13 Bab I.docx

  • Uploaded by: willy herdiani
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 13 Bab I.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,935
  • Pages: 10
BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Seiring bertambahnya usia harapan hidup, jumlah lansia di Indonesia cenderung meningkat, berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000-2005 Usia Harapan Hidup (UHH) adalah 66,4 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2000 adalah 7,74%), angka ini akan meningkat pada tahun 2045-2050 yang diperkirakan UHH 77,6 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2045 adalah 28,68%). Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 14.439.967 jiwa (7,18%) dengan UHH 64,5 tahun, pada tahun 2010 meningkat menjadi 23.992.553 jiwa (9,77%) dengan UHH 69,43 tahun. Pada tahun 2020 jumlah penduduk lanjut usia diperkirakan mencapai 28.822.879 jiwa (11,34%) dengan UHH 71,1 tahun. Pemerintah perlu merumuskan kebijakan dan program yang ditujukan kepada lansia sehingga dapat berperan dalam pembangunan dan tidak menjadi beban bagi masyarakat (Kemenkes RI, 2013). Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin bertambahnya usia harapan hidup penduduk. Dengan meningkatnya usia harapan hidup penduduk menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari tahun ketahun. Usia lanjut adalah usia 60 tahun ke atas sesuai dengan definisi World Health Organization yang terdiri dari (1) usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun (2) usia lanjut (elderly) 60-74 tahun, (3) usia tua (old) 75-90 tahun, dan (4) usia sangat lanjut (very old) di atas 90 tahun. Peningkatan

1

2

jumlah lansia di negara maju relatif lebih cepat dibandingkan di negara berkembang, namun secara absolut jumlah lansia di negara berkembang jauh lebih banyak (Kemenkes RI, 2013). Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan terintegrasi. Empat penyakit yang sangat erat hubunganya dengan proses menua yaitu gangguan sirkulasi darah (hipertensi, kelainan pembuluh darah, gangguan pembuluh darah di otak, dan ginjal), gangguan

metabolisme

hormonal

(diabetes

militus,

klimakterium,

dan

ketidakseimbangan tiroid), gangguan pada persendian (osteoarthritis, gout arthritis, ataupun penyakit kolagen lainnya), berbagai macam neoplasma (Azizah, 2011). Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan pada kelompok lansia, dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Setelah umur 45 tahun, dinding

arteri

akan

mengalami

penebalan.

Secara

umum,

dengan

bertambahnya usia maka tekanan darah akan bertambah tinggi, baik tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik. Hipertensi sebagai salah satu penyakit degeneratif yang sering dijumpai pada kelompok lansia (Abdullah, 2009). Hipertensi yang terus menerus menyebabkan jantung seseorang bekerja lebih keras, akhirnya kondisi ini berakibat terjadinya kerusakan pada pembuluh darah jantung, ginjal, otak dan mata. Hipertensi merupakan penyebab umum terjadinya stroke dan serangan jantung (heart attack), hipertensi juga sering disebut The silent killer karena hanya menimbulkan beberapa gejala, seseorang dapat menderita hipertensi tanpa mengetehauinya (Pudiastuti, 2011).

3

Penyakit Darah Tinggi atau Hipertensi (Hypertension) adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang di tunjukan oleh angka systolic (bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmonometer) ataupun alat digital lainnya. Seseorang dianggap normal, jika tekanan darah sistoliknya 120 mmHg dan tekanan darah siastoliknya 80 mmHg. Dianggap prehipertensi jika tekanan darah sistolik seseorang 120-139 mmHg atau tekanan darah diastoliknya 80-89 mmHg. Hipertensi tahap I, jika tekanan darah sistolik seseorang 140-159 atau tekanan darah diastoliknya 90-99. Hipertensi tahap II, jika tekanan darah sistoliknya seseorang 160 mmHg dan tekanan darah diastoliknya 100. (Purnomo, 2009). Hipertensi merupakan penyakit kronis yang membutuhkan terapi terus menerus dan seumur hidup. Terapi pada pasien hipertensi ini sangat penting untuk

mengontrol

tekanan

darah,

mencegah

komplikasi,

menurunkan

morbiditas dan mortalitas. Beberapa faktor mengontrol hipertensi adalah faktor pengetahuan, sikap, kepercayaan, perilaku, dan sarana prasarana kesehatan (Notoadmodjo, 2010). Tingginya prevelensi Hipertensi para lanjut usia berdampak pada komplikasi hipertensi yang fatal, maka penderita perlu melakukan tindakan pencegahan

hipertensi

dengan

konsumsi

rendah

garam,

menghindari

kegemukan (obesitas), membatasi konsumsi lemak, olahraga teratur, makan buah dan sayuran yang banyak, tidak merokok, dan tidak mengkonsumsi minuman beralkohol dan membina hidup yang positif. Pengendalian hipertensi perlu dilakukan oleh semua penderita hipertensi agar tidak terjadi peningkatan tekanan darah yang lebih parah, akan tetapi tidak semua penderita hipertensi dapat melakukan pencegahan terhadap penyakitnya (Gunawan, 2011)

4

Berikut data kesehatan dan pola penyakit pada Lansia berdasarkan hasil kunjungan Posbindu di Kabupaten Subang pada tahun 2016 dan 2017 sebagai berikut : Gambar 1.1

Jumlah Kasus 5 Penyakit Terbanyak Lansia Berdasarkan Kunjungan ke Posbindu di Kabupaten Subang Tahun 2016 dan 2017

40.00 35.00

33.88 30.43

30.00 23.07

25.00

21.82 18.11

20.00 14.83

15.00

9.21

10.00

10.19 6.95

6.83

Myalgia 2016

Myalgia 2017

5.00 0.00 Hypertensi Hypertensi Artritis 2016 2017 2016

Artritis 2017

ISPA 2016 ISPA 2017 DM 2016

Gastritis 2017

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, 2017

Berdasarkan data di atas diperoleh informasi bahwa jumlah kasus 5 penyakit terbanyak pada Lansia Berdasarkan Kunjungan ke Posbindu di Kabupaten Subang Tahun 2016, tertinggi penyakit Hypertensi (33.9%), Artritis (23.1%), ISPA (14.8%), Diabetus Millitus (9.2%), Myalgia (6.9%) dan tahun 2017, tertinggi penyakit Hypertensi (30.4%), Artritis (21.8%), ISPA (18.1%), Gastritis (10.2%), Myalgia (6.8%). Untuk kasus Hipertensi walaupun mengalami penurunan di tahun 2017 namun kasus hipertensi tetap yang paling tinggi diantara kasus lain. Pengaturan diet merupakan salah satu pencegahan pada pada lansia penderita hipertensi, dimana tujuan utama dari pengaturan diet hipertensi adalah mengatur tentang makanan sehat yang dapat mengontrol tekanan darah tinggi dan mengurangi penyakit kardiovaskuler. Kurangnya pengetahuan

5

masyarakat tentang pola hidup seimbang terutama penatalaksaan diet yang tepat menyebabkan jumlah penderita hipertensi terus bertambah. Ketidak patuhan terhadap program terapi merupakan masalah yang besar pada penderita hipertensi, termasuk dalam hal pengaturan dietnya. Dalam hal ini salah

satunya

disebabkan

karena

kurangnya

pengetahuan

mengenai

pentingnya menjalankan diet hipertensi (Bruner and Suddarth, 2009). Pengetahuan tentang hipertensi pada seseorang sangat penting dalam mempengaruhi pola hidup ke arah yang lebih baik atau sehat. Kurangnya pengetahuan akan mempengaruhi pasien hipertensi untuk dapat mengatasi kekambuhan atau melakukan pencegahan agar tidak terjadi komplikasi.Upaya pencegahan terhadap pasien hipertensi biasanya di lakukan dengan cara mempertahankan berat badan, menurunkan kadar kolesterol, mengurangi konsumsi garam, diet tinggi serat, mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran serta menjalankan hidup secara sehat (Wahdah, 2011). Peningkatan pengetahuan lansia dengan Hipertensi dilakukan dengan penyuluhan sehingga penderita hipertensi dapat lebih memahami tentang penyakit tersebut dan dapat merubah pola hidupnya. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan seharusnya dimiliki oleh pasien karena pasien adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap terkontrolnya tekanan darah (Notoatmodjo 2007). Pendidikan kesehatan sama halnya dengan pendidikan pada umumnya yaitu membutuhkan metode serta media dalam penyampaian informasi. Pemilihan media maupun metode sangatlah penting agar penyampaian informasi menjadi lebih menarik dan lebih mudah dipahami oleh penerima

6

informasi. Ada beberapa media atau metode yang dapat digunakan dalam menyampaikan pendidikan kesehatan misalnya dengan media visual, audio, audiovisual, metode ceramah metode FGD (Focus Grup Disscussion), poster booklet serta mading. Setiap metode dapat diterapkan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing (Sanjaya, 2006). Media audio visual adalah salah satu media yang dapat digunakan dalam pemberian pendidikan kesehatan mengenai hipertensi pada lansia. Media audio visual yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat, misalnya rekaman video, film, slide, suara (Sanjaya, 2006). Media ini dianggap lebih menarik dan lebih berefek karena melibatkan dua indra yaitu indra penglihatan dan pendengaran yang dapat memaksimalkan penerimaan informasi. Dari hasil penelitian media audio visual sudah tidak diragukan lagi dapat membantu dalam pengajaran apabila dipilih secara bijaksana dan digunakan dengan baik Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2012), yang meneliti tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Hipertensi Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Mengelola Hipertensi Di Puskesmas Pandanaran Semarang, hasil penelitian disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan tentang hipertensi mempengaruhi pengetahuan dan sikap dalam mengelola hipertensi. Hasil penelitian selanjutnya dilakukan oleh Setiawan (2016) yang meneliti tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Metode Audio Visual Terhadap Pengetahuan Pengendalian Hipertensi Pada Lansia. Hasil penelitian disimpulkan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan dengan metode audio visual terhadap pengetahuan pengendalian hipertensi pada lansia di Desa Tumut Sumbersari Moyudan Sleman Yogyakarta.

7

Peran perawat dalam hal ini adalah sebagai edukator dalam memberikan penyuluhan dan informasi pada pasien penderita hipertensi untuk meningkatkan pengetahuannya tentang pentingnya pengaturan diet secara benar untuk mengotrol tekanan darah pada penderita hipertensi. Selain itu diharapkan dapat menjadi

konselor

dan

memberikan

solusi

bagi

pihak

kelurga

untuk

meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan tentang pengaturan diet untuk penderita hipertensi agar dapat mandiri dalam melakukan perawatan di rumah, meminimalisir pembelian obat, serta mencegah komplikasi yang ditimbulkan (Suliha, dkk, 2011). Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional berupa pemenuhan kebutuhan dasar yang diberikan kepada individu yang sehat maupun sakit yang mengalamí gangguan fisik, psikis, dan sosial agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal. Bentuk pemenuhan kebutuhan dasar dapat berupa meningkatkan kemampuan yang ada pada individu, mencegah, memperbaiki, dan melakukan rehabilitasi dari suatu keadaan yang dipersepsikan sakit oleh individu (Nursalam, 2008). Perubahan paradigma ini menempatkan perawat pada posisi kunci dalam peran dan fungsinya. Hampir semua pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di rumah sakit maupun tatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat. Perubahan peradigma pelayanan kesehatan dari kuratif kearah promotif dan peventif ini telah direspon oleh ahli teori keperawatan Pender dengan menghasilkan karya tentang Health Promotion Model atau model promosi kesehatan. Model ini menggabungkan 2 teori yaitu teori nilai harapan (expectancy value) dan teori kognitif social (social cognitive theory) yang konsisten dengan semua teori yang memandang pentingnya

8

promosi kesehatan dan pencegahan penyakit adalah suatu yang hal logis dan ekonomis (Pender dalam Martha, 2014). Berdasarkan dari studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada Puskesmas Gunung Sembung Kabupaten Subang didapatkan data dari petugas Puskesmas bahwa jumlah lanjut usia pada tahun 2017 yang aktif di posyandu yang ada di wilayah Puskesmas Gunung Sembung adalah adalah 3780 orang, sekitar 18.7% (708 orang) penderita hipertensi, upaya yang dilakukan oleh penderita hipertensi selama ini hanya mengikuti pemeriksaan tekanan darah satu bulan hanya sekali saat posbindu lansia yang dilakukan oleh petugas poskesdes setempat, akan tetapi pemberian obat antihipertensi jarang diberikan saat posyandu, hanya dilayani di Puskesmas, begitu pula penyuluhan tentang masalah pengaturan diet pun juga tidak diberikan. Dari hasil wawancara dengan salah seorang petugas Puskesmas Gunung Sembung diperoleh informasi bahwa sebagian kecil lansia yang mengikuti kegiatan posbindu, mereka mengatakan sering mengkonsumsi garam berlebih saat mengolah makanan, sering mengkonsumsi ikan asin, dan berbagai macam olahan masakan lainnya yang mengandung banyak garam

(natrium).

Kebanyakan dari mereka tidak menyadari bahwa hal itu dapat memicu terjadinya peningkatan tekanan darah. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui adakah Pengaruh Pendidikan Kesehatan Hipertensi Dengan Metode Audio Visual terhadap Pengetahuan Diet Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Sembung Kabupaten Subang.

9

B.

Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang tersebut, rumusan masalah sebagai berikut: Apakah ada Pengaruh Pendidikan Kesehatan Hipertensi Dengan Metode Audio Visual terhadap Pengetahuan Diet Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Sembung Kabupaten Subang.

C.

Tujuan Penelitian 1.

Tujuan Umum Mengetahui Pengaruh Pendidikan Kesehatan Hipertensi Dengan Metode Audio Visual terhadap Pengetahuan Diet Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Sembung Kabupaten Subang.

2.

Tujuan Khusus a.

Mengetahui gambaran pengetahuan diet hipertensi sebelum diberikan Pendidikan Kesehatan Hipertensi Dengan Metode Audio Visual di Puskesmas Gunung Sembung Kabupaten Subang

b.

Mengetahui gambaran pengetahuan diet hipertensi sesudah diberikan Pendidikan Kesehatan Hipertensi Dengan Metode Audio Visual di Puskesmas Gunung Sembung Kabupaten Subang

c.

Mengetahui Pengaruh Pendidikan Kesehatan Hipertensi Dengan Metode Audio Visual terhadap Pengetahuan Diet Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Sembung Kabupaten Subang

10

D.

Manfaat Penelitian 1.

Manfaat Teoritis Memberikan informasi dan pengetahuan ilmiah yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya tentang penyakit hipertensi.

2.

Manfaat Praktis a.

Bagi Keluarga Bagi keluarga diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan mengenai kebiasaan-kebiasaan keluarga yang dapat menimbulkan penyakit hipertensi.

b.

Institusi Hasil penelitian ini diharapkan dapat di manfaatkan sebagai sumber informasi dan sebagai referensi untuk meningkatkan pendidikan kesehatan tentang hipertensi.

c.

Bagi peneliti Sebagai bahan acuan dalam melakukan penelitian-penelitian lebih lanjut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang penyakit hipertensi

Related Documents

Bab 13
August 2019 42
Bab 13
July 2020 19
13. Bab 4.docx
July 2020 13
13. 308131062. Bab V
October 2019 21
13 Bab I.docx
April 2020 14
Bab 13 Sim.docx
April 2020 15

More Documents from "Erwin Djodi"

Farmakologi.docx
April 2020 2
Anakpraskolah.docx
April 2020 3
Contoh Diit.docx
April 2020 3
13 Bab I.docx
April 2020 14
October 2019 8
October 2019 14