1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Manusia tidak lepas dari suatu kondisi lingkungan kerja yang berbedabeda, sehingga para pekerja dituntut untuk menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut. Manusia akan bisa mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik dan memperoleh hasil yang optimal apabila lingkungan kerjanya mendukung. Salah satunya adalah penerangan yang baik. Di beberapa tempat kerja telah membuktikan bahwa
penerangan memberikan dampak positif seperti
peningkatan produksi yang maksimal, tersedianya barang dan jasa, serta perluasan lingkungan kerja. Di abad ke-21 kita masih menggunakan prinsip yang sama dalam menghasilkan panas dan cahaya melalui lampu pijar. Hanya dalam beberapa tahun terakhir produk-produk penerangan menjadi lebih canggih dan beraneka ragam. Perkiraan menunjukan bahwa pemakaian energi oleh penerangan adalah 20% sampai 45% untuk pemakaian energi total oleh bangunan komersial dan sekitar 3% hingga 10% untuk pemakaian energi total oleh plant industri. Hampir kebanyakan pengguna energi komersial dan industri peduli penghematan energi dalam sistem penerangan. Sering kali, penghematan energi yang cukup berarti didapatkan dengan investasi yang minim dan masuk akal. Mengganti lampu uap merkuri atau sumber lampu pijar dengan logam halida atau sodium bertekanan tinggi akan menghasilkan pengurangan biaya energi dan meningkatkan jarak penglihatan. Penerangan yang baik yaitu penerangan yang memungkinkan kita dapat melihat obyek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu, berikut hal-hal yang menentukan penerangan yang baik, antara lain: a. Pembagian luminensi dalam lapangan penglihatan b. Pencegahan kesilauan c. Panas penerangan terhadap keadaan lingkungan
2
d. Arah sinar e. Warna Pengaruh dari penerangan yang buruk dapat mengakibatkan kelelahan mata, dan mengakibatkan berbagai akibat buruk lainnya seperti katarak, eritema, dll. Pengaruh kelelahan pada mata tersebut akan menyebabkan kepada penurunan performansi kerja, termasuk kehilangan produktivitas, kualitas kerja rendah, banyak terjadi kesalahan dan kecelakaan kerja meningkat. Sehingga pentingnya pengukuran penerangan atau pencahayaan bagi kinerja seseorang.
B. Tujuan a. Mengetahui pengertian Intensitas cahaya. b. Mengetahui system pencahayaan c. mengetahui sifat cahaya d. Mengetahui elemen yang paling penting e. Mengerti intensitas cahaya menurut Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002 f. Mengetahui hasil pengukuran penerangan umum g. Mengetahui hasil pengukuran penerangan lokal
C. Manfaat 1. Bagi Praktikan -
Mendapatkan kemampuan dan keterampilan dalam pengoperasian alat lux meter.
-
Mendapatkan kemampuan dan keterampilan dalam menganalisis kasus-kasus yang berkaitan dengan regulasi.
2. Bagi Program Diploma 4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja -
Mampu memberikan bekal pengetahuan bagi mahasiswa untuk dapat memahami pengoperasian alat lux meter.
3
-
Dapat menambah kepustakaan yang diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu dan peningkatan program belajar mengajar.
-
Dapat menjadi salah satu sumber pembelajaran dan sumber informasi bagi mahasiswa Program Diploma 4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori Penerangan adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi bendabenda di tempat kerja (Budiono, 2003). Menurut Ching, (1996) ada tiga metode untuk penerangan yaitu, penerangan umum, penerangan lokal dan penerangan cahaya aksen. Penerangan umum atau baur menerangi ruangan secara merata dan umumnya terasa baur. Penerangan lokal atau penerangan untuk kegunaan khusus, menerangi sebagian ruang dengan sumber cahaya biasanya dipasang dekat dengan permukaan yang diterangi. Berdasarkan sumbernya penerangan dibedakan menjadi dua yaitu, penerangan alamiah dan penerangan buatan. Sumber cahaya alamiah pada siang hari adalah matahari dengan cahayanya yang kuat tetapi bervariasi menurut jam, musim dan tempat. Cahaya buatan adalah cahaya yang dihasilkan oleh elemen-elemen buatan, dimana kualitas dan kuantitas cahaya yang dihasilkan berbeda-beda tergantung dari jenisnya. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002, penerangan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Oleh sebab itu salah satu masalah lingkungan ditempat kerja harus diperhatikan yaitu pencahayaan. Nilai Pencahayaan
yang
dipersyaratkan
oleh
Kep-Menkes
RI
No.
1405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu minimal 100 lux. Dalam hal penerangan sebaiknya lebih mengutamakan penerangan alamiah dengan merencanakan cukup jendela pada bangunan yang ada. Kalau karena alasan teknis penggunaan penerangan alamiah tidak dimungkinkan, barulah penerangan buatan dimanfaatkan dan inipun harus dilakukan dengan tepat. Dalam kaitan ini perlu diingatkan adanya penerangan umum dan penerangan khusus atau setempat (Manuaba, 1998). Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat objek-objek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Permasalahan penerangan 4
5
meliputi kemampuan manusia untuk melihat sesuatu, sifat-sifat dari indera penglihatan, usaha-usaha yang dilakukan untuk melihat objek lebih baik dan pengaruh penerangan terhadap lingkungan. Mata di dalam fungsinya untuk melihat harus tidak dihadapkan pada beban tambahan seperti penerangan obyek yang kurang intensitasnya sesuai dengan keperluan. Oleh karena itu penerangan merupakan faktor lingkungan yang sangat perlu diperhatikan karena banyak pengaruhnya terhadap kelelahan mata dalam bekerja. Penerangan yang baik penting agar pekerjaan dapat dilakukan dengan benar dan dalam situasi yang nyaman (Manuaba,1998). Pada pekerjaan yang memerlukan ketelitian tanpa penerangan yang memadai, maka dampaknya akan sangat terasa pada kelelahan mata. Terjadinya kelelahan otot mata dan kelelahan saraf mata sebagai akibat tegangan yang terus menerus pada mata, walaupun tidak menyebabkan kerusakan mata secara permanen, tetapi menambah beban kerja, mempercepat lelah, sering istirahat, kehilangan jam kerja dan mengurangi kepuasan kerja, penurunan mutu produksi, meningkatkan frekuensi kesalahan, mengganggu konsentrasi dan menurunkan produktivitas kerja (Pheasant, 1993). Dalam ruang lingkup pekerjaan, faktor yang menentukan adalah ukuran objek, derajat kontras di antara objek dan sekelilingnya, luminansi dari lapangan penglihatan, yang tergantung dari penerangan dan pemantulan pada arah si pengamat, serta lamanya melihat (Suma’mur, 1995). Faktor ukuran objek, derajat kontras antar objek dengan sekelilingnya serta penerangan adalah faktor-faktor yang saling mengimbangi satu dengan yang lain, misalnya suatu objek dengan kontras kurang, dapat dilihat apabila objek tersebut cukup besar atau bila penerangannya cukup baik. Hal ini sangat perlu diperhatikan pada setiap jenis pekerjaan agar dalam sebuah proses produksi, pekerja dapat melihat objek kerja dengan baik dan nyaman, tanpa upayaupaya yang melelahkan. Upaya mata yang melelahkan menjadi sebab kelelahan mental. Gejalanya meliputi sakit kepala, penurunan kemampuan intelektual, daya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Lebih dari itu, apabila pekerja mencoba mendekatkan matanya terhadap objek untuk memperbesar ukuran
6
benda, maka akomodasi lebih dipaksa, dan mungkin terjadi penglihatan rangkap atau kabur yang terkadang disertai pula perasaan sakit kepala di daerah atas mata. Untuk mencegah kelelahan mental oleh upaya mata yang berlebihan, perlu diusahakan beberapa cara. (Suma’mur, 1995). Ada beberapa cara untuk mengurangi kelelahan mata, seperti perbaikan kontras, cara ini paling mudah dan paling sederhana, serta dilakukan dengan memilih latar penglihatan yang tepat. Cara berikutnya dengan meninggikan intensitas penerangan. Biasanya penerangan harus sekurangkurangnya dua kali dibesarkan. Dalam berbagai hal, masih perlu dipakai lampu-lampu di daerah kerja untuk lebih memudahkan penglihatan. Cara terakhir adalah pemindahan tenaga kerja dengan visus yang setinggi-tingginya. Kerja malam harus dikerjakan oleh tenaga kerja berusia muda, yang apabila usianya bertambah, dapat dipindahkan kepada pekerjaan yang kurang diperlukan ketelitian. Berdasarkan SNI 03-6575-2001 tentang Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan pada bangunan gedung. Menyebutkan bahwa sistem pencahayaan dikelompokkan menjadi 3, yaitu : a. Sistem Pencahayaan Merata Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan yang merata di seluruh ruangan, digunakan jika tugas visual yang dilakukan di seluruh tempat dalam ruangan memerlukan tingkat pencahayaan yang sama. Tingkat pencahayaan yang merata diperoleh dengan memasang armatur secara merata langsung maupun tidak langsung di seluruh langit-langit. b. Sistem Pencahyaan Setempat Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan pada bidang kerja yang tidak merata. Ditempat yang diperlukan untuk melakukan tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi, diberikan cahaya yang lebih banyak dibandingkan dengan sekitarnya. Hal ini diperoleh dengan mengkonsentrasikan penempatan armatur pada langit-langit di atas tempat tersebut.
7
c. Sistem Pencahayaan Gabungan Merata Dan Setempat Sistem pencahayaan gabungan didapatkan dengan menambah sistem pencahayaan setempat pada sistem pencahayaan merata, dengan armatur yang dipasang di dekat tugas visual. Sistem pencahayaan gabungan dianjurkan digunakan untuk : 1) tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi. 2) memperlihatkan bentuk dan tekstur yang memerlukan cahaya datang dari arah tertentu. 3) pencahayaan merata terhalang, sehingga tidak dapat sampai pada tempat yang terhalang tersebut. 4) tingkat pencahayaan yang lebih tinggi diperlukan untuk orang tua atau yang kemampuan penglihatannya sudah berkurang. Menurut Prabu (2009), menyebutkan bahwa ada 5 sistem pencahayaan di ruangan, yaitu : a.
Sistem Pencahayaan Langsung (direct lighting) Pada sistem ini 90%-100% cahaya diarahkan secaralangsung ke benda yang perlu diterangi.Sistem ini dinilai palingefektif dalam mengatur pencahayaan, tetapi ada kelemahannyakarena dapat menimbulkan bahaya serta kesilauan yang mengganggu, baik karena penyinaran langsung maupun karena pantulan cahaya.Untuk efek yang optimal, disarankan langi-langit, dinding serta benda yang ada di dalam ruangan perlu diberi warnacerah agar tampak menyegarkan.
b. Pencahayaan Semi Langsung (semi direct lighting) Pada sistem ini 60%-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang perlu diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langitlangit dan dinding.Dengan sistem ini kelemahan sistem pencahayaan langsung dapat dikurangi.Diketahui bahwa langitlangit dan dinding yang diplester putih memiliki pemantulan 90%, apabila dicat putih pemantulan antara 5%-90%. c.
Sistem Pencahayaan Difus (general diffus lighting)
8
Pada sistem ini setengah cahaya 40%-60% diarahkan pada benda yang perlu disinari,sedangkan sisanya dipantulkan ke langitlangit dan dinding.Dalam pencahayaan sistem ini termasuk sistem direct-indirect yakni memancarkan setengah cahaya ke bawah dan sisanya keatas.Pada sistem ini masalah bayangan dan kesilauan masih ditemui. d.
Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung (semi indirect lighting). Pada sistem ini 60%-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas, sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah.Untuk hasil yang optimal disarankan langit-langit perlu diberikan perhatian serta dirawat dengan baik.Pada sistem inimasalah bayangan praktis tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi.
e.
Sistem Pencahayaan Tidak Langsung (indirect lighting) Pada sistem ini 90%-100% cahaya diarahkan ke langit langit dan dinding bagian atas kemudian dipantulkan untukmenerangi seluruh ruangan.Agar seluruh langit-langit dapat menjadi sumber cahaya, perlu diberikan perhatian dan pemeliharaan yang baik. Keuntungan sistem ini adalah tidak menimbulkan bayangan dan kesilauan sedangkan kerugiannya mengurangi effisien cahaya total yang jatuh pada permukaan kerja.
1. Sumber-sumber Pencahayaan Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia. Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat. Menurut sumbernya, pencahayaan dapat dibagi menjadi : a. Pencahayaan Alami Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari. Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain
9
menghemat energi listrik juga dapat membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang diperlukan jendelajendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas lantai. Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif dibanding dengan penggunaan pencahayaan buatan, selain karena intensitas cahaya yang tidak tetap, sumber alami menghasilkan panas terutama saat siang hari. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar penggunaan sinar alami mendapat keuntungan, yaitu: 1) Variasi intensitas cahaya matahari 2) Distribusi dari terangnya cahaya 3) Efek dari lokasi, pemantulan cahaya, jarak antar bangunan 4) Letak geografis dan kegunaan bangunan gedung b. Pencahayaan Buatan Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan alami tidak mencukupi. Fungsi pokok pencahayaan buatan baik yang diterapkan secara tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai berikut: 1) Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail serta terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat 2) Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan aman 3) Tidak menimbukan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja 4) Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, dan tidak menimbulkan bayang-bayang.
10
5) Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi. 2. Sifat-Sifat Penerangan Berdasarkan SNI 03-6575-2001 sifat penerangan dibedakan menjadi 2, yaitu : a. Kuantitas Cahaya Banyaknya cahaya yang jatuh pada suatu permukaan yang menyebabkan terangnya permukaan tersebut dan sekitarnya. Kuantitas penerangan yang dibutuhkan adalah tergantung dari tingkat ketelitian yang diperlukan, bagian yang akan diamati dan kemampuan dari objek tersebut untuk memantulkan cahaya yang jatuh padanya, serta brightness dari sekitar objek. Untuk melihat suatu benda atau objek yang berwarna gelap dan kontras antara objek dan sekitarnya jelek, diperlukan intensitas penerangan yang tinggi (beberapa ribu lux), sedangkan untik objek/benda yang berwarna cerah kontras antara objek dan sekitarnya cukup baik, maka diperlukan beberapa ratus lux saja. 1) Ketelitian 2) Kemampuan objek pantul 3) brightness b. Kualitas Cahaya Kualitas Cahaya adalah keadaan yang menyangkut warna, arah, dan difusi, cahaya, serta jenis dan tingkat kesilauan. Kualitas penerangan terutama ditentukan oleh ada atau tidaknya kesilauan langsung (direct glare) atau kesilauan karena pantulan cahaya dari permukaan yang mengkilap (reflected glare) dan bayangan (shadows) (Suma’mur, 1996). 1) Bayangan 2) Silau terjadi jika kecerahan dari suatu bagian dari interior jauh melebihi kecerahan dari interior tersebut pada umumnya. Sumber
11
silau yang paling umum adalah kecerahan yang berlebihan dari armatur dan jendela, baik yang terlihat langsung atau melalui pantulan. Ada dua macam silau, yaitu disability glare yang dapat mengurangi kemampuan melihat, dan discomfort glare yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan. Kedua macam silau ini dapat terjadi secara bersamaan atau sendiri-sendiri.
Disability glare ini kebanyakan terjadi jika terdapat daerah yang dekat dengan medan penglihatan yang mempunyai luminansi jauh diatas luminansi obyek yang dilihat. Oleh karenanya terjadi penghamburan cahaya di dalam mata dan perubahan
adaptasi
sehingga
dapat
menyebabkan
pengurangan kontras obyek. Pengurangan kontras ini cukup dapat membuat beberapa detail penting menjadi tidak terlihat sehingga kinerja tugas visual juga akan terpengaruh. Sumber disability glare di dalam ruangan yang paling sering dijumpai adalah cahaya matahari langsung atau langit yang terlihat melalui jendela, sehingga jendela perlu diberi alat pengendali/pencegah silau (screening device).
Discomfort Glare, Ketidaknyamanan penglihatan terjadi jika beberapa elemen interior mempunyai luminansi yang jauh diatas luminansi elemen interior lainnya. Respon ketidaknyamanan ini dapat terjadi segera, tetapi adakalanya baru dirasakan setelah mata terpapar pada sumber silau tersebut dalam waktu
yang lebih lama. Tingkatan
ketidaknyamanan ini tergantung pada luminansi dan ukuran sumber silau, luminansi latar belakang, dan posisi sumber silau terhadap medan penglihatan. Discomfort glare akan makin besar jika suatu sumber mempunyai luminansi yang tinggi, ukuran yang luas, luminansi latar belakang yang rendah dan posisi yang dekat dengan garis penglihatan. Perlu diperhatikan bahwa variabel perancangan sistem tata
12
cahaya dapat merubah lebih dari satu faktor. Sebagai contoh, penggantian armatur untuk mengurangi luminansi ternyata juga akan menurunkan luminansi latar belakang. Namun demikian, sebagai petunjuk umum, discomfort glare dapat dicegah dengan pemilihan armatur dan perletakannya, dan dengan penggunaan nilai reflektansi permukaan yang tinggi untuk langit-langit dan dinding bagian atas. Ada dua alternatif sistem pengendalian discomfort glare, yaitu Sistem Pemilihan Armatur dan Sistem Evaluasi Silau. Kedua sistem ini mempunyai karakteristik dan aplikasi yang berbeda. Secara umum, Sistem Pemilihan Armatur dapat digunakan sebagai alternatif dari Sistem Evaluasi Silau jika nilai Indeks Kesilauan yang direkomendasikan untuk aplikasi tertentu adalah lebih besar dari 19. Indeks kesilauan adalah angka yang menunjukkan tingkat kesilauan dari suatu sistem pencahayaan, dimana makin besar nilainya makin tinggi pengaruh penyilauannnya. Berikut ini adalah tabel
nilai
Indeks
Kesilauan
maksimum
yang
direkomendasikan untuk berbagai tugas visual atau jenis interior. Menurut Suma’mur (2009), sifat-sifat penerangan yang baik, antara lain : a. Pembagian luminansi dalam lapangan penglihatan. b. Pencegahan kesilauan. c. Arah sinar. d. Warna. e. Panas penerangan terhadap kelelahan mata. Menurut Suma’mur (2009), kelelahan mata timbul sebagai stress intensif pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap retina akibat ketidaktepatan kontras. Menurut Cok Gd Rai (2006), kelelahan mata dapat dipengaruhi dari kuantitas iluminasi, kualitas ilumiasi dan distribusi
13
cahaya. Kualitas iluminasi meliputi jenis penerangan, sifat fluktuasi serta warna penerangan yang digunakan.Distribusi cahaya yang kurang baik di lingkungan kerja dapat menyebabkan kelelahan mata.Distribusi cahaya yang tidak merata sehingga menurunkan efisiensi tajam penglihatan dan kemampuan membedakan kontras. Gejala kelelahan mata yang sering muncul antara lain : Kelopak mata terasa berat, terasa ada tekanan dalam mata, mata sulit dibiarkan terbuka, merasa enak kalau kelopak mata sedikit ditekan, bagian mata paling dalam terasa sakit, perasaan mata berkedip, penglihatan kabur, tidak bisa difokuskan, penglihatan terasa silau, penglihatan seperti berkabut walau mata difokuskan, mata mudah berair, mata pedih dan berdenyut, mata merah, jika mata ditutup terlihat kilatan cahaya, kotoran mata bertambah, tidak dapat membedakan warna sebagaimana biasanya, ada sisa bayangan dalam mata, penglihatan tampak double, mata terasa panas, mata terasa kering (Pusat Hiperkes dan Keselamatan Kerja, 1995).
3. Komponen Pencahayaan Elemen yang paling penting dalam perlengkapan cahaya, selain dari lampu, adalah reflector. Reflektor berdampak pada banyaknya cahaya lampu mencapai area yang diterangi dan juga pola distribusi cahayanya.Reflektor biasanya menyebar
(dilapisi
cat
atau
bubuk
putih
sebagai
penutup)
atau specular (dilapis atau seperti kaca). Tingkat pemantulan bahan reflector dan bentuk reflektor berpengaruh langsung terhadap efektifitas dan efisiensi fitting.
4. Persyaratan Intensitas cahaya di ruang kerja sebagai berikut :
14
JENIS
TINGKAT
KEGIATAN
PENCAHAYAAN
KETERANGAN
MINIMAL (LUX)
Pekerjaan
kasar 100
Ruang penyimpanan &
dan
terus
ruang
tidak
menerus.
peralatan/instalasi yang memerlukan
pekerjaan
yang kontinyu.
Pekerjaan kasar &
200
terus menerus
Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar.
Pekerjaan rutin
300
R.
administrasi,
ruang
kontrol, pekerjaan
mesin
&
perakitan/ penyusun.
Pekerjaan agak
500
halus
Pembuatan gambar atau berkerja
dengan
mesin
kantor pekerja pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin.
Pekerjaan halus
1000
Pemilihan
warna,
pemrosesan tekstil, pekerjaan mesin
15
halus & perakitan halus
Pekerjaan amat
1500
halus
Tidak menimbulkan bayangan Mengukir dengan tangan, pemeriksaan
pekerjaan
mesin dan perakitan yang sangat halus
Pekerjaan terinci
3000
Tidak menimbulkan bayangan Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus
Sumber : Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002
5. Pengendalian Sistem Pencahayaan a. Semua sistem pencahayaan bangunan harus dapat dikendalikan secara manual atau otomatis kecuali yang terhubung dengan sistem darurat. b. Pencahayaan luar bangunan dengan waktu pengoperasian terus menerus kurang dari 24 jam, sebaiknya dapat dikendalikan secara otomatis dengan timer, photocell, atau gabungan keduanya. c. Armatur-armatur yang letaknya paralel terhadap dinding luar pada arah datangnya cahaya alami dan menggunakan sakelar otomatis atau sakelar terkendali harus juga dapat dimatikan dan dihidupkan secara manual. d. Daerah dimana pencahayaan alami tersedia dengan cukup, sebaiknya dilengkapi dengan sakelar pengendali otomatis yang dapat mengatur penyalaan lampu sesuai dengan tingkat pencahayaan yang dirancang.
16
Berikut ini adalah hal-hal yang tidak diatur dalam ketentuan pengendalian sistem pencahayaan : 1) Pengendalian pencahayaan yang mengatur suatu daerah kerja yang luas secara keseluruhan dimana kebutuhan pencahayaan dan pengendali dipusatkan ditempat lain (termasuk lobi umum dari perkantoran, Hotel, Rumah Sakit, Pusat belanja, dan gudang). 2) Pengendalian otomatis atau pengendalian yang dapat diprogram. 3) Pengendalian yang memerlukan operator terlatih. 4) Pengendalian untuk kebutuhan keselamatan dan keamanan daerah berbahaya. 6. Penentuan titik pengukuran menurut SNI 16-7062-2004 a. Penerangan setempat: obyek kerja, berupa meja kerja maupun peralatan.Bila merupakan meja kerja, pengukuran dapat dilakukan di atas meja yang ada. b. Penerangan umum: titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada setiapjarak tertentu setinggi satu meter dari lantai. Jarak tertentu tersebut dibedakan berdasarkan luas ruangan sebagai berikut: 1) Luas ruangan kurang dari 10 meter persegi: titik potong garis horizontal panjangdan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 1(satu) meter. Contoh denah pengukuran intensitas penerangan umum untuk luas ruangan kurangdari 10 meter persegi seperti (Gambar 1). 1m
1m
1m
1m
1m
1m
1m
1m
Gambar 1:Penentuan titik pengukuran penerangan umum dengan luas kurang dari 10 m2.
17
2) Luas ruangan antara 10 meter persegi sampai 100 meter persegi: titik potong garishorizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 3 (tiga) meter. Contoh denah pengukuran intensitas penerangan umum untuk luas ruangan antara10 meter sampai 100 meter persegi seperti (Gambar 2).
3m
3m
3m
3m
3m
3m
3m
3m
3m
3m
Gambar 2 : Penentuan titik pengukuran penerangan umum dengan luas antara 10 m2 – 100 m2. 3) Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi: titik potong horizontal panjang dan lebarruangan adalah pada jarak 6 meter. Contoh denah pengukuran intensitas penerangan umum untuk ruangan denganluas lebih dari 100 meter persegi seperti (Gambar 3). 6m
6m
6m
6m
6m
6m
6m
6m
6m
18
6m
Gambar 3:Penentuan titik pengukuran penerangan umum dengan luas > 100 m2.
B. Perundang-Undangan 1. Undang - Undang No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 ayat 1 (i) yang berbunyi, ”Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai”. 2. Undang - Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 86 yang berbunyi, ”Keselamatan dan Kesehatan Kerja”. 3. Peraturan Menteri Perburuhan No. 07 Tahun 1964 tentang Syarat - Syarat Kesehatan Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja. 4. Permenakertrans No. 02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Penyelenggara Kesehatan. 5. Undang - undang
Republik Indonesia No.1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja pasal 3 huruf h yaitu ”memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai”. 6. Undang - undang No 14 tahun 1969 pasal 9 tentang Ketentuan - Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja yaitu ”Tiap - tiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan”.
19
BAB III HASIL
A. Gambar Alat, Cara Kerja dan Prosedur Pengukuran 1. Gambar Alat a. five in one (Lux-Meter)
Keterangan: a. Photo cell
:fungsinya untuk menerima cahaya yang masuk.
b. Switch range selection : fungsinya untuk mengetahui pengukuran apa yang dipakai sesuai intensitas cahaya. c. Hold
: fungsinya untuk pembacaan di display.
d. Display
: fungsinya untuk mengetahui hasil pengukuran
e. On/Off
: fungsinya untuk menghidupkan atau mematikan alat.
2. Cara Kerja a. Melakukan kalibrasi alat sebelum melakukan pengukuran. Tujuannya
adalah
untuk
mengetahui
kondisi
alat
tersebut,
masihdapat dipakai atau tidak. Caranya yaitu : 1) Alat dihidupkan terlebih dahulu dengan menekan tombol on. 2) Menutup photo cell.
20
20
3) Menekan tombol switch range selection. 4) Jika angka yang tertera pada display adalah 0, maka alat tersebut masih dalam kondisi yang baik dan dapat digunakan. b. Memilih obyek (langit - langit ruangan) yang akan diperiksa intensitas penerangannya. c. Five in one (Lux-Meter) dikalibrasi, apakah alat tersebut masih normal tidak untuk digunakan. d. Pengukuran menghadap cahaya. e. Mencatat hasil yang tertera pada display. 3. Prosedur Pengukuran a. Penerangan local 1) Laboratorium dan Kantor Diploma IV Keselamatan Dan Kesehatan Kerja a) Membagi luas halaman menjadi beberapa bagian atau bidang di mana tiap bidang mempunyai ukuran 3 m x 1 m. Berikut ini gambar peta untuk penerangan lokal :
Gambar 1. Peta Penerangan Lokal
21
b) Pengukuran dilakukan pada salah satu sudut di mana setiap photo cell menghadap sumber cahaya, alat dipegang ± 85 cm dari lantai. c) Membaca hasil pada display dan mencatatnya. d) Melanjutkan pengukuran pada titik ke-2 dan seterusnya, sampai dengan titik terakhir. e) Melakukan perhitungan intensitas sesuai dengan rumus. 2)
Reflaktan a) Membagi luas bidang yang bisa memantulkan cahaya menjadi 2 bagian. b) Pengukuran dilakukan pada kedua sudut. Dimana setiap photo cell pertama kali menghadap sumber cahaya, kemudian yang kedua menghadap sumber reflaktan. c)
Membaca hasil pada display dan mencatatnya.
d) Melakukan perhitungan intensitas sesuai dengan rumus. b. Penerangan Umum 1) IPU ruang kuliah 2 a) Membagi luas halaman menjadi beberapa bagian atau bidang di mana tiap bidang mempunyai ukuran 12m x 3 m.
22
Gambar 2. Penerangan Umum Ruang Kuliah 2 b) Pengukuran dilakukan pada salah satu sudut di mana setiap photo cell menghadap sumber cahaya, alat dipegang ± 85 cm dari lantai. c) Membaca hasil pada display dan mencatatnya. d) Melanjutkan pengukuran pada titik ke-2 dan seterusnya, sampai dengan titik terakhir. e) Melakukan perhitungan intensitas sesuai dengan rumus. 2) Reflaktan a) Membagi luas bidang yang bisa memantulkan cahaya menjadi 2 bagian. b)
Pengukuran dilakukan pada kedua sudut. Dimana setiap photo cell pertama kali menghadap sumber cahaya, kemudian yang kedua menghadap sumber reflaktan.
c) Membaca hasil pada display dan mencatatnya. d) Melakukan perhitungan intensitas sesuai dengan rumus.
A. Hasil Pengukuran dan Perhitungan 1. Hasil Pengukuran Praktikum yang telah dilaksanakan pada: Hari/tanggal
: Senin, 14 Desember 2015
Pukul
: 08.00 WIB - Selesai
Tempat
: Ruang Kuliah 2
Alat
: Lux-Meter
Pengukuran
: Pengukuran Umum, Pengukuran Lokal, dan Reflaktan (Alami dan Buatan)
a. Penerangan Umum Lo
Jenis
Jam
cu
Rat
Sta
kas
peneran
pengu
aca
a-
nda
i
gan
kuran
(alami/
Hasil pengukuran (Lux)
rata r (Lu
(Lu
Nilai Reflaktan (%)
La mp u
23
buatan)
x) 1 2
RK
Alami
08.30- Ce
2
dan
Selesa
D4
Buatan
i
3 4 5 6
x)
7 8
8 1
8 9 9 1
8 9 93,
rah 6 0
8 8 5 0
4 0 625
6
2
300
din
lan me
Ju
din
tai
mla
bel
g
h
41,8 66, 14,
7
12
92
K3
b. Penerangan Lokal N
Lokasi
o
Titik
Jenis
peng
kegiatan penerang
ukur
Jenis
Jam
Cuaca
an
an 1
Lab.Pra
I
ktikum D4 K3
Juml
Nilai
ah lamp
Rata-
Standar
Reflkta l
rata
(Lux)
n (%)
(Lux)
u Admini
Hasi
(Lux )
Buatan
08.30 Cerah
1
61,48
59,2
Buatan
08.33 Cerah
2
40,32
70,6
Buatan
08.36 Cerah
2
21,67
65,7
Buatan
08.39 Cerah
2
27,69
60,3
Buatan
08.42 Cerah
2
7,42
57,5
Buatan
08.45 Cerah
2
22,61
37,8
Buatan
08.48 Cerah
2
16,84
39,9
strasi II
Admini strasi
II
Admini strasi
IV
Admini strasi
V
Admini strasi
VI
Admini strasi
VII
Admini strasi
2. Hasil Perhitungan
55,85
300
24
a. Penerangan Umum pada RK2 D4 K3 Ruang Kuliah 2 86 + 106 + 88 + 98 + 95 + 102 + 84 + 90 = 93,625 8 𝐵
b. Reflaktan pada RK2 (𝐴 𝑥100% ) 10
Mebel = 67 𝑥100% = 14,92 41
Lantai = 62 𝑥100% = 66,12 Dinding =
36 86
𝑥100% = 41,8
𝐵
c. Penerangan Lokal (𝐴 𝑥100%) 1. Meja Lab.Praktikum D4 K3 I. II. III. IV. V. VI. VII.
36,4 59,2
x 100% = 61,48%
28,47 70,6 14,24 65,7 16,7 60,3 4,27 57,5 8,55 37,8 6,72 39,9
x 100% = 40,32% x 100% = 21,67%
x 100% = 27,69% x 100% = 7,42% x 100% = 22,61% x 100% = 16,84%
Rata-rata (Lux) 59,2+70,6+65,7+60,3+57,5+37,8+39,9 7 391 7
= 55,85
=
25
BAB IV PEMBAHASAN
Penerangan dapat dibagi menjadi 2 macam, penerangan lokal dan penerangan umum. Kedua penerangan ini perbedaannya dapat dilihat dari objek yang mendapatkan penerangan. Penerangan umum misalnya pada lampu yang ada dijalan raya, sedangkan penerangan lokal misalnya pada meja belajar atau bekerja. Kemudian dilihat dari sumber penerangan itu sendiri dapat di bedakan menjadi 2 pula. Penerangan alami yaitu sumber penerangan dari sinar matahari dan penerangan buatan dari lampu - lampu yang terpasang dengan listrik. Penerangan dapat kita ukur dengan alat Lux Meter. Penggunaan dalam mengukur penerangan alami atau buatan yaitu dengan cara memanipulasi sumber penerangan yang ada. Apabila kita akan mengukur penerangan alami, maka yang kita pakai adalah penerangan yang masuk kedalam ruangan dari sinar matahari tanpa ada satu lamupu pun yang menyala. Begitu juga sebaliknya, apabila kita akan mengukur penerangan buatan, maka lampu dinyalakan kemudian uasahakan sinara matahari tidak dapat masuk kedalam ruangan yang akan diukur intensitas penerangannya. Untuk mengukur nilai reflaktan dapat ditentukan dari nilai A dan B. Nilai A diperoleh hasil pengukuran Lux meter yang sensornya menghadap pada cahaya dan nilai B sensornya menghadap pada dinding.Kriteria ruangan dengan penerangan yang baik adalah yang tidak melebihi nilai ambang batas yang telah ditentukan dalam PMP No. 7 tahun 1964.Nilai ambang batas penerangan pada ruangan tergantung dengan pekerjaan yang di lakukan.Semisal untuk penerangan di ruang kuliah termasuk dalam mengerjakan bahan - bahan besar.Jadi, intensitas penerangan yang baik yaitu sebesar 50 Lux. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa penerangan yang ada pada lingkungan sekitar kampus
masih memiliki standar pencahayaan untuk
penerangan local masih kurang dalam standar yang dianjurkan. Standar yang dianjurkan sekitar 200 – 300 lux
25
26
Sedangkan untuk refaktan dari data yang kami dapatkan untuk refaktan yang ada sudah cukup memenuhi standar walaupun ada beberapa ruang yang masih memiliki standar yang kurang. Ketentuan-ketentuan tentang besarnya intensitas penerangan menurut PMP. No. 07 Tahun 1964 adalah sebagai berikut. Intensitas penerangan yang diukur dengan alat-alat pengukur yang baik setinggi tempat kerja yang sebenarnya atau setinggi perut untuk penerangan umum (kurang lebih 1 m dari lantai). Hasil tersebut dapat dianalisa menurut peraturan yang ada, sebagai berikut: 1. Menurut Suma’mur P. K., besarnya intensitas penerangan yang baik secara umum adalah sebagai berikut : Intensitas Penerangan
Pekerjaan
Contoh-contoh
Tidak teliti
Penimbunan barang
80 – 170
Agak teliti
Pemasangan (tidak teliti)
170 – 350
Teliti
Membaca, menggambar
350 – 700
Sangat teliti
Pemasangan (teliti)
700 - 10.000
(Lux)
Berdasarkan peraturan menurut Suma’mur P. K., besarnya intensitas penerangan pada Ruang Kuliah Kebidanan yang masuk dalam kategori dalam pekerjaanya yang teliti membutuhkan Intensitas Penerangan sebesar 350-700 sedangkan dari hasil pengukuran kami diketahui rata-rata hanya 46,4, pada saat dilakukan pengukuran banyak faktor yang mempengarhui penerangan diantaranya mendung, lampu yang menyala tidak semua dan ukuran wattnya kecil, dan jendela terlalu tinggi, sehingga rata-rata yang di dapat hanya 46,4 sangat jauh dari ketentuan yaitu 350-700. Menurut PMP No. 7 Tahun 1964, intensitas penerangan yang diperlukan sebagai berikut : a. Penerangan darurat paling sedikit harus mempunyai 5 Lux. b. Penerangan halaman dan jalan di perusahaan paling sedikit 20 Lux. c. Pekerjaan yang hanya membedakan barang kasar paling sedikit harus mempunyai 50 Lux.
27
d. Pekerjaan yang hanya membedakan barang-barang kecil sepintas paling sedikit 100 Lux. e. Pekerjaan yang hanya membedakan barang kecil agak teliti paling sedikit 200 Lux. f. Pekerjaan yang hanya membedakan ketelitian barang kecil dan halus paling sedikit 300 Lux. g. Pekerjaan yang hanya membedakan ketelitian barang halus dengan kontras sedang dalam waktu lama paling sedikit 500 1.000 Lux. h. Pekerjaan yang hanya membedakan barang sangat halus dengan kontras yang sangat kurang untuk waktu lama paling sedikit harus mempunyai 1.000 Lux. Berdasarkan data standart menurut PMP No. 7 Tahun 1964 Ruang kuliah masuk dalam kategori membedakan ketelitian barang kecil dan halus paling sedikit 300 lux, dan hasil pengukuran ruang kuliah 2 D4 K3 diperoleh rata-rata 93,625. Menurut analisa dari kelompok kami hasil tersebut sangat jauh dari standart yakni paling sedikit 300. Sehingga perlu adanya pembenahan penerangan yang baik agar sesuai standart, dan pekerjaan dapat dilakukan dengan nyaman tanpa adanya keluhan dan ketidaknyamanan. 2. Higene
Perusahaan
dan
Kesehatan
Kerja
(Suma’mur,
2009)
mengklasifikasikan nilai reflaktan sebagai berikut : No.
Jenis Permukaan
Reflaktan (%)
1
Langit-langit
80-90
2
Dinding
40-60
3
Perkakas
25-45
4
Mesin dan perlengkapannya
30-50
5
Lantai
20-40
Reflaktan yang diperoleh dalam pengukuran dinding Dinding Ruang Kuliah 2 adalah 41,8 %. Hal ini berdasarkan keterangan Suma’mur,
28
2009 menyatakan bahwa sudah mencapai batas standart reflaktan yang ditentukan. Reflaktan yang diperoleh dalam pengukuran meja atau perkakas (mebel) untuk penerangan umum adalah 14,92%. Hal ini berdasarkan keterangan Suma’mur, 2009 menyatakan bahwa hasil kurang dari nilai ambang batas. Untuk penerangan umum reflaktan meja berada pada titik kurang dari nilai ambang batas padahal untuk normalnya sebesar 25% – 45%. Karena dari hasil data diperoleh nilai yang kurang dari ambang batas jadi sebaiknya diberikan penerangan yang cukup dan penambahan watt dari lampu. Reflaktan yang diperoleh dalam pengukuran lantai untuk penerangan umum 66,12%. Hal ini berdasarkan keterangan Suma’mur, 2009 menyatakan bahwa hasil diatas melebihi nilai ambang batas yang diperbolehkan padahal normalnya dan sesuai standart NAB adalah 2040%. Perlu adanya pengurangan cahaya atau wattnya diperkecil. Dari hasil analisa-analisa di atas, maka dapat dianalisa pula beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran, antara lain : 1. Kurang telitinya praktikan dalam membaca hasil pengukuran pada display sehingga hasil pengukuran kurang valid. 2. Faktor dari alat pengukur Lux Meter yang sudah mengalami sedikit kerusakan sehingga mempengaruhi hasil pengukuran. 3. Ada beberapa lampu dalam ruang tempat melakukan praktikum yang sebagian tidak menyala sehingga sumber cahaya berkurang. 4. Adanya sumber cahaya lain yang masuk ke dalam ruangan, seperti cahaya matahari yang masuk melalui ventilasi sehingga pengukuran yang dilakukan tidak murni pengukuran umum buatan. 5. Keadaan cuaca yang mendung sehingga mempengaruhi hasil pengukuran. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan masalah intensitas di atas, antara lain : 1. Memodifikasi sistem penerangan yang sudah ada, seperti :
29
a. Menaikkan atau menurunkan letak lampu. b. Merubah posisi lampu. c. Menambah atau mengurangi jumlah lampu. d. Mengganti jenis lampu yang lebih sesuai. e. Merubah posisi jendela agar cahaya matahari yang masuk dapat maksimal. 2. Memodifikasi pekerjaan, seperti : a. Membawa pekerjaan lebih dekat ke mata. b. Merubah posisi kerja. c. Modifikasi objek kerja sehingga dapat dilihat dengan jelas.
30
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Intensitas cahaya adalah besaran pokok fisika untuk mengukur daya yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya pada arah tertentu per satuan sudut. 2. Sistem pencahayaan ada 5 diantaranya Sistem Pencahayaan Langsung, Pencahayaan Semi Langsung, Sistem Pencahayaan Difus, Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung, Sistem Pencahayaan Tidak Langsung. 3. Sifat-sifat pencahayaan yang baik diantaranya Pembagian luminansi dalam lapangan penglihatan, Pencegahan kesilauan, Arah sinar, Warna, Panas penerangan terhadap kelelahan mata. 4. Elemen yang paling penting dalam perlengkapan cahaya, selain dari lampu, adalah reflector. 5. Persyaratan intensitas menurut Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002 JENIS
TINGKAT
KEGIATAN
PENCAHAYAAN
KETERANGAN
MINIMAL (LUX)
Pekerjaan
100
Ruang
kasar dan
penyimpanan &
tidak terus
ruang
menerus.
peralatan/instalasi yang memerlukan pekerjaan yang kontinyu.
Pekerjaan
200
Pekerjaan dengan
kasar &
mesin dan
terus
perakitan kasar.
30
31
menerus
Pekerjaan
300
rutin
R. administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin & perakitan/ penyusun.
Pekerjaan
500
Pembuatan
agak
gambar atau
halus
berkerja dengan mesin kantor pekerja pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin.
Pekerjaan
1000
halus
Pemilihan warna, pemrosesan tekstil, pekerjaan mesin halus & perakitan halus
Pekerjaan
1500
Tidak
amat
menimbulkan
halus
bayangan Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin
32
dan perakitan yang sangat halus
Pekerjaan
3000
Tidak
terinci
menimbulkan bayangan Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus
6. Hasil Pengukuran peneranan umum Lo
Jenis
Jam
cu
Rat
Sta
kas
peneran
pengu
aca
a-
nda
i
gan
kuran
Hasil pengukuran (Lux)
rata r
(alami/
(Lu
(Lu
buatan)
x)
x)
1 2
RK
Alami
08.30- Ce
2
dan
Selesa
D4
Buatan
i
3 4 5 6
7 8
8 1
8 9 9 1
8 9 93,
rah 6 0
8 8 5 0
4 0 625
6
2
300
Nilai Reflaktan (%)
La mp u
din
lan me
Ju
din
tai
mla
bel
g
h
41,8 66, 14,
7
12
92
K3
7. Hasil pengukuran penerangan local N o
Lokasi
Titik
Jenis
peng
kegiatan penerang
ukur an
Jenis
an
Jam
Cuaca
Juml
Nilai
ah lamp u
Hasi
Rata-
Standar
Reflkta l
rata
(Lux)
n (%)
(Lux)
(Lux )
33
1
Lab.Pra
I
Admini
ktikum D4 K3
Buatan
08.30 Cerah
1
61,48
59,2
Buatan
08.33 Cerah
2
40,32
70,6
Buatan
08.36 Cerah
2
21,67
65,7
Buatan
08.39 Cerah
2
27,69
60,3
Buatan
08.42 Cerah
2
7,42
57,5
Buatan
08.45 Cerah
2
22,61
37,8
Buatan
08.48 Cerah
2
16,84
39,9
strasi II
Admini strasi
II
Admini strasi
IV
Admini strasi
V
Admini
55,85
strasi VI
Admini strasi
VII
Admini strasi
B. Saran 1. Penerangan di tempat kerja harus di sesuaikan dan tidak terhalang obyek yang menghalangi sumber cahaya. 2. Penerangan sebaiknya di berikan di bagian atas dan dapat menjangkau obyek yang banyak 3. Untuk menghemat biaya, perusahaan bisa melubangi atap dan memberikan atap yang tembus pandang di bagian tertentu sisi dari ruangan sehingga penerangan juga dapat di terima obyek. 4. Harusnya jendela ditata tidak terlalu tinggi sehingga cahaya bisa masuk.
300
34
DAFTAR PUSTAKA Suma’mur. 2012. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Toko Gunung Agung,p:10. Natalia, Tifani, dkk. 2014. Hubungan Antara Intensitas Pencahayaan Dengan Kelelahan Mata Pada Pekerja Penjahit Sektor Usaha Informal Di Kompleks Gedung President Pasar 45 Kota Manado. Manado: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi. Angelina, Cory, dkk. 2009. Paparan Fisis Pencahayaan Terhadap Mata dalam Kegiatan Pengelasan (Studi Kasus : Pengelasan di Jalan Bogor). Bandung: Program Studi Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Mahmud, Syahrir, dkk. 2013. Analisis Intensitas Pencahayaan pada Bidang Kerja Terhadap Berbagai Warna Ruangan. Makasar: Program Studi Fisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin. Suma’mur. 2012. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta : CV. Haji Masagung,pp:9-17. Tim Penyusun. 2012. Buku Pedoman Praktikum Semester III. Surakarta : Diploma IV Kesehatan Kerja,pp 10-20.