Bab Ii Dan Iii.docx

  • Uploaded by: Nytha Yunitha
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Dan Iii.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,531
  • Pages: 46
BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Teori-teori yang dikembangkan dalam komponen ini meliputi antara lain teori tentang tujuan pendidikan, organisasi kurikulum, isi kurikulum dan modul-modul pengembangan kurikulum (Sagala, 2008). Orang dapat mengamati tingkah laku seseorang telah belajar setelah membandingkan sebelum belajar. Adapun pengertian belajar yang dikemukakan para ahli adalah sebagai berikut : Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah dan merupakan hal yang kompleks. Kompleks belajar tersebut dapat dipandang dari dua subjek, yaitu dari siswa dan dari guru. Dari segi siswa, belajar dialami sebagai suatu proses. Siswa mengalami proses mental dalam menghadapi bahan belajar (Mudjiono, 2009: 17). De

Cecco

&

Crawford

menyatakan

pengetahuan,

pemahaman,

keterampilan, sikap dan sebagainya yang dimiliki seseorang tidak dapat diidentifikasi, karena ini merupakan kencendrungan perilaku saja. Hal ini dapat diidentifikasi bahkan dapat diukur dari penampilan (behavioral performance). Penampilan ini dapat berupa kemampuan menjelaskan, menyebutkan sesuatu, atau melakukan suatu perbuatan. Jadi kita dapat mengidentifikasi hasil belajar melalui penampilan. Namun demikian, individu dapat dikatakan telah menjalani proses

7

belajar, meskipun pada dirinya hanya ada perubahan dalam kecenderungan perilaku (Asra, 2009). 2.2 Prinsip- Prinsip Belajar Prinsip dikatakan juga landasan, dalam mengerjakan sesuatu seseorang harus mempunyai prinsip-prinsip tertentu yang akan menjadi pedoman untuk melakukan kegiatan tersebut, begitu juga halnya juga dengan belajar. Untuk menertibkan diri dalam belajar harus mempunyai prinsip belajar seperti yang kita ketahui prinsip-prinsip belajar memang kompleks tetapi dapat juga dianalisis dan diperinci dalam bentuk prinsip belajar atau azas belajar sebagaimana yang dinyatakan oleh William Burton dalam Hamalik (2010: 31) meliputi : 1. Proses belajar ialah pengalaman, berbuat, mereaksi, dan melampaui (under going). 2. Proses itu melalui bermacam-macam ragam pengalaman dan mata pelajaran yang terpusat pada suatu tujuan tertentu. 3. Pengalaman belajar secara maksimum bermakna bagi kehidupan siswa. 4. Pengalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan siswa sendiri yang mendorong motivasi yang kontinu. 5. Proses belajar dan hasil belajar disyarati oleh hereditas dan lingkungan. 6. Proses belajar dan hasil belajar secara material dipengaruhi oleh perbedaanperbedaan individual di kalangan siswa. 7. Proses belajar berlangsung secara efektif apabila pengalaman-pengalaman dan hasil-hasil yang diinginkan disesuaikan dengan kematangan siswa. 8. Proses belajar yang terbaik apabila siswa mengetahui status dan kemajuan.

8

9. Proses belajar yang terbaik apabila kesatuan fungsional dari berbagai prosedur. 10. Hasil-hasil belajar secara fungsional bertalian satu sama lain, tetapi dapat didiskusikan secara terpisah. 11. Proses belajar berlangsung secara efektif di bawah bimbingan yang merangsang dan membimbing tanpa tekanan dan paksaan. 12. Hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan keterampilan. 13. Hasil-hasil belajar diterima oleh siswa apabila memberi kepuasan pada kebutuhannya dan berguna serta bermakna baginya. 14. Hasil-hasil belajar dilengkapi dengan jalan serangkaian pengalamanpengalaman yang dapat dipersamakan dan dengan pertimbangan yang baik. 15. Hasil-hasil belajar itu lambat laun dipersatukan menjadi kepribadian dengan kecepatan yang berbeda-beda. 16. Hasil-hasil belajar yang telah dicapai adalah bersifat kompleks dan dapat berubah-ubah (pada tabel), jadi tidak sederhana dan statis. 2.3 Hasil Belajar Belajar memiliki tujuan yang erat hubungannya dengan kebutuhan individu dengan tujuan program yang telah ditentukan dalam kurikulum. Disamping itu, belajar bukan hanya menyampaikan ilmu pengetahuan, tetapi juga untuk memperoleh ilmu pengetahuan atas hasil yang dicapai atau disebut prestasi. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa pengertian hasil belajar adalah hasil yang dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya).

9

Gagne (Jufri, 2013: 58) mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan (performance) yang dapat teramati dalam diri seseorang dan disebut dengan kapabilitas. Menurut Gagne, ada lima kategori kapabilitas manusia yaitu: 1) Keterampilan intelektual (intelektual skill); 2) strategi kognitif (cognitive strategy); 3) informasi verbal (verbal information); 4) keterampilan motorik (motor skill); 5) sikap (attitude). Snelbecker (Rusmono, 2012) mengatakan bahwa perubahan atau kemampuan baru yang diperoleh siswa setelah melakukan perbuatan belajar adalah merupakan hasil belajar, karena belajar pada dasarnya adalah bagaimana perilaku seseorang berubah sebagai akibat dari pengalaman. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

prestasi

belajar merupakan gambaran penguasaan siswa dalam memahami pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam mengukur tingkat keberhasilan yang telah dikerjakan biasanya dilakukan tes atau ulangan yang akhirnya dapat ditentukan dengan nilai atau dalam bentuk angka atau simbol. 2.4 Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kaloborasi yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru (Rusman, 2011: 202-203). Nurulhayati

mengatakan

pembelajaran

kooperatif

adalah

strategi

pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam suatu kelompok kecil

10

untuk saling berinteraksi. Dalam system belajar yang kooperatif, siswa belajar kerja sama dalam anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar (Rusman, 2011: 202-203). Model pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru (Agus Suprijono, 2010: 54). Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan dengan asal-asalan. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkin guru mengelolah kelas akan lebih efektif. Model pembelajaran kooperatif akan efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan: (1). Memudahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasih dengan sesama. (2). Pengetahuan, nilai dan keterampilan diakui oleh mereka yang berkompeten menilai. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan (Agus Suprijono, 2010: 58 ) Lima unsur dalam pembelajaran kooperatif yaitu: 1. Saling ketergantungan positif. 2. Tanggung jawab perseorangan. 3. Interaksi promotif.

11

4. Komunikasi antar anggota. 5. Pemprosesan kelompok. Sanjaya (2006) mengatakan pembelajaran kooperatif akan efektif apabila (Rusman, 2011: 202-203). 1. Guru menekankan pentingnya usaha bersama disamping usaha secara individual. 2. Guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar. 3. guru ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman sendiri. 4. Guru menghendaki adanya pemerataan partisipasi aktif siswa. 5. Guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai masalah. Zamroni (2000) mengemukakan bahwa manfaat penerapan model pembelajaran kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud imput dalam level individu. Disamping itu penerapan model pembelajaran kooperatif mengembangkan solideritas sosial di kalangan siswa.dengan belajar kooperatif, diharapkan kelak akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki solideritas yang kuat (Trianto, 2010: 57-58) 2.5

Langkah Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Terdapat enam langkah utama dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran

dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, sering kali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokan kedalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja sama. Fase

12

terakhir pembelajaran kooperatif meliputi persentasi hasil akhir kerja kelompok atau evaluasi apa yang telah mereka pelajari dan member penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu (Agus Suprijono, 2010: 64). Agus Suprijono (2010: 65) mengemukakan langkah-langkah atau sintak model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: Fase-Fase

Aktivitas Guru

Menyampaikan tujuan dan memotivasi Guru menyampaikan semua tujuan siswa pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Menyajikan informasi

Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Mengorganisasikan siswa kedalam Guru menjelaskan kepada siswa kelompok-kelompok belajar bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membentuk setiap kelompok melakukan transisi secara efesien. Membimbing kelompok bekerja dan Guru membimbing kelompokbelajar kelompok belajar pada saat mereka mengrtjakan tugas. Evaluasi

Guru meng evaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempersentasikan hasil pekerjaannya.

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Sumber: Agus Suprijono (2010: 65)

13

2.6 Metode Eksperimen Eksperimen

dapat

didefinisikan

sebagai

kegiatan

terinci

yang

direncanakan untuk menghasilkan data untuk menjawab suatu masalah atau menguji sesuatu hipotesis. Suatu eksperimen akan berhasil jika variabel yang dimanipulasi dan jenis respon yang diharapkan dinyatakan secara jelas dalam suatu hipotesis, juga kondisi-kondisi yang akan dikontrol sudah tepat. Untuk keberhasilan ini, maka setiap eksperimen harus dirancang dulu kemudian di uji coba. Eksperimen dapat dikatakan dewa dalam pembelajaran fisika, karena esensi fisika bersentuhan dengan hal-hal yang bersifat fisis, dapat diukur, diamati, dan dijelaskan melalui konsep-konsep deskriptif. Nilai penting metode eksperimen dalam pembelajaran fisika mengalahkan nilai penting metode ini untuk pembelajaran bidang lain. 2.6.1 Pengertian Metode Eksperimen Metode eksperimen menurut Asmani (2011, 34) adalah metode pemberian kesempatan kepada peserta didik, baik perorangan atau kelompok untuk dilatih melakukan suatu proses atau percoabaan. Dalam proses belajar mengajar, dengan metode eksperimen, siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, keadaan atau proses sesuatu. Dengan demikian, siswa dituntut untuk mengalami sendiri , mencari kebenaran, atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik kesimpulan dari proses yang dialaminya itu. Metode eksperimen (percobaan) adalah suatu tuntutan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar menghasilkan suatu produk yang dapat

14

dinikmati masyarakat secara aman dan dalam pembelajaran melibatkan siswa dengan mengalami dan membuktikan sendiri proses dan hasil percobaan itu, (Sumantri,1999 dalam Rizema, 2013: 132). Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dengan suatu percobaan, mengalami dan membuktikan sendiri apa yang dipelajari, serta siswa dapat menarik suatu kesimpulan dari proses yang dialaminya. 2.6.2 Karakteristik Metode Eksperimen Terdapat beberapa karakteristik mengajar dalam menggunakan metode eksperimen serta hubungannya dengan pengalaman belajar siswa, seperti yang dikemukakan oleh Winataputra (Triadi, 2011), yaitu: 1. Ada alat bantu yang digunakan; 2. Siswa aktif melakukan percobaan; 3. Guru membimbing; 4.

Tempat dikondisikan;

5. Ada pedoman untuk siswa; 6. Ada topik yang dieksperimenkan; dan 7. Ada temuan-temuan. Pengalaman belajar siswa dari penggunaan metode eksperimen: (1) mengamati sesuatu hal; (2) menguji hipotesis; (3) menemukan hasil percobaan; (4) membuat kesimpulan (5) membangkitkan rasa ingin tahu siswa; dan (6) menerapkan konsep informasi dari eksperimen. Dari karakterisitik tentang metode eksperimen dapat ditarik kesimpulan bahwa metode eksperimen dapat dikembangkan dan diterapkan dalam

15

pembelajaran IPA dalam meningkatkan sikap ilmiah siswa, sikap ilmiah dapat muncul dalam pembelajaran melalui pengalaman melakukan eksperimen. Pembelajaran melalui eksperimen siswa menjadi lebih aktif, guru berusaha membimbing, melatih dan membiasakan siswa untuk terampil menggunakan alat, terampil merangkai percobaan dan mengambil kesimpulan yang merupakan tujuan pembelajaran IPA dalam melakukan metode ilmiah dan sikap ilmiah siswa. Dengan percobaan (eksperimen) melatih siswa untuk merekam semua data fakta yang diperoleh melalui hasil pengamatan dan bukan data opini hasil rekayasa pemikiran. Eksperimen membelajarkan siswa terlibat secara aktif sebagai upaya meningkatkan sikap ilmiah siswa. Dalam penemuan fakta dan data metode observasi dari sebuah eksperimen mempunyai peranan yang sangat penting bagi peningkatan sikap ilmiah yang diharapkan. 2.6.3 Kelebihan dan Kelemahan Metode Eksperimen Metode atau teknik eksperimen kerap kali digunakan kerena memiliki keunggulan/kelebihan sabagai berikut: 1. Akan membina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru melalui penemuan, sebagai hasil percobaannya yang diharapkan dapat bermanfaat

bagi

kesejahteraan

hidup

manusia;

Anak

didik

dapat

mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi, suatu sikap yang dituntut dari seorang ilmuwan (Asmani, 2011: 34-35).

16

2. Metode ini dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima informasi dari guru atau buku; Siswa memperoleh pengalaman dan keterampilan dalam melakukan eksperimen; Siwa dapat menggunakan serta melaksanakan prosedur metode ilmiah dan berfikir ilmiah; Siwa bisa memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif, realitas, dan menghilangkan verbalisme; Siswa lebih aktif berfikir dan berbuat Karena hal itu sangat diharapkan dalam dunia pendidikan modern; dan siswa bisa memperoleh ilmu pengatahuan sekaligus menemukan pengalaman praktis serta keterampilan dalam menggunakan alat percobaan (Rizema, 2013: 138). Selain kelebihan, metode eksperimen juga memiliki beberapa kelemahan/ kekurangan, adapun kelemahan/kekurangan metode eksperimen antara lain sebagai berikut: 1. Tidak

cukupnya

alat-alat

mengakibatkan

tidak

setiap

anak

didik

berkesempatan mengadakan eksperimen; Jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, anak didik harus menanti untuk melanjutkan pelajaran; serta metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidang-bidang ilmu dan teknologi (Asmani, 2011: 35). 2. Kesalahan dan kekagagalan siswa yang tidak terdeteksi oleh guru dalam bereksperimen berakibat siswa keliru dalam mengambilan kesimpulan; Sering kali mengalami kesulitan dalam melaksanakan eksperimen karena guru dan siswa kurang berpengalaman dalam melakukan eksperimen; Kebanyakan metode ini cocok untuk sains dan teknologi, kurang tepat jika diterapkan pada

17

pelajaran lain terutama bidang ilmu pengetahuan sosial; Pada hal-hal tertentu seperti pada eksperimen bahan-bahan kimia, kemungkinan memiliki bahaya selalu ada. Dalam hal ini faktor keselamatan kerja harus diperhitungkan; Metode ini memerlukan alat dan fasilitas yang lengkap jika kurang salah satu padanya, eksperimen akan gagal ( Rizema, 2013). Berdasarkan pendapat diatas jelas bahwa penerapan metode eksperimen dalam kegiatan pembelajaran di sekolah memiliki kelebihan dan manfaat. Kelebihan tersebut berorientasi pada optimalnya kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif. Disamping kelebihan yang dapat dirasakan oleh siswa dalam pembelajaran yang menggunakan metode eksperimen ada juga kekurangan atau kelemahannya didalam pembelajaran eksperimen, hal ini menuntut kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran eksperimen dengan mengawasi proses kerja sama dalam belajar yang dilakukan olah siswa. Hal ini berarti bahwa peran guru sangatlah penting dalam memberikan pengawasan sekaligus bimbingan bagi siswa. 2.6.4 Langkah-Langkah Metode Eksperimen Untuk terlaksananya dengan baik kita harus tahu langkah-langkah yang harus ditempuh dalam mengimplementasikan metode eksperimen agar dapat berjalan dengan lancar dan berhasil. Langkah-langkah eksperimen yang dikemukakan Ramyulis (2005 : 250) sebagai berikut: 1. Memberi penjelasan secukupnya tentang apa yang harus dilakukan dalam eksperimen.

18

2. Menentukan langkah-langkah pokok dalam membantu siswa dengan eksperimen 3. Sebelum eksperimen di laksanakan terlebih dahulu guru harus menetapkan: (a) Alat-alat apa yang diperlukan; (b) Langkah-langkah apa yang harus ditempuh; (c) Hal-hal apa yang harus dicatat; (d) Variabel-variabel mana yang harus dikontrol; 4. Setelah eksperimen guru harus menentukan apakah follow-up (tindak lanjut) eksperimen contohnya : (a) Mengumpulkan laporan mengenai eksperimen tersebut; (b) Mengadakan tanya jawab tentang proses; (c) Melaksanakan teks untuk menguji pengertian siswa. Menurut

Fathurrahman

(Abdillah,

2011)

Langkah-langkah

dalam

pembelajaran dengan metode eksperimen adalah a) Perencanaan: yaitu meliputi kegiatan menerangkan metode eksperimen, membicarakan terlebih dahulu permasalahan yang dapat diangkat, menetapkan alat-alat yang diperlukan, menentukan langkah-langkah apa saja yang perlu dicatat dan variabel-variabel yang harus dikontrol; b) Pelaksanaan: melaksanakan pembelajaran dengan metode eksperimen, mengumpulkan laporan, memproses kegiatan dan mengadakan tes untuk menguji pemahaman siswa. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan metode eksperimen menurut Fathurrahman (Abdillah, 2011) adalah sebagai berikut: a. Mempersiapkan terlebih dahulu bahan-bahan yang dibutuhkan. b. Mengusahakan siswa terlibat langsung sewaktu mengadakan eksperimen.

19

c. Memberikan pengarahan tentang petunjuk dan langkah-langkah kegiatan eksperimen yang akan dilakukan kepada siswa. d. Melakukan

pengelompokan

atau

masing-masing

individu

melakukan

percobaan yang telah direncanakan, bila hasilnya belum memuaskan dapat diulangi lagi untuk membuktikan kebenarannya. e. Mengarahkan setiap individu atau kelas dapat melaporkan hasil pekerjaannya secara tertulis. 2.7 Keterampilan Proses Sains (KPS) 2.7.1 Keterampilan Proses Sains Dasar Keterampilan proses sains dasar merupakan pondasi untuk melatih keterampilan proses terpadu yang lebih kompleks. Seluruh keterampilan proses ini diperlukan pada saat berupaya untuk mencatat masalah ilmiah. Keterampilan proses sains dasar mengacu pada pencapaian, penemuan, dan pengembangan konsep. Indrawati (1999: 5) menyatakan bahwa penjabaran masing-masing aspek keterampilan proses tersebut sebagai berikut: 1. Pengamatan (observasi) Sains dibangun berdasarkan kegiatan empiris, yaitu suatu kegiatan pemerolehan pengetahuan yang didasarkan atas observasi dan eksperimen. Observasi atau mengamati data didefinisikan sebagai suatu proses untuk memperoleh informasi atau mengenal suatu onjek atau peristiwa dengan menggunakan semua panca indera atau alat bantu yang merupakan pengembangan alat indera. Karakteristik dari keterampilan mengamati diantaranya adalah sebagai berikut:

20

a. Mengidentifikasikan ciri-ciri suatu benda, misalnya warna, bentuk, ukuran dengan menggunakan sebagian atau keseluruhan indera dan atau alat bantu. b. Mengidentifikasikan perbedaan dan persamaan yang nyata pada objek atau peristiwa. c. Membaca alat-alat ukur. d. Mencocokan gambar dengan uraian tulisan/benda. e. Memberikan suatu benda/peristiwa. 2. Menduga atau memprediksi Para ahli meyakini bahwa di alam ini terdapat suatu hubungan sebab akibat, untuk memahami adanya hubungan sebab akibat ini, salah satunya memerlukan keterampilan berpikir membuat prediksi. Prediksi atau dugaan sains dibuat atas dasar observasi dan inferensi yang tersusun menjadi suatu hubungan antara peristiwa-peristiwa atau fakta-fakta yang terobservasi. Keterampilan memprediksi merupakan suatu keterampilan membuat/mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan keuntungan suatu pola yang sudah ada. Karakteristik dari keterampilan memprediksi ini adalah: a. Menggunakan

pola-pola

keterampilan

atau

hubungan

informasi/hasil

observasi. b. Mengantisipasi suatu peristiwa berdasarkan pola atau kecenderungan. 3. Klasifikasi Kegiatan

ini

mengelompokan

suatu

objek

berdasarkan

persamaan/perbedaan atau ciri-ciri yang nampak dari objek tersebut dikenal dengan klasifikasi. mengklasifikasi dapat didefinisikan sebagai proses pengaturan

21

objek-objek atau peristiwa atau informasi deretan kelompok menurut cara atau suatu system tertentu. Karakteristik keterampilan mengklasifikasikan adalah sebagai berikut: a. Mencari persamaan objek-objek dalam suatu kelompok. b. Mencari perbedaan dari objek-objek. c. Membandingkan. d. Mengontraskan. e. Mencari dasar penggolongan. 4. Pengukuran (Measuring) Pengukuran adalah penemuan ukuran suatu objek, berapakah massa suatu objek, berapa banyak ruang yang ditempati suatu objek. Proses pengukuran digunakan untuk melakukan pengamatan kuantitatif. Trianto (2008: 75) menyatakan perilaku siswa saat melakukan pengukuran antara lain: a. Mengukur panajang, volume, massa, temperature, dan waktu dalam suatu yang sesuai. b. Memilih alat dan satuan yang sesuai dalam pengukuran. 5. Menyimpulkan (Inference) Hasil observasi yang diperoleh merupakan fakta atau data atau pertanyaanpertanyaan berupa informasi yang sesuai mengenai objek. Fakta atau data yang diperoleh dari hasil observasi seringkali memberikan suatu pola. Pola dari fakta dapat ditafsirkan lebih lanjut menjadi suatu penjelasan yang logis. Penjelasan atau interprestasi terhadap suatu data yang didasarkan atas hasil observasi ini disebut “inference” atau “inferensi”, yang di dalamnya digunakan pengalaman dan

22

pengetahuan yang telah dimiliki. Indrawati (1999: 8) menyatakan bahwa karakteristik dari keterampilan menyimpulkan adalah: a. Mengidentifikasi fakta-fakta berdasarkan hasil pengamatan. b. Menafsirkan fakta atau data menjadi suatu penjelasan yang logis. 6. Mengkomunikasikan Mengkomunikasikan dapat didefinisikan sebagai proses pengubahan informasi dari suatu media ke media lainnya. Karakteristik keterampilan mengkomunikasikan ini diantaranya adalah: a. Mengutarakan suatu gagasan. b. Menjelaskan penggunaan data hasil pengamatan atau memberikan informasi tentang suatu objek atau kejadian. c. Mengubah data dalam bentuk tabel ke bentuk lainya misalnya grafik atau peta. 2.7.2 Keterampilan Proses Sains Terpadu Keterampilan proses sains terpadu merupakan alat yang siap dipakai jika orang harus memecahkan masalah (Subiyanto, 1988: 117). Keterampilan proses sains terpadu dalam bentuk sederhananya meliputi: 1. Merumuskan masalah Ibrahim (2004: 88) berpendapat bahwa rumusan

masalah adalah

pertanyaan yang menyatakan hubungan antar variabel. Rumusan masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Merupakan kalimat Tanya. b. Terdapat dua atau lebih variabel. c. Mempertanyakan hubungan antar variabel.

23

2. Merumuskan hipotesis Hipotesis adalah dugaan tentang pengaruh apa yang diberikan oleh variabel bebas terhadap variabel terikat, hipotesis juga merupakan rumusan dugaan jawaban terhadap rumusan masalah. Hipotesis dinyatakan sebagai pengaruh yang diramalkan akan memiliki suatu variabel terhadap variabel lain (Ibrahim, 2004: 92). Merumuskan hipotesis adalah kemampuan menduga terhadap hubungan antar variabel berdasarkan kajian teoritis. Hipotesis biasanya dibuat sebelum melakukan penyelidikan dan dugaan sebagai patokan arah dalam mencari data yang diperlukan (Supriyati, 2007: 8.19). 3. Identifikasi Variabel Identifikasi variabel adalah satu ketrampilan proses yang diperlukan siswa apabila akan melakukan suatu investigasi (penyelidikan). Siswa diharapkan dapat memahami apa yang disebut dengan variabel. Variabel adalah suatu yang dapat berubah dalam suatu situasi. Subiyanto (1988: 117) menyatakan bahwa variabel dapat dibedakan atas tiga, yaitu: a. Variabel manipulasi, adalah variabel yang sengaja diubah dan dapat secara bebas melakukan manipulasi. b. Variabel respon, adalah variabel yang harganya berubah sebagai akibat dari pemanipulasian variabel manipulasi. c. Variabel kontrol, adalah variabel yang dijaga agar tidak mempengaruhi hasil eksperimen.

24

4. Menentukan definisi operasional variabel Trianto (2008: 77) berpendapat bahwa definisi operasional variabel adalah perumusan suatu definisi yang berdasarkan pada apa yang dilakukan atau apa yang diamati, beberapa perilaku yang dikerjakan siswa dalam menentukan definisi operasional variabel adalah: a. Memaparkan pengalaman-pengalaman dengan menggunakan objek-objek kongkrit. b. Mengatakan apa yang diperlukan objek-objek tersebut. c. Memaparkan perubahan-perubahan atau pengukuran-pengukuran selama suatu kejadian. 5. Melakukan eksperimen Eksperimen adalah aktivitas yang memadukan semua keterampilan proses ilmu pengetahuan alam yang telah dipelajari sebelumnya. Suatu eksperimen dapat diawali dengan suatu pertanyaan. Berbagai tahap dalam menjawab pertanyaan tersebut dapat mencakup mengidentifikasi variabel, merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variabel yang harus dikendalikan, membuat definisi operasional, merancang investigasi, mengumpulkan data dan menafsirkan data (subiyanto, 1988: 130). 6. Penyusunan tabel data Keterampilan menyusun tabel data adalah kemampuan yang dibutuhkan dalam menyusun atau mengorganisasikan informasi dengan cara yang efisien dan mudah dibaca bentuk tabel. Menyusun tabel dari data yang dimiliki dapat berasal dari hasil bereksperimen (Supriyati, 2007: 18)

25

7. Penarikan kesimpulan (Inference) Indrawati (1990: 8) menyatakan bahwa hasil observasi yang diperoleh merupakan fakta atau data atau pertanyaan-pertanyaan berupa informasi yang sesuai mengenai objek. Fakta atau data yang diperoleh dari hasil observasi sering memberikan suatu pola. Pola dari fakta dapat ditafsirkan lebih lanjut menjadi suatu penjelasan yang logis. Penjelasan atau interprestasi terhadap suatu data didasarkan atas hasil observasi ini disebut “inference” atau “inferensi”, yang didalamnya digunakan pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki. Karakteristik dari keterampilan menyimpulkan sebagai berikut : a. Mengidentifikasi fakta-fakta berdasarkan hasil pengamatan. b. Menafsirkan fakta atau data menjadi suatu penjelasan yang logis. 2.8

Materi Pokok Kalor

2.8.1 Pengertian Kalor Irawan & Sunardi, (2010: 139) menyatakan seorang ahli kimia berkebangsaan Perancis, bernama Antoine Laurent Lavoisier (1743-1794) untuk pertama kalinya memperkenalkan istilah kalor, menurutnya kalor merupakan semacam zat alir, yaitu zat yang mengalir dari suatu benda ke benda yang lain. Kalor akan mengalir dari benda yang suhunya lebih tinggi ke banda yang suhunya lebih rendah, jika kedua benda itu bercampur atau bersentuhan. Satuan kalor pada masa itu dinyatakan dalam satuan kalori. Satu kalori didefinisikan sebagai “banyaknya kalor yang diperlukan untuk memanaskan satu gram air sehingga suhunya naik sebesar 1 oC”.

26

Teori kalor sebagai zat alir yang dikemukakan oleh Lavoisier banyak mengalami tentangan antara lain dari Benyamin Thompson atau Count Rumford (1753–1814) dari Amerika, yang menemukan kalor pada peristiwa pengeboran logam. Teori zat alir tidak dapat menjelaskan kejadian ini dengan memuaskan. Selain itu, Robert Mayer (1814–1878) mengemukakan bahwa kalor bukan merupakan zat alir tetapi merupakan suatu bentuk energi, ia membuktikannya dengan mengguncang-guncangkan air didalam botol, ternyata air menjadi panas/suhunya naik. James Prescott Joule (1818–1889) menyatakan bahwa kalor merupakan suatu bentuk energi (Irawan & Sunardi, 2010: 139), Ia membuktikannya dengan melakukan percobaan menggunakan alat seperti pada gambar 2.1 :

Gambar 2.1 Alat Percobaan Joule James Prescott Joule melakukan percobaan dengan cara mengaduk air dengan menjatuhkan beban. Jika dua beban pada alat itu dijatuhkan dari suatu ketinggian, maka beban akan bergerak dan menyebabkan pada (suhu-suhu) dalam tangki berputar. Hal ini menyebabkan suhu air dalam tangki menjadi naik. Kalor yang timbul karena energi potensial beban berubah menjadi energi kinetik dan energi kinetik berubah menjadi energi kalor. Dari percobaan tersebut Joule

27

menyimpulkan bahwa perbandingan antara usaha yang dilakukan dan kalor yang timbul merupakan bilangan tetap, yang besarnya 4,186 x 103, dibulatkan menjadi 4,2 x 103 (Irawan & Sunardi, 2010: 140). Kalor merupakan suatu bentuk energi, maka satuan untuk kalor dalam SI sama dengan satuan energi yaitu joule (J). Adapun kesetaraan antara satuan kalori dengan joule, yaitu 1 kalori = 4,2 joule, atau 1 joule = 0,24 kalori (Irawan & Sunardi, 2011: 140). Satu kalori dapat didefinisikan banyaknya kalor yang diperlukan tiap 1 gram air, sehingga suhunya naik 1 oC. Sedangkan satu kilokalori didefinisikan banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan 1 kg air, sehingga suhunya naik 1 oC (Sugiyarto & Ismawati, 2008: 101). Kalor adalah bentuk energi yang secara alamiah berpindah dari benda yang suhunya tinggi ke benda yang suhunya rendah ketika kedua benda disentuhkan atau dicampur (Kanginan, 2002: 129). Kalor juga dapat berpindah dari suhu rendah ke suhu yang lebih tinggi jika dibantu dengan alat, contohnya mesin pendingin (Sugiyarto & Ismawati, 2008: 98). 2.8.2 Pengaruh Kalor Terhadap Suatu Zat Suatu zat apabila diberi kalor terus menerus, maka dapat menyebabkan dua peristiwa (Kanginan, 2002: 131) yaitu : 1. Pengaruh Kalor Terhadap Suhu Suatu Zat Benda-benda yang bersuhu lebih tinggi dari lingkungannya akan cenderung melepaskan kalor, demikian juga sebaliknya benda-benda yang bersuhu lebih rendah dari lingkungannya akan cenderung menerima kalor untuk menstabilkan kondisi dengan lingkungan disekitarnya (Winarsih dkk, 2008: 115). Suhu zat akan

28

berubah ketika zat tersebut melepaskan atau menerima kalor. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kalor dapat mengubah suhu suatu benda.Kalor berhenti mengalir ketika suhu kedua benda sudah sama (Kanginan, 2002: 129). Joseph Black (1728–1799) seorang ilmuwan dari Inggris, mengemukakan bahwa bila dua zat dicampur, maka kalor yang dimiliki oleh zat yang suhunya lebih tinggi akan mengalir ke zat yang suhunya lebih rendah sehingga terjadi keseimbangan energi (Irawan & Sunardi, 2011: 174). Pernyataan tersebut dikenal sebagai asas black, persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut : Qlepas = Qterima Banyaknya kalor yang diperlukan untuk meningkatkan suhu suatu zat (Kanginan, 2002: 134) adalah : a)

Sebanding dengan massa zat (m)

b)

Sebanding dengan kalor jenis zat (c), dan

c)

Sebanding dengan kenaikan suhu zat (∆T) Hubungan antara banyaknya kalor dengan massa zat, kalor jenis zat dan

kanaikan suhu dapat ditulis sebagai berikut (Kanginan, 2002: 134): Q = m c ∆T

.............................................................................. (2.1)

Keterangan : Q = kalor yang diperlukan atau dilepaskan (J) m = massa benda (kg) c = kalor jenis benda (J/kg oC) ∆T = kanaikkan suhu (oC)

29

Kalor jenis zat dapat di definisikan sebagai banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg zat sebesar 1 oC atau 1 K. Kalor jenis air adalah 4200 J/kg oC, itu berarti bahwa kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg air sebesar 1 oC adalah 4200 J (Kanginan, 2002: 135). Kalor jenis berbagai zat ditunjukkan pada tabel dibawah ini (Winarsih dkk, 2008: 118) Tabel 2.1 Kalor Jenis Berbagai Zat No.

Jenis Zat

Kalor Jenis Zat (J/kg oC)

1.

Air

4200

2.

Alkhol

2300

3.

Aluminium

900

4.

Baja

450

5.

Besi

460

6.

Emas

130

7.

Es

2100

8.

Gliserin

2400

9.

Kaca

670

10.

Kayu

1700

11.

Kuningan

370

12.

Marmer

860

13.

Minyak tanah

2200

14.

Perak

234

15.

Raksa

140

16.

Seng

390

17.

Tambaga

390

18.

Timah hitam

130

30

19.

Timbal

130

20.

Udara

1000

Sumber: Anni Winarsih (2008: 118).

Kapasitas kalor (C) adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat sebesar 1 oC atau 1 K. Secara matematis, kapasitas kalor dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut (Irawan & Sunardi, 2011: 152): C = m c .......................................................................................... (2.2) Keterangan : C = kapasitas kalor (J/ oC atau J/K) m = massa benda (kg) c = kalor jenis (J/kg oC atau J/kg K) 2. Pengaruh Kalor Terhadap Perubahan Wujud Benda/zat Suatu zat apabila diberi kalor terus menerus dan mencapai suhu maksimum, maka zat akan mengalami perubahan wujud. Peristiwa ini juga berlaku jika suatu zat melepaskan kalor terus menerus dan mencapai suhu minimumnya. Perubahan wujud suatu zat akibat pengaruh kalor dapat digambarkan dalam skema berikut (Winarsih dkk, 2008: 122)

31

Gambar 2.2 Skema Perubahan Wujud Zat Keterangan : 1 = mencair/melebur

4 = mengembun

2 = membeku

5 = menyublim

3 = menguap

6 = mengkristal

1.

Menguap Penguapan adalah peristiwa perubahan wujud zat dari cair mejadi gas. Zat

cair menguap karena beberapa molekulnya bergerak lebih cepat daripada molekulmolekul lainnya. Dalam zat cair, molekul-molekul saling bertabrakan, dan molekul-molekul yang bergerak lebih cepat dan dekat ke permukaan dapat meninggalkan molekul-molekul lainnya untuk membentuk gas. Pada waktu menguap, zat cair memerlukan kalor (Kanginan, 2002: 139). Proses penguapan zat cair dapat dipercepat dengan melakukan beberapa cara sebagai berikut (Kanginan, 2002: 140): a)

Memanaskan

b)

Memperluas permukaan

32

c)

Meniupkan udara diatas permukaan

d)

Menyemburkan zat cair

e)

Mengurangi tekanan pada permukaan

Gambar 2.3 Cara mempercepat proses penguapan 2.

Mendidih Mendidih adalah peristiwa penguapan zat cair yang terjadi diseluruh bagian

zat cair tersebut(Winarsih dkk, 2008: 125). Irawan & Sunardi (2011: 159) menyatakan peristiwa mendidih dapat dilihat dengan munculnya gelembunggelembung yang berisi uap air dan bergerak dari bawah ke atas dalam zat cair. Suhu zat cair pada saat mendidih adalah tetap atau tidak berubah walaupun kalor terus diberikan.Suhu tetap pada saat mendidihnya suatu zat dikatakan sebagai titik didih. Pada air mendidih yang tidak lagi diberikan kalor maka air itu tidak akan mendidih lagi dan suhunya turun, ini berarti suatu zat memerlukan kalor untuk mendidih. Kalor uap suatu zat adalah banyaknya kalor (dalam joule) yang diperlukan untuk menguapkan 1 kg zat cair pada titik didihnya (Kanginan, 200: 143). Satuan

33

kalor uap adalah J/kg. Secara matematis kalor yang diperlukan untuk menguapkan 1 kg zat cair pada titik didihnya dirumuskan sebagai berikut : Q = m U .................................................................................. (2.3) Keterangan : (Kanginan, 2002: 143) Q = kalor yang diperlukan (menguap) atau dilepaskan (mengembun) (J) m = massa zat (kg) U = kalor uap (J/kg) Uap yang didinginkan akan berubah bentuk menjadi zat cair, proses ini yang disebut mengembun.Pada waktu mengembun zat melepaskan kalor, banyaknya kalor yang dilepaskan pada waktu mengembun sama dengan banyaknya kalor yang diperlukan diperlukan waktu menguap dan suhu dimana zat mulai mengembun sama dengan suhu dimana zat mulai menguap (Winarsih dkk, 2008: 127) Kalor uap = Kalor embun Titik didih = Titik embun Titik didih dan kalor uap beberapa zat dapat dilihat pada tabel 2.2 (Irawan & Sunardi, 2011: 160). Tabel 2.2 Titik didih dan kalor uap beberapa zat Titik Didih Normal ( oC)

No.

Jenis Zat

1.

Alkohol

78

1.100.000

2.

Air

100

2.260.000

3.

Raksa

357

272.000

4.

Timah hitam

1.750

871.000

5.

Tembaga

1.187

5.069.000

34

Kalor Uap (J/kg)

6.

Perak

2.193

2.336.000

7.

Emas

2.660

1.578.000

8.

Aluminium

2.450

10.500.000

9.

Timbal

1.620

735.000

Sumber: Irwan & Sunardi, 2011: 160

Tekanan berpengaruh terhadap titik didih, kenaikan tekanan pada permukaan air akan menaikkan titik didihnya. Sebaliknya, penurunan tekanan pada permukaan air akan menurunkan titik didihnya (Irawan & Sunardi, 2011: 162). Titik didih suatu zat juga bisa dipengaruhi oleh pencampuran zat lain, penambahan suatu zat dapat menaikkan titik didih (Irawan & Sunardi, 2011: 163). 3.

Melebur dan Membeku Perubahan wujud zat dari padat menjadi cair disebut melebur, sedangkan

perubahan wujud zat dari cair menjadi padat disebut membeku (Irawan & Sunardi, 2008: 164). Kanginan (2002: 148) menyatakan bahwa untuk melebur zat memerlukan kalor, dan suhu zat tetap. Sebaliknya, untuk membeku zat melepaskan kalor dan pada waktu membeku suhu zat tetap. Kalor yang diperlukan untuk meleburkan 1 kg zat padat menjadi 1 kg zat cair pada titik leburnya dinamakan kalor lebur. Sebaliknya, kalor yang dilepaskan pada waktu 1 kg zat cair membeku menjadi 1 kg zat padat pada titik bekunya dinamakan kalor beku. Besarnya kalor lebur dapat dirumuskan sebagai berikut (Kanginan, 2002: 149) Q

L=m

......................................................................................... (2.4)

Keterangan : Q = kalor yang diserap/dilepas (J) m = massa zat (kg)

35

L = kalor lebur (J/kg) Titik lebur dan kalor lebur beberapa zat dapat dilihat pada tabel 2.3 (Winarsih dkk, 2008: 131)

No. Jenis Zat

Tabel 2.3 Titik Lebur dan Kalor Lebur Beberapa Zat Titik lebur ( oC) Kalor lebur (J/kg)

1.

Alkohol

-97

69.000

2.

Aluminium

660

403.000

3.

Amoniak

-75

452.500

4.

Es

0

336.000

5.

Platina

1769

113.000

6.

Raksa

-39

120.000

7.

Tembaga

1083

206.000

8.

Timbal

327

25.000

Sumber: Winarsih dkk, 2008: 131

Titik lebur juga dipengaruhi oleh tekanan, penambahan tekanan terhadap suatu zat dapat menurunkan titik leburnya (Irawan &Sunardi, 2011: 170).Selain itu, titik lebur juga bisa dipengaruhi oleh pencampuran zat lain,penambahan zat lain pada suatu zat dapat menurunkan titik lebur zat tersebut (Irawan & Sunardi, 2011: 172). 4.

Menyublim dan Mengkristal Menyublim yaitu peristiwa perubahan wujud zat padat menjadi gas. Saat

penyubliman zat memerlukan energi kalor. Sedangkan mengkristal atau disebut juga mendeposisi merupakan peristiwa perubahan wujud zat dari gas menjadi

36

padat (Sugiyarto & Ismawati, 2008: 104). Pada proses pengkristalan zat melepaskan energi kalor. 2.8.3

Perpindahan Kalor Kalor dapat berpindah dari satu tempat ketempat lain dengan tiga cara, yaitu

konduksi atau hantaran, konveksi atau aliran, dan radiasi atau pancaran (Sugiyarto & Ismawati, 2008: 112). 1.

Konduksi atau hantaran Konduksi adalah perpindahan kalor melalui suatu zat tanpa disertai

perpindahan partikel-partikel zat tersebut (Sugiyarto & Ismawati, 2008: 112). Berdasarkan daya hantar kalor, benda dibedakan menjadi dua (Sugiyarto & Ismawati, 2008: 113) yaitu: a. Konduktor Konduktor adalah zat yang memiliki daya hantar kalor baik. Contoh : besi, baja, tembaga, dan aluminium b. Isolator Isolator adalah zat yang memiliki daya hantar kalor kurang baik. Contoh : kayu, plastik, kertas, kaca dan air Bahan yang bersifat konduktor sering dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari berupa panci, cerek, wajan, dan sebagainya. Sementara pemanfaatan sifat isolator dalam kehidupan sehari-hari berupa pegangan panci, solder listerik, pegangan setrika, dan lain-lain (Irawan & Sunardi, 2011: 177).

37

Gambar 2.4 Solder listrik

Gambar 2.5 Setrika listrik 2.

Konveksi atau aliran Konveksi adalah perpindahan kalor pada suatu zat yang disertai perpindahan

partikel-partikel zat tersebut (Sugiyarto & Ismawati, 2008: 113). Konveksi terjadi karena perbedaan massa jenis zat. Konveksi udara dimanfaatkan oleh nelayan untuk berlayar mencari ikan. Nelayan berangkat pada malam hari saat terjadi angin darat, dan pulang pada siang hari saat terjadi angin laut. Angin laut terjadi pada saat udara bergerak dari laut ke darat. Pada saat siang hari tanah lebih cepat menjadi panas daripada laut, sehingga udara diatas daratan lebih panas daripada udara diatas laut, sehingga udara panas didaratan akan naik dan tempatnya akan digantikan oleh udara dingin dari permukaan laut (Irawan & Sunardi, 2011: 181). Angin darat terjadi pada saat udara bergerak dari darat ke laut. Pada saat malam hari, tanah lebih cepat dingin daripada laut, sehingga udara diatas daratan lebih dingin daripada udara diatas laut dan udara panas diatas laut naik dan tempatnya digantikan oleh udara dingin dari daratan (Irawan & Sunardi, 2011: 182).

38

3.

Gambar 2.6 Skema angin darat Radiasi atau Pancaran

Gambar 2.7 Skema angin laut

Radiasi atau pancaran adalah perpindahan kalor yang tidak memerlukan zat perantara (medium), sehingga radiasi dapat terjadi dalam ruang hampa (vakum) (Irawan & Sunardi, 2011: 182). Permukaan benda hitam, kusam, dan kasar merupakan pemancar dan penyerap kalor yang baik. Sedangkan permukaan benda putih, mengkilap dan halus merupakan pemancar dan penyerap kalor yang buruk (Sugiyarto & Ismawati, 2008: 117).

Gambar 2.8 Contoh peristiwa radiasi

39

BAB III METODE PENELITIAN

3.1

Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen, yaitu penelitian yang

dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari ”sesuatu” yang dikenakan pada subjek selidik (Suharsimi Arikunto, 2005: 207). Penelitian ini adalah penelitian yang dilaksanakan pada satu kelompok saja tanpa kelompok pembanding dan menggunakan tes awal sehingga besarnya efek dari eksperimen dapat diketahui dengan pasti. Penelitian ini berusaha untuk menjawab permasalahan yang diajukan peneliti mengenai penerapan model kooperatif dengan metode eksperimen pada materi pokok kalor di kelas VII semester I SMP Negeri 8 Palangka Raya. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah one group pretest posttest design (Suharsimi Arikunto, 2005: 212) 3.2

Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di SMP Negeri 8 Palangka Raya Jalan

Tamanggung Tilung Palangka Raya dan dilaksanakan jadwal bulan November 2015 sampai selesai.

40

3.3

Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Populasi penelitian adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kelas VII Semester I SMP Negeri 8 Palangka Raya Tahun Ajaran 2015/2016 yang terdiri dari 8 kelas dengan jumlah orang siswa. Sebaran populasi seperti pada tabel 3.1

Kelas

Tabel 3.1 Sebaran populasi kelas VII SMPN-8 Palangka Raya VII-1 VII-2 VII-3 VII-4 VII-5 VII-6 VII-7

VII-8

Jumlah 38 38 37 37 38 38 38 38 Siswa Sumber : Tata Usaha SMPN-8 Palangka Raya Tahun Ajaran 2014/2015

VII-9 37

3.3.2 Sampel Penelitian Sampel pada penelitian ini sebanyak 1 kelas. Pemilihan sampel penelitian dilakukan secara acak (random sampling) berdasarkan kelas dengan asumsi kelasnya homogen yaitu dengan melakukan undian terhadap semua kelas populasi yang akan dijadikan sebagai kelas sampel.Setelah diundi kelas yang terpilih sebagai kelas sampel. 3.4

Tahap Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

3.4.1 Tahap Persiapan Penelitian Tahap persiapan penelitian adalah sebagai berikut : 1.

Menetapkan tempat penelitian

2.

Permohonan izin penelitian pada instansi terkait

3.

Menentukan sampel penelitian

41

4.

Membuat instrumen penelitian

5.

Melaksanakan uji coba instrumen

6.

Menganalisis data uji coba instrumen

3.4.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian Tahap pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut: 1.

Pada sampel diajarkan materi pokok kalor menggunakan model kooperatif dengan metode eksperimen. Jumlah pertemuan pembelajaran di kelas sampel dilaksanakan sebanyak 3x (tiga kali) pertemuan. Pada saat pembelajaran berlangsung dilakukan pelatihan keterampilan proses sains terhadap kemampuan siswa dalam mengerjakan LKPD, pelatihan dilakukan oleh peneliti.

2.

Pada kelas sampel setelah kegiatan pembelajaran berlangsung diberi tes berupa THB dengan soal pilihan ganda sebagai alat evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar kognitif siswa terhadap materi kalor.

3.

Sampel diberi tes praktik untuk mengetahui keterampilan proses sains siswa, yang diamati oleh empat orang pengamat yang sudah dilatih. Setiap satu orang pengamat mengamati satu orang siswa.

3.4.3

Analisis Data Setelah data terkumpul, maka peneliti melakukan langkah-langkah

sebagai berikut: 1. Menganalisis data keterampilan proses sains siswa setelah menggunakan model kooperatif dengan metode eksperimen pada materi kalor.

42

2. Menganalisis hasil belajar kognitif untuk menghitung seberapa besar ketuntasan individu, klasikal dan TPK setelah menerima pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif dengan metode eksprerimen pada materi kalor. 3.5

Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Tes keterampilan proses sains dalam bentuk tes kinerja yaitu dengan merumuskan hipotesis, mengidentifikasi variabel, mengumpulkan data, menganalisis data dan menarik kesimpulan. Tes ini dilakukan setelah semua kegiatan belajar-mengajar menggunakan model kooperatif dengan metode eksperimen pada materi kalor selesai yang diisi oleh 4 orang pengamat. 2. THB disusun dengan mengacu kepada silabus KTSP SMPN-8 Palangka Raya Tahun Ajaran 2015/2016. THB berupa tes objektif dalam bentuk pilihan ganda berjumlah 30 soal dengan 4 (empat) pilihan jawaban. Instrumen ini digunakan untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar kognitif siswa setelah diberi pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan metode eksperimen. Setiap item tes dijawab dengan benar mendapat skor 1 dan item yang dijawab salah mendapat skor 0. Adapun kisikisi soal dapat di lihat pada tabel 3.2 berikut ini :

43

Table 3.2 Kisi-kisi Tes Hasil Belajar (THB) Untuk Uji Coba Satuan Pendidikan : SMP Mata Pelajaran : IPA Fisika Pokok Bahasan : Kalor

Kelas/Semester : VII/I Tahun Pelajaran : 2015/2016

Indikator Tujuan Pembelajaran Khusus Menyelidiki pengaruh kalor terhadap perubahan suhu benda

Jawaban

Soal

Soal

Aspek

1. Mendefinisikan pengertian kalor

C1

1,2

A,A

2. Menjelaskan pengaruh kalor terhadap perubahan suhu zat

C2

3

B

3. Menyebutkan pengertian kalor jenis zat

C1

4

A

4. Menyebutkan pengertian kapasitas kalor

C1

5

A

5. Mengemukakan benda yang cepat menerima kalor dalam kehidupan sehari-hari

C2

6

B

6. Menyelesaikan soal hitungan yang berhubungan dengan pengaruh kalor terhadap perubahan suhu zat

C3

7,8,9

A,C,B

10,11

A,B

12

A

Menyelidiki 7. Menjelaskan pengaruh C2 pengaruh kalor kalor terhadap perubahan terhadap wujud zat perubahan wujud zat Menyelidiki faktor-faktor

No

8. Menyebutkan pengertian C1 penguapan

44

yang dapat mempercepat penguapan

9. Menyebutkan faktor- C1 faktor yang dapat mempercepat penguapan

13,14,

B,C,C

15

Menyelidiki 10. Menjelaskan pengertian C2 banyaknya kalor mendidih yang di butuhkan 11. Menyebutkan pengertian C1 pada saat melebur mendidih dan melebur 12. Menjelaskan pengertian C2 kalor uap

16

A

17

C

18

C

13. Menjelaskan kalor lebur

19

A

D,B

pengertian C2

Menerapkan hubungan Q = m.c.∆t Q = m.U Q = m.L Untuk menyelesaikan masalah sederhana

14. Menyelesaikan soal C3 hitungan menggunakan hubungan Q = m c ∆T

20,21,

15. Menyelesaikan soal C3 hitungan menggunakan hubungan Q = m U

22

16. Menyelesaikan soal C3 hitungan menggunakan hubungan Q = m L

23

A

Menyelidiki perpindahan kalor sacara konduksi (untuk zat padat), konveksi (untuk zat cair dan gas), dan radiasi Mengidentifikasi zat yang termasuk konduktor dan isolator Mengaplikasikan konsep

17. Menjelaskan perpindahan C2 kalor secara konduksi

24

A

18. Menjelaskan perpindahan C2 kalor secara konveksi

25

B

19. Menjelaskan perpindahan C2 kalor secara radiasi

26

C

20. Menyebutkan yang termasuk konduktor

zat-zat C1 bahan

27

B

21. Menjelaskan aplikasi C2 konsep perpindahan kalor

28

A

45

D

perpindahan kalor untuk menyelesaikan masalah fisika

3.6

dalam kehidupan seharihari 22. Menentukan benda-benda C3 yang berhubungan dengan pemanfaatan kalor

29,30

C,A

Uji Coba Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang di uji coba adalah THB, berupa tes soal-soal

pilihan ganda dengan jumlah 30 soal dengan 4 pilihan jawaban. Uji coba dilakukan dikelas VII SMPN-8 Palangka Raya yang telah menerima materi kalor. Uji coba penelitian ini meliputi validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda instrumen. 3.7 3.7.1

Teknis Analisis Uji Coba Instrumen Uji Validitas Instrumen Sebuah tes disebut valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang

hendak diukur (Suharsimi, 2008: 59). Untuk menguji validitas instrumen igunakan rumus Point Biserial (Suharsimi, 2012: 93) sebagai berikut :

r pbis 

M p  Mt St

p q

………………..........………..……(3.1)

Keterangan :  pbi

= Koefisien korelasi point biserial

Mp

= Rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari

validitasnya

M t = Rerata skor total

46

St

= Standar deviasi skor total

p

= Proporsi siswa yang menjawab benar

 banyaknya siswa yang menjawabbenar   P   jumlah seluruh siswa   q

.………… (3.2)

= Proporsi siswa yang menjawab salah ( q = 1 – p ) Tabel 3.3 Kriteria Validitas Instrumen Koefisien Validasi

Kriteria

Antara 0,800 sampai dengan 1,00

sangat tinggi

Antara 0,600 sampai dengan 0,800

tinggi

Antara 0,400 sampai dengan 0,600

cukup

Antara 0,200 sampai dengan 0,400

rendah

Antara 0,00 sampai dengan 0,200

Sangat rendah

Sumber : Suharsimi (2012 : 89) 3.7.2 Uji Reliabilitas Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat mempunyai taraf suatu kepercayaan tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap (Suharsimi Arikunto, 2012: 100). Untuk menguji reliabilitas instrumen menggunakan rumus Kuder Richardson 21 yaitu sebagai berikut:  n  M (n - M)   r11   1  nS12   n - 1 

……….…..…………...................… (3.3)

Keterangan: r11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan. n

= Banyaknya item

M = Mean atau rerata skor total

47

St2 = Varian total Kriteria reliabilitas instrumen pada tabel 3.4 (Suharsimi, 2012: 117). Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas Reliabilitas Kriteria 0,800 – 1,00

Sangat Tinggi

0,600 – 0,800

Tinggi

0,400 – 0,600

Cukup

0,200 – 0,400

Rendah

0,00 – 0,200

Sangat Rendah

Sumber : Suharsimi Arikunto, 2012: 89 3.7.3 Uji Taraf Kesukaran Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index) (Suharsimi, 2008: 207). Untuk menentukan indeks kesukaran digunakan rumus (Suharsimi, 2012: 223) sebagai berikut : P

B ……………………………………........................……. (3.4) JS

Keterangan: P

= Taraf kesukaran

B

= Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan betul

JS

= Jumlah seluruh siswa peserta tes

Klasifikasi indeks kesukaran pada tabel dibawah ini (Suharsimi, 2012: 225) :

48

Tabel 3.5 Klasifikasi indeks kesukaran Indeks Kesukaran

Kriteria

Antara 0,00 sampai dengan 0,30

Soal Sukar

Antara 0,30 sampai dengan 0,70

Soal Sedang

Antara 0,70 sampai dengan 1,00

Soal Mudah

Sumber: Suharsimi, 2012: 225 Suharsimi (2008: 210) mengatakan soal dianggap baik yaitu soal-soal sedang yang mempunyai taraf kesukaran 0,30 sampai 0,70. 3.7.4 Uji Daya Pembeda Butir soal Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah) (Suharsimi, 2008: 211). Untuk menguji daya pembeda digunakan rumus (Suharsimi, 2012: 228) sebagai berikut : D

B A BB  = PA - PB .......…...........…………………….……..….. (3.5) JA JB

Keterangan: D

= daya pembeda

J

= jumlah peserta tes

JA

= banyaknya peserta kelompok atas

JB

= banyaknya peserta kelompok bawah

BA

= banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar

BB

= banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar

49

PA =

BA JA

= Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar (P adalah indeks kesukaran)

PB

= Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar. Sebuah instrumen dikatakan baik dalam membedakan kemampuan siswa

bergantung dari nilai daya pembeda suatu instrumen. Suharsimi (2008: 218) mengatakan butir-butir soal yang baik adalah butir-butir soal yang mempunyai nilai daya pembeda 0,4 sampai 0,7. Kriteria daya pembeda diklasifikasikan pada tabel 3.6 (Suharsimi 2012: 232) : Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda Klasifikasi Daya Pembeda

Kriteria

0,00 – 0,20

Jelek (Poor).

0,20 – 0,40

Cukup (Satisfactory).

0,40 – 0,70

Baik (Good).

0,70 – 1,00

Baik Sekali (Excellent).

Negatif

Semuanya tidak baik, jadi sumua butir soal mempunyai nilai negatif sebaiknya dibuang saja.

Sumber : Suharsimi Arikunto, 2012: 232 3.8

Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data meliputi hal-hal berikut :

1.

Pengisian lembar pengamatan keterampilan proses sains oleh pengamat.

2.

Melakukan evaluasi terhadap siswa mengenai materi yang sudah disampaikan

50

3.9

Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis statistik

deskriptif kuantitatif dimaksudkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian dalam rangka perumusan kesimpulan. 1. Keterampilan Proses Sains Tes keterampilan proses sains digunakan untuk mengetahui keterampilan proses sains siswa dan dianalisis dengan menjumlahkan skor dari tiap aspek yang diamati. Jumlah skor yang diperoleh tiap siswa dideskripsikan menurut kategori, sebagai berikut: Rentang nilai 5 - 8, kategori kurang baik Rentang nilai 9 - 12, kategori cukup baik Rentang nilai 13 - 16, kategori baik Rentang nilai 17 - 20, kategori sangat baik 2.

Analisis Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Data tes hasil belajar siswa digunakan untuk mengetahui ketuntasan hasil

belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif dengan metode eksperimen pada materi kalor. Perhitungan ketuntasan hasil belajar siswa pada kemampuan kognitif dihitung dengan menggunakan ketuntasan individu dan ketuntasan klasikal terhadap TPK yang ingin dicapai. a.

Ketuntasan Individu

Setiap siswa dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan individu) jika proporsinya jawaban benar siswa ≥ 70% yaitu ketuntasan yang ditetapkan sekolah SMP Negeri 8 Palangka Raya. Rumus untuk menentukan ketuntasan individu dapat dihitung

51

menggunakan persamaan sebagai berikut (Trianto, 2010: 241) T

KB = [T ] × 100% …………………………………………………….(3.6) 1

Keterangan: KB = ketuntasan belajar T

= jumlah skor yang diperoleh siswa

T1 = jumlah skor total b.

Ketuntasan klasikal Ketuntasan secara klasikal dikatakan tuntas jika ≥ 85% individu yang tuntas

dari jumlah siswa yang berada di kelas tersebut. Rumus persentasi (P) adalah sebagai berikut (Widiyoko, 2002 : 55)

P=[

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠 𝑁

] x 100%………………………..(3.7)

Keterangan : P = Persentase ketuntasan klasikal N = jumlah siswa c.

Ketuntasan TPK Suatu TPK dikatakan tuntas apabila persentase (P) siswa yang mencapai

TPK tersebut ≥ 70%. Untuk jumlah siswa sebanyak N orang, rumus persentasenya (P) adalah sebagai berikut(Widiyoko, 2005: 55):  jumlah siswa yang mencapai TPK  P=    100% N  

Keterangan : P = persentase N = jumlah seluruh siswa

52

......................... (3.8)

Related Documents


More Documents from "Eva Hartani"

Rancangan Kps.docx
November 2019 20
Bab Ii Dan Iii.docx
November 2019 33
Bab 1-3(revisi 4).docx
April 2020 18