Bismillah Proposal Peneltian Epli.docx

  • Uploaded by: Epli Rahmad Mandala Putra
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bismillah Proposal Peneltian Epli.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,560
  • Pages: 20
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kabupaten Tanjung Jabung Timur Secara geografis terletak antara 0°53 1°41 Lintang Selatan dan antara 103°23 - 104°31 Bujur Timur. Sebelah Utara dan Timur berbatasan dengan Laut China Selatan, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Muaro Jambi, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Muaro Jambi. Berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan puau-pulau kecil, luas wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur termasuk perairan dan 30 pulau kecil (termasuk pulau berhala, 11 diantaranya belum bernama) menjadi 13.102,25km². Kabupaten Tanjung Jabung Timur mempunyai potensi sumber daya alam pada sektor kelautan dan perikanan yang cukup besar, dengan panjang garis pantai 191 km yang membentang dari perbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Barat sampai dengan perbatasan Provinsi Sumatra Selatan yang mempunyai potensi perikanan tangkap laut dengan luas areal 77.752 hektar. Berdasarkan produksi ikan menurut sub sektor Dinas Perikanan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, hasil perikanan tangkap yang terdiri dari perikanan laut produksinya mencapai 23.491,54 ton, perairan umum mencapai 130,86 ton, serta hasil budidaya perikanan mencapai 120,4 ton. Dari berbagi jenis perairan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur ini dengan produksi terbesar untuk perairan laut terdapat di Kecamatan Mendahara, Kecamatan Nipah Panjang, Kecamatan Sadu, Kecamatan Kuala Jambi dan Kecamatan Muara Sabak Timur (Dinas Perikanan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2014). Salah satu kecamatan yang ada di Tanjung Jabung Timur adalah Nipah Panjang. Nipah Panjang terletak diujung sebelah timur pulau Sumatra. Mayoritas penduduk berprofesi sebagai nelayan dan petani. Nelayan yang berada di Nipah Panjang kebanyakan mencari ikan diperairan Jambi-Riau karena menurut mereka diperairan tersebut tenang dan berpotensi untuk menangkap ikan. Alat penangkapan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi hasil tangkapan, dimana dalam melakukan penangkapan harus menggunakan alat tangkap agar ikan lebih

1

mudah ditangkap. Pentingnya suatu alat tangkap memungkinkan adanya perkembangan dari konstruksi alat tangkap tersebut agar dalam melakukan penangkapan dapat memperoleh hasil yang optimal dan tidak merusak ekosistem perairan. Penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan yang sesuai dengan CCRF harus dilakukan sesuai dengan 9 kriteria (Firdaus et al., 2017). Jaring insang hanyut (Drift gillnet) adalah jaring insang yang cara pengopersiannya dibiarkan hanyut disuatu perairan, baik dihanyutkan pada permukaan, kolom perairan atau dasar perairan. Pengoperasian dari jaring insang hanyut permukaan dan jaring insang hanyut kolom perairan adalah dengan salah satu ujungnya diikatkan pada kapal, atau semuanya dibiarkan hanyut terbawa arus maupun terbawa angin tanpa diikatkan pada kapal. Jaring insang ini ditujukan untuk menangkap ikan pelagis baik di perairan lepas ataupun perairan pantai seperti ikan kembung, ikan tuna, ikan layaran dan ikan pelagis lainnya (Reni, 2018). Alat tangkap Jaring insang hanyut (Drift gillnet) merupakan salah satu alat yang dioperasikan oleh nelayan Kelurahan Nipah Panjang 1. Hasil tangkapan utama biasanya berupa ikan senangin (Eleutheronema tetradactylum), ikan gulamah (Johnius trachycephalus), ikan bawal hitam (Parastromateus niger), ikan bawal putih (Pampus argentus), ikan parang (Chirocentrus dorab) Namun ada juga ikan – ikan yang tertangkap merupakan hasil tangkapan sampingan yang bernilai ekonomis tinggi seperti ikan tenggiri (Scomberomorus commerson), ikan otek (Arius venosus), ikan Manyung (Arius thalassinus)). Banyaknya spesies ikan juga berhubungan dengan perbedaan tingkah laku dari masing-masing spesies ikan. Dalam hal kebiasaan mencari makan (food habits) ikan yang satu dengan yang lain memiliki kebiasan yang berbeda, misalnya kebiasaan ikan mencari makan berdasarkan waktu ada yang aktif mecari makan di siang hari (diurnal) contohnya ikan nila. Adapula yang aktif mencari makan dimalam hari (nocturnal) contohnya ikan lele, seperti pendapat Iqbal (2011), Ikan lele jarang menampakkan aktivitasnya pada siang hari dan lebih menyukai tempattempat yang gelap, agak dalam dan teduh. Hal ini bisa dimengerti karena lele adalah binatang nokturnal yang mempunyai kecenderungan beraktivitas dan mencari makan pada malam hari. Pada siang hari lele lebih suka berdiam atau berlindung ditempat-tempat yang gelap. Oleh sebab itu nelayan juga harus mempertimbangkan

2

waktu penangkan ikan yang paling baik untuk menghasilkan jumlah hasil tangkapan yang banyak. Menurut Rosyid et al., (2005). Waktu penangkapan yang berbeda menghasilkan perbedaan pula dalam hasil tangkapan. Pada umumnya nelayan Kelurahan Nipah Panjang 1 melakukan penangkapan pada siang hari dan mendapatkan hasil yang cukup baik, namun berbeda dengan pendapat Riyanto et al., (2011) yang mengatakan bahwa hasil tangkapan kerapu macan pada malam hari memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan hasil tangkapan pada siang hari. Namun hanya sedikit nelayan di Kelurahan Nipah Panjang 1 yang melakukan penangkapan di malam hari, hal ini dikarenakan nelayan tidak memiliki peralatan yang memadai untuk keperluan penangkapan malam seperti lampu (light fishing) untuk alat bantu penagkapan dan juga karena kebiasaan nelayan itu sendiri. Berdasarkan uraian diatas maka diperlukan penelitian tentang Perbedaan Hasil Tangkapan Drift Gill Net Pada Pagi Dan Malam Hari Di Kelurahan Nipah Panjang 1 Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah Berhasilnya

suatu penangkapan serta pengumpulan ikan banyak

dipengaruhi oleh pengetahuan nelayan mengenai alat penangkapan itu sendiri, kondisi lingkungan, tingkah laku ikan, dan keterampilan dalam pengoperasian alat tangkap sangat mempengaruhi hasil tangkapan. Penangkapan waktu pagi dan siang hari sudah lama dilakukan oleh nelayan di Kelurahan Nipah Panjang 1. Penyebaran ikan-ikan dikawasan ini berbeda, sehingga akan mempengaruhi hasil tangkapan pada alat tangkap Drift Gill net. Sehingga baik komposisi maupun jenis ikan yang tertangkap merupakan jumlah individu maka dilakukan peneltian ini. Berdasarkan permasalahan ini dan belum pernah dilakukan penelitian tentang perbedaan hasil tangkapan jaring insang hanyut pada pagi dan malam hari. Maka peneliti ingin mengetahui Perbedaan Hasil Tangkapan Drift Gill Net Pada Pagi Dan Malam Hari Di Kelurahan Nipah Panjang 1 Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

3

1.3. Hipotesis Untuk mengetahui analisis komposisi hasil tangkapan Drift Gill net dengan perbedaan waktu pagi dan malam hari maka penelitian ini diajukan hipotesisi: H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil tangkapan pagi dan malam hari H1 : Terdapat perbedaan hasil tangkapan pagi dan malam hari 1.4. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil tangkapan Drift Gill Net pada waktu pagi dan malam hari di perairan Nipah Panjang 1 berupa data kuantitas (jumlah bobot dan ekor), data kualitas (jenis ikan) dan nilai tangkapan (Rp). .1.5 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu informasi bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya bagi masyarakat atau nelayan setempat tentang pada waktu kapan pengoperasian alat tangkap Drift Gill Net yang optimal, sehingga dapat membandingkan dan meningkatkan usaha penangkapan dari sebelumnya.

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teknologi Penangkapan Kemajuan teknologi dalam bidang penangkapan ikan yang semakin berkembang memberikan dampak positif terhadap peningkatan permintaan pasar. Sebagian besar ikan yang di kirim ke negara tetangga (Ekspor) dan pasar lokal adalah ikan-ikan yang berasal dari laut. Hal ini memberikan gambaran dari perubahan usaha penangkapan ikan yang mulanya melakukan penangkapan ikan untuk kebutuhan pasar-pasar lokal sekarang telah merambah sampai ke pasar-pasar internasional (Sutrisno et al., 2013). Teknologi pilihan dianalisis berdasarkan beberapa aspek yaitu aspek biologi, teknis, social dan ekonomi, sehingga teknologi yang terpilih merupakan teknologi yang tepat berdasarkan aspek tersebut (Septifitri et al., 2010). 2.2. Deskripsi Jaring Insang (Gill net) Gill net adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh bagian badan jaring, lebar lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya. Gill net merupakan alat tangkap dengan kontruksi utama berupa jaring (webbing) (Nurdin, 2009). Gill net sering diterjemahkan dengan jaring insang, jaring rahang, dan lain-lain. Istilah Gill net didasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang tertangkap terjerat disekitar operculumnya pada mata jaring (Sutrisno et al., 2013). Jaring insang merupakan salah satu jenis alat tangkap yang banyak digunakan oleh para nelayan, mulai dari jaring insang lingkar dengan tujuan penangkapan ikan kembung, jaring insang dasar untuk ikan belanak, dan jaring insang permukaan yang dioperasikan dirumpon pada waktu malam hari dengan bantuan cahaya lampu (Tawari, 2013). Jaring insang hanyut (drift gillnet) pada dasarnya juga sama dengan jaring insang gillnet, namun terdapat satu perbedaan yaitu pada cara pengoperasian alat didaerah penangkapan (Reni, 2018).

5

Gambar 1. Jaring insang hanyut (Drift Gill net) (SNI, 2008) 2.3. Konstruksi Jaring Insang (Gill net) Menurut Ramanda et al., (2014) gill net merupakan suatu alat tangkap ramah lingkungan yang berupa selembar jaring berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata jaring (mesh size) yang sama atau seragam dibagian seluruh mata jaring, panjang jaring lebih panjang jika dibandingkan lebar jaring, bagian atas jaring diikatkan pelampung yang dilalui tali pelampung diikatkan pada tali ris atas, sedangkan pada bagian bawah dipasang pemberat yang diikatkan pada tali ris bawah. Fungsi dari pelampung dan pemberat ini agar jaring dapat terbentang sempurna di dalam air. Walau terdapat perbedaan pokok pada tiap-tiap jenis gill net sesuai dengan klasifikasinya, namun secara umum gill net mempunyai persamaan bentuk pokok. Konstruksi jaring insang terdiri atas: 2.3.1. Badan Jaring (Webbing) Badan jaring adalah sebuah lembaran jaring yang tergantung pada tali ris atas. Menurut Setiawati et al., (2015) badan jaring (webbing) jaring insang yang biasa dioperasikan nelayan mempunyai satu lembar jaring badan jaring, dimana semua ukuran mata jaringnya (mesh size) sama besar. Bahan jaring yang paling efektif digunakan adalah menggunakan benang monofilament, yang dalam keadaan ini adalah nilon atau PA (polyamide).

6

2.3.2. Tali Ris Atas Tali ris atas adalah tempat untuk menggantungkan jaring utama dan tali pelampung. Tali yang digunakan untuk tali ris atas dan tali pelampung merupakan tali yang terbuat dari bahan yang sama yaitu polyethylene (PE), tali ini dipasang secara berdampingan (Sutrisno et al., 2013). Tal iris atas lebih mempunyai perbedaan dengan tali ris bawah, hal ini bertujuan supaya alat tangkap lebih kuat dan tahan serta tidak mudah putus saat dioperasikan. 2.3.3. Tali Ris Bawah Tal ris bawah adalah tali tempat dipasangnya pemberat dan tempat menggantungkan jaring utama pada bagian bawah (Ramanda et al., 2014). Terbuat dari bahan poly ethylene (PE). 2.3.4. Tali Pelampung Tali pelampung adalah tempat menggantungkan jaring utama dan tempat letaknya pelampung pada bagian atas jaring. Tali pelampung terbuat dari bahan poly ethylene (PE) dengan arah pintalan Z (Ramanda et al., 2014). 2.3.5. Pelampung Pada gill net dasar, pelampung hanya untuk berfungsi untuk mengangkat tali ris atas saja agar gill net dapat berdiri tegak (vertikal) di dalam air. Untuk gill net pertengahan dan gill net permukaan, disamping pelampung yang melekat pada tali ris atas diperlukan juga pelampung tambahan yang berfungsi sebagai tanda di permukaan perairan. Pelampung yang dipakai biasanya terbuat dari bahan styrofoam, polyvinyl chloride, plastik, karet atau benda lainya yang mempunyai daya apung. Pada hakekatnya bentuk pelampung tidak begitu berpengaruh, yang sangat berpengaruh pada pelampung adalah kemampuanya untuk mengapungkan jaring dan tali-temali sehingga dapat membuka lembaran jaring dan alat bisa beroperasi di permukaan perairan (Khairi et al., 2011). 2.3.6. Pemberat Pemberat berfungsi untuk menenggelamkan badan jaring. Pemberat pada jaring insang umumnya terbuat dari timah, besi dan semen cor. Menurut Khairi et al., (2011) pemberat akan mempengaruhi daya berat yang diberikan dan berfungsi untuk membuka lembaran jaring vertikal sempurna pada saat dioperasikan

7

diperairan yang dibentuk bersama-sama pelampung, selain itu pemberat juga berfungsi sebagai penyeimbang bukaan jaring supaya tidak terlipat oleh arus dan pada saat ikan terjerat. Pemberat ini berfungsi untuk memberikan daya tenggelam pada jaring dan mengimbangi daya apung yang diberikan oleh pelampung. Pemberat dipasang pada tali ris bawah dengan cara mengikat dengan tali yang dimasukkan ke dalam lubang pemberat kemudian mengikat langsung pada tali ris bawah sehingga posisi pemberat berada pada bagian luar tali ris bawah (Najamuddin et al., 2011). 2.3.7. Tali Selambar Tali selambar adalah tali yang dipasang pada kedua ujung alat tangkap untuk mengikat ujung gill net pada pelampung tanda, serta ujung lainya diikatkan pada kapal. Panjang tali selambar yang digunakan umumnya 25-50 meter tergantung ukuran alat tangkap dan kapal yang digunakan. Menurut Ramanda et al., (2014) tali selambar tali yang terletak pada bagian ujung jaring terdiri dari 2 utas tali yaitu tali selambar depan yang gunanya untuk mengikat ujung jaring dengan pelampung tanda, tali selambar belakang berguna untuk menghubungkan jaring ke perahu. 2.4. Teknik Pengoperasian Jaring Insang (Gill Net) Menurut Widiyanto et al., (2016) teknik pengoperasian gill net adalah sebagai berikut:

2.4.1. Persiapan Persiapan dalam operasi gill net meliputi persiapan alat tangkap (menata jaring insang) dan persiapan alat bantu penangkapan (menyediakan perahu, alat dayung). 2.4.2. Setting Menurunkan gill net kedalam perairan, memasang pelampung pada tali ris atas dengan jarak yang ditentukan dan memasang pemberat pada kedua ujung gill net kemudian jaring diturunkan ke dalam perairan.

8

2.4.3. Immersing Waktu tunggu dalam hal ini adalah lamanya waktu setelah penurunan gill net (setting) dengan waktu dimulainya pengangkatan gill net (hauling), diperkirakan gill net telah memperoleh hasil tangkapan. Setelah menunggu dalam beberapa waktu tersebut, maka dilakukan penarikan alat tangkap atau hauling. Menurut Widiyanto et al., (2016) variabel lama perendaman (immersing) berbanding lurus dengan jumlah hasil tangkapan atau dengan kata lain semakin lama perendaman gill net maka semakin banyak peluang gill net untuk menangkap ikan. 2.4.4. Hauling Persiapan, perahu bergerak mendekati pelampung pada ujung gill net, lalu mengambil dan mengangkat pelampung kemudian dinaikan ke atas perahu. Gill net kemudian diangkat ke atas perahu dengan cara ditarik tali ris atasnya. Pada saat mengikat gill net, ikan yang tertangkap diambil dan dimasukkan kedalam box ikan. Gill net yang sudah selesai diangkat kemudian dimasukkan kedalam karung. 2.5. Hasil Tangkapan Pengertian dari hasil tangkapan adalah jumlah dari spesies ikan maupun binatang air lainya yang tertangkap saat kegiatan operasi penangkapan. Hasil tangkapan dibedakan menjadi dua yaitu hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan (by-catch). Hasil tangkapan sampingan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu hasil tangkapan sampingan yang bernilai ekonomis tinggi, hasil tangkapan sampingan yeng bernilai ekonomis rendah dimanfaatkan dan hasil tangkapan sampingan yang dibuang ke laut (Rainaldi et al., 2017). 2.5.1. Ikan Senangin (Eleutheronema tetradactylum) Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Actinopterygii

Ordo

: Perciformes

Famili

: Polynemidae

Genus

: Eleutheronema

Spesies

: Eleutheronema tetradactylum

9

Menurut Efkipano (2012) Ikan Senangin (Eleutheronema tetradactylum)) termasuk suku polynemidae, ikan dalam suku ini mempunyai ciri khas pada sirip dada berupa jari-jari lemah yang bebas satu dengan lainya dibawah sirip dada. Panjang jari-jari lemah yang bebas ini ada yang mencapai sirip ekor. Ikan ini dikenal dengan nama kuro di pantai utara Jawa dan Senangin di pantai timur Sumatera.

Gambar 2. Ikan Senangin (Eleutheronema tetradactylum) Senangin (Eleutheronema tetradactylum) adalah sejenis ikan laut yang tergolong ke dalam suku Polynemidae. Ikan yang bernilai komersial penting ini menyebar terutama di perairan paparan benua Asia, mulai dari Teluk Persia ke timur hingga Australia dan Jepang selatan. Dalam bahasa Inggris senangin dikenal dengan nama Fourfinger threadfin, Giant threadfin, atau Indian Salmon. 2.5.2. Ikan Gerot (Pomadasys maculatus) Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Subfilum

: Vertebrata

Kelas

: Actinopterygii

Ordo

: Perciformes

Famili

: Haemulidae

Genus

: Pomadasys

Spesies

: Pomadasys maculatus

10

Gambar 3. Ikan Gerot (Pomadasys maculatus) Ikan gerot-gerot termasuk dalam Famili Haemulidae yang merupakan jenis ikan demersal dan dinamai grunt karena menghasilkan suara yang berasal dari gesekan gigi dan diperkuat oleh gelembung renang (Pambo et al., 2014). Ciri khas ikan tersebut yaitu: bentuk tubuh pipih, kepala cembung, dagu memiliki dua poripori di setiap sisinya yang diikuti dengan lubang yang terletak pada bagian anterior. Berdasarkan jenis makanan yang dikonsumsi ikan gerot-gerot digolongkan sebagai ikan karnivora yang cenderung pemakan udang-udangan (Annisa et al., 2017). Ikan gerot-gerot (Pamadasys maculatus) adalah Jenis Ikan demersal ekonomis penting di Indonesia. Ikan gerot-gerot memiliki nama umum yaitu Blotched grunt dan biasanya nama lokal yaitu: Ampas tebu, Gerut-Gerut, Kompele Mas, Bibir Tebal. 2.5.3. Ikan Manyung (Arius thalassinus) Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Actinopterygii

Ordo

: Siluriformes

Superamili

: Arioidea

Famili

: Ariidae

Genus

: Arius

Spesies

: Arius thalassinus

11

Gambar 4. Ikan Manyung (Arius thalassinus) Ikan manyung adalah ikan laut yang biasa ditangkap dan diolah sebagai ikan asin yang disebut jambal roti. Ikan ini adalah anggota bangsa ikan berkumis (Siluriformes), famili Ariidae. Ikan manyung (Arius thalassinus) merupakan salah satu ikan dasar (demersal) yang memiliki potensi ekonomis penting, tergolong dalam family Ariidae (Marceniuk dan Menezes, 2007). Ikan manyung dan kerabatnya dari suku Ariidae di Indonesia ada 29 jenis, sebagian hidup di air tawar, dan hanya ada beberapa yang hidup di laut. Selain bernilai ekonomis, ikan-ikan demersal termasuk ikan manyung memiliki nilai gizi yang tinggi dan warna daging putih kemerahan yang tidak kalah bila dibandingkan dengan jenis-jenis ikan ekonomis penting yang selama ini dikenal dengan harga yang cukup mahal (Taunay et al., 2013). 2.6. Waktu Pengoperasian Waktu penangkapan yang dilakukan oleh nelayan dari sore hingga malam hari diduga tidak bertepatan dengan waktu ikan mencari makan bagi ikan dewasa dan ikan remaja. Ikan dewasa mencari makan saat siang hari sedangkan ikan remaja mencari makan saat malam hari (Sari, 2008). Menurut Riyanto et al., (2011), hasil tangkapan ikan kerapu dengan perbedaan umpan dan waktu perendaman berbeda secara signifikan. Hasil tangkapan malam memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan hasil tangkapan pada siang hari. Rosyid et al., (2005) menyatakan bahwa waktu penangkapan yang berbeda menghasilkan perbedaan pula dalam hasil tangkapan.

12

2.7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Tangkapan 2.7.1. Suhu Suhu merupakan salah satu faktor alam yang mempengaruhi keberadaan ikan dalam suatu wilayah perairan. Suhu berperan aktif dalam keberlangsungan kehidupan ikan, karena suhu akan mempengaruhi kebiasaan dan aktifitas ikan. Menurut Hutagalung (1988), suhu adalah salah satu faktor abiotik yang sangat menentukan kelangsungan hidup organisme perairan. Kematian masal organisme biasanya terjadi bila suhu air lebih tinggi dari ambang batas atas (upper lethal limit) atau lebih rendah dari ambang batas bawah (lower lethal limit). Menurut Rakhmanda (2011), suhu dapat menjadi faktor penentu atau pengendali kehidupan flora dan fauna akuatis, terutama suhu didalam air yang telah melampaui ambang batas (terlalu hangat atau dingin). 2.7.2. pH Menurut Hasim et al., (2015) Derajat keasaman (pH) merupakan ukuran asam basah dalam suatu perairan. Perubahan nilai derajat keasaman yang berperan sebagai indikator kualitas air dipengaruhi oleh berlimpahnya senyawa-senyawa kimia baik yang bersifat polutan maupun non-polutan. Rendahnya nilai pH mengindikasikan menurunnya kualitas perairan yang pada akhirnya berdampak terhadap kehidupan biota didalamnya. Air laut umumnya memiliki nilai Ph diatas 7 yang berarti bersifat basis, namun dalam kondisi tertentu nilainya dapat menjadi lebih rendah dari 7 sehingga menjadi bersifat asam (Susana, 2009). 2.7.3. Salinitas Salinitas air laut didefenisikan sebagai tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air, salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Salinitas mempunyai peranan penting dan memiliki ikatan erat dengan kehidupan organisme perairan termasuk ikan, dimana secara fisiologi salinitas berkaitan erat dengan penyesuaian tekanan osmotik ikan tersebut (Tangke et al., 2016).

13

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di perairan Kelurahan Nipah Panjang 1 Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi, pada bulan April hingga Mei 2019. 3.2 Materi dan Peralatan Materi yang digunakan yaitu hasil tangkapan Drift Gill net (jenis, berat dan jumlah) sebagai objek penelitian. Sedangkan peralatan yang digunakan yaitu 2 alat tangkap jaring insang hanyut (Drift Gill net) dengan mesh size 4 inchi, termometer untuk mengukur suhu, pH meter untuk mengukur pH (kadar keasaman atau basa) air, refractometer untuk mengukur salinitas perairan, timbangan untuk mengetahui berat hasil tangkapan, meteran untuk mengukur kedalaman, senter, keranjang, alat tulis dan kamera (handphone). 3.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode experimental yaitu dengan melakukan kegiatan operasi penangkapan langsung dengan nelayan setempat pada daerah biasa nelayan menangkap dengan menggunakan alat tangkap Drift gillnet untuk mengetahui perbedaan hasil tangkapan dengan waktu yang berbeda pada pagi dan malam hari. Menurut Supranto (2003) metode eksperimen ialah usaha pengumpulan data sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk memperoleh suatu kesimpulan yang jelas terutama mengenai kebenaran suatu hipotesis yang mencakup hubungan sebab dan akibat dengan melakukan pengontrolan terhadap satu variabel atau lebih yang pengaruhnya tidak kita kehendaki. Pengambilan sampel dilakukan secara Purposive random sampling dimana setiap lokasi dianggap mewakili hasil tangkapan drift gillnet pada perairan Nipah Panjang. 3.4 Data yang Dihimpun Data yang diambil terdiri dari dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan penelitian langsung yang 14

dilakukan meliputi jumlah hasil tangkapan, jenis ikan, berat ikan, nilai tangkapan dan pengukuran kualitas air. Metode pengumpulan data memakai metode kuantitatif, dengan melakukan pengulangan penangkapan sebanyak 16 kali selama 30 hari untuk memperkecil kemungkinan terjadinya data error. Penentuan jumlah pengulangan ini berdasarkan rumus perhitungan pengulangan menurut Hanafiah (1993) yaitu (r-1) (n-1) ≥ 15. Sedangkan data sekunder adalah data umum yang didapat dari instansi pemerintah kecamatan dan kabupaten yang diperlukan seperti data produksi perikanan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 3.5 Prosedur Penelitian 1. Penelitian ini dilakukan pada pagi (05.00 - 14.00 WIB) dan malam (17.00 – 02.00 WIB). Peneltian ini dimulai dengan mempersiapkan bahan dan peralatan yang diperlukan seperti BBM, es balok, ransum dan sebagainya yang diperlukan untuk persediaan selama melaut kemudian dilanjutkan dengan penetapan lokasi penangkapan sesuai dengan kebiasaan nelayan setempat. 2. Setelah itu dilakukan pengukuran parameter lingkungan dipermukaan perairan seperti suhu, pH, salinitas 3. Hal yang pertama kali dilakukan adalah mengecek kedalaman perairan yang akan di pasang jaring. Kemudian menurunkan pelampung tanda, pelampung utama, badan jaring dan pemberat, sampai semuanya diturunkan atau sudah terentang dengan sempurna lalu jaring ditunggu selama ± 1-2 jam hingga dilakukan penarikan (hauling). 4. Setelah lamanya terentang di perairan lalu dilakukan penarikan (hauling) atau pengangkatan. Pada saat melakukan hauling, alat tangkap disusun kembali

dengan

baik

seperti

sediakalanya

untuk

memudahkan

pengoperasian berikutnya. Ikan – ikan yang tertangkap dimasukkan ke dalam palka/box. 5. Pengoperasian jaring insang hanyut dilakukan selama 16 kali pengulangan selama 30 hari untuk meminimalisir data error dengan menggunakan rumus pengulangan Hanafiah (1993) yaitu (r-1) (n-1) ≥ 15. Dalam satu kali pengoperasian dilakukan 2 kali setting dan hauling pada pagi dan malam hari dengan mempertimbangkan keadaan cuaca dan pasang surut air. Waktu

15

penurunan alat tangkap pada waktu pagi hari berkisar antara jam 05.00 s/d 14.00 wib sedangkan pada malam hari berkisar antara jam 17.00 s/d 02.00 wib. 6. Hasil tangkapan yang diperoleh dicatat berdasarkan jumlah individu (ekor), jumlah berat (kg) untuk setiap operasi penangkapan. 3.6 Asumsi Mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan, maka dalam penelitian ini dikemukakan beberapa asumsi antara lain: 1. Ikan yang berada di daerah penengkapan dapat diansumsikan menyebar secara merata dan mempunyai kesempatan yang sama untuk tertangkap. 2. Keterampilan dan kemampuan setiap nelayan dianggap sama. 3. Faktor lingkungan yang tidak dilakukan pengukuran atau diteliti memberikan pengaruh yang sama terhadap hasil tangkapan. 4. Ketelitian pencatatan seluruh data yang dilakukan oleh peneliti dan pembantu peneliti dianggap sudah mendekati tingkat kecermatan atau dianggap sama. 3.7 Analisis Data Untuk mengetahui adanya pengaruh pebedaan waktu terhadap jumlah hasil tangkapan Drift Gill net per unitnya secara total dalam jumlah berat (Kg), maka peneliti melakukan uji t-Sudjana (1996) : S12 = ∑(X1 - X2)2

n-1 S = (n1 – 1) S12 + (n2 – 1)S22 n1 + n2 - 2 2

Thit =

X1 - X2 S1 1

n1 n2 Dimana: X₁ = Rata-Rata hasil tangkapan pagi hari (Kg) X₂ = Rata-Rata hasil tangkapan malam hari (Kg) n₁ = Jumlah pengulangan pagi hari

16

n₂ S

= Jumlah pengulangan malam hari = Standar deviasi Nilai Thit lalu di bandingkan dengan Ttab, apabila Thit lebih besar dari pada

Ttab maka hipotesis yang di ajukan di tolak, apabila Thit lebih kecil dari pada Ttab maka hipotesis yang di ajukan di terima.

17

DAFTAR PUSTAKA

Annisa, C.A., Rahardjo, M.F., Zahid, A., Simanjuntak, C.P.H., Asriansyah, A., Aditriawan, R.M., 2017. Makanan Dan Kebiasaan Makan Ikan Gerot – Gerot, Pomadasys Kaakan (Cuvier, 1830) Di Teluk Pabean, Jawa Barat. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada. (1) : 31-40 ISSN: 0853-6384. Dinas Perikanan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 2014. Efkipano, T.D., 2012. Analisis Ikan Hasil Tangkapan Jaring Insang Milenium dan Starategi Pengelolaanya di Perairan Kabupaten Cirebon. Tesis. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Magister Ilmu Kelautan, Depok. Firdaus, I., Fitri, A.D.P., Sardiyatmo., Kurohman, F., 2017. Analisis Alat Penangkapan Ikan Berbasis Code of Conductor for Responsible Fisheries (CCRF) di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tawang, Kendal. Journal of Fisheries Science and Technology. 13 (1) : 65-74. Hanafiah, K.A., 1993. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Palembang. PT. Raja Grafinda Persada. Jakarta. Hasim, Koniyo, Y., Kasim, F., 2015. Parameter Fisik-Kimia Perairan Danau Limboto Sebagai Dasar Pengembangan Perikanan Budidaya Air Tawar. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 3(4) : 130–136. Hutagalung, H.P., 1988. Pengaruh Suhu Air Terhadap Kehidupan Organisme Laut. Oseana. 13 (4) : 153-164. Iqbal, M., 2011. Kelangsungan Hidup Ikan Lele (Clarias Gariepinus) Pada Budidaya Intensif Sistem Heterotrofik. Skripsi. Fakultas Sains Dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Khairi, F., Syofyan, Y., Nofrizal, 2011. Analysis of the Construction and Design of Fishing Gear Drift Gill Net Are Used in Waters Kuala Kampar, Kuala Kampar Sub Districts, Pelalawan Districts Riau Province (pp. 1-9). Marceniuk, A.P., and N.A. Menezes. 2007. Systematics of The Family Ariidae (Ostariophysi, Siluriformes), With A Redefinition of The Genera. Zootaxa 1416: 1-126. Magnolia Press. Auckland, New Zealand. Najamuddin, Palo, M., Affandy, A., 2011. Rancangan Bangun Jaring Insang Ikan Terbang di Perairan Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan, 1-12. Nurdin, E. 2009. Perikanan Tuna Skala Rakyat (Small scale) di Prigiri, Trenggalek Jawa Timur, 2(4) : 177-183. Pambo, M., M.R. Denadai., E. Bessa., F.B. Santos., V.H.D. Fatria & A. Turca. 2014. The Barred Grunt (Conodon Nobilis (Perciformes: Haemulidae)) in

18

Shallow Areas of A Trophical Bight: Spatial And Temporal Distribution, Body Growth And Diet. Helgoland Marine Research. 68 : 271–279. Rainaldi, B., Zamdial., Hartono, D., 2017. Komposisi Hasil Tangkapan Sampingan (Bycatch) Perikanan Pukat Udang Skala Kecil Diperairan Laut Pasar Bantal Kabupaten Mukomuko. Jurnal Enggano. 2 (1) : 101-114. Rakhmanda, A. 2011. Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta. Jurnal Ekologi Perairan. 1 : 1-7. Ramanda, P.O., Yuspardianto., Suardi, M.L., 2014. Rancang Bangun Alat Tangkap Jaring Insang Dasar di Korong Ujung Labung Nagara Malai V Suku Kecamatan Batang Gasan Kabupaten Padang Pariaman. 1-16 hal Reni, 2018. Komposisi Hasil Tangkapan Jaring Insang Hanyut (Drift gillnet) dan Aspek Biologi Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi, Trenggalek, Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang. Riyanto, M., Purbayanto, A., Wiryawan, B., 2011. Efektifitas Penangkapan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) Dengan Bubu Menggunakan Umpan Buatan. Jurnal Harpodon Borneo 4 (1). Rosyid, A., Jayanto, B. B, Amaludin, A., 2005. Pengaruh Perbedaan Waktu Penanganan dan Jenis Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Kepiting Bakau Dengan Alat Tangkap Wadong. Psp Perikanan Universitas Diponogoro. Sari, F. W, 2008. Studi Kebiasaan Makanan Ikan Layur (Superfamili Trichiuroidea) Di Perairan Palabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Septifitri., Monintja, D.R., Wisudo, S.H., Martasuganda, S., 2010. Peluang Pengembangan Perikanan Tangkap di Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. 1 (1) : 81-93. Setiawati, B., Wijayanto, D., Pramonowibowo, 2015. Analisis Faktor Produksi Hasil Tangkapan Ikan Kembung (Rastrelliger Sp) Pada Alat Tangkap Drift Gill Net di Kab. Ketapang, Kalimantan Barat. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology. 4 (2) : 40-48. Sudjana, 1992. Metode Statistika. Edisi kelima. Tarsito. Bandung. Supranto, J. 2003. Metode Penelitian Hukum dan Statistik. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Susana, T. 2009. Tingkat Keasaman (Ph) Dan Oksigen Terlarut Sebagai Indikator Kualitas Perairan Sekitar Muara Sungai Cisadane. Jurnal Teknologi Lingkungan. 5 (2) : 33-39. Sutrisno, A., Syofyan, I., Isnaniah, 2013. Study Construction of Gillnet In The Village Nipah Panjang 1, Subdistrict of Nipah Panjang, East Tanjung Jabung

19

Regency, Province of Jambi. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. 1(1): 1-10 Tangke, U., Karuwal, J.W.C., Mallawa, A., Zainuddin, M., 2016. Analisis Hubungan Suhu Permukaan Laut, Salinitas, Dan Arus Dengan Hasil Tangkapan Ikan Tuna di Perairan Bagian Barat Pulau Halmahera. Jurnal IPTEKS PSP. 3 (5) : 368-382. Taunay, P.A., Wibowo, E.K., Redjeki, S., 2013. Studi Komposisi Isi Lambung Dan Kondisi Morfometri Untuk Mengetahui Kebiasaan Makan Ikan Manyung (Arius Thalassinus) Yang Diperoleh Di Wilayah Semarang. Journal of Marine Research. 2 (1) : 87-95. Tawari., R.H.S., 2013. Efisiensi Jaring Insang Permukaan Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Layang (Decapterus macarelus) di Teluk Kayeli. Jurnal Amanisal. 2 (2) : 32-39 Widiyanto, A.T., Pramonowibowo., Setiyanto, I., 2016. Pengaruh Perbedaan Ukuran Mesh Size dan Hanging Ratio Serta Lama Perendaman Jaring Insang (Gill net) Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Red Devil (Amphilophus labiatus) di Waduk Sermo, Kulonprogo. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology, 5(2) : 19-26.

20

Related Documents


More Documents from "nurmaida sholeha"

Cover Usulan Epli.docx
December 2019 19
Ppt Usulan Epli.pptx
December 2019 14
Ny Pariyem.docx
June 2020 17
Spo Hc New.docx
April 2020 18