BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Gambaran Umum UPT Puskesmas Natar Kabupaten lampung Selatan Penelitian ini dilakukan di UPT Puskesmas Natar Kabupaten Lampung Selatan yang terletak di Jalan Dahlia III Kecamatan Natar kabupaten Lampung Selatan. Puskesmas Natar memiliki tanggung jawab upaya kesehatan dibidang promotif, pereventif, kuratif dan rehabilatif dengan wilayah kerja terdiri dari 5 desa yang merupakan bagian dari Kecamatan Natar. Fungsi dari Puskesmas Natar tersebut adalah sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga menuju masayarakat yang mandiri dan sehat serta pusat pelayanan strata I (pelayanan tingkat dasar). UPT Puskesmas Natar terletak di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan dengan luas wilayah kerja UPT Puskesmas Natar ±131,91 km2 yang terbagi menjadi 5 desa yang tersebar di sebagian wilayah kecamatan natar yaitu Natar, Merak Batin, Negara Ratu, Rejosari, Kalisari dengan batas wilayah administrasinya adalah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Puskesmas Tanjungsari Natar
2. Sebelah Selatan
: Berbatasan dengan Puskesmas Hajimena
3. Sebelah barat
: Betbatasan dengan Puskesmas Branti
4. Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Puskesmas Hajimena
60 STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
61
Badan Pusat Statistik Kecamatan Natar mendata jumlah penduduk di wilayah kerja UPT Puskesmas Natar pada tahun 2016 diperkirakan sebanyak 56.191 jiwa terdiri dari 28.845 jiwa laki-laki dan 27.346 jiwa perempuan. Dari 5 desa yang ada di wilayah kerja UPT Puskesmas Natar tercatat terdapat 40 dusun. Desa yang paing banyak penduduknya adalah desa Merak Batin dengan jumlah penduduk sasaran 18.970 jiwa, sedangkan penduduk sasaran yang paling sedikit adalah desa Kalisari yaitu sebnayak 5.156 jiwa. Sedangkan desa dengan jumlah dusun terbanyak ada di desa Negara Ratu yang memiliki 13 dusun sedangkan desa dengan jumlah dusun terkecil adalah desa Kalisari yang memiliki jumlah dusun yaitu 4 dusun. 2. Visi, Misi, Motto Dan Tata Nilai UPT Puskesmas Natar a. Visi Memandirikan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat b. Misi 1) Memotivasi masyarakat untuk berperilaku hidup sehat 2) Meningkatkan upaya kesehatan yang bermutu, terjangkau dan merata 3) Meningkatkan dan mendayagunakan sumber daya manusia c. Motto Kesehatan Adalah Kepuasan Kami d. Tata Nilai SEHATI (Senyum, Empati, Harmonis, Aktif, Tulus, Ikhlas)
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
62
B. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat Pasien yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah pasien diabetes melitusn tipe II yang terdapat wilayah kerja di Puskesmas Natar Lampung Selatan termasuk kedalam kriteria inklusi dan tidak termasuk ke dalam kriteria eksklusi. Alasan peneliti memilih tempat penelitian ini adalah karena berdasarkan survei jumlah pasien DM tipe II yang tercatat sebanyak 368 pasien, masih banyak yang belum tercapai keberhasilan terapinya ditandai dengan nilai kadar gula darah yang masih tinggi sekaligus ingin mengetahui apakah pasien tersebut sudah patuh atau belum dalam menjalankan diet dan mengontrol kadar gula darah secara rutin serta membantu meningkatkan kepatuhan dan keberhasilan terapi pasien pasien yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 67 responden. a. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan Diet Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan Diet Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Di UPT Puskesmas Natar Kepatuhan Diet
Frekuensi
Persentase (%)
Patuh
43
64,2
Tidak Patuh
24
35,8
Total
67
100
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
63
Data distribusi frekuensi kepatuhan diet penderita diabetes melitus tipe II di UPT Puskesmas Natar yang di jelaskan dalam tabel 4.1 menunjukkan bahwa lebih dari setengah penderita diabetes melitus yang menjadi responden memiliki kepatuhan diet yang patuh sebanyak 43 responden (64,2%), sedangkan yang memiliki kepatuhan diet yang tidak patuh sebanyak 24 responden (35,8%).
b. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kadar Gula Darah Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Di UPT Puskesmas Natar Kadar Gula Darah
Frekuensi
Persentase (%)
Normal
45
67,2
Hiperglikemia
22
32,8
67
100
Total
Data distribusi frekuensi berdasarkan kadar gula darah penderita diabetes melitus tipe II di UPT Puskesmas Natar yang di jelaskan dalam tabel 4.2 menunjukkan bahwa lebih dari setengah penderita diabetes melitus yang menjadi responden memiliki kadar gula normal sebanyak 45 responden (67,2%), sedangkan yang memiliki kadar gula darah tinggi sebanyak 22 responden (32,8%)
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
64
2. Analisis Bivariat a. Hubungan Tingkat Kepatuhan Diet Dengan Kadar Gula Darah Hubungan Tingkat kepatuhan diet dengan kadar gula darah dapat dilihat pada tabel 4.3 Tabel 4.3 Hubungan Tingkat Kepatuhan Diet Dengan kadar Gula Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di UPT Puskesmas Natar Tahun 2018 Kadar Gula Darah Total
Tingkat Kepatuhan
Normal
Diet
Hiperglikemia
P-
OR
Value
N
%
N
%
N
%
Patuh
36
53,7
7
10,4
43
64,2
Tidak Patuh
9
13,4
15
22,4
24
35,8
Total
45
67,2
22
32,8
67
100
0,000
8,571
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden yang dietnya tidak patuh sebagian besar kadar gula darah tinggi (hiperglikemia) sebanyak 15 responden (22,4%) dan responden yang dietnya patuh sebagian besar kadar guadarah nya normal sebanyak 36 responden (53,7%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,000 yang berarti p-value < α (0,05) artinya H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang antara tingkat kepatuhan diet dengan kadar gula darah sewaktu pasien diabetes melitus tipe II di UPT Puskesmas Natar tahun 2018 dan hasil analisis odds rasio (OR) sebesar 8,571 dengan 95% confidence interval (CI): 2,695<8,571<27,258 Hal ini menunjukkan
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
65
berarti pasien yang patuh diet memiliki kecenderungan untuk memiliki kadar gula darah normal sebesar 8,571 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang tidak patuh dan secara statistik bermakna. b. Jenis terapi obat dan lama terpaparnya penyakit dengan kadar gula darah sewaktu Hubungan Jenis Terapi Obat Dan Lama Terpapar Penyakit dengan kadar gula darah dapat dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Analisis Hubungan Jenis Terapi Obat Dan Lama Terpapar Penyakit Dengan kadar Gula Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di UPT Puskesmas Natar Tahun 2018 Kadar Gula Darah Total Normal
Jenis Terapi
P-
Hiperglikemia
N
%
N
%
N
%
Kombinasi
36
53,8
10
14,9
46
68,7
Tunggal
9
13,4
12
17,9
21
31,3
45
67,2
22
32,8
67
100
Obat Total Lama
<5 Tahun
18
26,9
10
14,9
28
41,8
Terpapar
≥5 Tahun
27
40,3
22
17,9
39
58,2
45
67,2
22
32,8
67
100
Total
OR
Value
0,010 4,8
0,793 0,8
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa responden yang mendapatkan jenis terapi obat kombinasi sebagian besar kadar gula darah normal sebanyak 36 responden (53,8%) dan responden yang mendapatkan jenis terapi obat tunggal sebagian besar kadar gula darah
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
66
nya tinggi sebanyak 12 responden (17,91%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,010 yang berarti p-value < α (0,05) artinya ada hubungan yang signnifikan antara jenis terapi obat dengan kadar gula darah sewaktu pasien diabetes melitus tipe II di UPT Puskesmas Natar Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2018 dan hasil analisis odds rasio (OR) sebesar 4,8 dengan 95% confidence interval (CI): 1,578<4,8<14,6. Hal ini menunjukkan berarti pasien yang mendapatkan terapi obat kombinasi memiliki kecenderungan untuk memiliki kadar gula darah normal sebesar 4,8 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan terapi obat tunggal dan secara statistik bermakna. Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan responden yang terpapar penyakit selama ≥5 tahun sebagian besar kadar gula darah normal yaitu sebanyak 27 responden (40,3%) dan responden terpapar diabetes melitus tipe II <5 tahun sebagian besar kadar gula darah normal yaitu sebanyak 18 responden (26,9%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,793 yang berarti p-value < α (0,05) yang berarti tidak ada hubunga yang signifikan anatara lama terpaparnya penyakit dengan kadar gula darah sewaktu pasien diabetes melitus tipe II di UPT Puskesmas Natar Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2018 dan hasil analisis odds rasio (OR) sebesar 0,8 dengan 95% confidence interval (CI): 0,28<0,8<2,24.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
67
3. Pembahasan a. Univariat 1) Kepatuhan Diet Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di UPT Puskesmas Natar Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden patuh menjalani diet sebanyak 43 responden (64,2%) dan yang tidak patuh menjalani diet sebanyak 24 responden (35,8%). Sebagian besar responden patuh disebabkan responden sadar bahwa diet penting bagi kesehatan dan menyeimbangkan kadar gula darahnya agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut. Sesuai dengan penatalaksanaan diabetes melitus dalam 4 pilar utama, salah satunya te rapi gizi. Terapi gizi untuk penderita diabetes melitus terdapat pola makan yang disebut dengan 3J, dimana jadwal, jenis dan jumlah yang harus sesuai. Berdasarakan penelitian sebelumnya Lestari (2012) di Poliklinik Khusus RSUP Fatmawati Jakarta mengungkapkan lebih dari separuh (56%) pasien patuh terhadap diet yang dianjurkan. Hal ini dikarenakan bahwa pasien diabetes melitus lebih dari separuh yaitu 60% berpengetahuan baik, kemudian 55% pasien memiliki motivasi yang tinggi terhadap pengendalian kadar gula darah. Berbeda dengan penelitian sebelumnya oleh Febriana (2013) di Rawat Inap RSUD Sukoharjo juga mengungkapkan bahwa 68,8% pasien diabetes melitus tidak patuh dengan diet yang dianjurkan. Hal yang
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
68
sama juga diungkapkan oleh Qurratuaeni (2009) di RSUP Fatmawati Jakarta bahwa lebih dari separuhnya (68%) pasien diabetes melitus kebiasaan makannya tidak sesuai dengan anjuran diet yang diberikan petugas kesehatan. Kepatuhan terhadap terapi diet sangat penting karena terapi diet merupakan salah satu pilar dari penatalaksanaan diabetes melitus. Menurut Joslin, et al, mengontrol kepatuhan pada pasien diabetes memang merupakan tantangan yang sulit. Kepatuhan bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya masalah kejiwaan seperti gangguan makan dan gangguan afektif, konflik di keluarga, dan stres. Edukasi kepada keluarga juga merupakan faktor yang penting dalam menjaga kepatuhan pasien. Kepatuhan jangka panjang terhadap perencanaan makan merupakan salah satu aspek yang paling sulit dalam penatalaksanaan diabetes. Bagi pasien obesitas, tindakan membatasi kalori mungkin lebih mudah. Namun, bagi pasien yang berat badannya sudah turun, upaya mempertahankan berat badannya sering lebih sulit dikerjakan. Untuk
membantu
pasien
dalam
menjalankan
terapi
diet,
mengikutsertakan kebiasaan diet yang baru kedalam gaya hidupnya sangat dianjurkan. Namun, sebagian besar dari mereka beranggapan bahwa diet menjadi suatu kegiatan yang membosankan dan merepotkan karena kesulitan mereka dalam mengukur porsi secara tepat sehingga hal ini sering kali diabaikan. (Rusmina, 2010).
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
69
2) Kadar Gula Darah Sewaktu Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di UPT Puskesmas Natar Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan sebagian besar kadar glukosa responden normal sebanyak 45 responden (67,2%) dan kadar gula tinggi (hiperglikemia) sebanyak 22 responden (32,8%). Kadar gula darah responden sebagian besar normal karena disebabkan banyak hal seperti responden patuh terhadap advis dokter dalam makanan, pengobatan dan aktivitas/olahraga. Selain itu faktor psikologi juga mempengaruhi kadar gula darah responden. Berdasarkan penelitian sebelumnya Nugroho dkk (2016) di Kelurahan Bulus Ulur mengungkapkan hal yang sama, sebagian besar responden dengan kadar glukosa normal dengan nilai normal yaitu sebanyak 38 responden (58%). Responden dengan kadar gula darah tinggi sebanyak 24 responden (37%), sedangkan responden dengan kadar gula rendah ssebanyak 3 responden (5%). Kadar gula darah darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat gula darah di dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat didalam tubuh (Sudoyo, 2014). Menurut kriteria diagnostik Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) 2011, seseorang dikatakan penderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dL dan pada uji sewaktu >200 mg/dL. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
70
waktu 2 jam. Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya dan kadar gula darah sewaktu normal berkisar antara 80-180 mg/dl. Masih adanya kadar gula darah yang tidak normal disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi, diantaranya kurangnya kesadaran pasien dalam menjalankan program diet yang kurang patuh disebabkan karena masih rendahnya kesadaran untuk menjalankan pola hidup sehat terutama dalam hal diet dan asupan obat yang tidak teratur.
b. Bivariat 1) Hubungan Kepatuhan Diet dengan Kadar gula darah sewatu Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Natar menunjukkan bahwa dari 67 responden didapatkan hasil uji statistik menggunakan uji chi-square test menunjukkan bahwa nilai p-value sebesar 0,000 (p<0,05) berarti H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kepatuhan diet dengan kadar gula darah pasien diabetes melitus tipe II. Pernyataan tersebut sejalan dengan teori yang disampaikan oleh
Rendy dan Margareth (2012) yang menyatakan ada 4
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
71
komponen dalam penatalaksanaan diabetes melitus untuk mengontrol kadar gula darah adalah terapi diet, latihan atau aktifitas, edukasi/pengetahuan, dan terapi farmakologi dan Ada beberapa hal yang menyebabkan gula darah naik, yaitu kurang berolah raga, bertambahnya jumlah makanan yang dikonsumsi (pola makan/diet), meningkatnya stress dan faktor emosi, pertambahan berat badan dan usia, serta dampak perawatan dari obat, misalnya steroid (Fox & Kilvert, 2010). Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Febriana (2014) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kepatuhan diet dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe II di Rawat Inap RSUD Dukoharjo dengan nilai pvalue sebesar 0,015, selain itu penelitian yang dilakukan Astari (2016) di
wilayah kerja Puskesmas Purnama Pontianak
mengungkapkan hal yang sama bahwa terdapat hubungan antara kepatuhan diet dengan kadar gula darah, dimana hasil penelitan menyatakan bahwa 68 responden 19 responden yang patuh memiliki kadar gula darah terkontrol, sedangkan 49 responden yang tidak patuh diantaranya 5 responden memiliki kadar gula darah terkontrol dan 44 responden memiliki kadar gula darah tidak terkontrol dan hasil uji statistik didapatkan p-value sebesar 0,000 < α (< 0,05).
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
72
Berbeda dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ernaeni (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kepatuhan diet dengan kadar gula darah. Hal ini dikarenakan 91,4% responden yang tidak patuh mengatakan diet merupakan suatu kegiatan yang membosankan dan merepotkan karena kesulitan mereka mengukur porsi secara tepat dan menyesuaikan dengan jadwal yang telah dianjurkan, sehingga diet seringkali diabaikan. Responden yang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi memiliki motivasi yang kuat untuk sembuh dan dukungan yang baik dari keluarga, sehingga mereka cenderung untuk mematuhi aturan diet (Purnamasari, 2009). Menurut Catur (2013) ada beberapa faktor yang berhubungan dengan pengendalian kadar gula darah selain kepatuhan terapi diet yaitu kepatuhan minum obat, asupan lemak, pengetahuan dan dukungan keluarga. Menurut PERKENI (2011) terdapat 4 pilar penatalaksanaan diabetes melitus untuk pengendalian kadar gula darah, salah satunya terapi diet. Terapi diet merupakan aspek kedua setelah edukasi/pengetahuan dalam penatalaksanaan diabetes melitus, maka peran terapi diet/gizi sangat penting bagi penderita diabetes melitus. Dasar terapi diet pada diabetes melitus adalah memberikan kalori yang cukup dan komposisi yang memadai, dengan memperhatikan 3J, yaitu jumlah makanan, jadwal makanan, dan jenis makanan.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
73
Kepatuhan (adherence) secara umum didefinisikan sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh petugas
kesehatan
(Niven,
2012).
Faktor
yang
dapat
mempengaruhi perubahan perilaku seseorang untuk menjadi patuh atau tidak patuh terhadap program pengobatan, yang diantaranya dipengaruhi oleh faktor predisposisi, faktor pendukung serta faktor pendorong. faktor predisposisi merupakan faktor utama yang ada didalam diri individu yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, persepsi, kepercayaan
dan keyakinan, nilai-nilai serta sikap.
Ketidakpatuhan
seseorang
pada
dapat
dipengaruhi
oleh
pemahaman dan interaksi antara pemberi dan penerima informasi serta kualitas dari interaksi tersebut (Irawan, 2010). Kepatuhan diet merupakan terapi diet yang terdapat dalam penatalaksanaan diabetes melitus untuk pengendalian kadar gula darah.
Kepatuhan
dalam
menjalankan
terapi
diet
dapat
mengendalikan kadar gula darah dalam keadaan normal maupun mendekati normal. Dimana kepatuhan merupakan wujud tingkah laku pasien dalam mengontrol kadar gula darah. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Oldi (2010), bahwa kendala utama pada penanganan DM tipe II adalah kejenuhan dan ketidakpatuhan. Pasien sering berganti metode pengobatan. Hal ini memang wajar dan manusiawi, tetapi hendaknya dipahami dulu apa sebenarnya diabetes mellitus itu. Hal
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
74
ini penting diketahui agar penderita DM tipe II dapat tetap berada pada jalur yang tepat, demi kualitas hidup yang optimal. Penderita DM tipe II dianjurkan untuk makan dalam jumlah kecil namun sering, sebanyak tiga kali sehari. Tujuannya agar asupan makanan tidak secara cepat meningkatkan kadar gula darah, sebaliknya pada tenggang antara waktu makan tidak terjadi penurunan kadar gula darah. Khususnya untuk penderita diabetes melitus yang mengalami obesitas sebaiknya mengurangi jumlah makanan guna menurunkan berat badan Penelitian ini didapatkan hubungan yang signifikan antara kepatuhan diet dengan kadar gula darah, hal ini dapat terjadi karena pada diabetes melitus tipe II terjadi resistensi insulin ataupun gangguan sekresi insulin yang dapat dikendalikan dengan mengatur glukosa yang dikonsumsi agar tidak terjadi kelebihan glukosa dalam darah dengan meminimalkan kebutuhan akan insulin. Pada analisis hubungan kepatuhan diet dengan kadar gula darah didapatkan hasil sebanyak 7 responden (10,4%) klien diabetes melitus tipe II yang patuh terhadap diet, kadar gula darahnya tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena aktifitas klien sehari-hari, klien diabetes melitus yang tidak melakukan olahraga kadar gula darahnya tingg serta kurang teraturnya dlam mengkonsumsi obat hipoglikemik
oral.
Dengan
melakukan
aktifitas/olahraga
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
75
responden dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara menggunakannya sebagai sumber energi. Pada responden yang mengalami resistensi insulin yang menyebabkan glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen untuk disimpan didalam hati, namun dengan cara olahraga/aktifitas kadar gula darah diubah menjadi energi tanpa memerlukan insulin. Pada konsumsi obat hipoglikemik oral juga mempengaruhi karena cara kerjanya memiliki beberapa golongan diantaranya meningkatkan sekresi insulin (golongan sulfonilurea dan glinida), meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin (golongan biguanida dan tiazilidindion), dan menghambat absorpsi glukosa (Hardiyanto, 2009). Dari
penelitian
yang
kepatuhan diet dengan
menunjukkan
kadar
gula
adanya
hubungan
darah, maka perlunya
kepatuhan penderita diabetes melitus dalam menjalankan anjuran diet yang diberikan petugas kesehatan.
2) Hubungan Antara Jenis Terapi Obat Dengan Kadar Gula Darah Sewaktu Pasien Diabetes Melitus Tipe II Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa responden yang mendapatkan jenis terapi obat kombinasi sebagian besar kadar gula darah normal yaitu sebanyak 36 responden (53,7%) dan responden yang mendapatkan jenis terapi obat tunggal sebagian besar kadar gula darah nya tinggi yaitu sebanyak 12 responden (17,9%).
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
76
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,010 yang berarti p-value < α (0,05 yang berarti bahwa ada hubungan antara jenis terapi obat dengan kadar gula darah sewaktu pasien diabetes melitus tipe II. Terapi
farmakologis
termasuk
dalam
salah
satu
pilar
penatalaksanaan diabetes selain terapi diet dan berkontribusi terhadap pengendalian kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah juga dapat dipengaruhi oleh penggunaan obat hipoglikemia oral maupun dengan insulin. Mekanisme kerja obat dalam menurunkan kadar glukosa darah antara lain dengan merangsang kelenjar pankreas untuk meningkatkan produksi insulin, menurunkan produksi
glukosa
dalam
hepar,
menghambat
pencernaan
karbohidrat sehingga dapat mengurangi absorpsi glukosa dan merangsang reseptor insulin (PERKENI , 2011). Pemberian jenis terapi obat disesuaikan dengan masing-masing responden mempunyai waktu konsumsi obat serta dosis obat yang berbeda disesuaikan dengan kebutuhan responden dan tingkat diabetes yang dialami oleh responden serta dipengaruhi oleh jumlah obat yang dikonsumsi. Terapi jenis obat anti diabetes responden menjadi salah satu upaya untuk pengontrolan dalam pengendalian glukosa darah ataupun komplikasi yang dapat ditimbulkan. Dalam menjalankan terapi obat pasien diabetes melitus juga di anjurkan untuk menjaga
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
77
kepatuhan dalam mengkonsumsi obat tersebut, bila penderita DM tidak patuh dalam melaksanakan program pengobatan yang telah dianjurkan oleh dokter, ahli gizi atau petugas kesehatan lainnya maka akan dapat memperburuk kondisi penyakitnya dan tidak terkendalinya kadar gula darah penderita. Keberhasilan dari pengobatan diabetes melitus ini selain dengan pengobatan secara medik dalam bentuk pemberian obat juga dipengaruhi dengan pola diet (Anani, 2012). Jenis terapi yang dikonsumsi oleh penderita yang paling banyak digunakan adalah metformin untuk terapi tunggal dan metformin + glibenklamide untuk terapi kombinasi. Metformin merupakan salah satu lini pertama untuk pasien diabetes melitus sehingga banyak digunakan pada pasien yang mendapat jenis terapi tunggal, metformin menurunkan kadar gula darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular, distal reseptor insulin, dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan juga diduga menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah asupan makan, pada pemakaian tunggal metformin dapat menurunkan glukosa darah sampai 20% dan konsentrasi insulin plasma pada keadaan basal juga turun. Apabila menggunakan monoterapi lini pertama kadar gula darah belum terkendali, maka menggunakan terapi lini kedua
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
78
berupa kombinasi 2 obat yang cara kerjanya berbeda seperti golongan sulfonilurea + metformin. Golongan obat sulfonilurea bekerja dengan merangsang pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan, sehingga hanya bermanfaat pada pasien yang masih mampu mensekresi insulin, obat ini tidak dapat dipakai pada diabetes tipe I. Kombinasi metformin dengan sulfonilurea saat ini merupakan kombinasi yang rasional karena mempunyai cara kerja sinergis dalam menurunkan gula darah sehingga kombinasi ini dapat menurunkan gula darah lebih banyak darp pada pengobatan tunggal masing-masing (Sudoyo, 2014)
3) Hubungan Antara Lama Terpapar Penyakit Dengan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe II Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan hasil bahwa responden yang terpapar penyakit selama ≥5 tahun sebagian besar kadar gula darah normal yaitu sebanyak 27 responden (40,3%) dan responden terpapar diabetes melitus tipe II <5 tahun sebagian besar kadar gula darah normal yaitu sebanyak 18 responden (26,9%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,793 yang berarti p-value < α (0,05) maka dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan antara lama terpapar penyakit dengan kadar gula darah pasien diabetes melitus tipe II.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
79
Meningkatnya durasi lama terpaparnya diabetes melitus berhubungan dengan semakin buruknya kendali kadar glukosa darah. Hal ini berkaitan dengan progresivitas penurunan sekresi insulin akibat kerusakan sel beta pankreas Berdasarkan uji statistik, diketahui bahwa tidak ada hubungan bermakna antara lama terpaparnya penyakit dengan kadar gula darah. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian lain, yaitu hasil penelitian dari Astari (2016) yang dilakukan di Puskesmas Purna Pontianak yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lama mendetita diabetes melitus dengan kadar gula darah dengan hasil banyak yang lama menderita diabetes melitus 510 tahun - >10 tahun dengan kadar gula darah tidak normal sebanyak 21 responden (75,0%) sedangkan untuk <5 tahun dengan kadar gula darah tidak normal sebanyak 20 responden (55,6%) dengan hasil pvalue sebesar 0,07 (p-value<α (0,05)). Berdasarkan hasil uji statistik tidak bermaknanya hubungan antara lama terpapar penyakit dengan kadar gula darah dapat disebabkan karena faktor perilaku pengelolaan diabetes lebih berpengaruh terhadap pengendalian kadar gula darah seperti terapi diet, terapi obat maupun aktifitas (Catur Mei, 2013).
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Kepatuhan diet penderita diabetes melitus pada penelitian ini menunjukkan lebih dari setengah responden memiliki kepatuhan diet yang patuh sebanyak 43 orang (64,2%) sedangkan pasien yang tidak patuh 24 orang (35,8%). 2. Kadar gula darah penderita diabetes melitus pada penelitian ini menunjukkanlebih dari setengah responden yang kadar gula darahnya normal sebanyak 45 responden (67,2%) sedangkan yang kadar gula darah tinggi sebanyak 22 responden (32,8%). 3. Terdapat hubungan yang positif antara tingkat kepatuhan diet dengan kadar gula darah sewaktu pasien diabetes melitus tipe II di UPT Puskesmas Natar dengan tingkat signifikan p-value 0,000 (p-value<α).
B. Saran 1. Aplikatif a. Bagi Responden/Keluarga 1) Responden Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi pasien diabetes melitus (responden) ataupun keluarganya mengenai pentingnya patuh terhadap diet diabetes melitus serta pasien dapat menjalankan perilaku hidup sehat dengan mematuhi pola diet yang
80 STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
81
telah dianjurkan dan keluarga dapat memberi motivasi dan dukungan untuk pasien dalam menajalankan anjuran program diet b. Bagi Perawat/Petugas Kesehatan Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi acuan/sebagai kebijakan untuk memberikan edukasi secara kontinyu 2. Bagi Institusi Sebagai referensi dan sebagai bahan bacaan, tambahan materi perkuliahan terkait penyakit diabetes melitus sehingga dapat menjadi acuan pembelajaran, serta sebagai bahan perbandingan dengan penelitian lainnya 3. Bagi UPT Puskesmas Natar Diharapkan bagi UPT puskesmas Natar acuan/sebagai kebijakan untuk memberikan edukasi/informasi secara kontinyu dan ssebagai penyelenggara pelayanan kesehatan hendaknya meningkatkan kualitas pemberian pelayanan terhadap pasien diabetes melitus dan memberikan informasi pentingnya patuh terhadap terapi diet. 4. Bagi Peneliti selanjutnya Sebagai tambahan ilmu pengetahuan sehingga dapat menambah wawasan dan dapat dijadikan sebagai perbandingan agar dapat meneliti dengan variabel yang berbeda selanjutnya seperti variabel lain yang termasuk pilar penatalaksaan DM selain terapi diet yaitu terapi obat, aktivitas/latihan, dan pendidikan.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung