Bab 1-3 (pertama)~edit.docx

  • Uploaded by: Nytha Yunitha
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 1-3 (pertama)~edit.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,200
  • Pages: 42
PENERAPAN METODE EKSPERIMEN DENGAN MENGGUNAKAN LKPD PADA MATERI POKOK PENGUKURAN DI KELAS VII SEMESTER I SMP NEGERI 7 PALANGKARAYA TAHUN AJARAN 2015/2016

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh : YUSEVA ANGELA NIM. ACB 110 088

UNIVERSITAS PALANGKARAYA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN MIPA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA 2015

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Perkembangan dan perubahan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat dan perlu terus-menerus dilakuka sebagai antisipasi kepentingan masa depan. Tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab( Trianto, 2009: 1). Pendidikan selalu dapat dibedakan mnejadi teori dan praktik, teori pendidikan adalah pengetahuan tentang makna dan bagaimana pendidikan itu dilaksanakan, sedangkan praktik adalah tentang pelaksanaan pendidikan secara nyata. Teori pendidikan disusun seperti latar belakang yang hakiki dan sebagai rasional dari praktik pendidikan serta pada dasarnya bersifat direktif. Istilah direktif memberi makna bahwa pendidikan itu mengarah pada tujuan yang pada hakikatnya untuk mencapai kesejahteraan bagi peserta didik( Faturrahman dkk, 2012:5). Suatu sistem pendidikan ada yang mengajar dan ada yang belajar. Criteria keberhasilan proses belajar tidak hanya di ukur sejauh mana siswa telah menguasai materi pelajaran, tetapi di ukur dari sejauh mana siswa telah

1

melakukan proses belajar sesuai prinsip pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pembelajaran berpusat pada siwa menekankan pemerolehan pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan yang didapat siswa adalah dari siswa dan untuk siswa itu sendiri. Ketika merasakan dan melakukan sendiri maka akan memberikan kesan secara langsung pada diri siswa, sehingga materi yang dipelajari akan lebih membekas dalam pikiran siswa, siwa akan belajar secara langsung pada lingkungan dan alam sekitar dalam kehidupan sehari-hari. Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang di maksud adalah perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru yang diperoleh individu (Trianto, 2009: 16). Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simple dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran pada hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Jelas terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi

2

(transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya (Trianto, 2009: 17). Pada dasarnya mengajar adalah membantu seseorang untuk mempelajari sesuatu dan apa yang dibutuhkan dalam belajar. Artinya mengajar adalah suatu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga menumbuhkan dan mendorong siswa belajar. Hal ini akan dapat terwujud jika dilakukan melalui proses pengajaran dengan strategi pelaksanaan melalui : 1. Bimbingan yaitu pemberian bantuan, arahan, motivasi, nasihat dan penyuluhan agar siswa mampu mengatasi, memecahkan dan menanggulangi masalahnya sendiiri. 2. Pengajaran yaitu bentuk kegiatan dimana terjalin hubungan interaksi dalam proses belajar dan mengajar antara tenaga kependidikan dengan peserta didik. 3. Pelatihan yaitu sama dengan pengajaran khususnya untuk mengembangkan keterampilan tertentu. Menurut Langford (1978) yang penting hubungan yang relevan bukanlah antara pengajaran dengan pendidikan tetapi antara pengajaran sebagai suatu profesi dengan pendidikan (Faturrahman dkk, 2012:6). Depdiknas (dalam Stepheni, 2011: 3) menyatakan proses pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik menjelajahi dan memahami alam secara ilmiah. IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasa kumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses

3

penenemuan. Pendidikan IPA di harapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam usaha untuk memajukan dunia pendidikan di lakukan melalui pengembangan Ilmu Pengetahuan. Di mana salah satu cabang ilmu pengetahuan adalah ilmu fisika. Ilmu fisika juga merupakan salah satu ilmu sains yang mempunyai perencanaan penting dalam pendidikan. Karena tujuan dari pembelajaran fisika adalah untuk merancang dan eksperimen serta menarik kesimpulan sehingga dapat memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat kita hidup (Halliday, 2010: 2). Pemerintah telah banyak melakukan usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional, termasuk di dalamnya pendidikan fisika. Bentuk usaha pemerintah yang terwujud melalui penyempurnaan kurikulum seperti Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan sekarang Kurikulum 2013. Ada beberapa sekolah yang menerapkan Kurikulum 2013 tetapi ada juga sekolah yang masih menerapkan kurikulum KTSP. Seperti pada SMP Negeri 7 Palangka Raya yang masih menerapkan kurikulum KTSP. Kurikulum berhubungan erat dengan usaha mengembangkan peserta didik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Kurikulum adalah seluruh kegiatan yang dilakukan siswa baik di dalam maupun di luar sekolah asal kegiatan tersebut berada di bawah tanggung jawab guru (sekolah). Yang di maksud dengan kegiatan itu tidak terbatas pada kegiatan intra ataupun ekstrakurikuler, apapun yang dilakukan siswa selama masih di bawah tanggung jawab dan bimbingan guru itu

4

adalah kurikulum. Misalnya, kegiatan siswa mengerjakan pekerjaan rumah, mengerjakan tugas kelompok, mengadakan observasi dan lain sebagainya itu merupakan bagian dari kurikulum, karena memang pekerjaan tersebut adalah tugas-tgas yang diberikan guru dalam rangka mencapai tujuan pendidikan seperti yang di programkan sekolah. Kurikulum dipersiapkan dan dikembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan, yakni mempersiapkan peserta didik agar dapat hidup bermasyarakat dalam artian peserta didik tidak hanya pintar di dalam hal pelajaran disekolah tetapi juga di dalam kehidupan bermasyarakat( Sanjaya, 2008: 10). Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru fisika kelas VII SMP Negeri 7 Palangka Raya, diketahui bahwa di SMP Negeri 7 Palangka Raya ini salah satu sekolah yang masih menerapkan kurikulum KTSP. Guru tersebut juga menyatakan bahwa nilai rata-rata fisika siswa di kelas VII semester II tahun ajaran 2014/2015 adalah 71. Untuk nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimun) yang telah di tetapkan oleh sekolah SMP Negeri 7 Palangka Raya adalah 75. SMP Negeri 7 Palangka Raya mempunyai fasilitas sarana dan prasarananya seperti ruang kelas, perpustakaan dan laboraturium IPA yang cukup lengkap untuk menunjang proses pembelajaran, tetapi peralatan di laboraturium jarang di gunakan karena untuk kegiatan praktikum jarang di lakukan. Hal ini di sebabkan karena dalam proses pembelajaran guru cenderung menggunakan metode diskusi kelas tanpa melibatkan siswa secara langsung aktif dalam kegiatan praktikum. Berdasarkan informasi di atas, maka upaya yang harus dilakukan adalah dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat, sehingga lebih memperkuat keaktifan siswa dan kemampuan berfikir siswa pun semakin optimal

5

siswa aktif dan banyak berperan serta dalam proses pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan adalah metode eksperimen. Metode eksperimen merupakan salah satu metode mengajar, di mana siswa melakukan percobaan di laboratorium tentang materi pengukuran, mengamati proses serta menuliskan hasil percobaannya pada LKPD, kemudian hasil pengaman di sampaikan di kelas dan di evaluasi oleh guru sehingga siswa mengerahkan seluruh keterampilannya, seperti keterampilan intelektual, social dan fisik untuk menemukan suatu konsep dari apa yang di pelajari. Keterampilanketerampilan yang dikembangkan dalam memproseskan perolehan aan membantu siswa dalam menemukan dan mengembangkan sendiri fakta, konsep, sikap dan nilai yang di tuntut. Tindakan dalam proses pembelajaran ini akan menciptakan kondisi cara belajar siswa aktif dalam penyampaian bahan pelajaran dengan memberikan kesempatan berlatih kepada siswa untuk meningkatkan keterampilan sebagai penerapan pengetahuan yang telah mereka pelajari sebelumnya untuk mencapai tujuan pengajaran siswa dapat berlatih dengan cara berpikir yang ilmiah. Pembelajaran

dengan

metode

eksperimen

melatih

siswa

dalam

menemukan bukti kebenaran dari teori sesuatu yang di pelajarinya. Roestiyah dalam Sitiatava (2001: 132) beranggapan bahwa metode eksperimen adalah suatu cara mengajar saat siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu, mengamati prosesnya, serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatannya itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru. Metode eksperimen bertujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atau

6

persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Selain itu, siswa juga bisa terlatih dalam cara berpikir yang ilmiah. Dengan eksperimen, siswa pun mampu menemukan bukti kebenaran dari suatu teori yang sedang dipelajarinya(Sitiatava, 2013: 132). Materi pelajaran IPA di SMP terdapat materi pokok Pengukuran. Materi pokok pengukuran mengandung konsep, prinsip-prinsip dan aplikasi yang sering ditemukan

dalam

kehidupan

sehari-hari,

sehingga

menganggap

metode

eksperimen cocok digunakan dalam proses pembelajaran materi pokok pengukuran. Laboratorium memiliki peranan penting dalam pembelajaran IPA. Dalam pembelajaran IPA siswa di bawa ke laboratorium untuk melakukan percobaan maka siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berarti. Dalam proses belajar mengajar dengan menerapkan metode eksperimen, siswa di beri kesempatan untuk mengalami atau melakukan sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan, dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan atau proses sesuatu objek percobaan. Metode eksperimen di harapkan dapat menumbuhkan motivasi siswa sehingga siswa dapat aktif berpartisipasi dalam proses belajar dan mampu mengembangkan keterampilan dalam percobaan. Belawati (2011: 5) Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) merupakan materi ajar yang sudah di kemas sedemikian rupa sehingga siswa di harapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri. Dalam LKPD, siswa pada saat yang bersamaan di beri materi dan tugas yang berkaitan dengan materi tersebut. Suatu upaya untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa dalam pelajaran adalah

7

dengan member kepada siswa untuk melakukan kegiatan kerja secara perseorangan atau secara kelompok dalam menyelesaikan lembaran-lembaran kerja siswa. LKPD di samping berfungsi sebagai penguatan juga berfungsi sebagai dasar pemberian umpan balik kepada siswa sehingga termasuk dalam perencanaan pembelajaran merencanakan LKPD. Pada pembelajaran fisika dengan menerapkan metode eksperimen dengan menggunakan LKPD di harapkan dapat mewujudkan pencapaian tujuan pembelajaran siswa kelas VII SMP Negeri 7 Palangka Raya. Serta di harapkan pula perilaku siswa yang pada mulanya kurang aktif menjadi lebih aktif, baik aktif dalam bertanya, menyampaikan pendapat, serta bekerja sama dengan siswa yang lainnya. Perubahan dalam proses pembelajaran di harapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya pada materi pokok Pengukuran. Berdasarkan hasil uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Penerapan Metode Eksperimen Dengan Menggunakan LKPD Pada Materi Pokok Pengukuran Di Kelas VII Semester I SMP Negeri 7 Palangka Raya Tahun Ajaran 2015/2016.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah hasil belajar kognitif siswa dalam pembelajaran dengan metode ekperimen menggunakan LKPD pada materi pokok Pengukuran kelas VII SMP Negeri 7 Palangka Raya Tahun Ajaran 2015/2016.

8

2. Bagaimanakah hasil belajar psikomotor siswa dengan melakukan langkahlangkah kegiatan berdasarkan LKPD yang diberikan pada materi pokok Pengukuran kelas VII SMP Negeri 7 Palangka Raya Tahun Ajaran 2015/2016. 3. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran dengan metode eksperimen menggunakan LKPD pada materi pokok Pengukuran di kelas VII SMP Negeri 7 Palangka Raya Tahun Ajaran 2015/2016.

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui hasil belajar kognitif dan psikomotor siswa dalam pembelajaran dengan metode eksperimen menggunakan LKPD pada materi pokok Pengukuran di kelas VII SMP Negeri 7 Palangka Raya Tahun Ajaran 2015/2016. 2. Mengetahui hasil belajar psikomotor siswa dalam melaksanakan langkahlangkah dan kegiatan berdasarkan LKPD yang diberikan pada materi pokok Pengukuran di kelas VII SMP Negeri 7 Palangka Raya Tahun Ajaran 2015/2016. 3. Mengetahui respon siswa terhadapa pembelajaran dengan metode eksperimen dengan menggunakan LKPD pada materi pokok Pengukuran di kelas VII SMP Negeri 7 Palangka Raya Tahun Ajaran 2015/2016.

9

1.4 Batasan Masalah Peneliti memberi batasan masalah yang akan di kaji dalam penelitian ini, yaitu : 1. Guru yang mengajar sebagai peneliti. 2. Hasil belajar kognitif di ukur melalui THB. 3. Hasil belajar psikomotor di ukur melalui keterampilan siswa melakukan tes unjuk kerja.

1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti, untuk menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang relevan. 2. Bagi guru, untuk menjadi inspirasi dan motivasi dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif dan inovatif serta efektif bagi siswa. 3. Bagi siswa, di harapkan dapat melatih siswa bekerja sama dalam sebuah kelompok belajar dan meningkatkan hasil belajar fisika pada materi pokok pengukuran. 4. Bagi sekolah, di harapkan dapat meningkatkan kualitas sekolah melalui peningkatan kualitas pembelajaran.

10

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Belajar Belajar adalah suatu proses perubahan tongkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan(Hamalik, 2001: 28). Belajar hakikatnya adalah suatu proses yang di tandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang(Trianto, 2008: 12). Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat di indikasi dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman sikap dan tingkah laku, kecakapan, keterampilan dan kemampuan, serta perubahan aspek-aspek yang lain yang ada pada individu yang belajar. Belajar dapat di artikan sebagai proses memperoleh pengetahuan dalam bentuk pola-pola sambutan perilaku kognitif, afektif dan psikomotor(Makmun, 2004: 160). Menurut Sadirman(2005: 20) belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya, belajar akan lebih baik apabila siswa mengalami dan melakukan. Belajar merupakan suatu proses pengisian jiwa dengan pengetahuan dan pengalaman yang sebanyak-banyaknya dengan melalui hapalan. Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang di

11

maksud adalah perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru yang diperoleh individu( Trianto, 2009: 16). Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori yang berpengaruh terhadapa pemahaman. Hal inilah yang terjadi ketika seseorang sedang belajar, dan kondisi ini juga sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, karena belajar merupakan proses alamiah setiap orang. Wenger (dalam Huda, 2013: 2) mengatakan, “pembelajaran bukanlah aktivitas, sesuatu yang dilakukan oleh seseorang ketika ia tidak melakukan aktivitas yang lain. Pembelajaran juga bukanlah sesuatu yang berhenti dilakukan oleh seseorang. Lebih dari itu, pembelajaran bias terjadi di mana saja dan pada level yang berbeda-beda, secara individual, kolektif, ataupun sosial.” Gagne (dalam Huda, 2013: 3) pembelajaran dapat di artikan sebagai proses modifikasi dalam kapasitas manusia yang bias dipertahankan dan ditingkatkan levelnya. Selama proses ini, seseorang bisa memilih untuk melakukan perubahan atau tidak sama sekali terhadap apa yang ia lakukan. Ketika pembelajaran diartikan sebagai perubahan dalam perilaku, tindakan, cara, dan performa, maka konsekuensinya

jelas

kita

bisa

mengobservasi,

bahkan

menverifikasi

pembelajaran itu sendiri sebagai objek. Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simple dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran pada hakikatnya adalah

12

usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Jelas terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya (Trianto, 2009: 17). Hausstatter dan Nordkvelle (dalam Huda 2013, 5;6) mengatakan bahwa pembelajaran merefleksi pengetahuan konseptual yang digunakan secara luas dan memiliki banyak makna yang berbeda-beda. Berikut ini adalah beberapa konsep mengenai pembelajaran yang sering kali menjadi fokus riset dan studi selama ini: 1. Pembelajaran bersifat psikologis. Dalam hal ini pembelajaran di deskripsikan dengan merujuk pada apa yang terjadi dalam diri manusia secara psikologis. Ketika pola perilakunya stabil, maka proses pembelajaran dapat dikatakan berhasil. 2. Pembelajaran merupakan proses interaksi antara individu dan lingkungan sekitarnya, yang artinya proses-proses psikologis tidak terlalu banyak tersentuh di sini. 3. Pembelajaran merupakan produk dari lingkungan eksperiental seseorang, terkait dengan bagaiman ia merespon lingkungan tersebut. Hal ini sangat berkaitan dengan pengajaran, di mana seseorang akan belajar dari apa yang di ajarkan padanya.

13

2.2 Ciri-ciri Pembelajaran Menurut H.J.Gino(dalam Sitiatava, 2012: 26), ciri-ciri pembelajaran terletak pada adanya unsure-unsur dinamis dalam proses belajar siswa, yakni motivasi belajar, bahan belajar, alat bantu belajar, suasana belajar, dan kondisi subjek belajar. Ciri-ciri pembelajaran tersebut harus diperhatikan dalam proses belajar-mengajar. Secara singkat, kelima cirri pembelajaran itu di jelaskan sebagai berikut: 1. Motivasi Belajar Motivasi dapat dikatakan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang bersedia dan ingin melakukan sesuatu. Dan, bila tidak suka, maka ia akan berusaha untuk mengelakkan perasaan tidak suka tersebut. Jadi, motivasi bisa dirangsang oleh faktor luar, namun motivasi itu tumbuh di dalam diri seseorang (Sitiatava, 2012: 27). Menurut Walker (1976) dalam Ahmad Rohani (1995), suatu aktivitas belajar sangat lekat dengan motivasi. Perubahan suatu motivasi akan turut mengubah wujud, bentuk, dan hasil belajar. Ada atau tidaknya motivasi seseorang untuk belajar sangat berpengaruh dalam proses aktivitas belajar itu sendiri. Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang yang menimbulkan kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki bisa tercapai. 2. Bahan Belajar Bahan belajar merupakan isi dalam pembelajaran. Bahan atau materi belajar perlu berorientasi pada tujuan yang akan dicapai oleh siswa dan

14

memperhatikan karakterisktiknya agar dapat diminati. Selain bahan yang berupa informasi, maka perlu diusahakan agar isi pengajaran dapat merangsang daya cipta atau yang bersifat menantang supaya menumbuhkan dorongan pada diri siswa untuk menemukan atau memecahkan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran(Sitiatava, 2012: 28) 3. Alat Bantu/Media Belajar Menurut Asosiasi Pendidikan Nasional (Arief dkk, 1996: 6) menyatakan media adalah bentuk-bentu komunikasi, baik yang tercetak maupun audiovisual, serta peralatannya. Dalam hal ini hendaknya media dapat di manipulasi, dilihat, didengar, dan dibaca. Alat bantu belajar atau media belajar merupakan alat-alat yang bisa membantu siswa belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. 4. Suasana Belajar Suasana belajar akan berjalan dengan baik, apabila terjadi komunikasi dua arah, yaitu antara guru dengan siswa, serta adanya kegairahan dan kegembiraan belajar. Selain itu, jika suasana belajar mengajar berlangsung dengan baik, dan isi pelajaran disesuaikan dengan karakteristik siswa, maka tujuan pembelajaran dapata tercapai dengan baik (Sitiatava, 2012: 29) 5. Kondisi Siswa yang Belajar Setiap siswa memiliki sifat unik atau berbeda, tetapi juga mempunyai kesamaan, yaitu langkah-langkah perkembangan dan potensi yang perlu diaktualisasi melalui pembelajaran. Dengan kondisi siswa yang demikian, maka akan dapat berpengaruh terhadap partisipasinya dalam proses belajar (Sitiatava, 2012: 29).

15

2.3 Tujuan Pembelajaran (Sitiatava, 2012: 31) Implikasi dari adanya keterkaitan antara kegiatan pembelajaran dan kegiatan belajar siswa tersebut adalah disusunnya tujuan pembelajaran yang bisa menunjang tercapainya tujuan belajar. Tujuan pembelajaran yang kongruen dengan tujuan belajar siwa memiliki kesamaan dalam beberapa hal berikut: 1. Tercapainya tujuan dari segi waktu, yaitu setelah siswa belajar atau dibelajarkan. 2. Tercapainya tujuan dari segi substansi, yakni siswa bisa “apa” seusai belajar atau dibelajarkan. 3. Tercapainya tujuan dari sebi cara mencapai. 4. Takaran dalam pencapaian tujuan, serta 5. Pusat kegiatan, yaitu sama-sama berada pada diri siswa.

2.4 Metode Eksperimen 2.4.1 Pengertian Metode Eksperimen Metode eksperimen (percobaan) adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam proses belajar mengajar dengan metode percobaan ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu objek, keadaan, atau proses sesuatu. Dengan demikian, siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran

16

atau mencari suatu hokum atau dalil, dan menarik kesimpulan atas proses yang dialaminya itu (Djamarah & Zain, 2010: 84). Mulyani Sumantri dkk(dalam Sitiatava, 2012: 132) menyatakan bahwa metode eksperimen diartikan sebagai cara belajar-mengajar yang melibatkan siswa dengan mengalami serta membuktikan sendiri proses dan hasil percobaan. Lain halnya dengan Roestiyah( dalam Sitiatava, 2012: 132), yang beranggapan bahwa metode eksperimen ialah suatu cara mengajar saat siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu, mengamati prosesnya, serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru. Berdasarkan definisi yang ada dapat disimpulkan bahwa metode eksperimen bertujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai jawaban atau persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan percobaan sendiri. Dengan esperimen, siswa pun mampu menemukan bukti kebenaran dari suatu teori yang sedang dipelajarinya. Dalam proses pembelajaran dengan metode eksperimen siswa diberikan kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan, dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu objek keadaan atau proses tertentu. Metode eksperimen berbeda dengan metode demonstrasi, metode demonstrasi hanya menekankan pada proses terjadinya dan mengabaikan hasilnya, sedangkan penekanan metode ekperimen adalah proses sampai hasil. Penting diperhatikan pula, eksperimen atau percobaan yang dilakukan tidak harus selalu dilaksanakan

17

di dalam laboratorium, tetapi juga dapat dilakukan di luar kelas seperti alam sekitar ( Sitiatava, 2012: 133). 2.4.2 Tujuan Model Pembelajaran Eksperimen Adapun berbagai tujuan dari metode eksperimen ialah sebagai berikut (Sitiatava, 2012: 134;135): 1. Siswa mampu mengumpulkan fakta-fakta, informasi, atau data-data yang diperoleh. 2. Melatih siswa dalam merancang, mempersiapkan, melaksanakan, dan melaporkan percobaan. 3. Melatih siswa dalam menggunakan logika berpikir induktif guna menarik kesimpulan dari fakta, informasi, atau data yang terkumpul melalui percobaan. 2.4.3 Langkah-langkah Metode Eksperimen Ketika siswa ingin melaksanakan suatu eksperimen, maka guru perlu memperhatikan prosedur-prosedur eksperimen. Diantaranya adalah sebagai berikut (Sitiatava, 2012: 135): 1. Perlu dijelaskan kepada siswa tentang tujuan eksperimen, ia harus memahami masalah-masalah yang akan dibuktikan melalui eksperimen. 2. Siswa perlu mengetahui tentang alat-alat serta bahan-bahan yang akan digunakan dalam percobaan. Supaya tidak mengalami kegagalan, siswa perlu mengetahui

variabel

yang

harus

dikontrol

secara

ketat

sekaligus

memperhatikan urutan yang akan ditempuh sewaktu eksperimen berlangsung.

18

3. Selama proses eksperimen berlangsung, guru harus mengawasi pekerjaan siswa. Bila perlu, guru bisa memberi saran atau pertanyaan yang menunjang kesempurnaan jalannya eksperimen. 4. Setelah eksperimen selesai, guru harus mengumpulkan hasil penelitian siswa, mendiskusikan di kelas, serta mengevaluasi dengan tes atau sekedar tanya jawab. Dalam menggunakan metode eksperimen, agar memperoleh hasil yang diharapkan, terdapat tiga langkah yang harus diperhatikan, yakni (Sitiatava, 2012: 136): 1. Persiapan Eksperimen Dalam melakukan eksperimen, persiapan yang matang mutlak diperlukan agar memperoleh hasil yang diharapkan. Dalam hal ini, ada beberapa langkah yang harus diperhatikan, yakni: a. Menetapkan tujuan eksperimen. b. Mempersiapkan berbagai alat atau bahan yang diperlukan. c. Mempersiapkan tempat eksperimen. d. Mempertimbangkan jumlah siswa dengan alat atau bahan yang ada serta daya tamping eksperimen. e. Mempertimbangkan apakah dilaksanakan sekaligus(serentak seluruh siswa) atau sevara bergiliran. f. Perhatikan masalah keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau menghindar risiko yang merugikan. g. Berikan penjelasan mengenai sesuatu yang harus diperhatikan dan tahapantahapan yang harus dilakukan oleh siswa, yang termasuk dilarang atau membahayakan.

19

2. Pelaksanaan Eksperimen Setelah semua persiapan kegiatan selesai, maka langkah selanjutnya adalah sebagai berikut: a. Siswa memulai percobaan. Saat siswa melakukan percobaann, guru mendekatinya untu mengamati proses percobaan serta memberikan dorongan dan bantuan terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa, sehingga eksperimen tersebut dapat diselesaikan dan berhasil. b. Selama eksperimen berlangsung, guru hendaknya memperhatikan situasi secara keseluruhan. Sehingga, jika terjadi hal-hal yang menghambat maka bisa segera diselesaikan. 3. Tindak Lanjut Eksperimen Setelah eksperimen dilakukan, kegiatan-kegiatan selanjutnya adalah sebgai berikut: a. Siswa mengunpulkan laporan eksperimen untuk diperiksa guru. b. Mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama eksperimen, serta memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan sekaligus peralatan yang digunakan. 2.4.4 Kelebihan dan Kekurangan Metode Eksperimen a. Kelebihan Metode Eksperimen (Sitiatava, 2012: 138) menyatakan kelebihan metode eksperimen antara lain adalah sebagai berikut: 1. Metode ini dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima informasi dari guru atau buku.

20

2. Siswa bisa mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi. 3. Dengan metode ini, akan terbina manusia yang dapat menghadirkan terobosan-terobosan baru dari penemuan, sebagai hasil percobaan yang diharapkan bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia. 4. Siswa memperoleh pengalaman dan keterampilan dalam melakukan eksperimen. 5. Siswa terlibat aktif dalam mengumpulkan fakta dan informasi yang diperlukan saat percobaan. 6. Siswa dapat menggunakan serta melaksanakan prosedur metode ilmiah dan berpikir ilmiah. 7. Siswa bisa memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif, realitas, dan menghilangkan verbalisme. 8. Siswa lebih aktif berfikir dan berbuat, karena hal itulah yang sangat diharapkan dalam dunia pendidikan, siswa lebih aktif belajar sendiri dengan bimbingan guru. 9. Dengan melaksanakan proses eksperimen, siswa bisa memperoleh ilmu pengetahuan sekaligus menemukan pengalaman praktis serta keterampilan dalam menggunakan alat percobaan. 10. Dengan eksperimen, siswa membuktikan sendiri kebenaran suatu teori sehingga akan mengubah sikapnya yang percaya terhadap hal-hal yang tidak logis.

21

b. Kekurangan Metode Eksperimen (Sitiatava, 2012: 139) menyatakan selain kelebihan metode eksperimen juga memiliki beberapa kekurangan, di antaranya ialah sebagai berikut: 1. Tidak cukupnya alat-alat mengakibatkan tidak setiap siswa berkesempatan mengadakan eksperimen. 2. Jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, siswa harus menanti untuk melanjutkan pelajaran. 3. Kesalahan dan kegagalan siswa yang tidak terdeteksi oleh guru dalam bereksperimen berakibat siswa keliru dalam mengambil kesimpulan. 4. Sering kali mengalami kesulitan dalam melaksanakan eksperimen, karena guru dan siswa kurang berpengalaman dalam melakukan eksperimen.

2.5 Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Pannen (Tian Belawati, 2003) menyatakan bahwa bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Peran bahan ajar bagi guru dan siswa adalah: 1. Menghemat waktu bagi guru dalam mengajar. 2. Mengubah peran guru dari seorang pengajar menjadi fasilitator. 3. Siswa dapat belajar tanpa harus ada guru atau teman siswa yang lain. Siswa dapat belajar kapan saja dan dimana saja dia kehendaki, dapat belajar sesuai dengan kecepatannya sendiri, siswa dapat belajar menurut aturan yang dipilihnya sendiri, dan membantu potensi siswa menjadi pelajar mandiri.

22

LKPD dapat berupa panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen atau demonstrasi. LKPD memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar (Trianto, 2008: 148). Peran LKPD sangat besar dalam proses pembelajaran karena dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar dan penggunaannya dalam pembelajaran fisika dapat membantu guru untuk mengarahkan siswanya menemukan konsep-konsep melalui aktivitasnya sendiri. Di samping itu LKPD juga dapat mengembangkan keterampilan proses, meningkatkan aktivitas siswa dan dapat mengoptimalkan hasil belajar.

2.6 Materi Pokok Pengukuran 2.6.1 Pengertian Pengukuran (Teguh&Eny, 2008: 2) Pengukuran merupakan kegiatan membandingkan suatu besaran yang diukur dengan alat ukur yang digunakan sebagai satuan. Sesuatu yang dapat diukur dan dapat dinyatakan dengan angka disebut besaran, sedangkan pembanding dalam suatu pengukuran disebut satuan. 2.6.2 Satuan-satuan Tak Baku Pada zaman dahulu, satuan yang dipakai dalam pengukuran menggunakan peralatan sederhana yang ada di lingkungan sekitar, misalnya mengukur panjang dengan satuan tongkat, dan mengukur volume dengan satuan kaleng. Satuan panjang yang sering digunakan adalah satuan yang menggunakan anggota tubuh, misalnya jengkal, telapak tangan, hasta, depa, kaki dan langkah (Tim, 2012: 37).

23

Satu telapak tangan adalah jarak antara satu sisi telapak tangan ke sisi yang lain ketika jari-jari tangan salaing dirapatkan. Satu jengkal adalah jarak antara ujung ibu jari dengan jari kelingking ketika kelima jari dibentangkan. Satu hasta adalah jarak dari siku sampai ujung jari tengah. Satu depa adalah jarak antara ujung jari tengah tangan kiri sampai ke ujung jari tengah tangan kanan ketika kedua tangan direntangkan. Satu kaki adalah jarak dari tumit singga ke ujung ibu jari kaki. Sedangkan satu langkah adalah jarak antara tumit kaki sebelah kanan dengan ujung ibu jari kaki sebelah kiri atau sebaliknya ketika kaki melangkah(Tim, 2012: 37). (Teguh & Eny, 2008: 4) sesuatu yang dapat diukur dan dapat dinyatakan dengan angka disebut besaran, sedangkan pembanding dalam suatu pengukuran disebut satuan. Satuan yang digunakan untuk melakukan pengukuran dengan hasil yang sama atau tetap untuk semua orang disebut satuan baku, sedangkan satuan yang digunakan untuk melakukan pengukuran dengan hasil yang tidak sama untuk orang yang berlainan disebut satuan tidak baku. 2.6.3 Pengukuran dengan Satuan Baku dan Tak Baku (Tim, 2012: 39) menyatakan mengukur adalah membandingkan besaran yang diukur dengan besaran sejenis yang digunakan sebagai satuan. Mengukur menggunakan telapak tangan tidak dapat dijadikan satuan baku. Telapak tangan disebut satuan tidak baku. Pengukuran menggunakan aturan tak baku menghasilkan data yang berbeda. Sedangkan, pengukuran menggunakan alat ukur penggaris dan meteran gulung menghasilkan data yang sama besar, walaupun alat ukur yang digunakan berbeda. Satuan yang digunakan adalah sentimeter (cm), dan

24

sentimeter merupakan satuan baku. Pengukuran dengan menggunakan satuan baku menghasilkan data yang sama walaupun pengukuran dilakukan oleh orang yang berbeda dengan alat ukur yang berbeda. 2.6.4 Pengukuran Besaran Pokok a. Pengukuran Panjang Pada umumnya, alat yang digunakan untuk mengukur panjang dalam kehidupan sehari-hari ada tiga macam. Pemakaian masing-masing alat ukut tersebut disesuaikan dengan objek atau benda yang akan diukur sehingga diperoleh data yang lebih akurat. Untuk mengukur benda-benda yang berukuran relatif besar bisa diukur menggunakan penggaris, benda-benda yang berukuran kecil dan memiliki diameter diukur dengan menggunakan jangka sorong, sedangkan benda yang berukuran sangat kecil diukur menggunakan micrometer sekrup (Tim, 2012: 40). 1. Pengukuran Panjang dengan Pengaris (Tim, 2012: 40) Penggaris yang digunakan dalam pengukuran ada beberapa macam, yaitu penggaris lurus, penggaris siku, dan penggaris gulung (meteran gulung). Penggaris yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari memiliki skala terkecil hingga 1 milimeter sehingga ketelitian penggaris itu 1 milimeter. Ketelitian alat ukur adalah nilai skal terkecil yang masih dapat diukur oleh alat tersebut. Untuk memperoleh data yang benar stiap pengukuran panjang harus dimulai dari angka nol.

Gambar 2.1 Penggaris

25

2. Pengukuran Panjang dengan Jangka Sorong Jangka sorong biasa digunakan untuk mengukur panjang suatu benda, garis tengah bagian luar tabung, diameter bola, garis tengah bagian dalam tabung, dan dalamnya tabung (Teguh&Eny, 2008: 18). Jangka sorong memiliki ketelitian lebih tinggi dibandingkan penggaris, jangka sorong dapat mengukur panjang benda sampai 12 sentimeter. Secara umum, jangka sorong yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari memiliki ketelitian 0,1 milimeter (Tim, 2012: 41).

Gambar 2.2 Jangka Sorong 3. Pengukuran Panjang dengan Mikrometer Sekrup Mikrometer sekrup adalah alat ukur panjang yang paling teliti dengan ketelitian 0,01 milimeter. Alat ini digunakan untuk mengukur tebal sebuah benda yang berbentuk pelat, lembaran, atau mengukur diameter kawat. Hasil pengukuran dengan menggunakan mikrometer sekrup berdasarkan pada skala tetap dan skala putar (Tim, 2012: 43). Cara kerja mikrometer sekrup adalah jika selubung luar dengan skala 50 diputar satu kali maka rahang geser dan selubung akan bergerak maju atau mundur. Jarak maju mundurnya rahang geser sejauh 0,5 mm/ 50 menghasilkan tingkat ketelitian 0,01 mm (Teguh&Eny, 2008: 19).

26

Gambar 2.3 Mikro Meter Sekrup b. Pengukuran Massa Massa sebuah benda diukur dengan neraca atau timbangan. Mengukur massa berarti membandingkan massa benda yang diukur dengan massa anak timbangan. Prinsip kerja neraca yaitu berprinsip pada tuas atau pengungkit (Tim, 2012: 44). 1. Neraca Ohaus (Neraca Batang) (Tim, 2012, 44) Neraca Ohaus biasanya digunakan di laboratorium untuk kegiatan praktium. Neraca Ohaus ada tiga macam, yaitu neraca dua lengan, neraca tiga lengan, dan neraca empat lengan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, maka sebelum digunakan neraca ini harus dikalibrasi terlebih dahulu sehingga posisi angka nol berimpit dengan garis kesetimbangan. (Teguh&Ety, 2008: 20) Neraca batangan terdiri dari neraca sama lengan, neraca tiga lengan (O’hauss – 2610 dapat mengukur massa sampai 2.610 kg dengan ketelitian 0,1 gram), neraca empat lengan (O’hauss – 311 dapat mengukur massa sampai 310 gram dengan ketelitian 0,01 gram).

Gambar 2.4 Neraca Ohaus

27

2. Neraca Neraca duduk digunakan untuk mengukur massa benda yang lebih besar. Neraca ini di gunakan untuk mengukur massa hingga 500 kilogram. Neraca pasar digunakan untuk menimbang benda hingga 5 kilogram. Neraca dacin dapat digunakan untuk mengukur massa benda hingga 100 kilogram. Neraca sama lengan digunakan untuk menimbang benda yang massanya kurang dari 1 kilogram. Neraca sama lenga banyak digunakan pedagang emas karena memiliki ketelitian yang sangat tinggi (Tim, 2012: 45).

Gambar 2.5 Neraca Pasar c. Pengukuran Waktu Alat ukur waktu yang biasa digunakan adalah arloji dan stopwatch (Teguh&Eny, 2008: 21). Satuan waktu yang sering digunakan adalah detik, sekon, menit, dan jam. Pada arloji mekanik terdapat tiga jarum, yaitu jarum panjang, jarum sedang, dan jarum pendek. Jarum panjang kecil di sebut jarum sekon, setiap bergerak 1 skala jarum ini menunjukkan waktu 1 sekon. Jarum sedang menunjukkan waktu dalam menit, setiap bergerak satu skala waktu berubah satu menit. Sedangkan jarum yang palaing pendek menunjukkan jam, perubahan setiap skala pada jarum pendek menunjukkan perubahan waktu selama 1 jam (Tim, 2012: 45). Arloji atau jam meemiliki tingkat ketelitian 1 sekon (Teguh&Eny, 2008: 21).

28

Stopwatch merupakan alat ukur waktu yang lebih teliti dibandingkan arloji. Stopwatch memiliki ketelitian hingga 0,1 sekon. Stopwatch memiliki dua jarum yaitu jarum panjang dan jarum pendek setiap skala yang ditunjukkan oleh jarum panjang nilainya satu sekon, sedangkan setiap skala yang ditunjuk oleh jarum pendek nilainya 1 menit. Cara penggunaan stopwatch adalah sebelu stopwatch digunakan semua jarum penunjuk harus menunjukkan angka nol. Untuk memulai pengukuran tekan tombol start, untuk mengakhiri pengukuran tekan tombol stop, dan untuk mengembalikan ke posisi nol tekan tombol reset (Tim, 2012: 46).

Gambar 2.6 Jam

Gambar 2.7 Stopwatch

d. Pengukuran Suhu (Tim, 2012: 46) Suhu merupakan ukuran (derajat) panas atau dinginnya suatu benda. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu benda dengan tepat dan menyatakannya dengan angka disebut termometer (Teguh&Eny, 2008: 12). Termometer yang sering dijumpai adalah thermometer klinis yang digunakan untuk mengukur suhu tubuh, dan termometer laboratorium yang digunakan dalam kegiatan percobaan di laboratorium (Tim, 2012: 46). Termometer klinis memiliki skala 35℃ - 42℃, termometer ini digunakan untuk mengukur suhu tubuh normal yang berkisar antara 36℃

- 38℃ .

Termometer laboratorium biasanya memiliki skala -10℃ - 110℃. Zat cair yang digunakan untuk mengisi termometer klinis adalah raksa, sedangkan termometer

29

laboratorium sebagian menggunakan raksa dan sebagian lagi menggunakan alkohol (Tim, 2012: 46). Pada saat termometer laboratorium dan termometer klinis digunakan untuk mengukur suhu suatu benda, bagian bawah termometer harus menyentuh benda yang akan diukur suhunya sehingga zat cair dalam termometer memuai. Suhu dapat diketahui melalui skala yang ditunjuk oleh zat cair (raksa dan alkohol), sedangkan dalam termometer klinis dinyatakan dalam derajat Celcius (℃). Satuan suhu dalam satuan internasional dinyatakan dalam Kelvin (K). dalam kehidupan sehari-hari satuan Kelvin dipandang kurang praktis sehingga digunakan satuan suhu yang lainnya, yaitu derajat Celcius (Tim, 2012: 47).

Gambar 2.7 Termometer 2.6.5 Pengukuran Besaran Turunan Besaran turunan diturunkan dari besaran pokok, sehingga alat yang digunakan untuk mengukur besaran turunan adalah alat-alat yang digunakan untuk mengukur besaran pokok yang menyusun besaran turunan. Sebagian besaran turunan dapat diukur secara langsung dengan menggunakan sebuah alat ukur, namun sebagian harus diukur secara tidak langsung. Pengukuran besaran turunan yang dapat dilakukan secara langsung misalnya pengukuran volume zat cair dengan gelas ukur, sedangkan pengukuran secara tidak langsung misalnya pengukuran volume benda berbentuk balok (Tim, 2012: 47). a. Pengukuran Luas Benda (Tim, 2012: 48) pengukuran luas yang menggunakan perhitungan dengan rumus matematika di sebut dengan pengukuran secara tidak langsung.

30

b. Pengukuran Zar Padat Volume benda yang berbentuk tidak teratur tidak dapat diukur dengan menggunakan penggaris. Untuk mengukur volume benda yang berbentuk tidak teratur digunakan gelas ukur atau gelas berpancur secara bersamaan (Tim, 2012: 49). c. Pengukuran Volume Zat Cair Berdasarkan hasil percobaan misalnya volume spirirus 30 ml. Agar data yang diperoleh benar, pada saat mengamati posisi mata harus segaris dengan permukaan spiritus yang berada di dalam gelas ukur. Selain itu, perlu diketahui bahwa spiritus merupakan zat cair yang mudah menguap. Oleh karena itu, pencatatan hasil pengukuran volume spiritus harus segera dilakukan (Tim, 20012: 50).

31

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang di analisis secara deskriptif. Penelitian eksperimen yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari “sesuatu” yang dikenakan pada subjek teliti (Suharsimi Arikunto, 2005: 207). Jenis penelitian eksperimen ini adalah eksperimen tidak murni (quasi experiment), model one shot case study, yaitu sebuah eksperimen yang dilaksanakan tanpa adanya kelompok pembanding dan juga tanpa tes awal (Suharsimi Arikunto, 2005: 212). X→O Keterangan: X = Perlakuan O = kondisi setelah diberikan perlakuan (efek dari perlakuan yang diberikan). Penelitian ini berusaha menjawab permasalahan yang diajukan peneliti tentang metode eksperimen, yakni bagaimana hasil belajar kognitif dan psikomotor siswa dalam pembelajaran dengan metode eksperimen menggunakan LKPD, dan bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran dengan metode eksperimen menggunakan LKPD pada materi pokok Pengukuran berdasarkan faktta yang tampak atau bagaimana adanya. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 7 Palangka Raya pada kelas VII semester I tahun ajaran 2015/2016. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai dengan Agustus 2015. 32

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Popoulasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VII semester I SMP Negeri 7 Palangka Raya Tahun Ajaran 2015/2016 yang terdiri dari 4 kelas. Sebaran siswa tiap kelas dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini. Tabel 3.1 Sebaran Populasi Penelitian Kelas

𝑽𝑰𝑰𝟏

𝑽𝑰𝑰𝟐

𝑽𝑰𝑰𝟑

𝑽𝑰𝑰𝟒

Jumlah 31 28 31 31 Siswa (Sumber : Tata Usaha SMP Negeri 7 Palangka Raya Tahun Ajaran 2014/2015) 3.3.2 Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang teliti (Suharsimi Arikunto, 2005: 91). Pada penelitian ini sampel yang diambil sebanyak 1 kelas. Pemilihan sampel diambil secara acak (random sampling) berdasarkan kelas dengan asumsi kelasnya homogen yaitu dengan cara memasukkan seluruh kelas VII SMP Negeri 7 Palangka Raya kedalam sistem undian.

3.4 Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut: 3.4.1 Tahap Persiapan 1. Menetapkan tempat penelitian 2. Seminar proposal penelitian 3. Membuat instrumen penelitian 4. Permohonan ijin penelitian pada instansi terkait

33

5. Menentukan kelompok sampel 6. Mengajarkan materi pokok pengukuran dikelas uji coba 7. Menganalisis uji coba instrument 3.4.2 Tahap Pelaksanaan Pada kelas yang digunakan sebagai sampel dengan metode eksperimen menggunakan LKPD pada materi pokok pengukuran. Pada saat pembelajaran berlangsung guru mengamati apa yang dilakukan siswa saat pembelajaran berlangsung. Setelah seluruh proses pembelajaran selesai, kelas sampel diberikan tes akhir untuk mengetahui ketuntasan nilai belajar kognitif siswa. Pada hari selanjutnya kelas yang digunakan sebagai sampel diberi tes praktik untuk mengetahui keterampilan psikomotor dalam melakukan unjuk kerja yang berhubungan dengan materi pokok pengukuran, serta mengisi angket respon siswa terhadap seluruh proses pembelajaran pada materi pokok pengukuran. 3.4.3 Tahap Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut: 1. Data hasil belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran metode eksperimen menggunakana LKPD pada materi pengukuran dikumpulkan dengan cara memberikan uji akhir berapa THB kognitif sebanyak 38 soal. 2. Data hasil belajar psikomotor siswa untuk mengetahui siswa dalam melaksanakan langkah-langkah kegiatan berdasarkan LKPD yang diberikan. 3. Data respon siswa terhadap pembelajaran dengan metode eksperimen menggunakan LKPD pada materi pokok pengukuran.

34

3.4.4 Tahap Analisis Data 1. Menganalisis jawaban siswa pada tes hasil belajar siswa kognitif untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar siswa setelah pembelajaran dengan metode eksperimen menggunakan LKPD pada materi pokok pengukuran. 2. Menganalisis hasil belajar psikomotor siswa berupa unjuk kerja. 3. Menganalisis data respon siswa terhadap metode eksperimen dengan menggunakan LKPD. 3.4.5 Menarik Kesimpulan Tahap ini peneliti mengambil kesimpulan tentang penerapan metode eksperimen dengan menggunakan LKPD pada materi pokok pengukuran kelas VII semester I SMP Negeri 7 Palangka Raya tahun ajaran 2015/2016. Setelah semua data terkumpul di analisis dari proses penelitian yang sudah terlaksana agar hasil akhir dapat tersaji secara singkat dan jelas. 3.5

Instrumen Penelitian Instrument yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 (dua) jenis instrumen,

yaitu: 1. Instrumen 1 : Tes Hasil Belajar (THB) a.) Tes Hasil Belajar Kognitif Tes hasil belajar (THB) disusun dengan mengacu kepada silabus KTSP SMP Negeri 7 Palangka Raya Tahun Ajaran 2015/2016. Tes yang digunakan berupa tes tertulis dalam bentuk tes objektif dengan 4 pilihan, yaitu a, b, c, dan d sebanyak 38 soal hasil uji coba dari 50 soal. Setiap

35

item yang dijawab benar diberi skor 1 dan item yang dijawab salah diberi nilai 0. b.) Tes Hasil Belajar Psikomotor Tes hasil belajar psikomotor dinilai dengan menggunakan instrumen berupa lembar penilaian kemampuan psikomotor siswa yang diisi oleh 1 (satu) orang pengamat terhadap masing-masing individu untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar siswa berupa keterampilan melakukan langkah-langkah percobaan berdasarkan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD). Pengamat memberi ceklist (√) pada skor yang sesuai dengan rubik penilaian psikomotor. 2.

Instrumen 2: Angket respon siswa di gunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran dengan metode eksperimen yang telah di lakukan. Angket diberikan dan di isi oleh siswa setelah seluruh pertemuan terakhir.

3.6

Uji Coba Instrumen Instrumen yang diuji coba adalah tes hasil belajar kognitif berupa tes tertulis

dalam bentuk pilihan ganda sebanyak 50 soal dengan 4 pilihan jawaban a, b, c, dan d. Uji coba instrumen THB kognitif dilaksanakan di kelas yang di tetapkan sebagai sampel pada kelas VII semester I SMP Negeri 7 Palangka Raya yang terlebih dahulu di ajarkan materi pokok pengukuran oleh guru. Uji coba tes hasil belajar kognitif dilakukan untuk mengetahui kualitas tes yang meliputi validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda.

36

3.7

Tahap Uji Coba Instrumen Instrumen yang di uji coba adalah Tes Hasil Belajar (THB) kognitif berupa

tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda sebanyak 50 soal dengan 4 pilihan a, b, c, dan d. Uji coba tes hasil belajar kognitif dilaksanakan di kelas yang ditetapkan sebagai sampel pada kelas VII semester I SMP Negeri 7 Palangka Raya. Uji coba tes hasil belajar kognitif dilakukan untuk mengetahui kualitas tes yang meliputi validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda. 3.7.1 Uji Validitas Tes disebut valid, apabila tes itu tepat mengukur apa yang hendak diukur (Suharsimi Arikunto, 2009: 79). Untuk mencari validitas instrumen, digunakan rumus kolerasi point biseral:

𝛾𝑝𝑏𝑖 =

𝑀𝑝−𝑀𝑡 𝑆𝑏

𝑝

√𝑞

( Suharsimi Arikunto, 2009: 79)

Keterangan:

𝛾𝑝𝑏𝑖 = Koefisien kolerasi biserial 𝑀𝑝

= Rerata skor dari subjek yang menjawab betul dari item yang dicari validitasnya

𝑀𝑡

= Rerata skor total

𝑆𝑡

= Standar deviasi dari skor total

𝑝

= Proporasi siswa yang menjawab benar

(𝑝= q

𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎

)

= proporsi siswa yang menjawab salah ( q = 1-p )

37

interprestasi besarnya koefisien kolerasi mengenai validitas menurut Suharsimi Arikunto (2009: 75) adalah sebagai berikut: Tabel 3.2 Kriteria Validitas Instrumen Koefisien Validasi

Kriteria

Antara 0,800 sampai dengan 1,00

Sangat tinggi

Antara 0, 600 sampai dengan 0,800

Tinggi

Antara 0, 400 sampai dengan 0,600

Cukup

Antara 0, 200 sampai dengan 0,400

Rendah

Antara 0, 00 sampai dengan 0,200

Sangat rendah

Harga validitas hitung yang digunakan dalam penelitian adalah soal valid jika 𝛾𝑝𝑏𝑖 ≥ 0,4 dan jika < 0,4 soal tidak valid. 3.7.2 Uji Reliabilitas Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap (Suharsimi Arikunto, 2009: 86). Reliabilitas instrumen dihitung dengan menggunakan rumus Kuder dan Richardoon (K-R 21) sebagai berikut: 𝑛

𝑟11 = ( 𝑛−1) (1 −

𝑀(𝑛−𝑚) 𝑛 𝑆𝑡2

)

(Suharsimi Arikunto, 2009: 103)

Keterangan : 𝑟11 = Koefisien reliabilitas tes n

= Banyaknya butir item

38

M = Mean total (rata-rata hitung dari skor total) 1

= Bilangan Konstan

𝑆𝑡2 = Varian total Kriteria reliabilitas instrumen adalah (Suharsimi Arikunto, 2009: 75): Tabel 3.3 Kriteria koefisien reliabilitas Koefisien Validasi

Kriteria

Antara 0,800 sampai dengan 1,00

Sangat tinggi

Antara 0, 600 sampai dengan 0,800

Tinggi

Antara 0, 400 sampai dengan 0,600

Cukup

Antara 0, 200 sampai dengan 0,400

Rendah

Antara 0, 00 sampai dengan 0,200

Sangat rendah

Interpretasi terhadap koefisien reliabilitas tes (𝑟11 ) pada umumnya berpatokan dengan (Sudijono, 2005: 209): 1.

Apabila 𝑟11 sama dengan atau lebih besar daripada 0,70 berarti tes hasil belajar yang sedang di uji reliabilitasnya dinyatakan telah memiliki reliabilitas yang tinggi (reliable).

2.

Apabila 𝑟11 lebih kecil daripada 0,7 berarti bahwa tes hasil belajar yang sedang diuji reliabilitasnya dinyatakan belum reliabilitas yang tinggi (unreliable).

3.7.3 Uji Tahap Kesukaran

39

Suharsimi Arikunto (2009: 207) menyatakan bahwa indeks kesukaran (difficulty indeks) adalah bilangan yang menunjukkan sukarnya dan mudahnya sesuatu soal. Indeks kesukaran di beri simbol P, yang dirumuskan sebagai berikut: 𝑃=

𝐵

(Suharsimi Arikunto, 2005: 208)

𝐽𝑆

Keterangan: P = Indeks kesukaran B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan betul JS = jumlah seluruh siswa peserta tes Harga indeks kesukaran (Suharsimi Arikunto, 2009: 210) di interpretasikan menurut kriteria yang tersaji dalam table 3.4 berikut: Tabel 3.4 Kriteria Indeks Kesukaran Indeks Kesukaran

Kriteria

0,00 – 0,30

Soal Sukar

0,30 – 0,70

Soal Sedang

0,70 – 1,00

Soal Mudah

40

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi . 2008. Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Yogyakarta : Rineka Belawati, Tian. 2003. Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta : Universitas Terbuka Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : Rineka Cipta Halliday. 2010. Fisika Dasar jilid 1 Hamalik, Oemar. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Grasindo Putra, Sitiatava Rizema. 2012. Deesain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains. Yogyakarta : Diva Press Sanjaya, Wina. 2008. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Kencana Teguh & Eny. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam SMP/MTS kelas VII. Jakarta : Depdiknas TIM. 2012. Fisika IPA Terpadu SMP/MTS kelas VII. Jakarta. Erlangga Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Konstektual. Jakarta : Cerdas Pustaka Publisher

41

Related Documents

Bab 13
August 2019 42
Bab 13
July 2020 19
13. Bab 4.docx
July 2020 13
13. 308131062. Bab V
October 2019 21
13 Bab I.docx
April 2020 14
Bab 13 Sim.docx
April 2020 15

More Documents from "Erwin Djodi"

Rancangan Kps.docx
November 2019 20
Bab Ii Dan Iii.docx
November 2019 33
Bab 1-3(revisi 4).docx
April 2020 18