BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Organisasi Dalam pengertian sederhana organisasi sering diartikan sebagai kelompok orang yang bekerjasama dan ingin mencapai tujuan bersama. Organisasi didirikan karena beberapa tujuan tertentu yang hanya dapat dicapai melalui tindakan yang harus dilakukan bersama-sama, apakah tujuan itu berupa laba, pemberian pendidikan, sosial dan lain-lain. Dalam literatur dewasa ini, arti organisasi beraneka ragam. Walaupun banyak perbedaan dalam memberikan pengertian atau definisi organisasi oleh beberapa ahli manajemen, tetapi perbedaan-perbedaan tersebut mempunyai elemen dasar yang sama yaitu adanya sekelompok orang, kerjasama, proses pembagian kerja, pengaturan hubungan dan tujuan yang hendak dicapai. Menurut Barnard dalam buku Wursanto (2005:53) mendefinisikan organisasi adalah suatu sistem usaha bersama antara dua orang atau lebih, sesuatu yang tidak berwujud dan tidak bersifat pribadi, yang sebagian besar mengenai hubungan-hubungan kemanusiaan. Atmosudirdjo dalam buku Wursanto (2005:53) mendefinisikan organisasi itu sebagai struktur tata pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orangorang pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan yang tertentu. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Organisasi adalah suatu himpunan interaksi manusia yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama yang terikat dalam suatu ketentuan yang telah disetujui bersama. 2. Organisasi merupakan suatu wadah dan alat pelaksanaan proses manajemen untuk mencapai tujuan bersama.
3. Organisasi merupakan suatu sistem terbuka dan organisasi sebagai kelompok yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. 4. Organisasi adalah tempat kerjasama formal dari sekelompok orang, dalam melakukan tugas-tugasnya. 5.
Adanya pembagian kerja dan hubungan kerja antara sesama karyawan, pendelegasian wewenang dan koordinasi tugas-tugas.
B. Struktur Organisasi Setiap perusahaan pada umumnya mempunyai struktur organisasi. Penyusunan struktur organisasi merupakan langkah awal dalam memulai pelaksanaan kegiatan organisasi, dengan kata lain penyusunan struktur organisasi adalah langkah terencana dalam suatu perusahaan untuk melaksanakan fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.
Menurut
Siswanto
(2005:85)
struktur
organisasi
menspesifikasikan pembagian kerja dan menunjukkan bagaimana fungsi atau aktivitas yang beraneka ragam yang dihubungkan sampai batas tertentu, juga menunjukkan tingkat spesialisasi aktivitas kerja. Menurut Hasibuan (2010:128) struktur organisasi adalah suatu gambar yang
menggambarkan
tipe
organisasi,
pendepartemenan
organisasi
kedudukan, dan jenis wewenang pejabat, bidang dan hubungan pekerjaan, garis perintah dan tanggung jawab, rentang kendali dan sistem pimpinan organisasi. Pengertian lain dari struktur organisasi dapat diartikan sebagai kerangka kerja formal organisasi yang dengan kerangka itu tugas-tugas pekerjaan dibagibagi, dikelompokkan, dan dikoordinasikan (Robbins dan Coulter, 2007:284). Struktur organisasi menjelaskan bagaimana tugas kerja akan dibagi, dikelompokkan dan dikoordinasikan secara formal. Struktur organisasi menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan diantara fungsi, bagian atau posisi maupun orang-orang yang menunjukkan tugas, wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam suatu organisasi.
Kerangka kerja organisasi tersebut disebut sebagai desain organisasi (organizational design) dan bentuk spesifik dari kerangka kerja organisasi dinamakan dengan struktur organisasi (organizational structure). Persoalan menyusun organisasi yang sesuai didalam manajemen dapat mendorong pada peningkatan efisiensi dan efektivitas kegiatan usaha. Dengan adanya struktur organisasi, maka stabilitas dan kontinuitas organisasi tetap bertahan. Struktur organisasi mengindikasikan alur perintah yang mengindikasi jabatan pekerjaan yang harus dipertanggung jawabkan oleh masing-masing tipe karyawan. Struktur organisasi berfungsi sebagai alat untuk membimbing kearah efisiensi dalam penggunaan pekerja dan seluruh sumber daya yang dibutuhkan dalam meraih tujuan organisasi. C. Pola Mekanisme Kerja Organisasi
D. Sistem Penghargaan Dan Sanksi 1. Sistem Penghargaan Pengertian Penghargaan (Reward) Penghargaan (reward) adalah sebuah bentuk apresiasi atas suatu prestasi yang diberikan baik oleh dan dari perorangan ataupun suatu lembaga yang biasanya diberikan dalam bentuk material atau ucapan. Dalam organisasi, terdapat istilah insentif yang merupakan suatu penghargaan (reward) dalam bentuk material atau nonmaterial yang diberikan oleh pimpinan organisasi perusahaan kepada karyawan dengan harapan sebagai modal motivasi yang tinggi bagi karyawan untuk berprestasi dalam mencapai tujuan-tujuan perusahaan atau organisasi. Menurut Danim (2004), penghargaan (reward) yang dalam dunia kerja sering juga disebut upah adalah harapan setiap manusia bekerja, meskipun dapat saja berbeda pada setiap kelompok kerja di perusahaan. Pemberian penghargaan (reward) pada setiap orang harus disesuaikan dengan hak dan kewajibannya. Perlu ditekankan di sini bahwa penghargaan (reward) tidak hanya diukur dengan materi, tetapi juga dipengaruhi oleh interaksi antara manusia serta lingkungan organisasi. Pada saat tertentu, manusia akan terangsang dengan insentif ekonomi atau materi (material insentives) atau keuntungan-keuntungan ekonomi (economic rewards). Pada saat lain, menurut Danim (2004), manusia akan terangsang dengan insentif yang bersifat nonmaterial (nonmaterial insentif). Penghargaan adalah ganjaran yang diberikan untuk memotivasi para karyawan agar produktivitasnya tinggi (Tohardi, 2002:317). Penghargaan adalah insentif yang mengaitkan bayaran atas dasar untuk dapat meningkatkan produktivitas para karyawan guna mencapai keunggulan yang kompetitif (Simamora, 2004:514). Penghargaan adalah
reward dalam bentuk uang yang diberikan kepada mereka yang dapat bekerja melampaui standar yang telah ditentukan (Mahmudi, 2005:89). 2. Sanksi Atau Hukuman Sebagai alat pengendali agar kinerja pada organisasi tersebut dapat berjalan dengan baik. Jika aturan dan hukum dalam suatu organisasi tidak berjalan baik, terjadi konflik kepentingan baik antarindividu maupun antarorganisasi. Menurut Rivai (2009), sanksi pelanggaran kerja adalah hukuman disiplin yang dijatuhkan pimpinan organisasi kepada pegawai yang melanggar peraturan disiplin yang telah diatur pimpinan organisasi. Hukuman (punishment) terkait dengan penerapan kedisiplinan. Disiplin adalah kondisi kendali dan perilaku tertib karyawan yang menunjukkan tingkat kerja sama tim yang sesungguhnya dalam suatu organisasi (Mondy, 2008). Hukuman (Punishment) Dalam menjalankan organisasi, aturan dan hukum berfungsi Salah satu aspek hubungan internal kekaryawanan yang penting namun sulit dilaksanakan adalah tindakan indisipliner. Tindakan indisipliner mengenakan sanksi terhadap karyawan yang gagal memenuhi standar yang telah ditetapkan. Mondy (2008) mengembangkan tiga konsep penting terkait tindakan indisipliner. Konsep tersebut antara lain sebagai berikut: a. Aturan Tungku Panas (Hot Stove Rule). Aturan ini memiliki konsekuensi antara lain membakar dengan segera sehingga yang bersangkutan mengerti alasannya, memberikan peringatan sehingga yang bersangkutan bias mencegah sebelum terjadi, memberikan hukuman
secara
konsisten
sehingga
karyawan
merasakan
kesamarataan perlakuan, dan tanpa pandang bulu sehingga tidak terjadi tindakan pilih kasih; b. Tindakan Disipliner Progresif. Tindakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa sanksi minimum yang ditetapkan sudah tepat untuk suatu pelanggaran.
c. Tindakan Disipliner tanpa Hukuman. Tindakan ini merupakan proses pemberian cuti agar karyawan dapat memikirkan tentang mau atau tidaknya yang bersangkutan untuk taat terhadap peraturan. E. Sistem Rekrutmen Dan Orientasi Pegawai Baru 1. Sistem Rekrutmen Setelah suatu perusahaan mempunyai gambaran tentang hasil analisas pekerjaan dan rancangan pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan perusahaan, maka tugas manajer suatu perusahaan adalah mengisi jabatan dengan mencari manajemen sumber daya manusia yang cocok dan berkualitas untuk pekerjaan itu. Rekrutmen
merupakan
suatu
cara
mengambil
keputusan
perencanaan manajemen sumber daya manusia mengenai jumlah karyawan yang dibutuhkan, kapan diperlukan, serta kriteria apa saja yang diperlukan dalam suatu organisasi. Rekrutmen pada dasarnya merupakan usaha mengisi jabatan atau pekerjaan yang kosong di lingkungan suatu organisasi atau perusahan, untuk itu ada dua sumber tenaga kerja yakni sumber dari luar (eksternal) organisasi dan sumber dari dalam (internal) organisasi. Penarikan (rekrutmen) karyawan merupakan suatu proses atau tindakan yang dilakukan oleh organisasi untuk mendapatkan tambahan karyawan melalui berbagai tahapan yang mencakup identifikasi dan efaluasi sumber-sumber penarikan tenaga kerja, menentukan kebutuhan tenaga kerja, proses seleksi, penempatan, dan orientasi tenaga kerja. Penarikan karyawan bertujuan untuk menyediakan karyawan yang cukup agar manajemen dapat memilih karyawan yang memenuhi kualifikasi yang mereka perlukan di perusahaan (Malthis : 2001). Rekrutmen yang efektif memerlukan tersedianya informasi yang akurat dan berkesinambungan mengenai jumlah dan kualifikasi individu yang diperlukan untuk melaksanakan berbagai pekerjaan dalam perusahaan. Aktifitas rekrutmen akan menyisihkan pelamar yang kurang tepat dan memfokuskan kemampuannya pada calon yang akan dipanggil
kembali. Aktifitas rekrutmen dapat membengun opini publik yang menguntungkan dengan cara mempengaruhi sikap pelamar sedemikian rupa terlepas mereka diangkat atau tidak dalam organisasi tesebut. Hasibuan (2008) menyatakan bahwa rekrutmen merupakan usaha mencari dan mempengaruhi tenaga kerja, agar mau melamar lowongan pekerjaan yang ada dalam organisasi. Sedangkan pengertian rekrutmen menurut Simamora (2004) merupakan serangkaian aktivitas mencari dan memikat pelamar kerja dengan motivasi, kemampuan, keahlian, dan pengetahuan untuk menutupi kekurangan yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian. Aktifitas rekrutmen dimulai pada saat calon mulai dicari, dan berakhir pada saat lamaran mereka diserahkan. Hal ini memerlukan keahlian bagi manajer organisasi untuk jeli dan teliti dalam mengamati tahap demi tahap rekrutmen untuk mendapatkan calon pegawai yang memenuhi kualifikasi yang telah ditentukan oleh organisasi tersebut guna membantu mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan jauh sebelumnya. Handoko (2008) menjelaskan bahwa rekrutmen merupakan proses pencarian dan pemikatan para calon karyawan (pelamar) yang mampu untuk melamar sebagai karyawan. Lebih jauh lagi, Rivai (2009) menjelaskan rekrutmen sebagai suatu rangkaian kegiatan yang dimulai ketika sebuah perusahaan memerlukan tenaga kerja dan membuka lowongan pekerjaan sampai mendapatkan calon yang diinginkan atau memenuhi kualifikasi sesuai dengan jabatan atau lowongan yang ada. Rekrutmen merupakan masalah yang penting bagi sebuah organisasi atau perusahaan dalam hal pengadaan tenaga kerja. Jika proses rekrutmen berhasil atau dengan kata lain banyak pelamar yang memasukan lamarannya, maka peluang perusahaan untuk mendapatkan karyawan yang baik akan menjadi semakin terbuka lebar, karena perusahaan akan memiliki banyak pilihan yang terbaik dari para calon pelamar.
2. Orientasi Pegawai Baru Orientasi berarti penyediaan informasi dasar berkenaan dengan perusahaan bagipegawai baru, yaitu informasi yang mereka perlukan untuk melaksanakan pekerjaansecara memuaskan. Informasi dasar ini mencakup fakta-fakta seperti jam kerja, caramemperoleh kartu pengenal, cara pembayaran gaji dan orang-orang yang akan bekerjasama dengannya. Orientasi pada dasarnya merupakan salah satu komponen prosessosialisasi pegawai baru, yaitu suatu proses penanaman sikap, standar, nilai, dan polaperilaku yang berlaku dalam perusahaan kepada pegawai baru. Pada umumnya, karyawan akan merasa sedikit waswas selama hari-hari pertama kerja.Setidaknya ada 3 alasan utama yang menyebabkan terjadinya kegugupan pada hari-hari pertama kerja (Meryl Reis Louis : 1980) antara lain : a. Alasan pertama adalah bahwa setiap situasi baru yang melibatkan perubahan danperbedaan dalam beberapa hal, akan menyebabkan karyawan baru harusmenghadapi ketidakpastian. b. Alasan kedua adalah harapan yang tidak realistis. Karyawan baru sering memilikiharapan tinggi yang tidak realistis tentang keuntungan yang akan diperolehnyadalam pekerjaan baru dan hal ini sering terbentur pada kenyataan bahwa yang akanmereka peroleh tidak seperti yang mereka harapakan semula c. Alasan ketiga adalah kejutan yang dapat mengakibatkan kecemasan. Kejutan dapatterjadi apabila harapan mengenai pekerjaan atau diri sendiri tidak terpenuhi. F. Pola Pengembangan SDM Dan Organisasi 1. Pola Pengembangan SDM Rumah sakit merupakan sebuah organisasi komplek yang terdiri dari berbagai macam profesi kesehatan dan profesi lainnya yang berhubungan dengan kegiatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dalam menjalankan fungsinya, rumah sakit membutuhkan suatu sistem
manajemen yang bersifat menyeluruh dan berkelanjutan. Sebuah manajemen SDM yang efektif dapat menciptakan suatu lingkungan kerja yang
memberikan
nuansa
kebersamaan,
sederajat,
menunjang
produktivitas, mendorong anggotanya untuk bekerja mencapai tujuan organiasi,
serta mampu memenuhi
kebutuhan
anggotanya
untuk
mengaktualisasikan diri dan memenuhi harapan individunya melalui penghargaan, perkembangan, dan pengakuan akan jati dirinya. Beragam profesi kesehatan yang tergabung dalam sebuah rumah sakit akan menjadi tantangan tersendiri bagi manajemen SDM rumah sakit. Latar belakang pendidikan kesehatan yang berbeda akan menghasilkan individu - individu praktisi kesehatan dengan ego dan idealisme yang berbeda. Pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan suatu proses yang komplek dan saling berkaitan antar praktisi kesehatan. Untuk itu diperlukan kerjasama dan kolaborasi antara individu/profesi kesehatan tersebut dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal bagi masyarakat. Sebuah Manajemen SDM yang berfungsi dengan baik akan memiliki kebijakan, aturan, dan program dalam kegiatan seleksi dan perekrutan pegawai (anggota), perumusan hak dan kewajiban anggota, pelatihan dan pengembangan organisasi, jaminan keselamatan anggota, dan sistem suksesi dalam organisasi. Rumah sakit sebagai organisasi harus memiliki sebuah manajemen SDM yang baik. a. Perencanaan Strategis Perencanaan strategis merupakan proses pengembangan tujuan, strategi, dan taktik organisasi untuk mencapai misi dan visi organisasi. Sebuah organisasi perlu menentukan tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang dengan menggunakan pernyataan misi dari organisasi sebagai panduan. Tujuan sebuah organisasi dapat meliputi target penjualan,
keuntungan
perusahaan,
kepuasan
pelanggan,
dan
meningkatkan nilai 11organisasi (image branding). Sebuah rumah sakit pun harus memiliki perencanaan untuk melaksanakan fungsinya
sebagai
organisasi.
Hal
yang
wajib
dipertimbangkan
dalam
menentukan kebijakan rumah sakit adalah fungsinya sebagai fasilitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Sebagai fasilitas pelayanan kesehatan, rumah sakit idealnya memiliki misi yang berorientasi kepada pelayanan publik, terutama rumah sakit milik pemerintah. Namun, sisi bisnis (profit oriented) tidak
harus
dihilangkan
begitu
saja
karena
menyangkut
keberlangsungan dari organisasi itu sendiri. Keseimbangan adalah kata kunci yang tepat untuk menggambarkan misi dari suatu rumah sakit yang ideal sebagai sebuah organisasi. Perencanaan
strategis
juga
merupakan
proses
penilaian
kebutuhan SDM terhadap tujuan dan target kerja yang ingin dicapai oleh organisasi. Hal ini berarti perencanaan strategis meliputi proses penilaian dan penetapan anggota serta perannya dalam organisasi serta menentukan kompetensi dan keterampilan yang diperlukan untuk kemajuan organisasi. Proses ini dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya jarak (gap) kompetensi dan keterampilanantar anggota. Pelatihan dan pengembangan anggota dapat dilakukan untuk mengurangi/menghilangkan jarak melalui perencanaan strategis yang baik dan matang. Rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta memiliki aturan yang sama dalam hal SDM kesehatan, namun ada perbedaan dalam hal manajemen SDM. Undang-undang nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas UU nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian memberikan gambaran bagaimana proses manajemen SDM dilingkungan pemerintahan Republik Indonesia. Menurut undang-undang tersebut, PNS adalah : 1) Orang yang duduk dalam jabatan 2) Dibutuhkan karena ada beban kerja organisasi 3) Ditempatkan
dan
dikembangkan
untuk
sebagaimana dalam uraian tugas jabatan
melakukan
tugas
4) Didayagunakan untuk memperoleh hasil kerja sebagaimana yang ditargetkan jabatan tersebut Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis beban kerja agar tercapai keseimbangan antara hak dan kewajibannya sebagai anggota organisasi, dalam hal ini rumah sakit. b. Perekrutan dan Seleksi Perekrutan dan seleksi anggota baru yang tepat akan memberikan efek yang positif terhadap anggota lama dari organisasi. Sangat penting bagi anggota baru untuk segera memahami dan mengikuti budaya organisasi dalam upaya menghindari terjadinya penolakan (rejection) dari anggota organisasi yang lain. Sebagai contoh, seorang dokter yang memiliki sikap angkuh dan tidak menghargai profesi lain di
rumah
sakit
tentu
saja
akan
mendapat
penolakan
dari
anggota/profesi kesehatan yang lainnya. Hal ini harus diperhatikan karena proses perekrutan dan seleksi anggota adalah proses yang panjang, intensif, dan mahal, baik finansial maupun waktu. Rumah sakit milik pemerintah memiliki sistem manajemen SDM yang berbeda dibandingkan dengan rumah sakit milik swasta terutama dalam hal seleksi dan perekrutan. Rumah sakit pemerintah memiliki tenaga kesehatan yang berstatus PNS dan tenaga Honorer. Sistem perekrutan yang dilakukan di lingkungan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan perencanaan kebutuhan SDM berbasis Beban Kerja sesuai dengan KepmenPAN nomor 75 tahun 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja.Langkahlangkah yang dilakukan untuk menghitung kebutuhan pegawai di Instansi Pemerintahan adalah sebagai berikut : 1) Analisis Jabatan Analisis jabatan menghasilkan peta jabatan dan uraian jabatan 2) Memperkirakan Persediaan Pegawai
Persediaan pegawai merupakan jumlah pegawai yang dimiliki oleh suatu unit kerja
3) Menghitung Kebutuhan Pegawai Analisis Kebutuhan Pegawai adalah proses yang dilakukan secara logik, teratur, dan berkesinambungan untuk mengetahui jumlah dan kualitas pegawai yang diperlukan 4) Analisis dilakukan berdasarkan beban kerja a) Penghitungan beban kerja
Beban kerja ditetapkan melalui program unit kerja yang selanjutnya dijabarkan menjadi target pekerjaan untuk setiap jabatan
Volume beban kerja merupakan jumlah satuan hasil pekerjaan selama satu tahun yang dihitung berdasarkan data pelaksanaan tugas tahun sebelumnyadan perkiraan beban kerja yang direncanakan.
b) Standar Kemampuan Rata - Rata Pegawai Merupakan
ukuran
menyelesaikan
yang
menunjukkan
kemampuan
satu tugas jabatan atau sekelompok tugas
dalam periode waktu tertentu.
Standar kemampuan yang diukur dari satuan waktu disebut
dengan Norma
adalah
satu
satuan
Waktu. Norma waktu
yang dipergunakan
untuk mengukur berapa hasil yang dapat diperoleh. Rumus : Norma waktu
waktu
= Orang x Waktu Hasil
Contoh: dalam 30 menit, seorang apoteker mampu menyaring (screening) 10 lembar resep.
Standar kemampuan yang diukur dari satuan hasil disebut dengan Norma hasil. Norma Hasil adalah satu satuan hasil dapat diperoleh dalam waktu berapa lama Rumus : Norma hasil
=
Hasil Orang x Waktu
Contoh: untuk meracik 30 kapsul, seorang asisten apoteker membutuhkan waktu 20 menit c) Waktu Kerja Efektif Waktu kerja efektif adalah waktu kerja yang secara efektif digunakan untuk bekerja. Waktu kerja efektif terdiri atas:
Hari Kerja Efektif Hari kerja efektif adalah jumlah hari dalam kalender dikurangi hari libur dan cuti
Jam Kerja Efektif Jam kerja efektif adalah jumlah jam kerja formal dikurangi dengan waktu kerja yang hilang karena tidak bekerja
(allowance)
sebagainya.Dalam
seperti
menghitung
makan, jam
sholat, kerja
dan
efektif
sebaiknya digunakan ukuran dalam 1 minggu. d) Perhitungan jam kerja efektif per hari kerja Jumlah jam kerja formal 1 minggu = 37,5 jam 5) Menghitung Keseimbangan Pegawai Perbandingan antara kebutuhan dengan persediaan akan memperlihatkan kekurangan, kelebihan, atau kecukupan dengan jumlah yang ada.
Contoh perhitungan kebutuhan SDM Rumah Sakit dengan pendekatan WISN Tahapan perhitungan Kebutuhan Tenaga Kerja untuk IFRS RSUD Demang Sepulau Raya adalah sebagai berikut : a) Menghitung waktu kerja tersedia b) Menyusun beban kerja standar dan Standar Kelonggaran c) Menghitung kebutuhan tenaga unit kerja
c. Kategori staf Pembagian kerja di IFRS terbagi menjadi 3 shift kerja : shift pagi (08.00-14.00), shift sore (14.00-20.00) dan shift malam (20.00-08.00). Untuk pelayanan resep, shift pagi terdiri dari 4 orang (senin - jumat) dan 2 orang (sabtu -minggu) dengan salah satunya adalah seorang apoteker. Sedangkan untuk sore dan malam hari masing-masing terdiri dari 2 orang jaga dengan komposisi petugas apoteker atau asisten apoteker dan juru racik. Total jumlah tenaga kerja pada shift pagi akan menjadi
fokus
perhitungan kebutuhan tenaga kerja di IFRS karena beban kerja Shift sore dan malam belum terlalu berat dibandingkan shift pagi. Perencanaan Kebutuhan tenaga kefarmasian akan diukur dari tugas pokok dan fungsi IFRS dalam memberikan Pelayanan Minimum bagi pasien berdasarkan Permenkes nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. d. Waktu Kerja Tersedia Waktu kerja tersedia dihitung berdasarkan Waktu Kerja Shift Pagi yaitu hari senin sampai jumat pukul 08.00 - 14.00. Hal ini dilakukan karena beban kerja terbesar IFRS terdapat di shift pagi. Untuk shift sore dan malam, tugas pokok yang dikerjakan hanya menerima dan mengerjakan resep dengan jumlah tidak lebih dari 5
resep
per
shift
(estimasi)
dikarenakan
resep
rawat
inap
menggunakan one day doseyang diambil di shift pagi. Jumlah hari libur dan Cuti Bersama ditentukan berdasarkan SKB nomor 5 tahun 2012 tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama tahun 2013. Sedangkan hari yang diperlukan untuk pelatihan dan pendidikan didasari atas Kepmenkes nomor 81 tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan SDM Kesehatan Di
Tingkat
Provinsi, Kabupaten Kota Serta Rumah Sakit (5 jam perhari selama 6 hari). Rata - rata ketidakhadiran dibuat dengan asumsi bahwa
ketidakhadiran maksimal 5 (lima) hari dalam setahun
masih dapat diterima tanpa perlu diberikan teguran tertulis dari pimpinan. e. Standar Beban Kerja (SBK) Standar Beban Kerja adalah kuantitas beban kerja selama 1 tahun per tenaga farmasi. Aktifitas disusun berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas pokok (rata -rata waktu) dan waktu yang tersedia per tahun yang dimiliki oleh masing - masing tenaga farmasi. Aktifitas pokok tenaga farmasi adalah semua aktifitas langsung dan tidak langsung yang dilakukan di IFRS berdasarkan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. RSUD Demang Sepulau Raya belum memiliki Standar Beban Kerja yang tetap dan kuat secara hukum sehingga diperlukan penyesuaian isi dengan membandingkan standar beban kerja tenaga farmasi di IFRS tipe C yang lain. f. Jumlah Kebutuhan Tenaga di IFRS Dengan asumsi bahwa persentase waktu produktif adalah 70 % total waktu kerja dan jumlah petugas pada shift pagi adalah 10orang maka total waktu kerja efektif dari tiap tiap petugas IFRS dalam setahun adalah = 70 % x 94680 menit = 66276 menit. Selain itu, waktu yang digunakan untuk kegiatan yang tidak langsung terkait dengan kegiatan produktif dan kegiatan pribadi akan mengurangi
waktu kerja efektif setiap petugas. Total waktu kerja efektif petugas = 66276 – (15600+15780) = 34896 menit / tahun. Tenaga Kerja
= Standar Beban Kerja = 470010 = 14 orang Waktu Kerja Efektif
34896
Dengan demikian dapat terlihat bahwa secara kuantitas jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh IFRS RSUD DSR dikatakan kurang. Hal ini terjadi karena waktu kerja yang tersedia banyak digunakan untuk kegiatan nonproduktif seperti izin keluar kantor pada saat jam kerja, ngobrol, bermain HP/Sosmed, tidur dan mengasuh anak. Jika produktifitas petugas dapat ditingkatkan menjadi 90 % maka perhitungan kebutuhan tenaga di IFRS adalah sebagai berikut : Waktu kerja efektif = (90% x 94680) –(15600+15780) = 53832 menit/tahun. Maka dengan meningkatkan kefektifitasan kerjadari SDM maka produktifitas kerja ikut meningkat dan kebutuhan tenaga kerja di IFRS dapat terpenuhi dengan tenaga kerja yang telah tersedia. 1) Kompensasi dan Tunjangan (Compensation and benefit) Salah faktor yang berpengaruh terhadap kesetian (retention) dari anggota organisasi adalah adanya kompensasi yang tinggi dan yang lebih baik lagi adalah adanya tunjangan (termasuk didalamnya adalah tunjangan hari tua/pensiun) bagi anggota. Kompensasi diberikan kepada anggota berdasarkan pendidikan dan kompetensi yang diperlukan untuk menjalankan fungsinya di dalam organisasi.Rumah sakit di Indonesia, terutama di daerah yang jauh dari perkotaan, masih memiliki keterbatasan SDM kesehatan seperti profesi dokter spesialis dan apoteker klinis. Faktor kompensasi dan tunjangan khusus merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan untuk merekrut tenaga kesehatan yang memiliki spesifikasi khusus untuk mengisi posisi - posisi kritis dalam organisasi rumah sakit.
Kompensasi tidak harus dalam bentuk moneter/uang. Jaminan Pendidikan Anak, Jaminan Pendidikan Berkelanjutan Profesi, Asuransi Kesehatan, bahkan keanggotaan dari organisasi lain sebagai pendukung (Gym,Janapada, dll) dapat diberikan sebagai kompensasi dan keuntungan bagi anggota organisasi yang memiliki keahlian khusus dan langka dalam jumlah.Kompensasi dan tunjangan juga dapat memberikan motivasi ekonomi bagi para anggota organisasi dalam rumah sakit. Pemerintah telah merancang sebuah sistem kompensasi berbentuk remunerasi berbasisbeban kerja. Ada beberapa syarat yang harus dilakukan untuk mendapatkan remunerasi terutama bagi PNS Bidang Kesehatan di tingkat daerah sebagaimana yang dituangkan dalam aturan sebagai berikut : a) Remunerasi atau tunjangan kinerja merupakan bagian yang tidak
terpisahkan
dari
kebijakan
Pemerintah
terhadap
pelaksanaan Reformasi Birokrasi (RB). b) Dasar pelaksanaan Reformasi Birokrasi adalah Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 - 2025 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010 - 2014. c) Dalam Permen PAN dan RB Nomor 20 Tahun 2010 disebutkan bahwa
seluruh
K/L
dan
Pemda
diwajibkan
untuk
melaksanakan reformasi birokrasi sesuai amanat Peraturan Presiden
Nomor
81 Tahun
2010.
Namun
mengingat
keterbatasan keuangan negara maka fokus dan lokus Reformasi Birokrasi dilakukan dengan penetapan prioritas K/L dan Pemda berdasarkan kepentingan strategis bagi negara dan manfaat bagi masyarakat. d) Berdasarkan Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 63 Tahun 2011 tentang Pedoman Penataan Sistem Tunjangan
Kinerja
Pegawai
Negeri
disebutkan
bahwa tunjangan
kinerja merupakan fungsi dari keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi atas dasar kinerja yang telah dicapai oleh seorang individu pegawai. e) Berdasarkan point 4 di
atas, tunjangan
kinerja
dalam
program reformasi birokrasi adalah bentuk reward terhadap prestasi
atau
kerja
keras
suatu
instansi
dalam
melaksanakan reformai birokrasi yang diberikan kepada pegawai sesuai dengan kinerjanya masing - masing. Berdasarkan hal tersebut, remunerasi di Pemerintah Daerah telah
baru akan dapat diberikan bila Pemerintah Daerah melakukan
agenda -agenda
Reformasi
Birokrasi dan
dinilai oleh Kementerian PAN dan RB. Oleh karena itu pembayaran remunerasi tenaga kesehatan di daerah sangat tergantung dari penilaian penerapan Reformasi Birokrasi di Pemerintah
Daerah
tersebut. Dari
paparan
diatas
dapat
disimpulkan juga bahwa remunerasi bagi PNS Rumah Sakit Pemerintah Daerah diberikan secara perseorangan tergantung dari beban kerja dan performa kerja. g. Evaluasi dan Pengawasan Pengawasan adalah proses yang menjamin bahwa semua kegiatan yang dilakukan oleh organisasi dituntun ke arah pencapaian sasaranatau target yang direncanakan. Pada dasarnya rencana dan pelaksanaan merupakan satu kesatuan tindakan, walaupun hal ini jarang terjadi. Pengawasan diperlukan untuk melihat sejauh mana hasil yang dicapai.Menurut Murdick pengawasan merupakan proses dasar yang secara esensial tetap diperlukan bagaimanapun rumit dan luasnya suatu organisasi. Dalam arti manajemen yang diformalkan tidak akan terdapat tanpa adanya perencanaan, pengorganisasian dan menggerakkan sebelumnya. Pengawasan dapat berarti juga mendeterminasi apa yang
telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, menerapkan tindakan - tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana. Pengawasan merupakan suatu faktor penunjang penting terhadap efisiensi organisasi, demikian juga pada perencanaan,
pengorganisasian,
dan
pengarahan.
Pengawasan
merupakan suatu fungsi yang positif dalam menghindarkan dan memperkecil penyimpangan - penyimpangan dari sasaran - sasaran atau target yang telah direncanakan. Pengawasan dilaksanakan untuk mengusahakan agar komitmen -komitmen tersebut dilaksanakan. Kegiatan pengawasan berarti cepat atau lambat adanya kegagalan perencanaan - pereancanaan dan suksesnya perencanaan berarti suksesnya pengawasan. Tahap Proses Pengawasan : 1) Tahap Penetapan Standar Tujuannya adalah sebagai sasaran, kuota, dan target pelaksanaan kegiatan yang digunakan sebagai patokan dalam pengambilan keputusan. Bentuk standar yang umum yaitu : a) standar fisik b) standar moneter c) standar waktu 2) Tahap Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan Digunakan sebagai dasar atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan secara tepat. 3) Tahap Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan Beberapa proses yang berulang - ulang dan kontinue, yang berupa atas, pengamatan, laporan, metode, pengujian, dan sampel. 4) Tahap Pembandingan Pelaksanaan dengan Standar dan Analisa Penyimpangan Digunakan untuk mengetahui penyebab terjadinya penyimpangan dan menganalisanya mengapa bisa terjadi demikian, juga digunakan sebagai alat pengambilan keputusan bagai manajer.
5) Tahap Pengambilan Tindakan Koreksi Bila diketahui dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan, dimana perlu ada perbaikan dalam pelaksanaan. Suatu organisasi akan berjalan terus dan semakin komplek dari waktu ke waktu, banyaknya orang yang berbuat kesalahan dan guna mengevaluasi atas hasil kegiatan yang telah dilakukan, inilah yang membuat fungsi pengawasan semakin penting dalam setiap organisasi. Tanpa adanya pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang kurang memuaskan, baik bagi organisasinya itu sendiri maupun bagi para pekerjanya.Ada beberapa alasan mengapa pengawasan itu penting, diantaranya : 1) Perubahan lingkungan organisasi Berbagai perubahan lingkungan organisasi terjadi terus - menerus dan tak dapat dihindari, seperti munculnya inovasi produk dan pesaing baru, diketemukannya bahan baku baru dsb. Melalui fungsi pengawasannya manajer mendeteksi perubahan yang berpengaruh pada barang dan jasa organisasi sehingga mampu menghadapi tantangan atau memanfaatkan kesempatan yang diciptakan perubahan yang terjadi. 2) Peningkatan kompleksitas organisasi Semakin besar organisasi, makin memerlukan pengawasan yang lebih formal dan hati - hati. Berbagai jenis produk harus diawasi untuk menjamin kualitas dan profitabilitas tetap terjaga. Semuanya memerlukan pelaksanaan fungsi pengawasan dengan lebih efisien dan efektif. 3) Meminimalisasikan tingginya kesalahan – kesalahan Bila para bawahan tidak membuat kesalahan, manajer dapat secara
sederhana
melakukan
fungsi
pengawasan.
Tetapi
kebanyakan anggota organisasi sering membuat kesalahan. Sistem pengawasan memungkinkan manajer mendeteksi kesalahan tersebut sebelum menjadi kritis.
4) Kebutuhan manager untuk mendelegasikan wewenang Bila manajer mendelegasikan wewenang kepada bawahannya tanggung jawab atasan itu sendiri tidak berkurang. Satu - satunya cara manajer dapat menentukan apakah bawahan telah melakukan tugasnya
adalah
dengan
mengimplementasikan
sistem
pengawasan.
5) Menilai informasi dan mengambil tindakan koreksi Langkah terakhir adalah pembandingan penunjuk dengan standar, penentuan apakah tindakan koreksi perlu diambil dan kemudian pengambilan tindakan. 6) Komunikasi Pengawasan merupakan bentuk komunikasi antara atasan / manajer dengan staf / anggota biasa. h. Kebijakan dan Prosedur Pelayanan Rumah sakit merupakan tempat dengan resiko pekerjaan yang tinggi. Pasien dengan beragam macam penyakit merupakan resiko yang harus dihadapi oleh para petugas kesehatan didalamnya. Dalam penanganan pasien terutama yang berhubungan dengan keselamatan baik bagi petugas dan pasien, prosedur yang baku harus diberlakukan. Selain diperlukan untuk menjamin keselamatan, prosedur yang baku juga digunakan untuk melindungi organisasi dan anggota di dalamnya dari upaya - upaya hukum dari pihak di luar organisasi. Hal ini dilakukan untuk memberikan rasa nyaman bagi petugas pelayanan kesehatan didalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Kebijakan dan Prosedur Baku juga meliputi seluruh aspek dari kegiatan organisasi. Kebijakan - kebijakan yang dibuat merupakan manifestasi dari misi organisasi. Seluruh anggota wajib menjalankan seluruh kebijakan organisasi sesuai dengan
prosedur kerja bagi masing - masing kegiatan dalam organisasi, dalam hal ini rumah sakit. Standar yang digunakan harus disesuaikan dengan standar pelayanan rumah sakit dan standar pelayanan profesi kesehatan yang ada di dalam rumah sakit. Sebuah kebijakan yang baik akan menciptakan komunikasi dan kolaborasi yang baik dari tiap profesi kesehatan yang ada di dalam rumah sakit. i. Komunikasi dan Kolaborasi Kolaborasi didalam pelayanan kesehatan didefinisikan sebagai kerjasama antar profesi kesehatan dengan peran yang saling melengkapi, berbagi tanggung jawab dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan dalam pelayanan pasien dengan tujuan menjamin keselamatan pasien. Kerjasama tim yang dimaksud dalam kolaborasi adalah kerjasama dengan pendekatan interdisiplin, dimana ada usaha bersama para profesional kesehatan dengan mengutamakan pelayanan terhadap pasien. Penggabungan interdisiplin ilmu kesehatan akan memberikan intervensi yang terintegrasi dan fokus terhadap pasien. Rencana asuhan pelayanan kesehatan dibuat sedemikian rupa sehingga terbentuk sebuah pelayanan yang bertahap serta melibatkan seluruh profesi kesehatan. Komunikasi yang diterima pasien oleh sebuah tim kolaborasi akan lebih efektif dibandingkan dengan komunikasi dari beberapa individu profesi kesehatan yang saling tidak mengetahui
perlakuan
yang
telah
diberikan
kepada
pasien.
Komunikasi, kolaborasi, dan kerjasama tim kadang kala tidak berjalan dengan baik di lingkungan Rumah Sakit. Hal ini memberikan dampak pada potensi terjadinya kesalahan dalam penanganan pasien (clinical adverse effect). Adanya perbedaan prioritas dari masing-masing profesi kesehatan dalam penanganan pasien serta arah komunikasi kepada pasien yang tidak konsisten dari masing-masing individual profesi kesehatan merupakan faktor
penyebab utama dalam kesalahan penanganan pasien. Dampak dari komunikasi di Rumah Sakit antara lain : 1) Keakuratan Diagnostik Sebagian besar diagnosis pasien didasarkan pada pengambilan sejarah kesehatan pasien saat wawancara penyakit. Pasien seringkali tidak diberikan kesempatan yang cukup untuk menceritakan sejarah kesehatan mereka akibat adanya interupsi interupsi dari pendiagnosa sehingga mempengaruhi keakuratan diagnosis. Ketika seorang pasien diinterupsi saat menceritakan sejarah kesehatannya, dia akan berpikir bahwa apa yang diceritakan olehnya merupakan hal yang tidak penting. Hal ini menimbulkan keengganan tersendiri bagi pasien untuk bercerita lebih lengkap tentang sejarah kesehatannya. 2) Kepatuhan Pasien Adheren didefinisikan sebagai kelakuan atau sikap pasien untuk mengikuti rekomendasi - rekomendasi yang telah diberikan oleh seorang profesi kesehatan. Sebuah survey tentang kualitas pelayanan kesehatan menemukan fakta bahwa 25 % pasien tidak mengikuti saran dari dokter mereka akibat saran yang diberikan terlalu sulit untuk dimengerti dan dilaksanakan (Davies, et al 2002) 3) Resiko Malpraktik Akar permasalahan dari malpraktik didunia kesehatan adalah terputusnya komunikasi antara petugas kesehatan dengan pasien (Huntington and Kuhn 2003). Komunikasi yang tidak jelas dari petugas kesehatan kepada pasien akan membawa dampak buruk bagi pasien dan bagi fasilitas penyedia kesehatan serta anggota organisasi didalamnya. 4) Kepuasan Tim Ketika komunikasi tentang tugas dan kewajiban masing - masing profesi telah jelas tersampaikan, akan terbentuk suatu sistem yang
sehat dan saling mendukung satu sama lain. Komunikasi antar profesi kesehatan akan mempengaruhi kualitas hubungan kerja, kepuasan kerja, dan berimbas pada meningkatkan keselamatan pasien. 5) Keselamatan Pasien Diperkirakan sepertiga dari kejadian yang tidak diinginkan dalam pelayanan kesehatan terjadi akibat kesalahan manusia dan kesalahan sistem. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa tidak efektifnya komunikasi antar petugas kesehatan menjadi akar permasalahan dari dua pertiga kesalahan pelayanan medis yang terjadi dalam kurun waktu penelitian tersebut. Buruknya komunikasi antar petugas kesehatan akan berdampak pada keselamatan pasien. Kesalahan dalam medikasi akan semakin tinggi ketika seorang petugas kesehatan mengalami stres, sehingga komunikasi akan semakin tidak jelas dan sulit dipahami. 6) Kepuasan Pasien a) Kepuasan pasien meningkat ketika diberikan kesempatan untuk menceritakan keluhan penyakit yang diderita b) Kepuasan pasien meningkat ketika petugas kesehatan menanggapi secara serius keluhan pasien, memberikan informasi secara jelas kepada pasien, berempati kepada pasien,
serta
memberikan
pilihan-pilihan
bagi
pasien
mengenai penanganan kesehatannya. c) Kepuasan pasien meningkat ketika mereka didorong untuk mengekspresikan ide - ide, kekhawatiran serta harapan mereka. d) Kepuasan pasien meningkat ketika mereka ditangani oleh pelayan kesehatan secara konsiten dan berkelanjutan. e) Kepuasan pasien mengingkat ketika mereka diperlakukan dengan manusiawi dan diposisikan sebagai rekanan dalam menentukan keputusan tentang penanganan kesehatan mereka.
Komunikasi yang buruk dapat memberikan efek positif jika diperlakukan dengan tepat. Bentuk komunikasi yang telah berjalan dapat digunakan sebagai sumber evaluasi (feedback) untuk pelatihan dan pengembangan SDM kesehatan. Komunikasi yang lebih baik akan memperlancar alur informasi, memberikan intervensi yang lebih efektif, meningkatkan keselamatan dan kepuasan pasien, meningkatkan moral dan semangat petugas kesehatan, dan mengurangi waktu rawat pasien di rumah sakit. Komponen yang diperlukan untuk membentuk kerjasam tim yang baik : a) Keseimbangan partisipasi anggota tim dalam penanganan masalah b) Kenali dan tangani konflik yang muncul c) Prosedur pengambilan keputusan yang jelas dan transparan d) Pertukaran informasi yang rutin antar anggota tim e) Akses terhadap fasilitas yang mendukung kerjasam tim f) Komunikasi yang saling terbuka satu sama lain g) Ada mekanisme evaluasi dan koreksi yang jelas h) Lingkungan yang saling mendukung dan menghormati , bukan saling menuduh i) Arahan yang jelas j) Pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas j. Pelatihan dan Pengembangan SDM Pelatihan (training) adalah proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir sehingga tenaga
kerja
non
manajerial
mempelajari pengetahuan
dan
keterampilan teknis untuk tujuan tertentu. Pelatihan kerja menurut undang - undang No.13 Tahun 2003 pasal I ayat 9 adalah keseluruhan meningkatkan, produktivitas,
kegiatan serta disiplin,
untuk memberi,
memperoleh,
mengembangkan
kompetensi
sikap,
kerja
dan
etos
pada
kerja, tingkat
ketrampilan
dan
keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan
kualifikasi jabatan dan pekerjaan. Pelatihan kepada
adalah
seseorang
pengajaran
atau
pemberian
untuk mengembangkan
pengalaman
tingkah
laku
(pengetahuan, skill, sikap) agar mencapai sesuatu yang diinginkan. Pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian semakin terampil
tertentu
serta
sikap
agar
karyawan
dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya
dengan semakin baik, sesuai dengan standar. Pelatihan Iebih terarah pada peningkatan kemampuan dan keahlian SDM organisasi yang berkaitan dengan jabtan atau fungsi yang menjadi tanggung jawab individu yang bersangkutan saat ini (current job oriented). Sasaran yang ingin dicapai dan suatu program pelatihan adalah peningkatan kinerja individu dalam jabatan atau fungsi saat ini. Pengembangan
(development) diartikan
sebagai
penyiapan
individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau yang Iebih tinggi dalam perusahaan, organisasi, lembaga atau instansi pendidikan. Pengembangan cenderung lebih bersifat formal, menyangkut antisipasi kemampuan dan keahhan individu yang harus dipersiapkan bagi kepentingan jabatan yang akan datang. Sasaran dan program pengembangan menyangkut aspek yang lebih luas yaitu peningkatan kemampuan individu untuk mengantisipai perubahan yang mungkin terrjadi tanpa direncanakan (unplaned change) atau perubahan yang direncanakan (planed change). Dari pengertian ini menunjukkan bahwa fokus pengernbangan karir
adalah
peningkatan
kemampuan
mental
tenaga
kerja.Pengembangan lebih difokuskan pada peningkatan kemampuan dalam pengambilan keputusan dan memperluas hubungan manusia (human relation) bagi manajemen tingkat atas dan manajemen tingkat
menengah sedangkan pelatihan dimaksudkan untuk pegawai pada tingkat bawah (pelaksana). Pelatihan dan pengembangan memiliki makna dan tujuan yang berbeda. Latihan (training) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagal ketrampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin. Yaitu latihan rnenyiapkan para karyawan (tenaga kerja) untuk melakukan pekerjaan - pekerjaan sekarang. Sedangkan pengembangan (developrnent) mempunyai ruang lingkup Iebih luas dalam upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dlan sifat - sifat kepribadian Pelatihan dan pengembangan dapat didefinisikan sebagai usaha yang terencana dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan pegawai. Pelatihan dan pengembangan merupakan dua konsep yang sama, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan. Tetapi, dilihat dari tujuannya, umumnya kedua konsep tersebut dapat dibedakan. Pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan untuk malakukan pekerjaan yang spesifik pada saat ini, dan pengembangan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan untuk melakukan pekerjaan pada masa yang akan dating. Tujuan diselenggarakan pelatihan dan pengembangan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja
guna
meningkatkan
kemampuan,
produktivitas
dan
kesejahteraan. Adapun tujuannya sebagai berikut : 1) Meningkatkan produktivitas. 2) Meningkatkan mutu tenaga kerja 3) Meningkatkan ketepatan dalam perencanaan SDM 4) Meningkatkan semangat kerja: Suatu rangkaian reaksi positif dapat dihasilkan dari program pelatihan perusahaan yang direncanakan dengan baik. 5) Menarik dan menahan tenaga kerja yang baik:
6) Menjaga kesehatan dan keselamatan kerja: 7) Menunjang pertumbuhan pribadi (personal growth). Terdapat banyak pendekatan untuk pelatlian. Secara umum ada lima jenis - jenis pelatihan yang dapat diselenggarakan: 1) Pelatihan Keahlian (skils training) 2) Pelatihan Ulang (retraining) 3) Pelatihan Lintas Fungsional (cros fungtional training) 4) Pelatihan Tim. 5) Pelatihan Kreatifitas (creativitas training). Program - program pelatihan dan pengembangan dirancang untuk
meningkatkan perestasi kerja, mengurangi absensi dan
perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja. Ada dua kategori pokok program pelatihan dan pengembangan manajemen. 1) Metode praktis (on the job training) 2) Teknik - teknik
presentasi
informasi
dan
metode - metode
simulasi (off the job training) Masing - masing sikap
kategori
mempunyai
sasaran
pengajaran
konsep atau pengetahuan dan/atau keterampilan utama yang
berbeda. Dalam pemilihan teknik tertentu untuk
dugunakan pada
program pelatihan dan pengembangan. Ini berarti tidak ada satu teknik yang selalu baik: metode tergantung pada sejauh mana suatu teknik memenuhi faktor - faktor berikut: 1) Efektivitas biaya. 2) Isi program yang dikehendaki 3) Kelayakan fasilitas – fasilitas 4) Preferensi dan kemampuan peserta 5) Preferensi dan kemampuan instruktur atau pelatih 6) Prinsip - prinsip belajar Teknik - teknik on the jobmerupakan metode latihan yang paling banyak digunakan. Karyawan dilatih tentang pekerjaan baru dengan
sepervise langsung seorang pelatih yang berpengalaman karyawan
lain).
Berbagai
macam
teknik
ini
(biasanya yang
bisa
digunakan dalam praktek adalah sebagai berikut: 1) Rotasi jabatan 2) Latihan instruksi pekerjaan 3) Magang (apprenticeships) 4) Coaching 5) Penugasan sementara Teknik - teknik off the job, dengan pendekatan ini karyawan peserta latihan menerima representasi tiruan (articial) suatu aspek organisasi keadaan
dan
diminta
sebenarnya.
untuk
Dan
menanggapinya seperti
tujuan
utama
teknik
dalam
presentrasi
(penyajian) informasi adalah untuk mengajarkan berbagai sikap, konsep atau keterampilan kepada para peserta. Metode yang bisa digunakan adalah: 1) Metode studi kasus 2) Kuliah 3) Studi sendiri 4) Program computer 5) Komperensi 6) Presentasi Implementasi
program
pelatihan
dan
pengembangan
berfungsi sebagai proses transformasi. Pata tenaga kerja (karyawan) yang tidak terlatih diubah menjadi karyawan - karyawan
yang
berkemampuan dan berkulitas dalam bekerja, sehingga dapat diberikan tanggungjawab lebih besar.
2. Pengembangan Organisasi Istilah
Pengembangan
Organisasi
atau
Organizational
Development (OD) telah dipakai di berbagai analisis perilaku,
carapenyelesaian danpendekatan konflik organisasi dan perubahan dalam organisasi. Para ahlimungkin cenderung untuk memberikan perbaikan yang efisien, tetapi perolehan atau hasil yang efektif diperoleh oleh mereka yang bukan ahli. Artinya, dalam kasus upaya pengembangan organisasi lebih dititikberatkan pada kemampuan mengolah informasi atas pengaruh lingkungan internal dan eksternal, mendiagnosa penyakit organisasi, dan kemampuan memberikan treatment dengan mengacu pada potensi yang dimiliki organisasi. Oleh
karenanya,
dalammenciptakan
seseorang
pengembangan
yang
memusatkan
organisasi
harus
perhatian
memperhatikan
elemenelemenkreativitas indidividu yang dimiliki oleh organisasi. Pekerjaan ini dipusatkan pada proses pemikiran cerdas yang meliputi tingkatan atau taraf - taraf seperti: gambaran terhadap masalah, pengumpulan informasi, pemikiran yang intensif, berbagai hambatan, kesantaian dan penerangan. Suatu cara untuk menciptakan kreativitas haruslah menghasilkan gagasan cerdas bagi organisasi. Gagasan cerdas ini dapat memungkinkan organisasimengemukakan tujuan strategisnya yang lebih efisien, atau untuk meningkatkan tujuan baru yang memberikan suatu hubungan yang lebih aktif dengan lingkungan. Sumber terjadinya perubahan organisasi antara lain adalah adanya tuntutan perubahan baik dari faktor internal dan ekesternal organisasi serta adanya dorongan perubahan. Dengan demikian, organisasi secara sadar harus
mengadakan
perubahan
secara
serius
dan
terus
menerus
sebagaimana dorongan dan tuntutan perubahan menghendaki organisasi itu harus berubah. Perubahan bisa juga bermakna melakukan hal - hal dengan cara baru, mengikuti jalur baru, mengadopsi teknologi baru, memasang sistem baru, mengikuti prosedurprosedur manajemen baru, penggabungan (merging), melakukan reorganisasi, atau terjadinya peristiwa yang bersifat mengganggu (disruptive) yang sangat signifikan. Perubahan merupakan
pergeseran dari keadaan sekarang suatu organisasi menuju keadaan yang diinginkan di masa depan. Perubahan dari keadaan sekarang tersebut dilihat dari sudut struktur, proses, orang dan budaya. Pemahaman manajemen perubahan adalah suatu proses secara sistematis dalam menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena dampak dari proses perubahan tersebut. Semua organisasi harus berubah dan mengembangkan diri karena adanya tekanan dari lingkungan internal maupun eksternal. Walaupun perubahan yang terjadi lebih pada lingkungan, namun pada umumnya menuntut perubahan lebih pada sisi organisasional. Organisasi - organisasi bisa merubah tujuan dan strategi - strategi, teknologi, desain pekerjaan, struktur, proses - proses, dan orang. Perubahan – perubahan pada orang senantiasa mendampingi perubahan - perubahan ssisi organisasi, terutama pada faktor - faktor yang menyangkut piranti lunak organisasi. Lewin menawarkan tiga langkah untuk melakukan perubahan organisasi, yaitu: Unfreezing, Changing, dan Refreezing. a. Unfreezing yaitu suatu langkah penyadaran kepada semua pihak dalam organisasi tentang perluanya perubahan. Unfreezing akan dihadapkan dengan dilema atau disconfirmation, individu atau kelompok menjadi sadar akan kebutuhan untuk perubahan. Dalam langkah pertama ini lebih difokuskan pada individu atau kelompok yang menolak perubahan untuk diberikan pengertian dan harapan akan adanya perubahan yang akan dilaksanakan. b. Changing yaitu suatu langkah nyata untuk memperkuat kekuatan pendorong (driving force) dan upaya memperlemah kekuatan penolak (resistances). Pada langkah ini diperlukan diagnosa dan model baru perilaku untuk dieksplorasi dan diuji. Pada langkah kedua ini mengandung suatu penawaran pilihan yang lebih jelas bagi kekuatan penolak.
c. Refreezing yaitu suatu langkah penerapan perilaku baru untuk dievaluasi dan jika memperkuat perubahan, maka perlu diadopsi. Langkah ini lebih menekankan adanya proses pembekuan, yaitu perilaku yang berhasil dirubah perlu didukung oleh adanya sistem reward dan dilakukan dengan menggunakan pendekatan kelompok kerja. Secara implisit dalam three step model yang dilembagakan Lewin merupakanpengakuan bahwa perubahan yang dilakukan secara tidak serius dan komprehensif tidak akan membuahkanhasil yang optimal. Usaha -usaha yang tidak berhasil dalam melakukan perubahan dapat dianggap suatu kegagalan, dan kegagalan itu dipahami sebagai refleksi dari apa yang ditawarkan oleh model Lewin tersebut (Frinces, 2008). Kedalaman perubahan yang diinginkan mengacu pada skope dan intensitas upayapengembangan organisasi . Artinya, kedalaman perubahan yang diinginkan ditujukan sejauhmana manajemen harus masuk ke dalam organisasi yang sedang mengalami permasalahan. Ada tiga pandangan tentang konsep perubahan organisasi : a. pertama, pada hakikatnya target manajemen perubahan organisasi adalah manajemen birokrasi yang digunakan sebagai alat administrasi dan sebagai instrumen kekuasaan. b. Kedua, manajemen perubahan organisasi yang diimplementasikan pada pengembangan organisasi dapat melalui cara demokrasi dan liberalisasi. c. Ketiga, manajemen organisasi dan manajemen perubahan dapat mengenali gap antara situasi yang ada dengan yang diharapkan berdasarkan ukuran - ukuran tertentu yang biasa digunakan, yaitu: efektivitas, efisiensi, dan kepuasan anggota organisasi. Pendekatan
manajemen
perubahan
guna
mengembangkan
organisasi dapat ditempuh dengan beberapa langkah, yaitu: perubahan pada tingkat individu, perubahan pada tingkat kelompok, dan perubahan pada tingkat organisasi.
a. Pertama, Perubahan pada tingkat individual adalah perubahan pada
penugasan pekerjaan,
dipindahkannya
karyawan
yang
bersangkutan pada tempat tertentu, atau perubahan pada kondisi kedewasaan individu, yang bersangkutan, yang terjadi dengan berlangsungnya waktu. b. Kedua, Perubahan pada tingkat kelompok disebabkan oleh karena kebanyakan kegiatan di dalam organisasi - organisasi diorganisasi basis kelompok. Kelompok yang dimaksud berupa departemen departemen, tim proyek, unit -unit fungsional di dalam departemen - departemen, atau kelompok - kelompok kerja informal. c. Ketiga,
Perubahan
yang
terjadi
pada
tingkat
keorganisasian
pada umumnya dinyatakan orang sebagai pengembangan organisasi (organizational development). Secara
teknikal,
pengembangan
perubahan
organisasi berkaitan
organisasi yang direncanakan oleh organisasi. Tetapi
dalam hal menafsirkan istilah tersebut secara popular dihubungkan
dengan
dengan
program pengembangan
ia
biasanya
organisasi
(OD
programs). yang berupaya untuk menimbulkan perubahan - perubahan penting dalam suatu organisasi, walaupun perubahan tersebut dapat terjadi dalam tingkat individual dan tingkat kelompok. Menciptakan perubahan adalah suatu pendekatan terstruktur untuk mengelola transisi individu, kelompok, dan organisasi dari keadaan sekarang ke keadaan masa depan yang diinginkan. Mengelola perubahan adalah seni untuk memproses di mana perubahan sistem yang dilakukan secara terkendali dengan mengikuti kerangka kerja yang ditentukan pra - model, sampai pada batas tertentu. Organisasi yang sukses adalah organisasi
yang
berhasil
mendapatkan,
menanamkan,
dan
menerapkan pengetahuannya guna membantu proses organization learning. Pembelajaran organisasi merupakan suatu budaya yang sengaja ditanamkan dan manjadi nilai yang hidup diorganisasi sebagai media
pembelajaran bagi seluruh anggota organisasi. Langkah mengimplementasikan
manajemen
perubahan
strategis
pada mengembangkan
organisasi dapat ditempuh dengan beberapa langkah, yaitu: perubahan pada
tingkat
individu,
perubahan
pada
tingkat
kelompok,
dan
perubahan pada tingkat organisasi. Perubahan pada tingkat individual perubahan
pada
tingkat kelompok
belum disebut sebagai upaya
organisasi untuk mengembangkan dirinya.Sedang perubahan yang terjadi pada tingkat keorganisasian secara umum dinyatakan orang sebagai pengembangan organisasi (organizational development). Adapun keuntungan menciptakan perubahan untuk pengembangan organisasi adalah: organisasi dapat menentukan pola pengembangan organisasi yang sesuai dengan kompetensi dan kapabilitas organisasi; pola perubahan yang akan dijalankan lebih bersifat antisipatif; perencanaan pengembangan dan implementasi langkah strategisnya lebih bersifat adaptif terhadap perubahan lingkungan; mampu menciptakan masa depan untuk dunianya; pengembangan organisasi akan mampu membuat standar kualitas yang telah dipersyaratkan oleh organisasi maupun standar kualitas lain; pengembangan organisasi dapat dirancang sendiri sehingga mampu menciptakan keunggulan dan keunikan di antara pesaing. 3. Masa Depan Rumah Sakit Sebagai Organisasi Rumah sakit selalu berkembang sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, sehingga biaya operasionalnya pun semakin berkembang pula. Rumah sakit yang bersifat padat karya, pada umumnya membutuhkan biaya operasional yang besar. Di sisi lain rumah sakit tetap harus mengemban tugas pelayanan sosial kepada masyarakat pada umumnya dan implementasi visi dan misi rumah sakit harus tetap di pegang erat. Rumah sakit sebagai organisasi harus menyadari bahwa pembangunan kesehatan sesungguhnya bernilai sangat investatif. Hal ini dikarenakan kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen
konstitutif dalam proses kehidupan seseorang. Masyarakat sering dihadapkan dengan pelayanan rumah sakit yang tidak bagus, tingginya tarif rumah sakit, tingginya harga obat dan masalah - masalah lainnya. Pihak yang menyediakan layanan kesehatan sebenarnya sadar akan masalah ini, namun diperlukan mekanisme tertentu yang tidak saling merugikan antara penyedia dan pemakai pelayanan kesehatan. Pentingnya pengendalian mutu pelayanan kesehatan banyak berkaitan dengan kehidupan manusia, sehingga kualitas jasa yang diberikan harus benar benar diperhatikan. Pakar perumah - sakitan di negara maju berpendapat bahwa di masa depan rumah sakit pemodal akan bertambah seiring dengan berkurangnya jumlah tempat tidur di rumah sakit komunitas (di Indonesia RSUD, RS milik yayasan karitatif agamawi, RS milik BUMN dan RS milik Departemen Pertahanan). Kecenderungan ini kita amati juga di Indonesia, khususnya di kota besar seperti Jakarta, di mana pemodal besar dan pemodal yang go public berlomba - lomba membangun RS di segala sudut kota. Hal ini juga dipermudah karena pemerintah tidak mempunyai dana yang cukup untuk menambah rumah sakit sesuai dengan pertambahan penduduk dan perluasan pemukiman. Untuk RS daerah kota kecil banyak RS menciutkan jumlah tempat tidur karena kehilangan pangsa pasar pasien. Tantangan ini harus dilihat sebagai peluang untuk mengembangkan diri dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. RSU milik pemerintah harus direformasi dari instansi administrasi keperawatan
menjadi
PERUSAHAAN
YANG
BERORIENTASI
PELAYANAN DAN KOMPETISI. Konsekuensinya manajemennya harus dengan pola perusahaan yang memiliki direktur pemasaran dan direktur produksi. Total Quality Management dan Total Marketing menjadi kata kunci kebijakan manajemen RSU. Kombinasi prestasi medik dan “berfikir dagang” tidak lagi menjadi dua hal yang dipertentangkan atau dianggap sulit. Untuk itu dibutuhkan desentralisasi kesehatan.
Sebagai upaya untuk mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi rumah sakit, Pemerintah, selaku stakeholder di bidang kesehatan, telah mewajibkan rumah sakit di seluruh Indonesia untuk memiliki sertifikat Akreditasi Rumah Sakit. Akreditasi Rumah Sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah pada manajemen rumah sakit, karena telah memenuhi standar yang ditetapkan. Adapun tujuan akreditasi rumah sakit adalah meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, sehingga sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia yang semakin selektif dan berhak mendapatkan pelayanan yang bermutu. Dengan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan diharapkan dapat mengurangi minat masyarakat untuk berobat keluar negeri. Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali. Meskipun akreditasi rumah sakit telah berlangsung sejak tahun 1995 dengan berbasis pelayanan, namun dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta makin kritisnya masyarakat Indonesia dalam menilai mutu pelayanan kesehatan, maka dianggap perlu dilakukannya perubahan yang bermakna terhadap mutu rumah sakit di Indonesia. Standar akreditasi rumah sakit disusun sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit dan menjalankan amanah Undang - Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit yang mewajibkan rumah sakit untuk melaksanakan akreditasi dalam rangka peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit minimal dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sekali. Dalam rangka peningkatan mutu tersebut maka diperlukan suatu standar yang dapat dijadikan acuan bagi seluruh rumah sakit dan stake holder terkait dalam melaksanakan pelayanan di rumah sakit melalui proses akreditasi. Sistem akreditasi yang pernah dilaksanakan sejak tahun 1995 dianggap perlu untuk dilakukan perubahan mengingat berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi 37 sehingga dibutuhkannya standar
akreditasi rumah sakit ini. Perubahan tersebut menyebabkan ditetapkannya kebijakan akreditasi rumah sakit menuju standar internasional. Dalam hal ini, Kementerian Kesehatan memilih akreditasi dengan sistem Joint Commission International (JCI) karena lembaga akreditasi tersebut merupakan badan yang pertama kali terakreditasi oleh International Standart Quality (ISQua) selaku penilai lembaga akreditasi. Perubahan tersebut tentunya harus diikuti dengan pembaharuan standar akreditasi rumah sakit yang lebih berkualitas dan menuju standar Internasional. Dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI khususnya Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan memilih dan menetapkan sistem akreditasi yang mengacu pada Joint Commission International (JCI). Standar akreditasi ini selain sebagian besar mengacu pada sistem JCI, juga dilengkapi dengan muatan lokal berupa program prioritas nasional yang berupa program Millenium Development Goals (MDG’s) meliputi PONEK, HIV dan TB DOTS dan standar - standar yang berlaku di Kementerian Kesehatan RI. Standar ini akan dievaluasi kembali dan akan dilakukan perbaikan bila ditemukan hal - hal yang tidak sesuai lagi dengan kondisi di rumah sakit. Jadi pada kesimpulannya Akreditasi rumah sakit merupakan suatu proses dimana suatu lembaga, yang independen, melakukan asesmen terhadap rumah sakit. Tujuannya adalah menentukan apakah rumah sakit tersebut
memenuhi
standar
yang
dirancang
untuk
memperbaiki
keselamatan dan mutu pelayanan. Standar akreditasi sifatnya berupa suatu persyaratan yang optimal dan dapat dicapai. Akreditasi menunjukkan komitmen nyata sebuah rumah sakit untuk meningkatkan keselamatan dan kualitas asuhan pasien, memastikan bahwa lingkungan pelayanannya aman dan rumah sakit senantiasa berupaya mengurangi risiko bagi para pasien dan staf rumah sakit. Dengan demikian akreditasi diperlukan sebagai cara efektif untuk mengevaluasi mutu suatu rumah sakit, yang sekaligus berperan sebagai sarana manajemen. Proses akreditasi dirancang untuk meningkatkan budaya keselamatan dan budaya kualitas di rumah sakit,
sehingga senantiasa berusaha meningkatkan mutu dan keamanan pelayanannya. Melalui proses akreditasi rumah sakit dapat : 1) Meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa rumah sakit menitik beratkan 2) sasarannya pada keselamatan pasien dan mutu pelayanan 3) Menyediakan lingkungan kerja yang aman dan efisien sehingga staf merasa puas 4) Mendengarkan pasien dan keluarga mereka, menghormati hak - hak mereka, dan melibatkan mereka sebagai mitra dalam proses pelayanan 5) Menciptakan budaya mau belajar dari laporan insiden keselamatan pasien 6) Membangun
kepemimpinan
yang mengutamakan kerja
sama.
Kepemimpinan ini menetapkan prioritas untuk dan demi terciptanya kepemimpinan yang berkelanjutan untuk meraih kualitas dan keselamatan pasien pada semua tingkatan. Standar akreditasi rumah sakit ini merupakan upaya Kementerian Kesehatan menyediakan suatu perangkat yang mendorong rumah sakit senantiasa meningkatkan mutu dan keamanan pelayanan. Dengan penekanan bahwa akreditasi adalah suatu proses belajar, maka rumah sakit distimulasi melakukan perbaikan yang berkelanjutan dan terus menerus. Standar ini yang titik beratnya adalah fokus pada pasien disusun dengan mengacu pada sumber - sumber a.l. sebagai berikut : 1) International Principles for Healthcare Standards, A Framework of requirement for standards, 3rd Edition December 2007, International Society for Quality in Health Care ( ISQua ) 2) Joint
Commission
International
Accreditation
Standards
for
Hospitals,4th Edition, 2011 3) Instrumen Akreditasi Rumah Sakit, edisi 2007, Komisi Akreditasi Rumah Sakit ( KARS ) 4) Standar - standar spesifik lainnya untuk rumah sakit.
Standar ini dikelompokkan menurut fungsi - fungsi dalam rumah sakit terkait dengan pelayanan pasien, upaya menciptakan organisasi manajemen yang aman, efektif, terkelola dengan baik. Fungsi - fungsi ini juga konsisten, berlaku untuk dan dipatuhi oleh, setiap unit/bagian/instalasi.
Standar
adalah
suatu
pernyataan
yang
mendefinisikan harapan terhadap kinerja, struktur, proses yang harus dimiliki RS untuk memberikan pelayanan dan asuhan yang bermutu dan aman. Pada setiap standar disusun Elemen Penilaian, yaitu adalah persyaratan untuk memenuhi standar terkait