BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan menyatakan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Saat ini epidemi penyakit tidak menular muncul menjadi penyebab kematian terbesar di Indonesia, sedangkan epidemi penyakit menular juga belum tuntas, selain itu semakin banyak pula ditemukan penyakit infeksi baru dan timbulnya kembali penyakit infeksi yang sudah lama menghilang, Sehingga Indonesia memiliki beban kesehatan ganda yang berat. Berdasarkan studi epidemiologi terbaru, Indonesia memasuki epedemi diabetes melitus tipe II. Perubahan gaya hidup dan urbanisasi nampaknya merupakan penyebab penting masalah ini, dan terus menerus meningkat pada milenium baru ini (PERKENI, 2011). Diabetes melitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan keadaan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya (Rendy, 2012). Diabetes melitus terbagi menjadi beberapa tipe yakni diabetes melitus tipe I dan II. Diabetes melitus tipe I merupakan diabetes yang tergantung pada insulin untuk mengatur metabolisme gula dalam darah. Diabetes melitus tipe II merupakan diabetes yang tidak tergantung oleh insulin, penderita diabetes melitus ini biasanya kelebihan berat badan, diabetes melitus
1
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
2
tipe II biasanya terjadi pada pasien yang mengalami obesitas, penyebab lain adalah pola makan yang salah, kurang bergerak, stress dan gaya hidup (Sustrani et all, 2010). International Diabetes Federation (IDF) mengestimasi prevalensi diabetes secara global pada tahun 2015 sebesar 8,8% (415 juta orang) dimana 1 dari 11 orang dewasa menderita diabetes dan 12% dari pengeluaran kesehatan global digunakan untuk diabetes. Jika tren ini terus berlanjut maka prevalensi diabetes akan meningkat menjadi 10,4% (642 juta orang) pada tahun 2040. Diketahui jika Cina, India dan Amerika menduduki posisi tiga teratas negara dengan jumlah penderita diabetes melitus terbanyak sedangkan Indonesia menempati posisi ke-7 (IDF, 2015).
Kejadian diabetes melitus di Indonesia merupakan terbanyak nomor 3 setelah penyakit stroke dan jantung. Diabetes melitus tipe II menempati lebih 90% kasus di negara maju sedangkan di negara berkembang penderita diabetes melitus tipe II dimana 40% diantaranya berasal dari masyarakat yang mengubah gaya hidup tradisional menjadi modern dan banyak yang tidak menyadari mereka penderita diabetes melitus tipe II. Penyakit diabetes melitus mengalami peningkatan dimana pada tahun 2007 dengan 1,1 % (2.482.063 orang) menjadi 2,1 % (5.216.882 orang) pada tahun 2013. Sedangkan pravelensi diabetes melitus terdiagnosis dokter tertinggi di Yogyakarta sebesar 2,6 % (83.316 orang), DKI Jakarta 2,5% (228.278 orang), Sulawesi utara 2,4% (61.158 orang) dan Kalimantan timur 2,3% (74.344 orang) serta yang terendah di Lampung 0,8% (44.483 orang) (Riskesdas, 2013).
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
3
Menurut Riskesdas Lampung tahun 2013 prevalensi diabetes melitus yang sudah terdiagnosa, maupun gejala sebesar 0,8 % (44.483 orang) tertinggi di kota metro 1,2% (1842 orang) dan prevalensi terendah di Lampung Barat 0,4% (1.150 orang) dan Pringsewu 0,4% (1.517 orang) dan wilayah Lampung Selatan sebanyak 1,1 % (10.458 orang) (Riskesdas, 2013) Kejadian diabetes melitus masuk kedalam 10 besar penyakit di wilayah kerja UPT Puskesmas natar dan menduduki peringkat nomor 6 dengan prevalensi kejadian diabetes melitus pada tahun 2017 sebanyak 368 penderita, berdasarkan menurut usia penderita usia 20-44 tahun sebanyak 157 penderita, usia 45-64 tahun, dan usia >65 tahun sebanyak 59 penderita dan berdasarkan hasil wawancara dengan petugas program diet yang menyatakan bahwa pasien diabetes melitus tipe II sebagian tidak patuh terhadap diet dan saat pasien tersebut kontrol selanjutnya masih dengan kadar gula yang tinggi sama seperti hasil kontrol sebelumnya. Faktor pencetus penyakit diabetes melitus tipe II, antara lain pola makan yang saat ini menjadi tren seperti mengkonsumsi makanan siap saji, minuman ringan dengan kadar glukosa tinggi dan kurang olahraga. Selain itu karena kesibukan kerja, kebiasaan di depan TV dan komputer dalam waktu yang lama sambil mengkonsumsi makanan ringan menyebabkan orang malas untuk bergerak sehingga orang cenderung mengalami kegemukan, sehingga hal ini dapat menyebabkan penyakit diabetes melitus (Smeltzer & Bare, 2010). Diabetes melitus yang tidak terkontrol dapat menimbulkan komplikasikomplikasi kronik, maka untuk mencegah komplikasi yang timbul tersebut
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
4
diperlukan pengendalian kadar gula darah yang baik. Kontrol kadar gula darah pasien sangat dipengaruhi oleh kepatuhan pasien terhadap diet yang diberikan. Kepatuhan pasien sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan terapi diabetes melitus dan berperan penting untuk menstabilkan kadar glukosa darah penderita diabetes melitus. Pengaturan makanan sering menyebabkan perubahan pola makan termasuk jumlah makanan yang dikonsumsi bagi pasien diabetes melitus tipe II sehingga dapat menimbulkan dilema dalam pelaksanaan kepatuhan diet pada penderita diabetes melitus tipe II. Suatu penelitian spesifikan mengungkapkan bahwa 75% pasien diabetes melitus tidak mentaati diet yang dianjurkan (Lestari, 2011). Diet adalah salah satu upaya dalam pengelolaan diabetes melitus tipe II, ada 4 pilar penting dalam penatalaksanaan diabetes melitus yaitu edukasi, terapi medis/gizi, latihan jasmani dan farmakologi. Diet merupakan terapi utama, maka seharusnya setiap penderita mempunyai sikap positif terhadap diet yang dianjurkan agar tidak terjadi komplikasi dan terkendalinya kadar gula darah. Kepatuhan dalam diet merupakan salah satu faktor untuk menstabilkan kadar gula dalam darah menjadi normal dan mencegah komplikasi. Ketidakpatuhan
pasien
dalam
melakukan
tatalaksana
diabetes
akan
memberikan dampak negatif yang sangat besar meliputi peningkatan biaya kesehatan dan komplikasi diabetes (Soegondo, 2008 dalam Aini et al., 2011). Kepatuhan diet bagi penderita diabetes melitus tipe II terhadap prinsip gizi dan
perencanaan
makan
merupakan
komponen
utama,
keberhasilan
pelaksanaan pengobatan penderita diabetes melitus tipe II. Diet bagi diabetes
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
5
melitus harus sesuai dengan pola diet pasien diabetes melitus yaitu diet rendah kalori, diet rendah gula dengan jumlah sesuai dengan kebutuhan penderita diabetes melitus dan sesuai dengan jadwal diet dengan demikian dalam membuat aturan makan tersebut harus disesuaikan dengan kondisi penderita diabetes secara individual. Kunci keberhasilan pengobatan diabetes melitus yaitu penderita harus mematuhi pola diet sesuai dengan kebutuhan. Sehingga glukosa darah terkendali dan
komplikasi lanjut dapat dicegah (Sugiyarti et
al.,2011). Berdasarkan penelitian oleh Febriana tahun 2014 dengan judul Kepatuhan diet dengan kadar gula darah sewaktu pada pasien diabetes melitus tipe II di rawat inap RSUD Sukoharjo didapatkan kepatuhan diet pasien diabetes melitus tipe II tergolong tidak patuh ada 71 orang dan patuh 25 orang. Hasil uji statistik menggunakan uji chi-square didapatkan nilai p-value =0,015. Berdasarkan hasil dari uji statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa Terdapat hubungan antara kepatuhan diet dengan kadar gula darah sewaktu pada pasien diabetes melitus tipe II di rawat inap RSUD Sukoharjo. Berdasarkan penelitian Ayu tahun 2016 dengan judul hubungan kepatuhan diet dengan kadar glukosa darah sewaktu pada pasien diabetes melitus tipe II di Klinik Pratama Gracia Ungaran Kabupaten Semarang, didapatkan hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden patuh menjalani diet diabetes melitus sebanyak 47 responden (55,3%) dan yang tidak patuh menjalani diet diabetes melitus sebanyak sebanyak 38 responden (44,7%). Sebagian besar responden tinggi kadar glukosa darahnya sebanyak 44 responden (51,8%),
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
6
normal kadar glukosa darahnya sebanyak 38 responden (44,7%) dan rendah kadar glukosa darahnya sebanyak 3 responden (3,5%). Hasil uji statistik menggunakan uji chi-square didapatkan nilai (p-value 0,000 < α =0,05). Maka penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kepatuhan diet dengan kadar glukosa darah sewaktu pada pasien diabetes melitus tipe II di Klinik Pratama Gracia Ungaran Kabupaten Semarang Berdasarkan fenomena umum yang diuraikan diatas, maka peneliti tetarik untuk meneliti hubungan tingkat kepatuhan diet dengan kadar gula darah sewaktu pasien diabetes melitus tipe II di UPT Puskesmas Natar tahun 2018.
B. Rumusan Masalah Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan
kelainan
metabolisme
karbohidrat,
protein,
lemak
dan
berkembangnya komplikasi makrovaskular dan neurologis dengan di tandainya peningkatan kadar gula darah (Sujono riyadi dan sukarmin, 2013) Kepatuhan dalam diet merupakan salah satu faktor untuk menstabilkan kadar gula dalam darah menjadi normal dan mencegah komplikasi penyakit diabetes melitus. Ketidakpatuhan pasien dalam melakukan penatalaksanaan diabetes melitus akan memberikan dampak negatif yang sangat besar meliputi peningkatan biaya kesehatan dan komplikasi diabetes (Soegondo, 2008 dikutip dari Aini et al., 2011). Berdasarkan kejadian diabetes melitus masuk kedalam 10 besar penyakit di wilayah kerja UPT
Puskesmas natar kabupaten Lampung Selatan dan
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
7
menduduki peringkat nomor 6 dengan prevalensi kejadian diabetes melitus pada tahun 2017 sebanyak 368 penderita. Berdasarkan fenomena yang diungkapkan dalam latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan tingkat kepatuhan diet dengan kadar gula darah sewaktu pasien diabetes melitus tipe II di UPT Puskesmas Natar tahun 2018”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahui hubungan tingkat kepatuhan diet dengan kadar gula darah sewaktu pasien diabetes melitus tipe II di UPT Puskesmas Natar tahun 2018. 2. Tujuan Khusus a. Diketahui karakteristik distribusi frekuensi kadar gula darah sewaktu pasien diabetes melitus tipe II di UPT Puskesmas Natar tahun 2018 b. Diketahui
karakteristik distribusi frekuensi Kepatuhan diet pada
pasien diabetes melitus tipe II di UPT Puskesmas Natar tahun 2018 c. Diketahui hubungan tingkat kepatuhan diet dengan kadar gula darah sewaktu pasien diabetes melitus tipe II di UPT Puskesmas Natar tahun 2018
D. Ruang lingkup penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan cross sectional.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
8
2. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe II di UPT Puskesmas Natar Kabupaten Lampung Selatan. 3. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini merupakan tingkat kepatuhan diet dengan kadar gula darah sewaktu pasien diabetes melitus tipe II. 4. Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di UPT Puskesmas Natar
E. Manfaat penelitian 1. Aplikatif a. Bagi Responden/Keluarga Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi pasien diabetes melitus (responden) ataupun keluarganya mengenai pentingnya patuh terhadap diet diabetes melitus b. Bagi Perawat/Petugas Kesehatan Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan/sebagai kebijakan untuk memberikan edukasi secara kontinyu c. Bagi Masyarakat Sebagai informasi bagi masyarakat tentang hubungan kepatuhan diet dengan kadar gula darah pasien diabetes melitus.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
9
2. Bagi Institusi Sebagai referensi dan sebagai bahan bacaan mahasiswa/i di perpustakaan STIKes muhammadiyah Pringsewu dan sebagai bahan perbandingan dengan penelitian lainnya 3. Bagi Peneliti berikutnya Sebagai tambahan ilmu pengetahuan sehingga dapat menambah wawasan dan dapat dijadikan sebagai perbandingan agar dapat meneliti dengan variabel yang berbeda selanjutnya seperti yang tercantum dalam 4 pilar lainnya yaitu obat, edukasi dan aktivitas.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
10
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Diabetes Melitus 1. Pengertian Diabetes Melitus Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein, lemak, dan berkembangnya komplikasi makrovaskular dan neurologis. Diabetes melitus juga dapat didefinisikan sebagai keadaan hiperglikemi kronik yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau intensivitas sel terhadap insulin disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, syaraf dan pembuluh darah, disertai lesai pada membran basalisdalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Riyadi dan Sukarmin, 2013). Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa di bentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin yaitu suatu hormon yang di produksi pankreas untuk mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya (Smeltzer & Bare, 2010).
10 STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
11
2. Klasifikasi Diabetes Melitus Secara umum pembagian penyakit diabetes didasarkan pada American 10
Diabetes Association (ADA) tahun 2009 dalam Tjokroprawiro tahun 2011, yaitu : a. Diabetes Melitus tipe I (IDDM) Sekitar 5%-10% dari total penderita DM. Pengobatan jenis DM ini tergantung 100% pada insulin, karena pankreas tidak bisa memproduksi insulin. Sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. DM tipe ini biasa timbul pada anak dan dewas muda. b. Diabetes Melitus tipe II (NIDDM) DM tipe II merupakan DM yang kebanyakan mengenai penderita dewasa terurtama umur 40 tahun keatas. Pengobatan DM tipe ini tidak tergantung 100% pada insulin. Insulin di prokduksi, tetapi jumlahnya tidak cukup. Sehingga pengobatan dapat menggunakan insulin dibantu dengan obat hipoglikemi oral (OHO) atau OHO saja dan mengatur pola diet pada penderita DM. c. Diabetes Melitus tipe spesifik lain DM tipe ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti defek genetik fungsi sel β, defek genetik aksi insulin, penyakit eksokrin pankreas dan endokrisnopati, di cetuskan oleh obat atau zat kimia, infeksi, bentuk lain pada diabetes yang dipengaruhi imun dan sindrome genetik lain yang dihubungkan dengan diabetes.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
12
d. Diabetes Melitus gestasional (Kehamilan) DM yang timbul pada waktu hamil dimana sebelum hamil tidak menderita diabetes
3. Etiologi Diabetes Melitus Menurut Wijaya dan Yessie tahun 2013, penyebab diabetes melitus adalah : a. Diabetes Melitus tipe I (IDDM) 1) Faktor Genetik/Herediter Peningkatan kerentanan sel-sel β dan perkembangan antibodi autoimun terhadap penghancuran sel-sel β. 2) Faktor infeksi virus Infeksi virus coxsakie pada individu yang peka secaca genetik. 3) Faktor imunologi Respon autoimun → antibodi menyerng jaringan normal yang dianggap jaringan asing. b. Diabetes Melitus tipe II (NIDDM) 1) Obesitas Obesitas menurunkan jumlah reseptor insulin dari sel target diseluruh tubuh → insulin tersedia menjadi kurang aktif dalam meningkatkan efek metabolik 2) Usia Cenderung meningkat diatas usia 65 tahun 3) Riwayat keluarga
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
13
4) Kelompok etnik c. Diabetes Melitus tipe lain 1) Penyakit pankreas→ pankreatitis, ca pankreas, dll. 2) Penyakit hormonal → akromegali yang merangsang sekresi sel-sel β sehingga hiperaktif dan rusak. 3) Obat-obatan a) Aloxan, streptozokin → sitotoksin terhadap sel-sel β b) Devirat thiazide → menurunkan sekresi insulin.
4. Patofisiologi Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan uuntuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein. Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes melitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia. Penyakit diabetes melitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
14
glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air, maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urin yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria makan sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraseluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel – sel sehingga sel – sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak, dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut polipagia. Terlalu banyak lemak akan dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernafasan, akibatnya bau urin dan nafas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
15
Bagan 2.1 Patofisiologi Diabetes Melitus Menurut Margareth dan Rendy (2012) Diabetes Melitus Tipe I
Diabetes Melitus Tipe II
Reaksi autoimun
Idiopatik, usia, genetik, dll
Sel β pankreas hancur
Jumlah sel β pankreas menurun
Defisiensi insulin
Hiperglikemia
Katabolisme protein meningkat
Lipolisis meningkat
Penurunan BB dan polipagi Glukosuria
Glukoneogenesis meningkat
Diuresis osmotik
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Gliserol asam lemak bebas meningkat
Ketogenesis Kehilangan Cairan Hipotinik
Kehilangan Elektrolit urine
Kekurangan volume cairan Ketoasidosis Polidipsi
Ketonuria
Hiperosmolaritas Coma
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
16
5. Manifistasi Klinis Menurut Wijaya dan Yessie tahun 2013, manifestasi klinis Diabetes Melitus adalah sebagai berikut: a. Keluhan klasik 1) Banyak Kencing (Poliuria) Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari. 2) Banyak minum (polidipsi) Rasa haus amat sering dialami penderita karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita banyak minum. 3) Banyak makan (polifagia) Rasa lapar yang semakin besar sering timbil pada penderita DM karena pasien mengalami keseimbangan kalori negatif, sehingga timbul rasa lapar yang sangat besar. Untuk menghilangkan rasa lapar itu penderita banyak makan. 4) Penurunan berat badan Penurunan berat badan yang berlangsung dalam relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
17
darah tidak dapat masuk kedalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menhasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
b. Keluhan lain 1) Gangguan syaraf tepi/kesemutan Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu malam hari, sehingga sulit tidur. 2) Gangguan penglihatan Pada fase awal diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan 3) Gatal/bisul Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan dan lipatan kulit seperti ketiak dan dibawah payudara. Seringpula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. 4) Gangguan ereksi 5) Keputihan
6. Komplikasi Menurut Sujono dan Sukarmin tahun 2013, komplikasi yang terjadi pada penderita DM, yaitu: a. Komplikasi yang bersifat akut 1) Koma hipoglikemi
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
18
Koma hipoglikemia terjadi kerna pemakaian obat-obat diabetik yang melebihi dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa dalam darah. Glukosa yang ada sebagian besar difasilitasi untuk masuk kedalam sel. 2) Ketoasidosis Minimalnya glukosa didalam sel akan mengakibatkan sel mencari sumber alternatif untuk dapat memperoleh energi sel. Kalau tidak ada glukosa maka benda-benda keton akan dipakai sel. Kondisi ini akan mengakibatkan penumpukan residu, pembongkaran bendabenda keton yang berlebihan dan dapat mengakibatkan asidosis. 3) Koma hiperosmolar nonketotik Koma ini terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan ekstrasel karena banyak diekresi melalui urine. b. Komplikasi yang bersifat kronik 1) Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi dan pembuluh darah otak. Perubahan
pada
pembuluh
darah
besar dapat
mengalami
atherosklerosis sering terjadi pada DMTII/NIDDM. Komplikasi makroangiopati adalah penyakit vaskuler otak, penyakit arteri koronaria, dan penyakit vaskuler perifer. 2) Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetika, nefropati diabetika, peribahan-perubahan mikrovaskuler yang ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran diantara
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
19
jaringan dan pembuluh darah sekitar. Terjadi pada penderita IDDM/DMTI yang terjadi neuropati, nefropati, dan retinopati. 3) Neuropati diabetika Akumulus orbital didalam jaringan dan perubahan metabolik mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik syaraf menurun. Kehilangan sensorik menyebabkan penurunan persepsi nyeri. 4) Rentan infeksi seperti TB paru, infeksi saluran kemih dan gingivitis. 5) Kaki diabetik Perubahan mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati menyebabkan perubahan pada ekstermitas, sehingga mengurangnya fungsi syaraf sensorik dan dapat menunjang terjadinya trauma atau tidak terkontrolnya infeksi yang mengakibatkan gangren.
7. Pemeriksaan Diagnostik Menurut Wijaya dan Yessie (2013) pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan Diabetes Melitus adalah sebagai berikut: a. Kadar glukosa 1) Gula Darah Sewaktu/ Random >200 mg/dl. 2) Gula Darah Puasa/ Nuchter >140 mg/dl. 3) Gula Darah 2 jam PP (Post Pandrial) >200 mg/dl. b. Aseton plasma c. Asam lemak bebas
hasil (+) mencolok. Peningkatan lipid dan kolesterol.
d. Osmolaritas serum (>330 osm/l). e. Urinalisis
Proteinuria, ketonuria, glukosuria.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
20
8. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Menurut Rendy dan Margareth (2012), ada 5 komponen dalam penatalaksanaan DM yaitu: a. Diet Syarat diet DM hendaknya dapat: 1) Memperbaiki kesehatan umum penderita 2) Mengarahkan pada berat badan normal 3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa 4) Mempertahankan kadar KGD normal 5) Menekan dan menundan timbulnya angiopati diabetik 6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita. Prinsip diet DM adalah: 1) Jumlah sesuai kebutuhan 2) Jadwal diet ketat 3) Jenis: boleh dimakan /tidak 4) Diet DM yang sesuai dengan paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya b. Latihan 1) Meningkatkan
kepekaan
insulin
(glukosa
uptake),
apabila
dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
21
2) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore 3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen c. Penyuluhan Penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM. d. Terapi Farmakologi Terapi farmakologis ini diberikan ketika latihan jasmani dan pengaturan makan tidak menurunkan kadar gula darah. Terapi farmakologis ini terdiri dari suntikan dan obat oral (PERKENI, 2011) : 1) Obat hipoglikemik oral a) Pemicu Sekresi Insulin (1) Sulfonilurea Obat
golongan
ini
mempunyai
efek
utama
meningkatkan sekresi insulin oleh sel β pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjur kan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
22
(2) Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. b) Peningkat sensitivitas terhadap insulin (1) Tiazolidindion Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan
jumlah
protein
pengangkut
glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
23
c) Penghambat glukoneogenesis (1) Metformin Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati
(glukoneogenesis),
disamping
juga
memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada
penyandang
diabetes
gemuk.
Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). d) Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose) Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbosetidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan latulens. e) DPP-IV Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan
sekresi insulin dan
menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
24
(glucose dependent).
Contoh
obat
golongan
ini adalah
Sitagliptin dan Linagliptin. Tabel 2.1 Jenis Obat Hipoglikemi Oral Dosis
Nama Generik
Harian
ketersediaan
Lama Kerja (jam)
Frek (Kali)
1. Sulfonilurea a. Klorpropamid
100-500
b. Tolbutamid
500-2000
50
24-36
1
-
6-12
2-3
c. Glibenklamid
2.5-20
2.5
12-24
1-2
d. Glikuidon
30-120
15
10-20
1-3
a. Repaglinid
1,5-6
1
1-3
b. Nateglinid
360
120
1-3
24
15-45
24
1
250-3000
500-850
1-3
150-300
50-100
6 8 -
a. Sitagliptin
25-100
25,50,100
24
1-3
b. Saxagliptin
5
5
24
1-3
2. Glinid
3. Tiazolidindion a. Ploglitazon 4. Biguanid a. Metformin 5. Penghambat α Glukosidase a. Acarbose
1-3
6. DPP-IV
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
25
7. Kombinasi a. Glibenclamide Mengatur + Metformin dosis (Glucovance)
1,25/250
5/500
b. Glimepiride+
masing-
1/250
Metformin
masing
2/500
(Amaryl M)
komponen
Metformin
1-2
-
1-2
18-24
1-2
2,5/500
maksimum
c. Pioglitazone +
12-24
15/500 15/850
(Ponix-M)
2) Suntikan (Insulin) Menurut Soebagijo, dkk
dalam Perkeni (2015) Insulin
diperlukan pada keadaan : a) HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik b) Penurunan berat badan yang cepat c) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis d) Krisis Hiperglikemia e) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal f) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke) g) Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan h) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat i) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
26
Jenis dan lama kerja insulin Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni: a) Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) b) Insulin kerja pendek (short acting insulin) c) Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin) d) Insulin kerja panjang (long acting insulin) e) Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin). e. Cangkok Pankreas Pendekatan terbaru untuk pancok pankreas adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identik.
B. Kadar Gula Darah 1. Pengertian Kadar Gula Darah Kadar glukosa darah merupakan faktor yang sangat penting untuk kelancaran kerja tubuh. Karena pengaruh berbagai faktor dan hormon insulin yang dihasilkan kelenjar pankreas, sehingga hati dapat mengatur kadar glukosa dalam darah. Bila kadar glukosa dalam darah meningkat sebagai akibat naiknya proses pencernaan dan penyerapan karbohidrat, maka oleh enzim-enzim tertentu glukosa dirubah menjadi glikogen. Proses ini hanya terjadi didalam hati dan dikenal sebagai glikogenesis. Sebaliknya bila kadar glukosa menurun, glikogen diuraikan menjadi glukosa. Proses ini dikenal sebagai glikogenolisis, yang selanjutnya mengalami proses katabolisme menghasilkan energy (dalam bentuk energi STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
27
kimia, ATP). Kadar normal glukosa puasa dalam darah adalah 70 –110 mg/dl (Ekawati, 2012). Tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang makan. Diabetes melitus adalah penyakit yang paling menonjo disebabkan oleh gagalnya pengaturan gula darah. Meskipun selain gula darah, selain glukosa kita juga menemukan jenis-jenis gula lainnya, seperti fruktosa dan galaktosa. Namun demikian hanya tingkat glukosa yang diatur melalui insulin dan leptin.
2. Mekanisme Pengaturan Gula Darah Tingkat gula darah diatur melalui umpan balik negatif untuk mempertahankan keseimbangan didalam tubuh. Level glukosa didalam darah dimonitor oleh pankreas. Bila konsentrasi glukosa menurun, karena dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh, pankreas melepaskan glukagon, hormon yang menargetkan sel-sel di liver (hati). Kemudian sel-sel ini mengubah glikogen menjadi glukosa (proses ini disebut glukogenolisis) glukosa dilepaskan kedalam aliran darah hingga meningkatkan level gula darah. Apabila level gula darah meningkat, entah karena perubahan glikogen, atau karena pencernan makanan, hormon yang lain dilepaskan dari butirbutir sel di dalam pankreas. hormon ini yang disebut insulin, menyebabkan hati mengubah lebih banyak glukosa menjadi glukogen, proses ini disebut glikogenesis , yang mengurangi level gula darah.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
28
DM tipe I disebabkan oleh tidak cukup atau tidak dihasilkannya insulin sedangkan DM tipe II disebabkan oleh respon yang tidak memadai terhadap insulinyang dilepaskan (resisten insulin). Kedua jenis ini mengakibatkan terlalu banyak nya glukosa yanng terdapat di dalam darah. Panduan federasi diabetes internasional (IDF) tentang pengelolaan gula darah sesudah makan merekomendasi pasien diabetes untuk mejaga kadar gula darah agar tidak lebih dari >140 mg/dL pada 2 jam sesudah makan . patokan ini dipublikasi pertama kali pada september 2007 di Amsterdam, Belanda. Panduan IDF ini menekan pentingnya menjaga gula darah sesudah makan agar terhindar dari resiko komplikasi diabetes ( Triyono dan Heru (2011). Tempo Interaktif Kesehatan.
3. Cara Mengontrol Kadar Gula Darah Kadar gula darah dapat di kontrol dengan 3 cara yakni menjaga berat badan ideal, diet makanan seimbang dan melakukan olahraga/ latihan fisik. Seiring dengan berjalannya waktu, ketiga cara tersebut sering kali kurang memadai lagi. Kadar gula darah mungkin tidak terkontrol dengan baik. Pada keadaan yang sepeti inilah baru diperlukan obat anti diabetes (OAD). Jadi, pada dasarnya obat baru diperlukan jika dengan cara diet dan olahraga gula darah belum terkontrol dengan baik.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
29
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kadar Gula darah a. Pengetahuan Pengetahuan
merupakan
hasil
tahu
dan
terjadi
setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia yakni,indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan unsur
penting untuk terbentuknya sikap dan tindakan
seseorang b. Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Menurut Newcomb ahli psikologis sosial, sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. c. Kepatuhan Menurut Niven (2012) Kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan. Kepatuhan diet merupakan salah satu kunci keberhasilan
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
30
dalam penatalaksaan penyakit DM. Hal tersebut dikarenakan perencanaan makan merupakan salah satu dari 4 pilar utama dalam pengelolaan DM.
5. Klasifikasi Gula Darah Kadar gula darah menurut perkeni tahun 2015 adalah: a. Gula darah sewaktu/ random
: >200mg/dL
b. Gula darah puasa/ nuchter
: >140 mg/dL
c. Gula darah 2 jam PP (post prandial)
: >200mg/dL
Tabel 2.2 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl) (Sumber: Perkeni, 2015) Kadar Glukosa
Bukan
Belum Pasti DM
DM
DM
Kadar Glukosa Darah Plasma Vena
< 100
100-199
>200
Sewaktu
< 90
90-199
>200
Kadar Glukosa Darah Plasma Vena
< 100
100-125
>125
Puasa
< 90
90-99
>100
Darah Kapiler
Darah Kapiler
6. Alat Ukur Gula darah (Glukometer) Glukometer adalah alat untuk melakukan pengukuran kadar glukosa darah kapiler. Alat glukometer dirancang untuk mengukur secara kuantitatif kadar glukosa darah, bisa dipakai secara mandiri oleh pasien di rumah maupun di fasilitas kesehatan. Glukometer terdiri dari meter, lanset dan strip. Untuk memastikan akurasi kerja alat meter glukosa darah, maka setiap
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
31
kali menggunakan periksa nomor kode pada alat sama dengan nomor kode pada tabung strip. Alat glukometer
mempunyai kelebihan yaitu dapat dipakai secara
mandiri oleh pasien di rumah sehingga kadar glukosa darah bisa dipantau dengan cepat, hal ini dapat mencegah atau memperlambat meningkatnya komplikasi diabetes. Volume darah yang dibutuhkan relatif sedikit yaitu +0,3 – 10 μl, sampel yang digunakan dapat berupa darah kapiler, vena, arteri dan neonatus darah serta waktu yang diperlukan juga relatif singkat yaitu sekitar 30 detik. Waktu pengecekan yang paling tepat adalah pagi hari sebelum sarapan pagi, sehingga hasilnya akan lebih akurat. Masing-masing strip terdapat waktu kadaluwarsa ,untuk itu sebaiknya digunakan sebelum waktu kadaluwarsa.
Langkah-langkah menggunakan alat glukometer sebagai berikut: a. Pasang dua baterai CR2032 3V pada alat dengan posisi tanda positif menghadap ke atas. b. Hidupkan alat GlucoDr Biosensor dengan menekan tombol power. Symbol strip akan berkedip-kedip dan tulisan (code) serta angka akan muncul. Periksa nomor kode pada alat sama dengan nomor kode pada tabung strip. c. Apabila nomer kode tidak sama, maka perlu menekan tombol (C) dan tahan, selanjutnya tekan tombol (∆) dan lepaskan sampai diperoleh
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
32
nomor kode yang sama dengan nomor pada tabung strip. Jika nomor kode alat sudah sama dengan nomor pada tabung strip. d. Pasang strip di lubang alat bagian ujung kanan atas, hingga keluar bunyi “beep” dan muncul gambar “tetesan darah” yang berkedip-kedip. e. Ambil sampel darah dengan jarum lancet yang sudah terpasang pada autoclick (pen lancet). Tempelkan sampel darah pada strip, darah akan otomatis terserap kedalam strip. Pastikan strip terisi penuh. Alat akan segera mengukur dengan menghitung mundur. f. Setelah hasil pengukuran selesai atau mendapatkan hasil yang dibutuhkan, dapat melepas strip dan buang. Ganti strip yang baru untuk melakukan pengukuran selanjutnya. g. Setelah alat tidak digunakan lagi, dapat menekan tombol power atau diamkan alat secara otomatis akan mati sendiri dalam waktu 3 menit. (sumber: All medicus)
C. Konsep Kepatuhan 1. Pengertian Kepatuhan Kepatuhan (adherence) adalah suatu bentuk perilaku yang timbul akibat adanya interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti rencana dengan segala konsekuensinya dan menyetujui rencana tersebut serta melaksanakannya (Kemenkes R.I, 2011).
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
33
2. Variabel Yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut Burnner & Suddarth (2010) adalah: a. Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, status sosial, ekonomi dan pendidikan b. Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan kehilangan gejala akibat terapi c. Variabel program terapeutik seperti kompleksitas program dan efek samping yang tidak menyenangkan d. Variabel psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga kesehatan, penerimaan, penyangkalan, keyakinan agama, biaya finansial dll.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Menurut Niven (2012) faktor-faktor yang tidak mempengaruhi ketidakpatuhan adalah : a. Pemahaman tentang intruksi Tak seorangpun yang dapat mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan kepadanya. b. Kualitas interaksi Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dengan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan c. Isolasi sosial dan keluarga
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
34
Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta juga dapat menentukan program pengobatan yang dapat mereka terima. d. Keyakinan, sikap dan kepribadian Becker et al (1979) dalam Niven (2012) telah membuat suatu usulan bahwa model keyakinan bergunan untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan. e. Periode sakit Periode sakit dapat mempengaruhi kepatuhan. Beberapa penyakit yang tergolong penyakit kronik, banyak mengalami masalah kepatuhan. Lama menderita diabetes melitus tipe II menunjukan durasi waktu sejak diagnosa diabetes melitus tipe II ditegakkan. Menurut Saphiro (2008) dalam Bistara (2015), mengatakan bahwa semakin lama seseorang menderita diabetes melitus maka semakin tinggi ketidakpatuhan dikarenakan program penatalaksanaan yang rumit dan kompleks. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bertalina (2016) yang berjudul hubungan lama sakit, pengetahuan, motivasi pasien dan dukungan keluarga dengan kepatuhan diet pasien diabetes melitus di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung mendapakan hasil uji chi square menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara lama sakit dengan tingkat kepatuhan diet pada pasien diabetes melitus dengan nilai p-value= 0,709 > α= 0,05.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
35
D. Konsep Diet 1. Pengertian Diet Secara umum diet pada penderita DM adalah mencapai dan mempertahankan kadar gula darah mendekati kadar normal, mencapai dan mempertahankan lemak mendekati kadar yang optimal, mencegah komplikasi akut/kronik dan meningkatkan kualitas hidup (Waspadji, 2007). Sedangkan menurut Merry E. Beck (2012), diet adalah pihan makanan yang lazim dimakan oleh seseorang atau suatu populasi penduduk. Diet seimbang adalah memberikan semua nutrien dalam jumlah yang seimbang tidak terlalu banyak ataupun sedikit.
2. Tujuan Diet Tujuan diet penyakit diabetes melitus menurut Sunita Almatsier (2010), adalah membantu pasien memperbaiki kebiasaan makan dan olahraga untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik, dengan cara: 1. Mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati normal dengan menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin (endogenous atau exogenous) dengan obat penurun glukosa oral dan aktivitas fisik. 2. Mencapai dan mempertahankan kadar lipid serum normal. 3. Memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal . 4. Menghindari atau menangani komplikasi akut pasien DM yang menggunakan insulin seperti hipoglikemia, komplikasi jangka pendek,
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
36
dan jangka lama serta masalah yang berhubungan dengan latihan jasmani. 5. Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal.
3. Syarat Diet Diabetes Melitus Menurut Sunita Almatsier (2010), syarat-syarat diet penyakit diabetes melitus adalah: a. Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal. Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan untuk metabolisme basal sebesar 25-30 kkal/kg.BB normal, ditambah kebutuhan untuk aktivitas fisik dan keadaan khusus. b. Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15 % dari kebutuhan energi total. c. Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25 % dari kebutuhan energi total. Dalam bentuk <10% dari kebutuhan energi total berasal dari lemak jenuh, 10% dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan sisanya dari lemak tidak jenuh tunggal. Asupan kolesterol makanan dibatasi, yaitu ≤300 mg/hari. d. Kebutuhan karbohidrat merupakan sisa dari kebutuhan energi total yaitu 60-70 % e. Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak diperbolehkan kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu. Bila kadar
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
37
glukosa darah sudah terkendali, diperbolehkan mengkonsumsi gula murni sampai 5% dari kebutuhan energi total. f. Penggunaan gula alternatif dalam jumlah terbatas. Gula alternatif adalah bahan pemanis selain sukrosa. Ada 2 jenis gula alternatif yaitu yang bergizi dan tidak bergizi. Gula alternatif bergizi adalah fruktosa, gula alkohol berupa sarbitol, manitol, dan silitol, sedangkan gula alternatif tidak bergizi adalah aspartam dan sakarin. Penggunaan fruktosa dalam jumlah 20% dari kebutuhan energi total dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL, sedangkan gula alkohol dalam jumlah berlebihan akan mempunyai pengaruh laksatif. g. Asupan serat dianjurkan 25 g/hari dengan mengutamakan serat larut air yang terdapat didalam sayur dan buah. Menu seimbang rata-rata memenuhi kebutuhan serat sehari. h. Pasien DM dengan tekaan darah normal diperbolehkan mengkonsumsi natrium dalam bentuk garam dapur seperti orang sehat, yaitu 3000 mg/hari. Apabila mengalami hipertensi asupan garam harus dikurangi. i. Cukup vitamin dan mineral.
4. Jenis Diet Diabetes Melitus Diet yang digunakan sebagai bagaian dari penatalaksanaan debiates melitus didikontrol berdasarkan kandungan energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Sebagai pedoman dipakai 8 jenis diet diabetes melitus sebgaimana dapat dilihat pada tabel 2.3 Penetapan diet ditentukan oleh
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
38
keadaan pasien, jenis diabetes melitus, dan program pengobatan secara keseluruhan (Sunita Almatsier, 2010)
Tabel 2.3 Jenis Diet diabetes melitus menurut kandungan energi, protein, lemak, dan karbohidrat Jenis
Energi
Protein
Lemak
Karbohidrat
Diet
Kkal
g
g
g
I
1100
43
30
172
II
1300
45
35
192
III
1500
51,5
36,5
235
IV
1700
55,5
36,5
275
V
1900
60
48
299
VI
2100
62
53
319
VII
2300
73
59
369
VIII
2500
80
62
369
Diet I s/d III
: diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diet IV s/d V : diberikan kedapa penderita dengan berat badan normal Diet VI s/d VII: diberikan kepada penderita kurus, DM remaja,DM dewasa muda dan komplikasi
3 tipe diet diabetes melitus menurut Marry E. Beck (2012), yaitu: a. Diet rendah kalori yang bertujuan untuk menurunkan berat badan. b. Diet bebas gula yang digunakan pasien berusia lanjut usia dan tidak memerlukan suntikan insulin. Prinsip diet rendah gula adalah tidak memakan gula dan makanan mengandung gula, mengkonsumsi
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
39
makanan sumber hidratarang sebagai bagian dari keseluruhan hidangan secara teratur. c. Sistem
penukar hidratarang, pada sistem ini
disusun untuk
menghasilkan suatu metode pengaturan hidratarang yang tepat dan digunakan pada pasien DM yang mendapatkan suntikan insulin atau obat hipoglikemi oral dengan dosis tinggi.
Bahan Makanan yang dianjurkan Almatsier (2010), adalah sebagai berikut: a. Sumber karbohidrat kompleks, seperti: nasi, roti, mie, kentang, singkong dan sagu b. Sumber protein rendah lemak seperti: ikan, ayam tanpa kulit, susu skim, tempe, tahu, dan kacang-kacangan c. Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah dicerna. Makanan terutama diolah dengan cara dipanggang, dikukus, disetup dan dibakar. Bahan makanan yang tidak dianjurkan dibatasi, atau dihindari untuk diabetes melitus menurut Almatsier (2010), adalah sebagai berikut: a. Mengandung banyak gula sederhana, seperti: 1) Gula pasir, gula jawa 2) Sirop, jamu, jeli, buah yang diawetkan dengan gula, susu kental manis,minuman ringan, dan es krim 3) Kue-kue manis, dodol, dan tarcis. b. Mengandung banyak lemak, seperti: makanan cepat saji (fast food), goreng-gorengan
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
40
c. Mengandung banyak natrium, seperti ikan asin, telur asin, garam dapur, makanan yang diawetkan.
5. Penentuan Jumlah Kalori Diet Diabetes Melitus Menurut Rendy & Margareth (2012), penentuan jumlah kalori diet diabetes melitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BBR =
𝐵𝐵 (𝑘𝑔) 𝑥 100% TB (CM) − 100
a. Kurus (under weight)
: BBR <90%
b. Normal (ideal)
: BBR 90-110 %
c. Gemuk (over weight)
: BBR >110 %
d. Obesitas
: BBR >120 %
1) Obesitas ringan
: BBR 120-130 %
2) Obesitas sedang
: BBR 130-140 %
3) Obesitas berat
: 140- 200 %
4) Morbid
: BBR >200%
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah: a. Kurus
: BB x 40-60 kalori sehari
b. Normal : BB x 30 kalori sehari
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
41
c. Gemuk
: BB x 20 kalori sehari
d. Obesitas : BB x 10-15 kalor sehari
6. Menu Diet Diabetes Melitus Contoh: Diet DM 1500 kalori Kalori : 1500 kkal Protein : 60 gram Lemak : 40 gram Karbohidrat: 225 gram
Tabel 2.4 Menu Diet Diabetes Melitus 1500 Kalori (Marry E. Beck, 2012) Waktu
Bahan makanan
Menu
Makanan pagi
Roti tawar 4 potong (80g)
Roti isi pindakas
Telur ½ butir (30g)
Telur rebus
Pindakas 1 sdm (10g) Tomat sekehendak
Lalap tomat
Margarin ½ sdm (5 gram) Pukul 10.00
Pepaya 1 potong (100 g)
Pepaya
Makan siang
Nasi 1 gls (130 g)
Nasi
Daging 1 ptg sdg(50g)
Daging bumbu bali
Tempe 2 ptg sdg (50g) Kol sekehendak Tauge sekehendak Bayam ½ gls (50g) Kacang panjang ½ gls (50g) Nanas 1/6 buah sdg (75g)
Nanas
Kacang tanah 1sdm (10 g)
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
42
Makan sore
Kentang 2 biji sedang (200g)
Kentang rebus
Daging 1 ptg sdg (50g)
Daging
Tahu 1 biji sedang (50g)
Tahu tim
Ketimun sekehendak
Selada+ketimun (lalap)
Slada sekehendak
Soup buncis dan wortel
Buncis ½ gls (50g)
Pepaya
Wortel ½ gls (50g) Pepaya 1 ptg sedang (100g) Minyak ½ sdm (5g) Pukul 21.00
Pisang 1 buah sedang (75g)
pisang
Catatatan: Agar menu dapat bervariasi, bahan-bahan makanan diatas dapat ditukar dengan mempelajari cara penukaran bahan makanan.
E. Kerangka Teori Dari uraian diatas kerangka teori ini dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Teori Diabetes Melitus Tipe II
Penatalaksanaan Diabetes melitus 1. 2. 3. 4. 5.
Faktor yang mempengaruhi : 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Kepatuhan
Obat Latihan/Aktivitas Diet Penyuluhan/Pendidikan Cangkok Pankreas
Kadar Gula Darah Sewaktu Pasien Diabetes Melitus Tipe II Sumber (Rendy & Margareth, 2012)
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
43
F. Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah suatu uraian atau kaitan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati melalui sebuah penelitian yang dimaksud (Notoatmodjo, 2012) Gambar 2.2 Kerangka Konsep Variabel Dependen: Variabel Independen:
Kadar Gula Darah Sewaktu Pasien DM Tipe II
Kepatuhan Diet DM
Variabel Perancu: 1. Obat 2. Lama Terpapar DM
G. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara dari penelitian yang kebenarannya yang masih harus diteliti lebih lanjut (Arikunto, 2010). berdasarkan kerangka konsep tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Ha: Ada hubungan tingkat kepatuhan diet dengan Kadar gula darah sewaktu pasien diabetes melitus tipe II di UPT Puskesmas Natar Kabupaten Lampung Selatan tahun 2018
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
44
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Desain mengacu pada jenis atau macam penelitian yang dipilih untuk mencapai tujuan penelitian serta berperan sebagai alat dan pedoman untuk mencapai tujuan tersebut (Setiadi, 2013). Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Desain penelitian analitik bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen diidentifikasi pada satu waktu. Pada desain cross sectional peneliti tidak mengikuti responden sampai kurun waktu tertentu karena variabel yang diteliti diukur dalam satuan waktu (Dharma, 2011).
B. Variabel Penelitian Variabel adalah karakteristik yang melekat pada populasi, bervariasi antara satu orang dengan yang lainnya dan diteliti dalam suatu penelitian (Dharma, 2011). Variabel yang akan diukur pada penelitian ini adalah sebagai berikut : Variabel independen pada penelitian ini yaitu tingkat kepatuhan diet. Variabel dependen variabel dependen dalam penelitian ini
yaitu kadar gula darah
sewaktu.Variabel perancu dalam penelitian ini yaitu obat dan lama terpaparnya penyakit diabetes melitus.
44
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
45
C. Definisi Operasional Definisi operasional adalah menjelasan variabel yang diteliti kemudian dijadikan indikator untuk mengukur variabel, bagaimana mengukurnya, alat ukur yang digunakan, skala pengukuran dan data hasil pengukuran (Dharma, 2011) Tabel 3.1 Definisi Operasional No
Variabel
Definisi
Alat Ukur
Operasional
Cara
Hasil Ukur
Ukur
Skala Ukur
Variabel dependen 1.
Kadar Gula Kadar
atau Lembar
Mengukur
0. Normal
Darah
banyaknya
observasi dan kadar gula
jika 90-200
Sewaktu
kandungan
glukometer
mg/dL
darah
gula di dalam
1. Hiperglike
sirkulasi darah
mia jika
dalam tubuh
>200
Ordinal
mg/dL Variabel Independen 2.
Kepatuhan Kepatuhan Diet
Kuesioner
Responden 0. Patuh, jika
diet adalah
mengisi
≥ mean
perilaku
kuesioner
(31,3)
individu
Ordinal
1. Tidak
dalam
Patuh, jika
mematuhi
< mean
diet dengan
(31,3)
anjuran yang disarankan
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
46
Variabel Perancu 3
4
Jenis
Mempertahan Lembar
Responden
0. Kombinasi
Terapi
kan kadar
kuesioner
mengisi
1. Tunggal
Obat
gula darah
karakteristik
Lembar
dalam kisaran responden
kuesioner
Lama
yang normal. Lama Lembar
karakteristik Responden 0. < 5 tahun responden
Terpapar
menderita
kuesioner
mengisi
DM Tipe
DM tipe II
karakteristik
Lembar
II
menunjuka
responden
kuesioner
n durasi
karakteristik
waktu sejak
responden
Nominal
Nominal
1. ≥ 5 tahun
diagnosa diabetes melitus ditegakkan
D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah unit dimana suatu hasil penelitian akan diterapkan (Notoadmodjo, 2012). Jumlah pupulasi penderita DM tipe II yang berkunjung di UPT Puskesmas natar pada tahun 2017 sebanyak 368 orang.
2. Sampel Sampel adalah sebagaian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut, ataupun bagian kecil dari anggota populasi yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya (Siyoto & Ali Sodik, 2015). Sampel sebagian atau mewakili populasi yang
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
47
akan diteliti, sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pasien DM tipe II di UPT Puskesmas Natar kabupaten Lampung Selatan. a. Besarnya Sampel Besarnya sampel pada penelitian ini sebanyak responden adapun Sampel minimal kasus ditentukan menggunakan rumus Lemeshow (Dharma, 2011). 𝛼
𝑛=
(𝑍1 − 2 )2 𝑥𝑃𝑄 𝑑2
Keterangan: n
: jumlah sampel
Z1-α/2
: Nilai kurva normal pada tingkat kepercayaan (1,64)
P
: Proporsi kadar gula darah tinggi (51,8%) (Ayu, 2016).
Q
: 1-P
d
: Tingkat ketepatan yang diinginkan/penyimpangan terhadap populasi (10%) 𝛼
𝑛=
𝑛=
(𝑍1 − 2 )2 𝑥𝑃𝑄 𝑑2
(1,64)2 𝑥0,518 𝑥(1 − 0,518) (0,1)2 𝑛=
2,68𝑥0,518𝑥0,482 0,01 𝑛 =67
Jumlah sampel yang dibutuhksan sebanyak 67 sampel.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
48
b. Teknik Sampel Sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu teknik penentuan dengan pertimbangan tertentu peneliti dilakukan berdasarkan maksud atau tujuan tertentu yang dilakukan peneliti (Siyoto & Ali Sodik, 2015).
c. Kriteria Sampel 1) Kriteria Inklusi a) Penderita diabetes melitus tipe II yang bersedia menjadi responden b) Penderita diabetes melitus tipe II yang berada di wilayah kerja UPT Puskesmas Natar c) Responden dengan riwayat diabetes melitus tipe II yang sudah didiagnosa oleh dokter. 2) Kriteria Eklusi a) Tidak bersedia menjadi responden b) Penderita diabetes melitus tipe II yang tidak memungkinkan seperti kesadaran menurun, tidak bisa baca tulis, gangguan panca indra seperti penglihatan, pendengaran. c) Penderita diabetes melitus tipe I d) Penderita diabetes melitus yang memiliki komplikasi
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
49
E. Waktu Dan Tempat Penetilian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di UPT Puskesmas Natar Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Mei-Juli 2018.
F. Etika Penelitian Etika penelitian yaitu hak obyek penelitian yang harus dilindungi. Beberapa prinsip etika meliputi: 1. Self Determinan Responden diberi kebebasan untuk menentukan pilihan bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian, setelah semua informasi yang berkaitan dengan penelitian dijelaskan. 2. Informed Consent Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan, peneliti memberikan lembar persetujuan menjadi responden sebagai bentuk perlindungan terhadap subjek penelitian dan menghargai hak-hak responden. Setelah peneliti menanyakan kesedian calon responden untuk ikut serta dalam penelitian ini. Selanjutnya peneliti menyerahkan sepenuhnya
kepada
responden.
Setelah
responden
setuju
dan
menandatangani surat persetujuan tersebut, selanjutnya peneliti meminta responden untuk langsung mengisi lembar kuesioner. 3. Beneficience Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian untuk mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin baik bagi responden dan rumah sakit dalam upaya meningkatkan keselamatan pasien. Selama STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
50
proses penelitian dengan pengisian kuisioner telah memberikan manfaat berupa kesadaran (awareness) pada responden terhadap keselamatan pasien. Ini bermanfaat bagi responden yaitu
memberikan kesadaran
(awareness) dalam pelaksanaan keselamatan pasien. 4. Confidentiality Peneliti tidak mencantumkan nama responden dan hanya menuliskan nama inisial responden pada lembar kuesioner. Peneliti menjamin semua informasi hasil penelitian yang telah terkumpul dari responden. Peneliti menyampaikan kepada responden bahwa data yang didapat dijaga kerahasiaanya, dimana semua data ini akan dimusnahkan ketika data sudah selesai diambil dan dianalisa. 5. Non Maleficience Penelitian tidak memberikan dampak yang membahayakan bagi responden selama proses penelitian berlangsung baik bahaya langsung maupun tidak langsung karena instrumennya berupa kuisioner dan tidak ada perlakuan/ intervensi terhadap responden. Pengisian kuisioner tidak mempengaruhi penilaian kinerja dan karir responden karena peneliti menjamin kerahasiaan responden. 6. Justice Peneliti memperlakukan responden sama, tanpa diskriminasi selama proses penelitian berlangsung. Peneliti memberikan hak- hak responden yang sama berupa hak untuk mendapatkan penjelasan dan informasi, hak untuk bertanya.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
51
7. Protection From Discomfort Peneliti
memberikan
menyampaikan
kesempatan
ketidaknyamanan
kepada
selama
responden
penelitian
yang
untuk dapat
menimbulkan masalah psikologis atau fisik. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka peneliti menjalin hubungan saling percaya dengan responden dengan menjelaskan lembar informed consent serta bila responden merasa kelelahan hendaknya memberitahu peneliti sehingga proses pengumpulan data melalui angket akan ditunda dan akan dilanjutkan sesuai keinginan responden 8. Privacy Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tersebut saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian 9. Anonymity Pada prinsip etik ini peneliti tidak mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data atau observasi (the right to privacy). Peneliti dapat mengetahui keikutsertaan responden melalui kode yang didapat yang dicantumkan pada masing-masing lembar pengumpulan data.
G. Instrumen Penelitian Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan glukometer. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini dikembangkan oleh peneliti sendiri. Kuesioner terdiri dari karakteristik responden seperti nama, jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan dan kadar STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
52
gula darah serta 10 pertanyaan yang di format dengan skala likert, masing masing pertanyaan diberi 4 alternatif jawaban yaitu: selalu (setiap hari), sering (4-6 hari seminggu), jarang (1-3 hari seminggu), tidak pernah (tidak pernah dilakukan). Pernyataan terdiri dari bentuk positif dan negatif, untuk pernyataan positif penilaian sebagai berikut: jawaban selalu = 4, sering = 3, jarang = 2, tidak pernah = 1. Untuk pernyataan negatif penilaian sebagai berikut: jawaban selalu = 1, sering = 2, jarang = 3, tidak pernah = 4. Glukometer digunakan untuk mengukur kadar gula darah dalam tubuh responden, glukometer yang digunakan yang telah terkalibrasi international yaitu alat pengukur kadar gula darah secara mandiri dengan standar nilai normal jika 90-200 mg/dL dan hiperglikemia jika >200 mg/dL. Instrumen penelitian ini harus di ujikan terlebih dahulu sebelum dilakukan penngambilan data responden, terdapat 2 uji instrumen penelitian yaitu :
a. Uji Validitas Uji validitas dilakukan untuk mengetahui ketepatan alat ukur (kuesioner) untuk mengukur variabel-variabel yang akan diteliti. Pengukuran validitas kuesioner dilakukan melalui uji korelasi dengan cara membandingkan antara skor tiap pertanyaan dengan skor total. Teknik korelasi menggunakan pearson product moment (r). Masing-masing nilai signifikaan dari item pertanyaan dibandingkan nilai r tabel pada tingkat kemaknaan 5% jika lebih besar maka item pertanyaan itu valid (suryanto, 2011), kuesioner valid apabila nilai r hasil > r tabel maka pertanyaan tersebut valid (hastono, 2007).
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
53
Uji validitas kuesioner ini dilakukan di puskesmas tanjung sari kecamatan natar kabupaten lampung selatan dimulai pada tanggal 11 Mei 2018. Uji validitas kuesioner tingkat kepatuhan diet diabetes melitus ini dilakukan menggunakan program komputer melalui aplikasi SPSS. Cara mengukur dengan mengisi kuesioner dengan teknik wawancara, sampel yang dipakai untuk uji validitas yaitu sebesar 15 responden. Berdasarkan pearson product moment (r) pada tingkat kemaknaan 5% maka r tabel sebesar 0,553, berdasarkan uji validitas yang telah dilakukan dengan hasil pertanyaan 1= 0,626, pertanyaan 2= 0,644, pertanyaan3= 0,757, pertanyaan 4= 0,621, pertanyaan 5= 0,621, pertanyaan 6= 0,610, pertanyaan 7= 0,597, pertanyaan 8= 0,642, pertanyaan 9= 0,736, pertanyaan 10= 0,795, jadi dapat disimpilkan bahwa r hasil > r tabel (0,553) maka 10 pertanyaan tersebut dinyakatan valid Uji validitas alat cek gula darah (glukotest) dilakukan untuk mengetahui ketepatan alat ukur glukotest. cara mengukur validitas alat glukotest dengan cara Tekan tombol power lalu masukan cek strip.Masukan cek strip pada lubang tempat memasukan strip, muncul tulisan OK / E-2.OK berarti alat dalam kondisi baik, E-2 berarti alat dalam kondisi rusak, lepaskan cek strip. Apabila hasil pengecekan sudah muncul,tarik kembali cek strip dan simpan,untuk pengecekan berikutnya.
b. Reliabilitas Pertanyaan kuesioner yang sudah valid lalu di ukur reliabilitasnya. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauhmana hasil pengukuran tetap
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
54
konsisten bila dilakukan lebih dari 1 kali, terhadap pertanyaan yang sama dengan alat ukur yang sama. Reliabel apabila koefisien alpha 0,70 atau lebih, uji ini dilakukan menggunakan program komputer melalui aplikasi SPSS. Berdasarkan uji reabilitas yang telah dilakukan didapatkan hasil sebesar 0,895, maka dapat disimpulkan bahwa kuesioner tersebut dinyakatak reliabel. Kadar gula darah diukur dengan alat pengukur gula darah yang telah terkalibrasi international yaitu alat pengukur kadar gula darah secara mandiri, pada alat glukometer apabila kode yang muncul di layar glukometer sesuai dengan kode strip maka alat glukometer bisa langsung digunakan.
H. Metode Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menggunakan lembar kuesioner tentang tingkat kepatuhan diet serta melakukan pengukuran kadar gula darah pada responden.
I. Metode Pengolahan Data Setelah data terkumpul maka pengolahana data tersebut menggunkan langlangkah sebagai berikut: a. Editing Kegiatan ini merupakan bagian kegiatan pemeriksaan kembali kuesioner yang telah diisi oleh responden meliputi: kelengkappan isian, kejelasan
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
55
jawaban dan tulisan, relevansi jawaban dengan pernyataan isian dan kekonsekuensi. b. Coding Setelah kuesioner di teliti atau diperiksa kembali, selanjutnya dilakukan pemberian kode/ mengelompokkan kategori yang telah ditentukan. Pada variabel kepatuhan dibuat code 0= patuh, 1= tidak patuh, pada variabel kadar gula darah sewaktu dibuat kode 0= gula darah normal, 1= hiperglikemia, pada variabel counfounding jenis terapi dibuat kode 0= kombinasi, 1= tunggal dan pada variabel confounding lama terpapar penyakit dibuat kode 0= <5 tahu, 1= ≥ 5 tahun. c. Entry Data Peneliti memasukkan data atau merekap data kedalam database berdasarkab kode atau kelompok. Data berupa jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukan kedalam komputer dalam program SPSS. d. Pembersihan Data (Cleaning) Peneliti memeriksa kembali dan melakukan pembersihan data untuk memastikan apakah variabel data sudah benar atau belum atau untuk mengecek kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan baik dalam pemberian kode ataupun ketidaklengkapan program SPSS. e. Mengeluarkan Informasi Peneliti mengeluarkan informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian yang dilakukan
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
56
J. Teknik Analisis Data Data yang telah dikumpulkan akan dilakukan analisa univariat dan bivariat yaitu sebagai berikut: a. Analisis Univariat Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel (Notoadmodjo, 2010). Bentuk analisis univariat tergantung jenis datanya. Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data katagorik. Analisis data katagorik digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan presentase setiap variabel yang diteliti yaitu kepatuhan diet DM, dan kadar gula dalam darah. Pada penelitian ini pengelolaan data dan analisa dilakukan dengan menggunakan aplikasi perhitungan statistik SPSS.
b. Analisis Bivariat Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independent (sebab) dengan variabel dependent (akibat) Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi square. Karena penelitian ini menggunakan data kategorik (variabel kadar gula darah dan variabel kepatuhan diet menggunakan data kategorik), serta hubungan variabel confounding (perancu) dengan viariabel dependent dan uji yang digunakan adalah uji chi square. Karena menggunakan data kategorik (variabel obat dan variabel kadar gula darah menggunakan data kategorik dan variabel lama terpapar penyakit dengan variabel kadar gula darah
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
57
menggunakan data kategorik). Karena menurut hastono (2007) syarat uji chi square adalah variabel independen harus berbentuk kategorik dan variabel dependen berbentuk kategorik. Hasil uji chi square dapat dilihat pada kotak chi square test. Pada penelitian ini menggunakan tabel 2x2 dan hasil chi square test dapat dilihat didalam kolom uji person chi square/, karena syarat person chi square tabel 2x2. Perhitungan uji chi square dengan menggunakan program komputer dengan tingkat kepercayaan 95% apabila p-value ≤ α (0,05) Ho ditolak berarti adanya hubungan tingkat kepatuhan diet dengan kadar gula darah sewaktu pasien DM tipe II, sedangkan jika p-value ≥ α (0,05) Ho dapat diterima berarti tidak ada hubungan tingkat kepatuhan diet dengan kadar gula darah sewaktu pasien diabetes melitus tipe II.
K. Jalannya Penelitian Langkah–langakah
dalam
penelitian.
Langkah
persiapan
peneliti
melakukan pengajuan beberapa judul penelitian ke Prodi tahap Akademik. Setelah mendapatkan persetujuan dari prodi, peneliti mengajukan beberapa judul kepada pembimbing, kemudian judul yang disetujui adalah hubungan tingkat kepatuhan diet dengan kadar gula darah sewaktu pasien diabetes melitus tipe II di UPT Puskesmas Natar tahun 2018. Mengajukan surat izin pra survei di UPT Puskesmas Natar, setelah itu melakukan pra survei di UPT Puskesmas Natar dan melanjutkan penyusunan proposal.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
58
Langkah pelakasaan, peneliti mengajukan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada institusi pendidikan STIKes Muhammadiyah Pringsewu, peneliti mengajukan surat permuhonan izin penelitian kepada UPT Puskesmas Natar untuk memberikan surat rekomendasi melaksanakan survei. Peneliti memilih responden sesuai dengan kriteria inklusi dan mencari responden yang cocok sesuai dengan sumber data. Sebelum mengambil data, peneliti memperkenalkan diri dan menjelasakan maksud dan tujuan dilakukan penelitian ini dan mengklarifikasi terlebih dahulu kepada calon responden apakah sudah pernah menjadi responden dalam penelitian ini sebelumnya. Jika belum pernah menjadi responden maka responden dicatat dalam daftar responden. Peneliti memberikan penjelasan kepada calon responden mengenai tujuan dan manfaat dari penelitian ini. Selanjutnya peneliti meminta kesedian dan persetujuan responden untuk mengikuti penelitian dengan menandatangani lembar informed consent. Pada rencana awal penelitian pengambilan data akan dilakukan dengan memberikan kuesioner untuk diisi oleh responden secara langsung dengan jumlah pertanypaan 10 pertanyaan dan diisi selama 15 menit. Namun pada saat penelitian, semua responden tidak bersedia untuk mengisi kuesioner secara mandiri, sehingga pengambilan data dilakukan dengan melakukan wawancara berdasarkan kuesioner kepada setiap responden. Pengumpulan data dilakukan selama satu bulan dengan dibantu 2 asisten penelitian (enumerator) yang sebelumnya telah dilakukan persamaan persepsi sehingga antara enumerator dengan peneliti memiliki persamaan persepsi
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
59
seputar penelitian yang dilakukan. Selanjutnya untuk mengetahui kadar gula darah sewaktu maka peneliti menggunakan glukometer untuk mengecek kadar gula darah, setelah terkumpul peneliti mengoreksi kembali apakah data sudah terkumpul sesuai dengan keinginan peneliti dan memenuhi persyaratan penelitian. Kemudian setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data.Terakhir merumuskan kesimpulan dan saran penelitian.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
60
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Gambaran Umum UPT Puskesmas Natar Kabupaten lampung Selatan Penelitian ini dilakukan di UPT Puskesmas Natar Kabupaten Lampung Selatan yang terletak di Jalan Dahlia III Kecamatan Natar kabupaten Lampung Selatan. Puskesmas Natar memiliki tanggung jawab upaya kesehatan dibidang promotif, pereventif, kuratif dan rehabilatif dengan wilayah kerja terdiri dari 5 desa yang merupakan bagian dari Kecamatan Natar. Fungsi dari Puskesmas Natar tersebut adalah sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga menuju masayarakat yang mandiri dan sehat serta pusat pelayanan strata I (pelayanan tingkat dasar). UPT Puskesmas Natar terletak di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan dengan luas wilayah kerja UPT Puskesmas Natar ±131,91 km2 yang terbagi menjadi 5 desa yang tersebar di sebagian wilayah kecamatan natar yaitu Natar, Merak Batin, Negara Ratu, Rejosari, Kalisari dengan batas wilayah administrasinya adalah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Puskesmas Tanjungsari Natar
2. Sebelah Selatan
: Berbatasan dengan Puskesmas Hajimena
3. Sebelah barat
: Betbatasan dengan Puskesmas Branti
4. Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Puskesmas Hajimena
60
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
61
Badan Pusat Statistik Kecamatan Natar mendata jumlah penduduk di wilayah kerja UPT Puskesmas Natar pada tahun 2016 diperkirakan sebanyak 56.191 jiwa terdiri dari 28.845 jiwa laki-laki dan 27.346 jiwa perempuan. Dari 5 desa yang ada di wilayah kerja UPT Puskesmas Natar tercatat terdapat 40 dusun. Desa yang paing banyak penduduknya adalah desa Merak Batin dengan jumlah penduduk sasaran 18.970 jiwa, sedangkan penduduk sasaran yang paling sedikit adalah desa Kalisari yaitu sebnayak 5.156 jiwa. Sedangkan desa dengan jumlah dusun terbanyak ada di desa Negara Ratu yang memiliki 13 dusun sedangkan desa dengan jumlah dusun terkecil adalah desa Kalisari yang memiliki jumlah dusun yaitu 4 dusun. 2. Visi, Misi, Motto Dan Tata Nilai UPT Puskesmas Natar a. Visi Memandirikan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat b. Misi 1) Memotivasi masyarakat untuk berperilaku hidup sehat 2) Meningkatkan upaya kesehatan yang bermutu, terjangkau dan merata 3) Meningkatkan dan mendayagunakan sumber daya manusia c. Motto Kesehatan Adalah Kepuasan Kami d. Tata Nilai SEHATI (Senyum, Empati, Harmonis, Aktif, Tulus, Ikhlas)
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
62
B. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat Pasien yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah pasien diabetes melitusn tipe II yang terdapat wilayah kerja di Puskesmas Natar Lampung Selatan termasuk kedalam kriteria inklusi dan tidak termasuk ke dalam kriteria eksklusi. Alasan peneliti memilih tempat penelitian ini adalah karena berdasarkan survei jumlah pasien DM tipe II yang tercatat sebanyak 368 pasien, masih banyak yang belum tercapai keberhasilan terapinya ditandai dengan nilai kadar gula darah yang masih tinggi sekaligus ingin mengetahui apakah pasien tersebut sudah patuh atau belum dalam menjalankan diet dan mengontrol kadar gula darah secara rutin serta membantu meningkatkan kepatuhan dan keberhasilan terapi pasien pasien yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 67 responden. a. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan Diet Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan Diet Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Di UPT Puskesmas Natar Kepatuhan Diet
Frekuensi
Persentase (%)
Patuh
43
64,2
Tidak Patuh
24
35,8
Total
67
100
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
63
Data distribusi frekuensi kepatuhan diet penderita diabetes melitus tipe II di UPT Puskesmas Natar yang di jelaskan dalam tabel 4.1 menunjukkan bahwa lebih dari setengah penderita diabetes melitus yang menjadi responden memiliki kepatuhan diet yang patuh sebanyak 43 responden (64,2%), sedangkan yang memiliki kepatuhan diet yang tidak patuh sebanyak 24 responden (35,8%).
b. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kadar Gula Darah Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Di UPT Puskesmas Natar Kadar Gula Darah
Frekuensi
Persentase (%)
Normal
45
67,2
Hiperglikemia
22
32,8
67
100
Total
Data distribusi frekuensi berdasarkan kadar gula darah penderita diabetes melitus tipe II di UPT Puskesmas Natar yang di jelaskan dalam tabel 4.2 menunjukkan bahwa lebih dari setengah penderita diabetes melitus yang menjadi responden memiliki kadar gula normal sebanyak 45 responden (67,2%), sedangkan yang memiliki kadar gula darah tinggi sebanyak 22 responden (32,8%)
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
64
2. Analisis Bivariat a. Hubungan Tingkat Kepatuhan Diet Dengan Kadar Gula Darah Hubungan Tingkat kepatuhan diet dengan kadar gula darah dapat dilihat pada tabel 4.3 Tabel 4.3 Hubungan Tingkat Kepatuhan Diet Dengan kadar Gula Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di UPT Puskesmas Natar Tahun 2018 Kadar Gula Darah Total
Tingkat Kepatuhan
Normal
Diet
Hiperglikemia
P-
OR
Value
N
%
N
%
N
%
Patuh
36
53,7
7
10,4
43
64,2
Tidak Patuh
9
13,4
15
22,4
24
35,8
Total
45
67,2
22
32,8
67
100
0,000
8,571
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden yang dietnya tidak patuh sebagian besar kadar gula darah tinggi (hiperglikemia) sebanyak 15 responden (22,4%) dan responden yang dietnya patuh sebagian besar kadar guadarah nya normal sebanyak 36 responden (53,7%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,000 yang berarti p-value < α (0,05) artinya H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang antara tingkat kepatuhan diet dengan kadar gula darah sewaktu pasien diabetes melitus tipe II di UPT Puskesmas Natar tahun 2018 dan hasil analisis odds rasio (OR) sebesar 8,571 dengan 95% confidence interval (CI): 2,695<8,571<27,258 Hal ini menunjukkan
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
65
berarti pasien yang patuh diet memiliki kecenderungan untuk memiliki kadar gula darah normal sebesar 8,571 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang tidak patuh dan secara statistik bermakna. b. Jenis terapi obat dan lama terpaparnya penyakit dengan kadar gula darah sewaktu Hubungan Jenis Terapi Obat Dan Lama Terpapar Penyakit dengan kadar gula darah dapat dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Analisis Hubungan Jenis Terapi Obat Dan Lama Terpapar Penyakit Dengan kadar Gula Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di UPT Puskesmas Natar Tahun 2018 Kadar Gula Darah Total Normal
Jenis Terapi
P-
Hiperglikemia
N
%
N
%
N
%
Kombinasi
36
53,8
10
14,9
46
68,7
Tunggal
9
13,4
12
17,9
21
31,3
45
67,2
22
32,8
67
100
Obat Total Lama
<5 Tahun
18
26,9
10
14,9
28
41,8
Terpapar
≥5 Tahun
27
40,3
22
17,9
39
58,2
45
67,2
22
32,8
67
100
Total
OR
Value
0,010 4,8
0,793 0,8
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa responden yang mendapatkan jenis terapi obat kombinasi sebagian besar kadar gula darah normal sebanyak 36 responden (53,8%) dan responden yang mendapatkan jenis terapi obat tunggal sebagian besar kadar gula darah
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
66
nya tinggi sebanyak 12 responden (17,91%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,010 yang berarti p-value < α (0,05) artinya ada hubungan yang signnifikan antara jenis terapi obat dengan kadar gula darah sewaktu pasien diabetes melitus tipe II di UPT Puskesmas Natar Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2018 dan hasil analisis odds rasio (OR) sebesar 4,8 dengan 95% confidence interval (CI): 1,578<4,8<14,6. Hal ini menunjukkan berarti pasien yang mendapatkan terapi obat kombinasi memiliki kecenderungan untuk memiliki kadar gula darah normal sebesar 4,8 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan terapi obat tunggal dan secara statistik bermakna. Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan responden yang terpapar penyakit selama ≥5 tahun sebagian besar kadar gula darah normal yaitu sebanyak 27 responden (40,3%) dan responden terpapar diabetes melitus tipe II <5 tahun sebagian besar kadar gula darah normal yaitu sebanyak 18 responden (26,9%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,793 yang berarti p-value < α (0,05) yang berarti tidak ada hubunga yang signifikan anatara lama terpaparnya penyakit dengan kadar gula darah sewaktu pasien diabetes melitus tipe II di UPT Puskesmas Natar Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2018 dan hasil analisis odds rasio (OR) sebesar 0,8 dengan 95% confidence interval (CI): 0,28<0,8<2,24.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
67
3. Pembahasan a. Univariat 1) Kepatuhan Diet Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di UPT Puskesmas Natar Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden patuh menjalani diet sebanyak 43 responden (64,2%) dan yang tidak patuh menjalani diet sebanyak 24 responden (35,8%). Sebagian besar responden patuh disebabkan responden sadar bahwa diet penting bagi kesehatan dan menyeimbangkan kadar gula darahnya agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut. Sesuai dengan penatalaksanaan diabetes melitus dalam 4 pilar utama, salah satunya te rapi gizi. Terapi gizi untuk penderita diabetes melitus terdapat pola makan yang disebut dengan 3J, dimana jadwal, jenis dan jumlah yang harus sesuai. Berdasarakan penelitian sebelumnya Lestari (2012) di Poliklinik Khusus RSUP Fatmawati Jakarta mengungkapkan lebih dari separuh (56%) pasien patuh terhadap diet yang dianjurkan. Hal ini dikarenakan bahwa pasien diabetes melitus lebih dari separuh yaitu 60% berpengetahuan baik, kemudian 55% pasien memiliki motivasi yang tinggi terhadap pengendalian kadar gula darah. Berbeda dengan penelitian sebelumnya oleh Febriana (2013) di Rawat Inap RSUD Sukoharjo juga mengungkapkan bahwa 68,8% pasien diabetes melitus tidak patuh dengan diet yang dianjurkan. Hal yang
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
68
sama juga diungkapkan oleh Qurratuaeni (2009) di RSUP Fatmawati Jakarta bahwa lebih dari separuhnya (68%) pasien diabetes melitus kebiasaan makannya tidak sesuai dengan anjuran diet yang diberikan petugas kesehatan. Kepatuhan terhadap terapi diet sangat penting karena terapi diet merupakan salah satu pilar dari penatalaksanaan diabetes melitus. Menurut Joslin, et al, mengontrol kepatuhan pada pasien diabetes memang merupakan tantangan yang sulit. Kepatuhan bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya masalah kejiwaan seperti gangguan makan dan gangguan afektif, konflik di keluarga, dan stres. Edukasi kepada keluarga juga merupakan faktor yang penting dalam menjaga kepatuhan pasien. Kepatuhan jangka panjang terhadap perencanaan makan merupakan salah satu aspek yang paling sulit dalam penatalaksanaan diabetes. Bagi pasien obesitas, tindakan membatasi kalori mungkin lebih mudah. Namun, bagi pasien yang berat badannya sudah turun, upaya mempertahankan berat badannya sering lebih sulit dikerjakan. Untuk
membantu
pasien
dalam
menjalankan
terapi
diet,
mengikutsertakan kebiasaan diet yang baru kedalam gaya hidupnya sangat dianjurkan. Namun, sebagian besar dari mereka beranggapan bahwa diet menjadi suatu kegiatan yang membosankan dan merepotkan karena kesulitan mereka dalam mengukur porsi secara tepat sehingga hal ini sering kali diabaikan. (Rusmina, 2010).
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
69
2) Kadar Gula Darah Sewaktu Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di UPT Puskesmas Natar Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan sebagian besar kadar glukosa responden normal sebanyak 45 responden (67,2%) dan kadar gula tinggi (hiperglikemia) sebanyak 22 responden (32,8%). Kadar gula darah responden sebagian besar normal karena disebabkan banyak hal seperti responden patuh terhadap advis dokter dalam makanan, pengobatan dan aktivitas/olahraga. Selain itu faktor psikologi juga mempengaruhi kadar gula darah responden. Berdasarkan penelitian sebelumnya Nugroho dkk (2016) di Kelurahan Bulus Ulur mengungkapkan hal yang sama, sebagian besar responden dengan kadar glukosa normal dengan nilai normal yaitu sebanyak 38 responden (58%). Responden dengan kadar gula darah tinggi sebanyak 24 responden (37%), sedangkan responden dengan kadar gula rendah ssebanyak 3 responden (5%). Kadar gula darah darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat gula darah di dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat didalam tubuh (Sudoyo, 2014). Menurut kriteria diagnostik Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) 2011, seseorang dikatakan penderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dL dan pada uji sewaktu >200 mg/dL. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
70
waktu 2 jam. Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya dan kadar gula darah sewaktu normal berkisar antara 80-180 mg/dl. Masih adanya kadar gula darah yang tidak normal disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi, diantaranya kurangnya kesadaran pasien dalam menjalankan program diet yang kurang patuh disebabkan karena masih rendahnya kesadaran untuk menjalankan pola hidup sehat terutama dalam hal diet dan asupan obat yang tidak teratur.
b. Bivariat 1) Hubungan Kepatuhan Diet dengan Kadar gula darah sewatu Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Natar menunjukkan bahwa dari 67 responden didapatkan hasil uji statistik menggunakan uji chi-square test menunjukkan bahwa nilai p-value sebesar 0,000 (p<0,05) berarti H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kepatuhan diet dengan kadar gula darah pasien diabetes melitus tipe II. Pernyataan tersebut sejalan dengan teori yang disampaikan oleh
Rendy dan Margareth (2012) yang menyatakan ada 4
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
71
komponen dalam penatalaksanaan diabetes melitus untuk mengontrol kadar gula darah adalah terapi diet, latihan atau aktifitas, edukasi/pengetahuan, dan terapi farmakologi dan Ada beberapa hal yang menyebabkan gula darah naik, yaitu kurang berolah raga, bertambahnya jumlah makanan yang dikonsumsi (pola makan/diet), meningkatnya stress dan faktor emosi, pertambahan berat badan dan usia, serta dampak perawatan dari obat, misalnya steroid (Fox & Kilvert, 2010). Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Febriana (2014) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kepatuhan diet dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe II di Rawat Inap RSUD Dukoharjo dengan nilai pvalue sebesar 0,015, selain itu penelitian yang dilakukan Astari (2016) di
wilayah kerja Puskesmas Purnama Pontianak
mengungkapkan hal yang sama bahwa terdapat hubungan antara kepatuhan diet dengan kadar gula darah, dimana hasil penelitan menyatakan bahwa 68 responden 19 responden yang patuh memiliki kadar gula darah terkontrol, sedangkan 49 responden yang tidak patuh diantaranya 5 responden memiliki kadar gula darah terkontrol dan 44 responden memiliki kadar gula darah tidak terkontrol dan hasil uji statistik didapatkan p-value sebesar 0,000 < α (< 0,05).
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
72
Berbeda dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ernaeni (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kepatuhan diet dengan kadar gula darah. Hal ini dikarenakan 91,4% responden yang tidak patuh mengatakan diet merupakan suatu kegiatan yang membosankan dan merepotkan karena kesulitan mereka mengukur porsi secara tepat dan menyesuaikan dengan jadwal yang telah dianjurkan, sehingga diet seringkali diabaikan. Responden yang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi memiliki motivasi yang kuat untuk sembuh dan dukungan yang baik dari keluarga, sehingga mereka cenderung untuk mematuhi aturan diet (Purnamasari, 2009). Menurut Catur (2013) ada beberapa faktor yang berhubungan dengan pengendalian kadar gula darah selain kepatuhan terapi diet yaitu kepatuhan minum obat, asupan lemak, pengetahuan dan dukungan keluarga. Menurut PERKENI (2011) terdapat 4 pilar penatalaksanaan diabetes melitus untuk pengendalian kadar gula darah, salah satunya terapi diet. Terapi diet merupakan aspek kedua setelah edukasi/pengetahuan dalam penatalaksanaan diabetes melitus, maka peran terapi diet/gizi sangat penting bagi penderita diabetes melitus. Dasar terapi diet pada diabetes melitus adalah memberikan kalori yang cukup dan komposisi yang memadai, dengan memperhatikan 3J, yaitu jumlah makanan, jadwal makanan, dan jenis makanan.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
73
Kepatuhan (adherence) secara umum didefinisikan sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh petugas
kesehatan
(Niven,
2012).
Faktor
yang
dapat
mempengaruhi perubahan perilaku seseorang untuk menjadi patuh atau tidak patuh terhadap program pengobatan, yang diantaranya dipengaruhi oleh faktor predisposisi, faktor pendukung serta faktor pendorong. faktor predisposisi merupakan faktor utama yang ada didalam diri individu yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, persepsi, kepercayaan
dan keyakinan, nilai-nilai serta sikap.
Ketidakpatuhan
seseorang
pada
dapat
dipengaruhi
oleh
pemahaman dan interaksi antara pemberi dan penerima informasi serta kualitas dari interaksi tersebut (Irawan, 2010). Kepatuhan diet merupakan terapi diet yang terdapat dalam penatalaksanaan diabetes melitus untuk pengendalian kadar gula darah.
Kepatuhan
dalam
menjalankan
terapi
diet
dapat
mengendalikan kadar gula darah dalam keadaan normal maupun mendekati normal. Dimana kepatuhan merupakan wujud tingkah laku pasien dalam mengontrol kadar gula darah. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Oldi (2010), bahwa kendala utama pada penanganan DM tipe II adalah kejenuhan dan ketidakpatuhan. Pasien sering berganti metode pengobatan. Hal ini memang wajar dan manusiawi, tetapi hendaknya dipahami dulu apa sebenarnya diabetes mellitus itu. Hal
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
74
ini penting diketahui agar penderita DM tipe II dapat tetap berada pada jalur yang tepat, demi kualitas hidup yang optimal. Penderita DM tipe II dianjurkan untuk makan dalam jumlah kecil namun sering, sebanyak tiga kali sehari. Tujuannya agar asupan makanan tidak secara cepat meningkatkan kadar gula darah, sebaliknya pada tenggang antara waktu makan tidak terjadi penurunan kadar gula darah. Khususnya untuk penderita diabetes melitus yang mengalami obesitas sebaiknya mengurangi jumlah makanan guna menurunkan berat badan Penelitian ini didapatkan hubungan yang signifikan antara kepatuhan diet dengan kadar gula darah, hal ini dapat terjadi karena pada diabetes melitus tipe II terjadi resistensi insulin ataupun gangguan sekresi insulin yang dapat dikendalikan dengan mengatur glukosa yang dikonsumsi agar tidak terjadi kelebihan glukosa dalam darah dengan meminimalkan kebutuhan akan insulin. Pada analisis hubungan kepatuhan diet dengan kadar gula darah didapatkan hasil sebanyak 7 responden (10,4%) klien diabetes melitus tipe II yang patuh terhadap diet, kadar gula darahnya tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena aktifitas klien sehari-hari, klien diabetes melitus yang tidak melakukan olahraga kadar gula darahnya tingg serta kurang teraturnya dlam mengkonsumsi obat hipoglikemik
oral.
Dengan
melakukan
aktifitas/olahraga
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
75
responden dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara menggunakannya sebagai sumber energi. Pada responden yang mengalami resistensi insulin yang menyebabkan glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen untuk disimpan didalam hati, namun dengan cara olahraga/aktifitas kadar gula darah diubah menjadi energi tanpa memerlukan insulin. Pada konsumsi obat hipoglikemik oral juga mempengaruhi karena cara kerjanya memiliki beberapa golongan diantaranya meningkatkan sekresi insulin (golongan sulfonilurea dan glinida), meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin (golongan biguanida dan tiazilidindion), dan menghambat absorpsi glukosa (Hardiyanto, 2009). Dari
penelitian
yang
kepatuhan diet dengan
menunjukkan
kadar
gula
adanya
hubungan
darah, maka perlunya
kepatuhan penderita diabetes melitus dalam menjalankan anjuran diet yang diberikan petugas kesehatan.
2) Hubungan Antara Jenis Terapi Obat Dengan Kadar Gula Darah Sewaktu Pasien Diabetes Melitus Tipe II Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa responden yang mendapatkan jenis terapi obat kombinasi sebagian besar kadar gula darah normal yaitu sebanyak 36 responden (53,7%) dan responden yang mendapatkan jenis terapi obat tunggal sebagian besar kadar gula darah nya tinggi yaitu sebanyak 12 responden (17,9%).
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
76
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,010 yang berarti p-value < α (0,05) yang berarti bahwa ada hubungan antara jenis terapi obat dengan kadar gula darah sewaktu pasien diabetes melitus tipe II. Terapi
farmakologis
termasuk
dalam
salah
satu
pilar
penatalaksanaan diabetes selain terapi diet dan berkontribusi terhadap pengendalian kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah juga dapat dipengaruhi oleh penggunaan obat hipoglikemia oral maupun dengan insulin. Mekanisme kerja obat dalam menurunkan kadar glukosa darah antara lain dengan merangsang kelenjar pankreas untuk meningkatkan produksi insulin, menurunkan produksi
glukosa
dalam
hepar,
menghambat
pencernaan
karbohidrat sehingga dapat mengurangi absorpsi glukosa dan merangsang reseptor insulin (PERKENI , 2011). Pemberian jenis terapi obat disesuaikan dengan masing-masing responden mempunyai waktu konsumsi obat serta dosis obat yang berbeda disesuaikan dengan kebutuhan responden dan tingkat diabetes yang dialami oleh responden serta dipengaruhi oleh jumlah obat yang dikonsumsi. Terapi jenis obat anti diabetes responden menjadi salah satu upaya untuk pengontrolan dalam pengendalian glukosa darah ataupun komplikasi yang dapat ditimbulkan. Dalam menjalankan terapi obat pasien diabetes melitus juga di anjurkan untuk menjaga
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
77
kepatuhan dalam mengkonsumsi obat tersebut, bila penderita DM tidak patuh dalam melaksanakan program pengobatan yang telah dianjurkan oleh dokter, ahli gizi atau petugas kesehatan lainnya maka akan dapat memperburuk kondisi penyakitnya dan tidak terkendalinya kadar gula darah penderita. Keberhasilan dari pengobatan diabetes melitus ini selain dengan pengobatan secara medik dalam bentuk pemberian obat juga dipengaruhi dengan pola diet (Anani, 2012). Jenis terapi yang dikonsumsi oleh penderita yang paling banyak digunakan adalah metformin untuk terapi tunggal dan metformin + glibenklamide untuk terapi kombinasi. Metformin merupakan salah satu lini pertama untuk pasien diabetes melitus sehingga banyak digunakan pada pasien yang mendapat jenis terapi tunggal, metformin menurunkan kadar gula darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular, distal reseptor insulin, dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan juga diduga menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah asupan makan, pada pemakaian tunggal metformin dapat menurunkan glukosa darah sampai 20% dan konsentrasi insulin plasma pada keadaan basal juga turun. Apabila menggunakan monoterapi lini pertama kadar gula darah belum terkendali, maka menggunakan terapi lini kedua
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
78
berupa kombinasi 2 obat yang cara kerjanya berbeda seperti golongan sulfonilurea + metformin. Golongan obat sulfonilurea bekerja dengan merangsang pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan, sehingga hanya bermanfaat pada pasien yang masih mampu mensekresi insulin, obat ini tidak dapat dipakai pada diabetes tipe I. Kombinasi metformin dengan sulfonilurea saat ini merupakan kombinasi yang rasional karena mempunyai cara kerja sinergis dalam menurunkan gula darah sehingga kombinasi ini dapat menurunkan gula darah lebih banyak darp pada pengobatan tunggal masing-masing (Sudoyo, 2014)
3) Hubungan Antara Lama Terpapar Penyakit Dengan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe II Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan hasil bahwa responden yang terpapar penyakit selama ≥5 tahun sebagian besar kadar gula darah normal yaitu sebanyak 27 responden (40,3%) dan responden terpapar diabetes melitus tipe II <5 tahun sebagian besar kadar gula darah normal yaitu sebanyak 18 responden (26,9%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p-value = 0,793 yang berarti p-value < α (0,05) maka dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan antara lama terpapar penyakit dengan kadar gula darah pasien diabetes melitus tipe II.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
79
Meningkatnya durasi lama terpaparnya diabetes melitus berhubungan dengan semakin buruknya kendali kadar glukosa darah. Hal ini berkaitan dengan progresivitas penurunan sekresi insulin akibat kerusakan sel beta pankreas Berdasarkan uji statistik, diketahui bahwa tidak ada hubungan bermakna antara lama terpaparnya penyakit dengan kadar gula darah. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian lain, yaitu hasil penelitian dari Astari (2016) yang dilakukan di Puskesmas Purna Pontianak yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lama mendetita diabetes melitus dengan kadar gula darah dengan hasil banyak yang lama menderita diabetes melitus 510 tahun - >10 tahun dengan kadar gula darah tidak normal sebanyak 21 responden (75,0%) sedangkan untuk <5 tahun dengan kadar gula darah tidak normal sebanyak 20 responden (55,6%) dengan hasil pvalue sebesar 0,07 (p-value<α (0,05)). Berdasarkan hasil uji statistik tidak bermaknanya hubungan antara lama terpapar penyakit dengan kadar gula darah dapat disebabkan karena faktor perilaku pengelolaan diabetes lebih berpengaruh terhadap pengendalian kadar gula darah seperti terapi diet, terapi obat maupun aktifitas (Catur Mei, 2013).
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung
80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Kepatuhan diet penderita diabetes melitus pada penelitian ini menunjukkan lebih dari setengah responden memiliki kepatuhan diet yang patuh sebanyak 43 orang (64,2%) sedangkan pasien yang tidak patuh 24 orang (35,8%). 2. Kadar gula darah penderita diabetes melitus pada penelitian ini menunjukkanlebih dari setengah responden yang kadar gula darahnya normal sebanyak 45 responden (67,2%) sedangkan yang kadar gula darah tinggi sebanyak 22 responden (32,8%). 3. Terdapat hubungan yang positif antara tingkat kepatuhan diet dengan kadar gula darah sewaktu pasien diabetes melitus tipe II di UPT Puskesmas Natar dengan tingkat signifikan p-value 0,000 (p-value<α).
B. Saran 1. Aplikatif a. Bagi Responden/Keluarga 1) Responden Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi pasien diabetes melitus (responden) ataupun keluarganya mengenai pentingnya patuh terhadap diet diabetes melitus serta pasien dapat menjalankan perilaku hidup sehat dengan mematuhi pola diet yang
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung 80
81
telah dianjurkan dan keluarga dapat memberi motivasi dan dukungan untuk pasien dalam menajalankan anjuran program diet b. Bagi Perawat/Petugas Kesehatan Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi acuan/sebagai kebijakan untuk memberikan edukasi secara kontinyu 2. Bagi Institusi Sebagai referensi dan sebagai bahan bacaan, tambahan materi perkuliahan terkait penyakit diabetes melitus sehingga dapat menjadi acuan pembelajaran, serta sebagai bahan perbandingan dengan penelitian lainnya 3. Bagi UPT Puskesmas Natar Diharapkan bagi UPT puskesmas Natar acuan/sebagai kebijakan untuk memberikan edukasi/informasi secara kontinyu dan ssebagai penyelenggara pelayanan kesehatan hendaknya meningkatkan kualitas pemberian pelayanan terhadap pasien diabetes melitus dan memberikan informasi pentingnya patuh terhadap terapi diet. 4. Bagi Peneliti selanjutnya Sebagai tambahan ilmu pengetahuan sehingga dapat menambah wawasan dan dapat dijadikan sebagai perbandingan agar dapat meneliti dengan variabel yang berbeda selanjutnya seperti variabel lain yang termasuk pilar penatalaksaan DM selain terapi diet yaitu terapi obat, aktivitas/latihan, dan pendidikan.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung