Bab 2 Dan Bab 3 (1).docx

  • Uploaded by: atan
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 2 Dan Bab 3 (1).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,195
  • Pages: 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Antibiotik 2.1.1

Definisi Antibiotik merupakan senyawa yang dihasilkan dari berbagai jenis

mikroorganisme (bakteri,fungi,aktinomisetes) yang menekan mikroorganisme lainnya.. Ratusan antibiotik telah berhasil diidentifikasi dan dikembangkan sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengobati infeksi. Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba (terutama fungi) yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak jenis antibiotik yang dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Akan tetapi, saat ini antimikroba sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamide dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotik.

2.1.2

Mekanisme Kerja Cara kerjanya dari antibiotik yang utama adalah menghambat sintesa protein,

sehingga kuman musnah atau tidak berkembang lagi, seperti kloramfenikol, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida dan linkomisin. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam lima kelompok: 1. Mengganggu metabolisme sel mikroba (sulfonamide dan trimetoprin) 2. Menghambat sintesis dinding sel mikroba (penisilin dan sefalosporin) 3. Mengganggu permeabilitas membrane sel mikroba (polimiksin, zat–zat polien dan imidazol) 4. Menghambat sintesis protein sel mikroba (erytrhtomycin, tetrasiklin dan kloramfenikol) 5.

Menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba (golongan kuinolon dan rifampisin).

Antibiotik memiliki mekanisme kerja yang berbeda-beda. Salah satu jenis antibiotik misalnya peniciline, seperti antibiotik 1-laktam lain, peniciline akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengganggu reaksi tranpeptidasi dalam sintesis dinding sel bakteri. Tetrasiklin memiliki mekanisme kerja dengan cara menghambat sintesa protein kuman. Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman, umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi yang tinggi, kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid. Mekanisme kerja dari sulfonamid adalah menghambat sintesis asam nukleat dan dihidropteroat sintase serta produksi folat. Trimetoprim secara selektif menghambat asam dihidrofolat reduktase bakteri, yang mengubah asam dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat, suatu tahap menuju sintesis purin dan pada akhirnya sintesis DNA. Mekanisme kerja Kuinolon menyekat sintesis DNA bakteri dengan menghambat topoisomerase II (DNA girase) dan topoisomerase IV bakteri. Mekanisme kerja rifampisin sangat aktif terhadap sel yang sedang tumbuh. Kerjanya menghambat DNA-dependent RNA polymerase dari mikobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai dalam sintesis RNA.(8) Polimiksin bersifat bakterisida. Polimiksin melekat pada membrane sel bakteri yang kaya dengan fosfatidiletanolamin dan mengganggu sifat osmotic serta mekanisme transport pada membran.

2.1.3

Resistensi Antibiotik Resistensi antibiotik adalah suatu kondisi tidak terganggunya mikroba oleh

antimikroba, atau dapat dikatakan efektifitas antibiotik terhadap mikroba target berkurang. Resistensi antibiotik dapat terjadi karena penyalahgunaan dan penggunaan antibiotik yang berlebihan, penggunaan antibiotik yang tidak sesuai (tidak menyelesaikan pengobatan antibiotic), sehinga bermutasi dan menjadi resisten. Agar suatu antibiotik ekfektif, antibiotik tersebut harus mencapai targetnya, berikatan dengannya, dan mengganggu fungsinya. Resistensi bakteri terhadap senyawa antimikorba terbagi dalam 3 kelompok umum yaitu, obat tidak mencapai targetnya, obat tidak aktif, target berubah.(5)

Secara garis besar, kuman dapat menjadi resisten terhadap suatu antimikroba melalui tiga mekanisme : a) Obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya di dalam sel mikroba. Membran luar bakteri gram-negatif merupakan sawar permeabilitias yang mencegah molekul-molekul polar berukuran besar memasuki sel. Molekul – molekul polar berukuran kecil, termasuk banyak antibiotik, masuk kedalam sel melalui saluran yang terbuat dari protein yang disebut porin. Jika saluran porin yang tepat tidak ada, atau terjadi mutasi, atau hilang, maka hal tersebut dapat memperlambat laju, atau sama sekali mencegah masuknya obat ke dalam sel, sehingga akan menurunkan konsentrasi efektif obat pada lokasi target. Jika target berada dalam sel dan obat memerlukan transport aktif untuk melewati membran sel, maka mutasi atau kondisi lingkungan yang menghentikan mekanisme transport ini dapat menyebabkan resistensi. b) Inaktifasi obat Variasi dari mekanisme ini adalah gagalnya sel bakteri untuk mengubah obat inaktif menjadi metabolit aktif. Perubahan pada target tersebut dapat terjadi akibat mutasi target alami, modifikasi target, dan substitusi target asal yang rentan dengan alternative lain yang resisten. Mekanisme resistensi ini terjadi akibat menurunnya pengikatan obat oleh target kritis atau substitusi dengan target baru yang tidak dapat mengikat obat yang ditujukan untuk target asalnya. c) Mikroba mengubah tempat ikatan (dinding site) antimikroba Mekanisme ini terlihat pada S. aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA). Kuman ini mengubah Penicillin Binding Proteinnya (PBP) sehingga afinitasnya menurun terhadap metisilin dan antibiotik beta laktam yang lain.(6)

2.1.4

Efek Samping

Umumnya obat mempunyai lebih dari satu aksi atau efek. Kegunaan terapi suatu obat tergantung selektifitas aksinya, sedemikan hingga merupakan efek yang paling menonjol dan hanya pada suatu kelompok sel atau fungsi organ. Efek atau aksi pokok adalah satu – satunya efek pada letak primer bila ada satu efekyang digunakan untuk terapi disebut efek terapi. Sedangkan efek samping adalah efek suatu obat yang tidak termasuk kegunaan terapi.(11)

Efek samping penggunaan antimkroba dikelompokkan menurut : (1) Reaksi alergi Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan melibatkan sistem imun tubuh hospes, terjadinya tidak bergantung pada besarnya dosis obat. Manifestasi gejala dan derajat beratnya reaksi dapat bervariasi. (2) Reaksi idiosinkrasi Gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetic terhadap pemberian antimikroba tertentu. Sebagai contoh, 10% pria berkulit hitam akan mengalami anemia hemolitik berat bila mendapat primakuin. Ini disebabkan mereka kekurangan enzim G6PD.

(3) Reaksi toksik Pada umumnya bersifat toksik-selektif, tetapi sifat ini relative.efek toksik pada hospes ditimbulkan oleh semua jenis antimikroba. Yang mungkin dapat dianggap relative tidak toksik sampai kini ialah golongan penisilin. Dalam menimbulkan efek toksik, masing – masing antimikroba dapat memiliki predileksi terhadap organ atau sistem tertentu pada tubuh hospes. (4) Perubahan biologi dan metabolik pada hospes

2.2 Kepatuhan 2.2.1

Pengertian Kepatuhan Kepatuhan atau ketaatan (compliance) adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter yang mengobatinya Menurut Haynes, kepatuhan adalah secara sederhana sebagai perluasan perilaku individu yang berhubungan dengan minum obat, mengikuti diet dan merubah gaya hidup yang sesuai dengan petunjuk medis.

Penderita yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatan secara teratur dan lengkap sesuai dengan anjuran dokter yang memberikan antibiotik. Pasien dikatakan lalai jika pengobatan antibiotik tidak sesuai dengan durasi yang dianjurkan sesuai dengan golongan obat. Selain itu, penderita tidak hanya berobat secara teratur sesuai batas waktu yang ditetapkan melainkan juga patuh memakai obat secara teratur sesuai petunjuk. Disebut juga patuh Compliance. Sama sekali tidak patuh (Non-compliance) dikatakan apabila penderita tidak menggunakan obat sama sekali. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat (Brannon dan Feist, 2004) dalam Setiadi (2014) yaitu karakter individu (usia, gender, dukungan sosial, dukungan emosional kepribadian individu, keyakinan individu tentang penyakit yang diderita), norma budaya dan karakter hubungan antara pasien dengan petugas kesehatan. Peneliti memasukkan pemberian informasi obat ke dalam faktor karakter hubungan antara pasien dengan petugas kesehatan. Dalam hal ini yang dimaksud petugas kesehatan adalah tenaga kefarmasian yaitu apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti faktor karakter hubungan antara pasien dengan petugas kesehatan yaitu pemberian informasi obat oleh tenaga kefarmasian. Sedangkan untuk faktor-faktor yang lain seperti usia, gender, pendidikan, dukungan sosial (keluarga), dukungan emosional dan norma budaya, peneliti memang tidak melakukan penelitian terhadap faktor-faktor tersebut.

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 4.1. Kerangka Teori

Faktor Individu: - Usia - Jenis kelamin

Kepatuhan penggunaan antibiotik

Faktor lain: - Tingkat pengetahuan mengenai antibiotik -Ekonomi - Tingkat Pendidikan

4.2. Kerangka Konsep Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotik Variabel Independen

Kepatuhan Penggunaan Variabel Dependen Antibiotik Berikut

adalah

kerangka

konsep

yang

menunjukkan hubungan tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotik terhadap kepatuhan penggunaanya, dimana pengetahuan masyarakat mengenai antibiotik variabel independen yang memiliki hubungan satu arah terhadap kepatuhan penggunaan antibiotik yang merupakan variabel dependen.

4.3. Hipotesis Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotik terhadap kepatuhan penggunaannya, dimana semakin tinggi pengetahuan masyarakat, maka akan cenderung semakin patuh dalam penggunaan antibiotik sesuai indikasi.

Related Documents


More Documents from "Arafah Indra Prabowo"