BAB II PEMBAHASAN
2.1.
Kandungan senyawa kimia dalam insektisida nabati a) Kandungan senyawa kimia pada ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L) terhadap larva nyamuk Adagypti instar IV Kandungan senyawa kimia yang ada pada daun kemangi yaitu senyawa flavonoid, saponin, daneugenol. Flavonoid berfungsi sebagai racun pernapasan,saponin sebagai racun perut dan racun kontak, serta eugenol yang berperan dalam denaturasi protein sitoplasmik dan nekrosis jaringan. Senyawa ini bersifat racun perut atau racun kontak terhadap serangga. Sebagai racun perut, insektisida memasuki tubuh serangga melalui saluran pencernaan makanan, serta dinding tubuh. Disamping itu daun kemangi juga mengandung senyawa kimia yang menyebabkan gangguan pada system saraf serangga. Gangguan ini menghalangi rangsangan dari system saraf pusat ke otot sehingga dapat menimbulkan kekejangan dan lumpuh pada otot serangga. Proses inilah yang menyebabkan kematian dari serangga. b) Kandungan senyawa kimia pada ekstrak biji mahoni (Swietenia macrophylla) terhadap larva Aedes aegypti Tanaman mahoni(Swietenia macrophylla) merupakan salah satu tanaman yang mengandung insektisida nabati dan berpotensi sebagai larvasida. Biji mahoni mengandung insektisida berupa senyawa alkaloid, flavonoid, dan saponin. Saponin terdapat pada berbagai jenis tumbuhan dan bersama-sama dengan substansi sekunder tumbuhan lainnya berperan sebagai pertahanan diri dari serangan serangga, karena saponin yang terdapat pada makanan yang dikonsumsi serangga dapat menurunkan aktivitas enzim pencernaan dan penyerapan makanan. c) Kandungan senyawa kimia pada daun singkong (Manihot utilissima) sebagai insektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti Daun Singkong memiliki kandungan flavonoid, triterpenoid, saponin, tannin yang lebih tinggi daripada sayuran lainnya.Selain itu daun singkong ternyata juga mengandung sianida. Sianida menyebabkan kerusakan spirakel, akibatnya serangga
tidak bias bernafas dan akhirnya mati. Sedangkan flavonoid merupakan senyawa pertahanan tumbuhan yang dapat bersifat menghambat makan serangga dan juga bersifat toksis.Flavonoid menyebabkan vasokonstriksi yang berlebihan sehingga permeabilitas rongga badan pada nyamuk Aedes aegypti menjadi rusak dan hemolimfe tidak dapat didistribusi secara sempurna. d) Kandungan senyawa kimia pada ekstrak Geranium Radula Cavan terhadap nyamuk Aedes aegypti Geranium radula atau lebih dikenal dengan daun Ambre di daerah Sumatera dan di Jawa Tengah mempunyai khasiat untuk mengusir nyamuk di samping sebagai obat rematik dan bahan baku kosmetik (Kardinan, 2003). Daun Ambre (Geranium radula) yang termasuk minyak atsiri diketahui mempunyai bau yang tidak disukai oleh nyamuk yang dihasilkan dari minyak atsiri yang terikat sebagai b-geranil glikosida (Guenther, 1990). Minyak atsiri tersebut mengandung geraniol (C10H18O) dan sitronelol (C10H20O) sebanyak 75-80% dan bahan-bahan lainnya seperti linalool dan terpineol (Kardinan, 2003). Kardinan (2003), mengungkapkan bahwa minyak atsiri Geranium mengandung senyawa geraniol dan sitronelol sebanyak 75-80% dan bahanbahan lainnya seperti linalool dan terpineol. Dimana senyawa geraniol dan sitronelol memiliki bau yang menyengat dan harum yang tidak disukai oleh nyamuk. Seperti yang diungkapkan oleh Kardinan (2003). e) Kandungan senyawa kimia pada ekstrak daun sirih (Piper battle L) sebagai bioisektisida terhadap kematian nyamuk Aedes aegypti Daun sirih (Piper betle L.) termasuk dalam famili piperaceae (sirih-sirihan) yang mengandung minyak atsiri dan senyawa alkaloid (Nugroho, 2003). Senyawa-senyawa seperti sianida, saponin, tanin, flafonoid, steroid, alkanoid dan minyak atsiri diduga dapat berfungsi sebagai insektisida (Aminah, 1995). Senyawa alkaloid merupakan senyawa yang bekerja pada susunan syaraf pusat (Setyawaty, 2002). Alkaloid yang terkandung dalam daun sirih (Piper batle L.) adalah arecoline. 5 Arecoline bersifat racun dan merangsang aksi saraf parasimpatik. Arecoline juga bersifat nitrogenous pada makanan sehingga menetralisir asam lambung dan bekerja sebagai astringen. Sebagai astringen, zat ini mengeraskan memberan mukosa pada lambung (Rooney 1993).
2.2.
Metode penelitian yang digunakan dalam uji efektivitas insektisida nabati a) Metode penelitian pada ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L) terhadap larva nyamuk Adagypti instar IV Jenis penelitian ini adalah eksperimen sebenarnya (True Experimental) dengan rancangan randomized post test only control group design. Larva nyamuk Aedes aegypti yang digunakan sebagai obyek penelitian diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur di Surabaya yaitu berupa telur Nyamuk Aedes aegypti yang siap ditetaskan. Larva yang digunakan adalah larva nyamuk Aedes aegypti instar IV yang telah berumur satu hari. Larva instrar IV merupakan larva yang tubuhnya telah lengkap struktur anatominya dan jelas, tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax), dan perut (abdomen). Jumlah telur yang ditetaskan sebanyak 1000 telur, dengan menambahan ekstrak daun kemangi dengan dosis 7%, 8%, dan 9% sebanyak 3 tetes dalam 100 ml air. Analisis dilakukan dengan analisis univariate dan analisis bivariate. Analisis bivariate dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov, dan Uji Kruskal Wallis kemudian dilanjutkan dengan Uji Mann whitney. kebutuhan 600 ekor larva untuk tiga perlakuan, dua pengulangan pengukuran dan kontrol serta tiga kali replikasi. Jumlah larva uji sebanyak 25 ekor per wadah. b) Metode penelitian pada ekstrak biji mahoni (Swietenia macrophylla) terhadap larva Aedes aegypti Hewan uji yang akan digunakan adalah larva nyamuk Aedes aegypti yang diperoleh de-ngan cara mengumpulkan larva dari lapangan de-ngan ovitrap. Larva yang terkumpul diidentifikasi. Larva tersebut dipelihara di laboratorium sampai menghasilkan telur dan larva. Larva Aedes aegypti yang diperoleh dari hasil rearing kemudian dipisahkan berdasarkan instar. Pembuatan ekstrak biji mahoni dilakukan dengan menggunakan etanol 95%, sehingga diperoleh ekstrak etanol 95% biji mahoni. Ekstraksi dimulai dengan mengambil biji mahoni. Biji mahoni dipisahkan dari buahnya, kemudian dikeringkan pada suhu kamar dan dipotong kecil-kecil. Selanjutnya biji dihaluskan dan dimaserasi dengan etanol selama 10 hari. Setelah itu disaring, kemudian diuapkan untuk menghilangkan pelarut.13 Pengujian LC50 ekstrak etanol biji mahoni terhadap larva dilakukan dengan mencampurkan lima
konsentrasi (ppm) ekstrak etanol pekat biji mahoni (200 ppm; 400 ppm; 600 ppm; dan 800 ppm) ke dalam wadah larva, dan satu perlakuan kontrol (0 ppm). Perlakuan diberikan kepada 10 ekor larva. Mortalitas larva diamati selama 6, 12, 18 dan 24 jam. Analisis data uji toksisitas dilakukan dengan analisis probit untuk menghitung LC50.8 Harga LC50 di bawah 1000 μg/ml dinyatakan sebagai senyawa bioaktif, apabila di atas 1000 μg/ml dinyatakan sebagai senyawa tidak bioaktif.Pengaruh perlakuan konsentrasi terha dap kematian larva dianalisis dengan sidik ragam, dan jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey’s pada taraf kepercayaan 95%. Data hasil pengamatan dan analisis disajikan dalam bentuk gambar dan tabel. c) Metode penelitian pada daun singkong (Manihot utilissima) sebagai insektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan rancangan uji acak terkendali (randomized controlled trial) dimana kelompok perlakuan dibagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok control positif dan negatif. Persiapan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang berumur 2-5 hari diambil dengan aspirator dari kandang pengembangbiakan ke paper cup. Nyamuk dalam paper cup diberi kapas basah rendaman gula 10%. Daun singkong ditimbang dengan perbandingan berat untuk mendapatkan konsentrasi sesuai perlakuan. Kemudian daun singkong dihaluskan (blend) lalu direndam. Sebelum pengujian, glass chamber dibersihkan agar tidak terkontaminasi oleh insektisida lain,. Panaskan obat nyamuk uap cair elektrik di dalam draft room selama 4 jam. Pindahkan ke dalam glass chamber pengujian selama 3 menit). Lepaskan 20 ekor Ae. aegypti betina ke dalam glass chamber pengujian. Setelah 20 menit dipaparkan, nyamuk dipindahkan ke dalam paper cup, pelihara/holding selama 24 jam. Pada kelompok kontrol juga dilakukan hal yang sama. Kontrol negatif dipaparkan dengan akuades sedangkan kontrol positif dipaparkan dengan transflutrin. Hitung/catat jumlah nyamuk pingsan/mati dan tentukan presentase kematian. Setiap perlakuan diamati pada enam interval waktu yaitu pada jam ke-2, jam ke-4, jam ke-8, jam ke-16, jam dan jam ke24. Setiap konsentrasi rendaman daun singkong dilakukan 4 kali pengulangan. Hitung jumlah nyamuk yang mati.
d) Metode penelitian pada ekstrak Geranium Radula Cavan terhadap nyamuk Aedes aegypti Bahan yang digunakan berasal bagian daun tanaman Geranium radula. Bahan tersebut didapatkan dari Kebun Percobaan Tanaman Rempah dan Obat Manoko, Lembang-Bandung, Jawa Barat. Bahan tersebut kemudian diekstraksi dengan menggunakan alat “Rotary evaporator”. Dengan tahapan kerja yang dilakukan meliputi pembiakan hewan uji yaitu nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga dewasa. Nyamuk betina yang akan diuji sehari sebelumnya tidak diberi makan berupa darah mencit. Nyamuk betina sebanyak 25 ekor kemudian diambil dengan menggunakan aspirator dan dimasukkan ke dalam gelas plastik yang telah ditutup kain kasa dan kapas pada bagian tengahnya. Dan konsentrasi yang dipakai dalam pengujian adalah 100%, 98%, 96%, 94%, 92%, 90%, 88%, 86%, 84%, 82%, dan 80%. Untuk pengujian ekstrak Geranium digunakan metode efikasi repelen. Data yang diperoleh diuji homogenitasnya dengan uji Bartlett dan normalitasnya dengan uji Liliefors. Untuk mengetahui adanya perbedaan antara konsentrasi dengan waktu pengamatan data yang berdistribusi normal dan homogen diuji dengan analisis varians dua jalur (Two Ways Anava). Kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey’s untuk melihat perbedaan yang berarti. e) Metode penelitian pada ekstrak daun sirih (Piper battle L) sebagai bioisektisida terhadap kematian nyamuk Aedes aegypti Lokasi proses pembuatan ekstraksi dilakukan di Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Makassar. Sedangkan lokasi proses kontak perlakuan dengan nyamuk dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan April 2013. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen laboratorium dengan menggunakan desain pre-eksperiment karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen. Rancangan penelitian the static-group comparison dimana menggunakan satu group yang dibagi menjadi dua, yang satu memperoleh stimulus eksperimen (yang diberi perlakuan) dan yang lain tidak mendapatkan stimulus apapun sebagai alat kontrol.
2.3.
Uji efektivitas pada insektisida nabati a) Uji efektifitas
pada ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L) terhadap larva
nyamuk Adagypti instar IV Pengamatan larva nyamuk Aedes aegypti yang mati dilakukan dengan cara menghitung jumlah larva yang mengapung dan tidak bergerak selama 48 jam pada dosis 7%, 8%, dan 9% serta kontrol. Pengamatan berlangsung selama 3 hari untuk melihat perubahan larva yang menjadi pupa (dorman). Dari ketiga dosis yang diberikan serta kontrol terlihat perbedaan jumlah kematian larva. Pada dosis 7% ekstrak daun kemangi, jumlah kematian larva nyamuk Aedes aegypti rata-rata 18 ekor dengan presentase kematian 73%. Pada dosis 8% ekstrak daun kemangi, jumlah kematian larva nyamuk Aedes aegypti rata-rata 23 ekor dengan presentase kematian 93%. Pada dosis 9% ekstrak daun kemangi, jumlah kematian larva nyamuk Aedes aegypti rata – rata 24 ekor dengan presentase kematian 96%. Ekstrak daun kemangi pada dosis 7% dengan 8% dan dosis 7% dengan 9% memiliki perbedaan secara signifikan, dosis 8% dengan 9% tidak signifikan. Efektivitas kematian larva yaitu Hasil perhitungan pada dosis 7% merupakan dosis yang efektif untuk membunuh larva, karena pada dosis ini kematian larva sudah mencapai 50% dari jumlah larva yang diuji (LD50). Pada dosis 8% memiliki rata-rata kematian larva sebesar 93 dan pada dosis 9% memiliki rata-rata sebesar 96. Jika dilihat dari ketiga dosis tersebut, dosis 7% memiliki kematian yang paling efektif jika dilihat dari pengertian efektivitas yaitu suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target telah tercapai, dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya. b) Uji efektivitas pada ekstrak biji mahoni (Swietenia macrophylla) terhadap larva Aedes aegypti Hasil uji mortalitas larva menunjukan bahwa konsentrasi ekstrak biji mahoni memberikan efek mortalitas terhadap larva nyamuk Aedes aegypti. Tingkat mortalitas tertinggi terjadi pada 24 jam setelah aplikasi dengan konsentrasi 800 ppm. Laju mortalitas larva terlihat bahwa pada awal pengamatan rendah dan meningkat sejalan dengan waktu pengamatan. Persentase mortalitas larva uji setelah 24 jam menunjukkan kematian tertinggi terjadi pada konsentrasi 800 ppm sebesar 100%.
Perlakuan selanjutnya yang mengalami mortalitas tinggi, yaitu konsentrasi 400 ppm (98%) dan diikuti oleh perlakuan 200 ppm (86%), sedangkan pada kontrol (0 ppm) tidak terjadi mortalitas larva.
Tingkat mortalitas tertinggi setelah 6, 12, 18 dan 24 jam aplikasi terjadi pada pemberian perlakuan 800 ppm, kemudian disusul oleh 600 ppm, 400 ppm dan 200 ppm. Perlakuan 0 ppm (kontrol) tidak terjadi mortalitas larva uji. Hasil analisis menggunakan anava satu arah pada taraf kepercayaan 0,05 menunjukkan rata-rata mortalitas larva uji setelah 6, 12, 18 dan 14 jam aplikasi terdapat perbedaan nyata antara perlakuan. Hasil pengamatan LC50 ekstrak biji mahoni terhadap larva nyamuk Aedes aegypti setelah 6 jam, 12 jam, 18 jam dan 24 jam setelah aplikasi. Hasil menunjukkan bahwa nilai LC50 pada semua perlakuan berkisar antara 142,14 ppm hingga 921,55 ppm. Hal ini berarti nilai LC50 di bawah 1000 ppm, sehingga dapat dinyatakan bahwa senyawa allelokimia yang terkandung dalam ekstrak biji mahoni bersifat sebagai senyawa bioaktif. Hasil analisis fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak biji mahoni positif mengandung flavanoid, alkoloid, saponin, steroid dan terpenoid, sedangkan kandungan tanin dan kui non dinyatakan negatif. Hasil penelitian didapatkan bahwa ekstrak biji mahoni efektif membunuh larva Aedes aegypti, Pemberian konsentrasi ekstrak biji mahoni berpengaruh terhadap larva uji, semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka laju kematian juga tinggi. c) Uji efektivitas pada daun singkong (Manihot utilissima) sebagai insektisida terhadap nyamuk Aedes aegypti Hasil kematian nyamuk dengan pemaparan rendaman daun singkong setelah 24 jam dapat dilihat dari gambar berikut:
Gambar 1. Kematian dengan pemaparan berbagai tingkat konsentrasi rendaman daun singkong dengan 4 kali pengulangan Tingkatan konsentrasi 18,43%, 31,30%, 39,32%, 63,03% dan 124,60% b/v memberikan rata - rata kematian nyamuk secara berturut-turut 26,25%(LC20); 36.25%(LC40); 46.25%(LC50); 41.25%(LC70) dan 42.5%(LC90). Jumlah nyamuk yang mati tidak sesuai dengan pengujian nilai probit dan cenderung mengalami penurunan pada konsentrasi 63,03% dan 124,60%. Konsentrasi yang memberikan rata-rata kematian nyamuk tertinggi pada konsentrasi 39,32% b/v, lebih tinggi dibandingkan dua konsentrasi tertinggi lainnya. Tabel 3. Hasil Uji Post Hoc
Sehingga dapat disimpulkan untuk konsentrasi 18,43% mempunyai perbedaan ratarata kematian dengan konsentrasi 39,32 (0,09; p<0,05) dan 124,60% (0,037; p<0,05) pada konsentrasi 39,32% tidak berbeda dengan kematian pada konsentrasi 124,60% (0,941; p>0,05). Rata-rata kematian tertinggi pada konsentrasi 39,32%. Perbedaan berat jenis pada konsentrasi yang tinggi menyebabkan HCN yang menguap lebih sedikit dibandingkan pada konsentrasi yang lebih kecil. Sehingga, peningkatan konsentrasi rendaman daun singkong yang dipaparkan pada uji lanjutan tidak sebanding dengan peningkatan kematian nyamuk. Konsentrasi yang dikatakan efektif
yaitu konsentrasi minimal dan mampu memberikan efek kematian dalam waktu pengamatan selama 24 jam berkisar antara 90 -100%. Pada pengujian lanjutan sebanyak lima variasi konsentrasi ekstrak daun singkong yang peneliti lakukan tidak dapat mencapai kematian pada nyamuk diatas 90%. Konsentrasi tertinggi sebesar 124,32% b/v hanya mampu menyebabkan kematian terhadap nyamuk rata-rata sebanyak 8 ekor. Sedangkan konsentrasi 39,32% b/v mampu menyebabkan kematian rata-rata 9 ekor. Sehingga konsentrasi yang terbaik pada saat pengujian lanjutan yaitu konsentrasi 39,32% karena merupakan konsentrasi minimal yang memiliki kemampuan untuk menyebabkan kematian pada nyamuk setara dengan konsentrasi yang tertinggi. Kematian nyamuk diakibatkan keracunan pada saat ekstrak daun singkong menggunakan alat pemanas. Pada saat ekstrak daun singkong dipanaskan maka tersebut akan mengeluarkan kandungan metabolit skunder berupa HCN. Selain HCN, daun singkong juga memiliki kandungan lain seperti flavonoid. Kematian nyamuk tidak sebanding dengan peningkatan konsentrasi yang diberikan pada penelitian lanjutan. Semakin tinggi konsentrasi maka semakin banyak bahan aktif HCN yang terkandung di dalam ekstrak. Semakin banyak HCN yang terhirup oleh nyamuk dapat mengakibatkan kematian yang lebih besar. Sehingga, tingkat konsentrasi berbanding lurus dengan kematian nyamuk. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun singkong yang di paparkan maka semakin besar kematian nyamuk yang terjadi. d) Uji efektivitas pada ekstrak Geranium Radula Cavan terhadap nyamuk Aedes aegypti Setiap konsentrasi hasilnya urutan daya proteksi dari yang memiliki nilai tertinggi sampai yang terendah adalah dari konsentrasi 100%, 96%, 80%, 82%, 98%, 90%, 88%, 84%, 92%, 94%, dan 86%. Rata-rata daya proteksi terbesar adalah pada konsentrasi 100% yaitu sebesar 65,88% dan yang terendah adalah pada konsentrasi 86% sebesar 31.92%. Daya proteksi ekstrak Geranium setiap konsentrasi cenderung menurun setiap jamnya dari pengamatan ke-1 hingga pengamatan ke-5. Hal ini disebabkan ketahanan ekstrak tersebut tidak cukup lama dan berkurang setiap jamnya. Berkurangnya daya tahan dari bau ekstrak tersebut dapat disebabkan besarnya laju penguapan selama pengujian berlangsung pada setiap waktu
pengamatan karena kelembaban udara yang tinggi. Semakin turun daya proteksinya maka semakin rendah daya tolak dari ekstrak Geranium radula tersebut.
Dari grafik di atas daya proteksi setiap konsentrasi semakin lama daya proteksinya cenderung menurun. Meskipun ada beberapa konsentrasi yang menunjukkan peningkatan daya proteksi, seperti pada konsentrasi 92% dari pengamatan ke-3 sampai pengamatan ke-5 dan pada konsentrasi 82% dari peng-amatan ke-1 sampai pengamatan ke-3. Dengan melihat grafik tersebut, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dengan menggunakan pembanding pada tangan kanan dan tangan kiri sebagai perlakuan didapat bahwa semakin lama waktu pengamatan daya proteksinya semakin berkurang dari setiap konsentrasi. Rata-rata jumlah nyamuk yang hinggap di setiap konsentrasi 100% terlihat pada lengan control (tanpa minyak atsiri) rata-rata jumlah nyamuk yang hinggap lebih banyak daripada di lengan perlakuan (dengan minyak atsiri) pada setiap pengamatan kecuali pada pengamatan ke-1. Begitu juga untuk konsentrasi 98% dan 96%, rata-rata jumlah nyamuk yang hinggap pada lengan kontrol lebih banyak daripada di lengan perlakuan, tetapi untuk konsentrasi 96% pada pengamatan ke-3 dan ke-5 rata-rata jumlah nyamuk yang hinggap pada lengan kontrol lebih kecil daripada di lengan perlakuan. Bila dibandingkan pada lengan perlakuan untuk setiap konsentrasi 100%, 98%, dan 96% rata-rata jumlah nyamuk yang hinggap di konsentrasi 100% relatif lebih sedikit
daripada di konsentrasi 98% dan 96%. Berdasarkan hasil uji Tukey dan nilai daya proteksi, maka pada konsentrasi 80% adalah yang efektif dalam menolak nyamuk Aedes aegypti. Rata-rata daya proteksi dari konsentrasi 80% adalah 44,38%. e) Uji efektivitas pada ekstrak daun sirih (Piper battle L) sebagai bioisektisida terhadap kematian nyamuk Aedes aegypti
Pada gambar 1 dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka semakin tinggi pula persentasi kematian nyamuk Aedes aegypti. Selain itu, dari grafik dapat dilihat rata-rata kematian nyamuk Aedes aegypti 50% (LC50) terletak di antara konsentrasi 1000 ppm dan 1500 ppm. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa rata-rata kematian nyamuk setelah 24 jam perlakuan pada kelompok kontrol hanya terdapat 0,67 ekor (3,35%), pada konsentrasi terendah 500 ppm rata-rata kematian nyamuk sebesar 2,67 ekor (13,35%), konsentrasi 1000 ppm sebesar 6,33 ekor (31,65%) dan konsentrasi 1500 ppm sebesar 10,67 ekor (53,35%). Hal ini berarti bahwa terjadi peningkatan rata-rata kematian nyamuk Aedes aegypti seiring peningkatan konsentrasi ekstrak daun sirih (Piper batle L.) yaitu semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi pula rata- rata kematian nyamuk Aedes aegypti. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka semakin
tinggi pula kandungan bahan aktif yang ada pada ekstrak daun sirih dan juga disebabkan karena kandungan bahan aktif yang terdapat pada ekstrak daun sirih. Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa LC50 berada di antara konsentrasi 1000 – 1500 ppm dan berdasarkan hasil analisis probit dengan perhitungan regresi linear maka diperoleh LC50 kematian nyamuk terhadap pemberian ekstrak daun sirih yaitu 1422,81 ppm. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa nilai LC50 yang dapat menyebabkan kematian 50% dari nyamuk Aedes aegypti adalah pada konsentrasi 1422,81 ppm dengan waktu pengamatan setelah 24 jam.
Berdasarkan hasil pengamatan selama satu jam yang dilakukan terhadap nyamuk Aedes aegypti setelah diberi ekstrak daun sirih (Piper batle L.), nyamuk terlihat tidak terlalu aktif bergerak dan setelah menit ke-45 mulai menunjukkan tanda-tanda kematian. Berdasarkan Tabel 2, pada konsentrasi 1000 ppm dan 1500 ppm menunjukkan perubahan jumlah kematian nyamuk dimana pada menit ke-45 ditemukan nyamuk Aedes aegypti yang mati dan terus bertambah sampai menit ke-60. Hal ini berarti lama waktu kontak berpengaruh terhadap kematian nyamuk Aedes aegypti, dimana semakin lama waktu kontak nyamuk terhadap ekstrak daun sirih yang diberikan maka jumlah kematian nyamuk juga semakin meningkat, namun tetap memperhitungkan seberapa besar konsentrasi yang diberikan.