Bismillah Proposal Eva.docx

  • Uploaded by: Anonymous kCuzKIQSZX
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bismillah Proposal Eva.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,561
  • Pages: 60
Proposal Penelitian

FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN LIPSTIK MENGGUNAKAN EKSTRAK KULIT BUAH RURUHI (Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & L.M. Perry) SEBAGAI PEWARNA ALAMI

Oleh : Eva Puspita Sari P.B. O1A1 14 110

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2018

i

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Penelitian

Formulasi dan Evaluasi Sediaan Lipstik Menggunakan Ekstrak Kulit Buah Ruruhi (Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & L.M. Perry) Sebagai Pewarna Alami

Diajukan oleh :

Eva Puspita Sari P.B. O1A1 14 110

Telah disetujui oleh :

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Nur Illiyyin Akib, S.Si., M.Si., Apt.

Wa Ode Sitti Zubaydah, S.Si., M.Sc.

NIP. 19810319 200801 2 006

NIP. 19870708 201504 2 003

Mengetahui, Ketua Program Studi Farmasi,

Nur Illiyyin Akib, S.Si., M.Si., Apt. NIP. 19810319 200801 2 006

ii

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ............................................................. viii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 3 C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 4 D. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 5 A. Kosmetik ........................................................................................................ 5 B. Bibir ............................................................................................................... 6 C. Lipstik ............................................................................................................ 8 1.

Komponen utama sediaan lipstik ............................................................. 9

2.

Zat tambahan sediaan lipstik .................................................................. 13

3.

Uraian bahan lipstik yang digunakan dalam formulasi .......................... 14

D. Ruruhi (Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & L.M. Perry) .................... 21 1.

Deskripsi ................................................................................................. 21

2.

Klasifikasi ruruhi (Syzygium polycephalum Merr.) ................................ 22

3.

Kandungan Kimia dan Manfaat.............................................................. 23

E. Antosianin .................................................................................................... 23 F. Ekstraksi ...................................................................................................... 24 G. Kerangka Konsep......................................................................................... 28 BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 29 A. Waktu dan Tempat Penelitian...................................................................... 29 B. Jenis Penelitian ............................................................................................ 29 C. Bahan Penelitian .......................................................................................... 29 iii

D. Alat Penelitian ............................................................................................. 29 E. Variabel Penelitian....................................................................................... 29 F. Definisi Operasional .................................................................................... 30 G. Prosedur Penelitian ...................................................................................... 32 1.

Pengambilan sampel ............................................................................... 32

2.

Preparasi sampel ..................................................................................... 32

3.

Pembuatan ekstrak kulit buah ruruhi ...................................................... 32

4.

Formulasi lipstik ..................................................................................... 33

5.

Evaluasi mutu sediaan lipstik ................................................................. 34

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 38 LAMPIRAN .......................................................................................................... 41

iv

DAFTAR TABEL Nomor 1.

Teks Bahan formula lipstik

Halaman 33

v

DAFTAR GAMBAR Nomor

Teks

Halaman

1.

Anatomi Bibir

7

2.

Struktur Butil hidroksitoluen

17

3.

Struktur Propil paraben

17

4.

Struktur Propilen glikol

19

5.

Struktur Gliseril monostearat

20

6.

Struktur vanilla

21

7.

Buah Ruruhi

22

8.

Kerangka Konsep Penelitian

28

vi

DAFTAR LAMPIRAN Nomor

Teks

Halaman

1.

Alur Penelitian

41

2.

Prosedur Penelitian

42

3.

Perhitungan Bahan

48

vii

ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN BHT

Butil hidroksitoluen

BHA

Butil hidroksianisol

HCl

Asam Hidroklorida

pH

Potensial Hidrogen

b/v

berat per volume

g

gram

mL

mililiter

viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kosmetik memiliki sejarah panjang dalam kehidupan manusia. Berdasarkan hasil penggalian arkeologi, diketahui bahwa kosmetik telah digunakan oleh manusia yang hidup pada zaman dahulu. Kosmetik menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari, jumlah kosmetik yang digunakan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk setiap tahun (Mitsui, 1997). Dewasa ini, masyarakat terutama wanita dituntut untuk lebih menarik dan sehat terutama dari segi penampilan. Bahkan, tidak sedikit dana yang dialokasikan untuk pembelian produk kosmetik maupun perawatan kulit, salah satunya adalah lipstik. Untuk produk lipstik, semua wanita mengenalnya tidak ada wanita yang tidak pernah memakainya. Bahkan ada beberapa wanita memandangnya sebagai sebuah kebutuhan dan tidak akan merasa nyaman kalau tidak memakainya. Lipstik merupakan salah satu kosmetik dekoratif yang digunakan untuk memperindah bibir dengan warna yang menarik, melindungi bibir agar tidak kering, serta dapat menonjolkan penampilan yang baik dan menyamarkan yang buruk pada bentuk bibir sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah, tetapi tidak boleh menyebabkan iritasi pada bibir. Salah satu zat utama dalam formulasi lipstik adalah zat warna. Tujuan penambahan zat warna pada lipstik adalah memberikan warna yang cerah, dan segar pada bibir. Warna lipstik dapat menambah daya tarik, mengubah rupa dan menutupi kekurangan apabila digunakan secara tepat (Afriyeni dan Nila, 2016).

1

Pewarna berdasarkan sumbernya ada 2 yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis. Pewarna alami merupakan zat warna yang diperoleh dari akar, daun, bunga dan buah sedangkan pewarna sintetis berasal dari reaksi antara dua atau lebih senyawa kimia (Afriyeni dan Nila, 2016). Bahan pewarna yang umumnya digunakan adalah pewarna sintesis seperti bromoacid, eosin, pigmen, titanium oksid, bismut oksiklorid, serta bahan pewarna lain yang diijinkan oleh Food and drug Administration (FDA). Pewarna yang digunakan dalam sediaan lipstik sangat mungkin tertelan bersama ludah atau makanan dan minuman yang dikonsumsi, lipstik juga tidak memiliki batasan frekuensi dalam penggunaan dan juga lama serta banyaknya jumlah yang digunakan, sehingga sudah menjadi keharusan untuk memastikan lipstik terbuat dari pewarna yang tidak berbahaya. Zat warna alami makin dibutuhkan keberadaannya karena dianggap lebih aman dibanding dengan pewarna sintetik (Maharini dkk., 2017). Pemanfaatan zat warna alami dalam formulasi lipstik adalah upaya untuk menghindari penggunaan pewarna sintetik yang berbahaya dimana masih banyak oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab menambahkan pewarna berbahaya pada sediaan lipstik seperti rhodamin B. Adanya produsen yang masih menggunakan rhodamin B pada produknya disebabkan oleh pengetahuan yang tidak memadai mengenai bahaya penggunaan bahan kimia tersebut pada kesehatan dan juga karena tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah (Mamoto dan Fatimawali, 2013). Seiring dengan gaya hidup back to nature, zat warna alami semakin dibutuhkan keberadaannya karena dianggap lebih aman dibandingkan dengan pewarna sintetik yang mengandung zat karsinogenik dan dapat

2

menyebabkan kerusakan pada hati. Salah satu bahan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai zat warna alami adalah buah ruruhi (Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & L.M. Perry) (Adliani dkk, 2012). Buah ruruhi (Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & L.M. Perry) adalah buah dari tanaman liar suku jambu-jambuan atau Myrtaceae. Kulit buah ruruhi matang berwarna merah hingga ungu. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, sampel kulit buah ruruhi yang diekstraksi dengan pengadukan memiliki kadar antosianin total tertinggi yaitu sebesar 5,69 g/L juga menunjukkan aktivitas antioksidan tertinggi. Antosianin ini adalah pigmen yang masuk dalam kelas flavonoid yang berperan dalam munculnya warna merah hingga ungu yang berpotensi sebagai pewarna alami dan sebagai antioksidan (Irnawati dkk, 2017). Berdasarakan uraian diatas, penelitian ini akan dibuat formula sediaan lipstik menggunakan ekstrak kulit buah ruruhi (Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & L.M. Perry) sebagai pewarna alami. B. Rumusan Masalah Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Berapa konsentrasi ekstrak kulit buah ruruhi dapat diformulasikan sebagai pewarna pada sediaan lipstik ? 2. Bagaimana stabilitas fisikokimia sediaan lipstik dengan menggunakan zat warna dari ekstrak kulit buah ruruhi ? 3. Bagaimana potensi iritasi pada sediaan lipstik dengan menggunakan zat warna dari ekstrak kulit buah ruruhi ?

3

C. Tujuan Penelitian 1. Mendapatkan konsentrasi ekstrak kulit buah ruruhi sebagai pewarna pada sediaan lipstik 2. Mengetahui stabilitas fisikokimia sediaan lipstik dengan menggunakan zat pewarna dari ekstrak kulit buah ruruhi. 3. Mengetahui potensi iritasi pada sediaan lipstik menggunakan zat warna dari ekstrak kulit buah ruruhi. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti, menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam pemanfaatan zat warna alami dari ekstrak kulit buah ruruhi di bidang formulasi kosmetik khususnya sediaan lipstik. 2. Bagi institusi, sebagai informasi manfaat tanaman bahwa kulit buah ruruhi dapat digunakan sebaagai pewarna alami dalam formulasi sediaan lipstik 3. Bagi ilmu pengetahuan, memberikan informasi untuk mengembangkan penggunaan zat warna yang berasal dari alam dalam pembuatan sediaan lipstik yang aman. 4. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi bahwa lipstik dengan bahan pewarna yang berasal dari alam yaitu ekstrak kulit buah ruruhi aman digunakan.

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kosmetik Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Permenkes, 2010). Sesungguhnya segala jenis kosmetik, mulai dari kosmetik pembersih, pelembab, pelindung, dekoratif (make-up) sampai pengobatan, mempunyai tujuan yang sama, yaitu memelihara atau menambah kecantikan kulit (termasuk rambut, kuku, bibir, dan gigi) melalui pembersihan, pelembaban, dan sebagainya. Kekhasan kosmetik dekoratif (make-up) adalah bahwa kosmetik ini bertujuan semata-mata untuk mengubah penampilan, yaitu agar tampak lebih cantik dan noda-noda atau kelainan pada kulit tertutupi. Kosmetik dekoratif tidak perlu menambah kesehatan kulit. Kosmetik ini dianggap memadai jika tidak merusak kulit atau sesedikit mungkin merusak kulit (Tranggono dan Lathifah, 2007) Kosmetik dekoratif, peran zat warna dan zat pewangi sangat besar. Sejak zaman dahulu, wanita cenderung mewarnai pipinya, rambutnya, kukunya, alisnya, dan bulu matanya. Mereka juga cenderung ingin menutupi hal-hal yang mengurangi kecantikannnya, misalnya garis-garis penuaan ditutupi, rambut putih disemir, warna bibir dipersegar, kuku dicat, alis dan bulu mata dibuat lebih hitam, dan lainlain. Karena itu, mereka membutuhkan kosmetik dekoratif dalam bentuk lipstik,

5

rouge, maskara, dan sebagainya. Sedikit persyaratan untuk kosmetik dekoratif antara lain adalah warna yang menarik, bau yang harum menyenangkan, tidak lengket, tidak menyebabkan kulit tampak bekilau, dan sudah tentu tidak merusak atau mengganggu kulit, rambut, bibir, kuku dan adneksa lainnya (Tranggono dan Lathifah, 2007). Kosmetik dekoratif dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu (Tranggono dan Lathifah, 2007) : 1. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan pemakaiannya sebentar, misalnya bedak, lipstik, pemerah pipi, eye-shadow, dan lain-lain. 2. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, pengeriting rambut, dan preparat penghilang rambut. B. Bibir Bibir adalah bagian tubuh yang terlihat di mulut manusia dan sebagian besar pada hewan. Bibir juga bagian tubuh yang lembut, mudah bergerak dan berfungsi sebagai pembuka untuk asupan makanan dan dalam artikulasi suara maupun ucapan (Krishnapriya dkk., 2015). Bibir merupakan kulit yang memiliki ciri tersendiri dengan kulit jangat yang sangat tipis, aliran darah lebih banyak mengaliri di daerah permukaan kulit bibir, tidak terdapat kelenjer keringat, dan sangat jarang terdapat kelenjer lemak sehingga kulit bibir lebih peka dibandingkan kulit lainnya. Karena itu hendaknya berhati-hati dalam memilih bahan yang digunakan untuk sediaan

6

lipstik, terutama dalam hal memilih zat warna yang digunakan untuk maksud pembuatan sediaan tersebut (Ditjen POM, 1985). Bibir adalah bagian luar dan terlihat dari mulut manusia dan hewan dan mengelilingi pintu masuk rongga mulut. Bibir adalah dua lipatan muskulofibrosa berdaging yang ditutupi oleh kulit dan secara internal oleh selaput lendir. Bibir tidak memiliki tulang dan terdiri dari kulit, otot dan mukosa, ini membuat bibir fleksibel. Bibir terdiri dari labirin mukosa. Mukosa labial adalah bagian dari mukosa oral yang juga terdiri dari mukosa bukal, palatal, gingival dan lingual. Tip of nose

Cupid’s bow

Philtrum

Nasolabial crease

Upper lip Lower lip Vermillion border

Lateral commisure Philtrum

Gambar 1. Anatomi Bibir (Bhairy dkk., 2016)

Bibir atas (Labium superioris) sebenarnya lebih kecil dari bibir bawah (Labium inferioris). Perbatasan vermillion adalah persimpangan dimana bibir bertemu dengan kulit di sekitarnya dari area mulut dan merupakan bagian paling jelas dari bibir yang hanya ada pada manusia. Daerah kemerahan dalam batas vermillion disebut zona vermillion. Batas vermilion bibir atas dikenal sebagai busur cupids. Di bagian tengah bibir bagian atas, tonjolan berdaging disebut atubercle juga dikenal sebagai procheilon (juga dieja prochilon), "tuberkulum labii superioris", dan "tuberkulum labial". Lengan vertikal yang membentang dari procheilon sampai septum hidung disebut philtrum. Peregangan kulit antara bibir

7

atas dan hidung disebut ergotrid. Kulit bibir terdiri dari epitel skuamosa berlapis atau jaringan datar yang sangat tipis dan terdiri dari sekitar 3-5 lapisan sel dibandingkan kulit wajah lainnya yang memiliki sekitar 16 lapisan. Bila kulit bibir mengandung lebih sedikit melanosit, pembuluh darah muncul melalui kulit sehingga memberi warna merah. Kulit bibir berbeda secara signifikan dari kulit biasa dimana kulit bibir tidak memiliki rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Karena itu, bibir tidak memiliki lapisan pelindung biasa dari keringat dan minyak yang menjaga kulit tetap halus, mengatur kehangatan dan menghambat patogen. Karena ini, bibir lebih cepat kering dan lebih mudah pecah (Bhairy dkk., 2016). C. Lipstik Lipstik merupakan pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk batang padat (stick) terdiri dari zat pewarna yang terdispersi dalam pembawa yang terbuat dari lilin dan minyak, dalam komposisi yang sedemikian rupa sehingga memberikan suhu lebur dan viskositas yang baik dan dikehendaki (Ditjen POM, 1985). Pewarna bibir merupakan sediaan kosmetika yang digunakan untuk mewarnai bibir dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah. Pewarna bibir terdapat dalam berbagai bentuk, seperti cairan, krayon, dan krim. Pewarna bibir dalam bentuk cairan dan krim umumnya memberikan selaput yang tidak tahan lama dan mudah terhapus dari bibir sehingga tidak begitu digemari orang, terutama jika dibandingkan dengan pewarna bibir dalam bentuk krayon. Pewarna bibir bentuk krayon lebih dikenal dengan nama lipstik (Risnawati dkk., 2012).

8

Persyaratan untuk lipstik yang dituntut oleh masyarakat, antara lain adalah melapisi bibir secara mencukupi, dapat bertahan di bibir selama mungkin, cukup melekat pada bibir tetapi tidak sampai lengket, tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir, melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya, memberikan warna yang merata pada bibir dan penampilannya harus menarik, baik warna maupun bentuknya serta tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak bopeng atau berbintik-bintik, atau memperlihatkan hal-hal lain yang tidak menarik (Tranggono dan Lathifah, 2007). 1. Komponen utama sediaan lipstik Pada umumnya kita selalu menjilati bibir kita sehingga tanpa sadar produk lipstik tersebut kita makan. Oleh karena itu, formulasi harus dibuat dengan bahan yang dapat dimakan atau cocok untuk dikonsumsi yang bisa diterima rasa dan bau. Ada tiga jenis utama bahan baku yang digunakan dalam produk bibir yaitu minyak, lilin/wax, dan warna (Poucher’s, 2000). a. Minyak Cairan

hidrofobik

ini

adalah

pelarut

untuk

zat

pewarna

yang

memungkinkannya berdifusi sehingga dapat mengembangkan warnanya (Draelos, 2010) Setiap minyak yang digunakan dalam produk bibir harus memiliki nuansa halus dan tidak memberi kesan terseret saat diaplikasian ke bibir. Minyak yang digunakan juga harus memiliki rasa atau bau yang menyenangkan, atau lebih baik tidak, dan tidak mengalami kekasaran. Minyak yang biasa digunakan antara lain : Minyak jarak, oleyl alkohol, isopropil palmitat, isopropil miristat, minyak mineral, isosetil alkohol, petrolatum, polibutena (Poucher’s, 2000).

9

b. Lilin/wax Wax dianggap sebagai padatan tak beraturan dengan berbagai tingkat kilau dan plastisitas. Dalam produk bibir digunakan untuk memberi struktur pada lipstik, juga membantu menjaga bentuk lipstik dalam suhu tinggi. Semua wax yang digunakan harus fleksibel tapi tidak rapuh dan memiliki kemampuan untuk mempertahankan minyak dalam penyusun lipstik. Kombinasi wax keras dan lunak digunakan untuk memberi keseimbangan aplikasi dan kekakuan yang dibutuhkan oleh konsumen (Poucher’s, 2000). Wax dapat dibagi menjadi dua kelompok utama, alami dan sintetis. Wax alami dibagi lagi menjadi lilin hidrokarbon seperti lilin parafin, malam mikrokristalin, lilin mineral seperti ozokerite, ceresine dan montana, lilin sayuran, candelilla, tebu, carnauba, beras, dan wax hewan seperti lilin lebah dan lanolin. Lilin/wax yang biasa digunakan antara lain Paraffin wax, microcrystalline wax, mineral wax, candelilla wax, carnauba wax, japan wax, sugar cane wax, beeswax, lanolin (Poucher’s, 2000). c. Warna Warna lipstik adalah alasan utama pembeliannya. Nuansa yang paling populer adalah variasi pada jenis merah, dari merah muda sampai ke merah sejati. Banyak lipstik juga mengandung mutiara untuk memberi kesan gloss tinggi ke bibir. Bibir bisa diwarnai dengan menutupnya dengan suspensi pigmen atau dengan menodainya dengan pewarna yang dilarutkan dalam lipstik (Poucher’s, 2000). Pigmen warna dalam kosmetik berdasarkan sumbernya dapat diperoleh dari alam dan sintetis. Pigmen alam adalah pigmen warna pada tanah yang memang

10

terdapat secara alamiah, misalnya aluminium silikat, yang warnanya tergantung pada kandungan besi oksida atau mangan oksidanya (misalnya kuning oker, coklat, marah bata, coklat tua). Zat warna ini murni sama sekali tidak berbahaya, penting untuk mewarnai bedak-krim dan make-up sticks. Namun, warna tidak seragam, tergantung asalnya, dan pada pemanasan kuat menghasilkan pigmen warna baru. Pigmen sintetis seperti besi oksida sintetis dan oker sintetis sering menggantikan zat warna alam. Warnanya lebih intens dan lebih terang. Pilihan warnanya antara lain kuning, coklat sampai merah dan macam-macam violet. Pigmen sintetis putih seperti zinc oxide dan titanium oxide termasuk dalam zat pewarna yang memainkan suatu peran besar dalam pewarnaan kosmetik dekoratif, tetapi juga dlam preparat kosmetik dan farmasi lainnya. Sementara bismuth oxychloride umum digunakan untuk warna putih mutiara dan sejumlah senyawa cobalt digunakan sebagai pigmen sintetis warna biru. Banyak pigmen sintetis yang tidak boleh dipakai di dalam preparat kosmetika karena toksik, misalnya cadmium sulfide dan prussian blue (Tranggono dan Latifah, 2007). Salah satu pigmen yang digunakan dalam lipstik yaitu berupa lakes alam dan sintetis. Lakes dibuat dengan mempresipitasikan satu atau lebih zat warna yang larut air di dalam satu atau lebih substrat yang tidak larut dan mengikatnya sedemikian rupa (biasanya dengan reaksi kimia) sehingga produk akhirnya menjadi bahan pewarna yang hampir tidak larut air, minyak, atau pelarut lain. Selain itu, warna yang dihasilkan lebih cerah dan lebih kompatibel dengan kulit. Kebanyakan lakes dewasa ini dibuat dari zat warna sintetis, kecuali Florentine lake yang diperoleh dari presipitasi carmine dan brasilin (zat warna dari sayuran) didalam

11

aluminium hidroksida. Substrat paling umum adalah zinc oxide, aluminium hidroksida, aluminium fosfat, barium fosfat, barium sulfat, magnesium karbonat, alumina hydrat dan kaolin (Tranggono dan Latifah, 2007). Zat warna dalam lipstik dibedakan atas dua jenis yaitu staining dye dan pigmen. Staining dye merupakan zat warna yang larut atau terdispersi dalam basisnya, sedangkan pigmen merupakan zat warna yang tidak larut tetapi tersuspensi dalam basisnya. Kedua macam zat warna ini masing- masing memiliki arti tersendiri, tetapi dalam lipstik keduanya dicampur dengan komposisi sedemikian rupa untuk memperoleh warna yang diinginkan (Balsam, 1972). Berikut ini adalah proporsi yang biasanya digunakan pada lipstik (Harry dkk., 1982) : 1) Bahan pewarna/staining dye (bromo acid)

: 0,5-3%

2) Pigmen larut minyak

: 2%

3) Pigmen tidak larut minyak

: 8-10%

4) Titanium dioksida

: 1-4%

Bahan pewarna ditambahkan dalam lipstik untuk menambah daya tarik konsumen terhadap produk tersebut, akan tetapi banyak oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab menambahkan pewarna sintetis berbahaya pada sediaan lipstik seperti rhodamin B. Adanya produsen yang masih menggunakan rhodamin B pada produknya disebabkan oleh pengetahuan yang tidak memadai mengenai bahaya penggunaan bahan kimia tersebut pada kesehatan dan juga karena tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah. Selain itu, rhodamin B sering digunakan sebagai pewarna karena harganya relatif lebih murah, warna yang dihasilkan lebih menarik

12

dan tingkat stabilitas warnanya lebih baik daripada pewarna alami (Mamoto dan Fatimawali, 2013). Namun, Rhodamin B dapat mengiritasi saluran pernapasan dan juga bersifat karsinogenik atau memacu pertumbuhan sel kanker jika digunakan terus menerus. Sifat karsinogenik tersebut disebabkan oleh unsur N+ (nitronium) dan Cl- (klorin) yang terkandung pada Rhodamin B yang bersifat sangat reaktif dan berbahaya. Penumpukan Rhodamin B dalam hati akan menyebabkan gangguan fungsi hati berupa kanker hati dan tumor hati (Afriyeni dan Nila, 2016). Pemanfaatan zat warna alami dalam formulasi lipstik adalah upaya untuk menghindari penggunaan pewarna sintetik yang berbahaya. Salah satu bahan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai zat warna untuk kosmetik adalah buah ruruhi (Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & L.M. Perry) (Adliani dkk, 2012). 2. Zat tambahan sediaan lipstik a. Antioksidan Antioksidan diperlukan untuk melindungi komponen minyak seperti minyak jarak dari oksidasi. Bahan tak jenuh lainnya atau bahan lain yang rawan oksidasi memerlukan penambahan antioksidan dalam formulasi. Hanya dibutuhkan tingkat yang sangat rendah biasanya 0,01-0,05%. BHT, BHA dan vitamin E adalah antioksidan yang paling umum digunakan (Poucher’s, 2000). b. Pengawet Kemungkinan bakteri atau jamur untuk tumbuh di dalam lipstik sebenarnya sangat kecil karena lipstik tidak mengandung air. Namun, jika produk itu dioleskan ke bibir setelah minum minuman manis, kemungkinan permukaannya bisa terkontaminasi, menyebabkan pertumbuhan mikrobiologis. Oleh karena itu

13

disarankan agar sejumlah kecil bahan pengawet dimasukkan ke dalam formulasi. Pengawet yang digunakan harus sesuai untuk dikonsumsi. Pengawet yang paling umum digunakan adalah metil dan propilparaben pada kadar berkisar antara 0,05% sampai 0,20% (Poucher’s, 2000). c. Parfum Parfum memberikan aroma yang diinginkan pada lipstik. Hal ini umumnya digunakan sebagai konsentrat berbasis minyak yang dapat dicampur dengan minyak lainnya dalam formulasi (Draelos, 2010). Parfum untuk menutupi bau yang kurang enak. Selain itu, juga dimaksudkan agar konsumen merasa nyaman dan senang untuk menggunakan sediaan tersebut (Anwar, 2012). 3. Uraian bahan lipstik yang digunakan dalam formulasi a. Beeswax Beeswax bisa disebut juga cera alba atau malam putih merupakan hasil pemurnian malam kuning yang diperoleh dari sarang lebah madu Apis mellifera Linne (Familia Apidae) dan memenuhi syarat uji kekeruhan penyabungan. Beeswax berupa padatan putih kekuningan, sedikit tembus cahaya dalam keadaan lapisan tipis; bau khas lemah dan bebas bau tengik. Bobot jenis lebih kurang 0,95 g/mL. Tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dingin. Etanol mendidih melarutkan asam serotat dan bagian mirisin, yang merupakan kandungan malam putih. Larut sempurna dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan minyak atsiri. Sebagian larut dalam benzen dingin dan dalam karbon disulfida dingin. Pada suhu lebih kurang 30oC larut sempurna dalam benzen, dan dalam karbom disulfida. Disimpan dalam wadah tertutup baik (Ditjen POM, 2014).

14

Beeswax mengandung 70-75% campuran ester dan ikatan alkohol monohidrat. Biasanya beeswax digunakan untuk meningkatkan konsistensi pada sediaan krim dan salep. Dapat juga digunakan untuk menstabilkan emulsi air dalam minyak. Beeswax tersebut meleleh pada suhu 61-65oC dan tidak larut dalam air. Tidak kompatibel dengan agen pengoksidasi (Rowe dkk., 2009). Beeswax terasa berminyak dan fleksibel, memiliki plastisitas yang bagus, struktur kristal yang sangat halus dan bau seperti madu. Beeswax terdiri dari sekitar 70% ester lemak dengan hidrokarbon 10-13%. Beeswax adalah salah satu lilin yang lebih lembut yang digunakan pada lipstik, namun terlalu banyak beeswax dalam formulasi dapat menyebabkan kristalisasi yang buruk dan stabilitas sistem yang buruk, dan efek sulit di geser pada saat pengaplikasiannya (Poucher,2000). b. Minyak jarak Minyak jarak bisa disebut juga oleum ricini atau minyak jarak merupakan trigliserida dari asam lemak. Komposisi asam lemak kurang lebih 87% asam ricinoleat, 7% asam oleat, 3% asam linoleat, 2% asam palmitat, 1% asam stearat dan sisanya asam dihidroksistearat. Pemeriannya berupa cairan kental, jernih, kuning pucat atau hampir tidak berwarna, bau lemah dan rasa yang khas. Kelarutannya yaitu larut dalam kloroform, dietileter, etanol, asam asetat glasial, dan metanol. Mudah larut pada etanol 95% dan petroleum eter, susah larut di air dan praktis tidak larut pada minyak mineral kecuali dicampurkan dengan vegetable oil. Castor oil tidak kompatibel dengan agen pengoksidasi kuat. Penyimpanannya tidak boleh melebihi 25oC dan dilindungi dari cahaya (Rowe dkk., 2009).

15

Minyak jarak merupakan minyak yang diperoleh dari pemerasan biji Ricirus communis yang telah dikupas. Minyak jarak digunakan untuk mendispersikan zat warna secara merata. Minyak jarak mempunyai viskositas yang tinggi yang sangat menguntungkan didalam pengaturan warna lipstik dan kelenturan (Siregar dan Putri, 2014). Minyak jarak memiliki viskositas tinggi yang berarti cocok untuk pembasahan dan penyebaran pigmen, fungsi seperti ini yang akan kita lihat penting selama pembuatan lipstik (Poucher’s, 2000). Peningkatan kekerasan lipstik terjadi karena subsitusi minyak jarak dengan wax, penambahan minyak jarak akan menambah jumlah cairan dan emulsi sehingga produk lipstik yang terbentuk akan semakin lunak dan creamy (Perdanakusumah dkk., 2003). Penggunaan minyak jarak juga perlu dibatasi karena jika berlebihan akan menyebabkan rasa yang tidak enak dan kesat selama pemakaian lipstik (Howard 1974). c. Butil hidroksitoluen (BHT) Butil hidroksitoluen dengan rumus kimia C15H24O digunakan sebagai antioksidan dalam kosmetik, makanan, dan obat-obatan. Hal ini terutama digunakan untuk menunda atau mencegah oksidasi bau tengik dari lemak dan minyak serta mencegah hilangnya vitamin yang larut dalam minyak. Penggunaan konsentrasi antioksidan BHT untuk lemak dan minyak yaitu 0,02% (Rowe, dkk., 2009).

16

Gambar 2. Struktur Butil Hidroksitoluen (Rowe dkk., 2009)

Pemerian BHT hablur padat, putih atau agak kunik dengan bau khas lemah fenol. Kelarutannya praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilen glikol, larutan hidroksida alkali, dan larutan asam mineral, mudah larut dalam aseton, benzen, etanol (95%), eter, metanol, toluena, minyak esensial dan minyak mineral. BHT inkompatibel dengan agen pengoksidasi kuat seperti peroksida dan permanganat. Penyimpanan harus disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, ditempat sejuk dan kering (Rowe dkk., 2009). d. Propil paraben Propil paraben dengan rumus kimia C10H12O3 banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik, makanan dan produk farmasetika. Aktivitas antimikroba ditunjukkan pada pH antara 4-8. Propil paraben sangat efektif terhadap jamur dan kapang. Disamping itu, propil paraben lebih aktif terhadap bakteri gram positif dari pada gram negatif. Propil paraben dalam sediaan topikal digunakan dengan konsentrasi sekitar 0,01-0,6% (Rowe dkk., 2009).

Gambar 3. Struktur Propilparaben (Rowe dkk., 2009)

17

Pemerian propil paraben serbuk atau hablur putih, tidak berbau dan tidak berasa. Kelarutan sangat sukar larut dalam air, air mendidih, larut dalam etanol mudah larut dalam eter dan aseton. Propil paraben tidak kompatibel dengan adanya surfaktan nonionik, magnesium aluminium silikat, magnesium trisilikat, oksida besi kuning dan biru serta ultramarin dimana dapat mengurangi aktivitas sebagai pengawet. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik, sejuk dan tempat yang kering (Rowe dkk., 2009). Menurut Poucher’s (2001) penggunaan pengawet propil paraben pada sediaan lipstik yang paling umum dengan konsentrasi 0,05-0,2%. e. Lanolin Lanolin dikenal juga dengan nama adeps lanae yang secara luas digunakan dalam formulasi kosmetik dan berbagai sediaan topikal. Lanolin merupakan zat serupa lemak yang dimurnikan, diperoleh dari bulu domba Ovis aries L. yang dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak lebih dari 0,25%. Pemeriannya yaitu massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas. Kelarutannya yaitu tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang dua kali beratnya, agak sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudah larut dalam eter, dan dalam kloroform. Penyimpanannya dalam wadah yang tertutup rapat dengan baik, terlindung dari cahaya, ditempat sejuk dan kering. Masa simpan normal lanolin adalah 2 tahun. Lanolin mungkin mengandung prooxidants, yang dapat mempengaruhi stabilitas obat aktif tertentu. Lanolin juga dapat mengalami autooksidasi selama proses penyimpanannya. Sehingga dibutuhkan penambahan butil

hidroksitoluen sebagai

antioksidan

untuk

menghambat autooksidasi (Rowe dkk., 2009).

18

Lanolin merupakan plasticizer yang sangat baik, mudah bercampur dengan konstituen lainnya dan meningkatkan kompaktibilitas akhir. Lanolin juga mengurangi eksudasi dari zat lemak dan mencegah keretakan (Freund dkk., 1982). Lanolin juga dapat berfungsi sebagai modifier wax yang bekerja sama dengan wax untuk memperbaiki tekstur. Modifier wax dalam pembuatan lipstik digunakan dengan konsentrasi 2-4% (Barel dkk., 2001). f. Propilen glikol Propilen glikol dengan rumus kimia C3H8O2 berupa cairan kental, jernih tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau, menyerap air pada udara lembab. Kelarutannya dapat bercampur dengan air, aseton dan dengan kloroform, larut dalam eter dan dalam beberapa minyak essensial, tidak dapat bercampur dengan minyak lemak (Ditjen POM, 2014).

Gambar 4. Struktur Propilen glikol (Rowe dkk., 2009)

Propilen glikol banyak digunakan sebagai pelarut, extractant, dan pengawet pada sediaan parenteral maupun non-pareteral. Pada kosmetik dan makanan, propilen glikol digunakan sebagai zat pembawa untuk pengemulsi. Propilen glikol 10% telah ditunjukkan untuk mempotensiasi aktivitas antimikroba paraben dengan adanya nonionik surfaktan dan mencegah interaksi antara metil paraben dan polisorbat 80. Propilen glikol tidak kompatibel dengan reagen pengoksidasi seperti kalium permanganat. Propilen glikol merupakan bahan yang higroskopis dan harus

19

disimpan dalam wadah yang tertutup rapat, terhindar dari cahaya, dan kering (Rowe dkk., 2009). g. Gliseril monostearat Gliseril monostearat dengan rumus kimia C21H42O4 berupa lilin seperti padat dalam bentuk serpihan atau serbuk berwarna putih hingga krem yang sangat lunak disentuh dan memiliki sedikit bau dan rasa lemak. Kelarutannya larut dalam etanol panas, eter, kloroform, aseton panas, minyak esensial dan minyak mineral. Praktis tidak larut dalam air, tapi mungkin dapat terdispersi dalam air dengan bantuan dari sejumlah kecil sabun atau surfaktan lainnya. Gliseril monostearat sebagai zat pengemulsi tidak kompatibel dengan zat asam dan penyimpanannya harus dismpan dalam wadah tertutup rapat, ditempat sejuk dan kering dan terlindungi dari cahaya (Rowe dkk., 2009).

Gambar 5. Struktur Gliseril monostearat (Rowe dkk., 2009)

Gliseril monostearat digunakan sebagai pengemulsi nonionik, stabilisator, emolien, dan plasticizer dalam berbagai aplikasi makanan, farmasi, dan kosmetik. Gliserill monostearat bertindak sebagai penstabil yang efektif, yaitu pelarut bersama untuk senyawa polar dan nonpolar yang dapat membentuk emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sifat ini juga membuatnya berguna sebagai zat pendispersi untuk pigmen dalam minyak atau padatan dalam lemak, atau 20

sebagai pelarut untuk fosfolipid, seperti lesitin (Rowe dkk., 2009). Tranggono dan Lathifah (2007) menyatakan bahwa surfaktan kadang-kadang ditambahkan dalam pembuatan lipstik untuk memudahkan pembasahan dan dispersi partikel-partikel pigmen warna yang padat. h. Pengaroma vanilla Vanilla dengan rumus kimia C8H8O3 berupa agak kristal atau serbuk berwarna putih kekuningan, kelarutannya sedikit larut dalam air dan sangat larut dalam alkohol dan metil alkohol biasa digunakan sebagai perasa dan pengaroma. Vanilla juga digunakan dalam aromaterapi. (Sweetman, 2009).

Gambar 6. Struktur vanilla (Rowe dkk., 2009)

Sebagai eksipien farmasi, vanilla biasanya digunakan dalam tablet, larutan dengan konsentrasi (0,01-0,02% b/v), sirup dan serbuk untuk menutupi rasa dan bau khas yang tidak menyenangkan dari formulasi tertentu. Vanilla tidak kompatibel dengan aseton, membentuk senyawa berwarna cerah. Penyimpanannya harus dalam wadah tertutup rapat, terlindungi dari cahaya dan ditempat sejuk dan kering (Rowe dkk., 2009). D. Ruruhi (Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & L.M. Perry) 1. Deskripsi Buah ruruhi (Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & L.M. Perry) adalah buah dari tanaman liar suku jambu-jambuan atau Myrtaceae (Irnawati, ddk., 2017).

21

Buah yang telah matang berwarna merah tua sampai ungu gelap, berasa masam hingga manis, dan dapat dimakan. Berdasarkan karakter buahnya, diduga secara alami buah ini dimakan satwa liar (Mudiana, 2005). Pohon buah ruruhi memiliki ketinggian 8-20 m, daun lonjong, panjang 11-25 cm dan lebar 4-10,5 cm, perbungaan memalai, bunga dengan panjang kelopak 4-6 mm, benang sari banyak, panjang 5-13 cm, buah bulat dan menggerombol, berwarna merah sampai ungu gelap, diameter 2,5-3,5 cm. Spesies ini umumnya dikenal sebagai 'kupa', 'dompyong' atau 'gowok' dan terkadang ditanam di kebun. Buahnya bisa dimakan dan kayu bisa digunakan sebagai bahan bangunan (Backer, 1963; Ariyanti dkk., 2012).

Gambar 7. Ruruhi (Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & L.M. Perry.) (Irnawati, 2017)

2. Klasifikasi ruruhi (Syzygium polycephalum Merr.) Menurut Backer (1963), Taksonomi tumbuhan ruruhi diklasifikasikan sebagai berikut: Kerajaan

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida 22

Ordo

: Myrtales

Suku

: Myrtaceae

Marga

: Syzygium

Jenis

: Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & L.M. Perry

3. Kandungan Kimia dan Manfaat Ruruhi (Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & L.M. Perry.) mengasilkan buah dengan potensi ekonomi tinggi, akan tetapi belum banyak diketahui oleh masyarakat, antara lain digunakan untuk pembuatan turunan seperti jeli, minuman fermentasi, cuka dan minuman (Zerbielli dkk., 2016) melaporkan bahwa adanya antosianin dan flavonoid tingkat tinggi (367 sampai 1.420 mg 100 g-1 dan 196 sampai 571 mg 100 g-1, masing-masing) di kulit buah. Di antara polifenol, antosianin merupakan senyawa flavonoid, yang menyebabkan warna merah dan ungu pada buah (Lima dkk., 2011). Buah ruruhi (Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & L.M. Perry) merupakan salah satu buah yang mengandung antosianin paling banyak pada bagian kulitnya, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami yang dapat menggantikan bahan pewarna sintetik serta berkhasiat sebagai antioksidan (Irnawati,2017). E. Antosianin Antosianin adalah kelompok pigmen yang berwarna merah sampai biru yang tersebar dalam tanaman. Pada beberapa buah-buahan dan sayuran serta bunga memperlihatkan warna-warna yang menarik yang mereka miliki termasuk komponen warna yang bersifat larut dalam air dan terdapat dalam cairan sel tumbuhan. Antosianin adalah suatu kelas dari senyawa flavonoid yang secara luas

23

terbagi dalam polifenol tumbuhan. Flavonol, flavon-3-ol, flavon, flavanon, dan flavanol adalah kelas tambahan flavonoid yang berada dalam oksidasi dari antosianin (Handayani dan Asri, 2012). Antosianin adalah pigmen larut air yang secara alami terdapat pada berbagai jenis tumbuhan. Sesuai namanya, pigmen ini memberikan warna pada bunga, buah dan daun tumbuhan hijau, dan telah banyak digunakan sebagai pewarna alami pada berbagai produk pangan dan berbagai aplikasi lainnya (Risnawati dkk., 2012). Antosianin stabil dan memberikan warna cerah pada pH asam dan perlahan lahan akan kehilangan warna seiring dengan meningkatnya pH, menjadi tak bewarna pada pH berkisar 4,0–5,0. Kestabilan warna senyawa antosianin dipengaruhi oleh pH atau tingkat keasaman, dan akan lebih stabil apabila dalam suasana asam atau pH yang rendah. Antosianin ditemukan stabil pada pH 1,0-3,0 dan berubah pada pH 5,0-9,0 untuk suhu 30oC, stabilitas antosianin dipengaruhi oleh suhu dan pH (Irnawati dkk., 2017). F. Ekstraksi Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung (Ditjen POM, 1979). Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu komponen dari campuran dua komponen atau lebih dimana komponen mengalami perpindahan massa dari suatu padatan atau cairan ke cairan lain yang bertindak sebagai pelarut. Proses pemisahan digunakan untuk mendapatkan dua atau lebih produk yang lebih murni dari suatu campuran senyawa kimia. Proses ekstraksi sangat bergantung pada pemilihan pelarut yang sesuai sehingga akan

24

mempengaruhi kelarutannya. Pelarut sebaiknya memiliki sifat-sifat diantaranya yaitu bersifat selektif, tidak terjadi reaksi antara pelarut dengan komponen yang akan diekstraksi, tidak korosif, mempunyai viskositas rendah dan daya pelarut tinggi, tidak beracun, mudah didapat dan murah (Sudarmi dkk., 2015). Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi dua yaitu cara dingin dan cara panas (Depkes RI, 2000) : 1. Cara dingin a. Maserasi Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan. Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri. Metode ini dilakukan dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu kamar. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan. Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah memakan banyak waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa senyawa hilang. Selain itu, beberapa senyawa mungkin saja sulit diekstraksi pada suhu kamar. Namun di sisi lain, metode maserasi dapat menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat termolabil (Mukhriani, 2014). b. Perkolasi Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan menetes

25

perlahan pada bagian bawah. Kelebihan dari metode ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh pelarut baru. Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel dalam perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh area. Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak pelarut dan memakan banyak waktu (Mukhriani, 2014). 2. Cara Panas a. Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000). b. Soxhlet Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan denganalat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000). c. Digesti Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yng lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatu 40-50oC (Depkes RI, 2000).

26

d. Infus Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Depkes RI, 2000). e. Dekok Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30oC) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).

27

G. Kerangka Konsep Mengandung senyawa flavonoid yaitu antosianin dan dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami (Lima et.al., 2011; Irnawati dkk., 2017)

Ruruhi (Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & L.M. Perry

Formula lipstik F1 ekstrak kulit buah ruruhi 0,5%

Formula lipstik F2 ekstrak kulit buah ruruhi 5%

Dimasyarakat digunakan sebagai minuman fermentasi, cuka dan minuman (Zerbielli et al., 2016)

Formula lipstik F3 ekstrak kulit buah ruruhi 10%

Lipstik

Evaluasi mutu sediaan lipstik : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Uji kekuatan lipstik Penentuan pH sediaan Uji stabilitas sediaan Uji titik lebur Uji oles Uji homogenitas Uji iritasi

Keterangan Variabel bebas

:

Variabel terikat

:

Gambar 8. Kerangka Konsep Penelitian

28

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai Juni tahun 2018 yang bertempat di Laboratorium Farmasi, Jurusan Famasi, Fakultas Farmasi, Universitas Halu Oleo. B. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental C. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buh ruruhi (Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & L.M. Perry), akuades, etanol 96%, HCl 1%, beeswax (Brataco®), minyak jarak (Brataco®), lanolin (Brataco®), BHT, propilparaben, propilen glikol (Brataco®), gliseril monostearat, pengaroma vanilla, kertas saring whatman dan wadah lipstik (roll up). D. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender (Philips®), pisau stainless, timbangan analitik (Precisa XB 220A®), hot plate (Stuart®) wadah maserasi (toples kaca), cawan penguap, rotary evaporator (Butchi®), pH meter (Jenway®), alat-alat gelas (Pyrex®), magnetic stirrer, pencetak lipstik dan lemari pendingin (LG®). E. Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

29

1. Variabel bebas adalah variasi konsentrasi ekstrak kulit buah ruruhi sebanyak 0,5%, 5% dan 10% dalam formula sediaan lipstik. 2. Variabel terikat adalah stabilitas sediaan lipstik yaitu organoleptik, kekuatan lipstik, pH, titik lebur, daya oles, homogenitas dan potensi iritasi sediaan lipstik yang dihasilkan. F. Definisi Operasional Untuk menghindari salah pengertian dan penafsiran terhadap variabelvariabel pada penelitian ini, maka diberikan suatu pengertian dan definisi operasional sebagai berikut : 1.

Ekstrak kulit buah ruruhi adalah buah ruruhi matang dengan warna merah keunguan yang telah melewati tahap sortasi basah, pencucian menggunakan air mengalir, pemisahan kulit buah dari daging dan bijinya menggunakan pisau, penghalusan, kemudian dilakukan maserasi termodifikasi dengan etanol 96% yang diasamkan dengan HCl 1%, lalu diuapkan pelarutnya menggunakan rotary evaporator dan didapatkan ekstrak yang kental.

2.

Pewarna bibir (lipstik) dalam penelitian ini adalah suatu sediaan kosmetik dekoratif yang dibuat dengan bahan dasar beeswax, minyak jarak dengan penambahan pewarna dari ekstrak kulit buah ruruhi dengan berbagai konsentrasi yaitu 0,5%, 5% dan 10% serta penambahan bahan lain yang diizinkan dan dapat memperbaiki mutu sediaan lipstik tanpa menimbulkan iritasi kulit.

3.

Evaluasi mutu sediaan lipstik adalah parameter yang telah ditetapkan untuk mengetahui layak atau tidaknya ekstrak kulit buah ruruhi digunakan sebagai

30

bahan pewarna dalam formulasi sediaan lipstik. Evaluasi sediaan lipstik diantaranya adalah uji kekuatan lipstik, penentuan pH, uji stabilitas sediaan, uji titik lebur, uji oles, uji homogenitas dan uji iritasi. 4.

Uji kekuatan adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui ketahanan bentuk sediaan pada saat diaplikasikan di bibir.

5.

Penentuan pH adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui derajat keasaman sediaan lipstik sehingga dapat diketahui kelayakannya untuk penggunan pada bibir.

6.

Uji stabilitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan dan sepanjang periode penggunaan dan penyimpanan meliputi organoleptik.

7.

Uji titik lebur adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui pada suhu berapa lipstik berubah wujud menjadi cair.

8.

Uji oles adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan lipstik memberikan warna pada saat dioleskan.

9.

Uji homogenitas adalah uji yang dilakukan pada sediaan untuk mengetahui bahwa semua komponen dalam sediaan telah bercampur secara merata.

10. Uji iritasi adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui keamanan sediaan lipstik dari ekstrak kulit buah ruruhi setelah kontak dengan kulit.

31

G. Prosedur Penelitian 1. Pengambilan sampel Buah ruruhi (Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & L.M. Perry) diambil di kebun raya Universitas Halu Oleo, Kel. Anduonohu. Buah ruruhi yang digunakan adalah buah yang matang dengan warna merah keunguan. 2. Preparasi sampel Buah ruruhi (Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & L.M. Perry) diambil yang sudah matang berwarna merah keunguan. Dilakukan preparasi sampel yang meliputi sortasi basah, pencucian menggunakan air mengalir, dipisah kulit buah dari daging dan bijinya menggunakan pisau dan ditimbang kemudian dihaluskan menggunakan blender. 3. Pembuatan ekstrak kulit buah ruruhi Kulit buah yang telah halus dilakukan maserasi termodifikasi dengan etanol 96% yang diasamkan dengan HCL 1% selama 3 x 1 jam dan diaduk menggunakan magnetic stirrer, penggantian pelarut dilakukan tiap 1 jam. Kulit buah yang telah dimaserasi diambil filtratnya, dimasukkan ke dalam labu rotary dan di evaporasi menggunakan rotary evaporator pada suhu 40oC, kemudian di uapkan sisa pelarut menggunakan waterbath dan didapatkan ekstrak kulit buah ruruhi (Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & L.M. Perry) yang kental.

32

4. Formulasi lipstik a. Bahan formula lipstik Tabel 1. Bahan formula lipstik Bahan Ekstrak kulit buah ruruhi Beeswax Minyak jarak

F1 0,5 15 40

Lanolin BHT Propil paraben Propilen glikol Gliseril monostearat Pengaroma vanilla

4 0,02 0,05 10 4 q.s

Formula (%) F2 F3 5 10 15 15 40 40 4 0,02 0,05 10 4 q.s

4 0,02 0,05 10 4 q.s

Kegunaan Zat Pewarna Lilin/wax Fase minyak/emollient Modifier Wax Antioksidn Pengawet Kosolven Surfaktan Pengaroma

b. Pembuatan lipstik Pembuatan lipstik ekstrak kulit buah ruruhi (Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & L.M. Perry) dimulai dengan membuat massa A dengan cara propil paraben dilarutkan dengan propilen glikol, ditambahkan ekstrak kulit buah ruruhi diaduk hingga homogen. Butil hidroksitoluen dilarutkan dalam minyak jarak ditambahkan gliseril monostearat dan kemudian ditambahakan massa A diaduk hingga homogen dan diperoleh campuran 1. Dibuat campuran 2 yang berisi beeswax dan lanolin ditimbang dan dimasukkan dalam cawan penguap, kemudian dilebur diatas penangas air pada suhu 85oC diaduk hingga terbentuk massa cair. Ditambahkan campuran 1 secara perlahan-lahan ke dalam campuran 2. Diturunkan suhu sekitar 70oC lalu ditambahkan pengaroma vanilla, aduk hingga homogen. Selagi cair, dimasukkan ke dalam cetakan kemudian didinginkan sampai 40oC dan dimasukkan dalam freezer (-23oC). Setelah membeku massa dikeluarkan dari cetakan dan dimasukkan dalam wadah lipstik (roll up lipstick) (Risnawati dkk., 2012; Pradanakusuma dan Zakiah, 2003).

33

5. Evaluasi mutu sediaan lipstik Evaluasi mutu dilakukan terhadap masing-masing sediaan lipstik. Evaluasi mutu sediaan lipstik meliputi : uji kekuatan lipstik, penentuan pH, uji stabilitas sediaan, uji titik lebur, uji oles, uji homogenitas dan uji iritasi. a. Uji kekuatan lipstik Pengamatan dilakukan terhadap kekuatan lipstik dengan cara lipstik diletakkan horizontal. Pada jarak kira-kira ½ inci dari tepi lipstik, digantungkan beban yang berfungsi sebagai penekan. Tiap 30 detik berat penekan ditambah (10 gram). Penambahan berat sebagai penekanan dilakukan terus menerus sampai lipstik patah, pada saat lipstik patah merupakan nilai kekuatan lipstiknya (Vishwakarma, dkk.,

2011). Parameter uji kekuatan dilakukan dengan

membandingkan berat beban sediaan lipstik menggunakan ekstrak kulit buah ruruhi dengan dua sediaan lipstik yang beredar dipasaran, dimana dalam penelitian yang telah dilakukan Risnawati (2012) lipstik pembanding yang beredar dipasaran patah pada penekanan dengan penambahan berat 84,97 gram dan 94,97 gram. b. Penentuan pH Alat pH meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan dilebur dalam beaker glass dengan 100 mL air suling di atas penangas air. Setelah dingin kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan

34

pH meter merupakan pH sediaan. Penentuan pH dilakukan tiga kali pada tiga lipstik terhadap masingmasing konsentrasi (Rawlins,2003). Lipstik yang baik mempunyai nilai keasaman mendekati nilai pH fisiologis kulit bibir yaitu ± 4 (Lauffer, 1985). c. Uji stabilitas sediaan Pemeriksaan stabilitas sediaan dilakukan terhadap adanya perubahan bentuk, warna dan bau dari sediaan lipstik dilakukan terhadap masing-masing sediaan selama penyimpanan pada suhu kamar pada hari ke 1, 5, 10 dan selanjutnya setiap 5 hari hingga hari ke-30 (Vishwakarma, dkk., 2011). Pada perubahan bentuk diperhatikan apakah lipstik terjadi perubahan bentuk dari bentuk awal pencetakan atau tidak, pada perubahan warna diperhatikan apakah lipstik terjadi perubahan warna dari warna awal pembuatan lipstik atau tidak, pada perubahan bau diperhatikan apakah lipstik masih berbau khas dari parfum yang digunakan atau tidak (Risnawati dkk., 2012). d. Uji titik lebur Pengamatan dilakukan terhadap titik lebur lipstik dengan cara

melebur

lipstik. Lipstik dimasukkan dalam oven dengan suhu awal 50oC selama 15 menit, diamati apakah lipstik meleleh atau tidak, setelah itu suhu dinaikkan 1oC setiap 15 menit dan diamati pada suhu berapa lipstik mulai meleleh (Risnawati dkk., 2012). Sediaan lipstik yang baik adalah sediaan lipstik dengan titik lebur dengan suhu di atas 50ºC (Vishwakarma, dkk., 2011). e. Uji oles Uji oles dilakukan secara visual dengan cara mengoleskan lipstik pada kulit punggung tangan kemudian mengamati banyaknya warna yang menempel dengan

35

perlakuan 5 kali pengolesan. Sediaan lipstik dikatakan mempunyai daya oles yang baik jika warna yang menempel pada kulit punggung tangan banyak dan merata dengan beberapa kali pengolesan pada tekanan tertentu. Sedangkan sediaan dikatakan mempunyai daya oles yang tidak baik jika warna yang menempel sedikit dan tidak merata. Pemeriksaan dilakukan terhadap masing-masing sediaan yang dibuat dan dioleskan pada kulit punggung tangan dengan 5 kali pengolesan (Keithler, 1956). f. Uji homogenitas Masing-masing sediaan lipstik yang dibuat dari ekstrak biji coklat diperiksa homogenitasnya dengan cara mengoleskan sejumlah tertentu sediaan pada kaca yang transparan. Sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butir-butir kasar (Ditjen POM, 1979). g. Uji iritasi Teknik yang digunakan pada uji iritasi ini adalah uji tempel terbuka (Patch Test) pada kulit lengan bawah bagian dalam terhadap 10 orang panelis. Kriteria panelis uji iritasi yaitu wanita berusia 20-35 tahun, mempunyai kulit yang sehat, tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi, bersedia dijadikan panelis uji iritasi dan panelis adalah orang terdekat dan sering berada disekitar pengujian sehingga lebih muda diawasi dan diamati bila ada reaksi yang terjadi pada kulit yang sedang diuji (Ditjen POM, 1985). Uji tempel terbuka dilakukan dengan mengoleskan sediaan pada lengan bawah bagian dalam yang dibuat pada lokasi lekatan dengan luas tertentu (2,5 x 2,5 cm), dibiarkan terbuka dan diamati apa yang terjadi. Uji ini dilakukan sebanyak 3

36

kali sehari dalam 3 hari selama 10 menit untuk setiap sediaan, reaksi yang terjadi diamati (Siregar dan Putri, 2014). Reaksi iritasi ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak pada kulit lengan bawah yang diberi perlakuan (Ditjen POM, 1985). Tanda-tanda keadaan kulit untuk mencatat reaksi iritasi diberi nilai sebagai berikut: 1) Tidak ada reaksi

0

2) Kulit merah

1

3) Gatal-gatal

2

4) Edema (bengkak)

3

Indeks iritasi dihitung dengan cara menjumlahkan nilai dari setiap panelis setelah pengaplikasian sediaan lipstik dari berbagai konsentrasi, kemudian dibagi 3. Penilaian iritasinya sebagai berikut (Siregar dan Putri, 2014; Irsan dkk., 2013) : 0,00

= Tidak mengiritasi

0,04 - 0,99

= Sedikit mengiritasi

1,00 – 2,99

= Iritasi ringan

3,00 – 5,99

= Iritasi sedang

6,00 – 8,00

= Iritasi berat

37

DAFTAR PUSTAKA Adliani, N., Nazliniwaty dan Djendikita, P., 2012, Formulasi Lipstik Menggunakan Zat Warna Dari Ekstrak Bunga Kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm.), Journal of Pharmaceutics and Pharmacology, 1(2), 88. Afriyeni, H., dan Nila, W.U., Identifikasi Zat Warna Rhodamin B Pada Lipstik Berwarna Merah yang Beredar di Pasar Raya Padang, Jurnal Farmasi Higea, 8(1), 60. Anwar, E., 2012, Eksipien dalam Sediaan Farmasi, Dian Rakyat, Jakarta. Ariyanti, E.E., Rony, I., Lia, H., and Deden, M., 2012, Distribution Of Syzygium spp. (Klampok) In Some Areas Of Bromo Tengger Semeru National Park, East Java, Proc Soc Indon Biodiv Intl Conf., 1, 141. Backer, C.A., and Bakhuizen, V.D.B., 1963, Flora Of Java, N.V.P. Noordhof, Gronigen The Netherlands. Balsam, M.S., 1972, Cosmetic Science and Technology 2nd Edition, John Willy and Son Inc., New York. Bhairy, S. R., Jagadevappa, S.P., Alifa, M.M., Priyanka, N.C., and Esha, J.P., 2016, Translabial Route: A Novelistic Platform For Systemic Drug Delivery, International Journal of Innovative Pharmaceutical Sciences and Research, 4(7), 842-843. Depkes RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Depkes Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Ditjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Depkes RI, Jakarta. Ditjen POM, 1985, Formularium Kosmetika Indonesia, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Ditjen POM, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Draelos, Z.D., 2010, Cosmetic Dermatology Products and Procedures, 1st Edition, Blackwell Publishing, USA. Handayani, P.A., dan Asri, R., 2012, Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Dragon Fruit) Sebagai Pewarna Alami Makanan Pengganti Pewarna Sintetis, Jurnal Bahan Alam Terbarukan, 1(2), 20.

38

Harry, R.G., Wilkinson, J.B., and Moore, R.J., 1982, Harry’s Cosmeticology 7th Edition, Chemical Publishing Company, New York. Howard, G.M., 1974, Perfumes, Cosmetics and Soaps 3rd Edition Vol.8, Chapman and Hall, London. Irnawati, Wa Ode, S.Z., dan Arifah, Anthoycanin Total and Antioxidant Activity of Ruruhi (Syzygium polycephalum Merr.) Fruits, PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi, 6(3), 170-173. Irsan, Marianti, A.M., Ermina, P., dan Usmar, 2013, Uji Iritasi Krim Antioksidan Ekstrak Biji Lengkeng (Euphoria longana Stend) Pada Kulit Kelinci (Oryctolagus cuniculus), Majalah Farmasi dan Farmakologi, 17(2), 57. Krishnapriya, Ramesh, K., Vishnu, S., dan Sreeja, C.N., 2015, Translabial Route: As a Platform For Systemic Drug Delivery, Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 7(5), 335. Lima, A.D.J.B., Angelita D.C., Adelir, A.S., Mariana, P.M., Rachel, O.C., 2011, Anthocyanins, Pigment Stability and Antioxidant Activity In Jabuticaba [Myrciaria cauliflora (Mart.) O. Berg], Revista Brasileira De Fruitcultura Jaboticabal, 33(3), 877. Maharini, I., Sri, W., dan Diah, T.U., 2017, Formulasi Nanopartikel Ekstrak Buah Naga (Hylocereus Polyrhizus) Sebagai Zat Warna Sediaan Lipstik, Chempublish Journal, 2(1), 38. Mamoto, L.V., dan Fatimawali, G.C., Analisis Rhodamin B Pada Lipstik yang Beredar di Pasar Kota Manado, PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi, 2(02), 62. Mitsui, T., 1997, New Cosmetic Science, Elsveir Science, Amsterdam. Mudiana, D., 2005, Pemencaran Syzygium cormiflorum (F. Muell.) B. Hyland. di Sekitar Pohon Induk dalam Cagar Alam Lamedae, Kolaka, Sulawesi Tenggara, Biodiversitas, 6(2), 129. Mukhriani, 2014, Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif, Jurnal Kesehatan, 7(2), 362-363. Permenkes RI, 2010, Izin Produksi 1175/Menkes/PER/VIII/2010, Menkes, Jakarta.

Kosmetika

Nomor

Poucher’s, 2000, Parfumes, Cosmetics and Soaps, 10th Edition, Kluwer Academic Publisher, London.

39

Pradanakusuma, O., dan Zakiah, W., 2003, Optimasi Proses Pembuatan Lipstik dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Malam Lebah, J. Tek Ind.Pert., 14(3), 98. Risnawati, Nazliniwaty, dan Djendakita, P., 2012, Formulasi Lipstik Menggunakan Ekstrak Biji Coklat (Theobroma cacao L.) Sebagai Pewarna, Journal of Pharmaceutics and Pharmacology, 1(1), 79-82. Siregar, Y.D.I., dan Putri, U., 2014, Pemanfaatan Ekstrak Kulit Melinjo Merah (Gnetum Gnemon) sebagai Pewarna Alami pada Pembuatan Lipstik, Jurnal Kimia Valensi, 4(2), 101-107. Sudarmi, S., Purwo, S., Anna, S., dan Anggun, S.W., Ekstraksi Sederhana Antosianon dari Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) sebagai Pewarna Alami, Eksergi, 12(1), 5-6. Tranggono, R.I., dan Latifah, F., 2007, Buku Pegangan Ilmu Kosmetik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Zerbielli, L., Nienow, A.A., Dalacorte, L., Jacobs, R., and Daronch, T., 2016, Physicochemical Diversity Of Jabuticaba Fruits On A Site Of Natural Occurrence, Revista Brasileira De Fruitcultura Jaboticabal, 38(1), 108.

40

LAMPIRAN Lampiran 1. Alur Penelitian Buah ruruhi (Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & L.M. Perry)

Kulit buah

Maserasi

Ekstrak

Pembuatan Formula Lipstik

Evaluasi mutu sediaan lipstik : 1. Uji kekuatan lipstik

Lipstik

2. Penentuan pH sediaan 3. Uji stabilitas sediaan 4. Uji titik lebur 5. Uji oles 6. Uji homogenitas 7. Uji iritasi

41

Lampiran 2. Prosedur Penelitian a. Pembuatan Larutan HCL 1% HCl 37% - Diambil sebanyak 1,35 mL - Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL

- Ditambahkan dengan aquadest hingga tanda tera dan dihomogenkan HCl 1% b. Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Buah Ruruhi Buah Ruruhi - Dibersihkan - Dipisahkan kulit buah dari daging dan bijinya

- Ditimbang kulit buah 500 g dan diblender - Dimaserasi 3 x 1 jam dengan pelarut etanol 96% sebanyak 2500 mL yang telah diasamkan dengan HCl 1 % sebanyak 25 mL diatas magnetic stirrer - Disaring

Residu

Filtrat - Ditampung dalam labu rotary - Dievaporasi menggunakan rotary evaporator pada suhu 40oC - Diuapkan sisa pelarut menggunakan waterbath Ekstrak etanol kulit buah ruruhi

42

c. Pembuatan lipstik Propilparaben - Dilarutkan dalam propilen glikol - Dilarutkan ekstrak kulit buah ruruhi (zat pewarna) ke dalam campuran

propilparaben dan propilen glikol - Diaduk hingga homogen Massa A

BHT - Ditimbang 0,001393 g - Digerus - Dimasukkan dalam minyak jarak kemudian ditambahkan gliseril monostearat - Ditambahkan massa A - Diaduk hingga homogen Campuran 1

Beeswax - Ditimbang 1,045 g

- Dimasukkan dalam cawan penguap - Dilakukan perlakuan yang sama pada lanolin - Dilebur diatas penangas air pada suhu 85oC - Diaduk sampai terbentuk massa cair Campuran 2

43

Campuran 2 - Ditambahkan campuran 1 secara perlahan-lahan - Diturunkan suhu sekitar 70oC kemudian ditambahkan pengaroma vanilla - Diaduk hingga homogen - Dimasukkan dalam cetakan - Didinginkan sampai suhu 40oC - Dimasukkan dalam freezer (-23oC) - Dimasukkan dalam wadah lipstik setelah 30 menit dalam freezer Lipstik

d. Evaluasi Mutu Sediaan Lipstik 1. Uji Kekuatan Lipstik Lipstik F1

Lipstik F2

Lipstik F3

- Diletakkan lipstik pada posisi horizontal - Digantungkan beban yang berfungsi sebagai pemberat pada jarak kira-kira ½ inci dari tepi lipstik - Ditambah pemberat (10 gram) tiap interval waktu

30 detik sampai lipstik patah - Dicatat jumlah pemberat yang telah digunakan Nilai kekuatan lipstik

44

2. Penentuan pH Lipstik F1

Lipstik F2

Lipstik F3

- Dibuat dalam konsentrasi 1% (ditimbang 1 g sediaan dan dilebur dalam beaker glass dengan

100 mL air suling diatas penangas air - Diukur pHnya setelah suhu turun menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi terlebih dahulu - Dicatat angka konstan yang ditunjukkan pH meter - Dilakukan 3 kali pada 3 lipstik terhadap masingmasing sediaan lipstik yang diuji Nilai pH

3. Uji Stabilitas Sediaan Lipstik F1

Lipstik F2

Lipstik F3

- Dilakukan pengamatan terhadap perubahan bentuk, warna dan bau dari masing-masing sediaan lipstik selama penyimpanan pada suhu kamar pada hari ke 1, 5, 10 dan selanjutnya setiap 5 hari hingga hari ke-30

Hasil

45

4. Uji Titik Lebur Lipstik F1

Lipstik F2

Lipstik F3

- Dimasukkan dalam oven dengan suhu awal 50oC selama 15 menit - Diamati apakah lipstik melebur atau tidak - Dinaikkan 1oC setiap 15 menit - Diamati pada suhu berapa lipstik mulai melebur Nilai titik lebur

5. Uji Oles Lipstik F1

Lipstik F2

Lipstik F3

- Dioleskan pada kulit punggung tangan - Diamati banyaknya warna yang menempel dengan perlakuan 5 kali pengolesan pada tekanan tertentu Hasil

46

6. Uji Homogenitas Lipstik F1

Lipstik F2

Lipstik F3

- Dioleskan sejumlah tertentu sediaan pada kaca yang transparan - Diamati susunan yang terlihat adanya butir-butir kasar atau homogen Hasil

7. Uji Iritasi Lipstik F1

Lipstik F2

Lipstik F3

- Dioleskan sediaan pada lengan bawah bagian dalam dengan luas lekatan tertentu (2,5 x 2,5 cm) - Dibiarkan terbuka selama 10 menit dilakukan sebanyak 3 kali sehari dalam 3 hari - Diamati reaksi kulit yang terjadi Hasil

47

Lampiran 3. Perhitungan Bahan a. Pembuatan Larutan HCL 1% M1 x V1

= M2 x V2

37% x V1 = (1% x 50 mL) 1% 𝑥 50 𝑚𝐿

V1

=

V1

= 1,35 mL

37%

Pembuatan larutan HCl 1% yaitu diambil volume HCl 37% sebanyak 1,35 mL dan dicukupkan 50 mL akuades dalam pembuatan 50 mL. b. Perhitungan formula dengan konsentrasi ekstrak kulit buah ruruhi 0,5% 1) Ekstrak

0,5

= 100 x 7 g = 0,035 g 10

Dilebihkan 10%

= 100 x 0,035 = 0,0035 g

Total 0,035 + 0,0035

= 0,0385 g

2) Basis - Beeswax 15% Dilebihkan 10%

99,5

= 100 x 7 g = 6, 965 g 15

= 100 x 6,965 g =1,045 g 10

= 100 x 1,045 g = 0,1045g

Total 1,045 g + 0,1045 g - Castor Oil 40% Dilebihkan 10%

40

= 100 x 6,965 g = 2,786 g 10

= 100 x 2,786 g = 0,2786 g

Total 2,786 g + 0,2786 g - Lanolin 4% Dilebihkan 10%

= 1,1495 g

= 3,0646 g

4

= 100 x 6,965 g = 0,2786 g 10

= 100 x 0,2786 = 0,02786 g

48

Total 0,2786 g + 0,02786 g = 0,30646 g - BHT 0,02% Dilebihkan 10%

=

0,02 100

x 6,965 = 0,001393 g

10

= 100 x 0,001393 g = 0,0001393 g

Total 0,001393 g + 0,0001393 g = 0,0015323 g - Propilparaben 0,05%= Dilebihkan 10%

0,05 100

x 6,965 g = 0,0034825 g

10

= 100 x 0,0034825 g = 0,00034825 g

Total 0,0034825 g + 0,00034825 g = 0,00383075 g 10

- Propilen glikol 10% = 100 x 6,965 g = 0,6965 g Dilebihkan 10%

10

= 100 x 0,6965 g = 0,06965 g

Total 0,6965 g + 0,06965 g = 0,76615 g - Gliseril Monostearat 4%

4

= 100 x 6,965 g = 0,2786 g 10

Dilebihkan 10%

= 100 x 0,2786 g = 0,02786

Total 0,2786 g + 0,02786 g = 0,30646 g c. Perhitungan formula dengan konsentrasi ekstrak kulit buah ruruhi 5% 1) Ekstrak

5

= 100 x 7 g = 0,35 g 10

Dilebihkan 10%

= 100 x 0,035 = 0,035 g

Total 0,035 + 0,0035

= 0,385 g

2) Basis - Beeswax 15% Dilebihkan 10%

95

= 100 x 7 g = 6,65 g 15

= 100 x 6,65 g =0,9975 g 10

= 100 x 0,9975 g = 0,09975 g

49

Total 0,9975 g + 0,09975 g = 1,09725 g - Castor Oil 40% Dilebihkan 10%

40

= 100 x 6,65 g = 2,66 g 10

= 100 x 2,66 g = 0,266 g

Total 2,66 g + 0,266 g - Lanolin 4% Dilebihkan 10%

= 2,926 g 4

= 100 x 6,65 g = 0,266 g 10

= 100 x 0,266 = 0,0266 g

Total 0,266 g + 0,0266 g - BHT 0,02% Dilebihkan 10%

=

0,02 100

= 0,2926 g x 6,65 = 0,00133 g

10

= 100 x 0,00133 g = 0,000133 g

Total 0,00133 g + 0,000133 g = 0,001463 g - Propilparaben 0,05%= Dilebihkan 10%

0,05 100

x 6,65 g = 0,003325 g

10

= 100 x 0,003325 g = 0,0003325 g

Total 0,003325 g + 0,0003325 g

= 0,0036575 g

10

- Propilen glikol 10% = 100 x 6,65 g = 0,665 g Dilebihkan 10%

10

= 100 x 0,665 g = 0,0665 g

Total 0,665 g + 0,0665 g - Gliseril Monostearat 4%

= 0,7315 g 4

= 100 x 6,65 g = 0,266 g 10

Dilebihkan 10%

= 100 x 0,266 g = 0,0266

Total 0,266 g + 0,0266 g

= 0,2926 g

50

d. Perhitungan formula dengan konsentrasi ekstrak kulit buah ruruhi 10% 1) Ekstrak

10

= 100 x 7 g = 0,7 g 10

Dilebihkan 10%

= 100 x 0,7 = 0,07 g

Total 0,7 + 0,07

= 0,77 g

2) Basis - Beeswax 15% Dilebihkan 10%

90

= 100 x 7 g = 6,3 g 15

= 100 x 6,3 g =0,945 g 10

= 100 x 0,945 g = 0,0945 g

Total 0,945 g + 0,0945 g - Castor Oil 40% Dilebihkan 10%

40

= 100 x 6,3 g = 2,52 g 10

= 100 x 2,52 g = 0,252 g

Total 2,52 g + 0,252 g - Lanolin 4% Dilebihkan 10%

= 2,772 g 4

= 100 x 6,3 g = 0,252 g 10

= 100 x 0,252 = 0,0252 g

Total 0,252 g + 0,0252 g - BHT 0,02% Dilebihkan 10%

= 1,0395 g

=

0,02 100

= 0,2772 g x 6,3 = 0,00126 g

10

= 100 x 0,00126 g = 0,000126 g

Total 0,00126 g + 0,000126 g = 0,001386 g - Propilparaben 0,05%= Dilebihkan 10%

0,05 100

x 6,3 g = 0,00315 g

10

= 100 x 0,00315 g = 0,000315 g

Total 0,00315 g + 0,000315 g

= 0,003465 g

51

10

- Propilen glikol 10% = 100 x 6,3 g = 0,63 g Dilebihkan 10%

10

= 100 x 0,63 g = 0,063 g

Total 0,63 g + 0,063 g - Gliseril Monostearat 4%

= 0,693 g 4

= 100 x 6,3 g = 0,252 g 10

Dilebihkan 10%

=

Total 0,252 g + 0,0252 g

= 0,2772 g

100

x 0,252 g = 0,0252 g

52

Related Documents


More Documents from ""