BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Gambaran lokasi pengambilan data Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya. Puskesmas Pacarkeling Surabaya memiliki luas wilayah kerja 279,343 km2, sebagian besar wilayahnya terdiri dari pemukiman padat penduduk. Batas wilayah sebelah utara adalah Kelurahan Rangkah, di sebelah selatan Kelurahan Gubeng, di sebelah barat Kelurahan Tambaksari, dan di sebelah timur Kelurahan kalijudan. Puskesmas Pacarkeling memiliki beberapa pelayanan seperti poli umum, poli gigi, poli gizi, KIA dan laboratorium. Puskesmas Pacarkeling memiliki 28 tenaga kerja yang memiliki keahlian di bidangnya masing-masing. Selain melakukan pelayanan di dalam gedung Puskesmas Pacarkeling juga memiliki program pelayanan di luar gedung seperti posyandu lansia, puskesmas keliling, dan penyuluhan. Pengambilan data pada kasus 1 diambil di wilayah pacarkembang gang IX, wilayah ini merupakan wilayah padat penduduk dengan keadaan lingkungan yang cukup bersih dan asri. Sedangkan pada kasus 2 diambil di wilayah pacarkembang gang 2 langgar, wilayah ini merupakan wilayah padat penduduk yang didominasi oleh penduduk bersuku madura, keadaan lingkungan kumuh dan kurang bersih.
60
61
4.1.2 Pengkajian keperawatan keluarga Pengkajian dilakukan pada keluarga yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya, pengambilan data pada kasus 1 dilakukan pada tanggal 5 dan 6 April 2015 sedangkan pada kasus 2 dilakukan pada tanggal 11 dan 12 April 2015. 1. Data umum Tabel 4.1 Hasil anamnesis data umum keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Data umum Identitas kepala keluarga
Komposisi keluarga
Tipe keluarga Suku
Kasus 1 Nama : Tn. M Umur : 82 tahun Pendidikan : STM Pekerjaan : pedagang Tn.M Ny. S Umur : 62 tahun Pendidikan : tidak sekolah Pekerjaan : Ibu rumah tangga Status kesehatan : sakit
Niddle age Jawa
Kasus 2 Nama : Tn. G Umur : 47 tahun Pendidikan : SMA Pekerjaan : Sopir Tn. A Ny. D Umur : 32 tahun Pendidikan : SD Pekerjaan : ibu rumah tangga Status kesehatan : sakit An. K Umur : 11 tahun Pendidikan : TK Pekerjaan : pelajar (kelas 5 SD) Status kesehatan : sehat An. B Umur : 7 tahun Pendidikan : tidak sekolah Pekerjaan : pelajar TK Status kesehatan : sehat Nuclear family Madura
62
Lanjutan Tabel 4.1 Hasil anamnesis data umum keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Data umum Kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan
Agama Status sosial ekonomi
Aktivitas rekreasi keluarga
Kasus 1 Keluarga memiliki keyakinan bahwa penyakit dapat sembuh dengan sendirinya selama seseorang senantiasa berbuat kebaikan bagi diri sendiri maupun orang lain. Islam Tn. M bekerja sebagai pedagang mainan dengan penghasilan kurang lebih satu juta perbulan. Sedangkan Ny. S mendapatkan penghasilan dari pekerjaan sampingannya sebesar 35 ribu perminggu. Selain itu klien mendapatkan kiriman bulanan dari ketiga anaknya. Klien merasa sangat cukup dengan apa yang dimilikinya sekarang.
Kasus 2 Dalam keluarga tidak ada nilai dan kepercayaan keluarga yang bertentangan dengan kesehatan.
Islam Sumber perekonomian keluarga Ny. D berasal dari Tn. G yang bekerja sebagai sopir dengan penghasilan 250 ribu perminggu. Ny. D terkadang membantu suaminya mencari uang dengan menjadi buruh setrika yang kadang Ny. D dapatkan tiap dua bulan sekali dengan upah 20 ribu. Kebutuhan keluarga ini adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan untuk menyekolahkan anak-anaknya. Keluarga ini memiliki satu buah televisi dan satu buah sepeda motor. Aktivitas rekreasi keluarga Keluarga Ny. D menghabiskan Ny.S banyak dilalui dengan waktunya untuk menonton menonton televisi bersama televisi bersama, berkunjung dan bercengkrama. ke rumah nenek, dan terkadang mereka pergi ke taman bermain pada hari libur.
Pada kasus 1 didapatkan tipe keluarga adalah niddle age, dalam kasus 1 yang menderita diabetes adalah Ny. S seorang ibu rumah tangga. Pada pengkajian kasus 1 didapatkan keluarga memiliki keyakinan bahwa penyakit dapat sembuh
63
dengan sendirinya selama seseorang senantiasa berbuat kebaikan bagi diri sendiri maupun orang lain. Pada kasus 2 didapatkan tipe keluarga adalah nuclear family dimana keluarga memiliki 2 orang anak yang masih bersekolah. Pada kasus 2 yang menderita diabetes adalah Ny. D seorang ibu rumah tangga. Pada kasus 2 tidak ditemukan keyakinan keluarga yang bertentangan dengan kesehatan. 2. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga Tabel 4.2 Hasil anamnesis riwayat dan tahap perkembangan keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Riwayat dan tahap Kasus 1 perkembangan Tahap perkembangan Keluarga Ny. S terdiri keluarga saat ini atas pasangan usia lanjut dan semua anak-anaknya telah berkeluarga dan telah meninggalkan rumah maka keluarga Ny. S berada pada tahap perkembangan keluarga usia lanjut. Tugas perkembangan Keluarga Ny. S telah keluarga yang belum mampu melaksanakan terpenuhi tugas perkembangan keluarga pada tahap ini dengan mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan, saling akrab, melakukan life review, mempertahankan hubungan dengan anak dengan komunikasi melalui telephone serta berkumpul pada saat-saat tertentu dan tetap
Kasus 2 Keluarga Ny. D memiliki dua orang anak. Anak pertama berumur 11 tahun dan anak kedua berumur 7 tahun. Maka keluarga Ny. D berada pada tahapan perkembangan keluarga usia anak sekolah. Keluarga Tn. G telah memberikan kesempatan pada anak-anaknya untuk bersosialisasi baik aktivitas di sekolah maupun di luar sekolah, keduanya juga dapat mempertahankan hubungan antar pasangan dengan saling pengertian dan saling membantu, keluarga Tn. G saat ini masih mampu memenuhi kebutuhan dan biaya
64
Lanjutan Tabel 4.2 hasil anamnesis riwayat dan tahap perkembangan keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Riwayat dan tahap perkembangan
Riwayat keluarga inti
Kasus 1
Kasus 2
bersosialisasi dengan hidup sehari-hari lingkungan sekitar. meskipun begi mereka masih merasa pas-pasan. Sebelum sakit Ny. S suka Sebelumnya Ny D minum minuman yang memiliki riwayat manis seperti teh manis, penyakit hipertensi sejak es manis. Ny. S memiliki 2 tahun yang lalu, Ny. D riwayat hipertensi dan minum obat saat merasa minum obat jika merasa pusing saja. Ny. D pusing. Ny. S menderita didiagnosis menderita diabetes mellitus sejak 11 diabetes mellitus sejak tahun yang lalu, awalnya dua bulan yang lalu, Ny. S mengeluh pusing, awalnya Ny. D mengeluh badannya lemas, mudah capek-capek, sering haus dan sering kencing. kencing dimalam hari dan Setelah di periksakan saat dilakukan tes GDP gula darah puasa didapatkan nilai 160 didapatkan hasil 250 mg/dl, sejak saat itu Ny. mg/dl. Setelah itu Ny. S D minum obat di berikan obat Glibenklamide 5 mg ½-0hipoglikemik oral 0 dan Metformin 500 mg Glibenklamide 5 mg 1-0- 2 x 1. klien memiliki 0 dan Metformin 500 mg kebiasaan suka minum2×1. Ny. S tidak rutin minuman yang manis dan kontrol, terakhir kontrol pola makan Ny. D yang pada bulan februari GDP tidak teratur, selain itu Ny. S di dapatkan nilai kakek dan ibu Ny. D juga 110 mg/dl oleh karena itu memiliki riwayat diabetes Ny. S merasa baik-baik mellitus. Sebelumnya Ny. saja dan tidak perlu D sudah lebih dulu kontrol terlalu sering. didiagnosis menderita sejak obat habis klien hipertensi dan minum tidak minum obat. Ny. S obat jika pusing saja. Saat mengatakan Tn. M tidak ini Ny. D mengeluh pernah menginggatkan mudah haus dan sering Ny. S untuk pergi merasa lapar.
65
Lanjutan Tabel 4.2 hasil anamnesis riwayat dan tahap perkembangan keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Riwayat dan tahap perkembangan
Riwayat sebelumnya
Kasus 1
kontrol. Ny. S kini mengeluh, sering merasa lapar, pandangan kabur, dan kakinya terasa kesemutan. keluarga Ny. S dan Tn. M mengatakan tidak tahu riwayat penyakit yang pernah diderita oleh keluarganya karena mereka mengatakan zaman dulu tidak pernah mengunakan fasilitas, kesehatan jika ada anggota keluarga yang sakit mereka lebih memilih untuk berobat ke orang pintar.
Kasus 2
Kakek Ny. D meninggal dunia karena menderita komplikasi akibat DM, ayah dari Ny. D telah meninggal dunia karena memiliki riwayat hipertensi dan jantung. dan saat ini ibu Ny. D juga menderita DM.
Pada kasus 1 berada pada tahap perkembangan keluarga usia lanjut, keluarga ini sudah mampu memenuhi tugas perkembangan pada tahap ini. Pada kasus 2 didapatkan keluarga berada pada tahap perkembangan keluarga dengan anak sekolah, keluarga ini telah mampu memenuhi sebagian tugas perkembangan, namun mereka masih merasa kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dan biaya hidup yang semakin meningkat, temasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga. Pada kasus 1 didapatkan riwayat keluarga inti, Ny. S menderita DM sudah sejak 11 tahun yang lalu, Ny. S namun selama sakit Ny. S tidak rutin kontrol karena merasa jarang mengalami keluhan. Ny. S tidak memiliki riwayat keturunan
66
DM dalam keluarganya. Keluhan yang sering dirasakan Ny. S adalah mudah lapar, pandangan kabur, dan kaki terasa kesemutan. Pada kasus kedua didapatkan Ny. D baru saja menderita DM sejak dua bulan yang lalu. Ny. D memiliki kebiasaan diet yang tidak sesuai yakni dengan makan tidak teratur serta suka konsumsi minuman yang manis-manis. Ny.D memiliki riwayat keturunan DM dalam keluarganya. Ny. D saat ini memiliki keluhan sering merasa haus dan mudah lapar. Pada kedua kasus sama-sama memiliki riwayat hipertensi yang diderita sebelum klien menderita DM. 3. Lingkungan Tabel 4.3 Hasil anamnesis lingkungan keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Lingkungan Karakteristik rumah
Kasus 1
Kasus 2
Luas rumah Ny. S 7 x 9 meter tipe rumah semi permanent jumlah ruangan ada tiga yakni satu ruang tamu, satu kamar tidur dan satu dapur serta kamar mandi. Terdapat dua buah pintu di depan dan belakang, ventilasi ada, di rumah klien tampak tidak banyak perabotan, penataan rapi dan di letakkan di pingir-pingir ruangan.
Luas rumah 4 x 3 meter, tipe rumah permanent, jumlah ruangan ada satu yang difungsikan sebagai kamar, ruang tamu, sekaligus tempat berkumpul keluarga. Ventilasi ada satu buah. Peletakan perabotan diletakkan di pinggirpinggir ruangan. Keluarga Ny. D menggunakan kamar mandi umum untuk memenuhi kebutuhan mandi, BAB dan BAK. Dapur Ny. D berada di samping luar rumah Ny. D.
67
Lanjutan Tabel 4.3 hasil anamnesis lingkungan keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Lingkungan Mobilitas keluarga
Kasus 1
geografis Keluarga Tn. M memiliki 1 buah sepeda ontel yang biasanya dimanfaatkan Tn. M untuk berjualan dan pergi ke pasar. Sedangkan Ny. S biasanya berpergian mendatangi pengajian , berbelanja ataupun ke tempat fasilitas kesehatan dengan berjalan ataupun menggunakan kendaraan umum seperti becak dan bemo.
Perkumpulan keluarga Keluarga Tn. M memiliki dan interaksi dengan waktu yang panjang lingkungan untuk bertemu dan melakukan interaksi, hal ini dikarenakan Ny. S selalu di rumah sedangkan Tn. M berjualan mulai jam 07.00 WIB sampai pukul 11.00 WIB sehingga waktu untuk berkumpul keluarga lebih banyak. Selain itu Ny. S juga aktif dalam mengikuti kegiatan pengajian RW dan kegiatan kampung lainnya, namun Ny. S mengatakan kurang aktif dalam kegiatan posyandu lansia dengan alasan terlalu lama antriannya.
Kasus 2 Keluarga Tn. G memiliki 1 buah kendaraan sepeda motor yang biasanya digunakan Tn. G untuk pergi bekerja saat malam hari, dan saat pagi digunakan untuk mengantar ataupun menjemput putrinya sekolah. Sedangkan Ny. D biasanya berjalan kaki untuk berbelanja dan mendatangi pengajian, sedangkan untuk mendatangi fasilitas kesehatan Ny. D biasanya diantarkan oleh suaminya. Keluarga Tn. G memiliki banyak waku bertemu saat pagi hingga sore hari karena pada malam hari Tn. G pergi bekerja. Kegiatan yang dilakukan saat berkumpul adalah mengobrol, bermain dengan anak, menonton televisi, atau pergi bermain ke rumah nenek yang lokasinya masih satu kampung. Ny. D aktif dalam kegiatan pengajian dan arisan yang diadakan di kampungnya.
68
Lanjutan Tabel 4.3 hasil anamnesis lingkungan keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Lingkungan Sistem keluarga
Kasus 1
pendukung Keluarga Tn. M mengatakan tidak memiliki kartu jaminan kesehatan apapun, keluarga Tn. M mengatakan jika berobat ke Puskesmas keluarga Tn. M cukup mengunakan KTP untuk mendapatkan pengobatan gratis. Selain itu, keluarga Tn. M mengatakan memiliki tabungan yang dapat digunakan sewaktuwaktu.
Kasus 2 Keluarga Ny. D mengatakan memiliki kartu indonesia sehat dan kartu jamkesmas yang biasanya dimanfaatkan untuk memeriksakan kesehatan keluarganya ke Puskesmas yang lokasinya tidak jauh dari rumah keluarga Ny. D dan mudah dijangkau dengan berjalan kaki maupun naik kendaraan. Keluarga mengatakan tidak memiliki tabungan kusus yang dipersiapkan untuk keperluan yang mendesak seperti keluarga yang sakit.
Pada kasus 1 didapati rumah yang ditinggali adalah rumah milik sendiri dengan tipe rumah semi permanen, memiliki beberapa ruangan dengan ventilasi yang cukup baik dan penataan ruangan yang rapi dan bersih, keluarga ini memiliki jamban sendiri yang keadaannya cukup bersih. Pada kasus 2 didapati rumah yang ditinggali adalah rumah milik sendiri, dengan tipe rumah permanen dan hanya memiliki 1 buah ruangan yang multifungsi, memiliki ventilasi yang cukup dan penataan perabotan kurang rapi, keluarga ini tidak memiliki kamar mandi maupun jamban sendiri sehingga mereka biasanya memanfaatkan kamar mandi dan jamban umum yang keadaannya kotor dan licin. Dapur keluarga ini berada di luar rumah.
69
Pada kasus 1 keluarga memiliki waktu berkumpul yakni pada siang hingga malam hari sedangkan pada kasus 2 mereka memiliki waktu berkumpul pada pagi hingga sore hari. Keduanya memiliki waktu yang banyak untuk berkumpul bersama. Pada kasus 1 keluarga memiliki sistem pendukung berupa KTP dan tabungan, selain itu keluarga yang berpotensi untuk merawat ada 1 orang. Pada pengkajian kasus 2 didapatkan keluarga memiliki sistem pendukung berupa kartu Indonesia sehat, jamkesmas dan KTP. Dan keluarga ini terdapat 2 orang yang berpotensi untuk merawat anggota keluarganya yang sakit. 4. Struktur keluarga Tabel 4.4 Hasil anamnesis struktur keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Struktur keluarga Komunikasi keluarga
Struktur keluarga
Kasus 1
Bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari hari dengan keluarga adalah bahasa jawa. Namum keluarga juga menguasai bahasa indonesia. kekuatan Dalam keluarga Tn. M semua masalah diselesaikan dengan cara bermusyawarah dan keputusan diambil atas kesepakatan bersama, bila terjadi ketidaksamaan pendapat maka pendapat Tn. M yang akan digunakan.
Kasus 2 Bahasa yang dugunakan dalam komunikasi seharihari dengan keluarga adalah bahasa jawa. Namun keluarga juga mampu dalam berbahasa indonesia dan madura. Struktur kekuatan keluarga dalam keluarga Ny. D adalah Tn. G sebagai pengambil keputusan, sehingga segala sesuatu yang akan dilakukan oleh anggota keluarga harus dibicarakan terlebih dahulu kepada Tn. G.
70
Lanjutan Tabel 4.4 hasil anamnesis struktur keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Struktur keluarga
Kasus 1
Struktur peran formal dan Tn. M merupakan kepala informal keluarga yang bertugas mencari nafkah untuk istrinya dan memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Selain itu Tn. M juga sebagai ayah yang biasanya dimintai pendapat anak-anaknya yang telah memiliki keluarga masing-masing dalam menyelesaikan masalah. Ny. S merupakan seorang ibu rumah tangga yang bertugas mengurus kebutuhan suami dan mengurus rumah. Selain itu Ny. S juga aktif dalam kepengurusan ibuibu pengajian dikampungnya.
Kasus 2 Tn. G merupakan seorang kepala keluarga yang berperan dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan rumah maupun keluarganya. Tn. G merupakan seseorang yang paling berperan dalam pendidikan anakanaknya, setiap hari Tn. G yang mengantar dan menjemput anakanaknya, selain itu Tn. G juga mendampingi anakanaknya untuk belajar. Ny. D merupakan seorang ibu rumah tangga yang berperan mengurus rumah, dan keluarganya. Selain itu Ny. D juga aktif dalam keanggotaan pengajian dan arisan kampung.
Pada pengkajian kasus 1 struktur kekuatan keluarga berada pada musyawarah yang mufakat antara anggota keluarga sedangkan pada kasus 2 struktur kekuatan keluarga berada pada keputusan yang dibuat oleh Tn. G.
71
5. Fungsi keluarga Tabel 4.5 Hasil anamnesis fungsi keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Fungsi keluarga Fungsi afektif
Fungsi sosialisasi
Kasus 1 Keluarga Tn. M saling mengasihi dan mencintai antara satu dengan lainnya. Meskipun sedang berjauhan mereka tetap mempertahankan komunikasi melalui telepon dan selalu menyempatkan waktu untuk berkumpul pada saat tertentu.
Keluarga Tn. M selalu menanamkan kepada anggota keluarganya untuk saling berbuat baik dengan tetangganya, dibuktikan dengan Ny. S yang terbiasa membagi masakanya kepada tetangganya, begitu juga sebaliknya. Fungsi perawatan Ny. S mengatakan DM kesehatan adalah penyakit kencing a. Mengenal manis yang diakibatkan masalah keluarga dari terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang manis, Ny. S mengatakan gejala yang muncul pada penderita DM adalah banyak makan, banyak minum, dan banyak kencing. Ny. S mengatakan sudah pernah mendapatkan informasi mengenai DM sebelumnya.
Kasus 2 Keluarga Tn. G saling mengasihi dan mencintai antara satu dengan yang lainnya. Seluruh anggota keluarganya saling memperhatikan. Tn. G selalu mengajarkan kepada anak-anaknya untuk saling menyayangi dan membantu antara anggota keluarga dalam menyelesaikan tugas keluarga. Keluarga Tn. G selalu membiasakan keluarganya untuk terbiasa bertegur sapa dengan tetangganya, memberikan waktu bagi anak-anaknya untuk bermain dengan temanteman di lingkungan rumahnya. Keluarga mengatakan mengenal DM sebagai penyakit gula, keluarga menganggap bahwa Ny. D menderita DM akibat terlalu sering minum es manis, Keluarga kurang mengerti tentang tanda dan gejala, cara perawatan, serta kurang paham mengenai diet untuk DM dan tidak mengetahui komplikasinya. Selama ini keluarga belum
72
Lanjutan Tabel 4.5 hasil anamnesis fungsi keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Fungsi keluarga
b. Mengambil keputusan
Kasus 1
Jika anggota keluarganya ada yang sakit Tn. M terbiasa membiarkan karenan menganggap penyakit itu akan sembuh dengan sendirinya. Tn. M menganggap bahwa penyakit yang diderita oleh Ny. S bukanlah penyakit yang membahayakan.
c. Merawat anggota Tn. M mengatakan keluarga yang selama Ny. S menderita sakit DM belum pernah mengantarkan Ny. S untuk berobat, Tn. M mengatakan tidak mengerti tentang pentingnya pengobatan bagi Ny. S. Tn. M mengatakan tidak mengerti bagaimana cara perawatan penderita DM. Keluarga belum menerapkan cara diet dan pola makan bagi penderita DM dengan tepat. Ny. S tidak memperhatikan jenis makanan yang dimakan dan makan seadanya seperti porsi makan keluarga lainya, sedikit
Kasus 2 memperoleh informasi yang cukup tentang konsep penyakit DM. Keluarga mengatakan penyakit Ny. D bukanlah penyakit yang membahayakan karena Ny. D sudah tidak mengeluh apa-apa sejak kontrol terakhir pada tanggal 4 april 2015. Dan obat habis setelah 6 hari kontrol. Sehingga setelah obat habis Tn. G tidak mengontrolkan istrinya ke puskesmas atau membelikan obat sesuai resep di apotek. Keluarga menganggap penyakit yang diderita Ny. D tidak terlalu berat karena Ny. D masih mampu melakukan aktifitasnya secara normal. Keluarga tidak tahu tentang cara perawatan anggota keluarga yang sakit DM. Keluarga belum menerapkan pola makan atau diet khusus penderita DM. Ny. D tidak mengatur pola makan, Ny. D makan sehari 3-4 kali perhari dengan waktu yang tidak teratur. Ny. D hanya mengurangi komsumsi yang manismanis. Ny. D tidak pernah berolah raga atau melakukan
73
Lanjutan Tabel 4.5 hasil anamnesis fungsi keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Fungsi keluarga
d. Memelihara lingkungan
e. Menggunakan fasilitas kesehatan
Kasus 1 membatasi makanan manis dengan mengkonsumsi gula yang di beli dari Apotek tapi tidak membatasi makanan tinggi karbohidrat seperti nasi. Ny. S berolahraga dengan berjalan kaki pada pagi hari minimal satu kali dalam seminggu sejauh kurang lebih dua kilometer. Keluarga mengatakan tidak tahu bagaimana cara memodifikasi lingkungan yang baik bagi Ny. S. Namun penataan perabotan sudah baik dengan meletakkan perabotan dengan rapi dan ditempatkan di pingir-pingir ruangan.
Rumah keluarga Ny. S tidak jauh dari tempat pelayanan kesehatan maupun tempat praktik dokter. Keluarga mengatakan puskesmas dapat di jangkau dengan mengunakan sepeda ontel atau dengan berjalan kaki. Tn. M jika mengalami sakit ringan
Kasus 2 aktifitas fisik yang menunjang kesehatan.
Keluarga kurang paham tentang modifikasi lingkungan untuk menjaga resiko cidera penderita DM. Ada beberapa perabotan rumah yang beresiko mencederai Ny. D seperti sudut meja yang tajam. Keluarga kurang mengetahui tentang sanitasi lingkungan yang sehat. Rumah keluarga Tn. G sempit dan ventilasi kurang, sirkulasi kurang bebas. Jika dalam keluarga ada yang mengeluh sakit Tn. G selalu membawanya ke puskesmas dan tidak pernah menganjurkan untuk membeli obat di toko kelontong karena jika berobat ke puskesmas keluarga bisa langsung diperiksa oleh dokter dan mendapatkan
74
Lanjutan Tabel 4.5 hasil anamnesis fungsi keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Fungsi keluarga
Fungsi reproduksi
Fungsi ekonomi
Kasus 1 seperti batuk, demam, pilek atau diare tidak diobati dan beranggapan akan sembuh sendiri. Ny. S juga jarang mengunjungi pelayanan kesehatan untuk melakukan kontrol. Klien mengatakan tidak perlu minum obat jika tidak ada keluhan yang berat. Keluarga Tn. M memiliki empat orang anak, anak pertama mereka telah meninggal dunia karena kecelakaan kerja. Mereka hanya tinggal berdua karena semua anakanaknya telah berkeluarga dan memiliki tempat tinggal masingmasing. Ny. S telah mengalami monopause sejak usia 50 tahun. Sebelumnya Ny. S tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi KB Dalam keluarga Tn. M yang bekerja mencari uang adalah Tn. M, namun Ny. S juga terkadang membantu Tn. M mencari uang dengan menjadi buruh setrika. Selain itu mereka juga selalu mendapatkan kiriman uang dari anakanaknya. Mereka mengatakan keuangan mereka setiap bulan sudah sangat cukup untuk
Kasus 2 obat secara gratis.
Keluarga Tn. G memiliki dua orang anak yang masih berusia 11 tahun dan 7 tahun keduanya masih bersekolah, Tn. G dan Ny. D mengatakan sudah tidak ingin memiliki anak lagi. Ny. D kini menggunakan alat kontrasepsi KB spiral yang telah dia unakan sejak 3 tahun yang lalu.
Dalam keluarga Tn. G yang bekerja adalah Tn. G yakni sebagai supir. Ny. D mengatakan penghasilan keluarga mereka perbulan sangat pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, oleh karena itu Ny. D juga ikut membantu Tn. G dalam mencari uang dengan menjadi buruh setrika.
75
Lanjutan Tabel 4.5 hasil anamnesis fungsi keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Fungsi keluarga
Kasus 1 memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu mereka juga menabung setiap bulannya.
Kasus 2
Pada kasus 1 maupun kasus dua memiliki fungsi afektif dan fungsi sosialisasi yang baik. Pada fungsi perawatan kesehatan keluarga di dapatkan pada kasus 1 keluarga telah sering mendapatkan penyuluhan kesehatan mengenai DM dibanding dengan keluarga pada kasus 2, sehingga keluarga pada kasus 1 lebih mengerti mengenai penyakit DM dibandingkan dengan keluarga pada kasus 2. Pada fungsi pengambilan keputusan pada kasus 1 dan 2 di dapatkan keluarga kurang mampu memberikan keputusan yang tepat bagi keluarganya yang sedang menderita DM. Pada kasus 1 Tn. S memutuskan untuk membiarkan saja dengan harapan sakit yang diderita Ny. S akan sembuh sendirinya, hal itu ditunjang dengan Ny. S yang jarang merasakan adanya keluhan. Pada kasus 2 didapatkan keluarga tidak mengontrolkan Ny. D maupun minum obat dikarenakan Ny. D sudah merasa tidak ada keluhan yang berarti. Pada fungsi perawatan keluarga yang sakit pada kasus 1 didapatkan keluarga belum bisa merawat keluarganya yang menderita DM, Ny. S masih belum tepat dalam melakukan dietnya serta Tn. M juga kurang dalam memberikan
76
dukungan ditandai dengan Tn.M tidak pernah mengantar ataupun mengingatkan Ny. S untuk kontrol. Pada kasus 2 didapatkan keluarga masih belum mengerti cara perawatan penderita DM, Ny. D juga tidak melakukan aktifitas fisik yang menunjang kesehatan dan keluarga juga belum menerapkan diet untuk penderita DM. Pada fungsi pemeliharaan lingkungan didapatkan pada kasus 1 dan 2 sama kurang memahami cara memodifikasi lingkungan bagi penderita DM namun pada kasus 1 keluarga sudah menata dan menyediakan lingkungan yang baik sedangkan pada kasus 2 keadaan lingkungan masih berisiko menimbulkan cedera bagi benderita DM. Dalam penggunaan fasilitas kesehatan kedua kasus memiliki rumah yang dekat dengan puskesmas, dan memiliki kemampuan untuk menjangkaunya. Namun pada kasus 1 keluarga masih kurang bisa memanfaatkan adanya pelayanan kesehatan dikarenakan keluarga merasa perlu minum obat jika sakit saja. Pada kasus 2 keluarga sudah mampu menggunakan fasilitas kesehatan dengan baik dibuktikan dengan saat sakit selalu di bawa ke puskesmas, namun keluarga masih kurang mengerti bahwa penderita DM harus rutin kontrol dan minum obat sehingga keluarga tidak mengontrolkan Ny. D saat Ny. D sudah merasa baik-baik saja.
77
6. Pemeriksaan fisik Tabel 4.6 Hasil pemeriksaan fisik keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Observasi Suhu Nadi Tekanan darah Pernafasan Keadaa umum Berat badan Tinggi badan Pemeriksaan caudal a. Kepala rambut
b.
c.
d.
e.
f.
Kasus 1 36,8 C 94 x/ menit 140/80 mmHg 16 x/ menit Baik 45 kg 145 cm
Kasus 2 37,0 C 80x/ menit 130/70 mmHg 20 x/ menit Baik 71 kg 150 cm
cepalo
dan Rambut bersih, persebaran merata, tampak pertumbuhan uban, tidak mudah rontok. Hidung Hidung bersih tidak ada sekret, tidak ada lesi, bentuk simetris. Telinga Telinga bersih, tidak ada serumen, bentuk simetris, klien tidak ada keluhan dengan pendengaran. Mata Pergerakan mata simetris, pupil simetris bilateral, respon terhadap cahaya baik, tampak terdapat pengapuran atau katarak di mata kanan dan kiri. Mulut, gigi, lidah, Keadaan gigi dan mulut tonsil dan pharing bersih, tidak ada tanda radang, tidak ada pembengkakan pada gusi, tidak ada stomatitis, beberapa gigi sudah ada yang terlepas. Leher dan Tidak ada pembesaran tenggorokan tonsili, tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, trakhea simetris.
Rambut bersih, sedikit berminyak, persebaran merata, tidak mudah rontok. Hidung bersih tidak ada sekret, tidak ada lesi, bentuk simetris. Telinga bersih, tidak ada serumen, bentuk simetris, klien tidak ada keluhan dengan pendengaran. Pergerakan mata simetris, pupil simetris bilateral, respon terhadap cahaya baik.
Keadaan gigi dan mulut bersih, tidak ada tandatanda radang, tidak ada pembengkakan gigi, tidak ada stomatitis, terdapat karang gigi. Tidak ada pembesaran tonsili, tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, trakhea simetris.
78
Lanjutan Tabel 4.6 hasil pemeriksaan fisik keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Observasi g. Dada Inspeksi
Kasus 1
Kasus 2
Pergerakan dada simetris, tidak tampak pergerakan otot bantu pernafasan. Vocal fremitus simetris kanan dan kiri, tidak ada benjolan. Sonor pada semua lapang paru. Suara nafas vesikuler, tidak terdengan suara nafas tambahan.
Pergerakan dada simetris, tidak tampak pergerakan otot bantu pernafasan. Vocal fremitus simetris kanan dan kiri, tidak ada benjolan. Sonor pada semua lapang paru. Suara nafas vesikuler, tidak terdengan suara nafas tambahan.
Tidak ada odema, akral tampak merah. Palpasi Akral terasa hangat dan kering, CRT kurang dari 2 detik. Auskultasi Bunyi jantung 1 dan 2 tunggal, tidak terdengar mur-mur. i. Abdomen Tampak datar, terdapat nyeri pada ulu hati, tidak teraba pembesaran organ organ yang ada dibawahnya. j. Ekstremitas, kuku Ekstremitas atas dan dan kekuatan otot bawah bagian kanan maupun kiri dapat digerakkan sesuai dengan sumbu-sumbu pergerakannya secara maksimal, tidak ada atrofi pada otot-otot ekstremitas, kekuatan otot mendapatkan skor 5 pada tiap ekstremitas, kulit kering.
Tidak ada odema, akral tampak merah. Akral terasa hangat dan kering, CRT kurang dari 2 detik. Bunyi jantung 1 dan 2 tunggal, tidak terdengar mur-mur. Simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba pembesaran organ-organ yang ada dibawahnya.
Palpasi
Perkusi Auskultasi
h. Jantung Inspeksi
Ekstremitas atas dan bawah bagian kanan maupun kiri dapat digerakkan sesuai dengan sumbu-sumbu pergerakannya secara maksimal, tidak ada atrofi pada otot-otot ekstremitas, kekuatan otot mendapatkan skor 5 pada tiap ekstremitas.
79
Pada kasus 1 didapatkan Ny. S mengalami pengapuran pada lensa mata, Ny. S juga kehilangan beberapa giginya. Sedangakan pada kasus 2 didapatkan pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan masalah. 8. Pemeriksaan penunjang Tabel 4.7 pemeriksaan penunjang klien diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya. Kasus Kasus 1
Kasus 2
Tanggal 18 Oktober 2014 15 Januari 2015 12 Februari 2015 5 April 2015 6 April 2015 21 Februari 2015 11 April 2015 12 April 2015
Pemeriksaan GDP GDP GDP GDA GDP GDP GDA GDP
Hasil 127 mg/dl 174 mg/dl 110 mg/dl 200 mg/dl 140 mg/dl 160 mg/dl 180 mg/dl 115 mg/dl
Dari tabel di atas didapatkan hasil pemeriksaan penunjang pada kedua kasus terlihat pada kasus 1 klien tidak rutin melakukan pemantauan terhadap kadar gulanya, selain itu terlihat bahwa pada kedua kasus sama-sama pernah mengalami peningkatan kadar glukosa darah. 9. Terapi farmakologis Tabel 4.8 terapi farmakologis klien diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya. Kasus Kasus 1
Tanggal Februari 2015
Kasus 2
4 April 2015
Terapi Glibenklamide 5 mg 1-0-0 Metformin 500 mg 2x1 Glibenklamide 5 mg ½-0-0 Metformin 500 mg 2x1
80
Dari data diatas didapatkan bahwa pada kasus 1 klien mendapatkan pemberian dosis glibenklamide 5 mg yang diminum pada pagi hari dan pada kasus 2 mendapatkan glibenklamide dengan dosis 2,5 mg yang diminum pada pagi hari. Sedangkan untuk metformin kedua kasus mendapatkan dosis yang sama. 10. Harapan keluarga Pada kasus 1 didapatkan Keluarga Tn. M berharap keluarganya dapat selalu diberikan kesehatan dan dapat melakukan aktifitas sehari-hari sebagaimana mestinya. Sedangkan pada kasus 2 Keluarga Tn. G berharap dapat mendapatkan bantuan dalam pengobatan penyakit yang diderita istrinya, Tn. G juga berharap keluarganya dapat selalu diberikan kesehatan. Harapan dari kedua keluarga tidak jauh berbeda, mereka ingin agar keluarganya selalu dalam keadaan sehat. 4.1.3 Analisis data keperawatan keluarga Tabel 4.9 Analisis data keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Data Kasus Kasus 1
DS/DO DS : 1. Tn. M mengatakan selama Ny. S menderita DM belum pernah mengantarkan Ny. S untuk berobat. 2. Tn. M mengatakan tidak mengerti tentang pentingnya pengobatan bagi Ny. S. 3. Tn. M mengatakan tidak mengerti
Etiologi
Masalah
Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mendertita DM.
Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah.
81
bagaimana cara perawatan penderita DM. 4. Keluarga belum menerapkan cara diet dan pola makan bagi penderita DM dengan tepat. 5. Saat ini Ny. S mengeluh sering merasakan lapar, pandangan sering kabur, dan kaki terasa kesemutan. DO : 1. Dari data kunjungan di puskesmas Ny. S terakhir kontrol pada tanggal 12 Februari 2015. 2. Ny. S tidak memiliki persediaan obat hipoglikemik oral. 3. Ny. S tidak memperhatikan jenis makanan yang dimakan dan porsi makan seperti keluarga lainya. 4. Pemeriksaan GDP: 18 Oktober 2014 127 mg/dl. 15 Januari 2015 174 mg/dl. 12 Februari 2015 110 mg/dl. 6 April 2015 140 mg/dl. Pemeriksaan GDA: 5 April 2015 200 mg/dl.
82
Kasus 2
DS : 1. Keluarga menganggap penyakit yang diderita Ny. D tidak terlalu berat karena Ny. D masih mampu melakukan aktifitasnya secara normal. 2. Keluarga mengatakan tidak tahu tentang cara perawatan Ny. D. 3. Keluarga belum menerapkan pola makan atau diet khusus penderita DM. 4. Ny. D tidak mengatur pola makan, Ny. D hanya mengurangi komsumsi es manis. 5. Ny. D makan sehari 3-4 kali perhari dengan waktu yang tidak teratur. 6. Ny. D tidak pernah berolah raga atau melakukan aktifitas fisik. 7. Saat ini Ny. D mengeluh dirinya sering merasa lapar dan haus. DO : 1. Keluarga tidak dapat menyebutkan cara-cara perawatan penderita DM. 2. Data hasil
Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mendertita DM.
Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah.
83
kunjungan terakhir di puskesmas pada tanggal 4 April 2015. 3. Ny. D tidak memiliki persediaan obat hipoglikemi oral. 4. Pemeriksaan GDP: 21 Februari 2015 160 mg/dl. 12 April 2015 115 mg/dl. Pemeriksaaan GDA: 11 April 2015 180 mg/dl.
Pada analisis data ditemukan pada kedua kasus memiliki masalah yang sama yakni risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah, dan keduanya sama diakibatkan dari ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarganya yang sakit. Yang berbeda dari kasus 1 dengan kasus 2 adalah, pada kasus 1 didapatkan keluarga tidak mampu merawat anggotanya yang sakit dalam hal pengawasan kadar glukosa, penyediaan diet bagi penderita DM, keteraturan minum obat, selain itu pengetahuan keluarga tentang cara perawatan penderita DM juga kurang. Sedangkan pada kasus 2 keluarga tidak dapat merawat anggotanya yang sakit dalam hal menyediakan menu diet dengan jadwal, jumlah, dan jenis yang sesuai dengan kebutuhan penderita, aktifitas fisik yang dapat menunjang kebugaran penderita, disertai keluarga juga masih kurang pengetahuan dalam perawatan penderita DM.
84
4.1.4 Diagnosis keperawatan keluarga Tabel 4.10 Diagnosis keperawatan keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Kasus Kasus 1
Diagnosis keperawatan Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mendertita DM.
Kasus 2
Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mendertita DM.
Dari tabel diatas ditemukan bahwa diagnosis pada kasus 1 dan kasus 2 sama yakni risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mendertita DM. 4.1.5 Perencanaan keperawatan keluarga Tabel 4.11 Perencanaan keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Diagnosis keperawatan Intervensi (NIC) (tujuan, kriteria hasil) Kasus 1 Risiko ketidakstabilan 1) Pengkajian kadar glukosa darah a) Kaji faktor yang berhubungan dengan dapat meningkatkan ketidakmampuan risiko keluarga merawat ketidakseimbangan anggota keluarganya glukosa. yang sakit dengan diabetes mellitus. Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) b) Pantau kadar glukosa 1) Kadar glukosa darah serum yakni dibawah stabil, yang 60 mg/dl dibuktikan oleh menunjukkan kadar glukosa, hipoglikemia, diatas
Rasional
Diet, aktifitas fisik, dan stres fisik serta emosi dapat mempengaruhi pengendalian diabetes, sehingga klien harus belajar mengatur keseimbangan berbagai faktor. Kadar gula darah yang normal sulit untuk dipertahankan namun semakin mendekati normal maka
85
2)
3)
4)
5)
6)
7)
hemoglobin glikosilasi, glukosa urin dan keton urine. Faktor risiko terkendali, dibuktikan oleh manajemen mandiri diabetes yang diterapkan secara konsisten, pengetahuan manajemen diabetes yang mendalam dan tidak ada peenyimpangan kadar glukosa darah. Menunjukkan prosedur yang benar untuk memeriksa kadar glukosa darah. Mematuhi regimen yang diprogramkan untuk pemantauan glukosa darah. Mematuhi rekomendasi diet dan latihan fisik. Memperlihatkan prosedur yang benar untuk pemberian obat secara mandiri. Menguraikan gejala hipoglikemia dan hiperglikemia.
c)
300 mg/dl hiperglikemia sesuai dengan program atau protocol.
kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang semakin berkurang.
Tentukan penyebab hiperglikemia atau hipoglikemia jika terjadi.
Pada penderita DM yang mengalami ketidakstabilan kadar glukosa baik hiperglikemia ataupun hipoglikemia akan menyebabkan gangguan pada sistem metabolisme penderita dan akan mengakibatkan terjadinya komplikasi baik akut maupun kronis.
2) Penyuluhan untuk klien atau keluarga a) Beri informasi Edukasi diberlukan bagi mengenai diabetes klien dan keluarga untuk meningkatkan pengetahuan dan motivasi. Klien yang mengalami peningkatan pengetahuan dan motivasi akan mencapai hasil yang optimal dalam pengelolaan DM. b) Beri informasi mengenai obat obatan yang digunakan untuk mengendalikan diabetes.
Pengetahuan mengenai obat-obatan DM perlu dipahami bagi keluarga maupun klien agar klien mengerti manfaat dan kerugian dari obat obatan DM. Sehingga menunjang keberhasilan terapi yang diberikan.
c)
Klien dan keluarga yang memiliki ketrampilan untuk merawat diri maupun keluarganya dapat mencegah dan menghindari penurunan
Beri informasi mengenai penatalaksanaan diabetes.
86
atau kenaikan kadar glukosa darah yang mendadak. Selain itu diperlukan juga prilaku preventif dalam gaya hidupuntuk menghindari komplikasi diabetik jangka panjang. d) Beri informasi mengenai pemantauan secara mandiri kadar glukosa dan keton jika perlu.
Kasus 2 Risiko ketidakstabilan 1) Pengkajian kadar glukosa darah a) Kaji faktor yang berhubungan dengan dapat meningkatkan ketidakmampuan risiko keluarga merawat ketidakseimbangan anggota keluarganya glukosa. yang sakit dengan diabetes mellitus. Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) 1) Kadar glukosa darah stabil, yang dibuktikan oleh kadar glukosa, hemoglobin glikosilasi, glukosa urin dan keton urine. 2) Faktor risiko terkendali, dibuktikan oleh manajemen mandiri diabetes yang diterapkan secara konsisten, pengetahuan manajemen diabetes yang mendalam dan
Dengan melakukan pemantauan secara mandiri kelien dan keluarga akan lebih mudah mengenali secar dini terjadinya hipoglikemia ataupun hiperglikemia.
Diet, aktifitas fisik, dan stres fisik serta emosi dapat mempengaruhi pengendalian diabetes, sehingga klien harus belajar mengatur keseimbangan berbagai faktor.
b) Pantau kadar glukosa serum yakni dibawah 60 mg/dl menunjukkan hipoglikemia, diatas 300 mg/dl hiperglikemia sesuai dengan program atau protocol.
Kadar gula darah yang normal sulit untuk dipertahankan namun semakin mendekati normal maka kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang semakin berkurang.
c) Tentukan penyebab hiperglikemia atau hipoglikemia jika terjadi.
Pada penderita DM yang mengalami ketidakstabilan kadar glukosa baik hiperglikemia ataupun hipoglikemia akan menyebabkan gangguan pada sistem metabolisme
87
3)
4)
5)
6)
7)
tidak ada peenyimpangan kadar glukosa darah. Menunjukkan prosedur yang benar untuk memeriksa kadar glukosa darah. Mematuhi regimen yang diprogramkan untuk pemantauan glukosa darah. Mematuhi rekomendasi diet dan latihan fisik. Memperlihatkan prosedur yang benar untuk pemberian obat secara mandiri. Menguraikan gejala hipoglikemia dan hiperglikemia.
penderita dan akan mengakibatkan terjadinya komplikasi baik akut maupun kronis. 2) Penyuluhan untuk klien atau keluarga a) Beri informasi Edukasi diberlukan bagi mengenai diabetes klien dan keluarga untuk meningkatkan pengetahuan dan motivasi. Klien yang mengalami peningkatan pengetahuan dan motivasi akan mencapai hasil yang optimal dalam pengelolaan DM. b) Beri informasi mengenai obat obatan yang digunakan untuk mengendalikan diabetes.
Pengetahuan mengenai obat-obatan DM perlu dipahami bagi keluarga maupun klien agar klien mengerti manfaat dan kerugian dari obat obatan DM. Sehingga menunjang keberhasilan terapi yang diberikan.
c)
Beri informasi mengenai penatalaksanaan diabetes.
Klien dan keluarga yang memiliki ketrampilan untuk merawat diri maupun keluarganya dapat mencegah dan menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah yang mendadak. Selain itu diperlukan juga prilaku preventif dalam gaya hidupuntuk menghindari komplikasi diabetik jangka panjang.
d) Beri informasi mengenai pemantauan secara mandiri kadar
Dengan melakukan pemantauan secara mandiri kelien dan keluarga akan lebih
88
glukosa dan keton mudah mengenali secar jika perlu. dini terjadinya hipoglikemia ataupun hiperglikemia.
Di atas merupakan tabel perencanaan keperawatan yang akan dilakukan pada keluarga kasus 1 dan kasus 2. Kedua keluarga memiliki diagnosis yang sama sehingga keduanya akan diberikan perencanaan asuhan keperawatan yang sama, yang berbeda disini pada keluarga kasus 1 akan lebih ditekankan pada penatalaksanaan diabetes dalam hal perawatan, diet dan juga pengobatan, sedangakan pada keluarga kasus 2 akan ditekankan pada penatalaksanaan diabetes dalam hal penyediaan menu diet yang tepat, aktifitas fisik dan pengobatan. 4.1.6 Pelaksanaan keperawatan keluarga Tabel 4.12 Pelaksanaan keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Kasus
Tanggal
Pelaksanaan
Kasus 1
7April 2015
1. Memberikan informasi kepada keluarga mengenai DM. 2. Memberikan informasi mengenai penerapan diet, serta informasi mengenai obat-obatan yang digunakan untuk mengendalikan DM. 3. Memotivasi keluarga untuk ikut serta dalam perawatan serta memeriksakan kesehatan dan pemantauan kadar glukosa darah Ny. S secara teratur. 4. Menganjurkan keluarga untuk ikut serta dalam
Respon 1. menyimak.
2. Keluarga bersedia untuk rutin kontrol.
3. Keluarga ingin memikirkan terlebih dahulu.
4. Keluarga menanyakan
jika
89
jaminan kesehatan yang dapat menunjang kesehatan anggota keluarga. 5. Menganjurkan keluarga untuk bertanya apabila ada materi yang tidak dimengerti.
6. Membimbing keluarga untuk menjelaskan materi yang telah diberikan. 7. Memberikan pujian atas partisipasi keluarga.
8April 2015
1. Mengulas kembali materi yang telah diberikan.
2. Mengidentifikasi sistem pendukung dan waktu bagi keluarga untuk memeriksakan kesehatan.
11April 2015
3. Mengidentifikasi sumbersumber yang dimiliki keluarga dalam penyediaan makanan. 4. Menganjurkan keluarga mempraktikkan memasak untuk membuat menu diet. 1. Mereview materi yang telah diberikan.
obat habis boleh atau tidak membeli obat sendiri. 5. Keluarga menjelaskan kembali mengenai jadwal makan dan contoh menu yang tepat, manfaat dari memeriksakan kesehatan, dan pentinya mengkonsumsi obat bagi penderita DM. 6. Keluarga senang.
7. Keluarga menjelaskan kembali tentang anjuran diet yang diberikan. 1. klien bersedia pergi ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan kesehatannya. 2. Keluarga memiliki sumber yang memadai dalam memnuhi penyediaan makanan sesuai diet yang dianjurkan. 3. Klien bersedia untuk praktik membuat menu diet.
1. klien bersedia pergi ke pelayanan
90
2. Kunjungan ke puskesmas
20 Juli 2015
Kasus 2
13April 2015
1. Memberikan informasi mengenai pengertian serta tanda gejala hipoglikemia dan hiperglikemia, serta cara mengenalinya. 2. Mengajarkan pada klien dan keluarga tentang cara mengatasi hipoglikemia dan hiperglikemia secara mandiri. 1. Memberikan informasi kepada keluarga mengenai DM. 2. Memberikan informasi mengenai penerapan diet, serta informasi mengenai obat-obatan yang digunakan untuk mengendalikan DM. 3. Menganjurkan klien membuat jadwal makan. 4. Memotivasi keluarga untuk ikut serta dalam memeriksakan kesehatan dan pemantauan kadar glukosa darah Ny. D secara teratur. 5. Menganjurkan klien untuk melakukan aktifitas fisik secara teratur minimal 30 menit.
6. Menganjurkan keluarga untuk bertanya apabila ada materi yang tidak
kesehatan untuk memeriksakan kesehatannya. 2. Klien berkunjung ke puskesmas untuk memeriksakan kesehatannya tanpa diantar keluarga. 1. Keluarga dan klien mampu menguraikan gejala hipoglikemia dan hiperglikemia. 2. Klien mendengar dan menyimak
3. Keluarga mendengar dan menyimak. 4. Keluarga mendengar dan menyimak.
5. Keluarga bersedia membuat jadwal makan. 6. Keluarga bersedia untuk rutin kontrol.
7. Klien bersedia untuk melakukan aktifitas jalan santai di taman, yang direncanakan pada tanggal 18 April 2015. 8. Keluarga menanyakan apakah Ny. D harus minum
91
dimengerti. 7. Membimbing keluarga untuk menjelaskan materi yang telah diberikan.
8. Memberikan pujian atas partisipasi keluarga. 14April 2015
1. Mengulas kembali materi yang telah diberikan tentang diet.
2. Mengidentifikasi sistem pendukung dan waktu bagi keluarga untuk memeriksakan kesehatan. 3. Mengidentifikasi sumbersumber yang dimiliki keluarga dalam penyediaan makanan. 4. Menganjurkan keluarga mempraktikkan memasak untuk membuat menu diet. 15April 2015
1. Mereview materi telah diberikan.
yang
2. Kunjungan ke puskesmas
18April
1. Mereview
materi
yang
obat terus-menerus. 9. Keluarga menjelaskan kembali mengenai jadwal makan dan contoh menu yang tepat, manfaat dari memeriksakan kesehatan, dan pentinya mengkonsumsi obat bagi penderita DM. 10. Keluarga senang. 1. Keluarga menjelaskan kembali tentang anjuran diet yang diberikan. 2. Keluarga bersedia pergi ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan kesehatannya. 3. Klien memiliki sumber penyediaan makanan yang cukup. 4. Klien bersedia untuk mempraktikkan sendiri membuat menu diet. 1. Klien bersedia pergi ke pelayanan kesehatan untuk memeriksakan kesehatannya. 2. Klien berkunjung ke puskesmas untuk memeriksakan kesehatannya tanpa diantar keluarga. 1. Klien
menjelaskan
92
2015
telah diberikan tentang latihan fisik.
2. Melakukan latihan fisik dengan jalan santai.
20 Juli 2015
1. Memberikan informasi mengenai pengertian serta tanda gejala hipoglikemia dan hiperglikemia, serta cara mengenalinya. 2. Mengajarkan pada klien dan keluarga tentang cara mengatasi hipoglikemia dan hiperglikemia secara mandiri.
kembali mengenai manfaat dari melakukan latihan fisik. 2. Klien dan keluarga pergi bersama untuk melakukan latihan fisik di taman. 1. Keluarga dan klien mampu menguraikan gejala hipoglikemia dan hiperglikemia. 2. Keluarga dan klien mendengar dan menyimak
Tabel datas adalah tabel tindakan yang telah dilakukan pada masingmasing kasus, kedua keluarga memberikan respon yang cukup baik mengenai materi pendidikan DM yang diberikan, dan kedua keluarg sama-sama bertanya mengenai prosedur pengobatan yang harus dijalani oleh keluarganya, pada kasus 1 keluarga bertanya “Apakah bila obat habis boleh beli sendiri diapotek?” jawaban atas pertanyaan keluarga pada kasus 1 adalah “ Boleh pak, asalkan bapak minimal 1 bulan sekali tetap harus mengantarkan ibu untuk pergi kontrol di puskesmas, karena disana kesehatan ibu dapat dipantau oleh dokter dan perawat melalui pemeriksaan gula dan pemberian dosis obat dapat disesuaikan sesuai kebutuhan ibu saat itu, selain itu jika ibu memiliki keluhan segera pergi kontrol agar masalah ibu cepat teratasi dan tidak menjadi komplikasi yang semakin parah.” Pada kasus 2 keluarga bertanya “Apakah saya harus minum obat terus-
93
terusan mbak?” jawaban yang diberikan untuk keluarga kasus 2 adalah, “Iya ibu, ibu harus minum obat terus, karena obat yang ibu minum berfungsi untuk membantu ibu dalam menstabilkan kadar gula dalam darah ibu, bahkan saat kadar gula ibu sudah normal ibu tetap harus minum obat, untuk mendapatkan dosis yang tepat ibu harus kontrol rutin, selain minum obat ibu juga harus melakukan diet sesuai dengan ketentuan bagi penderita DM serta melakukan aktifitas fisik seperti jogging atau jalan santai minimal 30 menit bu, itu akan membantu ibu dalam menyeimbangkan kadar gula dalam tubuh ibu.” 4.1.7 Evaluasi keperawatan keluarga Tabel 4.13 Evaluasi keluarga diabetes mellitus dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya Kasus Kasus 1
Tanggal 7 April 2015
8 April 2015
Evaluasi S: Keluarga mengatakan mengerti cara perawatan penderita DM. O: Keluarga dapat menyebutkan mengenai diet yang tepat dan penatalaksanaan perawatan bagi penderita DM. Keluarga dapat menyebutkan manfaat dari pelayanan kesehatan. Keluarga bersedia menyediakan menu dan makan sesuai dengan diet. Keluarga bersedia mengantarkan Ny. S untuk kontrol rutin ke Puskesmas. A : masalah teratasi sebagian P : intervensi dilanjutkan S: Keluarga mengatakan telah menyiapkan menu sesuai dengan diet penderita DM. Keluarga dan Ny. S mengatakan akan kontrol ke puskesmas secara rutin. O: Keluarga dapat menyebutkan kembali
94
mengenai diet yang tepat dan penatalaksanaan perawatan bagi penderita DM. Keluarga menyediakan menu dan makan sesuai dengan jadwal. Ny. S tampak makan pagi dengan nasi ±100 gr takaran rumah tangga, dengan lauk sayur asem, tempe dan pepes ikan tongkol sesuai dengan jadwal yang telah dibuat. Keluarga telah mengganti penggunaan gula bagi Ny. S dengan gula khusus yang dibeli di Apotek. Hasil pemeriksaan gula darah acak 180 mg/dl. A : masalah teratasi sebagian P : intervensi dilanjutkan
Klien 2
11April 2015
S: Ny. S mengatakan akan rutin kontrol setiap bulannya. O: Ny. S telah datang ke pelayanan kesehatan untuk mengontrolkan dirinya. Ny. S tampak makan menu kudapan pisang kepok rebus 2 buah. Hasil pemeriksaan gula darah acak 145 mg/dl. A : masalah teratasi sebagian P : intervensi dilanjutkan dengan pengawasan pihak puskesmas.
20 Juli 2015
S: Keluarga mengatakan mengerti tentang tanda gejala serta memahami cara mengatasi hipoglikelia maupun hiperglikemia. O: Keluarga mampu menyebutkan kembali pengertian dan tanda gejala hiperglikemia dan hipoglikemia. Keluarga menyebutkan kembali apa saja yang dapat membantu pada saat mengalami hipoglikemia seperti permen manis, manisan, minuman manis atau gula. Keluarga menyebutkan kembali hal yang dapat membantu pada saat mengalami hiperglikemia. Hasil gula darah acak 160 mg/dl. A: masalah teratasi sebagian P : intervensi dilanjutkan dengan pengawasan pihak puskesmas. S:
13April 2015
95
Keluarga mengatakan telah mengerti tentang cara perawatan penderita DM. Keluarga mengatakan akan menyediakan diet serta akan mematuhi jadwal yang telah dibuat. O: Keluarga dapat menyebutkan kembali mengenai penyakit DM dengan bimbingan, penerapan diet, serta informasi mengenai obatobatan yang digunakan untuk mengendalikan DM. .keluarga bersama-sama mebuat jadwal makan untuk Ny. D A : masalah teratasi sebagian P : intervensi dilanjutkan 14April 2015
S: Keluarga mengatakan telah mengerti tentang cara perawatan penderita DM. Keluarga mengatakan telah menerapkan diet sesuai dengan yang di tentukan dan sesuai dengan jadwal. O: Keluarga dapat menyebutkan kembali mengenai penyakit DM dengan bimbingan,penerapan diet, serta informasi mengenai obat-obatan yang digunakan untuk mengendalikan DM. Ny. D tampak makan siang dengan menu nasi porsi cukup, telur dadar, tempe, sayur rebus dan sambal tomat. Hasil pemeriksaan gula darah acak 138 mg/dl. A : masalah teratasi sebagian P : intervensi dilanjutkan
15April 2015
S: Keluarga mengatakan akan mematuhi rencana pengobatan yang diberikan kepada Ny. D mulai dari diet, cara perawatan, serta kontrol rutin bagi Ny. D O: Tn. G dan anak-anaknya pergi ke puskesmas untuk mengantarkan Ny. D memeriksakan kesehatannya. Hasil pemeriksaan gula darah acak 125 mg/dl. A : masalah teratasi sebagian P : intervensi dilanjutkan
18April 2015
S:
96
Keluarga mengatakan akan rutin melakukan olah raga mulai sekarang. O: Tn. G dan Keluargapergi ke taman kota untuk melakukan aktifitas jalan santai. A : masalah teratasi sebagian P : Intervensi dilanjutkan dengan pengawasan pihak Puskesmas 20Juli 2015
S: Keluarga mengatakan mengerti tentang tanda gejala serta memahami cara mengatasi hipoglikelia maupun hiperglikemia. O: Keluarga mampu menyebutkan kembali pengertian dan tanda gejala hiperglikemia dan hipoglikemia. Keluarga menyebutkan kembali apa saja yang dapat membantu pada saat mengalami hipoglikemia seperti permen manis, manisan, minuman manis atau gula. Keluarga menyebutkan kembali hal yang dapat membantu pada saat mengalami hiperglikemia. Hasil gula darah acak 147 mg/dl. A: masalah teratasi sebagian P : intervensi dilanjutkan dengan pengawasan pihak puskesmas.
Tabel diatas merupaka tabel evaluasi yang dilakukan pada kedua keluarga, pada keluarga 1 dan keluarga 2 dapat mencapai hasil yang ditentukan pada kriteria hasil, pada keluarga 2 keluarga telah mengantarkan keluarganya yang sakit untuk berobat sedangkan pada kasus 1 masih belum. 4.2 Pembahasan Pada bagian ini akan dibahas tentang Asuhan keperawatan keluarga dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah pada diabetes mellitus studi kasus di wilayah kerja Puskesmas Pacarkeling Surabaya dengan diagnosis keperawatan
97
prioritas risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah yang dilaksanakan pada tanggal 6 April 2015 sampai 18 April 2014. Pembahasan dimulai dari tahap pengkajian, diagnosis, rencana tindakan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan. Berikut adalah data fokus yang mempengaruhi masalah keperawatan prioritas risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah. 4.2.1 Pengkajian keperawatan keluarga 1. Faktor yang dimiliki Pada kasus satu didapatkan usia klien 62 tahun telah menderita DM sejak 11 tahun yang lalu yakni saat klien berusia 50 tahun. Pada kasus dua didapatkan usia klien 32 tahun, dan klien baru didiagnosis DM sejak 2 bulan terakhir. Pada kasus 1 dan 2 keduanya memiliki riwayat hipertensi sebelumnya dan suka minum minuman manis serta makan tidak teratur, pada kasus 2 klien memiliki riwayat keturunan dari ayahnya. Ditinjau dari usia kedua klien pertama kali didiagnosis menderita DM yakni 50 tahun pada kasus 1 dan 32 tahun pada kasus 2. DM tipe 2 biasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun, tetapi bisa juga timbul pada usia diatas 20 tahun (Tandra H. 2008). Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis dengan cepat pada usia setelah 40 tahun, penurunan ini berisiko terhadap penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin ( Riyadi. 2008). Sebagian besar kasus DM tipe 2 disebabkan oleh faktor keturunan. Namun faktor keturunan hanya menyumbang risiko sebesar 5%, kecenderungan yang terjadi adalah karena
98
peningkatan berat badan (obesitas) atau akibat gaya hidup yang tidak teratur. Faktor gaya hidup yang tidak sehat inilah yang memicu DM (Susilo Y. 2011). Pada penderita hipertensi dengan disertai tingginya kadar lemak dalam darah menyebabkan sensitivitas reseptor terhadap insulin menjadi sangat rendah (Susilo Y. 2011). Dari perbandingan antara teori dengan kasus, pada kasus 1 klien menderita DM bisa diakibatkan dari faktor usia, dimana usia klien saat menderita DM pada usia diatas 40 sehingga risiko terhadap terjadinya penurunan fungsi endokrin akibat terjadinya proses penuaan lebih besar, penyakit hipertensi yang telah diderita klien bertahun-tahun meningkatkan risiko terjadinya resistensi reseptor terhadap insulin yang di rilis oleh tubuh, maupun faktor gaya hidup yang tidak sehat yakni kebiasaan klien yang kurang bijaksana dalam mengkonsumsi minuman yang manis sehingga meningkatkan jumlah kadar glukosa yang beredar dalam tubuh, sedangkan pada kasus 2 DM terjadi akibat faktor keturunan dimana DM diturunkan melalui kromosom yang terbentuk dengan didukung adanya hipertensi dan faktor gaya hidup yang tidak sehat. 2. Keluahan yang dialami Keluhan yang sering di alami oleh klien pada kasus 1 adalah sering merasa lapar, sering mengeluh penglihatan kabur, dan kaki terasa kesemutan. Pada kasus 2 klien mengeluh sering haus dan lapar. Gejala pada penderita DM dapat dibagi menjadi 2 yakni gejala akut yang meliputi banyak makan, banyak minum dan banyak kencing. serta gejala kronik
99
yang meliputi kesemutan, kulit terasa panas, rasa tebal dikulit, kram, capai, mudah mengantuk, mata kabur, gatal-gatal, gigi mudah goyang atau lepas dan kemampuan seksual menurun (Tjokroprawiro, 2011). Dari perbandingan teori dengan fakta yang dialami oleh kedua klien dapat diambil kesimpulan bahwa tidak semua tanda gejala DM akan dialami oleh penderitanya. Jika dilihat berdasarkan pembagian gejala DM, gejala yang dialami klien pada kasus 1 telah mengalami beberapa gejala kronis dari DM, mata kabur yang kadang dikeluhkan oleh klien pada kasus 1 disebabkan oleh kadar glukosa darah yang tinggi akan menarik cairan dari dalam lensa mata sehingga lensa menjadi tipis sehingga mata mengalami kesulitan untuk fokus dan penglihatan menjadi kabur, dan kesemutan yang biasanya dikeluhkan klien juga merupakan akibat dari kadar glukosa yang tinggi yang merusak dinding pembuluh darah dan menganggu nutrisi pada saraf sehingga menyebabkan kerusakan fungsi saraf, karena yang rusak adalah saraf sensori keluhan yang sering muncul adalah rasa kesemutan atau tidak berasa terutama pada tangan dan kaki, selanjutnya akan menyebabkan timbulnya rasa nyeri pada anggota tubuh, betis, kaki, tangan, dengan bahkan dapat terasa seperti terbakar. Sedangkan klien pada kasus 2 gejalanya masih tergolong dalam gejala akut. Pada kenyataan di lapangan perbedaan tanda gejala yang dirasakan dikarenakan pada kasus 2 baru menderita DM selama ± 2 bulan dibandingkan dengan kasus 1 yang sudah menderita DM selama ± 11 tahun dimana resiko komplikasinya bertambah besar.
100
3. Pengetahuan mengenai DM Pada fungsi perawatan kesehatan keluarga di dapatkan pada kasus 1 keluarga telah sering mendapatkan penyuluhan kesehatan mengenai DM dibanding dengan keluarga pada kasus 2, sehingga keluarga pada kasus 1 lebih mengerti mengenai penyakit DM dibandingkan dengan keluarga pada kasus 2. Mengenal masalah kesehatan keluarga adalah kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan, keluarga perlu menyadari adanya perubahan yang terjadi dalam keluarganya karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatan kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis (Suprajitno, 2004). Edukasi DM diperlukan bagi klien dan keluarga untuk meningkatkan pengetahuan dan motivasi. Klien yang mengalami peningkatan pengetahuan dan motivasi akan mencapai hasil yang optimal dalam pengelolaan DM (Ernawati. 2013). Jika ditarik kesimpulan antara teori dan kenyataan yang dialami kedua klien, keduanya membutuhkan pengetahuan yang adekut mengenai DM mulai dari pengertian sampai dengan perawatannya agar tujuan dari edukasi dapat tercapai, selain itu kurangnya pengetahuan dapat disebabkan karena keluarga memiliki keterbatasan dalam hal menerima informasi. 4. Penatalaksanaan DM Pada fungsi perawatan keluarga yang sakit pada kasus 1 didapatkan Ny. S masih belum tepat dalam melakukan dietnya serta Tn. M juga kurang dalam memberikan dukungan ditandai dengan Tn.M tidak pernah mengantar ataupun
101
mengingatkan Ny. S untuk kontrol. Pada kasus 2 didapatkan keluarga masih belum mengerti cara perawatan penderita DM, Ny. D juga tidak melakukan aktifitas fisik yang menunjang kesehatan dan keluarga juga belum menerapkan diet untuk penderita DM. DM merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol. Pada penderita DM yang tidak terawat akan lebih mudah mengalami komplikasi akut yang terjadi secara mendadak. Keluhan dan gejalanya terjadi dengan cepat dan biasanya berat. Komplikasi akut umumnya timbul akibat glukosa darah yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Penangananya harus cepat karena merupakan kasus gawat darurat yang dapat menyebabkan keluhan ringan hingga kematian bagi penderitanya (Tandra, H. 2009). Menurut Sukardji (1997) dalam Ernawati (2013) melakukan terapi diet dan olahraga dapat memberikan kontrol metabolik yang baik, dapat meningkatkan sensitifitas reseptor insulin karena selama olahraga sel otot menggunakan lebih banyak glukosa dan bahan bakar nutrien lain untuk menjalankan aktivitas kontraktil. Laju transpor glukosa ke dalam otot yang sedang berolahraga dapat meningkat. Permeabilitas membran terhadap glukosa meningkat pada otot yang berkontraksi. Pada saat berolahraga resistensi insulin berkurang, sebaliknya sensitivitas insulin meningkat, hal ini menyebabkan kebutuhan insulin pada DM tipe 2 akan berkurang. Jika dilihat dari berbagai teori yang telah dikemukakan didapatkan penderita pada kasus 1 maupun kasus 2 belum melakukan program penatalaksanaan penderita DM dengan tepat. Penderita DM mengalami gangguan pada produksi insulin maupun respon terhadap insulin sehingga kontrol metabolik dalam
102
tubuhnya kurang baik dan tidak sama dengan orang yang tidak menderita DM sehingga sangat berisiko terjadi ketidakstabilan kadar glukosa dalam tubuhnya yang dapat menimbulkan masalah kesehatan pada penderita mulai dari keluhan ringan sampai dengan yang berat. Untuk mendapatkan kontrol metabolik yang baik kedua klien dianggap perlu melakukan terapi diet dan olahraga, serta dukungan terapi farmakologis dengan pemantauan yang tepat untuk menunjang dan menjaga agar gula darah dapat stabil. 5. Pemeriksaan kadar glukosa darah Pada pemeriksaan penunjang kasus 1 didapatkan pemeriksaan GDP: tanggal 18 Oktober 2014 127 mg/dl, tanggal 15 Januari 2015 174 mg/dl, tanggal 12 Februari 2015 110 mg/dl, tanggal 6 April 2015 140 mg/dl. Pemeriksaan GDA pada tanggal 5 April 2015 200 mg/dl. Pada kasus 2 pemeriksaan GDP: tanggal 21 Februari 2015 160 mg/dl, tanggal 12 April 2015 115 mg/dl. Pemeriksaaan GDA pada tanggal 11 April 2015 180 mg/dl. Kadar gula darah saat puasa memiliki nilai baik jika dalam rentang 80-120 mg/dl, bernilai sedang jika dalam rentang 120-140 mg/dl, dan bernilai buruk bila berada pada nilai lebih dari 140. Sedangkan nilai gula darah acak bernilai baik jika berada dalam rentang 80-160 mg/dl, bernilai sedeng bila berada pada rentang 160-200 mg/dl, dan bernilai buruk bila berada pada nilai lebih dari 200 mg/dl. Olahraga dapat membantu pengaturan kadar glukosa darah, pada saat olahraga resistensi insulin berkurang dan sensitivitas insulin meningkaat, hal ini menyebabkan kebutuhan insulin pada penderita DM tipe 2 akan berkurang. Kadar gula dalam darah dapat dipengaruhi oleh tingkat perkembangan, asupan diet,
103
pemantauan kadar glukosa tidak tepat, kurang kepatuhan pada rencana manajemen diabetik (misalnya mematuhi rencana tindakan), kurang manajemen diabetisi (misalnya rencana tindakan), manajemen medikasi, tingkat aktifitas fisik, status kesehatan fisik, stress (Ernawati. 2013). Dari data diatas didapatkan bahwa klien 1 pernah mengalami hiperglikemia, jika dilihat dari riwayat sebelum klien mengalami hiperglikemia setelah lama tidak kontrol dan minum obat yakni dari bulan Oktober hingga Januari selain itu dari hasil pengkajian juga didapatkan kebiasaan klien terhadap penerapan diet yang kurang tepat, dan saat ini klien memiliki beberapa keluhan namun dalam indikator pengendalian DM nilai kadar glukosa terakhir klien masih dalam batas baik. Dan ini sangat mungkin terjadi karena kadar glukosa darah dalam tubuh berfluktuasi naik turun sepanjang hari dapat dipengaruhi oleh makanan yang masuk dan aktivitas fisik yang telah dilakukan sebelum pengkajian. Selain itu klien telah terbiasa melakukan aktifitas berjalan kaki yang dilakukannya secara teratur. Sedangkan pada kasus 2 klien mengalami perbaikan dalam kadar glukosa darahnya sejak pertama kali menderita DM, klien terakhir kontrol pada tanggal 4 April 2015 dan obat habis setelah 6 hari yakni pada tanggal 10 April 2015 itu berarti pada saat pengkajian klien baru 2 hari tidak minum obat sehingga kemungkinan peningkatan glukosa darah belum begitu terlihat. 6. Terapi farmakologis Pada kasus 1 klien mendapatkan dosis Glibenklamide sebanyak 5 mg perhari yang diminum setiap pagi, sedangkan pada kasus 2 mendapatkan dosis Glibenklamide sebanyak 2,5 mg perhari yang diminum setiap pagi. Yang
104
dikombinasikan dengan pemberian Metformin 500 mg 2x1. Kombinasi antara Glibenklamide dengan Metformin digunakan untuk penderita DM tipe 2 pada pasien yang hiperglikeminya tidak dapat dikontrol dengan single terapi, diet dan olah raga saja. Kombinasi kedua obat ini saling memperkuat kerja masing-masing obat sehingga regulasi gula darah dapat terkontrol dengan lebih baik. Dosis awal pemberian Glibenklamide adalah 2,5 mg perhari selama 7 hari setelah itu dapat ditingkatkan 2,5-5 mg sehari sampai kontrol metabolik optimal tercapai. Dosis tertinggi pemberian adalah 15 mg/hari dalam dosis terbagi. Jika dilihat dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pada klien kasus 2 masih baru didiagnosis DM sehingga klien masih mendapatkan dosis awal yang kemungkinan dapat dipertahankan sebagai dosis pemeliharaan bila kontrol metabolik klien baik. Dan pada klien 1 mendapatkan dosis 5 mg sebagai dosis pemeliharaan namun tidak menutup kemungkinan dosis dapat ditingkatkan jika kontrol metabolik memburuk. 4.2.2 Diagnosis keperawatan keluarga Pada kasus 1 dan kasus 2 memiliki diagnosis yang sama yaitu risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah. Dalam buku Ernawati (2013) disebutkan bahwa diagnosa risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah dapat ditegakkan jika klien memiliki faktor risiko seperti pemantauan glukosa darah tidak tepat, kurang kepatuhan pada rencana manajemen diabetik, kurang manajemen diabetes, tingkat aktifitas fisik, asupan diet, tingkat perkembanga, stress dan status kesehatan fisik. Dalam hal ini kedua klien tidak mengalami kesenjangan dalam penentuan
105
diagnosis dikarenakan kedua klien sama-sama memiliki faktor risiko yang telah disebutkan dalam teori. Pada kasus 1 dan 2 memiliki etiologi yang sama yaitu ketidakmampuan keluarga dalam merawat keluarganya yang sakit. Dalam menyusun diagnosis keperawatan masih menggunakan daftar masalah keperawatan yang dibuat oleh asosiasi perawat Amerika (NANDA), yang meliputi masalah aktual, risiko atau risiko tinggi dan potensial. Untuk penyebabnya dapat merujuk pada tugas keluarga dibidang kesehatan yaitu mengenal masalah, merawat anggota keluarga, memodifikasi lingkungan, atau memanfaatkan fasilitas layanan kesehatan disesuaikan dengan data yang telah dikumpulkan dalam pengkajian (Suprajitno. 2004). Dari penjelasan antara teori dengan fakta sudah didapatkan kesesuaian dalam menentukan etiologi dalam masalah keperawatan keluarga. 4.2.3
Perencanaan keperawatan keluarga Pada keluarga kasus 1 perencanaan DM akan lebih ditekankan pada
penatalaksanaan diabetes dalam hal pengetahuan meliputi cara mengenali tandatanda hipoglikemia dan hiperglikemia serta cara menanganinya, cara perawatan dengan penerapan sepuluh petunjuk pola hidup sehat secara fisik dengan melakukan pengawasan terhadap GULOH-SISAR, diet sesuai dengan penerapan 3J, kontrol dan juga pengobatan serta manfaat dari fasilitas kesehatan, tidak jauh berbeda pada keluarga kasus 2 penatalaksanaan DM akan ditekankan dalam hal pengetahuan, perawatan, kontrol, aktifitas fisik dengan penjelasan mengenai manfaat olah raga dan rencana pelaksanaan olah raga bersama, pengobatan dan penyediaan menu diet yang tepat sesuai dengan 3J.
106
Perencanaan
adalah
bagian
fase
pengorganisasian
dalam
proses
keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Suatu perencanaan yang tertulis dengan baik akan memberi petunjuk dan arti pada asuhan keperawatan, karena perencanaan adalah sumber informasi bagi semua yang terlibat dalam asuhan keperawatan klien. Rencana ini merupakan sarana komunikasi yang utama, dan memelihara kontinuitas asuhan keperawatan klien bagi seluruh anggota tim (Setiadi, 2012). Perencanaan yang dibuat pada kedua kasus sama dengan teori, namun kembali pada tujuan perencanaan adalah untuk menyelesaikan masalah yang muncul sehingga perencanaan disesuaikan dengan kebutuhan pada masing-masing keluarga. Seperti halnya pada kedua kasus tidak jauh berbeda, keduanya samasama membutuhkan pendidikan kesehatan dalam hal pengertian, perawatan diet dan kontrol, namun pada kasus 1 keluarga membutuhkan pengetahuan mengenai manfaat yang dapat diperoleh dari pelayanan kesehatan sehingga diharapkan keluarga dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan lebih baik untuk menujang kesehatan keluarganya. Dan pada kasus 2 merupakan keluarga yang anggota keluarganya baru 2 bulan didiagnosis DM sehingga masih sangat membutuhkan pendidikan kesehatan mengenai DM secara keseluruhan. 4.2.4
Pelaksanaan keperawatan keluarga Semua pelaksanaan yang dilakukan mengacu pada perencanaan yang telah
dibuat. Pada kasus nyata di lapangan, baik kasus 1 maupun kasus 2 saat kunjungan rumah memberikan pendidikan kesehatan tentang penatalaksanaan dan
107
perawatan pada penderita DM di rumah seperti cara mengenali terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia serta cara mengatasinya dengan metode yang sederhana, memberikan penjelasan mengenai 10 petunjuk hidup sehat secara fisik dengan pengawasan terhadap GULOH-SISAR, penerapan diet 3J, serta dilakukan demonstrasi penyediaan menu makan sesuai dengan diet 3J, dalam hal ini pada kasus 1 rencana dapat dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat sedangkan pada kasus 2 keluarga tidak bersedia untuk melakukan demonstrasi bersama. Pada kasus 1 dijelaskan pula mengenai manfaat dari fasilitas kesehatan. Dan pada kasus 2 disertai penjelasan mengenai manfaat dan cara melaksanakan aktifitas fisik bagi penderita DM. Pelaksanaan dilakukan satu hari setelah pengkajian dimana sebelunya telah dilakukan kontrak waktu dngan keluarga, pada kedua kasus seluruh anggota keluarga dapat menghadiri penyuluhan.pada kasus 1 pelaksanaan dilakukan pada tanggal 7 dan 8 sedangkan pada kasus 2 dilakukan pada tanggal 13 dan 14. Dari semua rencana keperawatan pada kasus 1 dan kasus 2 secara keseluruhan semuanya dapat dilaksanakan namun respon dari keluarga kasus 2 lebih lambat dan perlu pengulangan dalam memberikan penyuluhan. Secara teoritis ada tiga tahap dalam tindakan keperawatan yang pertama, adalah tahap persiapan, meliputi kegiatan seperti kontrak dengan keluarga kapan dilaksanakan, berapa lama waktunya, materi yang akan didiskusikan, siapa yang melaksanakan, anggota keluarga yang perlu mendapat informasi, mempersiapkan peralatan yang diperlukan, mempersiapkan lingkungan yang kondusif, dan mengidentifikasi aspek-aspek hukum dan etik (Setiadi, 2008).
108
Dari implementasi yang dilakukan pada kedua kasus sudah disesuaikan dengan teori, adapun respon terhadap materi yang diberikan, keluarga kasus 2 lebih lambat menerima dari pada kasus 1 sehingga klien masih perlu bimbingan dalam mengulangi materi yang telah diberikan, hal ini bisa dipengaruhi oleh faktor pendidikan yang dimiliki masing-masing keluarga, meskipun pendidikan formal pada kasus 1 tidak lebih tinggi dari pendidikan formal pada kasus 2 namun keluarga 1 sudah lebih banyak mendapatkan pendidikan kesehatan mengenai DM dibandingkan dengan kasus 2. Pada implementasi menyediakan menu diet bersama yang terjadi pada keluarga kasus 2 memilih untuk menyiapkannya sendiri kemungkinan akibat dari keterbatasan fasilitas yang dimiliki keluarga yakni lokasi dapur keluarga yang berada di luar rumah membuat keluarga menjadi merasa kurang nyaman dan memilih untuk melakukannya sendiri. Dengan memberikan keleluasaan keluarga untuk memilih dan menerima pendapat keluarga hal ini sudah sesuai dengan aspek etik. 4.2.5
Evaluasi keperawatan keluarga Dari hasil evaluasi ditemukan pada kedua kasus analisis masalah risiko
ketidakstabilan kadar glukosa darah tidak terjadi dan intervensi dilanjutkan dengan pengawasan pihak puskesmas dan antara kasus 1 dengan kasus 2 didapatkan respon keluarga dalam menjalankan program kontrol pada klien 1 didapatkan dukungan keluarga masih kurang dibuktikan dengan Ny. S sudah mau melakukan kontrol namun keluarga tidak mengantarkan, pada kasus 2 Ny. D telah menjalankan program kontrol dengan diantarkan oleh keluarganya, dapat
109
disimpulkan dari kedua hasil yang didapatkan bahwa dukungan yang diberikan keluarga lebih besar pada kasus 2 dari pada kasus 1. Jika ditinjau dari teori harapan yang dikemukakan oleh Victor H Vroom (1960, 1964) dalam buku John B Miner (2007) dikatakan bahwa motivasi dapat muncul akibat dari suatu hasil yang ingin dicapai oleh seseorang. Sehingga akan melakukan tindakan yang akan mengarah pada hasil yang diinginkan. Motivasi dapat berupa motivasi instrinsik dan ekstrinsik, motivasi ekstrinsik merupakan elemen diluar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat seseorang termotivasi. Pada kasus 1 dilihat dari tahap perkembangan keluarga yang telah berada pada tahap akhir, keseluruhan anak anaknya sudah hidup terpisah dan kebutuhan keluarga sudah terpenuhi sehingga keluarga tidak memiliki tanggungan. Sedangkan pada kasus 2 keluarga masih memiliki tanggungan anak yang masih kecil dan masih membutuhkan perawatan dan pendidikan membuat munculnya motivasi bagi keluarga lebih besar. Keinginan untuk bisa merawat dan memberikan pendidikan yang selayaknya pada anak-anaknya merupakan suatu hasil yang ingin dicapai oleh keluarga sehingga keluarga merasa dirinya harus sehat agar dapat merawat anak-anaknya hingga dewasa sehingga keinginan keluarga dapat sembuh dan beaktivitas sebagaimana mestinya lebih besar.