebaran lesi.

36

beberapa bintil dan timbul pada daerah yang baru di lutut kiri. Keluhan juga disertai gatal gatal pada daerah bintil tersebut. Gatal lebih hebat jika malam hari saat tidak beraktivitas dan gatal pada saat berkeringat. Pasien mengaku gatal berkurang jika pasien menggaruk pada daerah bintil tersebut sehingga menyebabkan luka lecet dan terasa nyeri pada daerah yang digaruk.Akibat garukan kulit pasien terkelupas dan menimbulkan bercak kemerahan, Lama kelamaan bagian kulit punggung kaki kanan dan lutut

normal tidak jelas. Gambaran klinis juga dipengaruhi oleh lokasi dan lamanya lesi.

37

kiri menebal.

Pada punggung kaki kanan, pada lutut kaki kiri, pada jari kaki kanan.

Predileksi

efloresensi

Letak lesi dapat timbul dimana saja, tetapi yang biasa ditemukan ialah di scalp, tengkuk, samping leher, lengan bagian ekstensor, pubis, vulva, lutut, tungkai bawah lateral, pergelangan kaki bagian depan, dan punggung kaki. Neurodermatitis dibagian tengkuk (lichen nuchae) umumnya hanya pada wanita, berupa plak kecik ditengah tengkuk atau dapat meluas hingga scalp

distribusi lesi kurang karakteristik, sering mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula ditemukan setempat, misalnya di bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu, atau skalp. Kadang erupsi meluas, dan paling parah di lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi kering,agak menimbul, papul cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi dengan sedikit skuama,ekskoriasi , dan hiperpigmentasi. Pada regio Lesi biasanya tunggal, papul datar dan dorsum pedis pada awalnya berupa cenderung dextra terdapat makula

Tempat predileksi kelainan pertama ialah pada ekstremitas, dapat di ekstremitas bawah, tetapi yang lebih sering di bagian fleksor pergelangan tangan atau lengan bawah, distribusinya simetrik

Liken planus ditandai timbulnya papul-papul yang mempunyai warna 38

hiperpigmentas i, multiple, bentuk irregular dengan ukuran lentikular hingga numular, disertai sebagian mengalami likenifikasi, diskret.

dan konfigurasi yang khas. Papulsedikit edematosa, menjadi plak papul berwarna merah biru dan lambat laun edema dan likenifikasi poligonal, eritema menghilang, dengan sedikit berskuama, dan sikubagian tengah skuama, dan berbentuk siku. berskuama dan sering tejadi plak

eritematosa, bergabung

menebal,

likenifikasi eksoriasi

dan

dan

ekskoriasi; eksudasi

karena

garukan.

Lambat

sekitarnya

hiperpigmentasi, batas laun

normal hiperpigmentasi.1

Pada

regio dengan

dorsum

pedis tidak jelas. Gambaran

dextra

kulit

terjadi

klinis dipengaruhi juga

interdigiti terdapat

III oleh lokasi dan lama Plaq lesi.

hiperpigmentas i,

jumlah

soliter, bentuk iregular dengan ukuran lentikular, diskret.

Pada

regio

patella sinistra terdapat

plaq

hiperpigmentas i,

jumlah

39

soliter, sirkumskrip dengan ukuran plakat, diskret. Di

sertai

skuama

tebal

diatasnya

Pada

regio dorsum pedis dextra terdapat makula hiperpigmentasi, multiple,

bentuk irregular dengan ukuran lentikular hingga numular, disertai sebagian mengalami likenifikasi, diskret.

Penatalaksanaan dalam kasus ini berupa 1) Non-farmakologis -

Menerangkan penyakitnya hilang timbul.

-

Sedapat mungkin hindari faktor pencetus.

-

Jaga personal hygiene yang baik (mengganti celana dalam dan pakaian saat berkeringat).

-

Menganjurkan untuk menjaga lesi tetap kering.

-

Hindari pakaian panas, ketat dan tidak menyerap keringat serta diganti setiap hari.

-

Hindari pemakaian pakaian dalam yang berbahan nilon karena akan menyebabkan menjadi lebih lembab.

-

Hindari stress fisik karena dapat menyebabkan eksaserbasi dermatitis.

-

Ganti handuk 3 hari sekali.

-

Lesi jangan digaruk apabila gatal.

40

2)

Farmakologis Pengobatan topikal Pada kasus tinea kruris dipilih mikonazol krim 2%, oles 2x sehari karena masa kerja mikonazol yaitu 12-24 jam sehingga dalam pemberiannya adalah 2x dalam sehari.Mikonazol obat antijamur golongan azol generasi pertama bersifat fungistatik (melemahkan) diberikan selama 2 minggu, namun pengobatan dapat dilanjutkan sampai 4 minggu apabila infeksi belum sembuh.Mekanisme kerjanya masuk ke dalam sel jamur dan menyebabkan kerusakan dinding sel. Mikonazol topikal diindikasikan untuk dermatofitosis, tinea versikolor dan kandidiasis mukokutan.Efek samping mikonazol dapat berupa iritasi rasa terbakar dan maserasi, apabila efek samping tersebut terjadi obat harus dihentikan.Sedangkan pada obat klotrimazol mekanisme kerjanya mirip mikonazol, namun secara topikal klotrimazol digunakan untuk pengobatan tinea pedis, tinea korporis, tinea kruris, dan tinea versikolor.Terbinafin biasanya digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, terutama onikomikosis. Tabel 4.2.2 Perbandingan Obat Mikonazole, Ketonazole, Klotrimazole Mekanisme

Mikonazole Bersifat fungistatik. Turunan sintetik dari 1phenethylimidazole yang memiliki aktivitas antifungal, bekerja mempengaruhi permeabilitas jamur dengan mengganggu biosintesa ergosterol yang mengakibatkan terganggunya membrane plasma. Memiliki aktivitas

Ketonazole Bekerja menghambat kerja enzim sitokrom p450 pada membrane sel jamur, sehingga mengganggu sintesa ergosterol yang merupakan komponen penting dari membrane sel jamur. Ketoconazole memiliki aktivitas anti mikotik luas terhadap jamur jenis Tricophyton,

Klotrimazole Bekerja dengan cara mengubah permeabilitas dinding sel jamur. Klotrimazole mengikat fosfolipid dalam membrane sel dan menghambat biosintesis ergosterol dan sterol lain yang diperlukan untuk produksi membrane sel. Hal ini menyebabkan kematian sel melalui hilangnya unsur intraseluler.

41

bakterisid terhadap bakteri gram positif Staphylococcus aureus.

Efek samping

Lama kerja

Epidermophyton, dan jenis Candida. Absorbsi diserap baik melalui salura cerna dan menghasilkan kadar plasma yang cukup untuk menekan aktivitas berbagai jenis jamur. Penyerapan melalui saluran cerna akan berkurang pada penderita dengan pH lambung yang tinggi, pada pemberian bersama antasida. Iritasi kulit, rasa Reaksi alergi, terbakar pada kulit, erupsi kulit, iritabilitas terbakar pada kulit, ruam kemerahan

Sensasi terbakar pada daerah vagina, poliuri, gatal pada vulva, nyeri, eritema, edema, pedih, dan urtikaria. 2x sehari selama 2- 2-3 kali sehari 2-4 2x sehari selama 2-8 4 minggu minggu. minggu

Didapatkan 56gram selama 2 minggu dari perhitungan FTU. Perhitungan ini didapatkan dari lesi yang di daerah genital 4 FTU, maka 4 FTU x 0,5 gram = 2, karena dosis pemberian 2 kali maka diberikan 4 gram. Lama pemberian selama 2 minggu (14 hari x 4 gram), jadi total krim yang dibutuhkan adalah 56 gram. Pasien diberikan mikonazole krim 2% dalam kemasan 30 gram atau 2 tube. Dipilih kortikosteroid topikal: mometason krim 0,1% merupakan kortikosteroid topical yang mempunyai efek antiinflamasi, anti pruritus dan vasokontriksi untuk dermatitis dan psoriasis. Absorbsi topical melalui kulit 42

dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor, seperti kondisi penghantarann kulit dan keutuhan dari kulit.Adanya peradangan atau infeksi lainnya pada kulit mempengaruhi absorbsi mometasone melalui kulit.Pemberian dioleskan tipistipis pada lesi 1 x sehari karena bersifat long acting. Didapatkan 19,25gram dari perhitungan FTU. Perhitungan ini didapatkan dari lesi yang di daerah lengan bawah kanan dan kiri, tangan kanan dan kiri, dan kaki kanan dan kiri 5,5 FTU, maka 5,5 FTU x 0,5 gram = 2,75, karena dosis pemberian 1 kali maka diberikan 2,75 gram. Lama pemberian selama 1 minggu (7 hari x 2,75 gram), jadi total krim yang dibutuhkan adalah 19,25 gram. Pasien diberikan mometasone krim 0,1% dalam kemasan 10 gram atau 2 tube.

Pengobatan sistemik Pada kasus ini tatalaksana diberikan obat antijamur yaitu griseofulvin yang merupakan obat anti jamur dermatofit lini pertama yang memiliki efektivitas terhadap berbagai jenis jamur dermatofit, seperti Tricophyton, Epidermophyton,dan Microsporum namun tidak efektif untuk golongan non dermatofita. Griseofulvin bersifat fungistatik (melemahkan) dengan efek samping yang jarang dijumpai, pemberian dosis griseofulvin500 mg, 1 x 1 tab perhari karena waktu paruh obat tersebut 24 jam. Penggunaan griseofulvin sebaiknya dimakan bersamaan dengan makanan yang berlemak karena absorbsinya lebih baik dalam saluran cerna.Setelah sembuh klinisnya, maka pengobatan tetap dilanjutkan selama 2 mingguagar tidak residif.Namun apabila penyakit kulit pasiennya belum sembuh maka pengobatan dapat diteruskan hingga 4 minggu.Griseofulvin fungsinya untuk mencegah infeksi pada struktur kulit dan baru terbentuk, harus diberikan selama 2-6 minggu untuk infeksi kulit dan rambut untuk memungkinkan penggantian keratin yang terinfeksi dengan struktur baru yang resisten.Tidak diberikan ketokonazol karena hanya efektif terhadap

candida,

capsulatum.Sehingga

coccidioides

immitis,

griseofulvin

aspergillus,

lebih

efektif

dermatidis,

H.

disbanding 43

ketokonazol.Ketonazol

juga

mempunyai

sifat

hepatotoksik,

sedangkan

griseofulvin jarang dijumpai. Pemberian obat sistemik lainnya adalah golongan antihistamin tipe 1 generasi 2 yang merupakan non sedative yang terdiri dari cetirizine dan loratadine.Cetirizine merupakan antagonis reseptor H1 generasi kedua, reseptor H1 tersebar luas di berbagai sel, seperti sel otot polos, sel endotel, sel mast, basophil dan eosinophil.Semua reseptor tersebut mudah dicapai sirkulasi darah.Cetirizine merupakan antihistamin potensial yang memiliki efek sedasi yang ringan.Sediaan cetirizine terdiri dari kapsul yang mengandung cetirizine dihidroklorida 10 mg dan diberikan satu kali dalam sehari karena lama kerjanya 12-24 jam.Sedangkan loratadine adalah trisiklik piperidin long acting yang mempunyai aktivitas yang selektif terhadap reseptor H1 perifer tanpa efek sedative sentral. Dosis pemberian 10 mg satu kali dalam sehari, mempunyai waktu paruh sekitar 8-11 jam, dengan lama kerja 24 jam, diekskresikan melalui urine 40%, feses 42%. Diindiksian untuk rhinitis alergi dan mengurangi tanda urtikaria kronik. Loratadine mempunyai efek terhadap fungsi dari myocardial potassium channel tetapi tidak menyebabkan disritmia jantung. Prognosisquo ad vitam adalah bonam karena dari predileksi yaiutu di ketiak, tangan kanan dan kiri, perut, bokong, selangkangan, kaki kanan dan kiri sehingga tidak mengancam nyawa. Quo ad functionam adalahbonam karena tidak mengganggu fungsi organ tubuh lainnya, quo ad sanationam adalah dubia ad bonam karena penyakit ini dapat sembuh dengan pengobatan yang benar dan kepatuhan pasien dalam pengobatan. Sedangkan untuk quo ad kosmetik adalah bonam karena bila pengobatan teratur lesi akan hilang.

44

BAB V KESIMPULAN

1. Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito krural saja atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain. 2. Dermatitis atopik (DA) adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita (dermatitis atopik, rhinitis alergik, asma bronkial). 3. Dari anamnesis tinea kruris secara subyektif mengeluh gatal yang meningkat saat berkeringat. Kelainan yang tampak pada tinea kruris pada lipat paha lesi berbatas tegas. Mula-mula bercak eritem yang gatal, lama kelamaan meluas secara sentrifugal yang dapat meliputi skrotum, pubis, gluteal, paha, bokong dan perut bagian bawah. Sedangkan dermatitis atopik dapat ditegakan dengan menggunakan teori Hanifin dan Rajka tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor. 4. Dari pemeriksaan fisik tinea kruris pada pasien terdiri dari kelainan kulit berupa makula hiperpigmentasi yang disertai papul pada regio gluteus dextra et sinistra, regio inguinalis dextra et sinistra, dan regio pubis. Dari pemeriksaan fisik dermatitis atopikpada pasien ini berupa makula hiperpigmentasi pada regio axilla dextra et sinistra, regio antebrachii dextra et sinistra,regio umbilicalis, regio patella dextra et sinistra, dan terdapat papul pada regio interdigiti II, III, dextra et

45

digiti IV superior dextra, regio interdigiti II, III, IV sinistra et digiti III, IV superior sinistra, dan regio dorsum pedis dextra et sinistra. 5. Pengobatan non-farmakologis dengan menerangkan penyakitnya hilang timbul, sedapat mungkin hindari faktor pencetus, jaga personal hygiene yang baik (mengganti celana dalam dan pakaian saat berkeringat), menganjurkan untuk menjaga lesi tetap kering, hindari pakaian panas, ketat dan tidak menyerap keringat serta diganti setiap hari, hindari pemakaian pakaian dalam yang berbahan nilon karena akan menyebabkan menjadi lebih lembab, hindari stress fisik karena dapat menyebabkan eksaserbasi dermatitis, ganti handuk 3 hari sekali lesi jangan digaruk apabila gatal. Dan terapi farmakologisPengobatan topikal: -

Anti jamur golongan imidazole: Mikonazol krim 2%, oles 2x sehari selama 2 minggu oles di tempat lesi.

-

Kortikosteroid topikal: Mometasone krim0,1% 2 x sehari selama 1 minggu, oles tempat lesi.

Pengobatan sistemik: -

Griseofulvin tablet500 mg, 1 x 1 tab perhari selama 2 minggu

-

Cetirizine tablet 1 x 10 mg selama 7 hari

46

DAFTAR PUSTAKA 1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI. 2. Putra.

2014.

Tinea

Kruris,

(http://eprints.undip.ac.id/44534/3/Diaz_

Ananta_Putra_22010110120074_Bab2KTI.pdf) 3. Gupta AK, Chaudhry M, Elewski B. Tinea Corporis, Tinea Cruris, Tinea Nigra, and Piedra. Dermatologic Clinics 2003; vol (21).

47

Sesi Tanya-Jawab

1. Bagaimana cara menentukan diagnosis tinea kruris pada kasus ini dari anamnesis maupun pemeriksaan fisik? Jawab: Anamnesis: -

Timbul bruntus di bokong yang terasa gatal.

-

Keluhan bertambah gatal saat berkeringat.

-

Os mudah berkeringat, saat berkeringat tidak langsung mengganti pakaiannya dan Os hanya mengganti pakaian dalamnya apabila setelah mandi.

-

Gatal bertambah saat malam hari dan menjelang subuh mereda, sehingga Os sulit tidur karena gatal yang dirasakan.

-

Bruntus yang dialami Os semakin meluas yang awalnya bruntus kecil sebesar biji jagung di bokong yang kemudian meluas hingga ke selangkangan.

-

Keseharian Os memakai celana ketat saat mengantar jemput anak-anaknya sekolah. Pemeriksaan fisik: dapat dilihat dari tempat predileksi tinea kruris. Dari lesi

pada pasien ini sudah tidak khas lagi karena telah menjalani pengobatan selama + 2 bulan sehingga lesi saat ini berupa hiperpigmentasi. Pada tinea kruris pada lesi yang baru muncul terdapat kelainan kulit yang terdiri atas tepi lesi aktif (peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya), bentuk polimorf, ditutupi skuama dan kadang-kadang dengan banyak papul maupun vesikel di sekelilingnya.1

48

2. Bagaimana cara menentukanFingertip Unit (FTU)? Jawab:

Gambar 1.Fingertip Unit

2 FTU = 1 g FTU = Fingertip Unit / 1 FTU = 0,5 g of cream or ointment Tabel 1. Pedoman FTU untuk dewasa

Tabel 2. Pedoman FTU untuk anak-anak

49

3. Bagaimana prognosis pada dermatitis atopik? Apakah bisa sembuh total? Jawab: Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang baik dermatitis atopik yaitu: -

DA luas pada anak

-

Menderita rhinitis alergi dan asma bronkial

-

Riwayat DA pada orangtua atau saudara kandung

-

Awitan pada usia muda

-

Anak tunggal

-

Kadar IgE serum sangat tinggi. Pada pasien DA ini tidak bisa sembuh total dikarenakan DA dapat

berulang tetapi hanya bisa terkontrol dengan cara menghindari faktor pencetus, menjaga personal hygiene yang baik, menghindari stress fisik, dan pada lesi jangan digaruk apabila gatal.Jadi apabila pasien terpajan faktor pencetusnya kemungkinan penyakit pasien dapat berulang.

4. Pada prognosis quo ad kosmetika apakah lesinya bisa hilang total tanpa meninggalkan bekas? Jawab: Bisa, bila dengan pengobatan teratur lesi akan menghilang karena pada pasien ini hanya terdapat hiperpigmentasi dan apabila tidak digaruk dan lesinya tidak mencapai lapisan dermis.

5. Akan terjadi apa tinea kruris yang menetap? DA yang meluas menjadi apa? Dan dari pemeriksaan penunjang mana yang mengarah penyakit ini? Jawab: Pada tinea kruris dan DA yang menetap hanya bisa infeksi sekunder apabila penanganan tidak tepat dan terjadi perluasan lesi.Karena Streptococcus aureus melepaskan toksin yang bertindak sebagai superantigen sehingga terjadi stimulasi 50

aktivasi sel T dan makrofag dan peningkatan sintesis IgE spesifik. Pada dermatitis atopik yang berlangsung lama dapa menyebabkan komplikasi berupa liken simpleks kronikus yaitu peradangan kulit kronis, gatal, sirkumskrip, yang ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi akibat garukan/garukan berulang), menyerupai batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang karena berbagai rangsangan pruritogenik. Dari pemeriksaan penunjang berupa: -

Pemeriksaan KOH

: Untuk mendiagnosis tinea

-

Prick test

: Untuk diagnosis dermatitis atopik

-

Patch test

: Untuk menyingkirkan diagnosis dermatitis kontak alergi

-

Lampu wood

: Untuk menyingkirkan diagnosis candidiasis

-

Ink burrow test

: Untuk menyingkirkan diagnosis skabies

Sebaiknya pemeriksaan penunjang diatas dilakukan semua untuk mendiagnosis pasti penyakit pada pasien ini.

6. Mengapa

masih

diberikan

mometasone

potensi

medium

padahal

lesi

penyembuhan? Kapan kita berikan pengobatan sistemik? Efek bila diberikan antibiotik sistemik bagaimana? Jawab: Seharusnya dipakai kortikosteroid potensi lemah karena telah terjadi proses penyembuhan lesi, seperti hidrokortison krim 1%. Efek bila diberikan antibiotik sistemik: seluruh bakteri dalam tubuh yang harusnya tidak mati jadi mati. Sehingga antibiotik sistemik dipakai apabila telah terjadi infeksi sekunder yang meluas.

7. Pada teori dermatitis atopik erupsi yang meluas akan menjadi likenifikasi hingga hiperpigmentasi, apakah pada pasien ini telah terjadi likenifikasi? Apakah komplikasi yang timbul pengobatannya sama? 51

Jawab: Tidak, pada pasien ini terjadi pengobatan yang adekut sehingga tidak terjadi likenifikasi.Hiperpigmentasi pada pasien ini terjadi karena telah terjadi fase penyembuhan pada lesi.Apabila terjadi komplikasi berupa infeksi sekunder seperti telah timbul pustul, yang menandakan ada infeksi dari bakterinya, maka diberikan obat kortikosteroid topikal yang dikombinasikan dengan antibiotik. The Europian Task Force on Atopic Dermatitismembuat suatu indeks untuk menilai derajat dermatitis atopik, dikenal dengan istilah SCORAD (Score of atopic dermatitis). SCORAD dapat menilai derajat keparahan inflamasi dermatitis atopik dengan menilai (A) luas luka, (B) tanda-tanda inflamasi, dan (C)Keluhan gatal dan gangguan tidur. Luas luka (A) diukur dengan menggunakan the rule of nine dengan skala penilaian 0-100. Tanda-tanda inflamasi (B) pada SCORAD terdiri dari 6 kriteria: eritema, edema/papul, ekskoriasi, likenifikasi, krusta, dan kulit kering yang masing-masing dinilai dari skala 0-3. Gejala subjektif (C) terdiri dari pruritus dan gangguan tidur yang masing-masing dinilai dengan visual analogue scale dari skala 0-10 sehingga skor maksimum untuk bagian ini adalah 20. Formula SCORAD yaitu A/5 + 7B/2 + C. Pada formula ini A adalah luas luka (0-100), B adalah intensitas (0-18), dan C adalah gejala subjektif (0-20). Skor maksimal SCORAD adalah 10.

Keterangan : -

A: adalah jumlah luas permukaan kulit yang terkena dermatitis atopik di luar kulit kering dengan mengikuti rule of nine dengan jumlah skor tertinggi kategori A adalah 100.

-

B: adalah jumlah dari 6 kriteria inflamasi yaitu eritema/kemerahan, edema/papul/gelembung

yang

melepuh,

oozing/krusta,

ekskoriasi,

likenifikasi/berkerak/bersisik, keringan kulit, semua mempunyai nilai masing52

masing berskala 0-3 (0 = tidak ada, 1 = ringan, 2 = sedang, 3 = berat), jumlah skor tertinggi kategori B ini adalah 18. -

C: adalah jumlah dari nilai gatal dan gangguan tidur dengan skala 0-10 dengan jumlah skor tertinggi kategori C adalah 20.

Berdasarkan dari penilaian SCORAD dermatitis atopik digolongkan menjadi: -

Dermatitis atopik ringan (skor SCORAD <15): perubahan warna kulit menjadi kemerahan, kulit kering yang ringan, gatal ringan, tidak ada infeksi sekunder.

-

Dermatitis atopik sedang (skor SCORAD antara 15–40): kulit kemerahan, infeksi kulit ringan atau sedang, gatal, gangguan tidur, dan likenifikasi.

-

Dermatitis atopik berat (skor SCORAD >40): kemerahan kulit, gatal, likenifikasi, gangguan tidur, dan infeksi kulit yang semuanya berat.

8. Apabila mikonazole diberikan dalam 2 minggu tidak ada perubahan apakah bisa diganti obat lain? Atau diteruskan sampai 4 minggu? Jawab: Setelah 2 minggu dilihat apakah lesinya semakin luas atau dalam perbaikan, apabila dalam perbaikan obat tetap dilanjutkan sampai 4 minggu, dan apabila terjadi perluasan lesi dengan dosis yang paling rendah dosis dinaikan terlebih dahulu sampai dosis maksimal, dan apabila sudah dalam dosis maksimal tetap terjadi perluasan lesi, obat diganti obat golongan triazole.Penyembuhan jamur terjadi selama 4-6 minggu.Apabila lesi telah sembuh obat tetap dilanjutkan sampai 2 minggu karena sporanya belum mati. Mikonazole Mekanisme

Ketonazole

Bersifat fungistatik. Bekerja Turunan dari

Klotrimazole Bekerja dengan cara

sintetik menghambat kerja mengubah 1- enzim

sitokrom permeabilitas

53

phenethylimidazole yang

p450

pada dinding sel jamur.

memiliki membrane

aktivitas antifungal, jamur,

sel Klotrimazole sehingga mengikat fosfolipid

bekerja

mengganggu

mempengaruhi

sintesa

permeabilitas jamur yang

dalam

membrane

ergosterol sel dan menghambat merupakan biosintesis

dengan

komponen penting ergosterol dan sterol

mengganggu

dari membrane sel lain yang diperlukan

biosintesa

jamur.

ergosterol

yang Ketoconazole

untuk

produksi

membrane sel. Hal

mengakibatkan

memiliki aktivitas ini

terganggunya

anti mikotik luas kematian

membrane plasma. terhadap

menyebabkan

jamur melalui

sel hilangnya

Memiliki aktivitas jenis Tricophyton, unsur intraseluler. bakterisid terhadap Epidermophyton, bakteri gram positif dan jenis Candida. Staphylococcus

Absorbsi

diserap

aureus.

baik melalui salura cerna

dan

menghasilkan kadar plasma yang cukup

untuk

menekan aktivitas berbagai

jenis

jamur. Penyerapan melalui

saluran

cerna

akan

berkurang

pada

54

penderita

dengan

pH lambung yang tinggi,

pada

pemberian bersama antasida. Efek samping

Iritasi

kulit,

rasa Reaksi

terbakar pada kulit, erupsi iritabilitas

alergi, Sensasi

terbakar

kulit, pada daerah vagina,

terbakar pada kulit, poliuri, gatal pada ruam kemerahan

vulva, eritema, pedih,

nyeri, edema, dan

urtikaria. Lama kerja

2x sehari selama 2- 2-3 kali sehari 2-4 2x sehari selama 2-8 4 minggu

minggu.

minggu

55

Related Documents


More Documents from "Peter Gunardi"

Pidato.docx
June 2020 6
Vitiligo.docx
June 2020 4
Bab 1.2,3,4,5.docx
June 2020 8
City Vs Verna.docx
June 2020 11
Merchandising.docx
June 2020 6