BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Scabies telah menyumbang sebagian besar penyakit kulit di negara berkembang. Secara global, menurut WHO angka kejadian Scabies pada tahun 2014 130 juta orang di dunia. Menurut Internasional Alliance for the Control of Scabies (IACS) tingkat kejadiannya bervariasi dalam literatur terbaru dari 0,3% menjadi 46%. Pada tahun 2010, diperkirakan bahwa efek langsung dari infeksi scabies pada kulit dapat menyebabkan lebih dari 1,5 juta orang hidup dengan kecacatan, dan efek tidak langsung dari komplikasi pada fungsi ginjal dan kardiovaskular. Scabies di derita paling rentan oleh anak-anak muda dan orang tua di komunitas miskin sumber daya. Tingkat tertinggi terjadi di negaranegara dengan iklim panas, tropis, dan komunitas dimana kepadatan dan kemiskinan hidup berdampingan. Di Indonesia prevalensi scabies menurut Depkes RI tahun 2013 yakni 3,9 – 6 % Insiden prevalensi scabies terutama pada lingkungan pesantren masih tinggi. Hal ini diperkuat dengan penelitian Ma’ruf et al (2005) bahwa prevalensi scabies pada pondok pesantren di kabupaten Lamongan 64,2%. Novita el al (2016) juga menyebutkan bahwa prevalensi scabies pada pondok Nurul Islam Jember 60,3%. Scabies ini sering dikaitkan sebagai penyakitnya anak pesatren alasannya karena anak pesanten gemar bertukar, pinjam meminjam pakaian, handuk, sarung, bahkan bantal, guling dan kasurnya sesamanya, sehingga disinilah faktor penyebab penyakit mudah tertular dari santri ke santri yang lain. Pendidikan kesehatan pada santri pondok pesantren sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya peningkatan kasus Scabies. Pondok pesantren merupakan sebuah tempat dengan sistem asrama dan pelajaran yang diberikan adalah pengetahuan umum tetapi di titik beratkan pada agama islam (Haningsih. 2008). Indonesia sebagai negara jumlah penduduk muslim terbanak di dunia tahun 2003 tercatat 14.798 pondok pesantren dengan prevalensi scabes cukup tinggi (Depkes RI, 2007). Pada dasarnya pengetahuan tentang faktor penyebab scabies masih kurang, sehingga penyakit ini di anggap sebagai penyakit yang biasa saja karena tidak membahayakan jiwa. Masyarakat tidak mengetahui bahwa luka akibat garukan dari penderita scabies menyebabkan infeksi sekunder dari bakteri Stapilococus sp ataupun jamur kulit yang berakibat kerusakan jarungan kulit yang akut (Heukelback 2005).
1.2 Perumusan Masalah Apakah pendidikan kesehatan yang dilakukan dapat menambah pengetahuan tentang Scabies pada santri Pondok Pesantren Al-Mu’arif Al-Mubarrak Jember ?
Dapus. Riyadhy Ahwath. 2017. Hubungan Pengetahuan, Personal Hygiene, dan Kepadatan Hunian dengan Gejala Penyakit Skabies Pada Santri di Pondok Pesantren Darul Muklisisn Kota Kendari 2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. Vol.2 No.6.
https://media.neliti.com/media/publications/198175-hubungan-pengetahuan
personal-hygiene-da.pdf (Diakses pada 07 November 2018, pukul 21.00 wib). Nuraini Novita. 2016. Faktor Risiko Kejadian Scabies di Pondok Pesantren Nurl Islam
Jember.
Jurnal
Ilmiah
Inovasi,
https://publikasi.polije.ac.id/index.php/jii/article/download/299/284 tanggal 31 oktober 2018. 11.49 wib).
Vol.1 (Diakses
No.2. pada