LAPORAN KASUS ANAK SEORANG ANAK LAKI-LAKI DENGAN GLOMERULONEFRITIS AKUT, ANEMIA, DAN GIZI KURANG
Pembimbing : Dr. Raden Setiyadi, Sp.A
Disusun oleh : Komang Vitha Pranamasari 030.13.109
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH PERIODE 14 JANUARI 2019 -23 MARET 2019 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI 1
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi laporan kasus dengan judul “SEORANG ANAK LAKI-LAKI DENGAN GLOMERULONEFRITIS AKUT, ANEMIA, DAN GIZI KURANG ”
Penyusun: Komang Vitha Pranamasari 030.13.109
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU Kardinah Kota Tegal periode 14 Januari – 23 Maret 2019
Tegal, 28 Februari 2019
Dr. Raden Setiyadi, Sp.A 2
STATUS PASIEN LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL Nama : Komang Vitha Pranamasari
Pembimbing : Dr. Raden Setiyadi, Sp.A
NIM
Tanda tangan :
: 030.13.109
A. IDENTITAS PASIEN DAN ORANG TUA/WALI DATA
PASIEN
AYAH
IBU
Nama
An. A
Tn. N
Ny. R
Umur
6 tahun
38 tahun
27 tahun
Jenis Kelamin
Laki-laki
Laki-Laki
Perempuan
Alamat
Kaligayam RT 04/RW 01 Kec. Talang, Jawa Tengah
Agama
Islam
Islam
Islam
Suku Bangsa
Jawa
Jawa
Jawa
Pendidikan
TK
SMP
SMP
Pekerjaan
-
Kuli bangunan
IRT
Penghasilan
-
Rp. 2.000.000,-
-
/bulan Keterangan
Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung
Asuransi
BPJS PBI
No. RM
941417
Tanggal Masuk
7 Februari 2019
RS
3
B. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap Ibu dan Ayah kandung pasien pada Rabu, 13 Februari 2019 25 pukul 09.00 WIB, di Ruang puspanidra RSUD Kardinah Kota Tegal. Keluhan Utama : Bengkak pada kedua kelopak mata sejak 4 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSUD Kardinah Kota Tegal pada tanggal 7 februari 2019 dengan keluhan bengkak pada kedua kelopak mata yang dirasakan sejak 4 hari SMRS. Awalnya ibu pasien mengatakan bahwa bengkak muncul secara tiba-tiba dan muncul saat setelah bangun tidur, kemudian bengkak tidak menghilang saat siang maupun malam hari dan ibu pasien mengatakan bahwa sehari setelahnya mulai membengkak pada perut, kedua tangan, dan kedua kaki, namun tidak ada pembengkakan pada kelamin pasien, kemudian bengkak tidak menghilang dan tidak membaik. Pada tanggal 6 februari 2019 (1 hari SMRS) ibu pasien mengatakan bahwa pasien buang air kecil hanya sedikit dan berwarna kecoklatan seperti teh, dan disertai nyeri saat buang air kecil, buang air kecil terputus-putus, dan terasa tidak puas setelah buang air kecil. Pasien juga merasakan nyeri pinggang sehingga pasien kesulitan untuk berjalan akibat dari nyeri pinggang yang dirasakan tersebut. Pasien memiliki kebiasaan minum air mineral hanya sedikit, kurang lebih 330 ml per hari dan pasien sering mengkonsumsi minuman manis kemasan sebanyak 2-3 kali per hari. Pada hari kamis tanggal 7 februari 2019, ibu pasien sempat mengantarkan pasien berobat ke poli anak dan di diagnosis oleh dokter spesialis anak sebagai radang ginjal dan pasien disarankan untuk dirawat, namun keluarga pasien menolak untuk dirawat inap dengan alasan masalah keuangan. Kemudian sore harinya pasien dibawa ke IGD oleh keluarga, dan saat itu keluarga pasien sudah menyanggupi untuk anaknya di rawat inap dengan menggunakan BPJS. Pasien tidak mengalami keluhan batuk pilek, tidak ada keluhan mual muntah, tidak terdapat ruam-ruam di kulit, tidak ada nyeri sendi. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien
4
mengalami penurunan nafsu makan, anak hanya mau makan dengan telur ayam dan ikan. Tidak ada keluhan sulit dan nyeri saat menelan. Pemeriksaan fisik yang dilakukan di ruang IGD RSUD Kardinah Kota Tegal, didapatkan kesadaran compos mentis dimana E4,M6,V5, tampak sakit sedang, suhu 36,40C axila, Hear Rate 120 x / menit, kuat, isi cukup, pernafasan 24 x / menit teratur, SpO2 99%, tampak oedema palpebra, conjungtiva anemis -/-, abdomen supel, bisisng usus (+), ascites, tidak ada nyeri tekan. Riwayat penyakit Dahulu Pasien belum pernah memiliki keluhan yang sama sebelumnya, namun pasien memiliki riwayat dirawat di RS karena ISPA saat pasien berusia 4 tahun dan riwayat bronkhitis saat usia 3 tahun. Tidak ada riwayat asma, TB, kejang, dan tidak ada riwayat alergi obat maupun makanan Riwayat Pengobatan pasien sudah sempat dibawa berobat ke poli spesialis anak, dilakukan pemeriksaan laboratorium dan dikatakan bahwa terdapat radang pada ginjal dan disarankan untuk dirawat namun keluarga pasien menolak dengan alasan keuangan. Namun kemudian dalang ke IGD dan akhirnya pasien menyanggupi untuk dirawat. Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga pasien tidak memiliki keluhan yang sama seperti yang dialami pasien, tidak terdapat penyakit diabetes melitus, hipertensi, riwayat batuk lama, TB paru. Riwayat Kebiasaan Keluarga Ayah pasien memiliki riwayat kebiasaan merokok. Riwayat Lingkungan Perumahan Pasien dan keluarga tinggal di kontrakan, rumah tersebut berukuran kurang lebih 10 x 20 meter, memiliki 1 kamar tidur dengan 1 kamar mandi dan 1 dapur, beratap genteng, berlantai kramik, berdinding tembok., memiliki 2 pintu dan 4 jendela. Di rumah tersebut tinggal 4 orang: ibu, ayah, adik dan pasien. Rumah rajin dibersihkan setiap hari, mulai dari menyapu sampai membersihkan debu-debu ruangan. Cahaya matahari dapat 5
masuk ke dalam rumah, lampu tidak dinyalahkan pada siang hari, jendela selalu dibuka, jarak septitank dengan wc kurang lebih 10 meter. Kesan: keadaan lingkungan rumah, sanitasi, pencahayaan dan ventilasi baik. Riwayat Sosial Ekonomi Ayah pasien bekerja sebagai kuli bangunan dengan penghasilan kurang lebih 2 juta tiap bulannya, dan ibu pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Penghasilan tersebut menanggung hidup 4 orang. Riwayat Kehamilan, Pemeriksaan Prenatal, dan Kelahiran Anemia (-), hipertensi (-), diabetes melitus (-), Morbiditas kehamilan
penyakit jantung (-), penyakit paru (-), merokok (-), infeksi (-), minum alkohol (-) Rutin kontrol ke bidan 1 kali setiap bulan sampai
Kehamilan
usia kehamilan 8 bulan dan setiap 2 minggu sekali Perawatan antenatal
setelahnya sampai menjelang masa persalinan. Riwayat imunisasi TT (+) 2 x, konsumsi suplemen selama kehamilan (-), riwayat minum obat tanpa resep dokter dan jamu (-)
Tempat persalinan
RSUD Kardinah Kota Tegal
Penolong persalinan
Bidan
Cara persalinan
Spontan Pervaginam
Masa gestasi
39 Minggu Berat lahir: 3100 gram
Kelahiran
Panjang lahir: (orang tua pasien tidak ingat) Lingkar kepala : (orangtua pasien tidak ingat) Keadaan bayi
Langsung menangis kuat, air ketuban jernih Tidak pucat dan tidak biru Nilai APGAR: (orangtua tidak tahu) Kelainan bawaan: (-)
Kesan : Riwayat perawatan antenatal cukup baik Neonatus aterm, lahir spontan, bayi dalam keadaan bugar. 6
Riwayat Pemeliharaan Postnatal Pemeliharaan setelah kelahiran dilakukan di dokter dan bidan sebulan sekali dan anak dalam keadaan sehat. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Pertumbuhan gigi pertama : Umur 6 bulan
(Normal: 5-9 bulan)
Berat bdan lahir anak 3100 gram, berat badan sekarang 16 kg, tinggi badan 110 cm Psikomotor : Tengkurap
: Umur 4 bulan
(Normal: 3-5 bulan)
Duduk
: Umur 7 bulan
(Normal: 6-9 bulan)
Berdiri
: Umur 10 bulan
(Normal: 9-12 bulan)
Berjalan
: Umur 12 bulan
(Normal: 12-18 bulan)
Mengucapkan kata
: Umur 12 bulan
(Normal: 9-12 bulan)
Berlari
: Umur 18 bulan
(Normal 18-24 bulan)
Naik tangga
: Umur 2 tahun
(Normal 24-36 bulan)
Memakai baju
: Umur 6 tahun
(Normal 60 bulan)
Saat ini: Pasien Sekarang sekolah di TK, tidak ada masalah dengan pelajaran dan menerima pelajaran dengan baik. Kesan: Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai usia, tidak ada keterlambatan kemampuan psikomotor Riwayat Makanan Umur (bulan)
ASI/PASI
Buah/ Biskuit
Bubur Susu
Nasi Tim
0–2
ASI
-
-
-
2–4
ASI
-
-
-
4–6
ASI
-
-
-
6–8
ASI
+
+
+
8 – 10
ASI
+
+
+
10-14
ASI
+
-
+
7
Pasien makan 3 kali sehari dengan menu makanan seperti nasi, sayur, ikan, telur, daging, tahu, dan tempe Kesan: Pasien mendapatkan ASI ekslusif, kuantitas dan kualitas makanan cukup baik. Riwayat Imunisasi VAKSIN
DASAR (umur)
BCG
0 bulan
-
-
-
-
-
-
DTP/DT
-
2 bulan
3 bulan
4 bulan
18 bulan
5 thn
-
POLIO
0 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
18 bulan
-
-
MR
-
-
-
9 bulan
18 bulan
-
-
HEPATITIS B
0 bulan
1 bulan
-
6 bulan
-
-
-
ULANGAN (umur)
Kesan: Imunisasi dasar dan ulangan pasien lengkap. Riwayat Keluarga Corak Reproduksi Tanggal lahir
Jenis
(umur)
kelamin
1.
2012
Laki-Laki
Ya
-
2.
2015
Perempuan
Ya
-
No
Hidup
Lahir
Mati
Keterangan
(sebab)
kesehatan
-
-
Pasien
-
-
Sehat
Abortus
mati
Riwayat pernikahan Ayah
Ibu
Nama
Tn. N
Ny.R
Perkawinan ke-
1
1
Umur saat menikah
26 tahun
19 tahun
Pendidikan terakhir
SMP
SMP
Suku
Jawa
Jawa
Agama
Islam
Islam
Keadaan kesehatan
Sehat
Sehat
Kosanguinitas
-
-
8
Riwayat Penyakit yang pernah diderita Penyakit
Umur
Penyakit
Umur
Penyakit
Umur
Alergi
(-)
Difteria
(-)
Penyakit jantung
(-)
Cacingan
(-)
Diare
(-)
Penyakit ginjal
(-)
DBD
(-)
Kejang
(-)
Bronkhitis
(3 tahun)
Ootitis
(-)
Morbili
(-)
TBC
(-)
Parotitis
(-)
Operasi
(-)
Lain-lain: ISPA
(4 tahun)
Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita Pasien mengalami bronkhitis saat usia 3 tahun dan ISPA saat usia 4 tahun
C. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 13 Februari 2019, pukul 09.00 di Ruang UGD RSUD Kardinah Tegal Keadaan Umum Kesadaran: E4 M6 V5 GCS 15 compos mentis Tampak sakit sedang, dengan edema di kedua palpebra II. Tanda Vital Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 88 x/menit reguler, kuat, isi cukup
Laju nafas
: 21 x/menit reguler
Suhu
: 36,2oC, Axilla
III. Data Antropometri Berat badan sekarang
: 16 kg
Panjang badan sekarang
: 110 cm
Lingkar kepala
: 48 cm
Lingkar lengan atas
: 16 cm
9
IV. Status Internus i. Kepala: normocephali, lingkar kepala 48 cm Rambut: Hitam, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut. Wajah : Simetris, tidak tampak kelainan dismorfik Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema palpebra (+/+), mata cekung (-/-), air mata (+/+), pupil isokor 3 mm/ 3mm, reflex cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+), strabismus (-/-) Hidung : Bentuk normal, simetris, septum deviasi (-/-), sekret (-/-), pernafasan cuping hidung (-) Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-), discharge (-/-) Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), pucat (-), stomatitis (-), mukosa hiperemis (-), saliva (+) ii. Leher: Kelenjar tiroid tidak membesar, kelenjar getah bening tidak membesar. iii.Toraks: Dinding toraks normotoraks dan simetris. o Paru: Inspeksi: Bentuk datar, Pergerakan dinding toraks kiri-kanan simetris, retraksi (-) Palpasi: Simetris tidak ada hemithoraks yang tertinggal Perkusi: Sonor pada kedua lapang paru Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-). o Jantung: Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak. Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS IV 1 cm midklavikula sinistra, thrill (-) Perkusi: Tidak dilakukan pemeriksaan Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-). iv. Abdomen: Inspeksi: tampak cembung, simetris, smiling umbilicus (-), ascites (+)
10
Auskultasi: Bising usus (+) frekuensi 3x/menit Palpasi: Supel, nyeri tekan (-), distensi (-), hepar dan lien tidak teraba membesar Perkusi: shifting dullness (+) v. Genitalia: Jenis kelamin laki-laki. vi. Anorektal : Anus (+) vii. Kulit : warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis viii. Ekstremitas: Keempat ekstremitas lengkap, simetris
Superior
Inferior
Akral Dingin
-/-
-/-
Akral Sianosis
-/-
-/-
CRT
<2”
<2”
Oedem
+/+
+/+
Tonus Otot
Normotonus
Normotonus
Trofi Otot
Normotrofi
Normotrofi
V. Status Neurologis Tanda rangsang meningeal: - Kaku kuduk (-) - Brudzinski I (-) - Brudzinski II (-) - Kernig (-) - Laseque (-) Reflek fisiologis: +/+ Refleks patologis: -/-
11
D. PEMERIKSAAN KHUSUS
Lingkar Kepala (Kurva Nellhaus)
Lingkar kepala : 48 cm Kesan: Normosefali Pemeriksaan Status Gizi
12
Data Antropometri
Perhitungan status gizi (menurut cdc)
Anak laki-laki usia 6 tahun
BB/U = 16/21 x 100% = 76% (gizi kurang)
BB 16 kg
TB/U= 110/115 x 100% = 95% (perawakan normal)
TB 141 cm
BB/TB = 16/19 x 100% = 84,2% (gizi kurang
Kesan: Gizi Kurang Perawakan Normal 13
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium darah 7 februari 2019 07/02/2019
Nilai rujukan
Hemoglobin
L 9,9
12-16 g/dl
Lekosit
8,3
4,9-10,8 103/µl
Hematokrit
L 29,0
37-47%
Trombosit
204
150-450 103/µl
Eritrosit
4,2
4,2-5,5 106/µl
RDW
12,8
11,5-14,5%
MCV
L 69,5
80-96 U
MCH
L 23,7
28-33 pcg
MCHC
34,1
33-36 g/Dl
Keruh
Kuning
Agak Keruh
Jernih
5,0
4,8-7,8
Protein
Pos (2+)
Negative
Reduksi
Negative
Negative
Lekosit
10-12/lpb
+1/<4, +2/5-9, +3/10-29, +4
Eritrosit
8-10/lpb
+1/<4, +2/5-9, +3/10-29, +4
Epitel
Pos (+1)
+1/<4, +2/5-9, +3/10-29, +4
Urinalisis Makroskopis Warna Kekeruhan Kimia Urin PH
Mikroskopis
Silinder
1-2 granuler
Bakteri
Pos (+1)
Kristal
Ca oxalate
Negative
+/pos
14
jamur
Negative
Negative
1,020
1,005-1,030
Bilirubin
Negative
Negative
urobilinogen
Negative
Negative
Keton
Negative
Negative
Nitrit
Negative
Negative
Blood
+2
Negative
Lekosit
Negative
Negative
Lain-lain Khusus BJ
Pemeriksaan laboratorium tanggal 9 februari 2019 09/02/2019
Nilai rujukan
Warna
Kuning
Kuning
Kekeruhan
Keruh
Jernih
(L) 5,5
4,8-7,8
Protein
Pos (3+)
Negative
Reduksi
Negative
Negative
Lekosit
17-18/lpb
+1/<4, +2/5-9, +3/10-29, +4
Eritrosit
padat/lpb
+1/<4, +2/5-9, +3/10-29, +4
Epitel
Pos (+1)
+1/<4, +2/5-9, +3/10-29, +4
Urinalisis Makroskopis
Kimia Urin PH
Mikroskopis
Silinder
9-10 granuler
Bakteri
Pos (+1)
Kristal
Ca oxalate
Negative
+/pos jamur
Negative
Negative
15
Lain-lain Khusus BJ
1,015
1,005-1,030
Bilirubin
Negative
Negative
urobilinogen
Negative
Negative
Keton
Negative
Negative
Nitrit
Negative
Negative
Blood
+2
Negative
Lekosit
Pos (+2)/75
Negative
Eritrosit
Pos (+3)/500
Negative
09/02/2019
Nilai rujukan
Kuning
Kuning
Agak Keruh
Jernih
(L) 5,5
4,8-7,8
Protein
Pos (3+)
Negative
Reduksi
Negative
Negative
Lekosit
8-12/lpb
+1/<4, +2/5-9, +3/10-29, +4
Eritrosit
15-25/lpb
+1/<4, +2/5-9, +3/10-29, +4
Epitel
Pos (+1)
+1/<4, +2/5-9, +3/10-29, +4
Pemeriksaan lab 11 februari 2019
Urinalisis Makroskopis Warna Kekeruhan Kimia Urin PH
Mikroskopis
Silinder
0-1 granuler
Bakteri
Negative
Kristal
Amorf (+)
jamur
Negative
Negative
Negative
Lain-lain
16
Khusus BJ
1,015
1,005-1,030
Bilirubin
Negative
Negative
urobilinogen
Negative
Negative
Keton
Negative
Negative
Nitrit
Negative
Negative
Lekosit
Pos (+2)/75
Negative
Eritrosit
Pos (+3)/500
Negative
Pemeriksaan hematologi tanggal 11 februari 2019 11/02/2019
Nilai rujukan
Hemoglobin
L 10,2
12-16 g/dl
Lekosit
8,0
4,9-10,8 103/µl
Hematokrit
L 30,1
37-47%
Trombosit
284
150-450 103/µl
Eritrosit
4,3
4,2-5,5 106/µl
RDW
12,8
11,5-14,5%
MCV
L 69,8
80-96 U
MCH
L 23,7
28-33 pcg
MCHC
33,9
33-36 g/Dl
Albumin
(L) 2,44
3,80-5,40 g/Dl
Kolesterol total
184
Kimia Klinik
Laboratorium tanggal 13 februari 2019 13/02/2019
Nilai rujukan
Warna
Kuning
Kuning
Kekeruhan
Jernih
Jernih
Urinalisis Makroskopis
17
Kimia Urin PH
6,0
6,0-9,0
Protein
Pos (3+)
Negative
Reduksi
Negative
Negative
Lekosit
4-5/lpb
+1/<4, +2/5-9, +3/10-29, +4
Eritrosit
21-22/lpb
+1/<4, +2/5-9, +3/10-29, +4
Epitel
Pos (+1)
+1/<4, +2/5-9, +3/10-29, +4
Mikroskopis
Silinder
0-1 granuler
Bakteri
Negative
Kristal
Amorf (+)
jamur
Negative
Negative
1,015
1,005-1,030
Bilirubin
Negative
Negative
urobilinogen
Negative
Negative
Keton
Negative
Negative
Nitrit
Negative
Negative
Lekosit
Pos (+2)/75
Negative
Eritrosit
Pos (+3)/500
Negative
Negative
Lain-lain Khusus BJ
F. RESUME Pasien datang ke IGD RSUD Kardinah Kota Tegal pada tanggal 7 februari 2019 dengan keluhan bengkak pada kedua kelopak mata yang dirasakan sejak 4 hari SMRS. Awalnya ibu pasien mengatakan bahwa bengkak muncul secara tiba-tiba dan muncul saat setelah bangun tidur, kemudian bengkak tidak menghilang saat siang maupun malam hari dan ibu pasien mengatakan bahwa sehari setelahnya mulai membengkak pada perut, kedua tangan, dan kedua kaki, namun tidak ada pembengkakan pada kelamin pasien, kemudian bengkak tidak menghilang dan tidak membaik. 18
Pada tanggal 6 februari 2019 (1 hari SMRS) ibu pasien mengatakan bahwa pasien buang air kecil hanya sedikit dan berwarna kecoklatan seperti teh, dan disertai nyeri saat buang air kecil, buang air kecil terputus-putus, dan terasa tidak puas setelah buang air kecil. Pasien juga merasakan nyeri pinggang sehingga pasien kesulitan untuk berjalan akibat dari nyeri pinggang yang dirasakan tersebut. Pasien memiliki kebiasaan minum air mineral hanya sedikit, kurang lebih 330 ml per hari dan pasien sering mengkonsumsi minuman manis kemasan sebanyak 2-3 kali per hari. Pada hari kamis tanggal 7 februari 2019, ibu pasien sempat mengantarkan pasien berobat ke poli anak dan di diagnosis oleh dokter spesialis anak sebagai radang ginjal dan pasien disarankan untuk dirawat, namun keluarga pasien menolak untuk dirawat inap dengan alasan masalah keuangan. Kemudian sore harinya pasien dibawa ke IGD oleh keluarga, dan saat itu keluarga pasien sudah menyanggupi untuk anaknya di rawat inap dengan menggunakan BPJS. Pasien tidak mengalami keluhan batuk pilek, tidak ada keluhan mual muntah, tidak terdapat ruam-ruam di kulit, tidak ada nyeri sendi. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien mengalami penurunan nafsu makan, anak hanya mau makan dengan telur ayam dan ikan. Tidak ada keluhan sulit dan nyeri saat menelan. Pemeriksaan fisik yang dilakukan di ruang IGD RSUD Kardinah Kota Tegal, didapatkan kesadaran compos mentis dimana E4,M6,V5, tampak sakit sedang, tekanan darah 110/70, suhu 36,40C axila, Hear Rate 120 x / menit, kuat, isi cukup, pernafasan 24 x / menit teratur, SpO2 99%, tampak oedema palpebra, conjungtiva anemis -/-, abdomen supel, bisisng usus (+), ascites, tidak ada nyeri tekan. Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 13 januari 2019, didapatkan hasil: keadaan umum tampak sakit sedang dengan edema pada kedua palpebra, kesadaran compos mentis dan orientasi baik. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88 x / menit, reguler, suhu 36,2oC, SpO2 99 %. Data antropometri BB 16 kg, TB 110 cm, kesan status gizi kurang (BB/TB=84%) status internus didapatkan oedema palpebra (+/+), ascites (+), shifting dulness (+), pemeriksaan penunjang laboratorium pada tanggal 7 februari 2019: Hb 9,9 (L), hematokrit 29,0 (L), MCV 69,5 (L), MCH 23,7 (L). Makroskopis urine berwarna keruh dengan protein positif 2, mikroskopis lekosit 10-12/lpb, eritrosit 8-10/lpb, 19
epitel positif 1, silinder 1-2 bergranular, bakteri +1, kristal ca oxalat positif dan pemeriksaan khusus blood +2. Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 9 februari 2019 didapatkan secara makroskopis urine berwarna kuning dan kekeruhan, kimia urine PH 5,5 (L), protein positif 3. Secara mikroskopis didapatkan leosit 17-18/lpb, eritrosit padat, epitel +1, silinder 9-10 granuler, bakteri positif 1, kristal + ca oxalat dan pada pemeriksaan khusus eritrosit positif 3 /500, lekosit positif 2/75. Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 11 februari 2019 didapatkan secara makroskopis urine berwarna kuning dengan agak keruh, kimia urine PH 5,5 (L), protein positif 3, secara mikroskopis lekosit 8-12/lbp, eritrosit 15-25/lbp, epitel positif, silinder granula kasar 0-1, kristal amorf +, dan pada pemeriksaan khusus eritrosit positif 3, lekosit positif 2/75. Albumin 2,44 (L), kolesterol total 184. Pemeriksaan laboratorium tanggal 13 februari 2019 didapatkan hasil urine berwarna kuning dan jernih, kimia urine PH 6,8, protein +3, dan secara mikroskopis lekosit 4-5/lpb, eritrosit 21-22/lpb, epitel +1, silinder + (0-1 granular), bakteri negatif, kristal positif (amorf) dan pada pemeriksaan khusus eritrosit +3/500, lekosit +1/25.
G. DAFTAR MASALAH
Edema palpebra, ascites abdomen, edema ke 4 ekstremitas
Buang air kecil sedikit, berwarna kecoklatan, nyeri saat BAK, BAK terputus-putus, rasa tidak puas saat BAK, nyeri pinggang
Pre-hipertensi
PF: shifting dullness (+)
Hasil pemeriksaan laboratorium: urine keruh, epitel positif, silinder berglanular, bakteri positif, kristal ca oxalat (+), blood (+). Makroskopis: urine keruh, PH urine 5,5 (menurun), protein +3, mikroskopis: lekosit 17-18/lpb, eritrosit padat, epitel +1, silinder 9-10 granular, bakteri (+), kristal ca oxalat. Pemeriksaan khusus: eritrosit +3/1500, lekosit +2/75
20
Urine kuning dan jernih, PH urine 6,8, protein +3, mikroskopis lekosit 4-5/lpb, eritrosit 21-22/lpb, epitel +1, silinder +0-1 granular, kristal +. Pada pemeriksaan khusus eritrosit +3/500, lekosit +1/25
H. DIAGNOSIS BANDING Edema palpebra, hipertensi, hematuri:
edema renal: GNA, SN
edema cardial : gagal jantung
edema hepatal : sirosis hepatis
edema nutritional : kwarsiorkor
edema angioneuritik : gigitan serangga
Status gizi:
gizi kurang
gizi baik/ normal
gizi buruk
anemia:
anemia mikrositik hipokrom
anemia normositik
anemia makrositik
I. DIAGNOSIS KERJA
Glomerulonefritis akut
Gizi kurang
Anemia mikroitik hipokrom
J. PEMERIKSAAN ANJURAN Urinalisis Laboratorium:Seroimunologi (ASRO), kadar komplemen (C3), fungsi ginjal (ureum,kreatinin), Darah Rutin, Protein, Kolesterol. Radiologi: Foto thorax
21
K. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
Rawat inap untuk monitor KU, TV, TD dan diuresis tiap 12 jam
Tirah baring
Diet rendah garam, restriksi cairan
Edukasi keluarga mengenai penyakit pasien, komplikasi, dan prosedur terapi yang akan diberikan
b. Medikamentosa
IVFD D5% 8 tpm
Inj. Cefotaxim 3 x 500 mg
Captopril tab 2 x 8 mg
Lasix tab 3 x 15 mg
Urotraktin 2 x 160 mg
L. PROGNOSIS Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad fungsionam
: ad bonam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
22
M. FOLLOW UP
S
7 Februari 2019 Hari Perawatan ke-1 Mengeluh nyeri pinggang, bengkak di wajah
S
8 Februari 2019 Hari Perawatan ke-2 Mata bengkak, kaki dan tangan bengkak, tidak ada keluhan sesak KU: TSS TTV: HR 128x/m,RR 32x/m, S 37,8 0C Status generalis: Kepala: Normosefali, UUB datar (+) Mata: edema palpebra (+/+), CA (+/+), SI (-/-), air mata (+/+) Hidung : Nafas Cuping Hidung (-) Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-) Abdomen: Supel, tampak buncit, BU (+), distensi (-), turgor baik, Hepar dan lien tidak teraba, ascites (+), shifting dullnes (+) Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (+/+), CRT <2 detik. Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (+/+) CRT < 2 detik
O
KU: TSS TTV: HR 120x/m,RR 24x/m, S 36,4 0C Status generalis: Kepala: Normosefali, UUB datar (+) Mata: edema palpebra (+/+), CA (+/+), SI (-/-), air mata (+/+) Hidung : Nafas Cuping Hidung (-) Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-) Abdomen: Supel, tampak buncit, BU (+), distensi (-), turgor baik, Hepar dan lien tidak teraba, ascites (+), shifting dullnes (+) Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-) CRT <2 detik. Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (+/+) CRT < 2 detik
O
A
Glomerulonefritis Anemia
A
Glomerulonefritis Anemia
P
-
Infus D 5% 8 tpm
P
-
Infus D 5% 8 tpm
-
Inj. Cefotaxim 3 x 500 mg
-
Inj. Cefotaxim 3 x 500 mg
-
PO Lasix 3 x 16 mg
-
PO Lasix 3 x 16 mg
23
S O
A P
9 Februari 2019 10 Februari 2019 Hari Perawatan ke-3 Hari Perawatan ke-4 Tidak ada demam, bengkak pada tangan S Tidak ada demam, bengkak pada tangan dan kaki dan kaki KU: TSS O KU: TSS TTV: TD: 110/80 mmHg, HR 120x/m,RR TTV: TD: 100/70 mmHg, HR 120x/m,RR 24x/m, S 36,4 0C 24x/m, S 37,0 0C Status generalis: Status generalis: Kepala: Normosefali, UUB datar (+) Kepala: Normosefali, UUB datar (+) Mata: edema palpebra (+/+), CA (+/+), Mata: edema palpebra (+/+), CA (+/+), SI SI (-/-), air mata (+/+) (-/-), air mata (+/+) Hidung : Nafas Cuping Hidung (-) Hidung : Nafas Cuping Hidung (-) Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ 1Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ 1-2 2 reguler, m (-), g (-) reguler, m (-), g (-) Abdomen: Supel, tampak buncit, BU (+), Abdomen: Supel, tampak buncit, BU (+), distensi (-), turgor baik, Hepar dan lien distensi (-), turgor baik, Hepar dan lien tidak teraba, ascites (+), shifting dullnes tidak teraba, ascites (+), shifting dullnes (+) (+) Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-) CRT Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-) CRT <2 detik. <2 detik. Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (+/+) Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (+/+) CRT < 2 detik CRT < 2 detik Glomerulonefritis A Glomerulonefritis Anemia Anemia P - Infus D 5% 8 tpm - Infus D 5% 8 tpm
-
Inj. Cefotaxim 3 x 500 mg
-
Inj. Cefotaxim 3 x 500 mg
-
PO Lasix 3 x 16 mg ganti
-
Inj Lasix 3 x 14 mg
Inj Lasix 3 x 14 mg
24
S O
A P
11 Februari 2019 12 Februari 2019 Hari Perawatan ke-5 Hari Perawatan ke-6 Ada demam, ada batuk, bengkak pada S Ada demam, ada batuk dan pilek, bengkak kaki pada kaki KU: TSS O KU: TSS TTV: TD: 100/70 mmHg, HR 110x/m,RR TTV: TD : 120/70 mmHg, HR 110x/m,RR 24x/m, S 38,2 0C 22x/m, S 37,4 0C Status generalis: Status generalis: Kepala: Normosefali, UUB datar (+) Kepala: Normosefali, UUB datar (+) Mata: edema palpebra (+/+), CA (+/+), Mata: edema palpebra (+/+), CA (+/+), SI SI (-/-), air mata (+/+) (-/-), air mata (+/+) Hidung : Nafas Cuping Hidung (-) Hidung : Nafas Cuping Hidung (-) Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ 1Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ 1-2 2 reguler, m (-), g (-) reguler, m (-), g (-) Abdomen: Supel, tampak buncit, BU (+), Abdomen: Supel, tampak buncit, BU (+), distensi (-), turgor baik, Hepar dan lien distensi (-), turgor baik, Hepar dan lien tidak teraba, ascites (+), shifting dullnes tidak teraba, ascites (+), shifting dullnes (+) (+) Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-) CRT Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-) CRT <2 detik. <2 detik. Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (+/+) Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (+/+) CRT < 2 detik CRT < 2 detik Glomerulonefritis A Glomerulonefritis Anemia Anemia P - Infus D 5% 8 tpm - Infus D 5% 8 tpm
-
Inj. Cefotaxim 3 x 500 mg
-
Inj. Cefotaxim 3 x 500 mg
-
PO
1
-
Inj Lasix 3 x 14 mg
mg/kgBB/kali 3 x 16
-
PO Paracetamol 2 x 1.5 tab
Lasix
3
x
mg ganti Inj Lasix 3 x 14 mg
25
S O
A P
13 Februari 2019 Hari Perawatan ke-7 Demam sudah turun, sudah bisa menelan, makan sudah mau, sudah tidak batuk KU: TSS TTV: TD : 120/70 mmHg, HR 100x/m,RR 24x/m, S 36,70C Status generalis: Kepala: Normosefali, UUB datar (+) Mata: edema palpebra (+/+), CA (+/+), SI (-/-), air mata (+/+) Hidung : Nafas Cuping Hidung (-) Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ 12 reguler, m (-), g (-) Abdomen: Supel, tampak buncit, BU (+), distensi (-), turgor baik, Hepar dan lien tidak teraba, ascites (+), shifting dullnes (+) Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-) CRT <2 detik. Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (+/+) CRT < 2 detik Glomeruloonefritis Anemia
14 Februari 2019 Hari Perawatan ke-8 S Tidak demam, masih batuk, bengkak berkurang O KU: TSS TTV: TD : 100/90 mmHg, HR 100x/m,RR 24x/m, S 36,4 0C Status generalis: Kepala: Normosefali, UUB datar (+) Mata: edema palpebra (+/+), CA (+/+), SI (-/-), air mata (+/+) Hidung : Nafas Cuping Hidung (-) Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-) Abdomen: Supel, tampak buncit, BU (+), distensi (-), turgor baik, Hepar dan lien tidak teraba, ascites (+), shifting dullnes (+) Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-) CRT <2 detik. Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (+/+) CRT < 2 detik A Glomerulonefritis Anemia P - Infus D 5% 8 tpm
-
Infus D 5% 8 tpm
-
Inj. Cefotaxim 3 x 500 mg
-
Inj. Cefotaxim 3 x 500 mg
-
Inj Lasix 3 x 14 mg
-
Inj Lasix 3 x 14 mg
-
PO Paracetamol 2 x 1.5
-
PO Paracetamol 2 x 1.5 tab
tab
-
PO Captopril 2 x 8 mg
-
PO Captopril 2 x 8 mg
26
S O
A P
15 Februari 2019 Hari Perawatan ke-9 Tidak demam, masih batuk, bengkak berkurang KU: TSS TTV: TD : 110/80 mmHg, HR 100x/m,RR 24x/m, S 36,4 0C Status generalis: Kepala: Normosefali, UUB datar (+) Mata: edema palpebra (+/+), CA (+/+), SI (-/-), air mata (+/+) Hidung : Nafas Cuping Hidung (-) Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ 12 reguler, m (-), g (-) Abdomen: Supel, tampak buncit, BU (+), distensi (-), turgor baik, Hepar dan lien tidak teraba, ascites (+), shifting dullnes (+) Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-) CRT <2 detik. Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (+/+) CRT < 2 detik Glomeruloonefritis Anemia
16 Februari 2019 Hari Perawatan ke-10 S Tidak demam, masih batuk, bengkak berkurang O KU: TSS TTV: TD : 100/70 mmHg, HR 110x/m,RR 24x/m, S 36,2 0C Status generalis: Kepala: Normosefali, UUB datar (+) Mata: edema palpebra (+/+), CA (+/+), SI (-/-), air mata (+/+) Hidung : Nafas Cuping Hidung (-) Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-) Abdomen: Supel, tampak buncit, BU (+), distensi (-), turgor baik, Hepar dan lien tidak teraba, ascites (+), shifting dullnes (+) Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-) CRT <2 detik. Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (+/+) CRT < 2 detik A Glomerulonefritis Anemia P - Infus D 5% 8 tpm
-
Infus D 5% 8 tpm
-
Inj. Cefotaxim 3 x 500 mg
-
Inj. Cefotaxim 3 x 500 mg
-
Inj Lasix 3 x 14 mg
-
Inj Lasix 3 x 14 mg
-
PO Paracetamol 2 x 1.5
-
PO Paracetamol 2 x 1.5 tab
tab
-
PO Captopril 2 x 8 mg
PO Captopril 2 x 8 mg
-
Boleh pulang
-
27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA GLOMERULONEFRITIS AKUT 2.1 Definisi Glomerulonefritis akut adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu yang dikarakterisasi oleh cedera glomerular dengan onset mendadak. Glomerulonefritis akut yang paling sering terjadi pada anak di negara berkembang adalah setelah infeksi bakteri streptokokus beta hemolitikus grup A, yaitu glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus (GNAPS).(1) GNAPS adalah suatu bentuk peradangan glomerulus yang secara histopatologi menunjukkan proliferasi dan inflamasi glomerulus yang didahului oleh infeksi group A β-hemolitic streptococci (GABHS) dan ditandai dengan gejala nefritik seperti adanya hematuria, edema, hipertensi, oliguria yang terjadi secara akut.(2)
2.2 Epidemiologi Glomerulonefritis akut pasca streptokokus dapat terjadi pada semua kelompok usia namun lebih sering ditemukan pada kelompok usia 2-15 tahun, sangat jarang terjadi pada anak dengan usia di bawah dua tahun dan dua kali lebih sering terjadi pada anak laki–laki dibandingkan dengan anak perempuan.(3) WHO memperkirakan 472.000 kasus GNAPS terjadi setiap tahunnya secara global dengan 5.000 kematian setiap tahunnya.(3) Angka kejadian GNAPS sulit ditentukan karena bentuk asimptomatik lebih sering dijumpai dibandingkan dengan bentuk yang simtomatik. Di Indonesia, GNAPS lebih banyak ditemukan pada golongan sosial ekonomi yang rendah.(2) GNAPS tercatat sebagai penyebab penting terjadinya gagal ginjal, yaitu terhitung 10-15% dari kasus gagal ginjal di Amerika Serikat. GNAPS dapat muncul secara sporadik maupun epidemik terutama menyerang anak-anak atau dewasa muda pada usia sekitar 4-12 tahun dengan puncak usia 5-6 tahun.(4)
28
2.3 Etiologi Sekitar 75% GNAPS timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%. Streptokokus sebagai penyebab GNAPS pertama kali dikemukakan oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan bukti timbulnya GNA setelah infeksi saluran nafas, kuman Streptokokus beta hemolyticus golongan A dari isolasi dan meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita. Protein M spesifik pada Streptokokus beta hemolitikus grup A diperkirakan merupakan tipe nefritogenik. Protein M tipe 1, 2, 4 dan 12 berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas sedangkan tipe 47, 49, dan 55 berhubungan dengan infeksi kulit.(5) Faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNAPS. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya: (5,6) 1. Bakteri:
Streptokokus
Gonococcus,
grup
Leptospira,
C,
Meningococcocus,
Mycoplasma
pneumoniae,
Streptoccocus Staphylococcus
viridans, albus,
Salmonella typhi, dll 2. Virus: Hepatitis B, varicella, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika 3. Parasit: Malaria dan toksoplasma.
Streptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokokus pada manusia disebabkan oleh Streptokokus hemolisis β grup A. Grup ini diberi nama spesies S. pyogenes. Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.(7) GABHS mengeluarkan hemolisin yang bernama streptolisin O. Streptolisin O merupakan suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Streptolisin O bergabung dengan antistreptolisin O, suatu antibodi yang timbul pada manusia setelah 29
infeksi oleh streptokokus yang menghasilkan streptolisin O. Antibodi ini menghambat hemolisis oleh streptolisin O. Titer serum antistreptolisin O (ASO) yang melebihi 160200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan adanya infeksi streptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.(7)
2.4 Patofisiologi Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29. Adanya periode laten antara infeksi streptokokus dengan gambaran klinis kerusakan glomerulus menunjukkan bahwa proses imunologis memegang peranan penting dalam patogenesis glomerulonefritis. Mekanisme dasar terjadi nya sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus adalah adanya suatu proses imunologis yang terjadi antara antibodi spesifik dengan antigen streptokokus. Proses ini terjadi di dinding kapiler glomerulus dan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Selanjutnya sistem komplemen memproduksi aktivator komplemen 5a ( C5a) dan mediator-mediator inflamasi lainnya. Sitokin dan faktor pemicu imunitas seluler lainnya akan menimbulkan respon inflamasi dengan manifestasi proliferasi sel dan edema glomerular. Penurunan laju filtrasi glomerulus berhubungan dengan penurunan koefisien ultrafiltrasi glomerulus. Penurunan laju filtrasi glomerulus diikuti penurunan ekskresi atau kenaikan reabsorbsi natrium sehingga terdapat penimbunan natrium dengan air selanjutnya akan diikuti kenaikan volume plasma dan volume cairan ekstraselular sehingga akan timbul gambaran klinis oliguria, hipertensi , edema dan bendungan sirkulasi.(4) Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal (LFG) juga menurun. Hal ini berakibat terjadinya oligouria dan terjadi retensi air dan garam akibat kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema, hipervolemia, kongesti vaskular (hipertensi, edema paru dengan gejala sesak nafas, rhonkhi, kardiomegali), azotemia, hiperkreatinemia, asidemia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia semakin nyata, bila LFG sangat menurun. Hipoperfusi menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin. Angiotensin 2 yang bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat 30
jumlahnya dan menyebabkan perfusi ginjal semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin menurun disamping timbulnya hipertensi. Angiotensin 2 yang meningkat ini akan merangsang kortek adrenal untuk melepaskan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam ginjal dan akhirnya terjadi hipervolemia dan hipertensi.(4)
2.5 Gejala Klinis GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan jarang pada usia di bawah 2 tahun.1,2 GNAPS didahului oleh infeksi GABHS melalui infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) atau infeksi kulit (piodermi) dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA atau 3 minggu pada pioderma. Penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi melalui ISPA terdapat pada 45,8% kasus sedangkan melalui kulit sebesar 31,6%.1 Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai gejala yang khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik baik sporadik maupun epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat kelainan sedimen urin terutama hematuria mikroskopik yang disertai riwayat kontak dengan penderita GNAPS simtomatik. Gejala-gejala yang sering ditemukan pada penderita GNAPS simtomatik adalah sebagai berikut: a. Periode laten Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu; periode 12 minggu umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA, sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit/piodermi. Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila periode laten ini berlangsung kurang dari 1 minggu, maka harus
dipikirkan
kemungkinan
penyakit
lain,
seperti
eksaserbasi
dari
glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schöenlein atau Benign recurrent haematuria b. Edema Edema merupakan gejala yang paling sering dijumpai. Keluhan ini yang paling pertama timbul dan akan menghilang setelah minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah periorbital sehingga tampak edema palpebra, kemudian dapat juga 31
ditemukan pada area tungkai. Apabila terjadi retensi yang berat, edema dapat timbul pada area perut dan menimbulkan ascites dan dapat juga ditemukan adanya edema pada genitalia eksterna (edema skrotum/vulva).(2) Edema pada penderita GNAPS bersifat pitting oedem akibat cairan jaringan yang tertekan masuk ke jaringan interstitial yang dalam waktu singkat akan kembali lagi ke tempat semula.(2) c. Hematuria Hematuria dapat terjadi pada semua pasien dengan GNAPS, tetapi hanya sepertiga dari penderita yang mengalami hematuria makroskopis. Urine tampak berwarna coklat kemerah-merahan atau berwarna teh pekat, air cucian daging atau berwarna seperti cola. Warna urine dapat tampak berwarna seperti teh atau cola karena hemoglobin dalam urine teroksidasi dan berubah menjadi kecoklatan karena suasana urine yang asam. Hematuria makroskopis dapat berlangsung sampai lebih dari 10 hari.(8) Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS,4,5 sedangkan hematuria mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu penelitian multisenter di Indonesia mendapatkan hematuria makroskopik berkisar 46-100%, sedangkan hematuria mikroskopik berkisar 84-100%. Hematuria makroskopik biasanya timbul dalam minggu pertama dan berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung sampai beberapa minggu. Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopik dan proteinuria walaupun secara klinik GNAPS sudah sembuh. Bahkan hematuria mikroskopik bisa menetap lebih dari satu tahun, sedangkan proteinuria sudah menghilang. Keadaan terakhir ini merupakan indikasi
untuk
dilakukan
biopsi
ginjal,
mengingat
kemungkinan
adanya
glomerulonefritis kronik.(2) d. Hipertensi Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Albar mendapati hipertensi berkisar 32-70%. Umumnya terjadi dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-90 mmHg). 32
Hipertensi ringan tidak perlu diobati sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang teratur, tekanan darah akan normal kembali. Adakalanya hipertensi berat menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi yang disertai gejala serebral, seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun dan kejang Hipertensi merupakan tanda kardinal ketiga bagi SNA pasca infeksi streptokokus, dilaporkan terdapat sekitar 50–90% dari penderita yang dirawat dengan glomeluronefritis akut . Terdapat beberapa teori yang mengungkapkan hipotesis terjadinya hipertensi mungkin akibat dari dua atau tiga faktor berikut yaitu, gangguan keseimbangan natrium, peranan sistem renin angiotensinogen dan substansi renal medullary hypotensive factors , diduga prostaglandin.(4) e. Oliguria Oliguria dapat terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbuk kegagalan ginjal akut. Oliguria biasanya timbul dalam minggu pertama dan akan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu pertama.(2) f. Gangguan kardiovaskuler Gangguan kardiovaskuler dapat terjadi akibat adanya bendungan sirkulasi yang terjadi pada GNAPS. Bendungan sirkulasi ini dapat terjadi akobat retesi dari Na dan air sehingga terjadi hipervolemia.(2) Edema paru merupakan gejala paling sering ditemukan akibat bendungan sirkulasi. Kelainan ini disertai dengan adanya batuk, sesak nafas dan juga sianosis.(2) g. Anemia (pucat) Anemia dapat terjadi karena adanya keadaan hemodilusi akibat retensi cairan. Anemia akan menghilang dengan sendirinya setelah hilangnya hipervolemia dan edema. Anemia juga dapat terjadi karena hematuria makroskopik yang berlangsung lama.(2)
2.6 Diagnosis Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi pada umumnya kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut: Gejala-gejala klinik :
33
1. Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case dengan
gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan gejala-gejala khas GNAPS 2. Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa ASTO
(meningkat) & C3 (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak eritrosit, hematuria & proteinuria. 3. Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus ß hemolitikus grup
A. Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan sedimen urin (hematuria mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan penderita GNAPS. Gambaran klinis GNAPS dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak datang dengan yang gejala berat. Biasanya anak akan datang dengan keluhan bengkak pada wajah, kadang edema bersifat ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Urine mungkin tampak kemerah-merahan, berwarna seperti teh atau cola. Suhu badan biasanya tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium -
Pemeriksaan darah 1.
Pemeriksaan darah rutin Pada anak yang mengalami GNAPS dapat ditemukan kadar Hb yang rendah. Anemia biasanya bersifat normokromik normositer , terjadi karena adanya keadaan hemodilusi akibat retensi cairan. Anemia akan menghilang dengan sendirinya setelah hilangnya hipervolemia dan edema.(5)
2.
Pemeriksaan reaksi serologis
34
Peningkatan ASTO pada minggu pertama setelah infeksi. Kenaikan titer 23 kali berarti adanya infeksi.(9) 3.
Pemerisksaan aktivitas komplemen: komplemen C3 yang rendah pada minggu pertama. Kadar komplemen C3 akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu.(9)
4.
Pemeriksaan fungsi ginjal Sebagian besar pasien GNAPS menunjukkan kenaikan kadar BUN dan kreatinin serum
5. -
Pemeriksaan laju endap darah (LED)
Pemeriksaan urine Urinalisis menunjukkan adanya hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, proteinuria (+1 sampai +4), kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lainlain.(5)
b. Pemeriksaan Radiologis c. Pemeriksaan Histopatologis Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa. Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptokokus.(10) 2.7 Diagnosis Banding(2,5,6) a. Penyakit ginjal -
Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut
-
Sindroma alport
-
Nefropati IgA-IgG 35
-
Rapidly progressive glomerulonefritis
-
Lupus nefritis
b. Penyakit sistemik -
Henoch Scӧenlein Purpura
-
Eritromatosus
-
Endokarditis bakterialis
c. Penyakit infeksi lain -
Infeksi bakteri : Streptokokus grup C, Meningococcocus, Streptoccocus viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi, dll
-
Infeksi virus: Hepatitis B, varicella, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika
2.8 Tatalaksana Penatalaksanaan pasien GNAPS bersifat simtomatik dan lebih diarahkan terhadap eradikasi organisme dan pencegahan terjadinya gagal ginjal akut. Rawat inap direkomendasikan bila terdapat edema, hipertensi atau peningkatan kadar kreatinin darah. 2.8.1 Non-Medikamentosa -
Istirahat selama 3-4 minggu
-
Diet Jumlah garam yang diberikan harus diperhatikan. Pada anak dengan edema berat dianjurkan untuk makan tanpa garam. Bila edema ringan, garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum tinggi, yaitu sebanyak 0,5-1 g/kgBB/hari. Pada penderita dengan anuria atau oligouria, jumlah cairan yang masuk harus seimbang dengan yang keluar.(2)
2.8.2 Medikamentosa -
Antibiotik Pemberian penisilin pada fase akut dengan tujuan untuk mengurangi menyebarnya infeksi Streptokokus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis 36
yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksilin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.(2,11) -
Antihipertensi Pada hipertensi sedang atau berat tanpa tanda serebral diberikan kaptopril 0,3-2 mg/kgBB/hari atau furosemid 1-3 mg/kgBB atau kombinasi keduanya. Bila asupan oral cukup baik dapat diberikan nifedipin seblingual 0,25-0,5 mg/kgBB/hari yang dapat diulangi tiap 30-60 menit bila perlu.(2) Pada hipertensi berat atau ensefalopati hipertensi, dapat diberikan klonidin 0,002-0,006 mg/kgBB dapat diulang sampai 3 kali atau diazoxide 5 mg/kgBB/hari IV.(2)
2.9 Komplikasi Beberapa komplikasi yang sering terjadi pada anak dengan GNAPS adalah: 1. Ensefalopati hipertensi Ensefalopati hipertensi adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) pada anak >6 tahun dimana tekanan darah dapat lebih dari 180/120 mmHg.(2) Ensefalopati hipertensi dapat terjadi akibat adanya spasme dari pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.(5) Pada anak dengan ensefalopati hipertensi didapatkan gejala seperti pusing, kejang-kejang, muntah.(5) 2. Gangguan kardiovaskular -
Edema paru Pada anak yang mengalami edema paru, biasanya akan didapati dyspneu, orthopnoe, dan pada pemeriksaan fisik akan didapati ronki basah halus di basal paru.(2,5)
-
Pembesaran jantung Pembesaran jantung dapat terjadi akibat adanya hipervolume plasma intravaskular yang menimbulkan meningkatnya besar beban volume yang harus diterima jantung
37
yang mengakibatkan membesarnya jantung. Dapat pula terjadi gagal jantung apabila terjadi hipertensi yang menetap dan terdapat kelainan dari miokardium.(5) 3. Gangguan ginjal akut Gangguan ginjal akut dengan manifestasi oliguria sampai anuria akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufiiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia.(7)
2.10 Prognosis Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada komplikasi, sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease. Walaupun sangat jarang, GNAPS dapat kambuh kembali. Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang berlangsung 1-2 minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala laboratorik terutama hematuria mikroskopik dan proteinuria dalam waktu 1-12 bulan. Pada anak 8595% kasus GNAPS sembuh sempurna, sedangkan pada orang dewasa 50-75% GNAPS dapat berlangsung kronis, baik secara klinik maupun secara histologik atau laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30% kasus masuk ke dalam proses kronik, sedangkan pada anak 5-10% kasus menjadi glomerulonefritis kronik. Walaupun prognosis GNAPS baik, kematian bisa terjadi terutama dalam fase akut akibat gangguan ginjal akut (Acute kidney injury), edema paru akut atau ensefalopati hipertensi. Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS antara lain umur saat serangan, derajat berat penyakit, galur streptokukus tertentu, pola serangan sporadik atau epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran histologis glomerulus. Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik dibanding anak yang lebih besar atau orang dewasa oleh karena GNAPS pada dewasa sering disertai lesi nekrotik glomerulus. Perbaikan klinis yang sempurna dan urin yang normal menunjukkan prognosis yang baik.(12)
38
ANEMIA 2.2.1 Definisi Anemia Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal. Batas normal kadar Hb menurut umur:
Anak – anak 6 – 59 bulan
: 11,0
5 – 11 tahun
: 11,5
12 – 14 tahun
: 12,0
Dewasa Wanita > 15 tahun : 12,0
Wanita hamil
: 11,0
Laki-laki > 15 tahun
: 13,0
2.2.2 Etiologi Anemia Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena: •
Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
•
Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
•
Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis)
2.2.3 Klasifikasi Anemia Klasifikasi Anemia menurut etiopatogenesis : A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang 1.Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit a.Anemia defisiensi besi b.Anemia defisiensi asam folat c.Anemia defisiensi vitamin B12 2.Gangguan penggunaan besi a.Anemia akibat penyakit kronik b.Anemia sideroblastik 39
3.Kerusakan sumsum tulang a.Anemia aplastik b.Anemia mieloptisik c.Anemia pada keganasan hematologi d.Anemia diseritropoietik e.Anemia pada sindrom mielodisplastik
B.Anemia akibat perdarahan 1.Anemia pasca perdarahan akut 2.Anemia akibat perdarahan kronik C.Anemia hemolitik 1.Anemia hemolitik intrakorpuskular a.Gangguan membran eritrosit (membranopati) b.Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD c.Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
Thalasemia
Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll
2.Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler a.Anemia hemolitik autoimun b.Anemia hemolitik mikroangiopatik c.Lain-lain
40
Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi:
1. Anemia hipokromik mikrositer Mengecilnya ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh defisiensi besi, gangguan sintesis globin, porfirin dan heme serta gangguan metabolisme besi lainnya.
Anemia defisiensi besi
Thalasemia major
Anemia akibat penyakit kronik
Anemia sideroblastik
Manifestasi klinis, selain manifestasi anemia dan SSP (apatis, iritabilitas, konsentrasi buruk) telah dihubungkan defisiensi besi, paling mungkin terjadi akibat kelainan enzim yang mengandung zat besi (monoamine oksidase) dan sitokrom. Ketahanan otot yang buruk, gangguan fungsi pencernaan, gangguan sel darah putih dan sel T telah dihubungkan dengan defiensi zat besi. Defisiensi besi pada bayi dapat berhubungan dengan deficit kognitif dan prestasi sekolah yang buruk dikemudian hari. Terapi pada anak yang tidak memiliki masalah kesehatan lain, uji coba zat besi terapeutik adalah cara diagnostic terbaik untuk defisiensi besi selama anak diperiksa ulang tercatat dengan baik. Respons terhadap zat besi oral mencakup perbaikan subjektif cepat, terutama 41
dalam hal fungsi neurologic dan retikulosis, peningkatan kadar hemoglobin dan pengisian cadangan besi. Dosis terapeutik 4-6 mg besi elemantal/hari memicu peningkatan Hb sebesar 0,25 hingga 0,4 g/dL/hari. 2. Anemia normokromik normositer Pada anemia normositik ukuran sel darah merah tidak berubah, ini disebabkan kehilangan darah yang parah, meningkatnya volume plasma secara berlebihan, penyakit-penyakit hemolitik, gangguan endokrin, ginjal, dan hati.
Anemia pasca perdarahan akut
Anemia aplastic
Anemia hemolitik didapat
Anemia akibat penyakit kronik
Anemia pada gagal ginjal kronik
Anemia pada sindrom mielodisplastik
Anemia pada keganasan hematologic
Anemia yang sering terjadi pada penyakit inflamasi kronik. Hepsidin, protein yang diproduksi di hepar. Memainkan peranan kunci dalam homeostasis zat besi. Inflamasi menyebabkan peningkatan produksi hepsidin yang menginteupsi pelepasan zat besi oleh makrofag dan juga meninterupsi penyerapan zat besi dari usus yang mengakibatkan anemia. Anemia akibat inflamasi dapat bersifat normositik atau, lebih jarang mikrositik. Pada saat tertentu, situasi ini memiliki tantangan klinis, yaitu anak dengan penyakit inflamasi yang berhubungan dengan perdarahan mengalami anemia mikrositik. Pada situasi ini, satu-satunya uji diagnostikspesifik yang dapat membedakan dua entitas ini secara jelas adalah aspirasi sumsum tulang dengan pewarnaan sampel untuk zat besi. Kadar feritin yang rendah mengindikasikan adanya defisiensi besi yang terjadi bersamaan. Uji coba terapi zat besi tidak terindikasi tanpa diagnostic spesifik pada anak yang tamapk sakit sistemik. Infiltrasi sel-sel ganas ke dalam sumsum tulang umumnya menyebabkan anemia normositik normokrom. Mekanisme yang menyebabkan sel neoplastic menganggu sintesis 42
SDM dan sel sumsum tulang lain bersifat multifactorial. Hitung retikulosit sering kali rendah. Elemen myeloid imatur dapat dilepaskan ke dalam sel darah tepi karena adanya sel tumor yang menganggu. Pemeriksaan darah tepiu dapat memperlihatkan limfoblast, saat tumor padat bermetastasis ke sumsum tulang, sel-sel ini jarang terlihat di darah tepi. Pemeriksaan sumsum tulang sering kali diperlukan saat menemukan anemia normositik normokrom 3. Anemia makrositer Pada anemia makrositik ukuran sel darah merah bertambah besar dan jumlah hemoglobin tiap sel juga bertambah. Ada dua jenis anemia makrositik yaitu a.Bentuk megaloblastik
Anemia defisiensi asam folat
Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b.Bentuk non-megaloblastik
Anemia pada penyakit hati kronik
Anemia pada hipotiroidisme
Anemia pada sindrom mielodisplastik
Pansitopeni adalah turunnya secara kuantitatif elemen-elemen darah, pasien sering menunjukan gejala infeksi atau perdarahan disbanding gejala anemia karena masa hidup leukosit dan trombosit yang relative leboih pendek disbanding masa hidup eritrosit. Penyebab pansitopeni sendiri adalah kegagalan produksi (penyakit sumsum tulang intrinsic) sekuestrasi (hipersplenisme) dan peningkatan penghancuran di perifer.
2.2.4 Gejala Anemia Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun dibawah harga tertentu. Gejala umum anemia ini timbul karena : a. Anoksia organ b.Mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen 43
•Affinitas oksigen yang berkurang Untuk peningkatan pengangkutan oksigen ke jaringan yang efisien, dilakukan dengan cara mengurangi affinitas hemoglobin untuk oksigen. Aksi ini meningkatkan ekstraksi oksigen dengan jumlah hemoglobin yang sama. •Peningkatan perfusi jaringan Efek dari kapasitas pengangkutan oksigen yang berkurang pada jaringan dapat dikompensasi dengan meningkatkan perfusi jaringan dengan mengubah aktivitas vasomotor dan angiogenesis. •Peningkatan cardiac output Dilakukan dengan mengurangi fraksi oksigen yang harus diekstraksi selama setiap sirkulasi, untuk menjaga tekanan oksigen yang lebih tinggi. Karena viskositas darah pada anemia berkurang dan dilatasi vaskular selektif mengurangi resistensi perifer, cardiac output yang tinggi bisa dijaga tanpa peningkatan tekanan darah. •Peningkatan fungsi paru Anemia yang signifikan menyebabkan peningkatan frekuensi pernafasan yang mengurangi gradien oksigen dari udara di lingkungan ke udara di alveolar, dan meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia lebih banyak daripada cardiac output yang normal. •Peningkatan produksi sel darah merah Produksi sel darah merah meningkat 2-3 kali lipat pada kondisi yang akut, 4-6 kali lipat pada kondisi yang kronis, dan kadang-kadang sebanyak 10 kali lipat pada kasus tahap akhir. Peningkatan produksi ini dimediasi oleh peningkatan produksi eritropoietin. Produksi eritropoietin dihubungkan dengan konsentrasi hemoglobin. Konsentrasi eritropoietin dapat meningkat dari 10 mU/mL pada konsentrasi hemoglobin yang normal sampai 10.000 mU/mL pada anemia yang berat. Perubahan kadar eritropoietin menyebabkan produksi dan penghancuran sel darah merah seimbang.
44
Gejala umum anemia menjadi jelas apabila kadar hemoglobin telah turun dibawah 7 gr/dL. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada :
Derajat penurunan hemoglobin
Kecepatan penurun hemoglobin
Usia
Adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya
Gejala khas masing-masing anemia Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia. Sebagai contoh:
Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok (koilonychias)
Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin B12
Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali dan hepatomegali
Anemia aplastik : perdarahan dan tanda-tanda infeksi
2.2.5 Diag nosis Ane mia A nemi a hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit (disease entity), yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying disease). Hal ini penting diperhatikan dalam diagnosis anemia. Tahap-tahap dalam diagnosis anemia adalah:
Menentukan adanya anemia
Menentukan jenis anemia
Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia 45
Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil pengobatan.
2.2.6 Tatalaksana Anemia Penatalaksanaan pada pasien dengan anemia yaitu : Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien.Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah: a.Terapi gawat darurat Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung, maka harus segera diberikan terapi darurat dengan transfusi sel darah merah yang dimampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan payah jantung tersebut. b.Terapi khas untuk masing-masing anemia Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya preparat besi untuk anemia defisiensi besi. c..Terapi kausal Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang harus diberikan obat anti-cacing tambang d. Terapi ex-juvantivus (empiris) Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika terapi ini berhasil, berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi hanya dilakukan jika tidak tersedia fasilitas 46
diagnosis yang mencukupi. Pada pemberian terapi jenis ini, penderita harus diawasi dengan ketat.
2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik pada anemia adalah:
Jumlah darah lengkap (JDL) di bawah normal (hemoglobin, hematocrit dan SDM).
Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi.
Kadar B serum rendah pada anemia pernisiosa.
Tes Comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimun.
Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin abnormal pada penyakit sel sabit.
Tes schilling digunakan untuk mendiagnosa defisiensi vitamin B
2.2.8 Dampak Anemia Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), dampak anemia ialah:
Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.
Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal.
Menurunkan kemampuan fisik.
Mengakibatkan muka pucat.
Menurut Reksodiputro (2004) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010), komplikasi dari anemia yaitu gagal jantung kongesif; Parestesia; Konfusi kanker; Penyakit ginjal; Gondok; Gangguan pembentukan heme; Penyakit infeksi kuman; Thalasemia; Kelainan jantung; Rematoid; Meningitis; Gangguan sistem imun. Menurut Moore (1997) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010) dampak anemia pada remaja adalah:
47
Menurunnya produktivitas ataupun kemampuan akademis di sekolah, karena tidak adanya gairah belajar dan konsentrasi
Mengganggu pertumbuhan di mana tinggi dan berat badan menjadi tidak sempurna
Daya tahan tubuh akan menurun sehingga mudah terserang penyakit.
2.2.9 Pencegahan Anemia Menurut Tarwoto, dkk (2010), upaya-upaya untuk mencegah anemia, antara lain sebagai berikut:
Makan makanan yang mengandung zat besi dari bahan hewani (daging, ikan, ayam, hati, dan telur); dan dari bahan nabati (sayuran yang berwarna hijau tua, kacangkacangan, dan tempe).
Banyak makan makanan sumber vitamin c yang bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi, misalnya: jambu, jeruk, tomat, dan nanas.
Minum 1 tablet penambah darah setiap hari, khususnya saat mengalami haid.
Bila merasakan adanya tanda dan gejala anemia, segera konsultasikan ke dokter untuk dicari penyebabnya dan diberikan pengobatan.
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Hassan R, Alatas H. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2007. Hal. 835. 2. Rauf S, Albar H, Aras J. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. IDAI. Jakarta. 2012. 3. Kher KK. Acute Glomerular diseases in children. The Open Urology & Nephrology Journal. 2015;8:104-116. 4. Rena N, Suwitra K. Sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus. J Peny Dalam 2010;10.3. 5. Rodriguez B, Mezzano S. Acute postinfectious glomerulonephritis. Dalam: Avner ED, Harmon WE, Niaudet P, Yashikawa N, penyunting. Pediatric nephrology. Berlin: Springer. Ed: 6. 2009. hal. 743-55. 6. Davis ID, Avner ED. Glomerulonephritis associated with infections. In: Kliegman RM, Stanton BF, Geme J, Schor NF, Behrman RE. Nelson’s textbook of pediatrics. Philadelphia : Elsevier Saunders. Ed: 19. 2011. 7. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins basic pathophysiology. Philadelhia : Elsevier Sanders. Ed: 9. 2013. Hal: 519-23. 8. Rene G, Acute Poststreptococcal Glomerulonephritis: The Most Common Acute Glomerulonephritis. Pediatrifcs in Review. 2015;36;3. 9. Smith JM, Faizan MK, Eddy AA. The child with acute nephritis syndrome. Dalam: Webb N, Postlethwaite R, penyunting. Clinical paediatric nephrology. New York: Oxford; Ed: 3. 2003. h. 367-80. 10. Iturbe BR, Haas M. Post Streptococcal Glomerulonephritis. Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK333429/ 11. Nishi S. Treatment guidelines concerning rapidly progressive glomerulonephritis syndrome. Nippon Naika Gakkai Zasshi. 2007;96(7):1498-501. 12. Lumbanbatu SM. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus pada Anak. Sari Pediatri. 2003;5;2;58-63. 13. Bambang P, Sutaryo et all. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Edisi keempat. 2012. IDAI.p. 45-75 14. Bakta IM : Hematologi Klinik ringkas. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta.2003; P, 98-109. 15. Montane E, Luisa I, Vidal X,Ballarin E, Puig R, Garcia N,Laporte JR, CGSAAA Epidemiology of aplastic anemia: aprospective multicenter study.Haematologica. 2008; 98:518-23. 16. Lemaistre CF, Paul S, Anthony S:Aplastic Anemia (severe). National Marrow Donor Program 2010. Available from http://www.marrow.org/PATIENT/ 17. William DM. Pancytopenia, aplastic anemia, and pure red cell aplasia. In: Lee GR, Foerster J, et al (eds). Wintrobe’s Clinical Hematology 9 th ed. Philadelpia-London: Lee& Febiger, 1993;911-43. 18. Salonder H. Anemia aplastik. In: Suyono S, Waspadji S, et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit FKUI,2001;501-8. 49