BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agama yang diyakini oleh Negara yaitu agama yang memiliki kitab suci dan memiliki suatu kepercayaan dan keyakinan di dalam Beragama, agama hindu memiliki kitab suci yang namaya weda dan ajaran yang ada di dalam dunia ini semunya datangnya dari kitab suci weda. Nama agama hindu atau hindu dharma ini sedemikian rupa berkembang dan bahkan diberikan oleh orang barat yang datang ke india. Hindu dharma dewasa ini mengacu berbagai sumber baik tradisi maupun utamanya adalah kitab suci weda. Tradisi agama yang tersimpan dalam itihasa dan purana dikenal adanya murti (arca) dan mandir (pura). Upacar weda hingga kiniberlangsung dalam bentuk yang berbeda-beda. Namun dalam kenyataannya tradisi upacar korban Nampak pengaruh local.
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1
Jelaskan definisi kitab-kitab suci dalam agama hindu ?
1.2.2
Isi dalam kitab suci yang ada di dalam agama hindu ?
1.3 Tujuan Makalah 1.3.1
Untuk mengetahui definisi kitab suci dalam agama hindu.
1.3.2
Untuk mengetahui isi yang ada di dalam kitab suci.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kitab Suci Sruti Sruti berarti “yang didengar” atau ‘wahyu’, kitab suci sruti yang diberikan dengan cara mendengarkan atau didengar oleh para penerima wahyu, Yang tergolong kitab Sruti adalah kitabkitab yang ditulis berdasarkan wahyu Tuhan. 2.1.1
Kitab Suci Weda
Kitab suci agama Hindu disebut Weda. Adapun kata Weda ini berasal dari bahasa Sanskerta dari akar kata "Wid" berkembang menjadi kata WEDA atau WIDYA yang berarti pengetahuan. Sebagai kitab suci kata Weda mengandung pengertian himpunan ilmu pengetahuan suci yang bersumber dari Sang Hyang Widhi Wasa diterima atau didengar oleh para Maha Resi dalam keadaan samadhi. Oleh karena itu disebut juga Sruti yang berarti Sabda suci yang didengar (wahyu). Jadi Weda merupakan himpunan wahyu- wahyu Tuhan. Kitab suci weda berisikan tentang ajaran-ajaran agama hindu baik maupun buruk, dan ajaran tentang yang ada di alam bhuana agung ini. 2.1.2
Kitab Suci Rgweda Rgweda berasal dari kata “rig” yang berarti memuji, dan ‘weda’ artinya pengetahuan jadi Rgweda pengetahuan puji-pujian kepada para dewa dalam bentuk kidung yang di nyayikan oleh para seke santi setiap ada acara keagamaan. Kitab suci Rig Weda berisikan nyayian-nyayian pujaan suci yang terdiri dari 10.552 mantra, dan seluruhnya terbagi dalam 10 mandala mandala II sampai dengan mandala VII, disamping menguraikan tentang wahyu juga menyebutkan sapta rsi sebagai penerima wahyu, wahyu rgweda dikumpulkan atau dihimpun oleh rsi pulaha. (I ketut pasek gunawan. 2013.49)
2.1.3
Kitab Suci Yajurweda Yayurveda berasal dari akar kata yajus "pengorbanan", veda "pengetahuan", jadi yajurveda adalah penetahuan yang memplajari suatu pengorbanan suci terhadap tuhan yang maha esa baik itu dalam bentuk sesajen maupun dengan cara ngayah di pura. Apabila kita tidak mempunyai harta yang banyak kita bisa dengan cara ngayah dengan secara tulus iklas tanpa pemrih. Salah satu isi dari Yajurweda ialah memuat sastra suci yang terfokus pada ritual dan korban suci, dan berisikan tentang mantra-mantra yang di ucapkan dalam upacara-upacara kecil.
2.1.4
Kitab Suci Samaweda Samaveda berakar dari kata sāman "irama" + veda "pengetahuan") tidak lain adalah himpunan mantra-mantra yang diberi tanda nada untuk berbagai irama samaweda terdiri dari 1.875 mantra. Samaveda merupakan bagian dari catur veda yang disebut juga "Nyanyian Veda Suci. Samaveda memuat 1875 mantram, dan dimana 1800 mantram merupakan pengulangan daripada Rgveda dan 75 mantram yang lain memang disusun dan dimuat dalam sastra ini.
2.1.5
Kitab Suci Atharwaweda Atharwaweda adalah golongan pendeta tersendiri. Didalam kitab suci ini ada kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran bersifat magis, yang terdiri dari 5.987 mantra yang juga
banyak berasal dari rgveda. Dalam Weda ini dijumpai lagi kidung-kidung yang harus diucapkan pada waktu mempersembahkan Soma (sarana upacara ). Atharwa Weda berupa mantra-mantra magis dan doa-doa yang bunyi dan artinya sendiri sudah dianggap sudah memiliki kekuatan. 2.1.6
Kitab Suci Bhagawad Gita Bhagawad Gita adalah sebagai pancamo veda yang bersifat suplemen. Penggunaan istilah Upanisad pada beberapa bab di dalam bhagawad gita menunjukkan bahwa bhagawad gita adalah sebuah upanisad dan sebuah upanisad itu sendiari adalah veda yang tergolong sruti, dengan penunjukkan itu tidaklah kliru menyimpulkan beberapa pemikir hindu yang mengatakan bhagawad gita adalah veda ke-5. ( pudja. 2003. xiii) Bhagawad Gita berisikan tentang percakapan sri kresna dengan arjuna menjelang perang Bharatayudha terjadi.
3.1 Kitab Suci Smerti Smerti berarti “yang diingat” atau tradisi Yang tergolong kitab Smerti adalah kitab-kitab yang tidak memuat wahyu Tuhan, melainkan kitab yang ditulis berdasarkan pemikiran dan renungan manusia. 3.1.1
Kitab Suci Purana Kata purana berarti ‘sejarah kuno’ atau ‘cerita kuno’ jadi purana merupakan suatu ajaran yang menceritakan terciptanya alam semesta beserta isinya dan mengenai ajaran-ajaran yang ada di dalam agama hindu seperti halnya cara untuk memuja tuhan dan yang lainnya, di dalam kitb suci purana juga ada kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia. Purana berisikan cerita mengenai silsilah keturunan dan dinasti Suryawangsa dan Candrawangsa serta memuat cerita-cerita yang menggambarkan pembuktian-pembuktian hokum yang pernah di jalankan.(I Ketut pasek gunawan.2013.55)
3.1.2
Kitab Suci Itihasa Itihasa berasal dari kata ‘iti’, ‘ha’, dan ‘asa’ yang artinya sesungguhnya kejadian itu begitulanh nyatanya tanpa ada suatu perubahan ataupun tambahan. Yang artinya tidak di perbarui lagi suatu cerita tersebut hanya saja penampilan tempatnaya saja yang berbeda. Kitab itihasa berisikan tentang suatu bagian dari kesusastraan Hindu yang menceritakan kisah kepahlawanan
para raja dan kesatria Hindu di masa lampau dan dikombinasikan dengan filsafat agama, mitologi, dan seperti cerita Ramayana dan Mahabharata.
3.1.3
Kitab Suci Siwa Siddhanta Kata Saiva disini bermakna paham Siva, Sedangkan kata Siddhanta bermakna ajaran agama. Kata siva juga berarti suatu keberuntungan (kerahayuan), yang baik hati, ramah, suka memaafkan, menyenagkan, memberberi banyak harapan, yang tenang, membahagiakan dan sejenisnya (Monier. 1990. 1074) Sang haying siva di dalam meggerakkan hukum kemahakuasaannya didukung oleh saktinya dewi durga atau parvati. ( I Ketut Gunawan. 2012. 209) Jadi Saiva Siddhanta adalah paham yang berisikan ajaran – ajaran dari Tuhan Siva. Adapun inti sari dari paham Saiva Siddhanta adalah Saiva sebagai realitas tertinggi, jiva atau roh pribadi adalah intisari yang sama dengan Saiva, walaupun tidak identik. Juga ada Pati (Tuhan), pacea (pengikat), serta beberapa ajaran yang tersurat dalam tattva sebagai prinsip dalam kesemestaan yang realita.
3.1.4
Kitab Suci Nitisastra Kata nitisastra berasal dari bahasa sansekerta yaitu Niti berarti kemudi,pemimpin,politik dan sosial etik,pertimbangan,kebijakan. Sedangkan kata sastra berarti perintah, ajaran, nasehat, aturan teori, tulisan ilmiah. Nitisastra berarti ajaran pemimpin. Kata Nitisastra dapat juga diartikan ilmu yang bertujuan untuk membangun suatu Negara yang baik dari segi tata negara, tata pemerintah maupun tata masyarakat. (K.M. Suhardana.2008.5.) Nitisastra berisikan tentang ilmu kepemimpinan atau managemet berdasarkan agama hindu.
3.1.5
Kitab Suci Manawadharmasatra Manawadharmashastra adalah satu kitab hukum Hindu yang paling populer dan (masih) paling banyak diacu oleh umat hindu, disamping kitab-kitab Smrti lainnya. Karena itu, kitab Smrti juga disebut sebagai Dharmashastra. Dalam hal ini, Dharma berarti hukum dan Shastra berarti ilmu. Manawadharmasatra yang berisikan sebuah tata aturan yang membahas aspek kehidupan manusia secara menyeluruh yang menyangkut tata keagamaan, mengatur hak dan kewajiban manusia baik sebagai individumaupun sebagai mahluk sosial, dan aturan manusia sebagai warga negara ( tata negara ), Hukum Hindu juga berarti perundang- undangan yang merupakan bagian
terpenting dari kehidupan beragama dan bermasyarakat, ada kode etik yang harus dihayati dan diamalkan sehingga menjadi kebiasaan- kebiasaan yang hidup dalam masyarakat.
3.1.6
Kitab Suci Darsana Kata Darsana berasal dari urat kata “drs” yang berarti ‘melihat’, menjadi kata darsana (kata benda) artinya ‘penglihatan atau pandangan’. Kata darsana dalam hubungan ini berarti ‘pandangan tentang kebenaran’ (filsafat). Darsana berisikan tentang ilmu suatu kebenaran tentang ciptaan tuhan yang dapat di pandang oleh manusia.
3.1.7
Kitab Suci Sarasamuccaya Kkitab sarasamuccaya suatu bagian dari kitab suci smerti yang membahas suatu ajaran yang mengenai etika di dalam kehidupan beragama, yang mana ada di dalam suatu kisah Mahabaratha dan Ramayana. Jadi, Kitab Sarasamuccaya adalah merupakan salah satu kitab suci kelompok nibanda yang membahas tentang ajaran susila dharma untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu, Dharma, Artha, Kama, dan Moksa.(I Nyoman Kajeng.1997.i) Kitab sarasamuccya berisikan tentang suatu cerita Mahabaratha dan Ramayana dan di dalam cerita itu memberikan suatu ajaran tentang kebaikan.
4.1 Wedangga Kelompok Wedangga Yang terdiri dari enam bidang yaitu (I ketut pasek gunawan.2013.64) : 4.1.1 Siksa (phonetika) Yang berisikan tentang cara yang tepat dalam pengucapan mantra serta tinggi rendahnya tekanan suara yang di sebut pratisakya yang terdiri dari Rg Wedapraktiyasa, Taittiriyapratikyasa dari krisna (hitam) yajurweda, Wajasaneyipratikya, dari sukla (putih Yajurweda), samapratiaksaya untuk samaweda dan Atarwawedapratiasa untuk kitab Atarwaweda.
4.1.2 Wyakarana (tatabahasa) Yang digunakan untuk dapat memahami dan menghayati isi weda dengan mengerti bahasa yang benar.
4.1.3 Chanda (lagu) Yang membahas ikatan bahasa yang disebut lagu agar mudah diingat bukunya yaitu nidanasutra dan chandasutra yang dihimpun oleh bhagawan pinggala. Adalah cabang weda yang khusus membahas aspek ikatan bahasa yang disebut lagu. Sejak dari sejarah penulisan weda, peranan chanda sangat penting. Karena dengan chanda itu, semua ayat-ayat itu dapat dipelihara turun temurun seperti nyayian yang mudah diingat.
4.1.4 Nirukta Yang memuat tentang penafsiran autansik mengenai kata-kata yang terdapat dalam weda. Kitab ini ditulis dengan oleh bhagawan yaska pada tahun 800 Sm yang membahas 3 masalah yaitu pertama memuat kata-kata yang sama artinya, kedua memuat kata-kata berate ganda dan ketiga menghimpun nama dewa yang diangkasa, bumi dan surga.
4.1.5 Jyotisa (astronomi) Yang memuat tentang pokok-pokok ajaran astronomi sebagai pedoman melakukan yadnya, membahas tentang tatasurya, bulan dan benda antariksa. Merupakan pelengkap weda yang yang isinya memuat pokok-pokok ajaran astronomi yang diperlukan untuk pedoman dalam melakukan yadnya, isinya adalah membahas tatasurya, bulan dan badan angkasa lainya yang dianggap mempunyai pengaruh di dalam pelaksanaan yadnya.
4.1.6 Kalpa Yang terdiri dari bidang srauta tentang ajaran mengenai tata cara melakukan yadnya, penebusan dosa. Bidang Grhya tentang ajaran peraturan pelaksaan yadnya yang dilakukan orang yang berkeluarga. Bidang dharma tentang aspek peraturan hidup masyarakat dan bernegara yang ditulis oleh bhagawan manu, apastamba, bhudayana, harita, wisnu, wasista, waikanasa, sankha, yajnawaklya dan parasara.
BAB III PENUTUP 5.1 Kesimpulan Agama hindu banyak memiliki kitab suci tapi yang pertam ialah kitab suci weda dan ada beberapa kitab yang yang isinya di ambil dari kitab suci weda, Weda merupakan himpunan wahyuwahyu Tuhan. Kitab suci weda berisikan tentang ajaran-ajaran agama hindu baik maupun buruk, dan ajaran tentang yang ada di alam bhuana agung ini. purana merupakan suatu ajaran yang menceritakan terciptanya alam semesta beserta isinya dan mengenai ajaran-ajaran yang ada di dalam agama hindu seperti halnya cara untuk memuja tuhan dan yang lainnya, di dalam kitb suci purana juga ada kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia. 6.1 Saran Apabila didalam pembuatan makalah ini ada kalimat yang sama dengan karya ilmiah orang lain dan belum dicantumkan nama pengarang penulis mohon maaf, dan penulis mohon kritik dan saran dari yang membaca.
DAFTAR PUSTAKA Ma, G. Pudja. 2003. Bhagawad Gita. Surabaya: Paramita. Lad Vasant, Dr. dkk. 2007. Ayurveda. Surabaya: Paramita. Suhardana, K.M. Drs. 2008. Niti Sastra. Surabaya: Paramita. Kajeng, I Nyoman, dkk. 1997. Sarasamuccaya. Surabaya: Paramita. Pasek Gunawan I Ketut. 2013. Bahan Ajar veda I. Tanpa Penerbit.
2. Sumber Hukum Hindu menurut Sosiologis Sosiologi mempelajari ilmu kemasyarakatan. Masyarakat adalah kelompok manusia pada daerah tertentu yang mempunyai hubungan, baik hubungan budaya, agama, bahasa, dan lain-lainnya. Pemikiran atau perenungan berbagai kaidah hukum tidak lepas dari pandangan-pandangan masyarakat setempat. Lebih-lebih hukum itu bersifat dinamis dan berkembang. Dalam mempelajari data-data tertentu yang bersumber pada weda, seperti Manawadharmasastra II, secara tegas menandaskan bahwa sumber dharma atau hukum tidak saja Sruti dan Smrti tetapi juga sila (tingkah laku orang-orang beradab), acara (adat-istiadat atau kebiasaan setempat) dan Atmanastuti (apa yang memberi kepuasan pada diri sendiri). Tanpa mengabaikan faktor sejarah pertumbuhan masyarakat itu sendiri, berkembangnya masyarakat sampai pada bentuk-bentuknya yang tertentu ini menyebabkan kita tidak dapat mengabaikan faktor sosiologis masyarakat itu, dalam pengamatan sosiologi tidak didasarkan pada faktor waktu, tetapi bentuk tata kemasyarakatan pada waktu itu. Hukum tidak memperlakukan atas dasar waktu walaupun masalah waktu berpengaruh pada pertumbuhan hukum itu. Demikian pula hukum Hindu yang disebut dharma. Penerapan Dharma didasarkan pada azas-azas tertentu yang disebut berdasarkan samaya (waktu), desa (lokal, tempat, daerah, wilayah), acara (kebiasaan), kula (keluarga), warna (golongan), samanya (sifat-sifat umum) yang berarti ilmu sosiologi berperan sekali dalam menunjang sumber-sumber hukum Hindu itu.
2. Sumber Hukum Hindu dalam Arti Sosiologi Pengetahuan yang membicarakan tentang kemasyarakatan disebut dengan sosiologi. Masyarakat adalah kelompok manusia pada daerah tertentu yang mempunyai hubungan, baik hubungan agama, budaya, bahasa, suku, darah dan yang lainnya. Hubungan di antara mereka telah mempunyai aturan yang melembaga, baik berdasarkan tradisi maupun pengaruh-pengaruh baru lainnya yang datang kemudian. Pemikiran tentang berbagai kaidah hukum tidak terlepas dari pandangan-pandangan masyarakat setempat. Terlebih pada umumnya hukum itu bersifat dinamis, maka peranan para pemikir, orang-orang tua, lembaga desa, parisadha dan lembaga yang lainnya turut mewarnai perkembangan hukum yang dimaksud. Di dalam mempelajari data-data tertentu yang bersumber pada kitab Veda, kitab Nirukta menjelaskan sebagai berikut. “Sakṣat kṛta dharmana ṛṣayo, bubhuvuste’ sakṣat kṛta dharmabhya upadesena mantran sampraduh”. Terjemahannya : “Para ṛṣi adalah mereka yang memahami dan mampu merealisasikan dharma dengan sempurna. Beliau mengajarkan hal tersebut kepada mereka yang mencari kesempurnaan yang belum merealisasikan hal itu” (Nirukta I. 19). Kitab suci tersebut secara tegas menyatakan bahwa sumber hukum (dharma) bukan saja hanya kitab-kitab sruti dan smerti, melainkan juga termasuk sila (tingkah laku orang-orang beradab),
acara (adat-istiadat atau kebiasaan setempat) dan atmanastusti yaitu segala sesuatu yang memberikan kebahagiaan pada diri sendiri. Oleh karena aspek sosiologi tidak hanya sebatas mempelajari bentuk masyarakat tetapi juga kebiasaan dan moral yang berkembang dalam masyarakat setempat. Sloka-sloka yang menggariskan Veda sebagai sumber hukum yang bersifat universal di dalam kitab Manawa Dharmasastra dinyatakan sebagai berikut. “Kamatmata na prasasta na caiwehastya kamatakamyohi Veda dhigamah karmayogas ca waidikah” Terjemahannya: “Berbuat hanya karena nafsu untuk memperoleh phala tidaklah terpuji namun berbuat tanpa keinginan akan phala tidak dapat kita jumpai di dunia ini karena keinginan-keinginan itu bersumber dari mempelajari Veda dan karena itu setiap perbuatan diatur oleh Veda” (Manawa Dharmasastra, II.2). “Teṣu samyag warttamāno gacchatya mara lokatām, yathā samkalpitāṁṡceha sarvān kāmān samaṡnute” Terjemahannya : “Ketahuilah bahwa ia yang selalu melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah diatur dengan cara yang benar, mencapai tingkat kebebasan yang sempurna kelak dan memperoleh semua keinginan yang ia mungkin inginkan” (Manawa Dharmasastra, II.5). “Yo’ wamanyeta te mūle hetu sāstrā srayad dwijaá, sa sādhubhir bahiskāryo nāstiko wedanindakaá” Terjemahannya: “Setiap dwijati yang menggantikan dengan lembaga dialektika dan dengan memandang rendah kedua sumber hukum (Sruti dan Smerti) harus dijauhkan dari orang-orang bijak sebagai seorang atheis dan yang menentang Veda” (Manawa Dharmasastra, II.11). “Pitridewamanusyanam wedascaksuh sanatanah, asakyamca ‘prameyamca weda sastram iti sthitah” Terjemahannya: “Veda adalah mata yang abadi dari para leluhur, dewa-dewa, dan manusia; peraturan-peraturan dalam Veda sukar dipahami manusia dan itu adalah kenyataan” (Manawa Dharmasastra, XII.94). “Ya wda wahyah smrtayo yasca kasca kudrstayah, sarwastanisphalah pretya tamo nisthahitah smrtah” Terjemahannya: “Semua tradisi dan sistim kefilsafatan yang tidak bersumber pada Veda tidak akan memberi pahala kelak sesudah mati karena dinyatakan bersumber dari kegelapan” (Manawa Dharmasastra, XII.95) “Utpadyante syawante ca yanyato nyani kanicit, tanyar wakalika taya nisphalanyanrtaani ca” Terjemahannya: “Semua ajaran yang timbul, yang menyimpang dari Veda segera akan musnah, tidak berharga dan palsu karena tak berpahala” (Manawa Dharmasastra, XII. 96)
“Wibharti sarwabhutani wedasastram sanatanam, tasmadetat param manye yajjantorasya sadhanam” Terjemahannya: “Ajaran Veda menyangga semua mahkluk ciptaan ini, karena itu saya berpendapat, itu harus dijunjung tinggi sebagai jalan menuju kebahagiaan semua insani” (Manawa Dharmasastra, XII. 99) “Senapatyam ca rajyam ca dandanetri twamewa ca, sarwa lokadhipatyam ca wedasastra widarhati” Terjemahannya: “Panglima angkatan bersenjata, Pejabat pemerintah, Pejabat pengadilan dan penguasa atas semua dunia ini hanya layak kalau mengenal ilmu Veda itu” (Manawa Dharmasastra, XII.100). Sesungguhnya banyak sloka-sloka suci Veda yang menekankan betapa pentingnya Veda, baik sebagai ilmu maupun sebagai alat di dalam membina masayarakat. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada itu penghayatan Veda bersifat sangat penting karena bermanfaat bukan saja kepada orang itu tetapi juga yang akan dibinanya. Karena itu Veda bersifat obligator baik untuk dihayati, diamalkan, maupun sebagai ilmu. Dengan mengutip beberapa sloka yang bersangkutan dalam menghayati Veda, nampaknya semakin jelas mengapa Veda, baik Sruti maupun Smrti sangat penting. Kebajikan dan kebahagiaan berfungsi sebagaimana mestinya. Inilah yang menjadi hakikat dan tujuan dari penyebaran Veda itu.