PNEUMONIA I.
Definisi dan Klasifikasi
Pneumonia adalah inflamasi pada parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi pathogen maupun proses non infeksi. Berdasarkan sumber acquired nya, pneumonia dibedakan menjadi :
Community Acquired (CAP) : pneumonia yang terjadi pada anak nak yang sebelumnya sehat oleh karena agent infeksi yang berasal dari luar rumah sakit. Biasanya pada pemeriksaan radiologi ditemukan konsolidasi
Hospital Acquired (HAP) : pneumonia yang terjadi dalam ≥ 48 jam setelah perawatan di RS, dengan tidak ada tanda dan gejala pneumonia sebelumnya. Selanjutnya, dapat dibedakan menjadi early onset (48-96 jam) dengan penyebab yang biasanya sama dengan CAP, atau late onset (>96 jam) yang disebabkan oleh MDR agen nosocomial
Ventilator Associated (VAP) : terjadi setelah ≥ 48 jam dilakukan intubasi Berdasarkan luas inflamasinya, dapat dibedakan menjadi :
Lobar pneumonia : inflamasi terjadi pada ≥ 1 lobus paru
Bronkial pneumonia (Bronkopneumonia) : luas inflamasi bertipe patched (kecil kecil) pada kedua paru dan bronkus
Interstitial pneumonia : inflamasi terjadi pada alveoli (mesh like walls) sehingga terbentuk separasi pada kantong kantong udara kecil Berdasarkan agent infeksinya, dapat dibedakan menjadi :
Bacterial pneumonia
Viral pneumonia
Mycoplasma pneumonia/pneumonia atypical
Pneumonia aspirasi
Pneumonia lainnya (Pneumocytis, Legionella, Hypostatic, Lipid Pneumonia)
II.
Etiologi
Community Acquired Pneumonia (CAP)
Typical : Streptococcus pneumonia, Haemophylus influenza, Staphylococcus aureus, Moxarella catarrhalis, Kleibsiella pneumonia, Legionella pneumonia
Atypical : Mycoplasma pneumonia, Chlamydia pneumonia, Chlamydia psittaci, Chlamydia trachomatis, Coxiella burnetti, RSV, Influenza A dan B, Adenovirus,
Parainfluenza virus, Human metapnovirus, Rhinovirus, Human bocavirus, Vaaqaricella, Herpes virus, CMV
Hospital Acquired Pneumonia (HAP) : RSV, Adenovirus, Influenza, Parainfluenza virus, Pseudomonas aeroginosa, Escherecia coli, Kleibsiella pneumonia, Acitenobacter spp,
Serratia
spp,
Stayphylococcus
aureus.
Termasuk
jamur
pada
kondisi
immunocompromised (Apergillus, Candida, Pneumocytis jirovecii), bakteri MRSA dan ESBL
Fungal pneumonia : Histoplasma capsulatum, Blastomuces, Cryptococcus neoformas, Pneumocytis jirovecii, Coccidioides immits
Parasitic pneumonia : Toxoplasma gondii, Strongyloides stercoralis, Ascaris lumbricoides, Plasmodium malariae, Paragonimus westermani
Etiologi pada neonates dan bayi kecil (<3 bulan) : Streptococcus group B, Chlamydia trachomatis, bakteri gram negative (E.coli, Pseudomonas, Kleibsilela), Streptoccus pneumonia, Haemophylus influenza tipe B, dan Staphylococcus aureus, TORCH, Varicella-Zoster, Listeria monocytogen, RSV, Rhinovirus, Enterovirus
III.
Patofisiologi
Mekanisme defensive normal pada saluran nafas Lokasi
Mekanisme defensive
Nasofaring
Rambut hidung dan turbulensi Apparatus mukosiliari Sekresi IgA
Trakea/bronkus
Batuk, refleks epiglottis Apparatus mukosiliari (oleh kelenjar submukosa dan sel goblet pada epitel superfisial) Sekresi immunoglobulin (IgM, IgG, IgA)
Alveolus
Makrofag alveolar (dapat juga diinduksi oleh IL 10 dan
1-25-Dihidroksivitamin D3) Limfatik patu Alveolar lining fluid
(surfaktan, komplemen,
Ig,
firbonektin) Sitokin (IL-1, TNF) PMN CMI
Gangguan pada mekanisme defensive tersebut dapat menjadi factor predisposisi untuk terjadi infeksi saluran nafas. Beberapa keadaan yang dapat terjadi yaitu
Gangguan flora normal nasofaring (Streptococcus mitis, Peptostreptococcus anaerobius) : pada keadaan DM , malnutrisi, alkoholisme, antibiotic jangka panjang, infeksi virus (influenza menghasilkan neuramidase yang meningkatkan adherence dan resptor pneumococcal) dan penyakit kronis sistemik lainnya
Penurunan respon batuk dan refleks glotiss : pada keadaan umur yang tua, COPD, operasi torakoabdominal, dan gangguan neuromuskular
Penurunan kesadaran : pada keadaan koma, kejang, CVA, alkoholisme, dan penggunaan obat depresan
Gangguan mekanisme apparatus mukosiliari : pada keadaan merokok jangka panjang, infeksi virus, terpapar pada gas beracun, cystic fibrosis, siliari diskinesia, obstruksi endotrakeal, dan umur tua
Disfungsi makrofag alveolar : pada keadaan merokok kronis, anemia kronis, puasa jangka panjang, hipoksemia, infeksi virus
Disfungsi imunitas : pada keadaan imunodefisiensi dan penggunaan obat imunosupresif Cara penyebebaran beberapa pathogen penyebab pneumonia Mekanisme Inhalasi aerosol
Patogen Mycoplasma pneumonia Chlamydia psittaci Chlamydia pneumonia Legionella pneumonia
Sekresi orofating
Streptococcus pneumonia
Aspirasi
Haemophylus influenza, anaerob, basil gram negative
Penyebaran hematogen
Staphylococcus aureus
Reaktivasi laten
Mycobacterium tuberculosis, Pneumocytis jiroveci
Tahap patologis terjadinya pneumonia lobaris adalah
Tahap kongesti: Respon inflamasi akut, lobus menjadi eritema dan oedema karena kongesti vaskuler. Cairan proteinaseous, neutrophil dan bakteria dapat ditemukan pada alveoli. Terjadi dalam 1-2 hari
Tahap hepatisisasi merah : Lobus yang terinfeksi menjadi merah, padat, dan konsistensi seperti hati. Cairan proteinaceous berubah menjadi fibrin dengan eksudasi neutrophil. Terjadi dalam 2-4 hari
Tahap hepatisasi abu : Lobus yang terinfeksi menjadi kering, padat, dan abu abu karena sel darah merah yang lisis. Eksudasi neutrophil menurun karena pengahancuran sel inflamasi, dan yang terlihat adalah makrofag. Terjadi dalam 4-7 hari
Tahap resolusi : reduksi progresif cairan dan eksudasi seluler dari alveoli oleh ekspetorasi dan drainase limfatik. Terjadi dalam 3 minggu
IV.
Tanda dan Gejala
Manifestasi tipikal :
Batuk (30% kasus, produksi sputum jarang pada anak anak prasekolah)
Demam (pada 88-96% kasus)
Toxic appearance
Tanda ditress pernafasan : takipnea, retraksi dada, nafas cuping hidung, merintih, penggunan otot nafas tambahan Umur
RR/menit
0-2 bulan
>60
2-12 bulan
>50
1-4 tahun
>40
≥5 tahun
>30
Nyeri dada
Nyeri perut (reffered pain dari diafragma pleura) dengan atau tanpa muntah
Nyeri kepala Tingkat keparahan pneumonia Non severe
Batuk Masalah dalam pernafasan Takipnea
Severe
Tanda pneumonia dan ≥ 1 -Lower
chest
indrawing/Retraksi epigastrium -Nasal flaming -Expiratory grunting Very severe
Tanda pneumonia dan ≥ 1 : -Tidak dapat makan -Sianosis -Severe respiratory distress -Gangguan
kesadaran
atau
kejang Penemuan pada PF
Auskultasi : Ronkhi (pada 33-90% kasus), penurunan suara nafas, suara nafas bronkial pada konsolidasi lobaris, suara nafas asimetris dan penrunan ekspansi dinding dada unilateral (pada empyema). Plerual rub jika terjadi pleuritis. Wheezing, terutama jika tidak ada demam (khas untuk pneumonia atypical dan viral pneumonia)
Palpasi : stem fremitus meningkat (karena konsolidasi)
Perkusi : redup mengindikasikan adanya konsolidasi atau efusi Tanda dan gejala pada HAP :
Demam >38°C tanpa pennyebab pasti
Leukopenia atau leukositosis
Onset baru sputum purulent
Peningkatan sekresi respirasi
Perubahan karakter sputum atau sekresi respirasi
Onset baru dari perburukan gejala nafas : batuk, takipnea, dyspnea
Nafas cuping hidung dengan retraksi dada atau merintih, wheezing
Auskultasi : ronkhi, suara bronkial
Bradikardia atau takikardia
Peningkatan kebutuhan oksigen, PaO2/Fi)2 ≤240, hipoksemia (Sat < 94%) Diagnosa ditegakkan jika ditemukan minimal 3 dari gejala di atas, atau 2 gejala dengan 1 lab positif (dari kultur darah, cairan pleura/BAL)
V.
Pemeriksaan Penunjang
Pulseoximetri
Laboratorium : darah lengkap (dapat ditemukan leukositosis/leuopenia, trombositopenia, anemia dan peningkatan LED), C-reactive protein ( lebih tinggi terutama pada komplikasi empyema)
Foto Rontgen, kelainan yang dapat ditemukan : - Infiltrat interstitial, ditandai dengan penigkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi - Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram, atau round pneumonia - Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata ada kedua paru, berupa bercak infiltrate yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan corakan peribronkial -
Penebalan peribronkial, infiltrate insterstitial merata, dan hiperinflasi : cenderung
karena pneumonia virus - Gambaran bronkopenumonia pada lobus bawah, inflitrat interstitial retikulonodular bilateral,
gambaran
perkabutan/ground
glass
consolidation
serta
transient
pseudoconsolidation karena infiltrate interstitial konfluensi : pada mikoplasma pneumonia
Investigasi mikrobiologi :
- Kultur darah : diagnosis definitive jika ditemukan bakteri pada darah, cairan pleura, dan aspirasi paru - Aspirasi nasofaringeal, lavasi nasal : terutama untuk infeksi virus (RSC, adenovirus, influenza, adenovirus) - Sputum, dengan induksi hipertonik saline, memenuhi syarat jika leukosi > 25 dan epitel <40 per lapangan pandang - Aspirasi trakeal, terutama untuk yang akan dipasang intubasi, untuk pemeriksaan gram dan kultur - Aspirasi cairan pleura : untuk pemeriksaan mikroskopis, kultur dan deteksi antigen - Deteksi antigen pneumococcal dan legionella pada urin - Pemeriksaan serologi : ELISA (IgM dan IgG), cold agglutinin , ASTO, streptozim, dan antiDNAase B - RT-PCR (Real Time-PCR)
VI.
Tata Laksana
Rekomendasi WHO 2014
Anak dengan fast breating pneumonia, tanpa ada tarikan dinding dada atau tandaa kegawatan : diberikan oral amoxicillin 40 mg/kg/x, 2x/hari untuk 5 hari. Pada daerah dengan angka HIV rendah, dapat diberkan selama 3 hari
Anak umur 2-59 buan dengan chest indrawing pneumonia diobati dengan oral amoxicillin 40 mg/kg/x, 2x/hari untuk 5 hari
Anak umur 2-59 bulan dengan severe pneumonia atau bayi HIV + diobati dengan parenteral ampicillin atau penicillin) dan gentamisin sebagai lini pertama -
Ampicilin : 50 mg/kg atau benzyl penicillin 50.000 unit/kg IM/IV setiap 6 jam minimal 5 hari
-
Gentamisin 7,5 mg/kg IM/IV sekali sehari minimal 5 hari
-
Cefitriaxone dapat diberikan sebagai lini kedua
Empirik kotrimoksazol untuk suspek Pneumocitis jirovecii pada HIV + dan bayi umur 2 bulan -1 tahun dengan severe atau very severe pneumonia (tidak untuk umur > 1 tahun)
Terapi severe pneumonia 1. Bayi kurang dari 2 bulan Anak 0-7 hari
< 2 kg
Ampicillin 100 mg/kg/d dibagi 2 dosis + gentamisin 3 mg/kg 1x/hari
≥ 2 kg
Ampicillin 150 mg/kg/d dibagi 3 dosis + gentamisin 5 mg/kg 1x/hari
Anak 8 hari- <1 bulan
Ampicillin 150 mg/kg/d dibagi 3 dosis + gentamisin 5 mg/kg 1x/hari
Anak 1 bulan - <2 bulan
Ampicillin 200 mg/kg/d dibagi 3-4 dosis + gentamisin 6 mg/kg 1x/hari
Rute pemberian ampicillin melalui IV atau IM
Benzilpenicilin procaine IM 50.000 IU/kg (50mg/kg) 1x/hari untuk 10 hari jika ampicillin tidak tersedia
Jika pencilin tidak tersedia, alternative dengan cefotaxime IV lambat (3 menit) atau infus 20 menit atau IM 10 hari
Jika kondisi tidak membaik dalam 48 jam, ditambahkan cloxacillin IV untuk 10-14 hari Anak 0-7 hari
Anak > 7 hari
< 2kg
Cloxacillin 100 mg/kg/d dibagi 2 dosis
≥2kg
Cloxacillin 150 mg/kg/d dibagi 3 dosis
< 2kg
Cloxacillin 150 mg/kg/d dibagi 3 dosis
≥2kg
Cloxacillin 200 mg/kg/d dibagi 4 dosis
2. Anak umur 2 bulan-5 tahun Lini I : ceftriaxone IM atau IV lambat (3 menit) 50mg/kg 1x/hari atau Ampicilin IV lambat (3 menit) atau IM 200 mg/kg/d dibagi 3-4 dosis + Gentamisin IV lambat (3 menit) atau IM : 6 mg/kg 1x/hari
Terapi minimal 3 hari untuk parenteral
Jika kondisi membaik, ganti dengan terapi oral amoxicillin PO 100 mg/kg/d dibagi 3 dosis, sampai 10 hari terpenuhi (ratio 7:1/8:1)
Jika kondisi tidak membaik dalam 48 jam, tambahkan dengan cloxacilin IV 100-200 mg/kg/d dibagi 4 dosis. Jika ada perbaikan dan 3 hari bebas demam, ganti dengan rute oral amoxicillin-asam clavulanat PO sampai 10-14 hari terpenuhi
Jika tidak ada perbaikan dengan ceftriaxone + cloxacillin, pertimbangkan infeksi Tuberculosis
Terapi pneumonia tanpa tanda kegawatan untuk anak < 5 tahun 1. Bayi dibawah 2 bulan : rawat inap untuk mendapat terapi protocol severe pneumonia 2. Anak umur 2 bulan-5 tahun : amoxicillin 100 mg/kg/d dibagi 3 dosis untuk 5 hari
Evaluasi dalam 2-3 hari
Jika tidak ada perbaikan setelah 3 hari, tambahkan azitromisin
Terapi untuk anak lebih dari 5 tahun 1. Severe pneumonia
Benzilpenicilin procaine IM 50.000 IU/kg/d, minimal 3 hari. Jika terdapat perbaikan, ganti dengan oral amoxicillin 100mg/kg/d dibagi 3 dosis sampai 7-10 hari terpenuhi
Atau Ceftriaxone IM atau IV lambat 50mg/kg/d 1x/hari Jika terdapat perbaikan, ganti dengan oral amoxicillin 100mg/kg/d dibagi 3 dosis sampai 7-10 hari terpenuhi
Atau ampicillin IV lambat/IM 200 mg/kg/d dibagi 3-4 dosis. Jika terdapat perbaikan, ganti dengan oral amoxicillin 100mg/kg/d dibagi 3 dosis sampai 7-10 hari terpenuhi
Jika tidak terdapat perbaikan dalam 48 jam, berikan ceftriaxone + cloxacillin IV 100-200 mg/kg/d dibagi 4 dosis. Jika terdapat perbaikan, ganti dengan oral amoxicillin-asam clavulanate (8:1/7:1) dibagi 2 dosis, sampai 10-14 hari terpenuhi
Jika tidak terdapat perbaikan dengan ceftriaxone + cloxacillin, pertimbangkan infeksi tuberculosis 2. Pneumonia tanpa tanda kegawatan
Amoxicillin PO 100mg/kg/d dibagi 3 dosis, untuk 5 hari
Jika tidak ada perbaikan setelah 3 hari, tambahkan azitromisin
Jika kondisi memburuk, terapi dengan protocol severe pneumonia
Terapi pneumonia persisten
Pertimbangkan adanya infeksi atypical pneumonia, tuberculosis, dan pneumocystis
Lini I : azitromisin 10mg/kg 1x/hari (maks 500 mg) untuk 5 hari
Jika azitromisin tidak tersedia : Eritromisin PO 30-40mg/kg/d dibagi 4 dosis untuk 10-14 hari atau doksisiklin PO (kecuali untuk anak dibawah 8 tahun) 4 mg/kg/d (maks 200 mg) dibagi 2 dosis untuk 10-14 hari
Terapi tambahan
Demam : dengan parasetamol (10-15 mg/kg)
Mencegah hipotermi
Posisikan secara incline (head elevated) atau posisi semi duduk
Bersihkan jalan nafas (irigasi nasal dengan NaCl 0,9%)
Oksigen untuk memaintain SpO2 ≥90%, atau jika pulse oxymetri tidak tersedia, berikan 1L/min
Maintain hidrasi dan nutrisi yang adekuat (70% IV kebutuhan cairan, lanjutkan dengan terapi rehidrasi oral)
VII.
Komplikasi
Empiema (akumulasi cairan purulent)
Efusi parapneumonic (pleural fluid collection)
Abses paru : kavitas berdinding tebal yang berisi jaringan nekrotik dengan diameter ≥2mm
Pneumonia necrotizing : lesi kavitas multiple pada area konsolidasi
Perikarditis purulenta
Pneumotoraks
Infeksi ekstrapulmoner (eg : meningitis purulenta)
Miokarditis
VIII. Pencegahan
Perbaikan gizi
Perbaikan kondisi lingkungan dan ventilasi
Menghindari paparan aap rokok
ASI ekskulsif selama 6 bulan
Mencuci tangan setiap kali aktivitas
Menghindari paparan dari orang yang sedang mengalami infeksi saluran nafas
Vaksinasi : influenza, pneumococcal, HiB, measles, varicella, Bordatella pertussis, Mycobacterium tuberculosis -
Pada bayi premature atau yang memiliki PJB, diplasia bronkopulmonari, abnormalitas kongenital pada jalan nafas dan penyakit neuromuscular dapat diberikan profilaksis dengan antibody monoclonal RSv (palavizumab)
-
Vaksin PCV13 untuk anak 2-59 bulan pada anak sehat, atau 60-71 bulan pada kondisi medis yang meningkatkan resiko pneumococcal invasive, yaitu : penyakit jantung kronis, penyakit paru kronis, DM, implant koklear, kebocoran CSF, asplenia, kondisi immunocompromise.
GASTROENTERITIS I. Definisi Gastroenteritis adalah inflamasi pada membrane mukosa saluran gastrointestinal, yang ditandai dengan adanya diare dan muntah. Diare akut adalah kondisi dimana BAB ≥3x disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi cair dalam 24 jam . atau lebih banyak dan berbeda dari keadaan normal, serta berlangsung kurang dari 1 minggu. Atau pengeluaran tinja >10g/kgBB/24 jam pada bayi dan anak (N : 5-10g). Diare persisten berangsung ≥2 minggu dengan etiologi infeksi, sedangkan diare kronis berlangsung ≥2 minggu tanpa etiologi infeksi. Muntah adalah pengeluaran paksa isi perut melalui mulut dan merupakan gejala yang tidak mengenakkan, biasanya dapat disertai dengan mual.
II.
Etiologi
Penyebab gastroenteritis dapat dibagi menjadi inflammatory dan non inflammatory, yaitu : Inflamasi
Non-inflamasi
Infeksi Intestinal (akut dan kronis) :
Tumor neuroendokrin (gatrinoma,
bakteri, viral, protozoa
VIPoma,
IBD : Chron disease, Ulcerative
Mastocytosis, Carcinoid syndrome,
Colitis,
Medulary carcinoma tiroid
Diverticulitis,
Ulceratif
jejunoileitis
Obat
Somatostatinoma,
(magnesium,
laktulose
Colitis lainnya (radiation colitis,
antibiotic, teofilin, obat kemoterapi,
ischemia colitis)
dll)
Memakan zat yang sulit diabsorbsi
Malabsorbsi
karbohidrat
(celiac
disease, tropical sprue)
Maldigestion (intoleransi laktosa, pankreatik insufisiensi)
Sindrom malabsorbsi lainnya (short bowel
syndrome,
small
bowel
bacterial overgrowth)
IBS
Gangguan motilitas (postvagotomi, postsymphatectomy,
DM,
hipertiroid)
Keracunan makanan
Alergi makanan
Kelainan anatomis : Malrotasi, penyakit
Hirchsprung,
atrofi
mikrovili, stricture
Etiologi pathogen gastroenteritis berkaitan dengan factor resiko (exposure condition) : Exposure Condition Foodborne outbreak
Patogen Norovirus,
nonthyphoidal
Salmonela,
C.
pefringes, B. cereus, S. aureus, Campylobacter spp,
Listeria,
Shigela,
C.
cayatenensis,
Cryptosporidium spp Komsumsi susu yang tidak Salmonella, Campylobacter, Y. enterocolitica, terpasteurisasi
S.aureus toxin, Cryptosporidium dan STEC, C. burnetti, Brucella (susu kambing), M.bovis
Komsumsi daging atau ayam STEC (beef), C. perfringes (beef, unggas), yang tidak matang
Salmonella (unggas), Campylobacter (unggas), Yersinia (babi), S.aureus (unggas), Trichinella (babi)
Komsumsi buah atau jus STEC, non thyphoidal Salmonella, cyclospora, buah,
sayur
yang
tidak Cryptosporidium, norovirus, hepatitis A, dan
terpasteurisisasi
L.monocytogen
Komsumsi telur yang tidak Salmonella, Shigella (egg salad) matang Komsumsi
makanan
laut Vibrio
mentah
species,
norovirus,
hepatitis
A,
Pleisomonas
Berenang
atau
minum Campylobacter,
Cryptosporidium,
Giardia,
untreated fresh water
Shigella, Salmonella, STEC, plesiomonas
Berenang di treated water
Cryptosporidium
Berkaitan dengan child-care
Rotaviru, Cryptosporoidum, Giardia, Shigella, STEC
Penggunaan antibiotic dalam C.difficile, MDR Salmonella waktu dekat Travel ke daerah endemic
E.coli (ETC/EAEC/EIEC), Shigella, Salmonella, Campylobacter, V.cholera, E.histolytica, Giardia, Blastocysis,
Cyclospor,
Isospora,
Cryptosporidium Kontak
dengan
hewan Campylobacter, Yersinia
peliharaan Kontak dengan kotoran babi
Balantidium coli
Kontak dengan unggas atau Non typhoidal Salmonella reptile Age group
Rotavirus (umur 6-18 bulan), nontyphoidal Salmonella
(bayi
0-3
bulan
atau
orang
dewasa >50 th dengan atherosclerosis), Shigella (1-7 tahun), Campylobacter (dewasa muda) Kondisi Imunokompromise
Nontiphoidal
Salmonella,
Cryptosporidium,
Campylobacter, Shigella, Yersinia
Hemokromatosis
dan Y. enterocolitica, Salmonella
hemoglobinopati AIDS, terapi imunosupresif
Cryptosporidium, Cyclospora, Isospora, M.avium intracellulare complex, CMV
Anal-genital, oral anal, atau Shigella, kontak anal-digital
Salmonella,
Campylobacter,
E.histolyticam G.lambia, Cryptosporidium
Etiologi karena jamur : Candida albicans adalah spesies jamur yang paling sering ditemukan pada tinja manusia, karena memang merupakan bagian dari flora normal pada system GI dan mukosa membrane mukokutaneus. Pada 20% bayi yang sehat, ditemukan koloni Candida pada orfaring, dan 25% bayi sehat ditemukan adanya koloni Candida pada tinjanya dalam umur 5-12 bulan, sedangkan pada ana anak ditemukan kejadian sebanyak 12-16%. Spesies ini juga sering ditemukan pada anak anak malnutrisi yang mengalami diare, terutama yang dirawat inap, dan proporsinya akan meningkat sejalan dengan lama perawatan. Pada penelitian, penghentian antibiotic dan pemberian nistatin pada anak anak dengan jumlah Candida yang banyak pada tinjanya, menunjukkan adanya perbaikan dalam diare mereka.
III.
Patofisiologi
Patofisiologi diare
Pada kondisi normal, sekita 8L cairan mencapai duodenum dan jejunum (2L dari cairan yang diminum, dan 6L dari sekresi saliva, gaster, dan pancreas). Hampir sebagian besar cairan diabsorbsi sebelum mencapai ileum, sehingga hanya 1 L cairan yang mencapai kolon. Kolon juga mengabsorbsi sebagian besar cairan yang masuk (hanya 200mL yang diekskresikan ke tinja), dengan kapasitas penyerapan 3-4L/hari. Di usus selalu ada aliran bidrieksional yang konstan antara air dan ion yang melewati mukosa usus kecil, yaitu absorbsi (oleh sel vili) dan sekresi (oleh sel kripta). Absorbsi air dan sodium difasilitasi secara aktif oleh Na-K-ATPase pada membrane basolateral sel kripta dan sel vili. Dalam usus, pergerakan zat solute menciptakan gradient osmotic untuk pergerakan cairan. Sodium mengikuti setiap pergerakan cairan, sementara klorida membtuuhkan sekresi aktif. Absorbsi Na dimediasi oleh 2 mekanisme : glukosa atau asam amino stimulated cotransport yang membuat Na bergabung dengan solute lainnya dan bergabung dengan Cl (Na-Cl coupled mechanism). Selanjutnya terjadi kombinasi pertukaran Na-H dan Cl-HCO3. Jalur Na-Cl coupled diregulasi oleh cAMP,
cGMP, dan kadar Ca intraseluler. Selain itu, juga diregulasi oleh factor parakrin, immunological, neural, dan endokrin (PINES –paracrine-immuno-neuroendocrine system). Selain itu, usus juga memiliki fungsi motoric dalam mengfasilitasi proses digestif dan absorbs cairan da nutrient. Kompleks migrasi motorik yang tersinkronisasi terjadi ketika lambung dan usus kosong, dan meningkat kontraksinya ketika ada makanan dengan waktu transit 3 jam sebelum mencapai kolon. Di kolon, reabsorbsi terjadi pada bagian kolon ascendes dan trasnversa yang bertindak sebagai reservoir, dengan kolom sigmoid dan rectum beperan sebagai reservoir volitional. Ganguan dalam regulasi ion da air, serta motilitas usus dapat menyebabkan diare. Pembagian diare menurut patofisiologinya yaitu : 1. Diare osmotik Terjadi ketika ada zat yang tidak dapat (manitol, sorbitol) atau sulit diabsorbsi (magnesium, sulfat,
fosfat),
atau
enterosit/kolonosit
tidak
dapat
mengabsorbsi
zat
tersebut.
Hiperosmolaritas oleh solute tidak terabsorbsi tersebut terbentuk karena bersifat hipertonis. Akibat adanya perbedaan tekanan osmosis antara segmen jejunum yang permeable air dan darah, air akan mengalir ke segmen tersebut dikuti dengan Na, sehingga terjadi diare. Tidak adanya disakaridase pada intoleransi laktosa dapat menyebabkan diare osmotic. Defisiesi lactase dapat timbul secara kongenital atau didapat (kehilangan pada permukaan absorptive). Celiac disease, defisiensi sukrase-isomaltase and tropical sprue juga dapat menyebabkan diare osmotic.Gambaran malabsorbsi pada usus halus adalah atrofi vili, lebih lanjut dapat merubah susunan faal membrane brush border. 2. Diare sekretori Penyebabnya dapat karena gangguan sekresi ion (Cl dan bikarbonat) dan inhibisi absorbsi sodium (Na-Cl coupled). Peningkatan sekresi tersebut dapat disebabkan dari lumen usus (enterotoksin), ruang subepitelial (mediator inflamasi), atau dari sirkulasi sistemik (hormone peptide dari tumor endokrin). Penyebabnya adalah karena adanya gangguan dalam regulasi cAMP, cGMP, dan Ca intraseluler sehingga mengaktifkan protein kinase. Hal itu kemudian menyebabkan fosforilasi membrane protein dan perubahan saluran ion, sehingga Cl menjadi keluar dari sel kripta, dan di sisi lain menyebabkan inhibisi pertukaran Na-H. Beberapa stimuli terjadinya dare sekretori adalah
enterotoksin bakteri (ETEC, Kolera, Giardia, Cryptosporidium, rotavirus, norovirus)
hormone dari neoplasma organ endokrin (hormone VIP oleh tumor sel islet pancreas, karsinoma medullary menghasilkan kalsitonin, tumor karsinoid mennghasilkan serotonin, bradikinin, substansi P, dan prostaglandin)
sekresi gastrin dari sindrom Zollinger Elson
asam empedu dihidroksil
asam lemak terhidroksilasi
neurotransmitter (asetilkolin, histamine, serotonin, dan sitokin inflamasi) juga merupakan sekretori poten
Bahan laksatif melalui peningkatkan kadar cAMP, permeabilitas intestinal, dan kerusakan mukosa.
Penyakit malabsorbsi seperti reseksi ileum dan penyakit Chron dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi asam empedu dan lemak (melalui inaktivasi lipase pancreas dan persisten pH asam pada usus kecil proksimal, serta tidak terabsorbsinya asam empedu).
Overgrowth bakteri di usus (pada gangguan motilitas, striktur CD) dapat mendekonjugasi garam empedu yang kemudian menyebabkan malabsorbsi lemak.
Kelainan kongenital : kongenital kloride diarrhea (defek pada brush border untuk pertukaran Cl/HCO3 di ileum dan kolon), kongenital sodium diarrhea (defek pada pertukaran Na-H di usus kecil), dan defek kongenital Na-bile acid di kolon
Hyperplasia kripta 3. Diare inflamatori
Disebabkan karena adanya inflamasi dan eksudasi oleh mukosa intestinal dan interaksi antara sitoki, system saraf enteric, dan efek stimuli sekretori. Patogen infeksius biasanya menyebabkan inflamasi pada bagian mukosa distal usus kecil atau pada kolon dengan cara menginvasi epitel usus dan mengaktivasi sel inflamasi (pada Shigella, Campylobacter, Salmonella, Yersninia, E.histolytic) atau dengan mengeluarkan sitotoksin (pada EAEC, EHEC, C.difficile) sehingga menstimulasi sekresi intestinal. Flagellin bakteri dapat mengaktivasi IL-8 (prokemotaktik) dan sel epitel intestinal mensekresi IL-6 yang meningkatkan keadaan inflamasi. Sekresi mediator inflamasi (sitokin dan prostaglandin) juga Pada IBD, terjadi peningkatan sitokin dan eicosanoid, yang dapat menurunkan transporter ion pada kolon dan usus kecil sehingga menyebabkan malabsorbsi Na. kehilangan sel epitel, kerusakan tight junction, dan perubahan pada cellular cytoskeleton tersebut meningkatkan tekanan hidrostatik yang menyebabkan air, elektrolit, mucus, protein, leukosit, dan eritrosit menumpuk
dalam
lumen.
(C.difficile
induksi
kerusakan
cytoskeleton,
B.fragilis
menyebabkan degradasi proteolitik tight junction, V.cholera mempengaruhi distribusi protein tight junction, EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton) 4. Diare fungsional Diare ini terkait dengan IBS, disebabkan oleh
gangguan transit colonic/motilitas dan
hipersensitivitas pada rectum.Selain itu dapat pula terjadi gangguan dalam control neural dan usus dalam visceral nociception dan motilitas abnormal yang dimediasi oleh perubahan neurotransmiteer (serotonin, kolesistokinin, dan neurokinin), dapat pula terjadi inflamasi mukosa. 5. Diare akibat gangguan peristalsis Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri overgrowth. Perlambatan transit obat dan nutrisi akan menyebabkan statis intestinal, inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan pembentukan misell yang buruk, dan steatorrhea. Hal ini dapat terjadi pada DM, morfin withdrawal, dan scleroderma. Peningkatan motilitas dapat menurunkan waktu kontak konten uminal dengan epitel untuk diabsorbsi sehingga menjadi diare sekretorik. Hal ini terjadi pada DM, tirotoksikosis, amyloidosis, dan diare postprandial. 6. Diare terkait imunologi Diare ini berhubungan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I (interaksi sel mast dan IgE dengan allergen makanan), tipe II (pada penyakit gastroenteropati), tipe IV (pada celiac disease dan protein loss enteropati). Mediator inflamasi yang dihasilkan dapat menyebabkan kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.
Patofisiologi muntah Muntah diatur oleh control dari pusat muntah yang terleta pada formasi reticular lateral di medulla oblongata. Stimulusnya dapat dibawa oleh CTZ (Chemoreceptor Trigger Zone) yang terletak pada area postrema ventrikel IV atau daerah luar BBB (Blood Brain Barrier) yang terkespos pada darah da CSF. Pusat muntah juga mendapatkan stimulus dari korteks serebral, system limbic, system vestibular, vagal dan splanik afferent. Pada gastroenteritis, terjadi aktivasi stimulus perifer dari nervus vagus saluran GI atau stimulasi reseptor serotonin (5HT3) pada usus, yang dilepaskan oleh sel enterokromafin karena adanya kerusakan mukosa akibat inflamasi akut. Serotonin bekerja pada reseptor 5HT3 pada aferen nervus vagus saluran GI. Pusat muntah kemudian meneruskan stimulus eferen ke diafragma, otot abdominal, dan nervus visceral gaster dan esofagus sehingga terjadi muntah. Selain itu juga terjadi peningkatan salivasi, penurunan tonus gaster yang menyebabkan rasa mual, kontraksi non peristaltic pada usus halus, regurgitasi isi usus ke
gaster, kontraksi otot pernafasan dan abdomnal, penrunan diafragma melawan glottis sehingga isi gaster mencapai esofagus.
IV.
Tanda dan Gejala
Perbedaan karakteristik diare inflamasi dan non-inflamasi : Karakteristik
Infalamasi
Gambaran Klinis
Berdarah,
Non inflamasi berlendir, Volume
voume sedikit, tenesus diare
diare
cair,
banyak,
tidak
ada
pada kuadran bawah kiri darah, pus atau tenesmus. abdomen,
bisa
ada Dapat
demam
muncul
mual,
muntah, tenesmus, tetapi tidak demam
Involvement site
Paling sering pada kolon
Paling sering pada isus Halus
Leukosit fecal
+
-
Perbedaan klinis diare osmotic dan sekretorik8 : Karakteristik
Diare osmotic
Puasa
Diare
Diare Sekretori
menurun
berhenti Osmotic gap pada tinja
atau Diare
tidak
perubahan
>50 mOsm/kg or >125 <50 mOsm/kg mOsm/kg
Perbedaan presentasi klinis infeksi pada usus halus dan ileocolon9: Infeksi usus halus
Infeksi ileokolon
Nyeri paraumbiikal diffuse
Nyeri perut bawah
Volume BAB banyak
Voume BAB lebih sedikit
BAB berair
BAB dapat berdarah
Dehidrasi
Tenesmus
ada
Patogen : Calicivirus, Rotavirus,
Dehidrasi
Enterik
Patogen
Adenovirus,
ETEC,EAEC,EPEC, L.monocytogen,
V.cholera, C.perfringens,
:
CMV,
adenovirus,
Salmonella, Campylobacter,
Shigella, EHEC,
EIEC,
S.aureus,
C.difficile, Yersinia, Non cholera
G.lamblia,Cryptosporidum,
vibrio, Tuberculosis, C.perfrienges,
Microsporidum,
E.histoloytica, T.trichura, B.coli,
Cyclospora,
Isospora
B.hominis
Presentasi klinis yang berkaitan dengan pathogen infeksi: Gejala
Patogen sugestif
Diare Persisten atau kronis
Cryptosporidium, G.lamblia, C.cayatenensis, I.belli, E.histolytica
Tinja berdarah
STEC, Shigella, Salmonella, Campylobacter, E.histolytica, non kolera vibrio, Yersinia, B.coli, Pleisomonas
Demam
Viral, bacterial, parasitic. Demam yang lebih tinggi mengindikasikan infeksi bakteri dan E.histololitika
Nyeri perut
STEC, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, non kolera vibrio, C.difficile
Nyeri perut hebat, tinja berdarah STEC, Salmonella, Shigella, Campylobacter, (dapat
juga
tidak
berdarah), dan Y.enterocolitica
demam minimal Nyeri perut dan demam persisten
Y. enterocolitica dan Y. pseudotuberculosis
Mual dan muntah ≤24 jam
Termakan
enterotoksin
S.aureus
atau
B.cereus (short incubation emetic syndrome) Diare dan nyeri perut dalam 1-2 Termakan hari
toksin
C.perfringes,
(Long-incubation emetic syndrome)
B.cereus
Muntah dan diare tanpa darah Norovirus (low grade fever dalam 24 jam dalam 2-3 hari
pertama pada 40% kasus)
Salah satu komplikasi dari gastroenteritis adalah dehidrasi, oleh karena itu penting untuk mengetahui derajat dehidrasi yang dialami oleh pasien, karena setiap grade memiliki tata laksana yang berbeda. Grade dehidrasi menurut MMWR 2003: Gejala
Minimal atau
Ringan-Sedang,
Berat, Kehilangan
tanpa dehidrasi,
Kehilangan BB 3-
BB >9%
kehilangan BB
9%
<3% Kesadaran
Denyut Jantung
Baik
Normal
Norma,
lelah, Apatis,
letargi,
gelisah, irritable
tidak sadar
Normal-
Takikardia,
meningkat
bradikardia, pada kasus berat
Kualitas Nadi
Normal
Normal-melemah
Lemah,
kecil,
tidak teraba Pernafasan
Normal
Normal-cepat
Dalam
Mata
Normal
Sedikit cekung
Sangat cekung
Air mata
Ada
Berkurang
Tidak ada
Mulut dan lidah
Basah
Kering
Sangat kering
Cubitan Kulit
Segera kembali
Kembali <2 detik
Kembali <2 detik
Capillary Refill
Normal
Memanjang
Memanjang, minimal
Ekstremitas
Hangat
Dingin
Dingin, sianotik
mottled,
BAK
Normal
Bekurang
Minimal
Ubun ubun besar
Normal
Sedikit cekung
Sangat cekung
V.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan feses lengkap -
Makroskopik
Pemeriksaan warna, konsistensi, lender, dan darah
Jika tinja watery dan tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan karena enterotoksin virus, protozoa, atau infeksi di luar saluran GI
Jika tinja yang mengandung darah/mucus biasa disebabkan oleh infeksi bakteri yang menghasilakan sitotoksin, dan yang enteroinvasif
Jika darah terdapat pada permukaan tinja, kemungkinan infeksi E.histolytica
Jika terdapat garis garis darah pada tinja kemungkinan infeksi EHEC
Jika
tinja
berbabu
busuk,
kemungkinan
infeksi
dengan
Salmonea,
Giardia,
Cryptosporidium dan Strongyloides -
Mikroskopik
Pemeriksaan eritosit
Pemeriksaan leukosit : untuk melihat respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon, biasanya adalah PMN. Positif pada bakteri penghasil sitotoksin dan enteroinvasif : Shigella, Salmonella, C.jejuni, EIEC, C.difficile, Y.enterocolitica, V.parahaemolyticus. Parasit biasanya tidak menunjukkan adanya leukosit pada tinja
Pemeriksaan parasite (telur cacing/kista/trofozoit) : pada keadaan jika pasien bepergian di daerah dengan resiko tinggi, kultur tinja negative untuk enteropatogen, diare >1 minggu, atau pada pasien immunocompromised
Pemeriksaan jamur : hifa dan sel ragi -
Kultur tinja : pada keadaan yang dicurigai terdapat HUS, diare tanpa darah, terdapat leukosit pada tinja, KLB diare, dan pasien immunocompromised
Beberapa prosedur pemeriksaan spesifik untuk organisme yang berkaitan dengan gastroenteritis:
Patogen
Prosedur Diagnostik
Spesimen
C.difficile
NAAT
Tinja
GDH antigen diikuti dengan deteksi toksin S.eneterica,
Shigella, Kultur Rutin atau NAAT
Tinja
Campylobacter spp S.enterica
serovar
Typhi Kultur Rutin
Tinja,
and Paratyphi
Sumtul,
cairan duodenal
STEC
Kultur E.coli O157:H7, Shiga Tinja toxin NAAT
immunoassay, untuk
gen
dan Shiga
toksin Yersinia
Pleisomonas, Kultur spesifik, NAAT
S.aureus,
Tinja
E.coli
(ETEC/EPEC/EAEC/EIEC) C.perfringes
Deteksi toksin
Tinja
B.cereus, S.aureus
Deteksi toksin
Makanan
C.botulinum
Mouse lethalitiy assay
Darah, muntahan, gastrik spesismen
E.histolytica,
B.hominis, Pemeriksaan
B.coli,
G.lamblia, trofozoit
nematoda,
telur
atau Tinja
menggunakan
cestoda, smear, NAAT
trematoda
Cairan
duodenal
untuk Giardia dan Strongiloides
G.lamblia
EIA atau NAAT
Tinja
Cryptosporidium spp
DFA, EIA, NAAT
Tinja
C.cayatenensis, I.belli
Modified acid stains, UF Tinja
mikroskopi, NAAT Microsporidia
Trichorme stain, pemeriksaan Tinja, Biopsi usus histologi
Calicivirus
(Norovirus, NAAT
Sapovirus),
enteric
adenovirus,
rotavirus,
halus Tinja
enterovirus Rotavirus,
enteric EIA
Tinja
adenovirus Enterik
adenovirus, Kultur viral
Tinja
enterovirus CMV
Pemeriksaan histopatologi
Biopsi
Kultur CMV
VI.
Tatalaksana
Lima pilar dalam penatalaksaan diare pada anak, yaitu : 1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru (hipoosmolar) Komposisi oralit baru hampir mirip dengan komposisi plasma, sehingga tidak menyebabkan hypernatremia, dengan komposisi Na 75 Mmol/L, Cl 65 Mmol/L, glukosa 75 Mmol/L, Kalium 20 Mmol/L, sitrat 10 Mmol/L, dan total osmoaritas 245 Mmol/L(sebelumnya Na 90, K 20,Cl 80, Basa 30, dan glukosa 111). Pemberian diberikan setiap BAB dengan ketentuan : 2 bungkus oralit dilarutkan dalam 1 L air untuk 24 jam, pada anak berumur <2 tahun diberikan 50-100 ml tiap kali BAB, dan anak >2 tahun diberikan 100-200 ml tiap BAB 2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut turut Tujuannya adalah untuk mengurangi lama dan beratnya diare, serta mengembalikan nafsu makan. Zinc berperan dalam pertumbuhan dan pembelahan sel, antioksidan, kekebalan seleluler, pengecapan, dan mediator potensialn untuk pertahanan tubuh terhadap infeksi. Zinc dapat memperbaiki system imun, struktur dan fungsi saluran cerna, dan proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc selama diare dapat meningkatkan absorbs air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,
meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan pembersihan pathogen dari usus. Dosis pemberian adalah 10 mg/hari untuk anak dibawah 6 bulan dan 20 mg/hari untuk anak di atas 6 bulan. Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut turut meskipun anak telah sembuh dari diare 3. ASI dan makanan tetap diteruskan Tujuannya untuk mencegah penurunan badan serta penggantian nutrisi yang hilang. Meneruskan pemberian makan akan mempercepat kembalinya fungsi usus normal sehingga dapat mencegah status gizi buruk. Penggantian susu rendah laktosa atau bebas laktosa mungkin diperlukan sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau bertambah hebat sehingga dehidrasi terjadi kembali, atau telah dibuktikan terdapat tinja yang asam (pH <6) atau terdpat bahan yang mereduksi dalam tinja >0,5 %. Setelah diare berhenti, pemberian tetap dilanjutkan selama 2 haru kemudian coba kembali ke susu sebelumnya secara bertahap selama 2-3 hari. Sari buah segar dan pisang baik untuk menambah kalium 4. Antibiotik selektif Hanya diberikan pada indikasi tertentu. Jika diberikan secara tidak rasional, maka akan memperpanjang lama diare dan menganggu keseimbangan flora normal usus, meningkatkan pertumbuhan C.difficile, mempercepat resistensi kuman, serta menambah biaya pengobatan yang tidak perlu. 5. Edukasi Kembali segera jika demam, tinja berdarah, berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari
Untuk kasus diare tanpa dehidrasi, anak dapat diberikan cairan rumah tangga seperti air tajin, larutan gula garam, kuah sayur, dsb. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10ml/kgBB. Untuk anak dibawah 2 tahun, cairan diberikan menggunakan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1-2 menit. Sedangkan anak yang lebih besar dapat minum dari cangkir atau gelas. Bila terjadi muntah, dapat dihentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan lahan. Pemberian diberikan sampai diare berhenti. ASI dan makanan yang dimakan tetap harus diberikan. Makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering (6x/hari) serta rendah serat. Jangan berikan makanan peda, asam dan berlemak. Jika keadaan tidak membaik, maka pengobatan jatuh dalam penanganan dehidrasi ringan-sedang.
Untuk diare dehirasi ringan-sedang, pasien diberikan terapi oralit 75cc/kgBB dalam 3 jam pertama. Bila pasien masih haus, minum harus diberikan lagi. Namun apabila dengan volume
tersebut mata pasien terlihat membengkak, oralit dihentikan dan pasien diberikan air putih atau tawar. Bila oralit tidak dapat diberikan, maka diberikan melalui nasogastric dengan kecepaan 20mL/kgBB/jam dan kemudian dievaluasi dalam 3 jam.Bila keadaan memburuk, pasien diberikan terapi diare dehidrasi berat. Upaya rehidrasi oral dapat gagal pada beberapa keadaan, misalnya pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, kembung dan ileus paralitik, dan malabsorbsi glukosa.
Untuk diare dengan dehidrasi berat, pasien tetap harus diberikan oralit (5ml/kgBB/jam) selama pemberian cairan intravena apabila dapat minum dengan baik selama 3-4 jam (untuk bayi) dan 1-2 jam (untuk anak yang lebih besar). Untuk rehidrasi parenteral digunakan RL dengan dosis 100ml/kgBB, dengan cara pemberian untuk anak <1 tahun : 1 jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 70cc/kgBB untuk 5 jam berikutnya, dan untuk anak >1 tahun : ½ jam pertama 30cc/kgBB dan 2,5 jam berikutnya 70cc/kgBB. Evaluasi dilakukan tiap jam.Kemudian jika membaik, terapi dilanjutkan dengan pilihan terapi diare dehidrasi ringan sedang atau tanpa dehidrasi.
Rekomendasi antibiotik untuk pathogen penyebab gastroenteritis: Indikasi
Lini pertama
Alternatif
Campylobacter
Azitromisin
Ciprofloxacin
C.difficile
Oral Vancomisin
Fidaxomicin (untuk <18 tahun)
Non
typhoidal
enterica S.enterica
S. Tidak diindikasikan pada infeksi uncomplicated
typhi
and Ceftriaxone
atau Ampicili atau TMP-SMX
paratyphi
ciprofloxacin
atau azitromisin
V. cholera
Doksisiklin
TMP-SMP atau ampisilin jika tidak resisten
Non vibrio cholera
Tidak diindikasikan jika Infeksi invasive : TMPinfeksi tidak
SMX + aminoglikoside
Invasive Infeksi
nvasif
:
ceftriaxone + doksisiklin Y. enterocolitica
TMP-SMX
Cefotaxime
atau
ciprofloxacin Cryptosporidium spp
Nitazoxanide
Cyclospora spp
TMP-SMX
Nitazoxamide
G. lamblia
Tinidazole, Nitazoxamide
Metronidazole
I.Belli
TMP-SMX
Pyrimethamine, ciprofloxacin, nitazoxamide
Nematode
Pirantel
pamoat, Mebendazole
Albendazole Microsporidia
Albendazole,
Fumagilin
(untuk infeksi E. bieneusi atau V. corneae
Tatalaksana famakologi lainnya :
Antiemetic Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala distress yang dapat meningkatkan resiko dehidrasi, imbalance elektrolit, aspirasi paru, dan mengurangi kebutuhan pemasangan IV di RS. Biasanya tidak diindikasikan jika gejala muntah ringan karena muntah bersifat self-limiting, dan merupakan kondisi fisiologis tubuh untuk mengeluarkan substansi toksik, selain itu juga untuk menghindari efek samping obat muntah. Obat yang dapat digunakan, yaitu : antagonis serotonin 5HT3 (ondansetron, granisetron, tropisetron, dolastetron dan ramosetron), antihistamin H1 (dimendidrinat, promethazine), anatagonis reseptor dopamine (metoclopramide, droperidol, domperidone, prokloperazine)
Probiotik dan Prebiotik Pemebrian probiotik dapat diberikan dengan tujuan terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik. Dalam penelitian, pemberian probiotik (Bifidobacterium, Streptococcus thermophiles, dan Lactobacillus GG) dapat menurunkan angka kejadian diare. Hal tersebut terjadi karena adanya perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti mikroba terhadap pathogen usus, kompetisi nutrient, mencegah adhesi kuman pathogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin, efek trofik pada mukosa usus melalui penyediaan nutrient dan imunomodulasi. Sedangkan prebiotic (oligosakarida) dapat diberikan dengan tujuan merangsang pertumbuhan flora intestinal yang menguntungkan kesehatan.
VII.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul karena diare adalah: 1. Malnutrisi 2. Gangguan elektrolit : hypernatremia (Na >150 mmol/L), hiponatremia (Na < 130 mmol/L), hyperkalemia (K>5 mEq/L), hypokalemia (K < 3,5 mEq/L) 3. Kejang, karena hipoglikemia, hiperpireksia, hiper.hiponatremia 4. Komplikasi post infeksi untuk beberapa kuman patogen Manifestasi
Organisme
Eritema Nodosum
Yersinia, Campylobacter, Salmonella, Shigella
Glomerulonefritis
Shigella, Campylobacter, Yersinia
Gullain-Barre Sindrom
Campylobacter
Anemia Hemolitik
Campylobacter, Yersinia
Hemolitik-Uremik Sindrom
STEC, Shigella dysentria serotype 1
Nefropati IgA
Campylobacter
Reaktif Artritis
Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Giardia, Cyclospora
Postinfeksi Irritable Bowel Campylobacter, Syndrome
Giardia
Salmonella,
Shigella,
STEC,
Meningitis
Listeria, Salmonella (terutama pada bayi < 3 bulan)
Perforasi Intestinal
Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, E. histolytica
Eriki
sindrom
(letal, Shigela
ensefalopati toksik, kejang) Aortiti, osteomyelitis, focus Salmonella, Yersinia jaringan
ekstravaskular
dalam
A. Kesimpulan Telah dilakukan pemeriksaan terhadap anak laki laki usia 6 bulan, dengan keluhan mual, muntah, dan demam yang kurang dari 2 minggu. Pada PF didapatkan tanda dehidrasi ringan sedang (mata cekung, bibir kering). Pada PP yang pertama hanya ditemukan kelainan makroskopis (warna kuning, konsistensi cair), dan pada PP kedua ditemukan kelainan makroskopis (warna kuning, cair) dan mikroskopis (leukosit 13/LPB, dan hifa serta sel ragi +) dan memberikan respon pada antibiotik, sehingga diagnose untuk pasien adalah gastroenteritis akut e.c viral pada rawat pertama dan gastroenteritis akut e.c bacterial pada rawat kedua, disertai dehidrasi ringan sedang