BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dewasa ini, keberadaan
sektor industri di Indonesia semakin
meningkat dari tahun ke tahun, peningkatan ini sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi negara. Dengan majunya industri maka terbukalah lapangan kerja buat masyarakat, daerah di sekitar perindustrian juga berkembang dalam bidang sarana transportasi, komunikasi, perdagangan dan bidang lain. Meskipun perkembangan industri yang pesat dapat meningkatkan taraf hidup, tetapi berbagai dampak negatif juga bisa terjadi pada masyarakat. Salah satu dampak negatif adalah terhadap paru para pekerja dan masyarakat di sekitar daerah perindustrian. Hal ini disebabkan pencemaran udara akibat proses pengolahan atau hasil industri tersebut. Berbagai zat dapat mencemari udara seperti debu batubara, semen, kapas, asbes, zat-zat kimia, gas beracun, dan lain-lain. Selain itu pula, pada lingkungan tersebut banyak melibatkan proses mekanis. Salah satu faktor yang menyebabkan PAK yaitu faktor kimia. Bahan-bahan kimia itulah yang merupakan racun-racun dalam industri. Sifat-sifat fisik dan derajat racun bahan kimia yang dipergunakan dalam industri tergantung dari beberapa faktor. Salah satu faktor tersebut yaitu debu. Jika tenaga kerja bekerja pada industri yang lingkungannya berdebu, maka debu-debu tersebut dihirup ke paru-paru sehingga mengurangi penggunaan secara optimal alat-alat pernafasan untuk mengambil zat asam dari udara. Oleh karena itu, untuk pencegahan tenaga kerja harus menggunakan masker pada lingkungan kerja yang berdebu. Debu adalah partkel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatan alami ataumekanisme seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan 1
2
organik maupun anorganik. Debu merupakan salahsatu bahan yang sering disebut
sebagai
partikel
yang
melayang
di
udara
(Suspended Particulate Matter / SPM ) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron.Partikel- partikel debu yang dapat dihirup pernafasan manusia mempunyai ukuran 1-100 mikron. Debu yang tertimbun dalam paru-paru bisa menyebabkan pneumokosis. Gejalanya adalah batuk kering, sesak nafas, kelelahan
umu
m, susut berat badan, banyak dahak, dll. Dari sifatnya debu dikategorikan pada :
Sifat pengendapan, yaitu debu yang cenderung selalu mengendap karena gayagrafitasi bumi.
Sifat permukaan basah, sifatnya selalu basah dilapisi oleh lapisan air yang sangattipis.
Sifat penggumpalan, karena sifat selalu basah maka debu satu
dengan
yanglainnya
cenderung
menempel
membentuk gumpalan. Tingkat kelembaban di atastitik saturasi dan adanya turbelensi di udara mempermudah debu membentuk gumpalan.
Debu listrik statik, debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikellain yang berlawanan dengan demikian
partikel
dalam
larutan
debu
mempercepatterjadinya penggumpalan.
Sifat opsis, partikel yang basah/lembab lainnya dapat memancarkan sinar yangdapat terlihat dalam kamar gelap.
Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernafasan. Dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut:
5-10 mikron akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian atas.
3
3-5 mikron akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian tengah.
1-3 mikron sampai dipermukaan alveoli.
0,5-0,1 mikron hinggap di permukaan alveoli/selaput lendir sehinggamenyebabkan vibrosis paru.
0,1-0,5 mikron melayang di permukaan alveoli.
Menurut WHO 1996 ukuran debu partikel yang membahayakan adalah berukuran 0,1 – 5 atau 10 mikron. Depkes mengisyaratkan bahwa ukuran debuyang membahayakan berkisar 0,1 sampai 10 mikron. Partikel debu selainmemiliki dampak terhadap kesehatan, yaitu mengganggu kesehatan manusiaseperti timbulnya iritasi pada mata, alergi, gangguan pernafasan dan kanker pada paru-paru, debu juga dapat menyebabkan gangguan sebagai berikut :
Gangguan
estetik
pemandangan
dan
dan
fisik
seperti
pelunturanwarna
terganggunya bangunan
dan
pengotoran
Merusak kehidupan tumbuhan yang terjadi akibat adanya penutupan
pori-poritumbuhan
sehingga
mengganggu
jalannya fotosintesis.
Merubah iklim global regional maupun internasional.
Mengganggu perhubungan/penerbangan yang akhirnya mengganggu kegiatansosial ekonomi di masyarakat.
Debu dapat di ukur dengan alat pengukuran debu, diantaranya adalah Personal Dust Sampler (PDS) dan High Volume Sampler (HVS). B. Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi tentang debu. 2. Untuk mengetahui macam-macam karakteristik debu industry. 3. Untuk mengetahui ukuran dari partikel debu 4. Untuk mengetahui reaksi paru terhadap debu.
4
5. Untuk mengetahui Mekanisme Penimbunan Debu dalam Paru 6. Untuk mengetahui NAB partikel debu yang masih diperkenankan 7. Untuk mengetahui Jenis Penyakit Akibat Kerja yang diakibatkan oleh pencemaran debu 8. Untuk mengetahui dampak dari pencemaran debu 9. Untuk mengetahui cara pencegahan dampak dari pencemaran debu 10. Untuk mengetahui perhitungan Personal Dust Sampler dan High Volume Sampler pada pekerja di sekitar Taman Cerdas
C. Manfaat 1.
Bagi Praktikan a. Dapat mengetahui dan memahami tentang definisi dari debu. b. Dapat mengetahui macam-macam karakteristik dari debu industri. c. Dapat mengetahui ukuran partikel debu. d. Dapat mengerti reaksi paru terhadap debu. e. Dapat mengetahui Mekanisme Penimbunan Debu dalam Paru. f. Dapat mengetahui NAB partikel debu yang masih diperkenankan. g. Dapat mengetahui Jenis Penyakit Akibat Kerja yang diakibatkan oleh pencemaran debu. h. Dapat mengetahui dampak dari pencemaran debu. i. Dapat mengetahui cara pencegahan dampak dari pencemaran debu. j. Dapat melakukan perhitungan Personal Dust Sampler (PDS) dan High Volume Sampler (HVS)
2.
Bagi Program Studi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja a. Dapat menambah daftar referensi kepustakaan Program Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja tentang kadar debu yang tidak melebihi Nilai Ambang Batas (NAB). b. Dapat menjadi sarana pembelajaran yang baik dalam pengetahuan tentang pengukuran kadar debu.
5
c. Dapat menjadi motivasi bagi Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk meningkatkan mutu kampus, khususnya aplikasi K3 di kampus. d. Dapat sebagai sarana membangun kemampuan mahasiswa dalam masalah pengukuran kadar debu.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1.
Definisi Debu Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan. Debu adalah partikel-partikelzat padat yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan
alami
atau
mekanis
seperti
pengolahan,
penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan baik organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu, arang batu, bijih logam dan sebagainya. Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron. Debu adalah debu adalah zat kimia padat, yang disebabkan oleh
kekuatan-kekuatan
alami
atau
mekanis
seperti
pengolahan,penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan, dan lain-lain dari benda, baik organik maupun anorganik (Suma‟mur, 2009). Menurut International Labour Organization (ILO,1998) debu sebagai suatu bentuk aerosol yang terbentuk oleh proses mekanis dari bagian bahan baku ke dalam udara dengan bentuk halus dengan komposisi bahan kimia yang sama. 2. Karakteristik Debu Secara garis besar karakteristik debu dalam industri terdiri atas 3 (tiga) macam, yaitu : a.
Debu Organik : Debu organik misalnya debu kapas, rotan, padipadian, tebu, daun tembakau, dan lain-lain.
6
7
b.
Debu Mineral : Debu ini terdiri dari persenyawaan yang kompleks seperti SiO2, SnO2, Fe2O3, sifat debu ini tidak fibrosis pada paru.
c.
Debu Logam : timah hitam, mercury, aseton dan lain-lain. (Depkes RI, 2003) Menurut Riyadi (1981), partikel debu dapat dibedakan
menjadi dua berdasarkan kelompok pencemar udara, antara lain : a. Menurut wujud fisik (Biologis) : debu didefinisikan partikel benda padat yang terjadi karena proses mekanis terhadap benda padat, dimana masih dipengaruhi oleh gravitasi. b. Menurut wujud kima (mineral), dibagi menjadi 2, yakni : 1) Debu organik, berasal dari benda hidup, misalnya debu kapas, debu tembakau, debu gandum, debu kayu, dll 2) Debu anorganik a) Yang berasal dari logam :debu timah hitam, debu timah putih, besi, dan lain-lain. b) Yang berasal dari bukan logam : batubara, silica, asbes, silikat karbon dan lain-lain. 3.
Ukuran Debu Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernafasan. Dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut : a. 5 - 10 mikron : akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian atas. b. 3 - 5 mikron
: akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian tengah.
c. 1 - 3 mikron
: sampai di permukaan alveoli.
d. 0,5 - 1 mikron : hinggap di permukaan alveoli atau selaput lendir sehingga menyebabkan fibrosis paru. e. 0,1 - 0,5 mikron
: melayang di permukaan alveoli.
Partikel debu yang berdiameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan
dari
proses-proses
mekanis
seperti
erosi
angin,
8
penghancuran dan penyemprotan , dan pelindasan benda-benda oleh kendaraan atau pejalan kaki. Partikel yang berdiameter antara 1-10 mikron biasanya termasuk tanah dan produk-produk pembakaran dari industri lokal. Partikel yang mempunyai diameter 0,1-1 mikron terutama merupakan produk pembakaran dan aerosol fotokimia (Fardiaz, 1992). Polutan partikel masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui sistem pernafasan, oleh karena itu pengaruh yang merugikan terutama terjadi pada sistem pernafasan. Faktor lain yang paling berpengaruh terhadap sistem pernafasan terutama adalah ukuran partikel, karena ukuran partikel yang menentukan seberapa jauh penetrasi partikel ke dalam pernafasan. Debu-debu yang berukuran 510 mikron akan ditahan oleh jalan pernafasan bagian atas, sedangkan yang berukuran 3-5 mikron ditahan oleh bagian tengah jalan pernafasan (Yunus, 1997). American Lung Association membagi penyakit paru akibat kerja mejadi dua kelompok besar : Pneumokoniosis disebabkan karena debu yang masuk ke dalam paru serta penyakit hipersensitivitas seperti asma yang disebabkan karena reaksi yang berlebihan terhadap polutan di udara (Suma‟mur, 2009). 4.
Sifat-Sifat Debu Menurut Departemen Kesehatan RI yang dikutip oleh Sitepu (2002), partikel-partikel debu di udara mempunyai sifat: a. Sifat pengendapan, Sifat pengendapan adalah sifat debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi. Namun karena kecilnya ukuran debu, kadang-kadang debu ini relatif tetap berada di udara. b. Sifat permukaan basah, Sifat permukaan debu akan cenderung selalu basah, dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini penting dalam pengendalian debu dalam tempat kerja.
9
c. Sifat penggumpalan, Oleh karena permukaan debu selalu basah, sehingga dapat menempel satu sama lain dan dapat menggumpal. Turbulensi udara meningkatkan pembentukan penggumpalan debu. Kelembaban di bawah saturasi, kecil pengaruhnya terhadap penggumpalan
debu.
Kelembaban
yang
melebihi
tingkat
huminitas di atas titik saturasi mempermudah penggumpalan debu. Oleh karena itu partikel debu bias merupakan inti dari pada air yang berkonsentrasi sehingga partikel menjadi besar. d. Sifat listrik statis, Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang berlawanan. Dengan demikian, partikel dalam
larutan
debu
mempercepat
terjadinya
proses
penggumpalan. e. Sifat optis, Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang dapat terlihat dalam kamar gelap. 5.
Sumber partikel debu Secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawaoleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Pembakaran yang tidaksempurna dari bahan bakar
yang
mengandung
senyawa
karbon
akan murni
atau bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan mesin disel yang tidak terpelihara denganbaik. Partikulat debu melayang (SPM) juga dihasilkan dari pembakaran batu bara yang tidaksempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks dari butir-butiran tar. Dibandingkan denganpembakaraan batu bara, pembakaran minyak dan gas pada umunya menghasilkan SPM lebihsedikit. Kepadatan kendaraan bermotor dapat menambah asap hitam pada total emisi partikulatdebu. Demikian juga pembakaran sampah domestik dan sampah komersial bisa merupakansumber SPM yang cukup penting.
10
Berbagai proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan, dapat menyebabkanabu berterbangan di udara, seperti yang juga dihasilkan oleh emisi kendaraan bermotor. 6.
Mekanisme Penimbunan Debu dalam Paru Adapun mekanisme penimbunan debu dalam paru-paru dapat terjadi pada saat menarik nafas, dimana udara yang mengandung debu masuk kedalam paru-paru. Debu yang berukuran antara 5-10 mikron akan ditahan oleh saluran pernafasan bagian atas, sedangkan yang berukuran 3-5 mikron ditahan oleh bagian tengan jalan pernafasan. Partikel-partikel yang besarnya antara 1 dan 3 mikron akan ditempatkan langsung dipermukaan alveoli paru. Partikel-partikel yang berukuran 0,1 mikron tidak begitu mudah hinggap pada permukaan alveoli, oleh karena partikel dengan ukuran yang demikian tidak mengendap di permukaan. Debu yang yang partikel-partikelnya berukuran kurang dari 0,1 mikron bermassa terlalu kecil, sehingga tidak mengendap di permukaan alveoli atau selaput lendir, oleh karena gerakan brown yang menyebabkan debu demikian bergerak ke luar masuk ke alveoli (Suma‟mur, 2009). Beberapa mekanisme tertimbunnya debu dalam paru menurut Suma‟mur (2009) antara lain : a. Inertia Inertia terjadi pada waktu udara membelok ketika melalui jalan pernafasan yang tidak lurus, maka partikel-partikel debu yang yang bermassa cukup besar tidak dapat membelok mengikuti aliran udara, melainkan terus dan akhirnya menumbuk selaput lendir dan mengendap disana. b. Sendimentasi Sendimentasi merupakan penimbunan debu yang terjadi di bronkhi dan bronkhioli, sebab di tempat itu kecepatan udara sangat kurang kira-kira 1 cm/detik sehingga gaya tarik dapat bekerja terhadap partikel-partikel debu dan mengendapkannya.
11
c. Gerakan Brown Gerak Brown merupakan penimbunan bagi partikel-partikel yang berukuran sekitar atau kurang dari 0,1 mikron. Partikelpartikel yang kecil ini digerakkan oleh gerakan Brown sehingga ada kemungkinan membentur permukaan alveoli dan hinggap di sana. 7.
Reaksi Paru terhadap Debu Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya penyakit atau gangguan pada saluran napas akibat debu. Faktor itu antara lain adalah faktor debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk, konsentrasi, daya larut dan sifat kimiawi, lama paparan. Faktor individual meliputi mekanisme pertahanan paru, anatomi dan fisiologi saluran napas dan faktor imunologis. Debu yang masuk ke dalam saluan napas, menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme pertahanan nonspesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport mukosilier dan fagositosis oleh makrofag. Otot polos di sekitar jalan napas dapat terangsang sehingga menimbulkan penyempitan. Keadaan ini terjadi biasanya bila kadar debu melebihi nilai ambang batas. Sistem
mukosilier
juga
mengalami
gangguan
dan
menyebabkan produksi lendir bertambah. Bila lendir makin banyak atau mekanisme pengeluarannya tidak sempurna terjadi obstruksi saluran napas sehingga resistensi jalan napas meningkat. Partikel debu yang masuk ke dalam alveoli akan membentuk fokus dan berkumpul di bagian awal saluran limfe paru. Debu ini akan difagositosis oleh makrofag. Debu yang bersifat toksik terhadap makrofag seperti silika bebas menyebabkan terjadinya autolisis. Makrofag yang lisis bersama silika bebas merangsang terbentuknya makrofag baru. Makrofag baru memfagositosis silika bebas tadi sehingga terjadi lagi autolisis, keadaan ini terjadi berulang-ulang. Pembentukan dan destruksi makrofag yang terus menerus berperan penting pada pembentukan jaringan ikat kolagen dan pengendapan hialin pada jaringan ikat
12
tersebut. Fibrosis ini terjadi pada parenkim paru, yaitu pada dinding alveoli dan jaringan interstisial. Akibat fibrosis paru menjadi kaku, menimbulkan gangguan pengembangan paru yalta kelainan fungsi paru yang restriktif. Penyakit paru yang dapat timbul karena debu selain tergantung pada sifat-sifat debu, juga tergantung pada jenis debu, lama paparan dan kepekaan individual. Pneumokoniosis biasanya timbul setclah paparan bertahun-tahun. Apabila kadar debu tinggi atau kadar silika bebas tinggi dapat terjadi silikosis akut yang bermanifestasi setelah paparan 6 bulan. Dalam masa paparan yang sama seseorang tepat mengalami kelainan yang berat sedangkan yang lain kelainnya ringan akibat adanya kepekaan individual. Penyakit akibat debu antara lain adalah asma kerja, bronkitis industri, pneumokoniosis batubara, silikosis, asbestosis dan kanker paru. Bermacam-macam reaksi paru-paru terhadap debu dapat segera di deteksi secara dini melalui : a. Diagnosis Penyakit paru akibat debu industri mempunyai gejala dan tanda yang mirip dengan penyakit paru lain yang udak disebabkan oleh debu d tempat kerja. Untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan anamnesis yang teliti meliputi riwayat pekerjaan, dan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan, karena penyakit biasanya baru timbul setelah paparan yang cukup lama. Anamnesis mengenal riwayat pçkerjaan yang akurat dan rinci sangat diperlukan, apalagi bila penderita sering berganti tempat kerja. Riwayat pekerjaan yang berhubungan dengan paparan debu dan lama paparan hendaklah diketahui secara lengkap.
13
b. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan foto toraks sangat berguna untuk melihat kelainan yang ditimbulkan oleh debu pada pneumokoniosis. Klasifikasi
standar
menunit
ILO
dipakai
untuk
menilai
kelainanyang timbul. Pembacaan foto toraks pneumokoniosis perlu dibandingkan dengan foto standar untuk menentukan klasifikasi kelainan. Perselubungan yang timbul dibagi atas perselubungan halus dan kasar. Pemeriksaan faal paru lain yang lebih sensitif untuk mendeteksi kelainan di saluran napas kecil adalah pemeriksaan Flow Volume Curve dan Volume of Isoflow. Pengukuran kapasitas difusi paru (DLCO) sangat sensitif untuk mendeteksi kelainan di interstisial; tetapi pemeriksaan ini rumit dan memerlukan peralatan yang lebih canggih, dan tidak di anjurkan digunakan secara rutin. Pekerja yang pada pemeriksaan awal tidak menunjuickan kelainan, kemudian menderita kelainan setelah bekerja dan penyakitnya terus berlanjut, dianjurkan untuk menukar pekerjaannya. 8.
NAB (Nilai Ambang Batas) Kadar Debu di Udara Nilai ambang batas (NAB) adalah standard faktor-faktor lingkungan kerja yang dianjurkan di tempat kerja agar tenaga kerja masih dapat menerimanya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Permenakertrans RI No.13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja). Kegunaan NAB ini sebagai rekomendasi pada praktik higiene perusahaan dalam melakukan penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya untuk mencegah dampaknya terhadap kesehatan. Kadar debu yang melampaui ambang batas yang ditentukan dapat
mengurangi
penglihatan,
menyebabkan
endapan
tidak
menyenangkan pada mata ,hidung,dan telinga dan dapat juga
14
mengakibat kerusakan pada kulit. Nilai ambang batas kadar debu di udara berdasarkan Permenakertrans RI Nomor 13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Bahan Fisika dan Kimia di Tempat Kerja, bahwa kadar debu di udara tidak boleh melebihi 3,0 mg/m3. 9.
Jenis Penyakit Akibat Kerja yang diakibatkan oleh pencemaran debu Nama
penyakit
pneumokoniosis
tergantung
dari
debu
penyebabnya, antara lain : a. Silikosis 1) Disebabkan oleh karena silika bebas (SiO2). 2) Terjadinya pada pekerja di perusahaan : a) Penghasil batu untuk bangunan b) Granit c) Keramik d) Tambang timah putih e) Tambang batu bara f)
Perusahaan tempat menggerinda besi
g) Pabrik besi dan baja 3) Masa inkubasi : 2-4 tahun Usaha untuk menegakkan diagnosis silikosis secara dini sangat penting, oleh karena penyakit dapat terus berlanjut meskipun paparan telah dihindari. Pada penderita silikosis insidens tuberkulosis lebih tinggi dari populasi umum. Secara klinis terdapat 3 bentuk silikosis, yaitu silikosis akut, silikosis kronik, dan silikosis terakselerasi. Bentuk silikosis : a) Silikosis Akut Penyakit dapat timbul dalam beberapa minggu, bila seseorang terpapar silika dengan konsentrasi sangat tinggi. Perjalanan penyakit sangat khas, yaitu gejala sesaic napas yang progesif, demam, batuk dan penurunan berat badan se- telah paparan silika konsentrasi tingi dalam waktu relatif singkat.
15
Lama paparan berkisar antara beberapa minggu sampai 4 atau 5 tahun. Kelainan faal paru yang timbul adalah restriksi berat dan hipoksemi disertai penurunan kapasitas di fusi. Pada foto toraks tampak fibrosis interstisial difus, fibrosis kemuclian berlanjut dan terdapat pada lobus tengah dan bawah membentuk djffuse ground glass appearance mirip edema paru. b) Silikosis Kronik Kelainan
pada
penyakit
ini
mirip
dengan
pneumokoniosis pekerja tambang batubara, yaitu terdapat nodul yang biasanya dominan di lobus atas. Bentuk silikosis kronik paling sering ditemukan, terjadi setelah paparan 20 sampai 45 tahun oleh kadar debu yang relatif rendah. Pada stadium simple, nodul di paru biasanya kecil dan tanpa gejala atau minimal. Walaupun paparan tidak ada lagi, kelainan paru dapat menjadi progresif sehingga terjadi fibrosis yang masif. Pada silikosis kronik yang sederhana, foto toraks menunjukkan nodul terutama di lobus atas dan mungkin disertai klasifikasi. Pada bentuk lanjut tertepat masa yang besar yang tampak seperti sayap malaikat (angel's wing). Sering terjadi reaksi pleura pada lesi besar yang padat. Kelenjar hilus biasanya membesar dan membentuk bayangan egg shell calcification. Jika fibrosis masif progresif terjadi, volume paru berkurang dan
bronkus
mengalami
distorsi.
Faal
paw
menunjukkan gangguan restriksi, obstruksi atau campuran. Kapasitas difusi dan komplians menurun. Timbul gejala sesak napas, biasa disertai batuk dan produksi sputum. Sesak pada awalnya terjadi pada saat aktivitas, kemudian pada waktu istirahat dan akhirnya timbul gagal kardiorespirasi. Di pabrik semen di daerah Cibinong (1987) dan 176 pekerja yang diteliti ditemukan silikosis sebanyak 1,13% dan diduga silikosis 1 ,7% Pada tahun 1991 penelitian pada 200
16
pekerja pabrik semen ditemukan dugaan silikosis sebanyak 7%. Perbedaan angka yang didapat diduga karena perbedaan kualitas foto toraks, dan kadar silika bebas dalam debu yang memapari pekerja. c) Silikosis Terakselerasi Bentuk kelainan ini serupa dengan silikosis kronik, hanya perjalanan penyakit lebih cepat dari biasanya, menjadi fibrosis masif, sering terjadi infeksi mikobakterium tipikal atau atipik. Setelah paparan 10 tahun sering terjadi hipoksemi yang berakhir dengan gagal napas. b. Asbestosis 1) Disebabkan oleh debu asbes 2) Terjadi pada pekerja di perusahaan : a) Reparasi asbes b) Penenunan dan pemintalan asbes Pada stadium awal mungkin tidak ada gejala meskipun foto toraks menunjukkan gambaran asbestosis atau penebalan pleura. Gelaja utama adalah sesak napas yang pada awalnya terjadi pada waktu aktivitas. Pada stadium akhir gejala yang umum adalah sesak pada saat istirahat, batuk dan penurunan berat badan. Sesak napas terus memburuk meskipun penderita dijauhkan dari paparan asbes,
15 tahun sesudah awal
penyakit
biasanya terjadi
korpulmonal dan kematian. Penderita sering mengalami infeksi saluran napas, keganasan pada bronkus, gastrointestinal dan pleura sering menjadi penyebab kematian. Pada stadium awal pemeriksaan fisis tidak banyak menunjukkan kelainan, akibat fibrosis difus dapat terdengar ronki basah di lobus bawah bagian posterior. Bunyi ini makin jelas bila terjadi bronkiektasis akibat distorsi paw yang luas karena fibrosis. Jan tabuh (clubbing) sering ditemukan pada asbestosis.
17
Perubahan pada foto toraks lebih jelas pada bagian tengah dan bawah paw, dapat berupa bercak difus atau bintik-bintik yang patht, bayangan jantung sering menjadi kabur. Diafagma dapat meninggi pada stadium lanjut karena paw mengecil. Penebalan pleura biasanya terjadi biral, terlihat di daerah tengah dan bawah terutama bila timbul kalsifikasi. Bila proses terlihat gambaran sarang tawon di lobus bawah. Mungkin ditemukan keganasan bronkus atau mesotelioma. Berbeda dengan penumokoniosis batubara dan silikosis yang penderitanya dapat mempunyai gejala sesak napas tanpa kelainan foto toraks. c. Stanosis 1) Disebabkan oleh timah putih. 2) Terjadi pada pekerja pengolahan biji timah. d. Siderosis 1) Disebabkan oleh debu yang mengandung besi. 2) Terdapat pada pekerja yang menghirup debu dari perusahaan biji besi. 3) Masa inkubasi : 5 tahun. e. Antrakosis 1) Disebabkan oleh debu arang batu 2) Terjadi pada pekerja tambang debu arang batu 3) Masa inkubasi : 2-4 tahun f. Kanker Paru Mekanisme terjadinya kanker akibat paparan zat belum diketahui secara tuntas. Para ahli sepakat paling kurang ada 2 stadium terjadinya kanker karena bahan karsinogen. Pertama adalab induksi DNA sel target oleh bahan karsinogen sehingga menimbulkan
mutasi
sel,
kemudian
terjadi
peningkatan
multiplikasi sel yang merupakan manifestasi penyakit. Zat yang bersifat karsinogen dan dapat menimbulkan kanker paru antara lain adalah asbes, uranium, gas mustard, arsen,
18
nikel, khrom, khlor metil eter, pembakaran arang, kalsium kiorida dan zat radioaktif serta tar batubara. Pekerja yang berhubungan dengan zat-zat tersebut dapat mendenta kanker paru setelah paparan yang lama, yaitu antara 15 sampai 25 tahun. Pekerja yang terkena adalah mereka yang bekerja di tambang, pabrik, tempat penyulingan dan industri kimia. 10. Dampak Pencemaran oleh partikel Debu Menurut Suma‟mur (1996), debu yang dapat menimbulkan ganggguan kesehatan bergantung dari : a. Solubility Jika bahan-bahan kimia penyusun debu mudah larut dalam air, maka bahan- bahan itu akan larut dan langsung masuk ke pembuluh darah kapiler alveoli. Apabila bahan-bahan tersebut tidak mudah larut, tetapi ukurannya kecil, maka partikel-partikel itu dapat memasuki dinding alveoli, lalu ke saluran limpa atau ke ruang peri bronchial menuju ke luar bronchial oleh rambutrambut getar di kembalikan ke atas. b. Komposisi kimia debu 1) Inert dust, Golongan debu ini tidak menyebabkan kerusakan atau reaksi fibrosis pada paru. Efeknya sangat sedikit atau tidak ada sama sekali pada penghirupan normal. 2) Poliferal dust, Golongan debu ini di dalam paru akan membentuk jaringan parut atau fibrosis. Fibrosis ini akan membuat
pengerasan
pada
jaringan
alveoli
sehingga
mengganggu fungsi paru. Debu golongan ini menyebabkan fibrocytic
pneumoconiosis,
contohnya
:
debu
silika,
asbestosis, kapas, berilium dan sebagainya. 3) Tidak termasuk inert dust dan poliferatif dust, Kelompok debu ini merupakan kelompok debu yang tidak tahan di dalam paru, namun dapat ditimbulkan efek iritasi yaitu debu yang bersifat asam atau asam kuat.
19
11. Pencegahan/ Pengendalian Debu a. Terhadap sumbernya Pengontrolan debu di ruang kerja terhadap sumbernya antara lain : 1) Isolasi sumber agar tidak mengeluarkan debu di ruang kerja dengan
menggunakan
“local
exhauster”
atau
dengan
melengkapi water sprayer pada cerobong asap. 2) Substitusi alat yang mengeluarkan debu dengan yang tidak mengeluarkan debu. b. Pencegahan terhadap transmisi 1) Memakai metode basah yaitu, penyiraman lantai, pengeboran basah (wet drilling). 2) Dengan alat (scrubber, electropresipitator, ventilasi umum) c. Pencegahan terhadap tenaga kerja. Antara lain dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) dengan menggunakan masker. d. Pencegahan terhadap penderita Yaitu pencagahan terhadap penderita atau orang sakit akibat terpapar partikel debu antara lain melalui pemeriksaan dan pengobatan serta rehabilitasi terhadap korban atau orang sakit. Pemeriksaan
dapat
dilakukan
melalui
pemeriksaan
laboratorium dan radiologi untukmengetahui kelainan akibat debu. Rehabilitasi dilakukan terhadap korban yang mengalami cacat organ akibat terpapar partikeldebu dalam jangka waktu lama.
B. Perundang-undangan 1.
Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1 huruf g tentang keselamatan kerja.
20
”Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran”. 2. Undang-Undang
No.13
Tahun
2003
Pasal
86
tentang
Ketenagakerjaan. “Pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja”. 3. Permenakertrans
No.
Per-01/MEN/1981
tentang
Kewajiban
Melaporkan PAK (Penyakit Akibat Kerja). 4. Peraturan
Menteri
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi
No.
PER.13/MEN/X/2011 tentang NAB faktor fisika dan kimia di tempat kerja.
BAB III HASIL
A. Gambar Alat, Cara Kerja, dan Prosedur Pengukuran 1.
Gambar Alat Gambar
Keterangan
a. Timbangan Analitik
1. Nama Bagian : Display Fungsi : untuk menampilkan angka hasil penimbangan. 2. Nama Bagian : Tempat kertas filter Fungsi : untuk tempat meletakkan kertas filter yang akan ditimbang. 3. Nama Bagian : tombol on/off Fungsi : untuk menyalakan dan mematikan timbangan analitik.
b. Personal Dust Sampler
1. Nama Bagian : Tombol on/off Fungsi : untuk menyalakan dan mematikan alat. 2. Nama Bagian : Flow adjustment Fungsi : untuk mengukur flow rate. 3. Nama Bagian : Flow meter Fungsi : untuk mengetahui berapa posisi flow rate. 4. Nama Bagian : Holder Fungsi : untuk memasang filter.
21
22
c. High Volume Sampler
1. Nama Bagian : Tombol on/off Fungsi : untuk menghidupkan dan mematikan alat. 2. Nama Bagian : Filter Fungsi : untuk mengukur kadar debu. 3. Nama Bagian : Flow meter Fungsi : untuk mengetahui berapa posisi flow rate. 4. Nama Bagian : Holder Fungsi : untuk memasang filter.
2. Cara Kerja a. Timbangan Analitik 1) Sambungkan alat dengan arus listrik. 2) Tekan tombol On/Off sampai muncul angka 8888, tunggu sampai berubah menjadi 0. 3) Masukkan filter ke dalam timbangan. 4) Bahan filter dicatat dalam gram. 5) Filter diambil, lalu matikan alat. b. PDS (Personal Dush Sampler) 1) Pasang filter pada holder. 2) Alat dihidupkan. 3) Flow rate pada posisi 2,5 liter/menit, jika belum tepat maka dapat diatur dengan flow adjust. 4) Pasang filter holder pada kerah baju, sedangkan kotaknya dengan bantuan sabuk diikatkan pada pinggang. 5) Tunggu sesuai dengan waktu hisap yang sudah ditentukan.
23
c. HVS (High Volume Sampler) 1) Pasang filter pada alat, sebelumnya filter ditimbang terlebih dahulu dengan menggunakan timbangan analitik, berat ini disebut dengan filter kosong. 2) Alat dihidupkan dengan flow rate tertentu. 3) Waktu dilakukannya pengukuran selama 30 menit. 4) Setelah 30 menit, filter ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik, filter tersebut sebagai filter terisi. 5) Catat hasil yang telah diperoleh. 3.
Prosedur Pengukuran a. Pengukuran Kadar Debu Total 1) Persiapan a) Menyimpan filter yang diperlukan dalam desikator selama 24 jam agar mendapatkan kondisi stabil. b) Menimbang filter kosong sampai diperoleh berat konstan, minimal tiga kali penimbangan, sehingga diketahui berat filter sebelum engambilan contoh. Mencatat berat filter blanko dan filter contoh masing-masing dengan berat B1 (mg) dan W1 (mg). Masing-masing filter tersebut diatruh dalam holder setelah diberi nomor (kode). c) Memasukkan filter ke dalam low volume dust sampler holder dengan menggunakan pinset dan tutup bagian atas holder. d) Mengkalibrasi pompa penghisap udara dengan kecepatan laju aliran udara 10 l/menit dengan menggunakan flowmeter (flowmeter harus dikalibrasi oleh laboratorium kalibrasi yag terakreditasi). 2) Pengambilan contoh a) Menghubungkan LVS dengan pompa penghisap udara dengan menggunakan selang silikon atau teflon.
24
b) Meletakkan LVS pada titik pengukuran (di dekat tenaga kerja yang terpapar debu) dengan menggunakan tripod kira-kira setinggi zona pernafasan tenaga kerja. c) Menghidupkan
pompa
penghisap
udara
dan
melakukan
pengambilan contohdengan kecepatan laju udara (flowrate) 10 l/menit. d) Lama pengambilan contoh dilakukan selama beberapa menit hingga satu jam (tergantung pada kebutuhan, tujuan, dan kondisi di lokasi pengukuran) e) Pengambilan contoh dilakukan minimal tiga kali dalam delapan jam kerja yaitu pada awal, pertengahan, dan akhir shift kerja. f) Setelah selesai mengambil contoh, lalu membersihkan debu pada bagian luar holder untuk menghindari kontaminasi. g) Memindahka filter dengan menggunakan pinset ke kaset filter dan memasukkan ke dalam desikator selama 24 jam. 3) Penimbangan a) Filter blanko sebagai pembanding dan filter contoh ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik yang sama sehingga diperoleh berat filter blanko dan filter contoh masing-masing B2 (mg) dan W2 (mg). b) Mencatat hasil penimbangan berat filter blanko dan filter contoh sebelum pengukuran dan sesudah pengukuran. 4) Perhitungan Kadar debu total di udara dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : C=
(𝑊2 −𝑊1 )−(𝐵2 −𝐵1 ) 𝑉
(mg/l)
Atau C=
(𝑊2 −𝑊1 )−(𝐵2 −𝐵1 ) 𝑉
x103(mg/m3)
25
Keterangan : C
: kadar debu total (mg/l atau mg/m3)
W2 : berat filter contoh setelah pengambilan contoh (mg) W1 : berat filter contoh sebelum pengambilan contoh (mg) B2 : berat filter blanko setelah pengambilan contoh (mg) B1 : berat filter blanko sebelum engambilan contoh (mg) V
: volume udara pada waktu pengambilan contoh (l)
b. Pengukuran Kadar Debu Perorangan 1) Menyimpan filter PVC di dalam eksikator selama 24 jam agar mendapat kondisi stabil. 2) Menimbang filter PVC kosong sampai diperoeh berat konstan, minimal 3 kali penimbangan sehingga diketahui berat filter sebelum pengambilan contoh. Mencatat berat filter blanko dan filter contoh masing-masing dengan berat B1 (mg) dan W1 (mg). 3) Meletakkan masing-masing filter yang telah ditimbang ke dalam two stage cassette holder yang telah dialasi dengan cellulose support pad, kemudian beri nomor (kode) dengan kertas label. 4) Menyiapkan filter blanko 5) Menghubungkan two stage cassette holder dengan personal vacum pump menggunakan selang silikon. 6) Menghidupkan personal vacum pump, melakukan kalibrasi dengan flowrate 1,9 1/menit (untuk cyclone nylon atau 2,2 l/menit untuk cyclone HD). Mencatat data hasil kalibrasi, kalibrasi dilakukan minimal tiga kali. 7) Melakukan pengambilan sampel selama 4 sampai 8 jam kerja (sesuai dengan kondisi kadar debu di tempat kerja).
26
B. Hasil Pengukuran dan Perhitungan Pengukuran High Volume Sampler (HVS) dilakukan di Gerbang Taman Cerdas dan Personal Dust Sampler (PDS) di Taman Cedas pada hari Kamis, 20 April 2017 pada pukul 09.30 WIB – Selesai diperoleh data sebagai berikut : 1.
Hasil Pengukuran
Alat
PDS
HVS
Nama
Lokasi
Muhammad
Taman
Faisal
Cerdas
-
Filter Kosong (gr)
Gerbang
0.0003
30
Kadar debu (Muhammad Faisal)
=
=
FilterSesu dah FilterSebelum FlowRatexWaktu (0,0001−0)𝑚𝑔 𝑙 𝑥 𝑚𝑛𝑡
2
15𝑚𝑛𝑡
(0,1−0)𝑚𝑔 30 𝑙 0,1 𝑚𝑔 0,03 𝑚3
= 3,33 mg/𝑚3
(gr)
0
Personal Dust Sampler (PDS)
=
(mg/m3)
3,33
Perhitungan
=
Terisi
0,0001
Cerdas
a.
Kadar
0
Taman
2.
Filter
27
b.
High Volume Sampler (HVS) Kadar Debu (Gerbang Taman Cerdas) = = =
=
FilterTeri si FilterKosong FlowRatexWaktu (0,0003−0)𝑚𝑔 𝑙 𝑥 𝑚𝑛𝑡
1
10𝑚𝑛𝑡
(0,3−0)𝑚𝑔 10 𝑙 0,3 𝑚𝑔 0,01 𝑚3
= 30 mg/𝑚3
BAB IV PEMBAHASAN
Dari hasil pengukuran dan perhitungan kadar debu di sekitar Taman Cerdas Surakarta, maka diperoleh hasil sebagai berikut :
Alat
PDS
HVS
Nama
Lokasi
Muhammad
Taman
Faisal
Cerdas
-
Filter Kosong (gr)
Gerbang
Filter
Kadar
Terisi
(mg/m3)
(gr)
0
0,0001
3,33
0
0.0003
30
Taman Cerdas Dengan hasil perhitungan rumus didapatkan hasil untuk PDS = 3,33 mg/m3 danpada HVS = 3 mg/m3 Berdasarkan Permenakertrans RI Nomor 13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Bahan Fisika dan Kimia di Tempat Kerja, bahwa kadar debu di udara tidak boleh melebihi 3,0 mg/m3. Maka dapat dianalisa sebagai berikut : 1.
High Volume Sampler (HVS) Hasil pengukuran dengan menggunakan High Volume Sampler (HVS) menghasilkan kadar debu sebesar 30 mg/m³ maka dapat dinyatakan jauh melebihi NAB yang sudah ditetapkan. Namun nilai tersebut mungkin saja kurang akurat karena alat yang digunakan sering mengalami trouble dan pada berat timbangan juga tidak
28
29
akurat karena timbangan analitik yang berubh-ubah terus dan tidak menetapkan angka yang konstan. Menurut analisa kadar debu ditempat tersebut melebihi NAB sehingga menunjukan bahwa tempat tersebut tercemar oleh debu tembaga yang berbahaya, oleh karena itu untuk menekan terjadinya penyakit yang diakibatkan oleh debu perlu dilakukan beberapa metode pengendalian, dengan cara : 1. Melakukan penyiraman air saat siang hari agar debu kering tidak berterbangan. 2. Menanam pohon yang berdaun rindang agar debu yang berterbangan berkurang. 3. Pekerja yang bekerja di sekitar Taman Cerdas, seperti : satpam, pedagang kaki lima, pekerja bangunan sebaiknya menggunakan masker saat bekerja atau pada siang hari. 2.
Personal Dust Sampler (PDS) Hasil pengukuran pada Personal Dust Sampler (PDS) yang dilakukan oleh Indahwati dihasilkan kadar debu sebesar 3,3 mg/m3 maka dapat dinyatakan melebihi NAB yang sudah ditetapkan. Samahalnya dengan pengukuran debu pada lingkungan, kadar debu yang melebihi NAB dapat diminimalisir agar tidak terjadinya gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh debu maka lebih baik melakukan pencegahan dengan metode yang lain yaitu dengan pemberian tumbuhtumbuhan yang lebih rimbun atau dengan penempatan halte yang tidak terlalu dekat dengan jalan raya. Pada saat melakukan pengukuran banyak hal yang menjadi pengaruh kurang akuratnya nilai pengukuran yang dihasilkan diantaranya adalah : a. Kesalahan memakai alat karena kurangnya pengetahuan praktikan sehingga tidak bias membedakan bagian yang halus dan kasar pada kertas HVS
30
b. Kabel listrik sempat terlepas karena kurang kehati-hatian praktikan saat berjalan. c. Kelalaian
praktikan
untuk
mencatat
flowrate sehingga
harus
mengulang perhitungan PDS dari awal lagi. d. Kelalaian praktikan karena menggunakan kertas HVS bekas sehingga harus menguangi praktikum 2 kali. e. Kurangnya ketelitian praktikan dalam menimbang kertas HVS pada timbangan analitik f. Angka yang ditunjukkan pada timbangan analitik berubah-ubah dan tidak pasti, mungkin karena kurang dikalibrasi secara berkala. g. Kurangnya pengetahuan praktikan dalam menggunakan alat
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 1. Debu adalah debu adalah zat kimia padat, yang disebabkan oleh kekuatankekuatan
alami
atau
mekanis
seperti
pengolahan,penghancuran,
pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan, dan lain-lain dari benda, baik organik maupun anorganik (Suma‟mur, 2009). 2. Karakteristik Debu a. Debu Organik b. Debu Mineral c. Debu Logam 3. Ukuran Debu
4.
a. 5 - 10 mikron b. 3 - 5 mikron c. 1 - 3 mikron d. 0,5 - 1 mikron e. 0,1 - 0,5 mikron Sifat-Sifat Debu
a. Sifat pengendapan b. Sifat permukaan basah, c. Sifat penggumpalan d. Sifat listrik statis e. Sifat optis 5. Sumber partikel debu Secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawaoleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Pembakaran yang tidaksempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon akan murni atau bercampur dengan gas-gas
31
32
organik seperti halnya penggunaan mesin disel yang tidak terpelihara dengan baik. 6.
Mekanisme Penimbunan Debu dalam Paru a. Inertia b. Sendimentasi c. Gerakan Brown
7.
Reaksi Paru terhadap Debu Debu yang masuk ke dalam saluan napas, menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme pertahanan nonspesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport mukosilier dan fagositosis oleh makrofag. Otot polos di sekitar jalan napas dapat terangsang sehingga menimbulkan penyempitan
8.
Berdasarkan Permenakertrans RI Nomor 13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Bahan Fisika dan Kimia di Tempat Kerja, bahwa kadar debu di udara tidak boleh melebihi 3,0 mg/m3.
9.
Jenis Penyakit Akibat Kerja yang diakibatkan oleh pencemaran debu a. Silikosis b. Asbestosis c. Stanosis d. Siderosis e. Antrakosis f. Kanker Paru
10. Dampak Pencemaran oleh partikel Debu a. Solubility b. Komposisi kimia debu 11. Pencegahan/ Pengendalian Debu a. Terhadap sumbernya : Isolasi sumber dan Substitusi alat b. Pencegahan terhadap transmisi : Memakai metode basah dan Dengan alat
33
c. Pencegahan terhadap tenaga kerja : Menggunakan alat pelindung diri (APD) d. Pencegahan terhadap penderita : melalui pemeriksaan dan pengobatan serta rehabilitasi terhadap korban atau orang sakit. 12. Hasil dari perhitungan Personal Dust Sampler adalah 3,3 mg/𝑚3 13. Hasil dari perhitungan High Volume Sampler adalah 30 mg/𝑚3 mg/m3
B. Saran 1. Sebaiknya praktikan memahami dan mengetahui dengan benar tata cara dan metode pengukuran dalam menggunakan alat ukur PDS dan HVS 2. Sebaiknya petugas praktikum menjelaskan dengan baik dan jelas tentang tata cara praktikum. 3. Sebaiknya petugas mendampingi selagi praktikan melakukan pengukuran agar jika terjadi kealahan segera tedeteksi dan hasilnya juga tepat. 4. Sebaiknya pengukuran dilakukan pada tempat yang tepat, yaitu yang banyak sumber debunya. 5. Sebaiknya alat yang digunakan dalam keadaan baik sehingga hasil pengukuran dapat diketahui kebenaran hasilnya. 6. Sebaiknya pengukuran Personal Dust Sampler dan High Volume Sampler dilakukan selama 2 - 4 jam agar mendapatkan hasil yang maksimal dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Herry K., & Eram T.P. 2005. PANDUAN PRAKTIKUM LABORATORIUM KESEHATAN & KESELAMATAN KERJA. Semarang: UNNES Press
Prasetya, Sapta. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Pernapasan. Surabaya: ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga.
Sohodli. 2009. Pengukuran kadar debu total di udara tempat kerja: Standard Nasional Indonesia (SNI 16-7058-2004). Suma’mur.2009. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Sagung Seto.
Yunus,
Faisal.
2006.
Dampak
Debu
Industri
pada
Paru
Pengendaliannya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
34
Pekerja
dan